Laboratorium Perpetaan | 1
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Tim Penyusun
Assisten Laboratorium :
- Reza Sahrizal M. Kisan, ST
- Agi Septiana, ST
- Tengku Gema Ramadhan, ST
- Fhanji Alain Jauzi, S.PWK
- Sabine Fatimah Sayidina, S.PWK
- Satrio Nugraha, S.PWK
- Aziz Ramdani
- Alamsyah Al-Ghani
- M. Dziqry Zulfiqaar
- Deby Shafa Anifa
- Sherly Defannya Serdani
DILARANG
MEMPERBANYAK DAN
MENGCOPY TANPA IZIN
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021 M / 1442 H
Laboratorium Perpetaan | 1
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum.,Wr.Wb
Praktikum Sistem Informasi Perencanaan (SIP) merupakan salah satu praktikum yang
diselenggarakan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota di bawah pengawasan
Laboratorium Perpetaan, Praktikum Sistem Informasi Perencanaan (SIP) yang dilaksanakan
pada semester 4.
Praktikum SIP ini ditujukan agar mahasiswa bisa mampu dan memahami model
analisis untuk kasus-kasus perencanaan, bisa mengolah, menganalisis, dan
menginterpretasikan hasil-hasil analisis kedalam bentuk peta dengan menggunakan software
argis.
Bagi yang tidak lulus praktikum tetapi lulus teori maka, diwajibkan untuk mengikuti
praktikum kembali, semoga ilmu yang didapatkan bisa dimaanfaatkan sebaik-baiknya.
Laboratorium Perpetaan | 2
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
TATA TERTIB
TATA TERTIB
• Jumlah Praktikum Sebanyak 10 kali.
• Praktikan yang telah 2 kali melewati absen dan 2 kali tidak menyerahkan tugas
dinyatakan tidak lulus praktikum.
• Mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai arahan asisten.
• Tidak plagiat dalam pengerjaan tugas, selalu mencantumkan sumber.
• Mengikuti kelas online dengan media Zoom Meeting 4 kali pertemuan sesuai jadwal
yang telah di tentukan Asisten.
• Pelanggaran tata tertib akan dikenakan sanksi.
• Peraturan yang tidak tercantum akan ditentukan kemudian secara musyawarah.
SANKSI
• Keterlambatan mengikuti kelas online dan offline hanya 15 menit, lebih dari 15 menit
praktikan diperbolehkan mengikuti kelas namun absen tidak diterima.
• Jika praktikan berhalangan hadir dengan alasan yang dapat diterima, maka praktikan
wajib konfirmasi ke asisten atau Laboran untuk mendapatkan jadwal praktikum
pengganti.
• Tindakan plagiat dalam pembuatan tugas dan jawaban kuis akan diberikan nilai 0.
Laboratorium Perpetaan | 3
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
DAFTAR ISI
TATA TERTIB................................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................... 5
DAFTAR TABEL............................................................................................................................... 6
Laboratorium Perpetaan | 4
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 5
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
DAFTAR GAMBAR
Laboratorium Perpetaan | 6
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
DAFTAR TABEL
Laboratorium Perpetaan | 7
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL I
OVERVIEW GIS
dan INDRAJA
1.1 Overview GIS
Laboratorium Perpetaan | 8
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Salah satu kemudahan Sistem Informasi Geografis yang banyak dimanfaatkan banyak
orang adalah kemampuan untuk memodelkan bentuk permukaan bumi. Model ini akan
membatasi konsep-konsep dan prosedur-prosedur dalam menterjemahkan hasil pengamatan
real world menjadi data yang dapat berguna dalam SIG. Proses menginterpretasikan realitas
dengan memakai meodel real world dan model data disebut pemodelan data. Pada sistem
informasi geografis, dunia di representasikan menjadi dua jenis data, yaitu data vektor dan
data raster. Data raster merupakan sebuah data foto / gambar yang berasal dari foto udara
ataupun citra satelit. Data Vektor terbagi menjadi tiga data yaitu point, polyline dan polygon.
Laboratorium Perpetaan | 9
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 10
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
direfleksikan, sensor pasif hanya dapat digunakan saat ada penyinaran matahari. Pada
malam hari, tidak ada refleksi energi dari matahari yang dapat digunakan. Pada sistem
pasif radiasi gelombang pendek dipancarkan dari target yang dideteksi. Sistem aktif
(gambar 1.5 B) adalah sistem penginderaan jauh yang menggunakan energi yang
diemisikan sendiri (tidak menggunakan matahari sebagai sumber energi).
A B
Laboratorium Perpetaan | 11
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 13
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Maka hasil penggabungan ke 8 band citra akan tampak seperti gambar dibawah
ini :
Maka hasilnya, warna hitam yang ada disekitar citra akan menjadi hilang
Laboratorium Perpetaan | 14
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 15
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 16
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL II
PRA PENGOLAHAN CITRA SATELIT
Hubungan geometri antara lokasi piksel (baris,kolom) dengan koordinat peta (x,y)
harus dapat diketahui. Hal ini dilakukan dengan mentransformasikan koordinat menggunakan
titik-titik kontrol (Ground Control Point/GCP). GCP ini dapat diperoleh dari peta dasar lainnya
atau melalui pengkuran di lapangan. Penentuan jumlah dan distribusi GCP akan
mempengaruhi akurasi koreksi geometrik. Setelah penentuan GCP, selanjutnya diperiksa
kembali dengan titik-titik yang lainnya yang disebut dengan Independent Control Point (ICP).
Laboratorium Perpetaan | 17
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 18
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 19
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 20
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Setelah melakukan composite band, kualitas image yang di hasilkan belum begitu
bagus untuk kita gunakan untuk menganlisis citra pada tahap selanjutnya. Salah satu proses
yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki kuliatas citra adalah proses penajaman citra atau
yang lebih dikeal sebagai image enhancement. Prinsip dasar dari image enhancement tidak
merubah nilai citra, namun hanya merubah kekontrasan suatu image agar image tersebut
dapat lebih di analisis secara visual. Langkah-langkah penajman citra adalah sebagai berikut
:
1) Kita dapat merubah – rubah type display warna-nya. Kita bisa menggunakan type
Costume, Standar Deviation, Histrogram Equalize, Minimum-Maximum, dan
Histrogram Spesification
2) Kemudian kita klik apply, maka hasilnya adalah image yang seperti kita set.
Laboratorium Perpetaan | 21
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL III
PENGOLAHAN CITRA SATELIT
3.1 Klasifikasi
Ini merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra. Proses ini bertujuan untuk
membagi daerah cakupan berdasarkan jenis objeknya dengan cara menginterpretasi
kenampakannya di atas citra dan menyatakannya dengan simbol tertentu. Dari proses ini
dapat dihasilkan suatu peta tematik yang sangat berarti bagi keperluan perencanaan
selanjutnya.
Proses pengklasifikasian citra satelit biasa dilakukan secara terawasi (supervised
classification) dan tak terawasi (unsupervised classification). Pada metode yang pertama,
identitas dan lokasi dari suatu liputan lahan seperti lahan pertanian, hutan dan perkotaan telah
diketahui melalui pemeriksaan lapangan atau interpretasi dari foto udara. Analisa diarahkan
untuk melokalisir lokasi spesifiknya di citra dengan mencari sampel areanya (training site).
Pemilihan metode yang cocok untuk penentuan kelas dari piksel tergantung kepada sifat dari
masukan data dan keluaran yang diharapkan.
Dari komposit citra Aster Band 4,5,7 diklasifikasikan menggunakan metode supervised
atau terawasi dengan menggambil contoh kelas tata guna lahan yang mengacu pada peta
rupa bumi indonessia. Composit dari band ini dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu : perairan,
lahan terbangun, hutan, perkebunan, dan ladang.
Laboratorium Perpetaan | 22
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
3. Kemudian klik ok dan tunggu sampai proses iso cluster untuk memperoleh data
signature
4. Untuk melakukan klasifikasi kita menggunakan tools Spatial
Analyst ➔ Multivariate ➔ Maximum Likelihood Clasification
Laboratorium Perpetaan | 23
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 24
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
3. Selanjutnya kita buat signature file dengan cara klik “Create Signature” pada
toolbox “Multivariate”.
Laboratorium Perpetaan | 25
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
6. Masukan input raster bands-nya dan file signature hasil create signature kita
pilih dan simpan output raster terklasifikasi pada lokasi yang diinginkan
7. Klik “Ok” dan tunggu prosesnya selesai
8. Stelah selasai maka pada data view akan muncul citra yang sudah
terklasifikasi secara supervised
3.2 Vektorisasi
Untuk mempermudah dalam proses penganalisisan data, setelah melakukan proses
klasifikasi dengan cara klasifikasi unsupervised maupun supervised, maka langkah
selanjutnya adalah merubah data raster menjadi data vector. Perubahan data raster menjadi
vector ini dimaksudkan agar kita dapat melakukan perhitungan-perhitungan seperti luas,
keliling ataupun dapat melakukan proses analisis overlay maupun intersect.
Proses perubahan data raster menjadi vector dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :
1. Melakukan Pedigitasi-an.
Metode ini dilakukan ketika ingin mendapatkan data vector yang detail namun cara
ini memerlukan waktu dan tenaga yang cukup besar
2. Menggunakan Fitur Raster to Polygon
Metode ini dilakukan ketika ingin mendapatkan hasil vector yang cukup baik namun dalam
waktu yang singkat. Metode ini digunakan dalam proses pembuatan peta skala tidak detail.
Metode yang akan kita lakukan pada kali ini adalah metode yang kedua, adapun langkah-
langkahnya adalah :
Laboratorium Perpetaan | 26
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2. Aktifkan Arctoolbox.
3. Buka fitur raster to polygon yang terletak di : Conversion Tools ➔ From Raster
➔ Raster To Polygon
4. Inputkan data raster yang akan kita ubah menjadi vector, cheklis “Simplify
polygon” dan klik “OK”.
5. Maka hasilnya adalah sebuah data vector yang berisikan atribut table
FID,Shape,ID dan Gridcode.
Laboratorium Perpetaan | 27
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 28
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL IV
KONVERSI DATA
Untuk mentransfer data ke dalam GPS Garmin tidak semudah layaknya kita mengirim
data ke dalam flashdisk kita. Dibutuhkan beberapa tahapan sehingga data yang kita inginkan
dapat kita masukkan dan menjadi latar belakang GPS kita. Berikut tahapan cara
menggunakan Add-in Toolbox Feature Classes to GPX yang bisa digunakan untuk melakukan
konversi shp to gpx :
1. Siapkan shapefile (.shp) data yang akan kita transfer ke dalam GPS kita. Untuk
memasukkan data ke dalam GPS Garmin, kita tidak dapat mengirim langsung
menggunakan shp yang bersangkutan. Siapkan seluruh file yang akan kita masukkan
seperti misalnya layer jalan, sungai, persil bangunan, dan data lainnya yang ingin kita
transfer.
2. Buka ArcGIS, tambahkan Feature Classes to GPX ke dalam Toolbox dengan cara:
• Klik kanan pada ruang kosong di Toolbox, pilih Add Toolbox
Laboratorium Perpetaan | 29
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
• Klik kanan pada Feature Class to GPX script, pilih Properties. Dari jendela
yang muncul, pilih tab Source. Browse dan temukan script file
FC_to_GPX.py. Klik OK
3. Kini Anda siap untuk melakukan konversi dari Shapefile (SHP) to GPX. Double click
script Feature Class to GPX tersebut, maka akan muncul form isian untuk menentukan
Input Feature Class, Label Field yang ingin digunakan serta nama output file dalam
format GPX. Klik OK jika isian Anda sudah sesuai.
Laboratorium Perpetaan | 30
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Setelah file berformat GPX jadi, tinggal unggah pada GPS Garmin kita dengan terlebih
dahulu membuka software SendMap.
5. Nyalakan GPS Garmin dan file yang kita unggah siap digunakan. Jika belum terlihat,
tinggal ubah map setup dengan file yang kita unggah.
6. Anda bisa membuka file hasil konversi tersebut di Mapsource / Garmin BaseCamp
untuk mentransfer-nya ke GPS. Untuk pengguna ArcGIS 9.x serta ArcView 3.x, Anda
bisa menggunakan extension DNR Garmin. Catatan penting untuk Add-in Toolbox
Feature Classes to GPX maupun extension DNR Garmin, shapefile yang akan di
konversi harus memiliki sistem proyeksi geographic.
tombol “add data” , arahkan kedalam folder yang berisi data auto cad-nya.
2. Sebagian besar data cad tidak mempunyai koordinat system (kecuali data auto cad
yang dibangun pada program “AutoCAD Land Desktop), maka di ArcMAP akan
muncul notifikasi “Unknown Spatial Reference”.
Laboratorium Perpetaan | 31
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Langkah yang harus dilakukan adalah mencari tau, lokasi wilayah data tersebut
berada di zona berapa (untuk cad pada umumnya menggunakan system koordinat
projected coordinate system, maka harus dicari zona UTM-nya). Dalam contoh, data
yang akan dikonversi adalah di daerah Belitung Timur yang berada di Zona 48 S.
Maka definisikan layer koordinat Arcmap dengan cara klik kanan “Layers”, kemudian
pilih “Propertis”
3. Arahkan ke daerah atau cad yang akan kita konversi kedalam bentuk shapefile
Laboratorium Perpetaan | 32
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Data Cad setelah dimasukan kedalam ArcMap akan terpisah menjadi 5 tipe data, yaitu
: Annotation, Point, Polyline, Polygon dan MultiPatch. Namun data yang akan
digunakan atau dikonversikan selanjutnya hanya data yang berbentuk Polyline dan
Annotation, untuk itu unchek data data yang lainnya seperti data point, polygon dan
multipatch.
4. Select data gambar menggunakan tool “select feature” , sehingga semua garis
terselect / terpilih / terhighlight.
5. Selanjutnya dibuat data baru dari data yang telah terselect dengan cara mengklik
kanan pada data polyline, kemudian pilih “data” selnjutnya “export data”
Laboratorium Perpetaan | 33
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
7. Selanjutnya adalah meletakan koordinat sesuai yang tertera pada garis grid yang ada
di peta, untuk itu diperlukan garis bantuan dengan cara menyambungkan garis grid
dari tepi kanan ke kiri dan garis grid dari atas ke bawah.
Laboratorium Perpetaan | 34
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Klik tools “New Displacement Link Tool”, kemudian arahkan ke perpotongan garis yang
telah dibuat. Kemudian Klik kiri sekali diperotongan garis tersebut, dan klik sekali lagi
diluar garis perpotongan tersebut
Laboratorium Perpetaan | 35
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Kemudian klik tools “View Link Tabel”, kemudian isi seusai dengan koordinat yang
ada di cad tersebut.
Lakukan pada keempat ujung peta yang ada, maka akan muncul empat garis
Laboratorium Perpetaan | 36
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
11. Klik Spatial Adjustment, kemudian pilih “set adjust data”, kemudian pilih button “All
Feature in these layers” (Pilh CAD_Belitung_Timur) dan klik Ok.
13. Maka data akan berpindah ke lokasi yang seharus-nya, untuk mengechek-nya coba
tambahkan data batas administrasi yang dipunyai, kemudian kita lihat apakah
koordinat tersebut sudah benar.
Laboratorium Perpetaan | 37
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 38
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL V
MODIFIKASI ATTRIBUTE TABLE
Laboratorium Perpetaan | 39
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Selanjutnya kita akan memasukan data dari tabel Excel kedalam Attribute Table.
Kita akan menambahkan kolom “Laki2”, “Perempuan”, “Jumlah”, dan “Sex_Ratio” ke dalam
kolom di ArcGis.
Langkah-langkah :
1. Membuat satu kolom pada Excel yang mengacu terhadap kolom dalam Attribute
Table di ArcGis. (dalam kasus ini kita mengacu pada kolom “ID_Distrik”)
Laboratorium Perpetaan | 40
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2. Save data Excel, Lalu Add data Shapefile dan data Excel dalam ArcMap
4. Klik kanan pada Shapefile “penduduk”, lalu pilih “Join and Relates”, lalu pilih ‘Join”
Laboratorium Perpetaan | 41
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
5. Langkah selanjutnya sesuaikan kolom dari Shapefile dengan kolom dari Excel
Laboratorium Perpetaan | 42
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
C. Query
Query adalah semacam kemampuan untuk menampilkan suatu data dari database
dimana mengambil dari tabel-tabel yang ada di database atau data tabular yang sudah
terdapat dalam file peta yang kita miliki. Pada Arcmap terdapat alat yang memudahkan untuk
pengguna dalam memilih object sesuai dengan informasi tabular dari data tersebut. Terdapat
dua langkah yang dapat digunakan yang disesuaikan kepada kebutuhan pengguna.
1) Select by attributes
Dalam contoh kasus kita memiliki data luas desa dan kelurahan disuatu kabupaten,
lalu kita akan memilih luas desa dan kelurahan diatas 1.500 ha.
a) Masuk ke Select By Attribute
b) Atur layer sesuai dengan shapefile yang dimaksud
c) Pilih Field yang akan diatur (dalam kasus ini “Luas_Ha”)
d) Pilih batasan apabila dibutuhkan
e) Lalu tambahkan nilai batasan tersebut dengan mengetik.
Laboratorium Perpetaan | 43
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Hasilnya
Laboratorium Perpetaan | 44
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2) Select by Locations
Dalam kasus ini kita ingin melihat desa yang terkena dampak bencana banjir. Langkah
pertama kita harus menyiapkan peta administrasi wilayah serta peta sebaran bencana
banjir
Laboratorium Perpetaan | 45
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Hasilnya
D. Grafik
Diagram atau Chart adalah penyajian serangkaian data statistic dengan menggunakan
gambar dalam berbagai bentuk (Lingkaran, batang, garis dan lain sebagainya). Dalam
pemetaan menampilkan diagram berguna untuk menambahkan informasi, yang bertujuan
agar memudahkan dalam pembacaan peta itu sendiri.
Contoh kasus kita memiliki data jumlah penduduk Time series per kecamatan di suatu
wilayah, lalu kita akan mencoba menampilkan data-data tabular tersebut dalam bentuk
diagram atau chart.
a) Buka data shapefile pada Arcmap
Laboratorium Perpetaan | 46
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
c) Mengatur data tabular dari “Field “ yang mana saja yang akan dijadikan grafik.
d) Apply
Laboratorium Perpetaan | 47
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL VI
MANAGEMENT DATA
Pada umumnya pada geodatabase terdapat feature datasate yang berguna untuk
mengelompokan data data yang ada. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
membangun geodatabase, yaitu :
1. Pengumpulan data spasial apa aja yang akan dimasukan kedalam sebuah
geodatabase.
2. Penentuan system koordinat yang akan digunakan dalam geodatabase
3. Melakukan pengkalsifkasian feature dataset yang akan ditampilkan, agar data yang
ditamplikan tidak ada duplikasi.
4. Pembuatan desain awal dari sebuah geodatabase yaitu berupa flow chart mulai dari
feature dataset ke feature class yang akan dibuat, untuk mengurangi kesalahan dalam
pembuatan geodatabase.
Ada tiga jenis geodatabase yang dapat dibuat pada ArcGIS, yaitu :
1. Personal Geodatabase
Pada tipe data Personal Geodatabase, file disimpan dalam format/bentuk/extention
.mdb yaitu microsoft database, file ini mempunyai batas maksimal penyimpanan data
sebesar 2 Giga.
2. File Geodatabase
Pada tipe file Geodatabase, file disimpan dalam format/betuk/extention .gdb, file ini
mempunyai batas maksimal untuk menyimpan data sebesar 1 Terra.
3. ArcSDE Geodatabase
Laboratorium Perpetaan | 49
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 50
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 51
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
3. Buat Feature Class “Sekolah” dengan cara klik kanan di feature class, pilih new dan
klik Feature Class.
Laboratorium Perpetaan | 52
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Isi kolom name dengan “Pendidikan” dan alias-nya dengan “Sarana Pendidikan”, untuk
database storage configuration-nya dibiarkan default saja. Selanjutnya isi “Field
Name” dengan tulisan Jenis, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dengan Data
Type-nya adalah “Long integer” sementara nama data type-nya adalah Text.
Laboratorium Perpetaan | 53
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
5. Untuk mempermudah mengisi atribut, dapat dilakukan setting automatis dengan cara
membuat list atribut yang akan diinputkan, atau lebih dikenal sebagai “Domain”. Untuk
membuat domain caranya adalah klik kanan pada geodatabase, kemudian pilih
propertis.
6. Pindahkan tab ke tab “Domain”, kemudian isi Domain Name dengan “Desa” dan
Deskripnya adalah “Nama Desa”, ubah Domain Type menjadi “Coded Values”,
kemudian isi bagian Coded Values seperti gambar dibawah. Ulangi untuk data
jenis,Kecamatan, kabupaten dan provinsi.
Laboratorium Perpetaan | 54
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
7. Untuk mengkaitkan “domain” terhadap data sekolah, klik kanan pada pendidikan,
kemudian klik propertis, arahkan kepada tab Fields, klik kolom jenis, kemudian pada
kolom “Domain”, pilih jenis, ulangi untuk data data desa, kecamatan, kabupaten dan
provinsi.
Laboratorium Perpetaan | 55
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
8. Jika dibuka atribut tabelnya maka, akan terbentuk kolom Nama, Desa, Jenis,
Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi.
10. Lanjutkan untuk membuat Data Jaringan dan Data sarana peribadatan.
B. Topology
Jika mengutip dari pengertian topology dari help software ArcMAP, Topology is a
collection of rules that, coupled with a set of editing tools and techniques, enables the
geodatabase to more accurately model geometric relationships,yang dapat diartikan sebagai
sebuah kumpulan peraturan, kemudian ditambah oleh satu set alat dan teknik untuk mengedit
data, yang bisa menghasilkan sebuah geodatabase menjadi model relasi yang lebih akurat.
Aturan topologi harus dibangun menggunakan data geodatabase, tidak bisa dibuat atau
dijalankan pada tipe data shapefile biasa. Pengertian lain dari topologi adalah topologi
Laboratorium Perpetaan | 56
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
merupakan sebuah kumpulan aturan, yang mengatur setiap point, line dan polygon berbagi
hubungan geomterinya.
Laboratorium Perpetaan | 57
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2. Buat Skema “File Geodatabase” pada ArcCatalog, Kemudian buat “Feature Dataset”,
kemudian rename dengan tulisan “ChekTopologi” .
3. Buat “Feature Dataset” dalam file geodatabase yang telah dibuat, kemudian rename
dengan tulisan “landuse tasik” lanjutkan dengan menekan tombol “next” dan “finish”
Laboratorium Perpetaan | 58
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Import data Landuse Cipatujah kedalam “feature dataset” agar menjadi sebuah
“feature class” dengan cara, klik kanan di feature dataset “Landuse Tasik”, klik
“Import”, “Feature Class (single)”.
5. Masukkan file “Landuse Cipatujah” kedalam input feature kemudian beri nama
“chek_topologi” pada output feature class
6. Maka akan muncul feature class “chek topologi” dibawah feature dataset “Landuse
Tasik”
Selanjutnya adalah tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan Topologi yaitu
sebagai berikut:
1. Klik kanan di feature dataset “landuse tasik”, kemudian pilih “new” dan “Topology”
Laboratorium Perpetaan | 59
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2. Akan muncul box “New Topology”, kemudian pilih next, dan nama untuk
topology-nya biarkan seperti default-nya sajah, kemudian pilih next.
3. Cheklist box “chek topology” dan set “enter the number of ranks” seusai default-
nya saja.
4. Klik “Add Rule” untuk menambahkan aturan yang akan disetting, kemudian set
“rule” menjadi “Must Not Have Gaps”, kemudian pilih “Ok”
Laboratorium Perpetaan | 60
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4 Maka akan keluar box new topology dengan tulisan “The new topology has been
created. Would you like to validate it now”, kemudian klik “Yes”
5 Maka dalam feature dataset akan muncul sebuah topolologi seperti gambar dibawah ini.
Laboratorium Perpetaan | 61
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
7 Maka akan keluar daerah daerah yang berwarna merah yang merupakan daerah yang
terdapat error sesuai dengan rule yang disetting pada langkah awal (rule-nya kali ini
adalah “do not have gaps”)
8
Lakukan pen-zoom-an lebih detail ke daerah yang berwarna merah, maka akan terlihat
gaps pada data. Data data ini merupakan data yang harus dibenahi agar luasan pada
suatu wilayah mendekati dengan luasan yang ada dilapangan.
7. Cara untuk membenarkannya adalah dengan cara start editing data “chek_topology”.
Laboratorium Perpetaan | 62
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
8. Aktifkan tool topology, dengan cara mengkilk kanan toolbar yang ada, kemudian pilih
“Topology”,kemudian klik “error inspector”, lanjutkan dengan mengklik “Search Now”
maka akan muncul list data-data yang error (unchek pilhan “Visible Extent Only”). Pada
hasil topologi kali ini didapatkan 30 error.
9. Hal yang harus dilakukan adalah menambal daerah daerah yang memiliki gaps
dengan cara mendigitasi kemudian di lakukan operasi merge antara polygon yang
baru didigit dengan polygon asalnya, kemudian di clip dengan polygon yang ada di
sebelahnya.
Laboratorium Perpetaan | 63
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
10. Kemudian klik tombol “Validate Topology In Current Extent”,dan klik “Search Now” di
“Error Inspector”, maka error akan berkurang dari 30 menjadi 29 error.
Laboratorium Perpetaan | 64
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL VII
DIGITASI TINGKAT LANJUT
Laboratorium Perpetaan | 65
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Unsur perairan (garis pantai) wajib diselesaikan terlebih dahulu baru kemudian
dilanjutkan dengan (secara berurutan) unsur perairan lainnya, baru kemudian unsur
planimetris lainnya (transportasi, utilitas, vegetasi , jembatan, terowongan).
5. Semua unsur harus didigitasi secara lengkap.
A. URUTAN PENDIGITASIAN
a. Unsur Perairan
Unsur perairan yang didigitasi adalah semua data yang berhubungan dengan perairan,
seperti sungai, garis pantai, danau, empang, dll. Semua digitasi garis perairan harus dalam
2D:
a. Plotting perairan diawali dari unsur garis tepi pantai, yaitu garis batas darat dan laut
yang terlihat pada citra.
b. Plotting unsur sungai penarikannya dilaksanakan dari hulu ke muara, dilihat dari
interpretasi di citra.
c. Penarikan sungai dimulai dari segmen yang terpanjang dan tidak terputus-putus
(harus satu segmen).
d. Jarak antar node pada digitasi sungai disesuaikan dengan bentuk kenampakan
sungai pada citra, semakin bervariasi bentuknya maka jarak antar node semakin
rapat.
e. Digitasi unsur sungai dimulai dari Garis Tepi Sungai (DA028008) & Sungai
(DA028000) kemudian Sungai Satu Garis (DA028002), dilanjutkan dengan Alur
Sungai (DA028006) dan saluran Irigasi/Drainase (DA012000).
f. Sungai dengan lebar > 2,5 m digambarkan sebagai Sungai Dua Garis menggunakan
unsur Sungai (DA028000) sebagai as sungai dengan Garis Tepi Sungai (DA028008).
untuk unsur irigasi dengan lebar > 2,5 m, digambarkan sebagai Saluran irigasi
(DA012000) dengan garis tepi perairan buatan lainnya (DF002008)
Laboratorium Perpetaan | 66
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Tabel 7.2 Penarikan unsur sungai dan irigasi dengan lebar lebih dari 2.5 m
g. Sungai harus terhubung satu sama lain dan membentuk jaringan (Setiap pertemuan
unsur sungai, harus snap ke center line, bukan snap ke garis tepi perairannya.
h. Tidak boleh ada sungai yang menggantung. Pada wilayah tertentu mungkin ditemui
sungai menggantung karena aliran sungai masuk ke dalam tanah kemudian muncul
lagi di daerah lain sehingga terkesan alur sungai terputus. Kasus sungai
menggantung ini banyak ditemui pada wilayah pegunungan Karst.
i. Plotting pulau/delta dalam sungai menggunakan unsur garis tepi pantai/pulau
(DB016000).
j. Pada setiap perpotongan/pertemuan unsur perairan harus snap.
k. Unsur Garis Tepi Perairan (DF002004) digunakan untuk garis tepi perairan, yang
tidak ada dalam kode unsur rupabumi.
l. Unsur mata air, air terjun, jeram, dan batu karang di plot sebagai titik (point) atau
garis sesuai ketentuan ukuran. Kode unsur masing-masing unsur dapat dilihat di
tabel kode unsur RBI.
m. Unsur batu karang di plot sesuai ketentuan ukuran pemetaan RBI skala 1:5000. Kode
unsur dapat dilihat di tabel kode unsur RBI.
n. Setiap objek yang terploting dan akan dibentuk area/poligon, harus diberikan label
sesuai dengan unsur tersebut, misalkan label AD untuk unsur Danau, label AE untuk
air Empang, label AS untuk Air Sungai, dll. Label dapat dilihat selengkapnya pada
tabel Daftar Kode Unsur RBI
o. Area-area/Poligon yang dibentuk dari unsur garis perairan, dimasukkan ke dalam
Kelas Fitur PERAIRANAR, tidak lagi masuk ke Kelas Fitur PENUTUPLAHANAR.
b. Unsur Transportasi
a. Penarikan jalan dimulai dari jalan arteri (CA008008) kemudian jalan kolektor
(CA008010), lokal (CA008012), lain (CA008014), dan setapak (CA008016). Hal ini
untuk memudahkan interpretasi saat ploting dan untuk membentuk jaringan jalan.
b. Semua jalan harus terhubung satu sama lain dan membentuk suatu jaringan. Untuk
kondisi tertentu misalkan daerah pedalaman Kalimantan atau Papua ada juga jalan
yang tidak terhubung ke tempat lain karena daerah tersebut memang terisolir, pada
kondisi demikian antar jalan di daerah tersebut tetap harus terhubung satu sama lain,
tetapi biasanya tidak terhubung ketempat lain tetapi berakhir di sungai atau lapangan
terbang.
Laboratorium Perpetaan | 67
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
e. Penarikan objek landas pacu, dermaga laut dan dermaga sungai mengikuti kaidah
penarikan objek jalan. kode unsur garis transportasi menyesuaikan objek, lihat di
lampiran kode unsur TRANSPORTASI untuk objek landas pacu, dermaga sungai,
dan dermaga laut
f. Setiap objek yang terploting dan akan dibentuk area/poligon, harus diberikan label
sesuai dengan unsur tersebut. Area-area yang dibentuk dari unsur garis transportasi,
dimasukkan ke dalam Kelas Fitur TRANSPORTASIAR, tidak lagi masuk ke Kelas
Fitur PENUTUPLAHANAR.
g. Objek Terminal, Pelabuhan, Pelabuhan Udara atau objek lain yang berkaitan dengan
transportasi (Daftar lengkapnya lihat di tabel kode unsur) yang areanya terbentuk dari
unsur Garis Tepi Bangunan (GA002000) masuk ke dalam kelas fitur
TRANSPORTASIAR, bukan masuk ke dalam kelas fitur BANGUNANFASUMAR
h. Semua jalan kereta api dan lori yang terlihat pada model harus di-plot.
c. Unsur Jembatan
a. Semua objek jembatan masuk ke dalam kelas fitur JEMBATAN (AR/LN/PT).
b. Jembatan yang terlihat pada model harus di-plot. Bentuk dari jembatan disesuaikan
dengan bentuk jalan dan sungai yang saling berpotongan.
Tabel 7.4 Kesesuaian Bentuk Jembatan terhadap Bentuk Jalan dan Perairan
Bentuk fisik : Jalan Bentuk fisik: Sungai Bentuk fisik: Jembatan
Area Area Area
Garis Area Garis
Area Garis Garis
Garis Garis Titik
Laboratorium Perpetaan | 68
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Gambar 7.6 Garis Tepi Jalan Terputus Jika Bertemu Jembatan Area
d. Unsur Terowongan
a. Semua objek terowongan masuk ke dalam kelas fitur TEROWONGAN (AR/LN/PT)
Laboratorium Perpetaan | 69
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
b. Cara penarikan objek untuk terowongan sama dengan cara penarikan objek
Jembatan
e. Unsur Utilitas
a. Unsur-unsur yang masuk ke dalam kelas fitur utilitas adalah seluruh unsur yang
membentuk jaringan atau instalasi, misalkan jaringan listrik, telekomunikasi, air, dan
bahan bakar. Untuk mengetahui unsur apa saja yang masuk ke dalam kelas fitur
UTILITAS, dapat dilihat di tabel Kode Unsur RBI.
b. Unsur utilitas yang membentuk jaringan, misalkan jaringan listrik (menara saluran
udara tegangan ekstra tinggi/sutet, transmisi kabel listrik, dan gardu listrik) yang
terlihat di model harus di-plot, penarikan jaringan sutet berupa point to point. Untuk
penarikan gardu tergantung kepada ukuran gardu, bisa berupa point atau area.
c. Jalur pipa air, pipa gas, tangki minyak yang terlihat dimodel harus di-plot, penarikan
jalur pipa berupa point to point. Tangki minyak diplot sebagai point atau area
bergantung pada luasannya mengacu ke tabel 1.
d. Tower/menara yang terlihat di model harus di-plot sebagai point dan area bergantung
kepada luasannya mengacu ke tabel 1.
e. Unsur Kantor PAM, SPBU, Kantor POS dan unsur lain yang berkaitan dengan utilitas
(Daftar lengkapnya lihat di tabel kode unsur) yang areanya terbentuk dari unsur Garis
Tepi Bangunan (GA002000) masuk ke dalam kelas fitur UTILITASAR, bukan masuk
ke dalam kelas fitur BANGUNANFASUMAR.
f. Unsur Gorong-gorong (HE012000) masuk ke dalam kelas fitur UTILITASPT atau
UTILITASLN. Kaidah penarikan unsur gorong-gorong mengikuti penarikan unsur
jembatan seperti pada tabel 2.
Laboratorium Perpetaan | 70
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 71
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
unsur garis Batas Wilayah Administrasi mulai dari wilayah administrasi keluarahan/desa
(BA002000) sampai wilayah administrasi provinsi (BA010000).
Laboratorium Perpetaan | 72
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 73
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 74
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
C. FEATURE TO POLYGON
Setelah dilakukan pendigitasian menggunakan type polyline, makan dilakukan
pengkonversian data data polyline menjadi tipe polygon, yang degan menggunakan tools
“Feature To Polygon” yang berada di ArcToolBox → Data Management Tools → Feature →
Feature To Polygon
D. JOINT SPASIAL
Pada tahap pendigitasian, dilakukan juga pendigitasian berupa titik untuk
mengindentifikasi tiap tutupan lahan, bangunan, perairan maupun jalan. Langkah selanjutnya
adalah penggabungan data titik dengan data polygon yang telah dibentuk menggunakan tools
Feature to Polygon.
3. Untuk box “choose the layer to join to this layer, or load spatial data form disk” dipilih
data titik yang berisikan nama atribut dari setiap vegetasi. Kemudian piliha “Each
polygon will bi given all the attributes of the point that is closest to its boundary and a
distance field showing how close the point is (in the units of the target layer)” kemudian
pilih output data-nya.
Laboratorium Perpetaan | 76
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
4. Maka dihasilkan data polygon yang telah digabung dengan atirbut yang ada di point.
Laboratorium Perpetaan | 77
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL VIII
ANALISIS FISIK DAN LINGKUNGAN
Analisis fisik dasar dan lingkungan dilakukan untuk mengetahui sebarapa mampu
kondisi alam dan lingkungan dapat mendukung pengembangan suatu wilayah yang
dituangkan dalam rencana tata ruang baik yang bersifat umum (RTRW dan RDTR) maupun
yang bersifat detail (RTBL dan perencanaan tapak/Site Plan).
Teknik analisis yang digunakan dalam analisis fisik dasar dan lingkungan, yakni teknik
overlay atau tumpang tindih data-data tematik (data spasial) tertentu, diantaranya topografi
dan morfologi, jenis tanah, geologi, curah hujan, hidrologi dan hidrogeologi, rawan bencana
alam, serta tutupan dan penggunaan lahan. Masing-masing data tersebut memiliki fungsi
tertentu sebagai bahan masukan dalam analisis fisik dasar dan lingkungan.
Laboratorium Perpetaan | 78
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Kemudahan
Datar 0–2% 0-500 Alluvial Permukiman
dikerjakan tinggi 5
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007
kestabilan pondasi rendah berarti kawasan tersebut tidak stabil untuk bangunan.
Sedangkan kestabilan pondasi tinggi berarti kawasan tersebut akan stabil untuk pondasi
bangunan apapun atau untuk segala jenis pondasi. Berikut merupakan kriteria
penentuan SKL Kestabilan Pondasi.
Tabel 8.4 Kriteria Penentuan SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan Lereng
SKL
Peta Kerentanan Jenis
Peta Kestabian Nilai
Keinggian Peta Morfologi Gerakan Tanah
Kemiringan Pondasi
(mdpl) Tanah
Pegunungan/
>3.000 >40% Perbukitan Sangat Regosol Rendah 1
Terjal
Zona 3
(Tinggi) Podsol
Pegunungan/ Merah
2.000-3.000 15-40% Kurang 2
Perbukitan Terjal Kuning,
Andosol
Mediteran, Sedang
Zona 2
1.000-2.000 5-15% Perbukitan Brown 3
(Menengah) Cukup
Forest
500-1.000 2-5% Landai Zona 1 Latosol 4
Tinggi
<500 0-2% Dataran (Rendah) Aluvial 5
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007
Laboratorium Perpetaan | 80
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
alam sebagai bahan masukan menyesuiakan dengan kondisi kebencanaan yang ada di
wilayah studi. Hasil dari analisis SKL terhadap bencana alam ini akan menunjukkan kelas
potensi kawasan dengan risiko kerentanan bencana alam rendah, menengah, dan tinggi.
Kelas potensi rawan bencana tersebut menunjukkan tingkatan dimana potensi rendah berarti
kawasan tersebut aman untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan permukiman.
Berikut merupakan kriteria penentuan SKL Bencana Alam.
Dari total nilai pembobotan diatas, dapat ditentukan beberapa kelas kemampuan lahan
yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum dari total nilai. Dari angka di atas, nilai
minimum yang mungkin didapat adalah 32 sedangkan nilai maksimum yang mungkin didapat
adalah 160. Kelas dan klasifikasi pengembangan berdasarkan total nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Laboratorium Perpetaan | 82
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Pendekatan tata ruang tersebut berguna untuk mengidentifikasi daya dukung lahan
yang terdiri dari kawasan limitasi, kawasan kendala dan kawasan potensial. Pengertian dan
kriteria dari ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut :
• Kawasan limitasi, adalah wilayah dengan fisik dasarnya memiliki tingkat kesesuaian
lahan yang tidak layak dikembangkan untuk permukiman berdasarkan batasan-
batasan fisik wilayah.
• Kawasan kendala, atau bersayarat adalah wilayah yang memerlukan masukan
teknologi bagi pembangunan dan pengembangan permukiman, dengan konsekuensi
perlu biaya tambahan untuk menanggulangi kendala tersebut seperti untuk perbaikan
kontur yang membutuhkan cut and fill.
• Kawasan potensial, sering dikatakan sebagai kawasan manfaat atau kawasan
kemungkinan, yaitu kawasan yang lingkungan fisik dasarnya memiliki tingkat
kesesuaian lahan yang akurat untuk dibangun dan dikembangkan bagi kawasan
permukiman.
Laboratorium Perpetaan | 83
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Berdasarkan pengertian dari ketiga wilayah daya dukung lahan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa wilayah yang dapat dikembangkan untuk permukiman sekaligus untuk
menampung penduduk yaitu wilayah potensial. Namun meskipun demikian wilayah potensial
tidak dapat dikembangkan untuk permukiman secara keseluruhan, melainkan harus
disediakan ruang untuk penggunaan lainnya yaitu untuk jaringan utilitas dan prasarana
umum. Oleh karena itu untuk pembangunan dan pengembangan permukiman harus
mempertimbangkan rasio tutupan lahan sebesar 60% dari luas wilayah potensial yang ada
sesuai dengan kriteria dari permen PU Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Analisis Fisik dan Lingkungan. Dalam mendapatkan luas lahan yang dapat dikembangan
untuk permukiman dari wilayah potensial tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
LP𝒎 = (𝑳𝑾𝑷 𝒙 %)
Keterangan :
LPm = Luas Lahan yang dapat
dikembangkan untuk permukiman
(ha)
LWP = Luas Wilayah Potensial
60% = Rasio Tutupan Lahan
Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012
Setelah luas lahan yang dapat dikembangkan untuk permukiman tersebut diketahui
dengan menggunakan rumus diatas, maka tahapan selanjutnya dalam menganalisis daya
dukung wilayah untuk permukiman yaitu menghitung nilai indeks dari luas wilayah potensial
yang ada dengan memperhatikan standar kebutuhan ruang perkapita berdasarkan lokasi
geografis (Perdesaan dan Perkotaan) serta jumlah penduduk tahun terakhir. Tujuan
menghitung nilai indeks tersebut adalah untuk mengetahui kemampuan dari wilayah
potensial dalam menampung penduduk optimal. Berikut merupakan standar kebutuhan
ruang perkapita yang dapat digunakan. serta rumus perhitungan nilai indeks daya dukung
permukiman.
Tabel 8.11 Kebutuhan Ruang per Kapita menurut Lokasi Geografis (Zona Kawasan)
No Lokasi Geografis Kebutuhan Ruang (ha/kapita)
(Perdesaan-Perkotaan)
1 Zona Perdesaan 0,0133
2 Zona Pinggiran Kota 0,0080
3 Zona Perkotaan 0,0026
4 Zona Pusat Kota 0,0016
5 Zona Pusat Kota Metropolitan 0,0006
Sumber : Permen PU Nomor 11/PERMEN/M/2008 dalam Lutfi Muta’ali, 2012
Laboratorium Perpetaan | 84
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Keterangan :
DDPm = Daya Dukung Permukiman
LPm = Luas Lahan yang dapat dikembangkan untuk permukiman (ha)
JP = Jumlah Penduduk (jiwa)
a = Koefisien luas kebutuhan ruang (ha/kapita)
Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012
Setelah daya dukung permukiman dihitung dengan rumus tersebut maka akan
diperoleh kisaran nilai indeks daya dukung permukiman sebagai berikut :
• Nilai DDPm >1, artinya bahwa daya dukung permukiman tinggi, masih mampu
menampung penduduk untuk bermukim (membangun rumah) dalam wilayah
potensial tersebut.
• Nilai DDPm =1, artinya bahwa daya dukung permukiman optimal, terjadi
keseimbangan antara antara penduduk yang bermukim (membangun rumah) dengan
luas wilayah potensi yang ada.
• Nilai DDPm <1, artinya bahwa daya dukung permukiman rendah, tidak mampu lagi
menampung penduduk untuk bermukim (membangun rumah) dalam wilayah potensial
tersebut.
Keterangan :
DT = Daya Tampung (jiwa)
DDPm = Daya Dukung Permukiman
JP = Jumlah Penduduk
Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012
Laboratorium Perpetaan | 85
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL IX
ARCSCENE
9.1 ArcScene
A. Data Elevation Model (DEM)
Salah satu sumber data yang dapat digunakan dalam Sistim Informasi Geografis adalah
Data Elevation Model Data Elevation Model (DEM) adalah seuatu model ketinggian yang
merpresentasikan bentuk permukaan bumi yang sebenarnya. Representasi model ketinggian
dapat didapatkan 2 metode yaitu Metode Grid dan Metode Triangular Irregular Network (TIN).
Pada model ketinggian dengan menggunakan konsep grid, setiap nilai ketinggian
direperesentasikan pada sebuah cell/pixel yang berbentuk segi empat, sementara pada
model ketinggian dengan menggunakan kosep TIN, setiap nilai ketinggian direpresentasikan
pada sebuah segitiga.
Gambar 9.1 Contoh Data Elevation Model (DEM) Daerah Cekungan Bandung
Pemanfaatan model DEM ini sudah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti:
1. Kemiringan
2. Daerah Alirah Sungai (Watershed)
3. Sistim Drainase (sungai)
Laboratorium Perpetaan | 86
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Untuk membuat sebuah model ketinggian, diperlukan inputan data ketinggian berupa
nilai ketinggian yang bisa berbentuk point (titik tinggi) ataupun dalam bentuk garis (kontur).
Adapun langkah-langkah untuk membentuk model ketinggian :
1. Inputkan data ketinggian dalam bentuk point ataupun line (dalam format shapefile/shp)
3. Masukan data “Titik Ketinggian bandung” kedalam inputan data-nya, set “Z Value
Field” mendajadi “GRID_CODE”,kemudian set outputnya di folder masing-masing.
4. Maka akan muncul data ketinggian secara spasial daerah permukaan bandung
Laboratorium Perpetaan | 87
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
5. Pada hasilnya, daerah batas-batasnya tidak sesuai dengan tepi batas cekungan
bandung, maka dari pada itu harus dilakukan pemotongan batas, dengan cara,
menggunakan fitur “Extract By Mask” yang terdapat di “Spatial Analyst Tools”
kemudian “Extraction”. Inputkan data cekungan bandung yang berbentuk polygon.
6. Kemdian masukan pada kolom “raster” dengan data “kontur bdg”, kemudian masukan
pada kolom “Input raster or feature mask data” dengan data “Cekungan bandung”
setelah itu set outputnya.
7. Maka hasilnya adalah model ketinggian dengan batas-batas sesuai dengan cekungan
bandung.
Laboratorium Perpetaan | 88
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 89
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2. Buatlah tampilan 3-D dengan cara klik kanan, pilih option Base Heights.
Pilih option ke dua yaitu Obtain Heights For Layer From Surface, dan
pada Z Unit Vonversion pilih custom dan nilai 5 seperti berikut ini.
Laboratorium Perpetaan | 90
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 91
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
MODUL X
PENGAMBILAN FOTO UDARA MENGGUNAKAN DRONE
A. Bagian Pesawat
Sebelum melakukan penerbangan, ada beberapa prosedur operasi standar yang harus
dilakukan, yaitu :
Laboratorium Perpetaan | 92
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
• Untuk foto foto ketika takeoff ataupun landing (ketinggiannya berbeda), di hapuskan dari
data data yang ada
• Kamera yang digunakan minimal 6 megapixel dan direkomendasikan 10-12 megapiksel
• Untuk perbandingan kualitas gambarnya direkomendasikan 4:3
• Jalur terbang harus berupa garis paralel atau dengan gambar yang mempunyai daerah
beroverlap banyak.
• Ketinggian terbang diusahakan memilki ketingiaan yang cukup contohnya > 80 meter,
ketinggian terbang dibawah 50 meter atau kurang akan menyulitkan
Laboratorium Perpetaan | 94
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
3. Input GCP
4. Optimisasi Alignment
5. Pembangunan Titik Tinggi (Dense Point Clouds)
6. Pembangunan Model 3D (Mesh)
7. Pembangunan Model Texture
8. Pembangunan DEM
9. Pembangunan Orthofoto
A. Preprocessing Image
a. Import foto dan dan Rekonstruktsi Jalur Terbang
Tahap import foto dan rekonstruksi jalur terbang merupakan tahap paling awal, dimana
disini kum-pulan foto hasil survei dibuka di dalam software agisoft dan direkonstruksi urutan
umum foto menurut jalur terbang secara otomatis.
Laboratorium Perpetaan | 95
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Laboratorium Perpetaan | 96
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Tahap aligment merupakan tahap dimana dilakukan pendefinisian atau identifikasi tie
point secara otomatis melalui nilai kesamaan piksel pada image. Proses aligmnet
menghasilkan gambar yang membentuk points cloud pada foto-foto yang memiliki hubungan
overlap dan sidelap, titik tidak terbaca jika kenamapak suatu objek berbeda pada foto yang
saling bertampalan, hal ini dapat terjadi jika adanya blur pada foto, atau kondisi pada saat
pemotretan berbeda beda sehingga nilai piksel tersebut mengandung noise. Koordinat hasil
aligment masih dalam sistem koordinat model, karena antar point cloud masih terorientasi
secara relative antar titik
Muncul pilihan Accuracy dan Pair Preselection. Untuk accuracy, anda bisa memilih
berdasarkan kebutuhan. Untuk kajian awal seperti melihat cakupan overlap hasil foto selama
survey, gunakan accuracy low, sedangkan untuk tahap produksi citra yang sebenarnya,
gunakan accuracy highest. Sedangkan pilihan Pair Preselection digunakan untuk mem-bantu
Agisoft dalam proses aligning photos, Jika foto mempunyai koordinat bawaan dari GPS
Kamera UAV (geotagged), gunakan mode Reference. Sedangkan jika foto tidak mempunyai
koordinat bawaan (ungeotagged), gunakan mode Generic. Atau bisa juga dibandingkan
antara keduanya untuk melihat mana yang lebih efektif. Klik OK.
Laboratorium Perpetaan | 97
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
c. Optimize Camera
Laboratorium Perpetaan | 98
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Dense Point Clouds adalah kumpulan titik tinggi dalam jumlah ribuan hingga jutaan titik
yang dihasilkan dari pemrosesan fotogrametri foto udara atau LIDAR. Dense point clouds
nantinya dapat diolah secara lebih lanjut untuk menghasilkan Digital Surface Model, Digital
Terrain Model, bahan masukan dalam proses pembuatan orthofoto dan kepentingan
pemetaan lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan jika kita memiliki computer dengan
spek yang tinggi, kita dapat mengubah parameter Quality menjadi “ultra high” dan depth
filteringnya “Aggressive”.
Laboratorium Perpetaan | 99
LABORATORIUM PERPETAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
e. Build mesh
Model 3D atau mesh adalah salah satu keluaran utama dari pemrosesan foto udara di
Agisoft. Model 3D nanti digunakan sebagai dasar pembuatan DEM baik DSM maupun DTM
dan juga orthofoto. Mesh yang dihasilkan juga dapat dieksport ke format lain untuk diproses
lanjutan di software lain seperti Google Sketchup, AutoCAD atau ArcGIS.
Untuk membuat Mesh, dari Menu Workflow klik Build Mesh. Muncul pilihan Mesh
Parameter. Untuk Surface Type, ada dua pilihan, Height Field dan Arbitrary. Arbitrary
digunakan untuk model 3D umum seperti bangunan, patung dan-lain - lain. Sedangkan Height
Field digunakan untuk obyek permukaan bumi seperti Medan/Terrain, dan struktur spa-sial
seperti jaringan Pipa, kabel, dan lain-lain. Gunakan Height Field untuk memprosesan
orthofoto. Untuk Source Data dapat menggunakan Sparse Point Cloud atau Dense Point
Cloud dari tahap pemrosesan sebelumnya. Untuk memperoleh hasil terbaik, gunakan Dense
Point Clouds. Untuk parameter Face Count, ada pilihan dari Low, Medium hingga High. Face
Count ini menentukan jumlah polygon mesh yang akan dihasilkan. Face count High dapat
menghasilkan mesh dengan jutaan polygon yang mungkin nanti akan menimbulkan
permasalahan visualisasi, oleh karena itu harus ditentukan dengan bijak. Selain tiga pilihan
diatas, juga terdapat dua pilihan tambahan yaitu interpo-lation dan point classes. Untuk
interpolation sendiri ada dua pilihan, yaitu interpolated dan extrapolated. Interpolated mode
akan memungkinkan beberapa gap diantara foto yang tidak terproses akan diinterpolasi
secara otomatis. Pili-han extrapolated tidak digunakan dalam pemrosesan orthofoto. Klik OK.
f. Texture
Model texture adalah model fisik 3D dari kenampakan - kenampakan yang ada di area
liputan foto. Model texture dapat dieksport ke dalam berbagai format model 3D yang nantinya
dapat dimanfaatkan untuk membuat model 3D via desktop software lain atau via website
Untuk membuat model texture, dari Menu Workflow klik Build Texture. Muncul pilihan
Texture Parameter, ada bebera-pa pilihan mapping mode, mulai dari Generic, Adaptive
Orthophoto, Orthophoto, Spherical, Single Photo, Keep uv. Anda dapat memilih dan
membandingkan beberapa mapping mode yang tersedia untuk memperoleh hasil terbaik.
Demikian pula untuk parameter texture size/count dapat digunakan untuk mendetilkan tekstur
dengan konsekuensi file tekstur yang semakin besar ukurannya. Untuk pilihan blending mode,
ada tiga pilihan, Mosaic, Average, Max In-tensity dan Min Intensity. Mosaic akan
mempertimbangkan detail dalam setiap foto sehingga menghasilkan orthofoto yang balance
dari segi warna dan kedetilan. Pilihan average akan menggunakan nilai piksel rata-rata dari
setiap foto yang overlap. Adapun untuk max dan min intensity menggunakan intensitas
maksimum dan minimum dari piksel yang bertampalan/overlap. Anda juga dapat mencentang
pilihan Enable Color Correction untuk melakukan koreksi warna di setiap foto, namun waktu
pemrosesan akan menjadi lebih lama. Untuk melanjutkan ke langkah selanjutnya, kita perlu
menyimpan project ke dalam file ektesnion .psx yang berada
B. Orthomosaic Image
menghasilkan orthofoto yang balance dari segi warna dan kedetilan. Pilihan average akan
menggunakan nilai piksel rata-rata dari setiap foto yang overlap. Adapun untuk max dan min
intensity menggunakan intensitas maksimum dan minimum dari piksel yang ber-
tampalan/overlap. Anda juga dapat mencentang pilihan Enable Color Correction untuk
melakukan koreksi warna di setiap foto, namun waktu pemrosesan akan menjadi lebih lama.
Untuk membuat DEM, dari Menu Workflow klik Build DEM. Muncul pilihan DEM
Parameter. Untuk Coordinate System, anda dapat mengatur apakah DEM akan dieksport
dalam sistem koordinat geografis atau projected. Untuk Source Data dapat menggunakan
Sparse Point Cloud atau Dense Point Cloud dari tahap pemrosesan sebelumnya. Untuk
memperoleh hasil terbaik, gunakan Dense Point Clouds. Untuk interpolation sendiri ada dua
pilihan, yaitu interpolated dan extrapolated. Interpolated mode akan memungkinkan beberapa
gap diantara foto yang tidak terproses akan di-interpolasi secara otomatis sehingga
menghasilkan DEM yang solid dan tidak mempunyai Gaps. Pilihan extrapolated tidak
digunakan dalam pemrosesan DEM. Parameter Region menentukan luas wilayah yang akan
dieksport, anda dapat membiarkan seperti default atau mengaturnya secara manual.
b. 3D (ArcScene)
Sama seperti pembuatan ArcScene atau tampilan 3D pada BAB 9, setelah selesai
export DEM bisa langsung diolah untuk melihat tampilan 3Dnya. Fungsi dari pembuatan
tampilan 3D ini ialah untuk melihat kondisi kenampakan bumi sesuai dengan aslinya.
Salah satu kelebihan dari software Agisoft adalah dapat membuat sebuah profil 3 Dimensi
dari sebuah gedung.
TERIMAKASIH