Anda di halaman 1dari 75

1

2
RIMBUN

Bulan Mei tahun 2017..

Hari itu, seperti biasa selama perjalanan Bogor ke Jakarta via


kereta, gue selalu habisin waktu dengan main handphone. Scroll scroll
timeline Instagram sambil dengerin musik dari spotify. Sampai
akhirnya tanpa sengaja explore gue ngasih rekomen sebuah akun yang
share cerita cerita perihal jin.

Gue tertarik untuk baca salah satunya dan akhirnya tenggelam


dalam cerita cerita di akun itu sepanjang perjalanan gue. Gue saat itu
sadar bahwa orang orang yang berinteraksi dengan bangsa jin itu
banyak dan udah ga bisa dipungkiri lagi. Sampai akhirnya gue
kepikiran untuk share kisah pengalaman gue sendiri dan mungkin
nantinya akan dapat solusi terbaik atas apa yang gue alami..

Kenalin gue Rama, itu nama asli gue dan gue ga keberatan
jika nama ini ditampilkan karena cerita gue memang full mengenai
apa yang gue alami selama ini. Namun bisa gue pastikan semua nama
yang akan disebut dalam cerita ini nantinya, merupakan nama nama
samaran. Hal ini terkait privasi teman teman gue yang tidak ingin
dipublikasikan secara luas, namun mereka sudah mengizinkan gue
untuk menceritakan keterlibatan mereka disini.

Cerita ini nantinya akan memulai banyak cerita lain sepanjang


hidup gue. Ya inilah momen gue, orang yang apatis bahkan menolak
3
keberadaan mereka di dunia ini dipaksa percaya dan akhirnya
berinteraksi dengan mereka yang gak kasat mata..

****

“BOOM SHAKA-LAKA!! What an amazing Saturday!! 30


CLOSING!! WOW!! It’s a new record! Can’t say anything right now.
Well, you all amazing guys. I mean it. Really. Thank you. We gonna
have some party tomorrow!! Yeaaahh!! But now, please go home
safely, have some rest, have a nice sex and I’ll see you tomorrow, 11
AM sharped. Again, Thank you so much and Good Night.” Semangat
Josh, bos gue ngasih closing statement hari ini. Kami baru saja
berhasil closing 30 client hari ini dan itu setara income 3 milyar
rupiah buat perusahaan ini.

Hiruk pikuk ruangan kerja kami pecah merayakan hal itu


sampai tiba tiba sebuah tepukan mendarat di pundak gue.

“Man of the match, Munchies gak?” kata salah satu rekan gue,
Fariz.

“Harvest aja deh. Munchies mah rame bener gila weekend gini.
Mending dapet tempat” jawab gue.
“Yah, tapi gue pengen nge-beer nih”
“Yailah ke Munchies cuman nge-beer, di pantry juga banyak
noh” kata gue sambil nunjuk pantry yang memang ada stock beer milik
Josh dan karyawan.
4
“Ya beda anjir, kan nyari suasananya”
“Yaudah terserah deh. Gantian traktir ya? Kita berdua doang
nih? Kek homo, Njirr”
“Kan elo yang abis closing tiga ngehe. Eh, tapi gapapa deh, gue
yang traktir, tapi lo minum juga ya. Iya berdua aja, nanti kan nyari
dedek disana…” sebelum temen gue ini nyelesaiin kalimatnya, gue
udah toyor kepalanya duluan.
Sudah saatnya pulang dan gue bersiap ke arah pantry yang juga
berfungsi sebagai dress room kantor ini. Tapi tiba tiba aja sebuah
panggilan menghentikan langkah gue, dan itu panggilan dari Josh.
“Hey Rama! Buddy! Please come inside for a moment” ujar
Josh sambil menepuk pelan bahu gue dan membawa gue ke
ruangannya.
“What else Josh? I’m so tired actually…” kata gue ke Josh
sambil menghela nafas dan nyentuh-nyentuh jam di pergelangan tangan
gue dengan jari telunjuk tangan kiri beberapa kali. Pertanda kalo jam
kerja udah selesai.
Sebenarnya Ini yang gue suka kerja dengan orang asing,
mereka sangat menghargai waktu dan ngga baper sama hal hal seperti
ini. Coba kalo gue lakuin hal kaya gini ke orang Indo, mungkin gue
langsung dipecat karena dicap tidak menghormati pimpinan atau
setidaknya diSP lah.
“I know, buddy. I’m sorry. 5 minutes, please” pinta Josh.

5
“Okay. Can I take this off?” tanya gue sambil nunjuk jas dan
dasi. Si Josh bales dengan anggukan, mempersilahkan gue lepas
keduanya.
Mau ngga mau, walaupun males, gue jalan sama Josh menuju
ruang kerjanya sambil nyopot jas sama dasi. Di dalam, kita duduk
berhadapan dan Josh sepertinya mau membicarakan sesuatu yang
penting dan privasi.
“Well, I don’t wanna waste our time. So, I’m gonna asking you
one more time. Are you really want to leave?” (Jadi, gue gamau buang
buang waktumu, gue mau tanya sekali lagi, kamu benar benar mau
keluar dari perusahaan ini?) tanya Josh serius.
Gue menghela nafas sekali lagi. Gue mencoba nyerna makna
tatapan matanya itu. Ada yang aneh, ada sesuatu yang bukan Josh
banget, dia terlihat khawatir dan sedih.
“Josh, we already talked it (Josh, kita udah bicarakan ini
sebelumnya)” jawab gue singkat.
“Even if I triple it?” (Bagaimana kalau gue menaikan gajimu
tiga kali lipat?) tanya Josh lagi sambil ngeluarin beberapa lembar
kertas, ia akan menaikkan gaji gue tiga kali lipat asalkan gue gajadi
resign dari perusahaannya itu.
Pandangan gue beralih dari semula ke mata Josh, pindah ke
kertas itu. Kontrak baru dengan nominal baru. Sejujurnya, angka di
kertas itu cukup menggiurkan buat gue. Keyakinan gue buat cabut
darisana mulai goyah.

6
Gue pun balik tatap mata Josh. Tajem dan tidak berbicara
apapun. Sepintas gue liat senyum tipis di bibir Josh. Bule ini ngerasa
menang.
Gue alihin lagi pandangan gue, kali ini ke samping Josh,
menerawang ngeliatin suasana langit malem Jakarta yang penuh
gemerlap. Pada saat itulah…
DEG!
Gue liat sosok itu lagi di kaca. Lengkap dengan pakaian
kerajaannya, tapi.. kali ini ngga dengan muka cantiknya. Kulit mukanya
merah, matanya kuning, telinganya menjulur dari sela-sela rambutnya.
Dia natap gue tajem dan seakan memberikan ancaman. Dia
menggeleng dengan gerakan kepala yang aneh, pelan dan patah-patah.
Gue paham maksudnya. Tatapan gue kali ini beralih ke Josh lagi.
“Make it five!” (buat jadi lima kali lipat!) gue ngajuin tawaran
yang gue tau pasti ditolak sama Josh dengan kalimat yang tegas dan
diakhiri senyum tipis.
Josh pun langsung bereaksi. Dia ngacungin jari tengahnya ke
arah gue.
Gue pun ngakak begitu pula Josh.
Kami sama sama kurang ajar waktu itu, tapi begitulah
kedekatan kami yang bukan sekedar atasan dan karyawan, tapi lebih
seperti teman.

7
“You know Josh, its not about it…” lanjut gue berusaha sok
bijaksana. Padahal ini di otak gue penuh suara caci maki sama diri gue
sendiri yang baru aja nolak sebuah tawaran sebesar itu.
“Okay buddy. I got it. You’re such a fucking hard person!”
jawab Josh nyerah.
“Anything else?” tanya gue sambil bangun dan bersiap keluar
dari ruangannya.
“Nope. Get out of my room you stubborn!” kata Josh sambil
berdiri, melangkah mendekati gue dan nendang kursi yang gue dudukin
sambil masang muka sok marah karena gagal merayu gue untuk stay di
perusahaannya. Sekali lagi kami tertawa karena hal itu.
“Wait!” si Josh manggil lagi. Gue berhenti tepat di depan pintu
dan berbalik.
“Catch!” (tangkap!) perintah Josh sambil ngelempar amplop
ke gue.
“What is it?” tanya gue bingung.
“Just check it” (periksa aja) kata Josh. Gue pun ngebuka
amplop itu. Banyak kertas merah bergambar duo proklamator Indonesia
ada di dalamnya.
“Wow! Thanks, but for what?” (wah terima kasih, tapi untuk
apa?)
“For making history today” (itu untuk sejarah yang kamu buat
hari ini)
“Got it. Thanks Josh!”

8
Gue pun melangkahkan kaki gue ke pantry yang tadi sempet
batal karena dipanggil Josh ke ruangannya. Nyamperin si Fariz yang
kayanya lagi mumet banget sampe pengen nge-beer. Baru aja masuk ke
pantry,
“Mas Rama…congrats ya dear, you’re awesome!” tiba tiba saja Erline,
marketer paling muda dan paling bening se-kantor meluk sambil ngasih
satu kecupan di pipi kanan gue.
“Woi woi woi, Dar dear dar dear aja! Ngga gini doong Lin…”
tangan gue refleks sedikit dorong badannya ngejauhin badan gue. Gue
paksain senyum sama dia sambil nunjukin cincin di jari manis tangan
kanan gue.
“So what!?” ‘tantang’ Erline. Sejujurnya gue mau marah sama
kelakuan anak ini, tapi…
“So, elo harus berenti seenak jidat meluk-meluk sama kecup-
kecup gue and be a ‘nice girl’. Oke?” kata gue sambil ngasih gerakan
tanda kutip pake tangan di kata-kata nice girl. Gue ngacak-ngacak
rambutnya dan jalan, ngelangkahin ngelewatin dia, terus naro jas gue
di gantungan jas pantry.
“Ngga mau. Aku mau jadi bad girl aja kalo sama kamu Mas…”
rayu Erline yang memang begitu ke gue sejak kami akrab.
“Orang gilaaa dasar. Tuh sama Fariz aja yang abis batal nikah.
Biasanya cowok begitu kan bad boy tuh, pas deh tuh” kata gue sambil
menunjuk Fariz.

9
“Eh sianying, kenapa jadi bawa-bawa gue batal nikah!? Tapi
iya juga sih Lin, lo ngga mau sama gue aja? Gantengan juga gue
daripada si Rambo” tanya Fariz dengan muka…ya gitulah.
“Idih ogah sama Mas Fariz mah, mesum” jawab Erline polos.
Gue ngakak.
“Wahahaha…mampus lo” gue nyumpahin Fariz puas.
“Dasar lo Ram. Udah yuk cabut. Gue udah booking tadi” ajak
Fariz. Gue langsung melototin Fariz. Kata ‘booking’ itu masalahnya.
“EH KALIAN MAU KEMANA???” Tanya Erline setengah
teriak.
“Ini nih si Fariz abis booking cewek buat nemenin dia di
kostan” Jawab gue ngasal.
Gantian Fariz yang melototin gue. Gue nahan ketawa sebisa
mungkin biar Erline ngga curiga.
“Ah, bohong ah. Mau kemana sih? Aku ngga diajak?” jurus
manjanya si Erline keluar.
Gue liat-liatan sama Fariz. Beberapa detik kemudian gue naik-
turunin bahu dan kerutin alis gue sebagai pertanyaan tanpa suara ke
Fariz ‘Gimana? Kasih tau ngga?’.
Fariz bales jawab dengan ngangkat alis dan ngangguk.
“Cuman ke Munchies kok. Si Fariz pengen nge-beer sambil
nyari jodoh.” Jawab gue akhirnya.
“IKUUTT…!!” teriak Erline.
“Ngga mabok tapi ya?” kata gue.

10
“Dikiiit…boleh ya?”
“Ngga”
“Ih, kenapa sih?”
“Males gotongnya” jawab gue ngasal.

Singkat cerita, pergilah kita bertiga ke Munchies. Fariz sama


Erline minum lumayan banyak. Sementara gue, mabok kopi. Fariz
menggalau ria dengan cerita gimana dia baru aja batalin pernikahannya.
Berkali-kali mata gue ngeliatin minuman yang diminum sama
Erline dan Fariz. Shit. Rasanya gue pengen banget minum lagi dan
ketawa-ketawa lepas seolah beban hidup ngga ada sama sekali.
Emang dasar setan ya, paling ngga seneng liat orang tobat.
Tapi gue udah komitmen sama diri gue sendiri dan istri gue untuk
berhenti minum. Gue mau berubah menjadi lebih baik walaupun masih
sedikit demi sedikit dan berproses. Contohnya tetap ngebar tapi ga
minum.
Erline kayanya ngeh gue ngeliatin minuman mulu dan tiba-tiba
nyeletuk
“Udah sih mas, ayo minum bareng…dikiiit ajaa…” tiba tiba dia
nyodorin gelas ke depan mulut gue sambil ngerangkul punggung gue.
Gue refleks lepasin rangkulannya Erline sambil ngegeleng.

11
“Udah dong Lin, kalo Rama ngga mau jangan dipaksa mulu.
Ngga gitu caranya kalo lo mau nongkrong sama kita.” Tiba-tiba Fariz
belain gue.
“Apaan sih Mas Fariz ikut-ikut aja!?” tau-tau Erline sewot.
“Ya lagian elo daritadi gitu mulu. Lo ngga liat tuh si Rama risih
sama kelakuan lo? This is Indonesia Lin!” Fariz kepancing, nada
bicaranya jadi naik.
Gue liat Erline kesentak. Dia ngeliatin gue, seolah bertanya
‘emang bener mas lo risih?’. Gue diem aja, cuman senyum tipis.
“Oh, maaf deh kalo ternyata aku cuman bikin risih. Aku balik
duluan aja” Jawab Erline sambil bangun dan letakkin beberapa lembar
uang.
Gue tahan tangannya Erline, tapi dia tetep ngeloyor pergi.
Fariz kaget, nggak nyangka reaksi Erline bakal kaya gitu.
“Kejar Riz, minta maaf gih sana. Udah malem nih, nanti dia kenapa-
kenapa di jalan. Mana naik taksi online kan tuh anak” kata gue. Tapi
Fariz ngga bergeming.
“Lo aja deh, gue males drama-dramaan gitu. Dia udah gede.”
Tepis Fariz.
“Ya lo kan juga udah gede” kali ini giliran kata-kata gue yang
nusuk Fariz.
“…Hhhh..yaudah lo tolong bujukin dia deh ya” pinta Fariz.
“Kan tadi lo yang janji mau nganterin dia. Lagian gue kan lagi
ngga bawa mobil Riz.”

12
“Ram, gue minta tolong ya. Lo aja yang nganterin dia, pake
mobil gue aja nih, parkirnya di tempat biasa, lo bawa balik aja sekalian
ya, gue naik taksi aja ntar. Please bro. gue masih pengen sendirian
disini, lo tau kan….” Kata Fariz lirih sambil nyerahin kunci mobilnya.
“Hhh..yoweslah. Got it. So sorry to hear that, Riz. Udah, what
is yours, will eventually be yours.”
“Sipp, thanks broh. Ati-ati”
Gue pun cabut ngejar Erline setelah ngasih beberapa lembar
uang ke Fariz tapi dibalikin sama dia,
“Giliran gue kan sekarang…”
“Thanks bro”

Gue nyusul Erline ke lobby dan disana gue liat dia lagi berdiri
nunggu taksi online.
“Lin…”
“Kenapa mas?” sahut Erline dengan nunduk.
“Balik sama gue aja yuk. Udah malem, bahaya nanti…”
“Ngga usah mas. Makasih. Aku udah order taksi online. Ngga
enak cancelnya. Lagian nanti aku bikin risih kamu lagi…”
“Duuh..Lo jangan salah paham gitu dong. Fariz lagi emosi tadi,
lo ngerti kan dia lagi kenapa? Yuk, pulang sama gue aja sambil kita
ngobrol yah.”
“Terus taksinya gimana?” kata Erline

13
“Yaudah gapapa, kita tunggu dulu aja sebentar. Ngga usah di
cancel. Nanti gue yang ngomong sama drivernya.”
“Hm…Oke..”
Beberapa saat kemudian, taksi pesanan Erline datang.
“Malam. Mbak Erline?” sebuah mobil berhenti tepat di depan
gue sama Erline dan pengemudinya langsung bertanya seperti itu
setelah ngebuka kaca jendelanya tanpa turun keluar dari mobil.
“Malam pak. Pak maaf ya, Mbak Erline nya ngga jadi naik,
kebetulan ternyata masih ada urusan. Ini ongkosnya ya pak. Ordernya
tetep dijalanin aja ya pak, ngga kita cancel.” Jawab gue sambil nyerahin
beberapa lembar uang.
“Loh? Beneran mas? Kalo ngga jadi naik gapapa kok di cancel
aja, ini ongkosnya juga ngga usah. Kebetulan saya juga mau pulang”
jawab bapak driver itu ramah.
“Udah gapapa pak. Di keep aja ya. Makasih banyak ya pak”
“Yaudah kalo gitu. Makasih banyak ya mas. Semoga makin
lancar rejekinya.”
“Aamiin…”

Gue sama Erline pun masuk kembali ke dalam gedung dan


melanjutkan langkah menuju parkiran.
Entah kenapa, basement malem itu hawanya ngga enak banget,
sepi pula.

14
Tiba-tiba Erline ngerangkul lengan gue. Gue udah siap-siap
mau ngelepasin rangkulannya, tapi begitu gue liat mukanya ketakutan,
gue urungin niat gue. Ini bukan karena manja, tapi karena Erline
ketakutan.
“Mas, agak cepet yuk, aku takut…” kata Erline
Kita berdua pun mempercepat langkah menuju mobil Fariz.
Sesaat sebelum masuk mobil, gue liat sekelebatan bayangan yang
melayang dari salah satu tiang ke belakang mobil.
SRRR…bulu kuduk gue merinding.
Belom hilang merinding gue karena bayangan tadi, begitu gue
duduk, masang seat belt, nyalain mesin dan benerin spion tengah, tiba-
tiba…
DEG!
Dia muncul lagi dan duduk di bangku barisan tengah. Masih
dengan muka buruknya dan bahkan lebih buruk lagi.
Gue gelisah.. Kemunculan sosok ini selalu menjadi pertanda
sesuatu. Ada apa? Kenapa dia keluar sesering ini? Tadi di ruangan Josh,
sekarang disini.
“Lo balik kemana Lin? Rumah apa apart?” tanya gue ke Erline
buat ngalihin perasaan ngga enak gue akan kemunculan sosok itu.
“Mmm…ke..ke..Apart aja deh mas. Aku.. lagi pengen
sendirian.” Jawab Erline. Gugup.
“Oke” jawab gue sambil ngejalanin mobil.

15
Gue bawa mobil Fariz sambil sesekali melirik spion tengah.
Dia masih stay disana. Diam ga kasih tanda atau gerakan apapun,
namun sosoknya yang dalam bentuk rusak itu cukup bikin gue sesekali
kehilangan konsentrasi.
“Kamu tenang aja ya… saya nggak niat macem-macem. Ngga
usah marah gitu.” Tiba-tiba Erline ngomong gitu ditengah perjalanan.
“Hah!? Marah? Gue ga mar..”
“Bukan kamu mas. Itu yang di belakang” jawab Erline
memotong ucapan gue.
Gue kaget.
“What!? Erline?? Lu bisa liat dia juga” tanya gue kaget.
“Sejak awal kamu masuk kantor Mas” jawabnya.
“Serius?”
“He’emh. Udah mas yuk jalan, dia ngga suka diomongin” kata
Erline.
Gue langsung ngelirik spion tengah. Dia masih disana.
Ekspresi menyeramkannya belum berubah sekalipun Erline sudah
mengatakan kalimat tadi. Tapi ini jadi hal baru buat gue karena
akhirnya ada orang lain yang notice keberadan makhluk ini selain gue..
Singkat cerita, perjalanan gue malam itu semobil ama Erline
berlangsung dengan diem dieman. Kita ga ngobrol apapun dan
sepanjang perjalanan sosok itu juga stay duduk di kursi tengah.

16
Selesai nganterin Erline, sepanjang perjalanan pulang ke
rumah, banyak pertanyaan muncul di kepala gue,
‘Apa dia bener-bener ada?’
‘Jadi bener selama ini gue ngga berhalusinasi?’
‘Apa dia bakal selamanya hadir di hidup gue?’
‘Apa yang harus gue lakuin? Membiarkan dia stay atau perlu
gue usir? Tapi gimana caranya?’

Iya, sosok yang dilihat Erline memang ada, gue bahkan


mengetahui namanya. Namun selama ini gue mengira dia hanyalah
bagian dari imajinasi atau sugesti gue saja. Tapi setelah Erline
mengatakan hal itu barusan, seketika gue yakin apa yang gue lihat
selama ini bukanlah khayalan gue semata..

Ini adalah awal mula pertemuan gue dengan makhluk yang


memperkenalkan dirinya sebagai “Rimbun”..

17
Kembali ke lini waktu beberapa tahun lalu saat gue belum
berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata dan melalui kehidupan
normal gue sehari hari.

Saat itu gue bekerja di salah satu perusahaan asuransi swasta


di bilangan Senayan. Kehidupan kota yang serba maju dan “terang”
membentuk gue menjadi seseorang yang tidak percaya dengan
penampakan atau gangguan fisik yang disebabkan oleh hantu, jin dan
semacamnya.

Keyakinan ini makin diperkuat setelah gue berkali kali


mendaki ke gunug dengan spot spot angker namun tidak mendapati
siapapun atau apapun yang membuat gue takut dari golongan
“mereka”.

Tolong garis bawahi ya, gue hanya tidak mempercayai


penampakan dan gangguan saja, tapi gue mengimani keberadaan
mereka.

Setiap kali gue membaca kisah kisah orang yang berinteraksi


dengan mereka dengan intensitas diluar logika gue, gue selalu
menganggapnya sebagai lelucon atau hal fiksi yang dibuat buat demi
mencari sensasi.

Mungkin kalian pun juga seperti itu kan? Tapi semua persepsi
gue berubah.. saat akhirnya gue bergesekan langsung dengan
mereka…
18
Saat peristiwa ini terjadi, gue sedang menghandle project Oil
dan Gas Insurance dan Health Insurance di Jakarta. Resiko memegang
project seperti ini adalah mobilitas yang tinggi karena kami dituntut
untuk mengunjungi lokasi site yang berada di pelosok pelosok dan
jauh dari keramaian kota.

Buat beberapa orang kantor, kunjungan ke site jadi hal yang


melelahkan, sementara bagi gue ini bagian dari refreshing rutin.
Prabumulih, Balikpapan, Samarinda, Pangkalan Bun udah jadi
makanan gue setiap bulan. Saking seringnya gue kesana, gue sudah
cukup akrab dengan orang orang site perusahaan klien.

Semua bermula saat gue diberikan hadiah dari salah satu


kenalan gue, sebut saja namanya Pak Betrus.

Pak Betrus ini hobi banget mengoleksi batu akik. Hobinya ini
semakin diperlancar dengan banyaknya pilihan jenis batu akik yang
tersebar di Kalimantan, kota domisilinya.

Selama kami jadi rekan bisnis, obrolan gue dengan pak Betrus
cukup nyambung, berhubung kami berdua sama sama memiliki hobi
mengoleksi batu akik. Bedanya, beliau tipe yang menyukai batu akik
dengan ukuran besar, sementara gue menyukai batu batu kecil.
Bedanya, Pak Betrus juga paham dan ngerti banget tentang jenis dan
macam macamnya, sedangkan gue pure suka ngumpulin aja tanpa
peduli apa namanya dan hal hal detail lain seputar batu.

19
Hari itu gue lagi bantu bantu pak Betrus beres beres klaim
asuransinya di Jakarta. Beliau bela belain dari Kalimantan terbang ke
Jakarta untuk pengurusan itu karena ia tau akan mendapatkan klaim
yang nominalnya cukup besar.

Gue bisa lihat rona bahagia di wajahnya saat menerima uang


asuransi itu. Dan sebagai rasa terima kasih, gue diajak oleh pak Betrus
untuk makan malam, minum, dan diajak ke salah satu lokasi hiburan
malam yang kini sudah ditutup oleh pemerintah DKI Jakarta.

Keesokan harinya, pak Betrus kembali ke Balikpapan dan


sempat berpamitan ke gue sebelum berangkat.

“Ram, ogut balik dulu ya.” Pak Betrus sering memakai kata
“ogut” sebagai kata ganti dari “gue”.

“yah.. mau kemana sih om buru-buru amat? Satu ronde lagi


lah…”

“Ogut harus balik nih. Ada meeting sama tim Offshore. Eh,
iya, ogut ada kenang-kenangan nih. Ini kesayangan ogut sih, tapi buat
lo aja gapapa. Asal lo rawat yang bener ya! Siapa tau jodoh sama lo.
Hahaha…” kata Pak Betrus sambil ngasihin sepotong kecil batu akik
warna merah yang dibungkus tissue.

“Wah, ini Merah Delima om?” gue agak kaget liat batu akik
yang dia kasih. Memang gue ngga begitu hapal nama nama batu akik,

20
tapi khusus untuk Merah Delima gue pernah liat sebelumnya.
Makanya gue langsung ngenalin batu akik jenis ini. Walapun ngga tau
sih ini beneran Merah Delima apa bukan.

“He-eh”(iya). Jawab Pak Betrus singkat.

“Serius ini buat Rama?” gue masih heran karena pada saat itu
harga Merah Delima lagi selangit.

“Bawel. Mau ngga? Kalo ngga, ogut ambil lagi nih.” ancam
dia.

“Eh, mau lah mau mau. Hahaha…Thank you ya om. Asli


cantik banget.” Jawab gue sambil merhatiin ‘Si Cantik’, iya, saat itu
juga gue beri nama batu itu “si Cantik” yang akan jadi tambahan
koleksi batu akik gue.

“Iya sama-sama. Yaudah ogut pamit ya.”

“Oke om. Hati hati yah”

Seminggu berlalu sejak gue dikasih Si Cantik. Seperti yang


gue bilang sebelumnya, gue tidak terlalu memahami dunia perbatu
akikan, jadi gue juga gak tau ini batu akik Merah Delima asli atau
bukan.

Alasan gue menerimanya memang karena warnanya yang


cukup berkilau dan menghormati pemberinya.

21
Gue sudah berniat mau pasang batu ini jadi cincin. Gue
sampai pesan ring cincinnya sama temen gue demi mendapatkan
pasangan yang serasi dengan batu seindah ini. Selama belom
terpasang jadi cincin, Si Cantik gue taruh di dalam laci meja kerja
kantor.

Namun, ada hal hal aneh yang terjadi sejak Si Cantik


berpindah tangan ke gue. Nyaris tiap hari, Pak Betrus nelfon gue dan
nanyain kabar Si Cantik.

Ya nanya kabarnya seputar “udah dipasang jadi cincin apa


belom? nanya gue udah bersihin apa belum? nanya gue naronya
dimana, bahkan sampe ‘nyuruh’ masang di ring yang bagus jangan
yang biasa-biasa aja.

Demi memastikan gue memasang ring yang proper untuk batu


akiknya, Om Betrus sampai mau transferin dana buat biaya ring..
Disitu gue mulai berpikir, kenapa om Betrus memberikan perhatian
begitu besar kepada batu ini?

Melihat perhatian Om Betrus sedemikian rupa dengan si


Cantik, gue sampai ngga enak hati sendiri. Sempet kepikiran apa gue
balikin aja ya Si Cantik?, kayanya Om Betrus khawatir sekaligus
sayang banget sama batu ini.

Tapi waktu itu gue ngga mikir aneh-aneh sih, menurut gue
wajar-wajar aja kalo orang ‘khawatir’ sama barang kesayangannya.
22
Namun sudah saatnya gue untuk khawatir.. karena kejadian
yang agak janggal mulai gue alamin setelah gue numpuk-numpuk
dokumen diatas Si Cantik.

Ya buat gue mah itu biasa aja. Toh gue pikir keduanya sama-
sama benda mati kan?. Gue bukan Kaum Pagan yang nyembah atau
men-Tuhan kan benda-benda mati secara fisik. Jadi gue ngga ngerasa
apa yang gue lakuin itu termasuk kegiatan yang ‘pamali’ atau
terlarang, toh ini hanya batu cincin.. tapi akhirnya gue tau ini bukan
sekedar “batu” biasa..

HARI 1, sejak gue mulai menumpuk barang barang diatas si


Cantik..

Gue lembur hari ini. Prepare tender sama salah satu Oil
Company. Gue ngga lembur sendirian, ada tim Marketing Support
yang ikutan lembur bareng sama gue.

Kita lembur sampe jam 9 malem. Setelahnya, anak-anak


Marketing Support balik duluan sementara gue masih harus e-mail ke
Head Office Oil Company itu di US. Mereka sempat menyuruh gue
pulang bersama mereka, tapi gue menolak karena masih tanggung.
Akhirnya gue sendirian di kantor tersebut.

23
Gue lanjutkan pekerjaan gue, mengirim email berbahasa
Inggris itu ke client. Namun Pas gue lagi ngetik e-mail…

Treeeekkk..

Gue denger suara kursi kayu bergeser di ruang meeting.

DEG!

Sebagai informasi, ruang meeting gue itu kursinya terbuat dari


kayu jati solid dan tanpa roda. Selain itu, lantainya juga berbahan
marmer. Jadi kalo kursi di ruang meeting bergeser, pasti bunyinya
berderik.

Entah kenapa seketika ada rasa takut nyelinap di hati gue,


padahal gue ngga bener bener sendirian di kantor itu karena office boy
kami menetap tinggal di pantry. Tapi tetap aja di ruang kerja itu udah
tinggal gue sendirian.

Gue yang awalnya ga mikir apa apa, tiba tiba saja keinget
cerita senior-senior kantor ini soal penghuni ruang meeting yang
konon katanya bernama "Mbak Susi"

Gue gak pernah kelintas tentang ini sebelumnya. Tapi tiba tiba
aja otak gue mengingat kisah kisah "mbak susi" itu dan mulai
kepikiran apakah sekarang giliran gue ditunjukkan eksistensi sosok
legendaris kantor ini?

24
Perasaan gue waktu itu aneh, gue antara takut sama kesel. Apa
iya bener ya rumor tentang Mbak Susi bakal gue buktikan malam ini?
Tapi untung logika gue cepet balik. Dan entah dari mana, alih alih
takut dan bergegas pulang, gue justru dapat keberanian buat
nyamperin ke ruang meeting.

Gue berjalan dengan rileks dan coba terus tetap tenang


walaupun jujur gue ga siap dengan kemungkinan terburuk yang bisa
saja terjadi saat itu.

Ketika sampai tepat di depan pintu, Sebelum pintunya gue


buka, gue bergumam, ‘ketemu ketemu deh lo sekarang Mbak!’.

Pas pintu gue buka... Nggak ada apa apa. Ruang meeting
dalam keadaan gelap gulita dan gue liat kursi-kursi masih berjejer
rapi. Akhirnya pintu ruang meeting gue tutup lagi dan gue nyelesaiin
sisa kerjaan gue, lalu pulang dan tidur nyenyak.

Hari ke-2

Hari ini gue masih harus lembur lagi. Tetep, ngga sendirian,
ada anak-anak Marketing Support ikutan lembur. Gue udah lupa sama
kejadian semalem karena memang setelah gue check gaada apa apa,
itu membuat gue cukup tenang dan tidak memikirkannya berlarut
larut.

25
Waktu berlalu sampai akhirnya kembali gue jadi orang
terakhir di kantor karena harus e-mail ke client sementara marketing
support udah pada pulang.

Dan seperti yang kalian tebak, kejadian janggal terjadi lagi.


Kali ini kejadian anehnya bukan berawal dari ruang meeting, tapi dari
laci meja kerja gue.

Saat gue mau mengambil dokumen di dalem laci, tepat ketika


gue buka lacinya, Si Cantik udah ada diatas dokumen.. padahal gue
gak pernah buka laci itu sebelumnya dan seharusnya si cantik berada
di bagian bawah, tertiban dokumen dokumen lainnya.

Sebenernya waktu itu pada saat persis kejadian gue ngga


sadar. Gue baru sadar besokannya pas mau ngambil dokumen lagi.
Seinget gue kan Si Cantik ada di tumpukan bawah dokumen, kok tiba-
tiba ada di atas??

Cuma lagi-lagi gue ngga mikir aneh-aneh, gue pikir si Dewa


yang buka-buka laci gue. Dewa ini atasan gue, dia emang sering
bongkar-bongkar laci gue, entah nyari dokumen atau nyolong dasi
buat visit klien.

Untuk beberapa hari gue memang lupa kalau gue punya Si


Cantik saking sibuknya bekerja dan tertimpa dokumen. Karena
kebetulan Si Cantik berada di bagian atas, gue ambil aja, mumpung
inget.
26
Untuk menyimpan si cantik gue menggunakan tissue untuk
membungkusnya, niatnya biar ga lecet lecet dan atas saran Om Bertus.
Gue buka dari tissue pembungkus terus gue liat-liat. Ada yang beda
dari Si Cantik, pas gue pegang batu itu terasa hangat, padahal
biasanya dingin. Tapi mungkin saat itu gue pikir karena tertumpuk-
tumpuk dokumen dan ada di dalem laci.

Ketika gue masih liat-liat Si Cantik, tiba-tiba ponsel gue getar,


ternyata panggilan itu panggilan dari Pak Bertus.

“Hoi Ram, apa kabar? Gimana batu akik? Udah lo pasangin


ring belom? Jadi pake white gold kan? Abis berapa? Sini biar ogut
gantiin.” Kata Pak Bertus di ujung telpon.

“Waduh waduh si om, khawatir amat sama Si Cantik. Aman


oomm…Cuma emang belom Rama pasang ringnya, belom kelar.”
Jawab gue.

“Wuih, udah dikasih nama aja. Tapi bagus tuh Si Cantik. Doi
emang cantik sih. Kalo manusia mah udah gue pacarin tuh…” kelakar
Pak Bertus.

“Ebuset si om! Masa batu akik dipacarin…Haha. Abisnya


emang cantik sih om. Ini aja lagi Rama liat-liatin nih. Cantik banget
warnanya.” Balas gue diselingi tawa kami berdua.

27
“Yaudah. Eh, emang lo masih di kantor Ram? Ngapain?
Berani lo sendirian di kantor malem-malem? Hebaatt…kantor lo kan
ada setannya gitu. Haha” kata Pak Bertus.

"Hahaha. Setan apaan om? Cantik ngga? Kalo cantik sini deh
boleh kenalan sama rama".. Dan kalimat sampah gue itu langsung
terjadi!

‘GRRRKKK…’

Tepat setelah mulut sampah gue asal ngomong soal setan, gue
denger suara kursi bergeser dari ruang meeting lagi. Gue diem sesaat.
Pak Bertus langsung ngomong serius dan ngingetin gue untuk jangan
bercanda soal makhluk halus atau bangsa jin. Katanya nanti mereka
denger.

Sebenernya gue kesel denger Pak Bertus ngomong gitu,


karena gue ngga pernah percaya yang namanya gangguan setan dan
sebagainya.

Akhirnya gue cuma minta maaf sama beliau. Buat gue, kita
sebagai manusia itu jauh lebih mulia daripada bangsa jin, jadi ngga
ada dalam kamus gue kita harus takut sama bangsa jin. Selama kita
ngga nantangin atau ganggu duluan.

Setelah menutup telpon, sekali lagi gue samperin ke ruang


meeting dan persis kaya semalem, dan gaada apapun yang muncul

28
ataupun hal aneh yang terjadi. Yang gue liat cuma ruang meeting
dalam keadaan gelap dan rapi.

Tapi sebelum gue tutup pintu ruang meeting, tiba-tiba


kedengeran suara langkah-langkah kaki lari-lari..

‘DUK..DUK..DUK..’

Asal suaranya dari atas. Seketika itu juga otak gue langsung
mikir jernih.

‘Oiya, kantor gue kan di apartemen, wajar aja kalo banyak


suara berisik kaya gitu, namanya orang di rumah pasti kan banyak
aktivitas, jadi selama ini yang gue denger itu pasti asalnya dari lantai
atas, bukan dari ruang meeting’. Kesimpulan pribadi gue itu seakan
menjawab sendiri semua bunyi bunyian dari dalam ruang meeting
yang belakangan gue dengar.

Hari ke-3

Gue masih lembur. Tapi entah kenapa hari ini gue ngantuk
banget. Efek lembur udah tiga hari kayanya. Dan karena gue bener-
bener ngantuk, akhirnya gue bilang sama anak-anak Marketing
Support buat lanjut kerja, sementara gue mau tidur dulu di ruang
meeting.

29
Gue juga bilang kalo ada yang mau dikerjain di ruang meeting
silahkan masuk aja, pintunya nggak gue kunci, mereka semua meng-
iyakan.

Setelah sedikit ngerapiin berkas dan nitip pesen ke yang lain,


gue beranjak ke ruang meeting. Nggak ada perasaan aneh gimana-
gimana ketika gue masuk. Gue langsung ngejejerin tiga buah kursi
dan langsung rebahan di sisi ujung seberang pintu masuk.

Gue sengaja ngambil posisi itu jadi biar kalo ada anak
Marketing Support yang mau ngerjain di ruang meeting mereka ngga
perlu ngelangkahin atau ngelewatin gue, karena gue emang sensitif
sama suara atau gerakan selama tidur.

Pas gue lagi tidur, sayup-sayup kedengeran suara kursi


bergeser dan kebetulan berasa tuh getarannya. Gue sedikit kebangun.
Tapi waktu itu ngga ada perasaan takut atau gimana, gue pikir anak
Marketing Support masuk terus numpang ngerjain, jadi ya gue tidur
lagi. Gue baru bener-bener kebangun waktu anak Marketing Support
bangunin gue,

“Mas Ram, balik yuk.”

“Oh, iya. Duh sorry yah gue ngga bantuin, tepar banget gue.
Udah kelar Ver?” kata gue dengan mata berat dan kepala agak pusing
karena bangunnya kaget. Disamping gue udah ada Vero, rekan kerja
gue.
30
“Iya udah Mas.”

“Yaudah lo balik duluan aja Ver, gue kan harus email dulu.
Yang lain mana?”

“Udah pada balik Mas daritadi.”

“Loh kok elo ngga balik?”

“Mmm…Mas Ram gapapa sendirian?”

Gue mulai agak sedikit curiga ada yang ngga beres. Soalnya
muka Vero keliatan aneh, entah capek, takut, pucet gitu. Lagian
biasanya juga dia balik duluan.

“Hah? Kenapa emangnya? Gue juga biasa sendirian kan kalo


lo pada balik duluan. Lagian kan ada Mang Hari. Udah sana lo balik
gih. Jelek tuh muka lo, pucet.”

“Iya sih tapi…” Vero keliatan agak ragu ninggalin gue


sendirian.

Dia kaya ngeliat ke samping gue. Memang anak anak kantor


udah umum tau kalo Vero ini bisa liat gitu-gituan katanya. Tapi ya
namanya gue emang bebal, sekali gue ngga percaya ada orang bisa liat
bangsa jin ya gue tetep ngga percaya.

"Iya.. udah sana balik gih. Ntar lo malah sakit lagi. Kita masih
deadline 3 hari lagi nih. Beneran gue gapapa, lagian ini kan malem

31
Jumat, gue mau kencan sama Mbak Susi” lagi-lagi mulut gue
nyampah.

“Ih Mas!! Astaghfirullah…Jangan ngomong sembarangan


Mas!!!” Tiba-tiba Vero ‘ngucap’ sambil ketakutan. Entah apa yang dia
‘liat’ di sisi gue saat itu.

“Duileh panik gitu, becanda Ver. Sana gih balik.” Lagi-lagi


gue ‘ngusir’ dia.

“Eh apa jangan-jangan lo takut yaaa mau balik sendiriaann,


hahahaha…” canda gue.

“Idih apaan sih Mas Rama!” muka Vero merah kaya kepiting
rebus gue becandain begitu.

“Hahaha…becanda Ver. Yaudah tunggu gue ngemail bentar


deh. Ntar lo balik sama gue aja. Mobil lo tinggal disini aja.”

“Mm…yaudah deh Mas” ucapnyaa.

Akhirnya malem itu gue balik sama Vero. Kita sempet


mampir dulu di salah satu coffee shop. Gue masih nangkep gelagat
aneh sama Vero, tapi gue emang bukan orang yang over care dan
kepoan sama urusan orang lain, jadi selama Vero ngga cerita lebih
lanjut, gue juga ngga nanya-nanyain lagi.

32
Sampai akhirnya diperjalanan pulang, Vero buka topik
pembicaraan

“Mas, Mas Rama percaya sama gitu-gituan ngga sih?” tiba-


tiba Vero nanya gitu sebelum dia gue turunin di kostnya.

“Hah? Kenapa lo tiba-tiba nanya gituan? Gituan apaan nih?


Gituan malem jumatan? Bahahaha”

Iya, memang gue orang yang cukup sulit diajak ngobrol


serius apalagi sama perempuan.

“Iiiihh Maass…serius tau! Gituan itu tuh…mm..setaann…”


katanya dengan ragu ragu.

“Wahaha…ooh setan. Ya percaya lah. Kenapa emangnya?”


jawab gue santai.

“Oh percaya ya, mm…yaudah nanya aja. Eh makasih ya Mas,


gue masuk dulu. Mau mampir ngga?” tawarnya ketika hanya berjarak
beberapa meter lagi dari kost kostannya.

“Idih udah gitu nanya doang? Ga jelas lu haha. Masuk? Ngga


dulu deh, takut ada ‘setan’ dalam badan gue” canda gue lagi.

“elo mah Mas, gituan mulu otaknya” ujar Vero kesal.

“Hahaha. Biarin aja, daripada lo setan mulu. Eh mobil lu kan


di kantor, besok berangkat mau bareng ngga?” gue nawarin.

33
“yaudah kalo ngga ngerepotin mau deh bareng” jawabnya.

“Yowes jam 7 yah udah siap. Gue mau gym dulu di bawah.”

H-2 Tender.

Kerjaan gue semakin menumpuk dikarenakan kejar deadline


target. Akibatnya, jam lembur makin malem. Tapi entah kenapa,
malam itu badan gue berasa hangat dan lemes banget.

Tapi mau gimana lagi, gue harus memenuhi target dan gabisa
ninggalin pekerjaan karena waktunya udah makin mepet.
Anak-anak Marketing Support yang juga sempat lembur satu
persatu pada pamit, tapi Vero mulai aneh lagi kaya kemaren lusa.

“Mas, gue temenin ya” katanya.

Gue sebenernya bingung sama Vero. Apa dia naksir sama gue
atau gimana? Gue ngga nyaman sama situasi ngga jelas kaya gini.

Antara gue yang kege’eran, atau memang Vero lagi ngasih


sinyal. Tapi yang udah-udah, setiap ada yang lagi dimabuk cinta bakal
ngaruh sama kerjaan. Namanya cewek, kalo udah urusan hati kan
pasti ngerembet kemana-mana, gue takut hal ini bakal pengaruh ke
kinerja dia nantinya. Akhirnya gue bangun dari meja kerja gue, dan
samperin dia ke mejanya.

34
“Ver, elo kenapa sih sebenernya? Kok dari kemaren aneh
banget sama gue. Ngga biasa-biasanya lo mau balik sama gue mulu.
Any thing you want to tell me? I’m ready to listen right now. Coz I
have lot of works to do. You know its already H-2 kan? Whats
wrong? Are you into me or? Lets make this things clear (ada yg mau
dibilangin ke gue? Gue siap dengerin sekarang. Cepatlah, gue punya
banyak kerjaan dan lu tau ini udah H-2. Ada apa? Lu ada rasa ke gue
atau gimana? Coba bikin ini semua jelas).Kalo emang “iya” pun
gapapa, tapi untuk sementara gue minta lo fokus sama tender dulu
yah. Please. Sorry banget sebelumnya…" kata gue dengan tingkat
percaya diri yang bisa bikin malaikat malu.

“Mm…maaf Mas kalo gue ganggu kerjaan kita. Gue balik aja
deh” muka Vero merah padam. Ngga jelas apakah saat itu dia marah
atau malu.

“Lah kok gitu?? Duh sorry ya kalo gue salah ngomong. Gue
emang ngga peka sama cewek. So, if there’s something you want to
tell, just tell it.” kata gue nyoba nenangin suasana yang mulai diluar
dugaan gue.

“Gapapa mas. Yaudah hati-hati yah. Gue balik duluan.


Nite…” ujar Vero bergegas.

Gue biarin Vero cabut.

35
Ya, gue emang gitu orangnya. Ngga mau ribet dan selalu to
the point. Akhirnya gue lanjutin kerjaan gue sendirian.

Selang setengah jam Vero pulang, tiba-tiba ruangan kerja gue


tercium wangi bunga semerbak.. Gue ngga merinding, gue pikir si
Mang Hari baru ganti pengharum ruangan awalnya.

Sampai tiba-tiba..

GRRRKK…GRRRKKK…

Suara itu lagi!

Seperti biasa, gue samperin ruang meeting dengan pikiran


santai karena dugaan gue pasti akan seperti malam malam
sebelumnya.

Tapi gue salah..

Kalo biasanya ngga ada apa-apa disana, kali ini beda, begitu
gue buka ruang meeting, tiba-tiba gue merinding karena gue liat kursi
di barisan ujung yang jauh dari pintu ngga kesusun rapi... padahal ni
ruangan selalu ditinggalkan dalam keadaan rapi.. dan gue rasa..
suaranya tadi bukan dari atas ruangan sebagaimana gue duga kemarin,
tapi memang dari kursi itu..

36
Namun, ketimbang lari ketakutan, gue memilih menaklukan
rasa takut itu dengan mengecek langsung dan samperin kursi itu
sekalian membenarkan posisinya.

Untunglah selama di ruangan itu tidak ada hal aneh yang


terjadi.

Setelah merapikan posisi kursi tadi, gue balik ke meja kerja


gue dan melanjutkan kerjaan.

Sekitar jam 11 malam gue break dulu karena lapar. Gue turun
cari makan di depan apartement. Kantor gue ini emang lokasinya di
salah satu apartemen tua di bilangan Jakarta Pusat. Gue sebut tua
karena udah berdiri dari pertengahan tahun 1990-an.

Sebenernya yang dijadiin kantor sekarang ini dulunya tempat


tinggal keluarga om gue dan bokap, gue sendiri emang dari kecil udah
sering kesini walaupun ngga tinggal permanen disini.

Selesai makan nasi goreng, gue balik ke kantor. Pas mau naik
lift ternyata gue ketemu sama mantan murid les gue dulu, namanya
Kareena. Doi orang India tapi dari SMP dia udah tinggal di apartemen
ini. Pas dia SMA nyokapnya sempet minta gue ngasih les Bahasa
Indonesia ke dia karena nilai pelajaran Bahasa Indonesia nya jelek
mulu.

“Hi Mas Rama, how are you?” (hai mas rama, apa kabar?)

37
“Hi Kareena! I’m good. How bout you?” (hai kareena, baik.
Kamu gimana?)

“Dizzy. You know why…” (pusing nih.. ya mas tau lah..)

“Aha, I see. Wanna come to my office? A glass of milk or


orange juice will be good.” (iya iya, mau ke kantor gue? Kayaknya
enak nih kalau minum susu atau jus jeruk).

“Sounds good. Are you still working?” (kayaknya enak.


Masih kerja mas?)

“Yap! Got a tender the day after tomorrow” (iya, dapet tander
nih buat lusa)

“Wow! Good luck then” (wah! Semoga beruntung ya)

Akhirnya gue sama Kareena ke kantor. Dia minum 3 kaleng


Bear Brand. Terus kita ngobrol sebentar sambil Kareena bantuin gue
revisi beberapa kerjaan gue karena dia emang kerja di bidang yang
sama seperti gue.

Sekitar jam 1 dini hari, Kareena pamit balik ke apartemennya.

“Well, thank you so much for the milk. You stay anyway?”
(makasih banyak ya mas buat susunya. Mas mau tetep disini?)

“Never mind. Nope, I’m going back home.” (iya sama2.


Enggak kok, aku mau balik)

38
“Oh, I thought you stay. Good then. You’ll better go home
early. She looks mad at you but don’t know why. You lucky you have
tough guardian.” (oooh gue kira mas mau tetep disini. Mas lebih baik
pulang lebih cepet. "Dia" keliatan marah sama mas tapi gatau karena
apa. Mas beruntung punya penjaga yg kuat).

“What are you talking about Kar? You still drunk?


OMG…hahahaha…” (Kamu ngomong apaan sih kar? Kamu mabuk
ya? Astaga hahaha)

“Oops, so sorry. I’m sure you don’t understand and don’t


believe it. Okay then, bubye” (eh? Maaf.. aku yakin mas ga akan
paham dan ga akan percaya. Yaudah deh, bye"

“Hahahaha. Oke…Take care…”

Setelah Kareena pamit, tiba-tiba perasaan gue mulai ngga


enak. Gue yang biasanya cuek tiba-tiba jadi parno sama ucapan
mantan murid gue tadi..

Keinget semua kejadian seminggu belakangan ini, tiba-tiba


bikin gue merinding. Shit, I hate that situation. Dan…

GRRRKK…GRRRKKK!!!

Suara itu lagi!!

39
“Woy! Jangan rese deh! Gue aja ngga pernah rese sama lo!”
gue ngga tau kenapa tiba-tiba gue ngomong begitu.

Sebenernya ngga ada di kamus gue sampe ngajak komunikasi


bangsa jin, padahal gue sendiri ngga tau itu ulah bangsa jin atau
bukan. Cuma ada bagian diri gue yang tanpa sadar dan tanpa bisa gue
kontrol seolah ‘nantangin’. Gue tau ini awal kesalahan gue..

DRRRKK…DRRKKK…

Bukannya berhenti, suara ini terus terdengar.. Sekarang tiba-


tiba kedengeran kaya suara pintu digeterin.

Asli gue ngga ngerti apa yang gue rasain. Setengah diri gue
ngerasa ketakutan, tapi setengah lagi malah ngedorong badan gue buat
maju ke ruang meeting.

Akhirnya ngga tau dapet keberanian darimana, gue nekat


maju ke ruang meeting dan gue buka pintunya....

Dan ketika pintunya gue buka… Kosong, Sunyi, dan masih


rapih...

Hari 7, seminggu setelah gue punya Si Cantik

Abis kejadian tadi malam, gue mendadak demam. Gue tidak


tau apakah ini ada hubungannya apa ngga dengan peristiwa semalam.

40
Yang pasti sih gue kesel.

Besok gue tender dan sekarang kondisi gue ngga fit. Sial!..
Namun baru semalem gue mimpi aneh... Di mimpi itu, gue
melangsungkan pernikahan..

Tapi bukan pernikahan ala-ala dunia modern, justru


sebaliknya, pernikahan ala jaman-jaman kerajaan gitu. Seinget gue,
gue pakai mahkota, telanjang dada, pake kain semata kaki dan bawa
kujang.

Gue ngobrol-ngobrol sama beberapa sesepuh pake bahasa


Sunda kuno yang sebetulnya kalo di dunia nyata gue ngga bakal ngerti
tapi entah kenapa gue paham di mimpi itu.

Saat kami lagi ngobrol-ngobrol, tiba tiba ada rombongan yang


mau masuk ke pendopo, dan yang jalan paling depan di rombongan
itu adalah seorang wanita cantik putih bersih yg berwajah oriental..

Wanita cantik itu mengenakan kain kemben dengan corak


Dayak dan berjalan mendekati gue sambil tersenyum. Kayanya dalam
scenario mimpi itu, dialah calon pengantin gue.

Singkatnya, prosesi pernikahan pun mau dimulai, tapi tiba-


tiba ditengah persiapan acara, muncul seorang kakek yang
menghalang-halangi acara, bahkan ngusir rombongan calon pengantin
wanita.

41
Mereka debat hebat pake bahasa yang gue ngga ngerti itu.
Sampe akhirnya rombongan pengantin wanita diusir paksa dan teriak-
teriak pake bahasa itu lagi.

Walaupun gue tidak memahami kata perkata, tapi dari nada


bicaranya gue yakin ucapan itu adalah sumpah serapah, si pengantin
wanita bahkan nekat lari ke gue dan ngecup bibir gue tapi abis itu
didorong sama kakek-kakek itu yang entah siapa.

Gue inget ngomong pake bahasa Sunda yang artinya

“Aki jangan kasar gitu sama perempuan!” bentak gue.

"Kamu ngerti apa!? Saya ini jagain kamu! Cepet masuk ke


dalem!" Kata kakek itu tegas.

Anehnya gue manut aja gitu…dan gue batal nikah sama


wanita cantik itu. Mimpi gue berakhir disitu. Gue bangun dengan rasa
bingung tentunya..

***

42
Hari ini terakhir gue lembur, dan kali ini gue bener bener
sendirian dari awal. Anak-anak Marketing Support yang biasa
menemani gue, hari ini mereka udah beresin kerjaan dari tadi sore.
Gue ngga niat pulang tengah malem kaya semalem, soalnya perasaan
gue masih ngga enak.

Sebelum Maghrib, temen gue yang mau bikinin ring buat Si


Cantik nelfon. Katanya ring nya udah beres, kalo mau dipasang
malem ini, dia bersedia nungguin sampe jam 9 malem. Gue iya-in aja,
toh gue juga ga akan berlama lama di kantor hari ini.

Selain itu, gue baru sadar udah berapa hari ini Si Cantik gue
anggurin, cuma gue taro di dalem laci tanpa gue bersih-bersihin.
Akhirnya gue ambil Si Cantik. Saat itu Si Cantik terasa hangat.. Buru-
buru gue masukin kantong celana belakang gue, biar nanti ngga
ketinggalan sih maksudnya.

Tempat masang ring ini kebetulan deket rumah sahabat gue,


namanya Rara. Gue sama Rara udah sahabatan dari jaman SMA.
Kebetulan gue sama dia udah lama ngga ketemu, jadinya gue
berencana buat mampir ke rumahnya abis masang ring untuk Si
Cantik.

Tapi sebelumnya, gue harus nuntasin kerjaan gue dulu.

Gue lanjut kerjain final presentasi sendirian di kantor. Entah


kenapa hawa kantor lagi ngga enak banget, mungkin karena gue
43
bener2 lagi kondisi drop dan dipaksa bekerja, jadinya badan gue juga
rasanya ngga enak, bawaannya pengen pulang mulu..

Lalu...

GRRRKK…GRRRKKK…

“Astaga..” ucap gue lirih ketika suara itu kembali terdengar.

GRRRKK…GRRRKKK…

“Ampun deh! Lagi capek begini masiiihh aja di gangguin”


gerutu gue dalam hati. Gue cuekin, gue udah cukup sibuk dengan
kerjaan ini. Gue lanjut ngerjain presentasi dan ga berminat buat
ladenin suara itu.

GRRRKK…GRRRKKK…

Lagi?.. Gue masih cuekin walaupun sebenernya gue deg-


degan.

GRRKK…GRRKKK…GRRKKK….

Gue mulai kesel, konsentrasi gue mulai terbagi karena suara


itu, tapi gue mencoba untuk tetap focus dan mengabaikan suara itu.

GRRRKK…GRRKKK…

Kesabaran gue habis. “Woi! Gue mau kerja! Bisa diem


ngga!?” bentak gue dengan suara lantang.

44
Entah kenapa gue melakukan hal yang ngga masuk logika gue
sendiri mengenai alam ghaib. Gue ngebentak sesuatu yang ga gue liat,
dan disini gue sendiri..

Hening...

Oke. Gue lanjut kerja lagi.

Tapi keheningan itu hanya berlangsung beberapa saat..

GRRRKKK…GRRRKK…

“Woi! Kalo ada urusan sama gue, ngga usah kode-kode dari
jauh! Sini ngomong empat mata sama gue!” lagi-lagi gue melakukan
hal yang menurut gue aneh banget. Ngomong sama sesuatu yg hampa.

Hening... Gue tungguin.. tapi suara itu ga muncul lagi dan


Gue lanjut kerja.

GRRKK…GRRKK…

Gue tersentak. Kali ini suaranya bukan dari ruang meeting


lagi, tapi dari ruangan Deputy Director gue.. yang jaraknya lebih deket
dibanding ruang meeting..

“Oh, mulai ngedeket? Ngerti bahasa gue? Sini duduk di meja


sebelah!” mulut sampah gue asal nyablak

GRRRKK…GRRKK…

45
Seketika arah suaranya langsung berpindah!

Sekarang suaranya kedengeran dari ruangan Marketing


Director.. dia makin deket??? Apa dia ngerti bahasa gue??! Apa
sekarang waktunya gue untuk percaya bahwa mereka emang ada dan
bisa ngeganggu kayak gini???!!

GRRKKK GRRKKK..

Sekarang suaranya dari ruangan Deputy Director lagi...

GRRKK…GRRKKK…

Sekarang suaranya lagi-lagi dari ruangan Marketing Director.


Gue mulai risih lagi..

“Apaan sih! Berisik tau ngga! Gue lagi kerja! Udah gue bilang
kalo mau ngomong sini!!!”

Dan tepat setelah gue ngomong ‘sini’, kursi sebelah meja gue
gerak sendiri.. dan di detik yang sama, layar komputer gue mati
sendiri, refleks gue ngeliat kearah komputer gue yang mendadak
mati..

Dan tepat disaat monitor mati, dari pantulan layar monitor


komputer yang item itu.. gue liat ada sosok wanita duduk di kursi
sebelah meja gue!

46
“F**k!”

Umpatan itu refleks tersebut di mulut gue begitu melihat


pantulan sosok wanita tadi. Gue langsung lari keluar kantor, dan
bergegas turun ke lobby.

Asli gue gemeteran saat itu. Bener bener jelas dan terus
kebayang bayang! Saat mengetik inipun gue masih bisa mengingat
bagaimana posisi wanita itu duduk dan kondisinya.

Sambil nunggu lift turun, gue baca-baca ayat quran dan doa
sebisa gue. Gue merinding ngga karuan.. jantung gue berdegup
kencang dan gue dihantui rasa was was yang luar biasa!!

Begitu lift kebuka, gue segera masuk, menekan tombol lantai


tujuan gue dengan tergesa gesa dan menekan tombol penutup pintu.

Gue mendongak ke atas, melihat ke langit langit lift dan


angka posisi lift saking ga sabarnya.. berharap lift ini akan turun
sesegera mungkin. Gue udah panik banget sama apa yang gue liat
barusan...

Tapi begitu gue ngehadep kedepan...

Ternyata gue ga sendiri!!! Dari pintu metal lift, gue bisa liat
bayangan sosok wanita itu lagi ada di sisi kanan gue! Dan pas gue
nengok..wanita itu ga ada!! Tapi di pantulan pintu itu ada!! Rapalan

47
Doa gue semakin gencar. Gue coba memejamkan mata tapi
mendadak lift ini jadi wangi semerbak bunga!!

Kabur? Gabisa! Ini lift! Jadi gue hanya coba tenang.. Gue
ngutuk diri gue sendiri karena udah ngomong sembarangan.

"Rama lu tolol! Tololl!!" Kata gue dalam hati

Begitu lift kebuka, tanpa pikir panjang gue langsung keluar ke


arah mini market dan ngerokok di lobby.. Gue ngerenungin diri
sendiri, kenapa gue bloon banget ya ‘nantang-nantangin’ hal seperti
itu. Gue berusaha ngatur napas gue yang masih ngos-ngosan sambil
mikir ini mimpi apa bukan.

Saat sedang menenangkan batin sambil ngerokok itu, gue


ngerasa pantat gue anget... Dan gue baru inget Si Cantik ada di
kantong celana belakang gue. Pantesan berasa ada ngeganjel.

Buat nenangin diri, gue mutusin nelfon Rara.

“Halo…”

“Hoii…, Ya, maaf ini siapa ya?”

“Wah buset parah banget lo Lek! Nomer gue ngga lo save?”

“Halo? Rama?”

“Iya Leekk…ini gue. Emang nomer gue ngga lo save?”

48
“Hah? Eh iya Lek, gue save kok. Eh, makanya gue bingung,
di layar telfon muncul nama lo tapi yang pertama ngomong tadi kok
suara perempuan...”

DEG!

HAH!? Duh, niat gue nelfon Rara biar tenang eh malah


tambah ketar-ketir.

"Wah rese lo masa suara gue dibilang mirip perempuan!?”

“Ih serius, Lek…kalo suara lo dari awal mah gue ngga bakal
nanya lagi”

“Hahaha…yaudah skip ah. Eh lo di rumah ngga ntar malem?”


gue berusaha mengalihkan pembicaraan karena perasaan gue makin
ngga enak..

“Di rumah lah. Kenapa?”

“Gue mampir ya, sekitar jam 9-an tapi. Gue mau masang batu
akik ke cincin, kebetulan deket rumah lo, jadi ya sekalian aja kan
mampir. Hahaha.”

“Yaudah, bawa martabak ya tapi! Hahaha” canda Rara

“Kacang Coklat Wijen dipotong gede-gede kan?” gue tau ini


adalah topping martabak favoritnya sejak dulu.

49
“Good boy…still remember it toh?”

“Sure! That’s my fave too…”

“Jangan lupa bawa BC yaaaa… gue mau isi!”

“Iyee. Yaudah, see you!” gue hendak mengakhiri telpon.

“Eh Lek” potong Rara.

“Yap?”

“lo Solat Isya yah sekarang. Biar aman..” mendadak Rara


ngomong begitu.

Damn! Gue paling sebel kalo Rara ngomong gini. Soalnya dia
pasti udah ‘tau’ ada sesuatu yang terjadi.

Gue ngga balik ke atas lagi. Gue telfon Mang Hari buat
ambilin kunci mobil gue. Gue langsung cabut sekalian mampir ke
Mesjid dan menunaikan shalat Isya.

50
Singkat cerita, gue masang Si Cantik ke ring dan lanjut
singgah ke rumah Rara.

“Mana sih batu akiknya?” Tanya Rara dan gue langsung


nunjukin ke dia.

“Cantiiiiikkk!! Beruntung looo dia naksir sama


looo…hahahahaha…”

“Nih anak, gue baru dateng udah ngomong gitu” ucap gue
kesal karena gue paham arah pembicaraan Rara.

“Hehehe. Lah itu ngintilin lo sampe sini…” ucap Rara sambil


memajukan bibirnya menunjuk ke satu spot di belakang gue

“Lek ah!!!” gue mulai ga enak

“Hehehe…kenapa sih lo? Kok tumben?”

“Iya nih Lek. Lagi bad bad bad things.”

“Wanna share?”

“Later yah. Gue mau martabak dulu! Hahaha…”

“Ih! Itu kan buat gueee…” kata rara

“Hahaha…bodoo…gue laper!”

51
Akhirnya gue makan martabak berdua sama Rara sambil
ngobrol-ngobrol di teras. Ngga lama kemudian, mama nya Rara
keluar. Gue langsung bangun nyalamin beliau.

“Eh ada anak mama yang udah lama ilang…kemana aja


kamu? Sibuk terus yaaa…”

“Hehehe…iya nih tante. Apa kabar tan? Maap yaahh malem-


malem gangguiinn. Abisnya kangen sih…”

“Alhamdulillah baik. Idih kangen kangen, tuh ada yang


cemberut tuh!” kata mama sambil dagunya ‘nunjuk’ ke arah depan
rumah.. padahal gaada apapun atau siapapun disana.

Hmm Yah, kalo udah gini udah ngga lucu lagi deh. Rara
sekeluarga ini katanya sih emang ‘bisa liat’ bangsa jin. Dan sama
dengan Rara yang asal ceplas ceplos, mamanya juga ga jauh beda
sifatnya.

“Idih tante, baru juga aku dateng, udah ditakut-takutin”

“Hah? Takut? Tumben amat lo takut Lek. Setau gue lo


manusia paling ngga mau pusing sama begitu-begituan” Rara ikutan
nimbrung sambil mencibir ke gue.

Bukannya melupakan kejadian tadi, dikelilingi mereka berdua


malah bikin gue makin was was..

52
Akhirnya gue ceritain semua pengalaman gue dari awal
dikasih Si Cantik sampe malem ini. Selesai cerita, si Rara ngakak-
ngakak kesenengan.

“Hahaha…jadi sekarang udah percaya nih sama yang gaib-


gaib…?” kata rara ngejek.

“Idih, gue emang percaya Lek, cuma kan gue ngga percaya
dunia kita bisa bersentuhan”

“Iya deh diralat, jadi udah percaya mereka bisa ganggu kita
langsung?” tanya Rara lagi.

“Don’t know. Menurut tante gimana?” gue malah nanya ke


mamanya Rara.

“Hmm…gini Ram. Mama mau kasih opini mama yah.


Terserah Rama mau percaya atau ngga, karena mama tau Rama
orangnya main logika banget. Kalo dari yang Rama ceritain, kayanya
sih emang batu akik itu ada 'isinya'. Perempuan. Dan emang cantik.
Nah dia itu dari awal udah naksir sama kamu dan niat pengen
‘nempelin’ dan jagain kamu terus. Tapi…dia ngga bisa dan kayanya
Rama nya cuek banget, makanya akhirnya dia kesel dan berkesan
marah sama kamu.” Jelas mama Rara panjang lebar.

53
“Hah? Ngga bisa kenapa Mah? Lucu yah jin bisa kesel juga.
Hehe. Kaya manusia aja…” gue masih mencoba mencairkan
pembicaraan serius ini.

“Karena khodam nya Rama jauh lebih kuat dari dia. Terus
kayanya Rama juga dijagain sama khodam buyutnya Rama dulu ya?”
tanya mama Rara.

Gue diem, ga paham sama sekali. Sementara Rara mandangin


gue kayak nunggu gue kasih jawaban.

“Sebelumnya maaf ya Rama, mama mau nanya, Rama ada


turunan?” tanya mama Rara lagi.

“Mm…iya ada Tan, Papa dari Solo, Mama dari Sumedang.


Malahan waktu aku mau lahir tadinya mau dinamain pake Raden
sama kakek, tapi akhirnya Mama Papa sepakat buat ngga ngasih.
Mama Papa ngga mau keliatan, maunya biasa-biasa aja, orang semua
manusia sama kok.”

“Nah iya, itu. Rama punya 3 khodam yang jagain, punya


kamu sendiri, punya kakeknya papanya Rama sama punya kakeknya
mamanya Rama dan yang paling tua itu yang dari Mama Rama,
makanya beliau yang paling sering muncul.”

“Hoo gitu…Terus gimana Tan?”

54
“Dia sih sekarang keliatan agak seneng soalnya mungkin
Rama udah merhatiin dia”

“Hah!? Merhatiin gimana Tante? Lah Rama aja ngga bisa


komunikasi sama dia. Jangankan komunikasi, ngeliat aja ngga bisa”

“Ya mama ngga tau juga sih. Apa mau dipanggilin kesini buat
komunikasi?”

“NGGA! Wah wah ngga usah tante! Makasih!!!!" Kata gue


panik. Mama Rara dan anaknya ketawa ngeliat tingkah gue.

“Yaudah mama masuk dulu yah, ngantuk nih. Rama tenang


aja, basicnya dia ngga mau ganggu Rama, cuma masih penasaran aja.
Kalo nanti di jalan pulang ada sesuatu, jangan kaget atau panik ya.” .

“Oiya Tante, maaf yaa aku ganggu malem-malem.” Kata gue


sambil bangun salamin mama nya Rara.

Singkat cerita gue ngobrol sama Rara sampe jam 11-an terus
balik ke rumah.

Di perjalanan pulang, gue mulai kelelahan dan mengantuk.


Akhirnya gue putuskan buat buka kaca jendela mobil dan matiin AC
sambil ngerasin volume lagu J-Rocks ditambah nyanyi-nyanyi sendiri
buat ngusir ngantuk.

55
Tapi ternyata ngantuknya ngga ilang-ilang sampe gue putusin
buat berenti dulu di salah satu mini market buat beli kopi.

Kebetulan mini market ini ada teras dan kursi-kursinya, jadi


gue sekalian ngopi sama ngerokok dulu. Pas lagi asik-asik ngopi sama
ngerokok, tiba-tiba gue disamperin sama tukang parkir disitu yang
emang udah kenal sama gue dari SMP.

“Ngopi sendirian bae lu!” kata dia, sebut saja namanya Babeh,
gue biasa panggil beliau begitu.

“Hahaha. Lah babeh kaga keliatan tadi. Ini baru nongol kan?
Yaudah gi dah pesen ke dalem” gue tau Babeh kasih kode untuk minta
ditraktir ngopi dan guepun mempersilahkan dia untuk memesan juga.

“Eeett…bukan buat gue maksudnya. Enoh yang di mobil.


Cakep-cakep dicuekin aje. Diajak turun kek!”

Jantung gue ngedetak kenceng sampe ngilu..

Aduh.. Gue paham banget apa maksud si babeh tukang parkir,


pasti dia ‘diliatin’.. Gue pengen aja bilang "beh.. ini gue sendirian.. itu
bukan cewek yang nyata..".. tapi gue gamau nanti malah babeh mikir
aneh2.. Akhirnya gue memilih bohong..

“Oohh…iya noh dia kaga mau turun beh. Males katanya.” Kata gue
berusaha memasang mimic wajah meyakinkan.

56
Gue cepet cepat ngabisin kopi gue dan langsung cabut. Di
dalem mobil, pikiran gue mulai ngelantur kemana mana .Gue putusin
buat nenangin diri. Gue merem sambil narik nafas panjang, sambil
berdoa dalem hati, minta sama Tuhan supaya ga ada hal aneh aneh
terjadi pada gue..

Namun, baru aja gue menyudahi doa gue dengan hembusin


nafas panjang, Dari spion tengah, gue sadar di belakang gue tepatnya
di kursi penumpang sudah ada wanita yang tidak gue kenal duduk
disana..

Gue kaget setengah mati. Dan kali ini bener2 jelas!!

Sebenernya penampakannya sih ngga serem. Jauh dari kata


serem malah. Dia cantik. Putih. Mukanya bener-bener khas wanita
Dayak. Pakaian yang dia pake juga ada corak Kalimantan nya. Hal
selanjutnya yang gue lakuin bener-bener diluar kebiasaan normal gue.

Gue ajak dia ngobrol.

Tanpa berbalik badan, gue tetap menghadap depan. Seperti


layaknya seorang supir taksi berbicara pada penumpangnya..

“Kamu siapa? Ada urusan apa sama gue?”

Sekilas gue lirik dia dari spion tengah dan dia cuma senyum.

“Gue punya salah?” tanya gue

57
Lagi-lagi dia cuma senyum.

“Ya kalo gue ada salah tolong kasih tau. Karena gue belom
pernah berurusan sama bangsa kamu. Tapi seinget gue, gue ngga
pernah lakuin hal yang ngga sopan.”

Sekali lagi gue lirik dia sekilas dari spion tengah dan lagi-lagi-
lagi dia cuma senyum.

“Hhhh. Kalo kamu diem aja mana gue tau. Yaudah deh gini
aja, gue minta tolong jangan ganggu gue dulu karena gue ada tender
penting besok. Gue butuh ketenangan.”

Kali ini pas gue lirik ke spion tengah lagi, wanita tadi dia
udah ngga ada.

“Makasih…” kali ini gue bergumam.

58
Hari ke-8

Tender done. Gue sama anak-Marketing Support ngerayain


kemenangan kecil kecilan. Kita makan makan di ruang meeting
sambil ngopi sampe jam 2 pagi. Abis itu satu persatu pada balik
kecuali Vero.

“Belom balik Ver? Mau bareng?” tawar gue.

“Hah!? Nggg…” Vero Nampak canggung.

“Kenapa? Masih ada yang ngintilin gue ya?” Tanya gue.

“Eh, kok Mas Rama tiba-tiba jadi percaya gitu-gituan?”

“Hahaha. Iya nih. Semalem gue digangguin sampe kabur ke


bawah. Malahan ditongolin di mobil. Ngga ngerti juga maunya apa.
Gue ajak ngomong malah diem doang, senyum-senyum doang. Tau
ah, lieur gue.” Jawab gue santai.

“Hah? Serius mas?” Vero seakan ga percaya.

“Iyeee…terus doi dimana sekarang? Bisa liat ga?" gue tanya


balik Vero.

GRRRKK… tiba-tiba kursi ujung deket pintu kaya bergeser..

“Ooh…disitu” lanjut gue

“Iya mas dia disitu. Lagi senyum ngeliatin mas.”

59
“Eh Ver, lo bisa komunikasi sama dia? Kalo bisa tolong dong.
Tapi maksud gue kaga usah pake perantara-perantara kaya di tivi gitu
ya, ogah gue”

“Gue ngga bisa mas. Tapi kalo abah gue bisa. Mau gue
temuin sama abah?”

“Eh, ngga-ngga. Ngga usah. Iseng doang gue pengen tau. Kali
aja lo bisa.”

“Wait mas, gue coba deh yah.”

“Eh, ngga usah dipaksa ver"

“Gapapa mas, wait yah…”

Lalu..

Vero duduk di kursi deket kursi yang tadi kaya gerak dan
mejemin mata. Dalem hati gue jadi ngga enak ngerepotin dia. Takut
dia kenapa-kenapa juga. Soalnya gue ngga paham sama sekali cara
ngobatin orang kesurupan atau ruqyah-ruqyah gitu.. gimana jika nanti
Vero gabisa ngontrol dirinya sendiri??

Baru aja gue mau memaksanya menghentikan mediasi itu,


tiba tiba perilaku Vero menjadi aneh.

“Assalamu’alaikum…” kata Vero

60
“Wa’alaikumsalam. Kenapa Ver? Kok lo assalamu’alaikum?”
jawab gue sambil agak bingung

“Saya bukan Vero.. Saya Rimbun.” ucap vero

“Hah? Ver jangan bercanda ah…” kata gue khawatir

“Saya tidak bercanda. Saya pinjam raga temanmu untuk


komunikasi denganmu.” ucapnya lagi

“Ver ah! Udah lewat tengah malem nih...” gue makin


khawatir sama temen gue ini

“Manusia keras kepala!!!” nadanya meninggi.

“Aduh, iya iya oke. Terus kamu mau apa? Ngapain masuk ke
raga teman saya?” gue masih shock. Seumur idup gue ngga pernah
berurusan sama yang beginian apalagi ngajakin ngobrol.

“Kamu tadi ingin komunikasi sama saya., Kini Teman kamu


ijinkan saya meminjam raganya.” jelas vero.

“Mmm… saya cuma pengen tau kamu ada urusan apa sama
saya? Kenapa ganggu saya? Seinget saya, saya ngga pernah bikin
salah atau ngga sopan sama bangsa kalian..”

“kamu terganggu dengan kehadiran saya..??”

61
“Iya lah…saya lagi kerja, kamu ganggu konsentrasi saya
seminggu ini” kata gue jujur

“maafkan… maafkan…” ucap Vero saat itu.

“Yaudah, udah lewat juga. Tolong jawab pertanyaan saya...”

Namun belum sempat gue bertanya lagi, vero berbicara


“Sejujurnya saya mu’alaf karena kamu. saya suka sama kamu.. karena
kamu tidak seperti orang lain yang mudah menduakan Allah...”

“Maksudnya?” gue mulai ngga nyaman sama pembicaraan ini,


sekaligus waspada soalnya setau gue bangsa jin itu sering bohong.

“saya.. adalah penjaga mustika yang kamu pegang sekarang.”

“Mustika apa? Jangan bohong sama gue!! Gue ngga pernah


nyimpen-nyimpen gituan.” ucap gue emosi

“Itu...yang kamu pakai di jari manis kamu” jawab "Rimbun"


yang mengisi raga Vero

Gue langsung ngeliat jari gue karena emang ada beberapa


cincin yang gue pake, tapi akhirnya mata gue tertuju ke Si Cantik..
Makhluk ini penjaga si Cantik???

“Maksud kamu ini? Ini cuma cincin batu akik hadiah dari
klien saya. Gue udah bilang jangan bohong sama gue.” Bentak gue.

62
“Terserah kamu mau bilang apa. Saya sudah sampaikan apa
adanya..” ucap Rimbun.

“Ya okelah anggep aja kamu bener. Terus apa urusannya


sama saya? saya ngga pernah minta batu akik ini. Kamu mau saya
kembaliin ini ke Om Bertus? Oke, ngga masalah, besok saya
kembaliin, tapi kamu jangan ganggu saya lagi!” .

“Jangan salah paham... saya belum jelaskan apa-apa...” ujar


Rimbun lagi.

“Yaudah jelasin aja. Jangan berbelit belit pakai tubuh temen


saya” kata gue tegas.

"Saya Rimbun... Saya penjaga mustika yang kamu pakai


sekarang. Mustika itu peninggalan Kerajaan Nan Sarunai. Saya qorin
dari fulan ( sorry gue lupa namanya, pokoknya keturunan kerajaan itu
– KATANYA ). Selama ini banyak yang sengaja mencari mustika itu
untuk minta kekayaan. Banyak pula dari mereka yang sudah saya
perdaya, termasuk orang yang kasih kamu mustika itu. Ketika dia
kasih mustika itu ke kamu, saya pikir kamu juga termasuk orang yang
tamak dan sama saja dengan yang lainnya. Karena dari awal saya lihat
gaya hidup kamu sudah jauh dari Tuhan. Kamu minum alkohol,
berzina. Tapi ternyata saya salah. Sejak awal saya tidak lihat niat
kamu minta kekayaan pada mustika ini, bahkan kamu cenderung tidak
menganggapnya, maka dari itu saya merasa dihinakan dan diacuhkan”

63
Aib gue dibongkar sama Rimbun. “Loh mana saya tau?! Tapi
maaf, saya bukan orang yang percaya sama hal-hal berbau klenik
termasuk apa yang kamu katakan!”

“Tolong jangan potong cerita saya!” bentak Rimbun, dia


keliatan agak tersinggung.

“Oke maaf”

“Karena saya merasa diacuhkan maka dari itu saya cari


perhatian kamu. Sebenarnya dari awal saya ingin tunjukkan diri saya
langsung ke kamu, tapi ternyata qorin kamu punya ilmu yang hampir
sebanding dengan saya, bahkan qorin kamu dibantu dua qorin
lainnya…” jelas Rimbun menggunakan lisan Vero.

“Saya beradu dengan mereka tapi saya kalah telak, bahkan


dinasehati, dikasih tahu tentang kamu dan diajak masuk Islam oleh
mereka mereka itu. Dari situ saya merasa kagum, heran sekaligus
kasihan sama kamu, kok ada orang yang seperti kamu, sering
menjalankan hal-hal yang dilarang Allah seperti mabuk dan berzina,
tapi saya lihat hati dan pikiran kamu jauh dari hal-hal syirik. Dan
akhirnya entah kenapa ada perasaan seperti suka di hati saya, tapi saya
tahu dunia kita beda. Saya ingin ada disamping kamu terus, jaga kamu
supaya tidak terjerumus lebih dalam. Saya tidak mengerti..” ucapnya.

64
Seketika gue ngerasa awkward banget. Semua dosa dosa yang
saya umpetin rapet rapet tiba tiba dia tau. Tapi gue Cuma pijet doang
kok ga sampe zina.

“Mm…aduh kalo kamu aja bingung apalagi saya, bingung


banget malah jadinya. Demi Allah seumur idup saya ngga pernah
bersentuhan sama dunia ghaib.” kata saya gelagapan.

“saya tau itu..” katanya datar

“Oke deh saya udah tau sekarang alesan-alesan kamu. Jadi


intinya selanjutnya gimana?”

“Kalo boleh, izinkan saya terus berada disamping kamu…”

Otak gue cepet muter, secara gue tau bangsa jin ini sering
banget bohong dan hati kecil gue bilang jangan sepenuhnya percaya
sama apa yang dia omongin. Gue takut dijebak sama dia dan nantinya
gue diperbudak oleh makhluk ini.

“Kalo bener kamu udah masuk Islam, coba saya mau denger
kamu baca syahadat. Terus untuk kedepannya, karena kamu ngaku
sama saya kamu muslim, ya sebagai sesama muslim kan kita tau cuma
Allah Yang Maha Kuasa, apalagi saya awam banget sama dunia
ghaib, jadi menurut saya bukan saya yang berhak mutusin kamu bisa
terus disamping saya atau ngga, Allah yang berhak” jelas gue panjang
lebar.

65
“Lagian tujuan kamu mau terus ada disamping saya apa?
Yang pasti saya ngga pengen kejadian seminggu ini keulang-ulang
terus. Biar gimanapun juga saya cuma manusia biasa yang sesekali
bisa takut.” Kata gue yang masih ragu atas tujuan makhluk ini.

“Asyhadualla Illaha Illallah, wa asyhadu anna


Muhammadarrasulullah! Hanya Allah Yang Maha Berkehendak. Niat
saya hanya ingin jaga kamu supaya kamu tidak terlalu jauh dari
Allah.” jawab dia yakin.

Gue kaget sekaligus kagum. Seumur idup baru sekali ini


urusan sama dunia ghaib dan ternyata harus gue akui hal seperti ini
tuh emang ada. Gue jilat ludah gue sendiri. Kemarin gue adalah orang
yang mencibir mereka yang ngaku ngkau komunikasi sama jin, Tapi
sekarang gue lagi ngelakuin apa yang selama ini ga gue percaya .

"Kalo emang cuma mau jaga saya, mm…bukannya tadi kamu


bilang saya udah dijaga sama 3 qorin ya? Ya walaupun saya sendiri
ngga ngerti sih itu bener apa ngga, soalnya saya ngga pernah ada
komunikasi sama mereka dan ngga pernah ada omongan apa-apa dari
kakek atau uyut saya soal qorin-qorinan. Perasaan saya cuma manusia
biasa deh, bukan siapa-siapa, masa iya sampe segitu banyaknya qorin
yang jaga? Ditambah lagi sama kamu mau jaga saya juga. Lagian
setau saya qorin itu cuma satu untuk setiap orang. Wallahu’alam sih.”
kata gue menangkal.

66
“Banyak hal yang tidak kamu tahu tentang bangsa kami.
Qorin kamu memang cuma satu seperti yang kamu tahu, Qorin-Qorin
yang lainnya memang memilih bertugas menjaga seluruh keluarga
kamu, bukan cuma kamu. Mungkin kalo kamu tertarik, kamu bisa
belajar lebih jauh dari mereka yang lebih paham dari bangsamu,
manusia” jawab Rimbun.

“Hah? Ngga, ngga, makasih, gue ngga tertarik. Buat gue


urusan kaya gini (dunia ghaib) sama kaya ‘Bagimu Agamamu, Bagiku
Agamaku’, jadi…ya ‘Duniamu ya Duniamu, Duniaku ya Duniaku’.
Maaf jangan tersinggung yah…” percakapan kami sudah terasa sangat
ringan disini.

“Baiklah kalau begitu. Saya mau pamit... Terima kasih sudah


menanggapi saya dengan baik dan maaf karena sudah ganggu kamu
selama ini. Pesan saya, jangan pernah menyimpang jauh dari jalan
Allah. Insha Allah saya dan qorin kamu akan selalu berusaha ingetin
kamu. Kamu beruntung karena qorin di sekeliling kamu muslim
semua. Assalamu’alaikum…”

Setelah dia ngucapin salam, badan Vero tiba-tiba kaya


gemeter dikit terus matanya merem dan ngebuka sebentar kemudian,
mukanya Vero kaya orang bangun tidur.

“Udah mas ngobrolnya?” tanyanya dengan muka seperti


orang linglung.

67
“Eh, iya udah Ver, ini udah elo kan?. Thanks yak. Lo nekat
juga lagian. Udah gue bilang ngga usah…”

“Gapapa mas, soalnya keliatannya dia baik ngga niat jahat


sebenernya” kata Vero

“Yaudah balik yuk. Gue capek nih, ngantuk…” tutup gue

Selanjutnya gue balik sama Vero. Gue anterin dia dulu ke


kostannya baru gue balik ke rumah. Gue sampe di rumah pas adzan
Subuh, jadi gue sekalian mandi bebek terus ikut ke masjid bareng
bokap gue. Pulang dari masjid gue ngopi sebentar terus sarapan,
setelah itu baru tidur.

Lega banget rasanya karena tender gue semalem sukses, terus


juga urusan sama jin yang ngaku namanya Rimbun itu juga udah –gue
anggap- selesai.

Ya cuma gue anggap..

Gue kira udah selesai. Tapi ternyata masih jauh dari kata
selesai.

Gue mimpi aneh lagi. Settingnya jaman dulu lagi, tapi kali ini
bukan mimpi nikah-nikah gitu. Gue duduk kaya di pendopo gitu
melingkar sama beberapa orang yang udah berumur. Mereka ngobrol
pake bahasa Sunda Kuno yang entah gimana caranya gue bisa ngerti
waktu itu. Gue ngga banyak omong karena gue ngerasa gue yang

68
paling bocah. Sampe akhirnya, ada salah seorang aki-aki yang
ngomong ( gue translate aja langsung dengan Bahasa yang lebih
mudah)

“berdasarkan pertimbangan dan diskusi kita semua selama ini,


Kita sepakati untuk izinkan beliau bergabung. Mudah-mudahan ada
manfaat dan kebaikan yang diberikan Allah lewat beliau. Ayo kita
undang beliau kesini.”

Ngga lama setelah itu dari arah halaman, gue liat Rimbun lagi
jalan ke dalem pendopo dan ikut gabung sama kita. Dia pake baju
kaya kemben gitu dengan ukiran Dayak. Dia muncul dalam mode
cantiknya. Pas naik pendopo dia senyum sama gue. Manis banget.
Ssesaat gue lupa kalo dia bangsa jin.

Rimbun duduk diantara kita semua, terus aki yang tadi


ngomong, kita sebut aja Aki R, bikin semacem penyambutan buat
Rimbun lewat semacam pidato. Setelahnya, kita semua makan. Selesai
makan gue milih keluar pendopo, pamit sama semua, terus gue sempet
denger Aki R, nyuruh Rimbun nyusul gue, tapi dia pesen jangan
berlebihan, harus dalam koridor sebagai umat muslim.

Akhirnya Rimbun nyusul gue. Gue senyumin dia. Dia juga


senyum. What an awkward moment. Sampe akhirnya Rimbun buka
omongan,

69
“Alhamdulillah aku diterima di kalangan keluarga kamu.
Kamu tau? awalnya berat buat diterima disini karena latar belakang
kita yang beda. Aku berusaha yakinin karuhun kamu kalo aku ngga
punya niat jahat sama kamu. Alhamdulillah beliau-beliau bijak.”

“Loh kamu bisa Bahasa Indonesia yang ngga formil?” tanya gue
dalam mimpi karena tiba tiba Rimbun udah aku kamuan.

“Hahaha. Bisa kok.”

“Kenapa tadi di kantor pake bahasa formil?”

“Daripada aku ngomong pake bahasa Kalimantan? Nanti kamu malah


bingung.”

Gue ketawa. Bisa becanda juga ni jin.

“Oke. Terus abis ini apa? Saya bakalan sering liat kamu dari pantulan
kaca gitu kaya kemaren-kemaren?” tanya gue.

“Hahaha. Ngga tau.”

“Eh, gue boleh nanya?”

"Apa?” jawabnya sambil menoleh ke gue.

“Maaf ya jangan tersinggung sebelumnya.”

“Insha Allah” Rimbun mengangguk pelan.

70
“Dari awal kamu nunjukkin diri kamu ke saya, kamu muncul
dengan wujud ini. Untuk saya wujudmu untuk bangsa jin ini cantik.
Apa ini wujud asli kamu?” tanya gue.

Ngga tau kenapa gue nanya pertanyaan bloon kaya gitu. Gue
dulu mikir jin atau setan punya wujud yang nyeremin dan nakut
nakutin manusia.

“Hahahaha. Kayanya kamu udah tau deh jawabannya. Masih


harus gue jawab?” dia balik bertanya

“Kamu pernah bilang kalo pengetahuan saya soal bangsa


kamu masih ngga ada apa-apanya. Kamu pernah suruh saya belajar
sama alim ulama dari golongan saya, manusia. Kenapa ngga kamu
ceritain sedikit aja?” tawar gue.

“Dan jawaban kamu kan kamu ngga mau. Kenapa tiba-tiba


sekarang penasaran?” balasnya.

“Hahaha. Okelah, anggep aja saya sedikit berubah pikiran


sekarang.” Tepis gue meralat ucapan gue sendiri sebelumnya.

Rimbun kedengeran kaya ambil nafas panjang sampe


akhirnya dia jawab,

“Bismillah. Mudah-mudahan aku ngga salah jawab ya. Aku yakin


sebenernya kamu udah tau jawabannya kalo wujudku sekarang ini
bukan wujud asliku. Aku juga yakin kamu udah tau kalo bangsa kami

71
bisa ngerubah wujud menjadi apapun atas kehendak dan seijin Allah”
jelas Rimbun.

“Kamu pasti mau nanya kenapa aku milih wujud ini


sekarang? Terus terang awalnya karena aku liat kamu lemah sama
wanita-wanita cantik, kamu gampang kegoda sama mereka.. jangan
lupa, awalnya aku kira kamu mau menyekutukan Allah dan aku liat
aku punya kesempatan menjerumuskanmu kalo aku ngerubah
wujudku jadi wanita cantik. Paham?”

“Mmm…ngga.” Otak gue ga connect di mimpi itu.

“Yasudah. Nanti mungkin kamu paham. Selanjutnya setelah


aku yakin kamu ngga punya niat menyekutukan Allah dan setelah aku
bilang aku rasain perasaan aneh ke kamu, aku putusin untuk tetep
berwujud gini supaya kamu ngga takut sama aku.”

“Ohh..gitu. Baiklah..Mm…tapi saya boleh minta satu hal?”


pinta gue.

“Apa?”

“Saya mau liat wujud asli kamu boleh?” gue nanya atau
mungkin lebih tepatnya minta hal paling bodoh. Kalo aja waktu bisa
di rewind, gue pasti milih ngga ngomong gitu di mimpi gue. Sumpah.

“Apa? Kamu yakin? Kamu tau kalo manusia itu makhluk


paling sempurna yang Allah ciptain? Dan tubuh ini adalah salah

72
satunya dari golongan sempurna itu” Rimbun menekan intonasi
bicaranya di kalimat ‘makhluk paling sempurna’.

“Iya saya tau. Sebenernya sedikit banyak saya tau wujud


bangsa kamu. Tapi…saya penasaran apa benar seperti yang orang
orang bilang.”

“Aku takut kamu ngga kuat… karena aku dari golongan jin
merah” Rimbun keliatan ragu-ragu ngewujudin permintaan tolol gue.

“Insha Allah saya kuat” gue coba meyakinkan Rimbun.

Rimbun sempat menolak permintaan gue ini beberapa kali dan


hendak minta izin ke sesepuh dulu, tapi gue larang. Gue yakinin dia
bahwa gue akan kuat.

Akhirnya dia minta gue mejemin mata sambil ucapin lafadz


basmallah. Gue berharap si Rimbun berubah jadi kaya Jinny oh Jinny.
Tapi ternyata gue salah…

Ketika gue membuka mata gue lagi, wujud yang ada


disamping gue berubah jadi sosok yang.. jauh dari kata normal...
Rimbun tiba-tiba jadi lebih tinggi dari gue dan besar. Gambarannya
hampir kaya sosok Hellboy, seluruh badannya warna merah tua, tapi
struktur wajahnya ngga simetris. Matanya agak miring ke atas, warna
bola matanya bukan putih tapi kuning. Letak mulutnya agak
kesamping dengan bibir yang ngga ketutup rapet jadi keliatan giginya

73
yang kayanya hampir semua taring. Rambutnya jarang dan tipis, antar
helainya bisa terlihat sementara kulit kepalanya juga terlihat, rambut
yang jarang itu juga agak acak-acakan dan ada kaya tanduk kecilnya.
Badannya juga ngga simetris, sisi kirinya kaya agak lebih tinggi dari
sisi kanan tubuhnya. Terus juga dari belakang badannya, ada ekor
yang kaya ekor sapi...

Gue pingsan. Iya, di mimpi gue, gue pingsan. Tapi di real life
gue kebangun dengan kondisi baju basah karena keringetan…

Sejak hari itu, Rimbun sering munculin dirinya di waktu


waktu tertentu. Kadang dalam wujud elok, tapi gak jarang dalam
wujud aslinya. Ketika ia muncul dalam wujud asli jin merah, biasanya
itu pertanda gue akan membuat kesalahan. Itu juga alasan kenapa
Rimbun muncul saat gue hampir tergoda sama Josh untuk tetap di
perusahaan dengan pertemanan dan budaya kerja yang gak sehat itu..

Perjalanan hidup gue berubah sejak ada sosok ini. Pendakian


gue yang biasanya santai dan bener bener bisa gue nikmatin, berubah
jadi teror dan hal hal ganjil lainnya yang tentunya terjadi karena
frekuensi yang dibawa Rimbun mengusik para penghuni gunung yang
coba mengganggu gue.

Kesempatan berikutnya gue akan ceritakan bagaimana dan


apa aja kejadian yang gue alamin selama didampingi sosok ini..

Tamat
74
Hallo mwvers!

Terima kasih sudah mensupport mystic wave dengan mendownload


cerita ini. Apresiasi dari kalian sangat berharga demi terus
berlangsungnya akun membagikan kisah horror, tragedi dan informasi

Nantikan cerita cerita berikutnya dari seluruh narasumber di


Indonesia!

Temukan mystic wave di platform lainnya :


Instagram : @mwv.mystic
Twitter : @mwv_mystic
Youtube : Mwv Mystic Channel
TikTok : @mwv.mystic
Saweria : saweria.co/mwvmystic

DILARANG MENGCOPY, MEMPERJUALBELIKAN, atau MENCETAK EBOOK


INI TANPA SEIZIN PENULIS.

Jika ingin mengangkat cerita ini ke platform lain, harap hubungi


admin untuk syarat dan ketentuannya di mwv.story@gmail.com

75

Anda mungkin juga menyukai