Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
SOP Airway Management : Tanpa alat
Definisi Maneuver head tilt-chin lift adalah salah satu maneuver terbaik
untuk mengatasi obstruksi yang disebabkan oleh lidah karena
dapat membuka jalan napas secara maksimal. Teknik ini
mungkin akan memanipulasi gerakan leher sehingga tidak
disarankan pada penderita dengan kecurigaan patah tulang leher.
Tujuan 1) Membuka jalan napas secara optimal
2) Mengatasi obstruksi yang disebabkan oleh lidah
Indikasi 1) Pada penderita bukan dengan kecurigaan patah tulang
leher
2) Pada penderita tanpa cidera kepala
3) Pada penderita tanpa cidera tulang belakang
4) Pada jalan napas yang tertutup oleh lidah pasien
Persiapan alat Handscoon
Persiapan pasien Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien dan keluarga
mengenai prosedur yang akan dilakukan
Pelaksanaan 1) Memakai handscoon
2) Memposisikan pasien terlentang
3) Memeriksa apakah pasien mengalami fraktur servikalis
dengan indicator : adanya cedera kepala, keluar darah
dari telinga dan hidung, mata lebam, dan atau cedera
tulang klavikula
4) Meletakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari
tangan (jari telunjuk dan bawah) dibawah daerah tulang
pada bagian tengah rahang bawah pasien (dagu)
5) Menengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi
pasien
6) Menggunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan
menyokonmg rahang bagian bawah. Jangan menekan
jaringan lunak dibawah rahang karena dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas
7) Mengusahakan mulut agar tidak menutup. Gunakan ibu
jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien
tertarik kebelakang
8) Lihat mulut pasien apakah ada benda asing yang
menyumnbat jalan napas. Bila ada lakukan tindakan
finger swab
Evaluasi 1) Kaji respon pasien
2) Kaji pola napas pasien, apakah ada sumbatan lagi
Masalah Keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2) Gangguan menelan
Jaw Thrust
Evidence based :
Judul : The Effect of Chin Lift, Jaw Thrust, and Continuous Positive Airway Pressure on the Size
of the Glottic Opening and on Stridor Score in Anesthetized, Spontaneously Breathing Children
Penulis : Meier, S., Geiduschek, J., Paganoni, R., Fuehrmeyer, F., & Reber, A.
Tahun : 2002
Berdasarkan penelitian tentang Pengaruh Chin Lift, Jaw Thrust, dan Continuous Positive
Airway Pressure Terhadap Ukuran Pembukaan Glottis dan Skor Stridor pada Anak yang
Dianestesi, Bernapas Spontan yang dilakukan kepada 40 anak berusia 2-9 tahun, didapatkan hasil
bahwa Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa luas daerah pembukaan glottic meningkat
secara signifikan dengan airway manual baik dengan chin lift atau jaw thrust dengan atau tanpa
CPAP (continuous positive airway) pressur dibandingkan dengan jalan napas yang tidak
didukung dalam anestesi spontan bernapas anak-anak.
SOP Airway Management dengan alat : OPA (Oropharyngeal Airway)
Definisi Oropharyngeal Airway (OPA) adalah suatu alat biasanya terbuat dari
plastik yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam rongga faring posterior
di sepanjang lidah. Oropharyngeal airway berbentuk curved yang berfungsi
untuk mencegah lidah jatuh ke belakang yang dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan napas karena penurunan reflex gag dan tonus otot
submandibular sehingga alat ini direkomendasikan untuk pasien tidak sadar
agar mencegah risiko aspirasi.
Tujuan 1. Membebaskan jalan napas
2. Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
3. Memudahkan pengisapan lendir
Indikasi 1. Digunakan pada pasien tidak sadar
2. Mencegah gigitan pasien yang dilakukan pemasangan intubasi
3. Dapat juga digunakan pada pasien yang mendapatkan oksigenasi
melalu bag mask untuk memudahkan ventilasi dan mencegah
insulasi gastric
4. Pembukaan jalan napas manual yang tidak berhasil
5. Pada pasien dengan pemasangan endotracheal
Kontraindikasi 1. Pada pasien sadar atau semi sadar (dapat merangsang reflex gag
dan otot disekitar jalan napas yang menyebabkan muntah)
2. Bila salah melakukan penempatan dapat mendorong lidah jatuh ke
belakang (faring) dan menyumbat jalan napas
3. Kegagalan dalam membersihkan sumbatan benda asing pada
orofaring akan menyebabkan aspirasi
4. Untuk menghindari muntah dan aspirasi segera lepaskan
orofaringeal bila pasien sudah sadar dan reflex muntah sudah
kembali
Komplikasi 1. Trauma pada bibir, lidah, gigi, dan mukosa mulut
2. Muntah dan aspirasi
3. Sumbatan jalan napas total
Hal-hal yang perlu 1. Oropharyngeal airway (OPA) sebaiknya tidak dilakukan pada
diperhatikan korban yang terstimulus oleh reflex muntah, karena dapat beresiko
aspirasi
2. Oropharyngeal airway (OPA) memiliki ukuran yang bervariasi,
olehnya sebelum memasang OPA dilakukan pengukuran terlebih
dahulu dengan cara mengukur dari ujung mulut hingga daun
telinga. Ukuran yang terlalu kecil dapat mengakibatkan lidah
terdorong ke orofaring sedangkan ukuran yang terlalu besar dapat
menyumbat trakea
3. Lakukan pemasangan dengan cara memutar 180 derajat. Akan
tetapi, teknik ini tidak dilakukan pada infant karena dapat melukai
jaringan lunak di orofaring sehingga solusinya adalah
menggunakan tongue spatel untuk menekan lidah infant sebelum
memasang OPA
4. Lepas OPA segera bila pasien memiliki reflex muntah yang adekuat
untuk mencegah muntah
Masalah 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
keperawatan 2. Gangguan menelan
3. Risiko infeksi
Pengkajian 1. Kaji tingkat kesadaran pasien
2. Telah dilakukan pembebasan jalan napas manual tapi tidak berhasil
3. Kaji suara napas gargling (obstruksi oleh lidah yang jatuh)
4. Pastikan tidak ada sumbatan jalan napas oleh benda lainnya di
oropharing pasien
Persiapan alat 1. Suction oropharing
2. Oropharyngeal airway (OPA) sesuai ukuran :
- Prematur neonatus : 000
- Bayi baru lahir : 00
- Bayi : 0
- 1-3 tahun : 1
- 8-9 tahun, anak besar, dewasa kecil : 3
- Dewasa sedang : 4
- Dewasa besar : 5, 6
3. Sarung tangan
4. Gunting dan plester
5. Bengkok
6. Tongue spatel
7. Kassa steril
8. Suction
9. Selang penghisap
Persiapan pasien 1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada
keluarga
2. Menjelaskan prosedur pemasangan
3. Menyiapkan pasien dalam posisi supine
Persiapan 1. Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif
lingkungan 2. Pasang sampiran
Pelaksanaan 1. Cuci tangan lalu memakai sarung tangan
2. Buka mulut pasien lalu tahan dengan tongue spatel
3. Bersihkan mulut pasien dengan kassa steril menggunakan ujung
penyedot faring yang kaku bila memungkikan
4. Pilih ukuran airway yang sesuai. Ukur dengan cara menempatkan
OPA disudut mulut dan ujung yang lain di sudut rahang bawah.
Bila OPA diukur dengan tepat maka OPA akan tepat sejajar dengan
pangkal glotis
5. Masukan oropharing tube dengan salah satu cara, yaitu :
- Balik oropharing tube sehingga atasnya menghadap ke muka
atau ke palatum. Setelah masuk dinding posterior pharing, putar
oropharingeal tube 180 derajat sampai posisi ujung mengarah
ke oropharing
- Gunakan penekan lidah, gerakkan lidah keluar untuk
menghindari terdorong ke belakang masuk ke faring posterior.
Masukkan oropharing tube oral ke dalam posisi yang
seharusnya dengan bagian atas masuk ke bawah dan tidak perlu
diputar
6. Jika reflex cegukan pasien terangsang, cabut jalan napas dan
dengan segera dan masukkan kembali
7. Lakukan fksasi di pangkal oropharing tube dengan plester tanpa
menutup lubang oropharing tube
8. Berikan posisi nyaman
9. Rapikan pasien dan alat
10. Lepaskan handscoon
11. Cuci tangan
12. Dokumentasi tindakan
Evaluasi 1. KU pasien
2. Tindakan dan hasil setelah dilakukan
3. TTV
4. Pola napas
5. Melakukan oral hygiene
6. Instruksikan kepada keluarga untuk segera melapor pada perawat
jika pasien merasa tidak nyaman atau adanya sumbatan
Dokumentasi 1. Ukuran OPA yang digunakan
2. Waktu dilakukan tindakan dan respon pasien
3. Setiap perubahan dalam status pasien atau setiap komplikasi
4. Kecepatan dan sifat pernapasan pasien
Evidence based Judul : Which is more effective for ventilation in the prehospital setting
during cardiopulmonary resuscitation, the laryngeal mask airway or the
bag-valve-mask? – A review of the literature
Penulis: Emma Flavell BN, RN Dr Malcolm J Boyle ADipBus,
ADipHSc(Amb Off), MICA Cert, BInfoTech, MClinEpi, PhD
Tahun : 2010
Definisi
Nasopharyngeal airway (NPA) adalah salah satu airway adjuncts yang dapat dipakai pada
mereka yang berisiko obstruksi pada jalan nafas namun tidak dapat memakai OPA. Menurut
Neumar, et al. (2010), NPA ditoleransi lebihbaik pada mereka yang kesadarannya tidak turun
terlalu dalam.
Tujuan
Indikasi
Kontraindikasi
1. FBC
2. Fraktur wajah
3. Fraktur tulang dasar tengkorak
1. Perhatikan untuk menggunakan chin lift atau jaw thrust teknik untuk membuka anteriol
mandibular pasien. Segera setelah memasukan, mengkaji respirasi pasien. Jika ada yang
kurang atau tidak cukup adekuat, inisial artifisial posisi tekan ventilasi dengan
menggunakan teknik mouth to mask, handheld resuscitation bag, atau oxygen powered
breating device.
2. Jika pasien batuk atau gags, pipa akan butuh sangat panjang, jika pergantian jalan udara
dan masukan bagian yang lebih pendek
Masalah keperawatan yang terkait
KOMPONEN
PENGKAJIAN
1. Kaji adanya obstruksi jalan nafas bagian atas oleh lidah atau jaringan lunak (epiglottis)
pada pasien yang sadar atau tidak sadar dengan refleks batuk yang baik
2. Pemasangan OPA yang sulit dilakukan atau tidak mungkin dilakukan karena trauma
massive sekitar mulut (mandibulomaksilaris), operasi daerah mulut, trauma pada wajah,
gigi yang terlepas
3. Kaji pasien dengan edema nasopharyngeal ata sekresi nasal yang berlebihan pada anak-
anak
4. Tidak dilakukan bila pasien mendapatkan terapi antikoagulan atau gangguan perdarahan,
sepsis atau deformitas nasopharyngeal patologik.
PERENCANAAN
PERSIAPAN ALAT
1. NPA sesuai ukuran pasien : sesuai dengan ukran diameter hidung pasien, diukur dari
cuping hidung ke telinga bawah. Ukuran yang direkomendasikan adalah dewasa : 8-9 mm ,
Remaja : 7-8 mm, anak : 6-7 mm
PERSIAPAN PASIEN
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Berikan pasien posisi supine atau fowler
3. Pilih lubang hidung yang lebih besar dan mudah terbuka, kaji lubang hidung teradap
trauma, benda asing, deviasi septum, atau polip
4. Laukan suction jika diperlukan
IMPLEMENTASI
1. Gunakan sarung tangan
2. Ambil NPA sesuai ukuran dan lumasi dengan xylokain
3. Utamakan pemasangan pada lubang hidung sebelah kanan (pemilihan lubang hidung
sebelah kiri bisa tetapi bevel tidak dapat menghadap ke septum hidung kecuali ujung
dipotong pada sudut yang berlawanan
4. Masukkan melalui dasar hidung dimana bevel menghadap septum nasal. Masukkan terus
kebelakang terus sambil dirotasi sedikit miring kearah telinga sampai seluruh bagian NPA
masuk lubang hidung
5. Jika ada tahanan, sedikit dirotasi tube NPA dapat membantu memasukkan alat mencapai
hypopharing.
6. KAji kembali kepatenan jalan nafas
EVALUASI
1. Observasi adanya epistaksis, aspirasi dan hypoksia akibat aspirasi atau kesalahan
pemasangan
2. Jika pasien batuk , tube mungkin terlalu panjang, maka NPA diangkat dan diganti yang
lebih pendek
DOKUMENTASI
1. Waktu pelaksanaan pemasangan NPA
2. Respon pasien
3. Catat ukuran NPA yang digunakan
4. Nama perawat yang melaksanakan
EVIDENCE BASE
Nasoparyngeal airway (NPA) adalah salah satu airway adjuncts yang dapat dipakai pada
Mereka yang beresiko obstruksi pada jalan nafas namun tidak dapat memakai OPA. Menurut
Neumar at al. (2010) NPA ditoleransi lebih baik pada mereka yang kesadarannya tidak turun
terlalu dalam. Walaupun perdarahan dapat muncul sampai 30% pada pasien dengan NPA,
metode ini tetap menjadi pilihan utama ketika ada hambatan yang nyata untuk memakai OPA.
Hambatan ini misalnya adanya trauma masif di sekitar mandibula dan maksila.
Pada pasien dengan trauma maksilofasial berat penggunaan NPA (dan juga OPA) harus
hati-hati khusus pada kasus NPA pernah ditemukan adanya NPA intrakranial pada pasien yang
menderita fraktur basis cranii. Metode NPA ini juga tidak membantu menyingkirkan lidah yang
jatuh ke hipofaring. Bila tujuannya untuk mempertahankan posisi lidah, maka OPA lebih baik
melakukannya
Nasopharyngeal Airway tersedia dalam berbagai. Ukuran umumnya terbuat dari karet
lunak dengan sayap kecil yang pada penempatannya nanti akan menempel pada lubang hidung.
Pemilihan ukuran cukup mudah yaitu membandingkan diameter NPA dengan diameter lubang
hidung yang lain.
Berikut ini adalah cara memasang NPA seperti yang ditulis American college of surgeons
committee on trauma (2008) Pertama inspeksi lubang hidun, perhatikan Apakah ada
penyumbatan seperti polip, fraktur atau perdarahan. Kedua pilih NPA dengan ukuran yang
sesuai. Ketiga lumasi dengan pelumas larut air. Berikutnya masukkan ujung NPA ke dalam ke
dalam lubang hidung, Arahkan ke posterior masuk ke telinga Masukkan NPA dengan gerakan
halus dan sedikit memutar sampai sayap penahan berhenti di ujung hidung. Terakhir lanjutkan
ventilasi pasien dengan bag-mash ventilator
SOP PEMASANGAN LARINGEAL MASK AIRWAY (LMA)
4. Kontraindikasi
a. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung
b. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis
rematoid yang berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA
lebih jauh ke hipofaring sulit.
c. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar.
d. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya.
e. Kelainan pada orofaring (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan).
f. Pasien dengan patologi laring (abses),
g. Faringeal obstruksi,
b. LMA flexible
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat
gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan
posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask.
Insersi fLMA dapat lebih sulit daricLMA karena flexibilitas airway tube. Mask dapat
ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang.
Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk
digunakan 40 kali.
c. LMA proseal
LMA proseal dengan akses lambung dapat medekomprasi lambung seketika LMA
dipasang. LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan lebih
cocok untuk ventilasi tekanan positif. Direkomendasikan untuk 40 kali pemakaian.
d. LMA fast track
LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung (diameter
internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan
suatu batang pengangkat epiglottis. Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach.
Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal.
e. LMA Unique
LMA Unique adalah alat jalan nafas yang baik dengan sekali pemakaian dan
digunakan untuk indikasi yang sama seperti LMA klasik. LMA Unique juga dapat
digunakan untuk berbagai macam aplikasi rutin mulai dari anestesi umum,
penggunaan darurat atau sebagai suatu alat resusitasi. LMA Unique sekali pakai
terbuat dari bahan bening berkelas medis polyvinyl chloride. tabung saluran udara
pada LMA Unique lebih kaku dan cuff lebih tebal. Hal ini disediakan dalam keadaan
steril dan untuk penggunaan satu kali pakai saja. Berikut merupakan gambar LMA
Unique.
Peralatan
1 Handscoon
5 Bag-valve mask
6 Sumber oksigen
Prosedur Tindakan
No Persiapan Pasien
1. Identifikasi pasien
2. Jika diperlukan berikan sedasi, LMA diberikan pada pasien dalam kondisi pemberian
sodasi atau kondisi tidak sadar
3. Pastikan pasien dalam kondisi kepala ekstensi dan leher fleksi kecuali pada pasien trauma
leher dan spinal
Persiapan Lingkungan
No Tindakan Rasional
4. Oleskan cairan lubrikan pada sisi belakang Tidak dianjurkan pemberian jelly lubrikan
LMA sebelum dipasang. Hal ini untuk pada sissi depan karena akan dapat
menjaga agar ujung cuff/balon tidak mengakibatkan sumbatan atau aspirasi.
menekuk pada saat kontak dengan
palatum.
5. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam
keadaan “air sniffing” dengan cara menekan
kepala dari belakang dengan menggunakan
tangan yang tidak dominan. Buka mulut
dengan cara menekan mandibula kebawah
atau dengan jari ketiga tangan yang dominan.
Agar tindakan dapat dilakukan dengan
berjalan lancar, tidak terjadi kesalahm dan
sesuai dengan prosedur
6. LMA dipegang dengan ibu jari dan Agar memudahkan proses pemasangan
jari telunjuk pada perbatasan antara dan tidak menghalangi pemasangan
pipa dan cuff. yang akan dipakukan
7. Masukkan LMA tube dengan kuff menghadap Agar pemasangan dapat tepat sampai di
dinding posterior laring hipofaring
8. Gunakan ujung jari untuk mendorong LMA Agar pemasangan dapat tepat sampai di
tube dorong kebelakang mengikuti kurva hipofaring dan pasien tidak merasakan
anatomi sampai pada hipofaring nyeri/rasa sakit ketika sampai di hipofaring
9. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang Agar LMA tetap di posisinya.
tidak dominan. Bila sudah berpengalaman,
hanya dengan jari telunjuk, LMA dapat
langsung menempati posisinya
10.Kembangkan balon dengan isi udara, dan Agar LMA tetap di posisinya
pastikan balon tetap mengembang dan tidak mudah bergerak.
11.Kaji letak pemasangan LMA, LMA terpasang Agar mengetahui adanya tanda-tanda
dengan tepat bila terdapat tanda-tanda : ataupun kesalahan pada saat pemasangan
LMA
1) Tampak pergerakan udara pada airway
tube yang menunjukkan cuff udara yang
mengembang
2) Tampak adanya sedikit pembengkakan
pada daerah cricoids
3) Cuff tidak tampak terlihat di dalam rongga
mulut
4) Terdapat suara napas dan pergerakan
dinding dada yang seimbang
5) Pulseeximetry menunjukkan nilai yang
normal
Ukuran LMA
Ukuran yang tersedian No. 1 yang digunakan pada pasien neonatus sampai ukuran paling
besar yaitu 5 yang digunakan pada dewasa besar.
Berdasarkan jenis kelamin sebagai patokan ukuran pada penderita dewasa yaitu nomer 3
untuk wanita dan nomer 4 untuk pria.
Yang perlu menjadi perhatian adalah setelah melakukan pemasangan LMA,
pengembangan kaf tidak boleh melebihi volume maksimal yang telah ditentukan dari
setiap ukuran (Tabel 2).
Evidance Based
LMA merupakan alat jalan nafas yang baik pada banyak keadaan, termasuk dikamar
operasi, ruang gawat darurat, dan perawatan diluar rumah sakit, karena alat mudah digunakan
dan cepat ditempatkan, bahkan untuk petugas yang tidak berpengalaman. Angka kesuksesan
hampir mencapai 100% di kamar operasi, walaupun alat ini mungkin rendah fungsinya di situasi
emergensi. Alat tersebut menghasilkan distensi gaster yang rendah dibandingkan dengan bag-
valve-mask ventilation, dimana mengurangi namun tidak menghilangkan resiko aspirasi. Ini
mungkin hal yang paling berhubungan pada pasien yang tidak dipuasakan sebelum dilakukan
ventilasi. LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk kepentingan medis, terdiri dari
masker yang berbentuk sendok yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat
dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30°. LMA dapat dipakai berulang kali dan
dapat disterilkan dengan autoclave, namun demikian juga tersedia LMA yang disposable
(Gomillion, 2008).
Suatu penelitian merekomendasikan cara pemasangan LMA jenis klasik dengan teknik
standar.6 Teknik standar pemasangan LMA jenis klasik adalah dengan cara mengempiskan balon
LMA, menekan ujung LMA ke permukaan palatum durum, dan dengan bantuan telunjuk
menekan bagian LMA ke arah dinding faring posteriorsampaipenempatandipastikantepat, lalu
balon LMA dikembangkan. Konfirmasi ketepatan penempatan LMA dinilai dari bocor atau
tidaknya udara di sekitar balon, gerakan dinding dada, dan tidak ada tahanan pada saat inspirasi
serta ekspirasi.
Modifikasi teknik insersi LMA dilakukan untuk mempermudah pemasangan LMA serta
mengurangi morbiditas akibat komplikasi pemasangan LMA. Modifikasi telah dilakukan
terhadap teknik induksi anestesia, relaksasi otot, maupun teknik pemasangan LMA. Teknik
pemasangan LMA dengan balon dikembangkan sebagian merupakan salah satu modifikasi
pemasangan LMA jenis klasik yang dilakukan dengan mengisi setengah volume dari balon LMA
pada saat awal pemasangan LMA.
Dalam penelitian ini dilakukan pemasangan LMA jenis klasik pada 70 pasien dewasa
yang menjalani operasi terencana/elektif dengan anestesia umum, dibagi menjadi dua kelompok
perlakuan. Pada 35 pasien dalam kelompok perlakuan yang dilakukan pemasangan LMA jenis
klasik dengan teknik balon dikempiskan diperoleh keberhasilan sebesar 27 dari 35. Dalam
kelompok ini, pemasangan LMA jenis klasik pada usaha pertama terhadap 27 pasien berhasil
dilakukan. Kegagalan yang terjadi pada kedelapan orang pasien pada kelompok ini adalah akibat
ujung sungkup LMA jenis klasik terlipat di dalam hipofaring dan menyebabkan obstruksi. Pada
35 pasien dalam kelompok perlakuan yang mendapat pemasangan LMA jenis klasik dengan
menggunakan teknik balon dikembangkan sebagian, didapatkan angka keberhasilan sebesar 33
dari 35 dengan 2 pasien yang gagal pada usaha pertama pemasangan. Kegagalan yang terjadi
diakibatkan LMA jenis klasik tidak berada pada tempat yang sesuai di hipofaring dan terjadi
kebocoran udara di sekitar LMA jenis klasik, dibuktikan dengan suara tambahan pada saat
konfirmasi setelah LMA jenis klasik dipasang. Angka keberhasilan pemasangan LMA jenis
klasik dengan menggunakan teknik balon LMA dikembangkan sebagian lebih tinggi daripada
teknik balon dikempiskan.
ETT (ENDOTRAKEAL TUBE)
1. Definisi
2. Tujuan
5. Mencegah masuknya makanan, asam lambung, air liur, dan benda asing
lainnya ke dalam paru-paru ketika pasien tidak sadar.
6. Memberikan bantuan pernapasan pada pasien yang menjalani operasi
dengan anestesi (bius) umum.
3. Indikasi
4. Kontraindikasi
3. Trauma laring
5. Stethoscope
8. Korentang steril
10. OPA
11. Spuit 10 cc
endotrakeal
E. Dokumentasi
Sebagai bukti dan menjadi tolak
1. Waktu pelaksanaan tindaka
ukur pada pengkajian yang akan
2. Catat no ETT yang digunakan, batas
dilakukan selanjutnya
ETT (kedalaman)
3. Respon pasien terhadap tindakan
4. Nama perawat yang
melaksanakan tindakan
EVIDENCE BASED PRACTICE
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi Craniotomi dengan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Intensif Care Unit (ICU)
Penulis : Sulasmi, Isma Yuniar
Tahun 2019
Tahun 2020
Pasien TB Paru di Ruang Paru RSUD. Jendral Ahmad Yani Metro mengalami
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Hal ini ditandai dengan adanya
sputum berlebih, bunyi mengi (whezzing), dan dyspnea. Maka, diberikanlah intervensi
manajemen jalan napas terapeutik yakni mempertahankan kepatenan jalan napas dengan
teknik head-tilt dan chin lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal) dan intervensi lainnya.
Setelah dilakukan tindakan, masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dengan
hasil dyspnea menurun dan bunyi nafas tambahan menurun.
Masalah Keperawatan yang Berhubungan dengan Airway Management
4. NPA https://youtu.be/gVgAlWRCZBs
5. LMA https://youtu.be/-oXa-f5qkGY
6. ETT https://www.youtube.com/watch?v=zrXbtmMhEH8
DAFTAR PUSTAKA
Kartikawati, Dewi. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Malang:
Salemba Medika
Meier, S., Geiduschek, J., Paganoni, R., Fuehrmeyer, F., & Reber, A. (2002). The Effect of Chin
Lift, Jaw Thrust, and Continuous Positive Airway Pressure on the Size of the
Glottic Opening and on Stridor Score in Anesthetized, Spontaneously Breathing
Children. Anesthesia & Analgesia, 94(3), 494–499. doi:10.1097/00000539-
200203000-00004
Erita, Mahendra, D., & Batu, A. (2018). BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT LANJUTAN 1. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.
Flavell, E., & Boyle, M. J. (2010). Which is more effective for ventilation in the prehospital
setting during cardiopulmonary resuscitation, the laryngeal mask airway or the
bag-valve-mask? - A review of the literature. Journal of Emergency Primary
Health Care (JEPHC), 8(3), 1-10.
Rini, I. S., Suharsono, T., Ulya, I., Suryanto, Kartikawati, D., & Fathoni, M. (2019).
PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD). Malang: UB Press.
Afdal, K.D., Rianti, R.K. 2020. Prevalensi Nyeri Tenggorokan Pascaoperasi dengan
Pemberian Lubrikasi VCO pada Pemasangan LMA. Jurnal Ilmu Kesehatan
Indonesia, 1(2). Hal 199-206.
Dwi, A.S., Emanuel, I.L., Agus, B.S. 2020. Efektifitas Bilateral Packing pada
Pemasangan LMA Klasik pada Pasien dengan General Anesthesiainhalasi.
Jurnal Kesehatan Primer, 21(4). Hal 26-34.
Erita, Donni Mahendra, and Adventus M. Batu. 2018. Buku Petunjuk Praktikum
Keperawatan Gawat Darurat Lanjutan 1. Jakarta.
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S. M. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana Sheehy (1st ed.). Jakarta: Elsevier.
Morgan, Dkk. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat. Salemba Medika: Jakarta.
O'neal, J. V., & Farosyah, A. P. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy
Rifai, A., & Sugiyarto, S. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode
Simulasi Pertolongan Pertama (Management Airway) Pada Penyintas
Dengan Masalah Sumbatan Jalan Nafas pada Masyarakat Awam di
Kec.Sawit Kab. Boyolali. (Jkg) Jurnal Keperawatan Global, 4(2), 74–120.
https://doi.org/10.37341/jkg.v4i2.76
Rini, I. S., Suharsono, T., Ulya, I., Suryanto, N., D. K., & Fathoni, M. (2019).
Harahap, Y. S., Tavianto, D., & Surahman, E. (2016). Perbandingan Angka Keberhasilan
Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) Jenis Klasik pada Usaha Pertama
antara Teknik Balon Dikempiskan dan Dikembangkan Sebagian pada Pasien
Dewasa. Jurnal Anestesi Perioperatif.
Ns.Erita, S.Kep.,M.kep Ns., Donni Mahendra,s.kep, Adventus MRL.Batu,SKM.,M.kes. BUKU
PETUNJUK PRAKTIKUM KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
LANJUTAN 1. PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA. JAKARTA.
2018. BPP.UKI :ES-036-KGDMB-PK-IV-2018
Rini, I. S., Suharsono, T., Ulya, I., Suryanto, Kartikawati, D., & Fathoni, M. (2019).
PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD). Malang, Indonesia:
UB Press.
Sunaryo Basuki, W., Suryono, B., & Chasnak Saleh, S. (2015). Penatalaksanaan
Perioperatif Cedera Kepala Traumatik Berat dengan Tanda Cushing.
Jurnal Neuroanestesi Indonesia, 4(1), 34–42.
https://doi.org/10.24244/jni.vol4i1.107
Setiawaty, I.A. 2012. Laryngeal Mask Airway (LMA). Bagian Anestesi Universitas
Hasanuddin.