SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana
dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
140708022
MEDAN
2018
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
memperoleh gelar Sarjana Sastra di Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini
menerima bantuan baik moril, materi, dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu
pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih, penghargaan
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
4. Bapak dan Ibu dosen pengajar Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-
tentang sastra, budaya, dan bahasa Jepang, serta kepada staf pegawai
Sastra Jepang.
5. Dosen Penguji Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah
berikan untuk penulis tidak dapat penulis balas sampai kapan pun. Dan
Hati Indonesia Jemaat “Filipi” terkhusus kepada Bapak dan Ibu Gembala
yang telah menjadi teman yang sempurna bagi penulis, juga untuk
ii
terkhusus kepada kak Iis, kak Cici, kak Maya, bang Agung, bang Mitra
12. Serta kepada adik-adik junior Sastra Jepang, terkhusus kepada Yaser,
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
kekurangan dan kesalahan baik dalam analisis maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan skripsi ini agar menjadi skripsi yang lebih sempurna lagi
kedepannya. Akhir kata penulis berharap skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi
penulis sendiri dan bagi pembelajaran Bahasa dan Sastra Jepang. Semoga Tuhan
Penulis
NIM. 140708022
iii
iv
CHANOYU................................................................................... 38
ABSTRAK
vi
PENDAHULUAN
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
(https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).
kebudayaan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah seluruh cara
kebudayaan ialah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Sedangkan dalam arti
sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan
seni. Oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala
budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau bersifat semiotik.
Jepang merupakan negara maju yang memiliki budaya yang tumbuh dan
budaya asing dan menciptakannya kembali menjadi budaya Jepang itu sendiri.
Dengan melihat hal tersebut, maka tidak heran jikalau bangsa Jepang terkenal
mereka jauh lebih bagus dan berkualitas sehingga menjadi bagian dari mereka.
dilakukan oleh Jepang dapat dilihat dalam banyak hal, terutama dalam hal
kebudayaan dan agama. Salah satu budaya dari hasil tiruan mereka yang hingga
kini masih dipegang teguh oleh masyarakat Jepang adalah upacara minum teh,
chanoyu.
Chanoyu ditulis dengan kanji茶の湯 dimana Cha berasal dari kanji cha
茶 yang artinya teh, No の sebagai partikel penghubung, dan Yu berasal dari kanji
yu湯 yang artinya air hangat atau air panas. Sehingga dapat disimpulkan Chanoyu
secara harafiah adalah air panas untuk teh. Masyarakat Jepang lebih mengenal
dengan chado (茶道) yang memiliki arti secara harafiah yaitu the way of tea,
sebuah jalan mendapatkan kedamaian dari semangkuk teh. Upacara minum teh
telah menjadi semacam “ritus” dikalangan masyarakat Jepang dan Cina. Bahkan
hingga kini upacara chanoyu di masyarakat Jepang merupakan suatu hal yang
sakral. Upacara chanoyu di Jepang terkenal dengan teknik dan tata caranya yang
Pada zaman Dinasti Song di Cina dalam melakukan upacara minum teh,
teh yang digunakan dihaluskan ke mangkuk dan disajikan dengan cara diseduh
dengan air panas kemudian dikocok dengan bambu sampai buih muncul di
permukaan teh. Pada zaman Dinasti Song, proses mempersiapkan minuman teh
upacara chanoyu yang dilakukan saat ini merupakan gabungan seni menyeduh teh
yang mengikuti penyajian teh dalam upacara minum teh di Cina pada zaman
di dunia. Salah satu jenis teh yang ada adalah teh hijau. Pada zaman Heian (794-
dibudidayakan dan dikonsumsi dalam skala kecil oleh para biksu Buddha sebagai
bagian dari praktik keagamaan mereka, dan bahwa keluarga kekaisaran dan
(http:en.wikipedia.org/wiki/History_of_tea_in_Japan).
jenis teh yang ada. Di Jepang, terdapat bermacam-macam jenis teh hijau, yaitu
teh yang digunakan. Jenis teh yang digunakan dalam upacara chanoyu ini adalah
matcha. Matcha ditulis dengan kanji抹茶 dimana Mat berasal dari kanji matsu 抹
yang artinya menggosok, Cha berasal dari kanji cha茶 yang artinya teh. Sehingga
secara harafiah Matcha adalah teh bubuk. Matcha merupakan teh hijau bubuk
yang berkualitas tinggi, diproses dengan cara disteam, dikeringkan, dan digiling
Matcha merupakan salah satu bahan yang harus ada ketika melaksanakan
kitchen grade. Matcha ceremonial grade berwarna hijau, berkualitas tinggi, dan
digunakan sebagai teh yang wajib ada ketika melaksanakan upacara chanoyu.
medium, dan digunakan untuk perasa minuman, pudding, es krim, kue tradisional
bedanya-matcha-asli-jepang-dengan-buatan-negara-lain)
Pada abad ke-9, Eisai dan Dogen menyebarkan ajaran agama Buddha Zen
di Jepang sambil memperkenalkan budaya pembuatan matcha. Teh dan ajaran zen
menjadi popular sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual Buddha dari
Cina. Dari situlah, matcha mulai dikenal oleh masyarakat Jepang dan mulai
berhubungan erat dengan Buddha Zen. Sedangkan koteks mencakup air, warna
hijau matcha, gerakan saat mengaduk matcha, dan mangkuk teh atau chawan
yang digunakan.
mengantuk sehingga menjadi rileks pada waktu mereka bermeditasi beberapa jam
lamanya, dan menjadi obat untuk menjaga kesehatan para biksu (Nio Joe Lan
dalam Yulianti G., 2010:8). Dewasa ini matcha masih digunakan dalam upacra
melalui upacara chanoyu yang dilakukan sebagai sarana pembelajaran tata krama
dan sopan santun yang ditandai melalui sikap tunduk yang dilakukan oleh penyaji
teh terhadap penikmat teh yang bermakna saling menghormati antara penyaji teh
fungsi dalam upacara chanoyu yang dilakukan oleh penyaji teh dengan penikmat
teh. Dengan demikian penulis tertarik membahas tentang matcha dalam skripsi
ini, sehingga penulis memilih judul skripsi yaitu: “Makna dan Fungsi Matcha (teh
merupakan kebudayaan yang berasal dari Cina. Upacara chanoyu adalah ritual
tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk penikmat teh yang dilakukan
secara khusus. Kebudayaan Jepang banyak mendapat pengaruh dari ajaran agama
hijau bubuk, matcha sambil menyebarkan ajaran zen di Jepang. Teh dan ajaran
zen menjadi popular sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual Buddha dari
Cina. Matcha menjadi bagian dari praktik keagamaan zen dan merupakan barang
penting di kuil-kuil zen. Musō Soseki (1275-1351), menyatakan bahwa teh dan
masyarakat Jepang tetap menerapkan budaya Jepang, seperti tata krama dalam
teks, konteks, dan koteks. Konteks mencakup ideologi dan kebudayaan Jepang
yang berhubungan erat dengan Buddha Zen. Koteks mencakup air, warna hijau
matcha, gerakan mengaduk matcha, dan mangkuk teh atau chawan yang
digunakan.
Dewasa ini, matcha masih digunakan sebagai salah satu jenis teh yang
wajib ada dalam upacara chanoyu. Dikarenakan memiliki banyak manfaat untuk
kesehatan dan pembelajaran tata krama Jepang. Biksu zen menjelaskan bahwa
Secara garis besar, matcha dapat dikatakan sebagai simbol dari tiga aspek
cara berpikir dan cara hidup orang Jepang, yaitu relaksasi, keramah-tamahan, dan
Hal ini dilakukan agar masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat
lebih terfokus dan terarah agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami
fungsi matcha dalam upacara chanoyu. Agar pembahasan ini memiliki tingkat
akurasi analisa dan data yang lengkap, maka pada Bab II akan dijelaskan
mengenai pengertian matcha dan chanoyu, sejarah matcha dan upacara chanoyu
minum teh di Jepang, dan pelanggaran dalam upacara minum teh. Pada Bab III
akan dijelaskan mengenai makna matcha dalam upacara chanoyu, dan fungsi
kepercayaan, kesenian, moral, dan hukum adat istiadat, dan kemampuan yang lain
ke Jepang diperkenalkan dan dibawa oleh Myōan Eisai, pendiri buddhisme zen di
orang pertama yang menulis tentang penggunaan teh untuk keagamaan dari pada
sebelumnya diantaranya skripsi oleh Anna Desy Yulianti G. pada tahun 2010,
ke Jepang sampai menjadi budaya Jepang dan adaptasi budaya upacara minum teh
penelitian penulis hanya menganalisis teh yang digunakan dalam upacara chanoyu
Selain itu, perbedaan juga terlihat pada objek penelitian, pada skripsi Yulianti
Tradition yang disusun oleh Morgan Pitelka dan diterbitkan oleh Fushin‟an
Foundation pada tahun 2002. Buku ini digunakan penulis untuk menjelaskan
tentang sejarah upacara chanoyu, dan sejarah teh di Jepang. Kemudian buku lain
yang dijadikan acuan adalah buku yang berjudul The Tea Ceremony Sen‟ō
Tanaka yang disusun oleh Edwin O. Reischauer dan diterbitkan oleh Kodansha
Internasional pada tahun 1998, dan buku yang berjudul The History in Cup of Tea
yang disusun oleh Ratna Somantri dan diterbitkan oleh Transmedia pada tahun
landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah
masyarakat diperlukan suatu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek
dan fungsional untuk meneliti tentang makna dan fungsi matcha dalam upacara
sastra.um.ac.id/wp.../01/055-Ery-Iswary-UnHas-Analisis-Semiotik-Kultural-.-.-
..pdf, semiotik kultural adalah kajian semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah tritologi tanda Peirce yaitu ikon,
indeks, dan simbol. Ikon merupakan tanda yang dapat menggambarkan ciri utama
Indeks adalah tanda yang hadir secara asosiatif akibat terjadinya hubungan ciri
acuan yang sifatnya tetap (hubungan kausal). Adapun simbol adalah sesuatu yang
(konvensi). (sastra.um.ac.id/wp.../01/055-Ery-Iswary-UnHas-Analisis-Semiotik-
Kultural-.-.-..pdf).
signifying order dapat dibedakan empat faktor yang perlu diperhatikan dan
10
kultural, historis).
suatu tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu melalui tritologi
tanda Peirce yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dalam hal ini untuk melihat
order, yang mana terdapat adanya tanda (simbol yang dijadikan makna melalui air
yang digunakan, warna hijau matcha), sistem tanda (bahasa formal yang
kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan
yang bersangkutan. Fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk
memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat.
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/43079).
kepercayaan dan sikap yang tumbuh dan berkembang merupakan bagian dari
11
yang telah berkembang di masyarakat Jepang yaitu ditandai adanya sikap sopan
berikut:
12
3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan
lebih jauh.
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melaui data atau sampel yang
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Menurut Retno dalam Yulianti (2010:11),
Selain itu, metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini untuk
13
majalah, artikel, serta skripsi yang berhubungan dengan masalah penelitian, dan
upacara chanoyu, matcha, dan zen Jepang untuk melengkapi data-data dalam
14
UPACARA CHANOYU
Menurut buku Green Tea Matcha and More yang ditulis oleh Kate
Gilbert Udall, teh hijau adalah teh yang terbuat dari daun tanaman teh (Camellia
Sinensis). Teh hijau berasal dari Cina dan Jepang, teh hijau juga merupakan
Asia Tenggara, dan semakin dikenal juga di negara Barat yang dulunya merupan
Teh hijau telah menjadi bahan baku ekstrak yang digunakan dalam
kecantikan. Dianggap sebagi teh yang berkualitas tinggi, karena dipetik dari
Teh hijau yang berasal dari Cina dan Jepang berbeda dalam proses
pengolahannya, teh hijau yang berasal dari Jepang yang diolah dengan cara
steam oleh karena itu warna hijau teh dapat dipertahankan, sedangkan teh hijau
yang berasal dari Cina diolah dengan cara roast dan memilki warna yang agak
hitam. Tidak seperti teh lainnya, teh hijau (matcha) ini tidak difermentasi atau
teroksidasi.
15
抹 yang artinya menggosok, Cha berasal dari kanji cha 茶 yang artinya teh.
dengan cara di-steam, dikeringkan dan digiling menjadi teh hijau yang berbentuk
bubuk. Secara keseluruhan bagian dari daun teh hiaju tersebut ikut terproses
dengan cara digiling kemudian menjadi bubuk teh hijau. Oleh karena itu,
kualitas teh hijau matcha lebih tinggi dan juga mengandung lebih banyak nutrisi
tumbuh di tempat teuh untuk menghindari sinar matahari langsung yang akan
asam amino tertentu, membuat rasa teh menjadi manis. Selain itu matcha, juga
diekstrak dengan air dan memiliki warna hijau terang. Sedangkan tanaman teh
hijau lainnya tumbuh dnegan sinar matahari langsung dan berwarna hijau tua.
kuat dalam teh hijau) di dalam matcha terkandung hingga 137 kali lebih kuat
(https://library.binus.ac.id/eColls/e/Thesisdoc/Bab2/2013-2-02064-
DS%20Bab2002.pdf).
Teh hijau matcha mengandung antioksidan 10 kali lebih tinggi dari teh
hijau lainnya, pada basis per gram matcha mengandung antioksidan yang sangat
16
Tufts University menggunakan metode tes ini untuk menilai potensi antioksidan
dari makanan dan minuman. Semakin tinggi angkanya, semakin tinggi manfaat
unit. Matcha jelas lebih menonjol sebagai satu-satunya superfood terbaik yang
juga menang dengan konsentrasi asam amino, vitamin, mineral dan serat yang
tinggi. (http://www.teausa.com/14655/tea-fact-sheet).
minum teh Jepang. Upacara minum teh dikenal dengan the way of tea, atau
chanoyu merupakan cara tradisional untuk penyajian matcha, teh hijau bubuk
Jepang. (https://library.binus.ac.id/eColls/e/Thesisdoc/Bab2/2013-2-02064-
DS%20Bab2002.pdf).
Chanoyu ditulis dengan kanji茶の湯 dimana Cha berasal dari kanji cha
kanji yu湯 yang artinya air hangat atau air panas. Sehingga dapat disimpulkan
Chanoyu mempunyai nama lain chado (茶道) yang berarti the way of tea,
17
meupakan dasar gaya hidup. Chanoyu merupakan upacara minum teh tradisional
kemudian berkembang lebih luas menjadi upacara minum teh dalam tradisi
Jepang yang menjadi sebuah ritual yang umum dilakukan dikalangan bangsawan
dan samurai di Jepang karena teh masih dianggap sebagai barang mewah dan
hanya dikonsumsi sebagai minuman kesehatan untuk kalangan atas. Namun saat
chanoyu hingga saat ini masih menjadi tradisi, meskipun telah berkembang pula
kebiasan minum teh yang lebih modern dalam masyarakat Jepang. Istilah
chanoyu mulai digunakan pada abad ke-16 untuk menggambarkan kegiatan tuan
rumah yang menyajikan teh kepada para tamunya dalam sebuah pertemuan teh.
atau-chanoyu)
digunakan. Jenis teh yang digunakan dalam upacara chanoyu ini adalah teh hijau
bubuk yang tidak difermentasi atau yang dikenal dengan matcha. (Somantri,
18
barley panggang pada saat kedatangan mereka. Mereka kemudian akan disambut
oleh penyaji teh, saling memberi hormat. Para tamu diundang untuk mencuci
tangan dan membilas mulut mereka. Selanjutnya, mereka melepaskan sepatu dan
beberapa jam, dan ritual yang diikuti diatur oleh kebudayaan dan kesopanan.
chanoyu ini.
orang yang masuk ke dalam ruangan upacara minum teh merupakan sebuah
pembeda status antara sesama manusia, sehingga tidak akan adanya rasa angkuh
teh memiliki sejarah panjang dan rumit yang mencakup banyak budaya selama
ribuan tahun. Matcha telah berevolusi melaui perjalanan menarik yang pertama
Jepang. Sekarang matcha telah mencapai popularitas global menjadi salah satu
19
dengan apa yang kita ketahui sekarang. Kejayaan teh di Cina dimulai pada
zaman Dinasti Tang (618-907) dimana teh menjadi fashionable dan merupakan
minuman bergengsi dikalangan istana. Sehingga pada zaman Dinasti Tang ini,
buku pertama tentang teh ditulis oleh Lu Yu yang kemudian dianggap sebagai
Dewa Teh, berjudul Cha Cing (The Classic of Tea). Secara garis besar
menyampaikan asal mula, sejarah, produksi, peraturan atau tata cara pembuatan
teh yang benar seperti suhu dan pemakaian daun teh yang benar, hingga tea
tasting. (Somantri, 2014:7-8). Dan juga menunjukkan bahwa teh sudah menjadi
memanggang dan melumatkan daun teh kemudian menyeduh dalam air panas
merupakan sebuah zaman yang dicirikan oleh tingkat budaya yang tinggi baik
dalam seni rupa dan seni terapan. Pendekatan sistematis baru untuk mempelajari
filsafat dan agama menarik sejumlah pendeta dan sarjana Jepang untuk
melakukan perjalanan ke Cina. Salah satu biksu yang berangkat ke Cina pada
akhir abad tahun 1187, adalah Myōan Eisai, pendiri buddhisme zen di Jepang.
daun kering, lalu diseduh dengan air panas dalam mangkuk besar. Proses ini
segera menjadi bagian penting dari ritual harian biksu buddha zen ketika
20
sebelumnya. (https://www.matchaeologist.com/blogs/guides/history-of-matcha)
Teh pertama kali dibawa ke Jepang sekitar awal abad ke-9 dalam Periode
Heian (794-1191), namun tidak terlihat populer. Ketika Eisai dan Dogen
pembuatan matcha. Teh dan ajaran zen menjadi popular sebagai unsur utama
dalam penerangan spiritual Buddha dari Cina. Dari situlah, matcha mulai
dikenal oleh masyarakat Jepang dan mulai menjadi kebudayaan Jepang. Teh
Pada akhir abad ke-12, biksu zen, Myōan Eisai pergi ke Cina dan
mengenalkan kembali ritual persiapan dan konsumsi teh bubuk ini ke Jepang.
(Pitelka, 2002:4). Eisai menanam bibit teh yang dibawanya ke Hizen, kemudian
dibangun. Eisai juga merupakan orang pertama yang menumbuhkan teh hanya
untuk keperluan pengobatan. Pada saat inilah teh menjadi terkait dengan
peraturan-peraturan zen dan kata sarei yang berarti etiket pembuatan teh sering
orang-orang telah menambahkan daun teh ke dalam air panas. Namun, Eisai
mulai mengajarkan mereka cara menggiling daun menjadi bubuk halus dan
Teh bubuk pertama juga disebutkan dalam sebuah buku Cai Xiang,
seorang kaligrafer terkenal Cina pada masa Dinasti Song, bernama Jeng Tsung
(1023-1064). Buku yang disebut Ch’a Lu, ditulis pada tahun 1053, mengacu
21
upacara minum teh di Jepang. Kaisar pada zaman Dinasti Song, Hui Tsung,
merujuk pada kocokan bambu yang digunakan untuk mengocok teh setelah air
yang dituliskan ke dalam bukunya berjudul Ta Kuan Ch’a Lun atau A General
View of Tea. Mereka merupaka dua pendatang dari Cina yang membentuk dasar
upacara minum teh seperti yang kita kenal di Jepang saat ini. (Reischauer,
1998:29)
Pada awal bulan Januari 1121, Eisai menulis karya tulis pertama tentang
teh di Jepang berjudul Kissa Youjyouki atau Tea Drinking is Good for teh
(Pitelka, 2002:4).
Pada abad ke-14, teh menyebar dari biara ke samurai, dan juga kehidupan
rekreasi. Tidak lama kemudian, teh sangat popular di kalangan pejuang dan
oleh Klan Shogun Ashikaga, seistem kepercayaan teh yang berdasarkan estetika
pun mulai muncul. Sistem kepercayaan ini didasarkan pada tata cara ritual
pembuatan teh di Cina, dengan menggunakan peralatan khusus dan alat lainnya.
Secara bertahap, cara penyajian minuman menjadi ritual tetap oleh beberapa tea
master sebagai bagian dari praktek zen. Orang pertama yang mempraktekkan
22
(https://library.binus.ac.id/eColls/e/Thesisdoc/Bab2/2013-2-02064-
DS%20Bab2002.pdf).
Pada awal abad ke-12, mulai muncul budaya minum teh yang serius.
Dikatakan bahwa biksu Eisai, yang pergi ke Cina untuk belajar buddhisme zen
dan merupakan orang pertama yang membawa bibit tanaman teh ke Jepang.
teh biasanya diminum di kaisho. Samurai dipandang baru oleh agama zen dan
menjadi popular sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan
Pada masa itu, perangkat minum teh dari Dinasti Tang dinilai dengan
mengumpulkan perangkat minuman teh dari Cina. Acara minum teh menjadi
popular dikalangan daimyo yang mengadakan upacara minum teh secara mewah
menggunakan perangkat minum teh dari Cina. Acara minum teh seperti ini
dikenal sebagai karamono suki dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh
Jepang bernama Murata Jukō. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian
harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan
sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak penyaji teh dengan pihak
23
bernama Takeno Shōō dan disempurnakan oleh murid (deshi) yang bernama Sen
Shigeyama Kenmotsu, Takayama Ukon, Rikyū Shichitetsu. Selain itu, dari aliran
daimyō yang piawai dalam upacara minum teh, seperti Kobori Masakazu,
Katagiri Sekijū dan Oda Uraku. sampai saat ini masih ada sebutan Bukesadō
untuk upacra minum teh gaya kalangan samurai dan daimyōcha untuk upacara
Sampai di awal zaman Edo, ahli upacara teh sebagian besar terdiri dari
kalangan terbatas seperti daimyō dan pedagang yang sangat kaya. Memasuki
pertengahan zaman Edo, penduduk kota yang sudah sukses secara ekonomi dan
kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan
terbuka oleh aliran Sansenke (tiga aliran Senke: Omotesenke, Urasenke, dan
semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. Iemoto seido adalah
peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hierarki antara guru dan murid
24
dan Yūgensai (guru generasi ke-8 aliran Urasenke) dan murid senior Joshinsai
Shichijishiki. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara
Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang
untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di
seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat
juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak
upacara minum teh. Pada waktu itu, kuil Daitokuji yang merupakan kuil sekte
teh sekaligus melahirkan prinsip Wakeiseijaku yang berasal dari upacara minum
ichigo ichie (satu kehidupan satu kesempatan). Pada masa ini, upacara minum
(https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara_minum_teh_Jepang).
25
yang merupakan gaya upacara minum teh yang menekankan spritualitas dan
estetika wabi dan sabi. Peminum teh mulai menggunakan benda-benda seni
yang diimpor dari Cina (karamono) untuk menghias ruang shoin yang ditandai
dengan dekoratif ruangan kecil dalam suatu kamar, rak bertingkat, pintu
penghias, dan tikar tatami. Orang-orang berkumpul di tempat ini untuk minum
dan memberi identitas rasa teh yang berbeda. Perjamuan teh dan pertemuan teh
ini berkembang diantara pejuang dan bangsawan selama abad ke-15. (Pitelka,
2002:4)
Klan Shogun Ashikaga, sistem kepercayaan teh yang berdasarkan estetika pun
mulai muncul. Sistem kepercayaan ini didasarkan pada tata cara ritual
pembuatan teh di Cina, dengan menggunakan peralatan khusus dan alat lainnya.
Secara bertahap, cara penyajian minuman menjadi ritual tetap oleh beberapa tea
dengan seksama oleh biksu Murata Shuko, seorang pengikut biksu zen, yang
telah mengetahui banyak tentang tata krama minum teh sebagaimana dilakukan
dalam istana para shogun. Murata Shuko (1422-1502), merupakan orang yang
Berlainan dengan kebiasaan pada masa itu yang selalu menggunakan ruangan
besar dan peralatan porselen Cina yang mewah, ia lebih senang menghidangkan
26
kerendahan hati. Para guru teh pengikut “chado” telah mengembangkan suatu
nilai estetika yang telah meresapi kebudayaan Jepang. Sen no Rikyū (1522-
1591) mempelajari tata cara upacara teh dengan Takeno Joo, tetapi Sen no Rikyū
banyak mendapat pengaruh dari ajaran zen, sehingga dia banyak memodifikasi
tata cara upacara teh yang diajarkan oleh Takeno Jōō, salah satunya yang paling
terkenal adalah „merangkak‟ diatas tatami (sejenis tikar yang digunakan sebagai
lantai di ruangan gaya tradisional Jepang) saat memasuki ruangan minum teh
2012:11)
Sejak akhir abad ke-15 sampai abad ke-16, bagaimana pun ada jenis teh
Perkembangan baru ini adalah teh wabi, dimana keramik buatan dalam negeri,
seperti Shigaraki dan Bizen digunakan dan tujuannya sebagai disiplin mental.
(Pitelka, 2002:5)
Pada pertengahan akhir abad ke-17, upacara minum teh mulai menyebar
ke masyarakat umum. Pada saat inilah sistem iemoto didirikan, dimana satu
27
dengan empat aksara „Wa Kei Sei Jaku‟ (keserasian, rasa hormat, kemurnian dan
ketenangan) adalah prinsip yang dipegang teguh para praktisi chanoyu yang juga
Akhir abad ke-19, upacara minum teh mulai digunakan sebagai sarana
untuk mengajarkan tata krama kepada para wanita muda, orang yang kaya, dan
meningkatkan nilai budaya dari upacara minum teh sebagai hiburan dan hobi.
Konsep upacara minum teh sebagai pelatihan etiket untuk wanita muda menjadi
minum teh di Cina pada zaman Dinasti Song. Pada zaman Dinasti Song di Cina
mangkuk dan disajikan dengan cara diseduh dengan air panas kemudian dikocok
upacara chanoyu yang dilakukan saat ini merupakan gabungan seni menyeduh
teh yang mengikuti penyajian teh dalam upacara minum teh di Cina pada zaman
teh di Jepang.
Teh yang digunakan adalah matcha yang terkenal berkualitas tinggi. Hingga saat
28
(http://travel.kompas.com/read/2018/02/04/120700027/apa-itu-matcha)
Sen no Rikyū, seorang master teh untuk Oda Nobunaga dan juga seorang
menyempurnakan seni minum teh Jepang dan menjadi cikal-bakal aliran upacara
Tata cara minum teh gaya Sen no Rikyū inilah yang menjadi paling
banyak diikuti oleh pecinta teh, sehingga didirikannya Sekolah Teh Urasenke.
Empat puluh tahun belakangan ini Sen Genshitsu, ayah sekaligus gurunya telah
dunia. Dia percaya ketika orang berkumpul untuk berbagi semangkuk teh,
tradisional yang tetap terpelihara hingga saat ini. Budaya tersebut diminati tidak
hanya oleh orang Jepang sendiri, tetapi juga oleh orang-orang asing. Salah satu
budaya tradisional di Jepang yang sangat diminati oleh orang di dunia adalah
upacara minum teh atau chanoyu yang menggunakan teh hijau bubuk (matcha)
yang berkualitas tinggi. Produksi teh maupun tradisi minum teh dimulai sejak
zaman Heian.
dikalangan istana (Soemantri, 2014:7). Pada zaman Dinasti Tang ini juga, hanya
29
Dinasti Cina melihat perkembangan matcha sedang dipersiapkan dari daun kering
kukus, lalu dilecut dengan air panas dalam mangkuk besar. Proses ini segera
menjadi bagian penting dari ritual harian para biksu zen saat mereka menyadari
manfaat medical matcha, yang memberi mereka energi berkelanjutan dan tingkat
upacara minum teh, teh yang digunakan dihaluskan ke dalam mangkuk dan
disajikan dengan cara diseduh dengan air panas kemudian dikocok dengan bambu
sampai buih muncul di permukaan teh. Pada zaman Dinasti Song proses
pikiran. Ritual persiapan dan konsumsi teh bubuk ini akhirnya dibawa ke Jepang
pada tahun 1191 oleh seorang biksu zen Jepang yang berpengaruh, bernama
Samurai belajar seni menyeduh matcha dari biksu Buddha Zen pada abad
dan meningkatkan fokus sebelum berlatih meditasi. Berlandaskan pada kode etik
melahirkan upacara minum teh yang kita kenal sekarang. Hal ini merupakan suatu
(https://japanobjects.com/features/matcha-tea)
30
kegiatan penyaji teh yang menyajikan teh kepada para penikmat teh dalam sebuah
pertemuan teh. Sebelum istilah chanoyu digunakan, pada zaman Kamakura (112-
1279 M), masyarakat Jepang telah mengenal kebiasaan mengkonsumsi teh yang
Kebiasaan tersebut tidak lepas dari peranan Myōan Eisai, seorang biksu
sekaligus pendiri ajaran zen, yang telah membawa kebiasaan pembuatan teh
menjadikannya sebuah upacara minum teh bernama chanoyu pada masa periode
chanoyu). Chanoyu sendiri, kalau diartikan secara harfiah artinya adalah air panas
untuk teh.
Teh pertama kali diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 melalui ajaran
buddha dari Cina. Teh mulai berkembang pada zaman Kamakura (1185-1333)
meditasi. Mereka minum teh selain untuk meditasi dan sebagai obat, juga sebagai
alat untuk menyebarkan ajaran zen dan meletakkan dasar spiritual dalam chanoyu,
sehingga dalam segala aktifitas dalam chanoyu memiliki kaitan erat dengan
31
tipe upacara yang dilakukan. Pada upacara minum teh formal yang
sempurna lengkap dengan dudukannya, mangkuk teh seperti ini disebut tenmoku,
simetris seperti hagi, atau mangkuk jenis gaya Korea sedangkan pada upacara
minum teh informal, yang biasanya diadakan dalam pondok atau rumah teh yang
alami apa adanya, namun tetap memberikan keindahan. Dalam upacara yang
Wabi berasal kata dari wabishii yang artinya sunyi, sepi (kesepian). Sabi
berasal kata dari sabishii yang artinya kesepian. Sabi secara harfiahnya berarti
karat. Sebagai nilai estetika, wabi merupakan keindahan dalam ruang, sedangkan
Keindahan yang terkandung dalam wabi dan sabi tidak menuntut kesempurnaan,
32
alam erat kaitannya dengan adanya suatu paham naturalisme. Naturalisme, yaitu
suatu pandangan bahwa semuanya terpulang pada alam dan semuanya diserahkan
mngemukakan sesuatu apa adanya, tidak menuntut sesuatu yang ideal dan tidak
sastra mereka. Selain itu juga, seperti upacara chanoyu yang di dalamnya
mewakili alam sekitar mereka. Oleh karena itu dalam upacara chanoyu
berwarna, tanpa kilau emas, atau hiasan lainnya. Walaupun pada masa itu banyak
kalangan bangsawan lebih memilih peralatan teh klasik dari Cina. Sen no Rikyū
juga memotong bambu sendiri yang membuatnya menjadi chasaku, yaitu sendok
teh bubuk dari bambu. Sen no Rikyū lebih menyukai dan menghargai barang yang
terbentuk dari bahan apa adanya, bagi Sen no Rikyū itulah yang membuatnya
puas. Dalam pandangan zen sesuatu yang sederhana dan atau tidak sempurna yang
terbentuk secara alami dan apa adanya dinilai sebagai sesuatu yang indah.
(Widyanisa, 2012:13)
33
semacam pengocok yang terbuat dari bambu yang disebut chasen hingga berbusa
lalu diminum. Semua kegiatan tersebut memiliki cita rasa seni tingkat tinggi
jenis teh yang digunakan biasanya adalah matcha. Matcha atau teh bubuk dibuat
dari daun teh hijau kualitas terbaik (gyokuro) yang dikeringkan dan digiling
sehingga menjadi bubuk halus. Matcha dikenal memiliki aroma yang harum dan
merupakan anak yang dibawa oleh istri muda Sen no Rikyū dan
dimakan oleh tamu. Upacara minum teh tidak akan dimulai sebelum
34
terputus.
Sotanshitennō.
4. Anraku Anryū
7. Edo Senkeryū
9. Oriberyū
10. Sakairyū
16. Sōhenryū
19. Chinshinryū
20. Fusairyū
21. Hayamiryū
35
dari:
a. Furuichiryū
b. Koboriryū
c. Kayanoryū
24. Nararyū
25. Nambōryū
26. Fujibayashiryū
28. Fumairyū
30. Horinouchiryū
31. Matsuoryū
32. Mitaniryū
33. Miyabiryū
34. Yabunouchiryū
35. Rikyūryū
36. Kogetsuenshūryū
36
kepada tiap penyaji teh, tetapi dalam pelaksaan upacara chanoyu ditemukan
sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan dalam melakukan upacara minum teh
bagaikan esok hari akan mati, sehingga harus melakukan dengan sebaik mungkin.
37
UPACARA CHANOYU
dengan apa yang ada dalam buku Chie Nakane. Bahasa hormat (敬語 / けいご)
rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga. Menurut Nomura
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-hormat-
%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
untuk menaikkan derajat lawan bicara atau orang ketiga. Jadi yang
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-hormat-
%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
38
membagi keigo menjadi sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Lalu Hirai Masao
teineigo, sonkeigo, dan kensongo. Begitu juga Ogawa Yoshio (1989:228) dalam
teineigo. (https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
Hirai Masao (1985 : 132) menyebut kensongo sebagai cara bertutur kata yang
menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri
sendiri. Oishi Shotaro (1985 : 27) mengartikan kensongo sebagai keigo yang
menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-hormat-
%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
いたします します
39
kensongo) yang digunakan saat penikmat teh menerima matcha dari penyaji teh
yaitu bahasa yang digunakan memiliki makna untuk menyatakan rasa hormat
terhadap penyaji teh karena telah menyajikan teh terhadap penikmat teh dengan
mereka, semua makhluk memiliki jiwa yang patut dikenang semua tidak
terkecuali, baik itu yang hidup, seperti manusia dan hewan; yang hidup dan tidak
bergerak, seperti tumbuhan. Maupun yang tidak hidup dan tidak bergerak yang
berhubungan dengan unsur alam, seperti air (mizu/ 水), emas (kane/ 金), tanah
(tsuchi/ 土), gunung (yama/ 山), dan minyak (abura/ 油) semuanya memiliki
jiwa dan makna. Salah satu unsur alam yang digunakan untuk pembuatan
40
(masalah) dimana untuk membersihkan sesuatu yang kotor digunakan air yang
mengalir, sehingga semua pengalaman maupun masalah yang ada di masa lalu
Pengetahuan manusia membentuk hubungan antara masa lalu, saat ini dan masa
depan. Pengalaman dan pemaknaan terjadi pada saat ini, dengan bertumpu pada
masa lalu yang merupakan memori, dan masa depan dihubungkan oleh potensi
dan harapan menciptakan tujuan yang ingin dicapai. Karena itu, pengalaman saat
ini dan masa lalu secara bersama-sama dihubungkan dalam kesatuan makna.
(Widyanisa, 2012:5)
elemen dalam agama Buddha bahwa setiap elemen memiliki lambang dan warna
pada masing-masing unsurnya. Lima elemen tersebut yaitu kayu, tanah, api,
besi, dan air. yang diwakili dengan warna hijau, hitam, merah kuning, coklat,
ramadhani---dewi)
Sehingga penggunaan air panas yang mengalir dari hishaku (centong air)
41
yang ada di masa lalu dilupakan dan memulai hidup yang baru dengan tenang.
zaman dahulu bangsa Jepang pun menggunakan warna sebagai salah satu
komunikasi non-verbal. Hal ini terlihat dari sistem tingka jabatan pada zaman
Asuka (552-710) yang disusun oleh Pangeran Shotoku Taishi yang disebut
memiliki warna yang berbeda sesuai tingkat jabatan. Urutan kedudukan dari
yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah warna ungu, biru, merah,
dua, yaitu makna warna simbolik dan makna warna psikologis. Bagi masyarakat
bangsa Jepang kerap menggunakan huruf kanji aoi (青い) yang berarti biru dari
pada midori (緑) yang berarti hijau untuk mengungkapkan warna hijau, sebab
mereka tidak membedakan warna hijau dan biru. Dengan kata lain, kedua waran
Tidak adanya perbedaan antara warna hijau dan biru terlihat dalam
42
masyarakat Jepang mulai membedakan warna biru dan hijau sebab dalam bahasa
Inggris kedua warna tersebut jelas berbeda. Untuk membedakan hijau dan biru,
orang Jepang menggunakan kata midori untuk hijau yang agak kekuningan.
adalah dedaunan dan hutan karena warna ini banyak terdapat di alam. Makna
harmoni, dan lingkungan. Selain itu menurut Wulan dalam Rastati (2002:21),
warna yang menenangkan ini juga memiliki makna psikologis keindahan alam,
hijau yang ditandai oleh warna hijau alami matcha memiliki makna secara
Secara psikologis, warna hijau yang terkandung dalam matcha memiliki makna
yang ramping dan halus diujungnya bernama, chasen. Ketika mengaduk matcha
43
atau lengan) dengan pola melingkar yang lembut untuk melonggarkan bubuk
yang menempel di bagian bawah atau sisi mangkuk teh, chawan. Ubah
kecepatan tinggi dan buat gerakan mengaduk dari atas ke bawah sehingga
permukaan teh. Lalu dengan lembut tekan chasen ke bagian bawah chawan
(https://youtu.be/hfnvhae2kLo).
(https://eribolot.weebly.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-jepang.html).
alam dalam keseimbangan. Ajaran ini lahir dari rasa keinginan hidup tenang
Buddha sekitar abad ke-6, hubungan antar manusia tidak sekedar mengacu pada
44
dijalankan dari tenda, pada saat itu sistem komando dipegang oleh seorang
sosial bangsa Jepang dibagi dalam empat golongan yang dikenal sebagai
shinoukoshou, yaitu:
rendah, namun pada masa pemerintahan setelah zaman Meiji (1868) menjadi
3. dll
45
mengacu pada alam saja, tetapi juga kesinambungan antara manusia dengan
hubungan vertikal.
yang masih berdasarkan senioritas atau pun usia lebih tua. Hal ini dibuktikan
adanya senpai (senior), kohai (junior), dan douryou (teman). Adanya senioritas
maupun usia. Sebutan tersebut, antara lain, -San, -Kun, dan hanya nama saja.
yang dirancang secara khusus. Salah satu peralatan yang digunakan dalam
upacara chanoyu ini adalah mangkuk teh. Penggunaan mangkuk teh ini pun
tidak sembarangan karena memiliki makna yang terkandung. Mangkuk teh yang
46
penikmat teh dalam upacara chanoyu serta tujuan upacara chanoyu itu sendiri.
simetris seperti hagi, atau mangkuk teh bergaya Korea, sedangkan pada upacara
minum teh informal, yang biasanya diadakan dalam pondok atau rumah teh yang
dari kata wabishii yang artinya sunyi, sepi (kesepian). Sabi berasal dari kata
sabishii yang artinya kesepian. Sabi secara harfiahnya berarti karat. Sebagai nilai
terkandung dalam wabi dan sabi tidak menuntut kesempurnaan, melainkan indah
itu ada. Oleh karena itu dalam upacara minum teh menggunakan peralatan yang
berwarna, tanpa kilau emas, atau hiasan lainnya. Walaupun pada masa itu
banyak kalangan bangsawan lebih memilih peralatan teh klasik dari Cina. Dalam
pandangan zen sesuatu yang sederhana dan atau tidak sempurna yang terbentuk
secara alami dan apa adanya dinilai sebagai sesuatu yang indah. Keindahan yang
47
spritual zen.
Secara umum ketika meracik sebuah teh membutukan air untuk dapat
melarutkan teh yang digunakan. Air merupakan salah satu bahan yang sangat
penting dalam suatu kehidupan. Dalam upacara chanoyu juga menggunakan air
sebagai bahan penting selain matcha yang harus ada selama proses upacara
chanoyu ini berlangsung. Air yang digunakan air panas yang bersuhu 80°C -
terlalu panas akan memengaruhi rasa dari teh atau jika suhu air terlalu rendah
jp.com/id/899)
dikarenakan matcha tidak dapat larut di dalam air dengan baik. Sehingga air
yang digunakan dalam upacara chanoyu ini memiliki fungsi untuk dapat
jenis tumbuhan yang sangat dihargai masyarakat Jepang hingga dewasa ini. Air
48
fitri-ramadhani---dewi).
Gambar 3.2.2 – Air yang mengalir dari hishaku (centong air) ke dalam chawan.
Sumber: (https://food.detik.com/info-kuliner/d-2741864/chawan-dan-chasen-
pasangan-alat-untuk-meracik-matcha-dalam-chanoyu/6/)
diatas, penggunaan air yang mengalir dari hishaku (centong air) ke dalam
chawan yang dikaitkan dengan pemaknaan air dalam matcha berfungsi sebagai
49
Sumber: (https://grosirpowder.com/matcha-murni)
Warna hijau merupakan bagian warna penting yang kerap tidak kita
sadari. Warna hijau sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Warna hijau
(http://mifsaicoinfo.blogspot.com/2016/03/warna-hijau-manfaat-dan-
istimewanya.html).
Warna natural merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi pada
konsep zen. Zen merupakan salah satu aliran dalam agama Buddha Mahayana
Warna-warna natural menurut ajaran zen yaitu putih, abu-abu, hijau, krem, dan
krem merah muda. Sehingga warna hijau berhubungan erat dengan zen sebab
50
dengan-konsep-zen-begini-caranya).
Warna hijau matcha juga diadaptasi dari warna hijau roji (taman teh
Jepang) yang berwarna hijau dimana roji, taman dengan jalan kecil yang
teh sebelum mengikui chanoyu) dengan rumah teh, menandakan langkah awal
meditasi atau proses penenangan jiwa. Roji berfungsi sebagai tempat transisi
mengubah suasana hati seseorang yang sebelumnya berada di dunia luar yang
penuh aktifitas menuju ke dunia yang penuh ketenangan, suasana sejuk dan
(thesis.binus.ac.id/asli/Bab2/2007-3-00267-JP%20bab%202.pdf)
natural zen yang dianggap memiliki kekuatan yang berfungsi untuk merangsang
Selain itu, biksu zen menjelaskan bahwa dengan mengkonsumsi matcha tidak
upacara chanoyu ditandai dengan warna hijau matcha memiliki fungsi yang
sama yaitu untuk membentuk karakter masyarakat Jepang menjadi lebih tenang,
51
Sebuah naskah sejarah karya Huizong dari Dinasti Song (1107) yang
“Bagian bawah cangkir harus dalam dan lebar. Bagian bawah yang
dalam memudahkan bubuk teh tersuspensi di dalam cairan dan membentuk busa
sama dengan chasen Jepang. Namun, berbeda dengan bentuk chasen yang kita
yang diikat bersama di salah satu ujungnya. Sekarang budaya minum teh bubuk
Matcha tidak dapat larut di dalam air. Campuran air dan matcha bukan
chawan kira-kira 50 ml untuk membuat semangkuk teh hijau. Penyaji teh akan
52
lagi dengan air panas, diaduk lagi sampai permukaannya berbusa halus.
berbusa halus.
Sumber: (http://halojepang.blogspot.com/2011/11/sadou-upacara-
minum-teh.html)
Semangkuk teh akan jadi dengan baik atau tidak baiknya tergantung dari
hati penyaji teh saat membuat teh tersebut. Hati yang tenang, percaya akan
kemampuannya, dan tidak memikirkan dunia luar dari ruangan teh akan
menghasilkan teh yang baik dengan dipenuhi busa halus dan tidak meninggalkan
Teh yang tidak baik, seperti teh yang tidak dipenuhi busa dan akan
meninggalkan bubuk teh setelah diminum. Hal tersebut dikarenakan hati penyaji
teh yang tidak tenang, masih banyak hal yang membebani pikirannya saat
53
yang dipenuhi dengan busa akan menghasilkan rasa yang tidak pahit.
Sumber: (http://halojepang.blogspot.com/2011/11/sadou-upacara-
minum-teh.html)
teh memiliki fungsi terhadap warna, rasa, busa, dan bentuk akhir matcha yang
dihasilkan. Melalui gerakan mengaduk matcha ditandai adanya gerakan dari atas
(https://eribolot.weebly.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-jepang.html)
54
kebudayaan dan etika yang telah berkembang di masyarakat Jepang yaitu saling
berbeda-beda sesuai dengan tipe upacara yang dilakukan. Pada upacara minum
mangkuk teh sebagai tempat meracik matcha. Pengaruh bentuk chawan dan
bahan pembuatan chawan itu sendiri pun dapat mempengaruhi rasa matcha dan
juga proses pembuatan matcha. Sehingga selain sebagai tempat meracik matcha,
mangkuk sederhana tidak berwarna, tanpa kilau emas, atau hiasan lainnya.
Walaupun pada masa itu banyak kalangan bangsawan lebih memilih peralatan
klasik dari Cina. Sen no Rikyū lebih menyukai dan menghargai barang yang
terbentuk apa adanya, bagi Sen no Rikyū itulah yang membuatnya puas. Dalam
55
secara alami dan apa adanya dinilai sebagai sesuatu yang indah. Keindahan yang
hingga berbusa, chawan diputar ke dalam sebanyak 2 kali untuk mencari sisi
kali, lalu diminum maksimal 3 tegukan, setelah itu bersihkan bibir dan bibir
chawan. Setelah itu, diputar keluar sebanyak 2 kali, lalu chawan dikembalikan
diaduk dengan chasen hingga berbusa dilakukan pada chawan yang memiliki
motif atau gambar maupun chawan yang tidak memiliki motif atau gambar.
56
pengenalan-budaya.html)
menggunakan chasen hingga berbusa, lalu chawan diputar untuk mencari sisi
terbaik motif atau gambar untuk diperlihatkan kepada penikmat teh dan
sebaliknya untuk menyatakan etika dan sikap saling menghormati antara penyaji
atau bermotif.
Sumber: (http://artikel77.blogspot.com/2011/06/cerita-tentang-
tradisi-sado-di-jepang.html)
57
memiliki gambar ataupun motif yang didalamnya terdapat matcha yang sudah
alami, sesuatu yang sederhana yang apa adanya, maupun yang tidak sempurna
yang terbentuk secara alami, mencerminkan nilai spiritual zen di dalamnya yang
bermotif yang didalamnya terdapat matcha yang sudah diaduk dengan chasen
menghormati terutama terhadap tamu ataupun orang asing yang baru dikenal.
Jepang yang sering melakukan upacara chanoyu untuk menikmati matcha akan
58
4.1 Kesimpulan
penikmat teh menerima matcha dari penyaji teh yaitu bahasa yang
penyaji teh karena telah menyajikan teh terhadap penikmat teh dengan
menjadi sakral yang diibaratkan seperti masalah yang ada di masa lalu
3. Makna matcha ditandai koteks warna hijau matcha memiliki makna warna
hijau secara simbolik dan makna warna hijau secara psikologis. Warna
hijau secara simbolik yang ditandai oleh warna hijau alami matcha
59
penyaji teh terhadap penikmat teh, antara atasan dengan bawahan, senpai
dengan kohai, dan sebagainya. Dan makna ditandai koteks chawan yang
Jepang yang ditandai melalui adanya koteks, penggunaan air, warna hijau
masyarakat.
4.2 Saran
berbagai dunia dan diikuti oleh siapapun yang ingin belajar mengenai
60
status sosial. Oleh karena itu, orang yang sering melakukan upacara
akan menemukan titik terang dimana semua kegiatan yang dilakukan akan
61
Cuciati, Tri. 2013. Skripsi. Analisis Makna Simbol Unsur Alam Dalam Kanyooku
Semiotik-Kultural-.-.-..pdf)
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
Pitelka, Morgan. 2002. Japanese Tea Culture: The Omotesenke Tradition. Japan:
Fushin‟an Foundation.
Reischauer, Edwin O. 1998. The Tea Ceremony Sen’ō Tanaka. New York:
Kodansha Internasional.
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
62
Semiotik-Kultural-.-.-..pdf)
Somantri, Ratna. 2014. The Story in A Cup of Tea. Jakarta: Transmedia Pustaka.
Alfabeta.CV.
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/)
Yulianti G, Anna Desy. 2010. Skripsi. Analisis Adaptasi Upacara Minum Teh
Chado (Upacara Minum Teh). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.
(https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-
hormat-%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_tea_in_Japan
https://eribolot.weebly.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-jepang.html
https://food.detik.com/cooking-event/d-3495009/ini-bedanya-matcha-asli-jepang-
dengan-matcha-buatan-negara-lain
63
https://id.todoinfor.com/how-to-properly-whisk-matcha-tea-powder-24336
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Jepang
https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara_minum_teh_Jepang
https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-02064-
DS%20Bab2002.pdf
http://lifestyle.bisnis.com/read/20170810/220/678206/rumah-dengan-konsep-zen-
begini-caranya
https://japanobjects.com/features/matcha-tea
https://matcha-jp.com/id/899
http://matcha-o.com/matcha/
https:// matchaeologist.com/blogs/guides/history-of-matcha
https://medievalwhisk.wordpress.com/2017/06/11/chasen-pengocok-bambu-pada-
upacara-minum-teh-jepang/
http://mifsaicoinfo.blogspot.com/2016/03/warna-hijau-manfaat-dan-
istimewanya.html
https://prezi.com/tdqjzkelhm8p/upacara-minum-teh-atau-chanoyu
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/43079
https://shiritoriofficial.wordpress.com/2015/08/20/ragam-bahasa-hormat-
%E6%95%AC%E8%AA%9E-lengkap/
http://travel.kompas.com/read/2018/02/04/120700027/apa-itu-matcha
http://www.teausa.com/14655/tea-fact-sheet
https://youtu.be/hfnvhae2kLo
64
sastra.um.ac.id/wp.../01/055-Ery-Iswary-UnHas-Analisis-Semiotik-Kultural-.-.-
studylibid.com/doc/680551/ajaran-zen-dalam-shoujin-ryouri-fitri-ramadhani---
dewi
thesis.binus.ac.id/asli/Bab2/2007-3-00267-JP%20bab%202.pdf
Gambar
chasen-pasangan-alat-untuk-meracik-matcha-dalam-
chanoyu/6/)
minum-teh.html)
minum-teh.html)
pengenalan-budaya.html)
sado-di-jepang.html)
65