Anda di halaman 1dari 63

NILAI ESTETIKA WABI-SABI DAN PENERAPANNYA PADA

ARSITEKTUR MINIMALIS DALAM BANGUNAN “CHURCH OF THE

LIGHT” , IBARAKI,OSAKA, DIJEPANG KARYA TADAO ANDO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu

Sastra Jepang

OLEH

Yohana Sipahutar

Nim : 140708075

DEPARTEMEN SATRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NILAI ESTETIKA WABI-SABI DAN PENERAPANNYA PADA

ARSITEKTUR MINIMALIS DALAM BANGUNAN “CHURCH OF THE

LIGHT” , IBARAKI,OSAKA, DIJEPANG KARYA TADAO ANDO

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Disetujui Oleh:

Pembimbing

Zulnaidi,S.S,M.Hum
Nip.19670807 200401 1 001

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Disetujui Oleh :

Fakultas Ilmu Budaya


Universitas Sumatera Utara
Medan

Medan, Juli 2018

Program Studi Sastra Jepang


Ketua,

Prof. Hamzon Situmorang, Ms, PH.D


Nip. 19580704 198412 1 001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

,rahmat, serta pertolonganNya yang begitu besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi dengan judul “Nilai Estetika Wabi Sabi dan

Penerapannya pada Arsitektur Minimalis Dalam Bangunan ‘Church of the

light’, Ibaraki, Osaka, Jepang, Karya Tadao Ando” ini diajukan untuk memenuhi

persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Budaya Program

Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah

membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Drs.Hamzon Situmorang M.S,Phd, selaku ketua Program Studi S-

1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Zulnaidi, S.S,. M.Hum, selaku dosen pembimbing saya yang dalam

kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan banyak waktu, pikiran dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tenaga dalam membimbing dan mengarahkan saya dalam mengerjakan skripsi

ini

4. Kepada alm. Bapak yang menjadi motivasi saya, juga mama yang tidak jemu-

jemu mendukung dan mendoakan saya, serta kedua saudara saya ,

kakak Masdinaria Sipahutar dan adik Romi Randa Sandika yang selalu

menolong dan mendoakan saya, serta keluarga besar saya yang juga

mendukung saya dalam doa

5. Kepada kakak rohani saya, kak Roita Tince Tourina Panggabean yang

memimpin, mendukung, dan mendoakan saya, dan yang tidak pernah jenuh

menolong kehidupan saya dan sabar membentuk saya menjadi pribadi yang

lebih baik

6. Kepada kelompok rohani saya, terkhusus kepada kak Dina Nadapdap, kak

Desi Sibuea , kak Maria Hana, Novi Asita, Serasi Ulina, Inda isi Tamba,

Yabes Sirait, adik-adik PA saya, dan semua teman-teman di tim LPMI USU

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu menjadi teman sekerja

dalam suka duka dan yang telah menjadi partner doa saya

7. Kepada abang kakak alumni, senior serta adik junior saya baik di Sastra

Jepang USU maupun di Tim LPMI USU yang membantu saya dalam

memberi masukan dan semangat kepada saya

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Kepada sahabat-sahabat terbaik saya di Sastra Jepang, terkhusus kepada Resty

JM, Evi Hernawati dan Mawarni Hutasoit, yang selalu memberi semangat

kepada saya

Penulis menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan ketidaksempurnaan. Namun, penulis telah berusaha untuk merampungkan skripsi

ini dengan usaha dan tekad yang baik.

Medan, Juli 2018

Penulis

(Yohana Sipahutar)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………I

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...V

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….1

1.1 Latar belakang………………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..4

1.3 Ruang Lingkup pembahasan………………………………………..4

1.4 Tinjauan Pustaka dan kerangka Teori……………………………....4

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………..7

1.6 Metode Penelitian…………………………………………………..8

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WABI SABI DAN BANGUNAN

“CHURCH OF THE LIGHT” KARYA TADAO ANDO……10

2.1 Pengertian Nilai Estetika………………………………………….10

2.2 Pengertian Wabi ( 佗しい ) dan Sabi ( 寂しい )………………11

2.3 Arsitektur Minimalis………………………………………………13

2.4 Bangunan “Church of the Light” karya Tadao Ando…………….15

2.5 Konsep Arsitektur Minimalis Zen Tadao Ando pada

bangunan “Church of the Light”………………………………….17

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III NILAI ESTETIKA WABI SABI DAN PENERAPANNYA PADA

BANGUNAN “CHURCH OF THE LIGHT” KARYA TADAO

ANDO……………………………………………………………….21

3.1 Estetika Wabi Sabi………………………………………………..21

3.1.1 Asimetris atau ketidakteraturan ‘fukinsei’ [ 不均斉 ]……….22

3.1.2 Kesederhanaan ‘kanso’ [ 簡素]…………………………….23

3.1.3 Dasar / Esensi atau inti ‘kokō’ [ 枯高]……………………...24

3.1.4 Kealamian ‘shizen’ [ 自然]………………………………....25

3.1.5 Kedalaman Esensi ‘yūgen’ [ 幽玄]………………………….26

3.1.6 Kebebasan ‘datsuzoku’ [ 脱俗 ]……………………………..27

3.1.7 Ketenangan ‘seijaku’ [ 静寂]……………………………….28

3.2 Penerapan Karakteristik Nilai Estetika Wabi Sabi pada

Bangunan Church of the light…………………………………...28

3.2.1 ‘Fukinsei’ [ 不均斉 ] pada bangunan Church of the light….29

3.2.2 ‘Kanso’ [ 簡素] pada bangunan Church of the light……...30

3.2.3 ‘Kokō’ [ 枯高] pada bangunan Church of the Light……….32

3.2.4 ‘Shizen’ [ 自然] pada bangunan Church of the Light……..33

3.2.5 ‘Yūgen’ [ 幽玄] pada bangunan Church of the Light………35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2.6 ‘Datsuzoku’ [ 脱俗 ] pada bangunan Church of the Light…37

3.2.7 ‘Seijaku’ [ 静寂] pada bangunan Church of the Light……38

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………...40

4.1 Kesimpulan……………………………………………………….40

4.2 Saran……………………………………………………………...43

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jepang merupakan Negara yang terletak diwilayah paling Timur benua

Eurasia, dipisahkan oleh laut Jepang dan memanjang dari utara ke selatan sepanjang

3300km dengan total luas wilayah 377.923,1 km². terdiri dari barisan utama

Hokkaido, Honshuu, dan kepulauan seperti kepulauan Izu, kepulauan Ogasawara dan

kepulauan Nansei. Jepang terkenal dengan Negara yang kental akan budaya dan

kecintaan terhadap alam. Salah satunya juga terlihat pada desain arsitektur pada

bangunan mereka yang cenderung minimalis. Arsitektur minimalis merupakan gaya

yang menampilkan elemen seperlunya, sesederhana mungkin, dan lebih menekankan

hal-hal yang bersifat esensial dan fungsional. Perkembangan sejarah Arsitektur

Jepang secara singkat diperkirakan dimulai sejak awal periode Yomon (Ca.8000-300

Bc) kemudian dilanjutkan dengan periode Jaman Yayoi (Ca 300 Bc – Ad 300) dan

periode Jaman Kofun (Ca 300-552) yang banyak memberikan peninggalan tradisi

berbudaya dalam bangunan khususnya tempat tinggal. Arsitektur dari bangunan

tersebut memberi corak tradisi perkembangan awal peradaban Jepang dalam

membentuk lingkungan permukiman tradisionalnya.

Desain di Jepang banyak dipengaruhi oleh Zen. Zen budhisme lahir pada

periode Kamakura (1186-1333) yang berkembang pesat di kehidupang masyarakat

Jepang terutama dalam bidang seni dan budaya. Termasuk pada Arsitektur Zen yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat dilihat pada bangunan kuil maupun huniannya, konsep Zen memberi ide-ide

kebebasan dan esensi hidup kesederhanaan. Filsafat Zen mengajarkan harmoni,

keseimbangan, dan ketenangan yang indah. Salah satu prinsip utama dalam Filsafat

ini yang terkenal adalah Wabi Sabi. Estetika Jepang Wabi Sabi menghargai kualitas

benda-benda yang polos dan sederhana lebih mengutamakan ketenagan dan

mengungkapkan karakter yang paling dasar. Wabi Sabi merupakan seni untuk

menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan lebih melihat kedalam

kekurangan untuk menghargai kuaslian diatas segalanya.

Seorang Arsitek asal Jepang yang bernama Tadao Ando menyampaikan

semangat tradisional Jepang dalam persepsi sendiri, alam menjadi unsur yang penting

dan selalu ada disetiap karya-karyanya. Konsep desainnya adalah bahan , geometri

murni dan alam. Ada hal yang juga cukup menarik dari arsitek Jepang yang satu ini

yaitu dia seseorang arsitek yang tidak mempelajari arsitektur secara akademis

melainkan belajar secara otodidak dan membaca buku-buku tentang arsitektur

maupun mempelajari secara langsung bangunan-bangunan di Jepang, dan beberapa

Negara lainnya.

Meski demikian Tadao Ando berhasil membuat karya-karya yang

mengagumkan Salah satu karya Tadao Ando yang terkenal adalah bangunan “Church

of the Light” yang berada di Ibaraki, Osaka, Jepang. Church of the Light atau Gereja

Cahaya (kadang-kadang disebut juga “gereja dengan cahaya”), bangunan ini sangat

unik dari segi pengaplikasian konsep minimalis yang sederhana , dalam arsitektur nya

terlihat tanpa ornamen maupun hiasan apapun. Dalam bangunan ini ada salah satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


fitur Interior yaitu sebuah kekosongan yang mendalam. Persis seperti filosofi Zen

yang sering menjadi konsep struktrur dari setiap karya Ando. Ruang kosong ini

memberikan ketenangan , bagi Ando sendiri ide “kekosongan” ini memberi Sesuatu

hal yang berbeda , mendorong setiap orang yang datang untuk bisa merasakan

spiritual yang besar sehingga, mereka bisa merasa dari kekosongan itu ada ruang

spiritual yang mengisi mereka. Bangunan ini juga menunjukkan kesederhanaan dan

keindahan seadanya sesuai dengan konsep alamiah yang memberikan rasa yang

mendalam bagi setiap orang yang masuk kedalamnya.

Sesuai namanya Gereja Terang, salah satu penerapan tema Arsitektur

minimalis yang diselaraskan dengan prinsip filosofi Zen adalah faktor Cahaya.

Cahaya merupakan unsur yang paling penting dalam suatu ruang , untuk memberi

penegasan terhadap bentuk dan objek didalam ruangan. Selain itu cahaya merupakan

penerangan yang cukup penting karna didalam terang sendiri ada keaslian,

kejernihan, bersih, nyata dan jelas. Hal ini menunjukkan nilai estetika wabi-sabi

diterapkan dalam bangunan “Church Of The Light” ini. Berdasarkan penjelasan

diatas penulis mengambil judul skripsi tentang “Nilai Estetika Wabi-Sabi Dan

Penerapannya Pada Arsitektur Minimalis Dalam Bangunan “Church Of The Light” ,

Ibaraki,Osaka, Dijepang Karya Tadao Ando”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik estetika Wabi Sabi

2. Bagaimana nilai Estetika Wabi Sabi tersebut diterapkan dalam Arsitektur

Minimalis khususnya pada bangunan “Church of the Light” karya Tadao

Ando

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar penelitian ini terfokus, sistematis, terarah dan tidak terlalu luas penulis

membuat batasan pembahasan yang lebih spesifik. Dalam penelitian ini penulis hanya

membahas tentang karakteristik nilai estetika Wabi Sabi. Serta penulis akan

mengarahkan pebahasan kepada Nilai asimetris atau ketidakteraturan , nilai

Kesederhanaan, nilai Esensi, nilai Kealamian, nilai Kedalaman Esensi, nilai

Kebebasan, nilai Ketenangan, yang diterapkan pada bangunan “Church of the Light”

karya Tadao Ando.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Juniper (2003, hal 1) mengatakan bahwa “Wabi Sabi mengandung pandangan

ketiadaan Zen yang mencari keindahan dari ketidaksempurnaan yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


disuatu benda yang terus berubah, yang berkembang dari ketiadaan menjadi ketiadaan

lagi.” Wabi sabi menawarkan keindahan ideal yang berfokus pada nilai keindahan

yang terdapat dalam ketidakabadian yang bisa ditemukan dalam semua benda yang

tidak sempurna. Ekspresi keindahan yang berada diantara kehidupan dan kematian,

kebahagiaan dan penderitaan yang merupakan takdir kita sebagai manusia.

Itoh (1993,hal 7) menyatakan “Wabi bisa diartikan sebagai keindahan alam

yang tidak pernah disentuh oleh tangan manusia, atau bisa muncul dari manusia yang

melukiskan keindahan dari material. Untuk menemukan Wabi, seseorang harus

mempunyai penglihatan akan keindahan, yang bukan sesuatu yang hanya dimengerti

oleh orang Jepang saja, tetapi juga sesuatu yang bisa dilihat oleh siapa saja, dimana

saja yang bisa membedakan dan peka terhadap keindahan” . kemudian Itoh juga

mengatakan “jika sebuah hal atau benda semakin tua,nilai atau keberadaannya tidak

akan hilang dimakan waktu. Sebuah jam tangan baru tentu saja terlihat bagus.

Namun, seiring dengan waktu, jam tangan itu bukan lagi jam tangan baru melainkan

jam tangan yang tua, kusam dan kemungkinan memiliki banyak goresan. Jika dilihat

dari sudut pandang konsep sabi, jam tangan tua itu terlihat semakin indah, karena jam

tangan itu memiliki ‘sejarah’ yang dimilikinya seiring dengan perjalanan hidup

pemiliknya.

Ir. Herry Kapugu,M.Ars hal 122-123 menjelaskan tentang 6 prinsip dasar

arsitektur minimalis yaitu; faktor bukaan ruang, faktor cahaya, faktor natural dan

view, faktor pembentuk ruang, faktor warna, faktor keindahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Kerangka Teori

Menurut Hisamatsu (1971:111) Zen memiliki tujuh karakteristik keindahan

yang dikenal dengan nilai wabi sabi yakni; fukinsei (ketidakteraturan), kanso

(kesederhanaan), datsuzoku (tidak terikat), kokou (esensi), shizen (kealamian), yugen

(memiliki makna), dan seijoku (keheningan)

Terao Ichimu dalam bukunya berjudul Bi no Ronri hal.221-223, mengatakan

“Wabi adalah keindahan dalam dimensi ruang sedangkan sabi adalah keindahan

dalam dimensi waktu.” Terao Ichimu juga mengungkapkan “wabi terbentuk dalam

dunia kosong sama dengan berwarna , kemiskinan mejadi kekayaan , pemikiran yang

menerima dengan tenang kilauan hembusan angin musim dingin yang apa adanya,

jatuh bangkrut, sedih, miskin, putus asa, kesepian tanpa satu apapun.” Kemudian

tentang sabi ia mengungkapkan “istilah sabi yang pertama, memiliki arti pudar,

dingin, sepi (tidak menyenangkan), kedua, yaitu terlantar , pondok tua, berumur,

menjadi tua, ketiga yaitu berkarat , akhirnya mempunyai arti wabi.

Arsitektur merupakan seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Marcus

Pollio Vitruvius mengatakan bahwa arsitektur merupakan kesatuan dari

kekuatan/kekokohan (firmitas) , keindahan (Venustas) dan kegunaan/fungsi (utilitas).

Sedyawati (2006 : 364) istilah estetika pada dasarnya mengacu pada wacana

yang otonom mengenai “baik” dan “indah” dalam kesenian. Uraian-uraian mengenai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hal tersebut dapat dilihat pada operasi karya-karya seni itu sendiri, baik ketika

diciptakan maupun ketika diserap dan dinikmati.

Menurut Sumantri (dalam bukunya Heri Gunawan) mengemukakan bahwa: “Nilai

adalah hal yang terkandung dalam diri (hati nurani) manusia yang lebih memberi

dasar pada prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau

keutuhan kata hati”.

1.5 Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan maka adapun tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan nilai estetika wabi sabi dan pengaruhnya di Jepang

b. Untuk menjelaskan penerapan wabi sabi dalam arsitektur minimalis di

Jepang khususnya pada bangunan “Church of the Light” karya Tadao

Ando

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini diharap kan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang

nilai estetika di Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi referensi bagi pembaca dalam

melakukan penelitian selanjutnya terutama dalam nilai estetika wabi sabi

dan Arsitektur minimlis di Jepang khususnya pada bangunan “Church of

the Light” karya Tadao Ando

1.6 Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian didefinisikan sebagai suatu kegiatan ilmiah

yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis

maupun teoritis. Dikatakan sebagai 'kegiatan ilmiah' karena penelitian dengan aspek

ilmu pengetahuan dan teori.Jenis metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini

adalah metode deskriptif analitis.

Menurut Sugiono (2009 : 29) “ metode deskriptif analitis adalah suatu metode

yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang

diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.”

Whitney (1960) mengatakan “ metode deskriptif analisis merupakan metode

pengumpulan fakta melalui interprestasi yang tepat. Metode penelitian ini ditujukan

untuk mempelajari permasalahan yang timbul dalam masyarakat dalam situasi

tertentu, termasuk didalamnya hubungan masyarakat, kegiatan, sikap, opini, serta

proses yang tengah berlangsung dan pengaruhnya terhadap fenomena tertentu dalam

masyarakat”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teknik pengumpulan data deskriptif analisis dilakukan dengan studi

kepustakaan dengan tujuan memperoleh informasi yang relevan dengan topik

penelitian. Dengan mengambil sumber dari buku-buku , jurnal atau penelitian

terdahulu, artikel yang berhubungan dengan nilai estetika wabi-sabi dan bangunan

Church Of The Light karya Tadao Ando.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP WABI SABI DAN BANGUNAN “CHURCH

OF THE LIGHT” KARYA TADAO ANDO

1.1 Pengertian Nilai Estetika

Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetikos, yang berarti "keindahan,

sensitivitas, kesadaran, berkaitan dengan persepsi sensorik, Istilah aesthetic,

dipopulerkan oleh Baumgarten pada pertengahan abad ke-18 untuk menyatakan

sesuatu yang berkaitan dengan keindahan. Dan sampai sekarang estetika dikenal

dengan istilah keindahan.

Estetika merupakan cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang

seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya; kepekaan terhadap seni

dan keindahan. Keindahan terpancar dari sebuah objek yang memiliki suatu nilai

terbaik dan memiliki keunikan. Keindahan tidak terlepas dari sebuah seni. Menurut

Ki Hajar Dewantara Seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan

dan sifat indah, sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia.

Estetika juga mengacu pada baik atau indahnya sebuah karya yang

dihasilkan,dan memberi kesan bagi yang melihat dan menikmatinya.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Pengertian Wabi ( 佗しい ) dan Sabi ( 寂しい )

Wabi Sabi merupakan salah satu konsep estetika Jepang yang dipengaruhi

nilai-nilai Zen Buddhisme. Zen merupakan suatu ajaran yang masuk dari Cina pada

sekitar abad ke-11 yang diikuti masuknya ajaran Cina dan memiliki pengaruh yang

kuat pada kebudayaan Jepang. Zen juga menunjukkan kesederhanaan dan banyak

mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang terutama pada nilai-nilai yang

sederhana dan mengutamakan keaslian dan ketenangan. Ajaran Zen bisa dirasakan

melalui penerapan dan pengalaman spiritual secara pribadi.

Seperti yang diungkapkan oleh Chrismas Humpreys dalam Kiew Kit (2004:3)

Zen memiliki tiga pengertian yang berbeda tapi saling berkaitan yaitu:

Pertama, Zen berarti meditasi. Kedua, dalam arti khusus Zen adalah nama dari

kekuatan absolute atau realitas tinggi, yang tidak dapat disebut dengan kata-kata.

Ketiga, dalam arti agak khusus adalah bahwa pengalaman mistis akan keabsolutan

kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba-tiba dan diluar batasan.

Huston, Smith. (2001) mengatakan bahwa “Zen merupakan konsep diri

mengenai kekosongan besar dari ruang dan waktu yang bebas dari bentuk, konsep

dan bahasa. Karena dengan adanya bahasa, dan konsep mahkluk hidup menjadi

terkotakkan dan terpisahkan satu sama lain, bentuk merupakan suatu hal yang

sementara, seperti halnya tubuh manusia pada akhirnya akan menjadi debu. Zen

menuntut akan pengelihatan mengenai kenyataan tidak ada ditambahi ataupun

dikurangi. Sesuatu itu sungguh benar apa adanya, hidup itu dari kejernihan dari saat

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ke saat,yang kemudian akan timbul suatu sikap manusiawi, sehingga hidup itu

dibaktikan untuk alam” .

Zen memiliki beberapa nilai estetika dan salah satu nilai estetika Zen yang

sering digunakan dalam kehidupan masyarakat Jepang adalah nilai estetika wabi-sabi.

pramudjo (2002, hal. 19) mengatakan bahwa “wabi sabi terdiri dari dua suku kata

yakni wabi dan sabi, keduanya berasal dari kata sifat yang mempunyai pengertian

hampir sama yaitu wabishii yang berarti tidak senang, sepi, sunyi, lenggang, suram,

dan redup. Sedangkan sabishii mempunyai arti kemelaratan, kesedihan, kemiskinan

dan kesepian.”

Dalam wabi saki suki :the Essence of Japanese Beauty, Itoh Teiji menjelaskan

tentang pengertian Wabi yang berasal dari kata sifat Wabishii yang memiliki

pengertian yang hampir sama tetapi tampak berlawanan yaitu yang pertama

kemelaratan dan kesengsaraan, sedangkan yang kedua keheningan yang anggun dan

sederhana.

Kehidupan Wabi dalam suatu keindahan lebih menunjukkan ekspresi maupun

ungkapan yang khas dalam suatu karya di Jepang, Wabi lebih mengarah kepada

konteks ruang, dimana seseorang akan lebih nyaman mengalami kehidupan yang

spiritual dalam keheningan dengan mengasingkan diri dari oranglain atau keramaian.

Wabi juga lebih mengacu kepada kesederhanaan dan kealamian. Misalnya, pada

warna bangunan , lebih terlihat indah jika menggunakan satu warna atau tanpa warna

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


daripada berwarna-warni atau bentuk yang tidak sengaja atau tidak lazim pada

sesuatu benda justru lebih menarik daripada desain yang dipoles.

Sedangkan Sabi lebih mengacu kepada dimensi waktu. Bisa diterjemahkan

sesuatu hal yang tampak tua, juga bisa diartikan sebagai tenang, sepi, maupun

tentram. Dalam Pictorial Ensyclopedia of Japanese Culture : the soul and Heritage

of Japan (Tokyo: Gakken Co,. Ltd,1987) hal.128 mengatakan “sabi adalah istilah

estetika yang berarti kepuasan dalam keindahan yang sederhana , pada sesuatu yang

telah memudar atau tidak sempurna. Kualitas sabi dapat dilihat pada mangkuk teh

bertepi tidak rata yang telah sering digunakan, retak, seperti pada bunga yang gugur

atau batu yang ditutupi oleh lumut.

Sabi bisa diartikan suatu nilai yang unik yang dimiliki oleh suatu benda yang

keindahan nya tidak bisa digantikan , ini bisa dicontohkan seperti nilai suatu benda-

benda kuno atau antik yang justru menjadi daya tarik suatu benda dan bernilai tinggi.

atau benda-benda yang sudah retak atau terbentur memiliki nilai yang berharga bagi

pemiliknya karena memiliki kenangan yang jauh lebih berharga dari benda-benda

yang baru.

2.3 Arsitektur Minimalis

Manusia tidak terlepas dari bangunan seperti tempat tinggal,sekolah,

perkantoran, dan sebagainya. Sejak dahulu bangunan menjadi kebutuhan hidup

manusia. Dewasa ini dapat kita perhatikan manusia mulai menciptakan bangunan-

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bangunan yang lebih kreatif dan memberi kenyamanan, ketenangan, dan kemewahan

kepada mereka. Pertambahan penduduk yang semakin banyak dan lahan yang

semakin sempit membuat manusia berpikir akan ide-ide yang lebih kreatif dan unik.

Salah satu fenomena sekarang yang dapat kita perhatikan dalam perkembangan

arsitektur adalah munculnya gaya minimalis. Arsitektur Minimalis merupakan gaya

yang menampilkan elemen seperlunya, sesederhana mungkin namun tetap

menunjukkan karakter mewah (elegan), minimalis dalam arsitektur menekankan hal-

hal yang bersifat esensial dan fungsional.

Sebenarnya desain rumah dengan gaya minimalis sudah ada kira kira sejak

tahun 1920 silam namun tidak begitu terkenal seperti saat ini. Baru sejak tahun 1990

konsep yang mengutamakan kesederhanaan ini mulai banyak dikenal dan mengalami

perkembangan begitu pesat pada tahun 2000. Dua tokoh yang mempopulerkan gaya

minimalis ini adalah Ludwig Mies van der Rohe dan Le Corbusier. Mereka telah

memberi warna dan pengaruh perubahan menuju konsep kesederhanaan yang menjadi

tujuan utama dari rumah minimalis. Gaya minimalis muncul akibat perkembangan

teknologi bangunan yang dikarenakan jaman yang semakin berubah dan maju. Lahan

yang semakin sempit dan harga tanah yang semakin mahal terutama diperkotaan serta

gaya hidup manusia yang serba praktis dan cepat juga harga bahan baku bangunan

yang terbilang cukup tinggi membuat para arsitek berpikir lebih kreatif mengurangi

masalah tapi tetap menunjukkan sifat keindahan dan keunikan pada bangunan.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Ir, Herry Kapugu “Salah satu alasan utama dari munculnya desain

bangunan minimalis adalah sebagai salah satu bentuk protes terhadap beberapa aliran

arsitektur yang dianggap boros dalam menggunakan bahan untuk bangunan yang

tidak ramah terhadap alam. Contohnya penggunaan kayu yang berlebihan untuk

bahan bangunan atau pembuatan interior yang diambil dari alam, padahal manusia

tidak bisa memproduksinya sendiri.”

Kemudian beliau melanjutkan bahwa, “Ide utama dengan Arsitektur

Minimalis adalah untuk melucuti semua turun ke kualitas esensial. Konsep ini tanpa

ornamen atau hiasan apapun. Semua aspek dianggap berkurang ke tahap di mana

tidak ada yang bisa menghapus sebuah elemen lain tanpa ada sesuatu yang kurang.

Apa yang merupakan esensi dari ruang adalah cahaya, bentuk, detail dari bahan baku,

jumlah ruang dan kondisi manusia yang paling penting. Arsitek Minimalis yang

dikenal tidak hanya mempertimbangkan kualitas fisik bangunan, mereka melihat

secara mendalam ke dalam dimensi yang lebih spiritual dan dapat menyampaikan

atmosfer ruang itu sendiri.”

2.4 Bangunan “Church of the Light” karya Tadao Ando

Gereja Terang atau Cahaya merupakan kapel utama Gereja kasugaoka ibaraki.

Dibangun pada tahun 1989, dikota Ibaraki , prefektur Osaka. Bangunan ini

merupakan salah satu desain yang paling terkenal dari Arsitek Jepang Tadao Ando.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada tahun 1999, bangunan utama diperpanjang dengan penambahan Sekolah

Minggu. Sumber: [Ir. Herry Kapugu,M.Ars hal 124].

Gereja ini dibangun dengan konsep Minimalis Zen. Ruang kapel

didefenisikan oleh cahaya , kontras yang kuat antara terang dan padat. Dalam kapel

cahaya masuk dari belakang altar dari bukaan Salib didinding beton yang memanjang

secara vertikal dari langit-langit dan horizontal dari dinding kedinding selaras

sempurna dengan sendi dalam beton. Dipersimpangan ini cahaya dan padat

dimaksudkan agar penghuni menjadi sadar pembagian mendalam antara spiritual dan

sekuler dalam dirinya. Sumber: [Ir. Herry Kapugu,M.Ars hal 129].

Struktur dan konstruksi dari Gereja Cahaya adalah struktur kecil di sudut dua

jalan di Ibaraki, lingkungan perumahan. Gereja ini terletak 25km utara-timur laut dari

Osaka di kaki bukit barat Yodo lembah koridor kereta api. Gereja ini memiliki luas

sekitar 113 m² (1216 ft ²). Gereja ini direncanakan sebagai tambahan untuk kapel

kayu dan rumah menteri yang sudah ada di lokasi. Gereja Terang ini terdiri dari tiga

kubus beton 5.9m (5.9m lebar x 17.7m panjang x 5.9m tinggi) ditembus oleh dinding

miring di 15 °, membagi kubus ke kapel dan area pintu masuk. Satu tidak langsung

memasuki gereja dengan menyelip diantara dua volume, salah satu yang berisi

Sekolah Minggu dan lainnya yang berisi ruang ibadah. Bangku, bersama dengan

papan lantai, terbuat dari perancah kembali bertujuan digunakan dalam konstruksi.

Sebuah salib memotong pada beton di belakang altar, dan menyala selama pagi hari

(seperti yang menghadap ke timur). Butuh waktu lebih dari dua tahun untuk

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyelesaikan. Keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan itu karena masalah

dalam meningkatkan dana yang diperlukan. Awalnya dikhawatirkan bahwa itu akan

membutuhkan biaya lebih dari anggaran dan Ando bahkan dianggap bangunan itu

tanpa atap, tetapi perusahaan konstruksi menyumbangkan atap dan hal itu tidak perlu

terjadi. Sumber: [Ir. Herry Kapugu,M.Ars hal 124].

2.5 Konsep Arsitektur Minimalis Zen Tadao Ando pada bangunan “Church of

the Light”

Dalam “Kajian konsep Arsitektur Minimalis Zen Tadao Ando pada bangunan

Church of the Light” yang disusun oleh Ir. Herry Kapugu,M.Ars (hal 122-123)

menjelaskan tentang 6 prinsip dasar arsitektur minimalis dan penerapannya pada

bangunan Church of the light (hal 125-128) yaitu;

1. Faktor bukaan ruang

Keinginan untuk menyatukan alam dengan karyanya diwujudkan dengan

memasukkan unsur cahaya dan bayangan. Unsur lain yang sangat menonjol

diperhatikan adalah angin, maka dalam desainnya ventilasi atau bukaan ruang

merupakan faktor yang esensial. Pola penempatan bukaan ruang disesuaikan dengan

kegunaan/fungsi yang diinginkan,sehingga hal ini sangat berpengaruh pada fasade

yang ditimbulkan pada bangunan.

Pada samping kanan gereja ini terdapat bukaan ruang yang difungsikan

sebagai area masuknya cahaya. Selain juga sebagai bukaan untuk masuknya cahaya,

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bukaan ini juga dibuat sebagai penghubung antara ruang luar gereja dengan ruang

dalam gereja yaitu ruang kapel.

2. Faktor cahaya dan Ruang

Cahaya akan memberikan atau memperkuat dan menentukan visual

permukaan-permukaan, geometri, tekstur, hirarki, ruang dan hubungan ruang dalam

desain arsitektur minimalis.

Cahaya yang dimaksudkan adalah bentuk pencerahan terhadap masing-masing

individu yang diwadahi oleh sebuah objek rancangan arsitektural. Cahaya yang

menembus yang berbentuk Salib merupakan penghasil terjadinya visualisasi harmoni

dalam sebuah ruangan yang berbentuk kotak. Selain itu cahaya yang dihasilkan bisa

memberikan kesan “kehadiran” akan sesuatu yang lebih besar dari seseorang yang

berada didalam ruang tersebut.

3. Faktor natural dan view

Kualitas ruang lainnya yang harus dipertimbangkan dalam menentukan letak

bukaan-bukaan dalam penutupan sebuah ruangan adalah pusat ruangan dan

orientasinya. Beberapa fungsi ruang pada desain arsitektur minimalis dapat memiliki

fokus intern, misalnya jendela dan bukaan pada dinding memberikan suatu kesatuan

hubungan visual antara ruang dengan alam sekitarnya.

Penempatan bidang bukaan ruang pada area-area tertentu pada bangunan

bukan hanya sebagai bagian dari suatu kesatuan desain tetapi juga untuk memasukkan

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


alam kedalam bangunan. Tidak ada batas yang memisahkan antara bangunan dengan

alam, namun bangunan diupayakan untuk menjadi substansi alam.

4. Faktor pembentuk ruang

Suatu bidang dikembangkan (menurut arah selain sifat arah yang telah ada)

berubah menjadi ruang berdasarkan konsepnya, ruang mempunyai tiga dimensi yaitu

panjang, lebar, dan tinggi. Bentuk adalah ciri utama yang menunjukkan suatu ruang.

Ruang adalah suatu wadah dari objek-objek yang adanya dapat dirasakan secara

objektif, dibatasi oleh elemen-elemen buatan seperti garis dan bidang, maupun

elemen alam seperti langit horizon.

Bentuk ruang yang digunakan Ando pada desain Gereja ini adalah 3 buah

kubus yang terpotong oleh sebuah dinding dengan kemiringan 15º, membagi kubus

ke kapel dan area pintu masuk. Satu tidak langsung memasuki Gereja dengan

menyelip antara dua volume, salah satu yang berisi sekolah Minggu dan lainnya yang

berisi ruang ibadah.

5. Faktor-faktor warna

Sebagai faktor pembentuk kualitas ruang, warna sangat diperhitungkan

penggunaannya. Dalam arsitektur minimalis tidak terlalu banyak mengkomposisikan

warna , biasa nya hanya memiliki warna turunan putih, hitam, abu-abu , dan warna

natural. Warna yang digunakan dalam arsitektur minimalis dapat juga berasal dari

warna bahan bangunan yang digunakan.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Warna merupakan sebuah media visualisasi yang bisa memberikan kesan

terhadap suatu objek, disini Tadao Ando mengungkapkan warna sebagaimana

adanya. Tanpa pengurangan maupun penambahan. Warna-warna tersebut muncul dari

warna alami bahan bangunan yang digunakan dan warna yang berasal dari alam

(natural).

6. Faktor keindahan

Faktor keindahan arsitektur minimalis adalah muncul dari kesederhanaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dipahami hakekat keindahan yang

sesungguhnya untuk melihat sejauh mana korelasi keindahan dengan filosofi

keindahan menurut arsitektur minimalis.

Prinsip kebenaran yang tergambar pada bangunan ini adalah sebuah

keindahan alami yang muncul dari sebuah kesederhanaan desain.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

NILAI ESTETIKA WABI SABI DAN PENERAPANNYA PADA BANGUNAN

“CHURCH OF THE LIGHT” KARYA TADAO ANDO

3.1 Estetika Wabi Sabi

Wabi Sabi merupakan salah satu nilai estetika yang berasal dari ajaran Zen

Buddhisme. Meski sebuah nilai yang sama dan mengandung sebuah makna

menemukan keindahan dalam ketidak sempurna, Wabi Sabi berasal dari dua suku

kata yang berbeda, yaitu:

Wabi berasal dari kata Wabishii [佗しい] yang artinya kemelaratan;

kesengsaraan maupun kekurangan. Wabi menunjukkan keindahan dalam dimensi

ruang. Wabi merupakan dorongan dari hati dan keteguhan diri untuk menikmati

keterpurukan (kondisi kemelaratan) yang berasal dari emosi dalam diri saat

menghadapi keadaan yang sulit dan kekurangan.

Sedangkan, Sabi berasal dari kata Sabishii [寂しい] yang artinya perasaan

sepi atau kesepian; sabi menunjukkan keindahan dalam dimensi waktu. Sabi bisa

diartikan sebuah ketenangan yang diperoleh dari rasa sepi dan dicapai oleh orang

yang telah meninggalkan kehidupan keduniawian. Sabi berasal dari jiwa yang

berusaha menemukan keindahan dalam kekosongan diri.

Jadi, Wabi Sabi merupakan sebuah nilai yang menunjukkan keindahan dalam

sebuah ketidaksempurnaan yang berasal dari dalam diri seseorang atau benda, yang

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebih mengutamakan kualitas diatas segalanya, menghargai kesederhanaan dan

kekurangan dari suatu objek.

Menurut Hisamatsu (1971:111) Zen memiliki tujuh karakteristik keindahan

yang dikenal dengan nilai wabi sabi yakni; fukinsei (ketidakteraturan), kanso

(kesederhanaan), datsuzoku (tidak terikat), kokou (esensi), shizen (kealamian), yugen

(memiliki makna), dan seijoku (keheningan)

3.1.1 Asimetris atau ketidakteraturan ‘fukinsei’ [ 不均斉 ]

Asimetris artinya tidak setangkup; atau tidak simetris. Dari segi bentuk

asimetris tidak lurus atau tidak rata, bisa juga berbentuk apa adanya. Asimetris juga

merupakan ketidak seimbangan ataupun ketidak teraturan. Biasanya asimetris

menunjukkan hal yang tidak sesuai dengan bentuk yang biasa atau tidak sesuai

dengan patokan yang telah ditentukan secara umum.

Didalam prinsip seni, asimetris bisa juga diartikan tidak sama tapi seimbang,

dan ketidakseimbangan tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan, ukuran,

warna, bentuk, tekstur, ruang, dan pencahayaan.

Dalam nilai estetika wabi-sabi ketidakteraturan ini dimaksudkan untuk

menghasilakan sesuatu hal atau benda yang hasilnya berbeda dan memiliki makna

yang lebih spiritual, maupun alamiah. Ketidak teraturan ini dalam nilai estetika Zen

menunjukkan kehidupan yang tidak bergantung pada kehidupan duniawi sehingga

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menghasilkan kehidupan spiritual yang lebih dalam dan berbeda dan

mengesampingkan kesempurnaan.

Nilai Asimetris bisa dicontohkan dengan permukaan benda yang tidak rata ,

misalnya mangkok keramik yang permukaannya kasar atau tidak berbentuk yang

sewajarnya / tidak normal, atau bentuk pohon yang tumbuh bercabang atau bengkok

namun memberikan nilai yang unik dan memberi keindahan nya tersendiri.

3.1.2 Kesederhanaan ; ‘kanso’ [ 簡素]

Hisamatsu menjelaskan bahwa kanso bukan berarti kesederhanaan yang

bernuansa melarat, melainkan kesederhanaan dengan konsep berhemat. Nilai tertinggi

dari suatu kesederhanaan menurut Hisamatsu adalah sesuatu yang dapat mewakili

atau mencerminkan sifat dari suatu benda secara utuh yang diekspresikan melalui

garis, warna, atau unsur-unsur lainnya. Hisamatsu mencontohkan warna yang

sederhana atau tidak mencolok. Kesederhanaan juga dapat dilihat pada desain interior

dan eksterior ruang upacara minum teh.

Kesederhanaan merupakan hal yang banyak mempengaruhi kehidupan

masyarakat Jepang terkhusus pada nilai estetika wabi-sabi. Nilai kesederhanaan

sangat menghargai kualitas objek dasar suatu benda dan lebih mengutamakan

karakter bawaan tanpa penambahan dan membiarkan sesuatu hal menunjukkan

karakter diri nya sendiri. Sebagai contoh di Jepang nilai ini juga digunakan pada seni

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tumbuhan atau ikebana, yang membiarkan bunga mengungkapkan ekspresi diri

sendiri, orang-orang memotong cabang-cabang daun dan bunganya dan hanya

mempertahankan bagian penting dari tanamannya. Kesederhanaan sangat menghargai

kepolosan dan mengirimkan ide kebebasan serta esensi hidup yang paling mendasar.

3.1.3 Dasar / Esensi atau inti ‘kokō’ [ 枯高]

kokō dapat diartikan menjadi kering, menjadi ciut, gersang atau layu. Secara

singkat kokō mempunyai arti telah berpengalaman menempuh waktu kehidupan.

Hisamatsu menjelaskan bahwa kokō merupakan kondisi yang memperlihatkan unsur

kematangan yang jauh dari kesan ketidakterampilan atau ketidak pengalaman atau

telah dimakan usia dan yang tinggal hanya intisarinya saja.

kokō juga merupakan suatu kedewasaan (berdasar umur maupun penampilan)

dan mampu melihat dari berbagai sisi. kokō dapat dilihat pada penggunaan kayu

lapuk, batu taman, pohon antik, batu keramat, lingkungan dan cuaca.

Esensi atau esensial bisa juga diartikan sebagai suatu pokok penting , inti, atau

sesuatu yang mendasar. Dalam wabi sabi kokō tercermin dari benda yang

menunjukkan karakteristiknya yang di peroleh melalui kehakikian atau nilai inti suatu

benda. Nilai dasar ini bisa dijelaskan seperti manusia yang semakin usianya

bertambah atau semakin tua maka akan memiliki banyak pengalaman dalam

hidupnya, serta idealnya semakin baik cara pandang dan cara berpikirnya. Jadi akan

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terlihat sempurna dan sangat terampil dalam menunjukkan kedewasaan atau

kematangan.

3.1.4 Kealamian ‘shizen’ [ 自然]

Kealamian berasal dari kata dasar alami berarti bersangkutan dengan alam;

bersifat alam; natural dan bukan artifisial; wajar; bakat . kealamian muncul dari alam

tidak dipoles atau tidak menyembunyikan karakter dasar dari tampilan maupun warna

yang dihasilkan oleh bahan-bahan yang digunakan dalam bangunan dan tanpa ada

penambahan material-material lain yang menutupi. Kejujuran dan apa adanya

bangunan menambah nilai dan keindahannya. Dalam nilai estetika wabi-sabi

kealamian suatu nilai yang ditekankan, karna Zen sangat menghargai kualitas bahan

dasar dan semua berasal dari alam. Tidak heran bagaimana Jepang sangat menghargai

alam nya sehingga sangat indah dan terjaga.

Menurut Hisamatsu kemurnian sabi dalam keindahan Buddhisme Zen adalah

sesuatu yang alami, sesuatu yang tidak dipaksakan. Namun bukan berarti sabi

merupakan fenomena alam yang terjadi dengan sendiri nya tanpa adanya campur

tangan manusia. Justru sebaliknya, sabi merupakan kreasi manusia yang dikerjakan

sungguh-sungguh dengan kesengajaan, yaitu dengan menghindari segala sesuatu

yang bentuknya artifisial dan dipaksakan.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebagai contoh kita bisa perhatikan dalam setiap bangunan di Jepang mereka

memiliki ciri khas dari desain Eksterior maupun Interiornya. Seperti yang kita ketahui

dalam desain arsitektur mereka sangat banyak dipengaruhi oleh filsafat Zen yang

mengajarkan keseimbangan dan keharmonisasian setiap bangunan eksterior dan

interior mereka baik itu faktor view , sudut ruang, bukaan ruang, dan sebagainya

selalu ada unsur alam seperti cahaya, pemandangan kearah alam, tumbuhan, dan

sebagainya. Desain ini sangat unik apalagi disetiap bangunannya lebih

mengutamakan esensi dan fungsinya.

3.1.5 Kedalaman Esensi ‘yūgen’ [ 幽玄]

Yūgen berarti kedalaman esensi, makna yang dalam, kedalaman atau

kesuraman. Ciri dari karakteristik ini adalah kegelapan. Suasana gelap pada

umumnya memberikan kesan seram, mencekam, menakutkan, mistik, kekejaman

maupun ancaman. Namun, menurut Hisamatsu kegelapan mempunyai makna untuk

menumbuhkan konsentrasi dan menciptakan suasana hening dan cerah. Kegelapan ini

tidak menimbulkan rasa seram maupun ancaman, melainkan menentramkan dan

menenangkan pikiran.

Karakteristik yugen bisa juga diibaratkan seperti kemampuan yang ada

didalam diri manusia yang tidak secara terbuka ditunjukkan kepada oranglain,

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melainkan berusaha menutupi kemampuannya. Contoh lainnya terdapat pada seni

pertamanan , seni keramik maupun ikebana.

3.1.6 Kebebasan ‘datsuzoku’ [ 脱俗 ]

Datsuzoku menekankan suatu kebebasan yang tidak terikat pada pola-pola,

rumus, kebiasaan, aturan, dan sebagainya. Bagi Zen aneka macam peraturan atau

rumusan tersebut akan menjadi penghalang aktifitas dan kreatifitas. Datsuzoku berarti

tidak dibatasi atau tidak terikat dalam berpikir dan bertindak. dengan kebebasan

setiap orang bisa menuangkan ide-ide yang tidak sama dengan oranglain. Karena

dengan kebebasan setiap orang bisa dengan jujur menuangkan karakter dirinya

sendiri.

Datsuzoku juga dapat diartikan suatu kejutan, fantasi, dan kreativitas yang

mengakibatkan aturan. Contohnya pada penggunaan pasir dan batu pada seni

pertamanan yang memiliki kejutan sendiri bagi orang yang melihatnya. Datsuzoku

memberikan nilai kreasi yang tinggi yang memberikan kebebasan atau keberanian

ekspresi dalam melukiskan suatu objek yang tidak dibatasi oleh pandangan manusia.

Namun penting dipahami kebebasan itu bukan berarti tanpa ada aturan dan

dasar. Sebab setiap hal ada hak bebas maupun pilihan yang menentukan arah

kebebasan yang dilakukan seseorang.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.1.7 Ketenangan ‘seijaku’ [ 静寂]

Seijaku atau ketenangan. Ketenangan bisa diartikan tidak terganggu. Jauh dari

kebisingan dan hal-hal yang mengganggu. Bisa juga dari kekuatan spiritual ,

kestabilan, dan ketentraman kearah pencerahan

Setiap orang pasti suka dengan ketenangan dan kenyamanan. Terutama saat

beribadah dimana semua orang pasti memerlukan ruang yang tenang dan jauh dari

kebisingan agar bisa berkonsentrasi dan fokus kepada Penciptanya. Ketenangan bisa

membawa seseorang kepada kehidupan spiritual yang lebih dalam.

Dalam kehidupan Zen umumnya meditasi sangat diperlukan untuk

mendapatkan ketenangan dan kenyamanan seseorang menemukan kekuatan baru dan

keintiman dengan alam maupun mendapat ketenangan jiwa.

3.2 Penerapan Karakteristik Nilai Estetika Wabi Sabi pada Bangunan Church

of the light

Nilai Estetika Wabi Sabi banyak digunakan dalam kehidupan masyarakat

Jepang seperti, ikebana, keramik, upacara minum teh dan sebagainya. Termasuk juga

digunakan dalam desain bangunan di Jepang. Arsitektur minimalis yang diterapkan

masyarakat Jepang merupakan suatu hal yang juga dipengaruhi oleh ajaran Zen.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Salah satu bangunan yang terkenal di Jepang adalah bangunan Church of the

Light karya Tadao Ando. Bangunan ini juga menerapkan ketujuh Karakteristik Nilai

Estetika Wabi Sabi.

3.2.1 ‘Fukinsei’ [ 不均斉 ] pada bangunan Church of the light

gambar 1: desain atau sketsa bangunan Church of the light

Jika kita perhatikan bentuk bangunan Church of the Light karya Ando ini dari

segi bentuk menunjukkan ketidak teraturan dimana Ando memotong beton yang

idealnya berbentuk balok sehingga menghasilkan karya yang berbeda dan tidak

beraturan.

Gereja tersebut terdiri dari sebuah volume balok (kubus rangkap tiga) yang

dinding tegaknya saling berpotongan dengan perbedaan arah 15 derajat, yang

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menegaskan ruang kapel dengan area masuknya yang segitiga. Masuk area diantara

sudut dinding yang terbuka, salah satu dinding kembali 180 derajat lurus dengan

ruang kapel. Lantai menurun bertahap kearah altar, yang dibelakangnya berupa

dinding yang tembus oleh garis vertikal dan horisontal terbuka membentuk salib.

Lantai dan bangku-bangku terbuat dari papan kayu penopang yang murah. Dengan

tekstur permukaannya yang kasar, menekankan karakter sederhana dan jujur dari

sebuah ruang (Pare,2000).

Ketidak seimbangan ini menunjukkan nilai ‘fukinsei’ dari estetika wabi sabi

diterapkan oleh Ando dalam desain minimalis bangunan Church of the light ini.

3.2.2 ‘Kanso’ [ 簡素] pada bangunan Church of the light

Dalam arsitektur minimalis sering sekali diungkapkan “less is more” .

minimalis pada arsitektur lebih menekankan hal-hal yang bersifat fungsional. Zen

mempengaruhi bukan hanya kepada orang Jepang tapi juga dunia barat tentang

kesederhanaan sebagai ide kebebasan dan esensi.

Pada bangunan Church of the light karya Ando ini bisa kita perhatikan , Ando

tidak menggunakan warna dan tidak banyak menggunakan fitur maupun hiasan di

dalam Gereja , terlihat sangat polos dan sederhana namun, tetap terlihat elegan dan

unik. Ando membiarkan karakter bahan dasar bangunannya menunjukkan atau

mengekspresikan keindahannya masing-masing. Sehingga setiap yang datang dan

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melihatnya bisa menjalankan ibadahnya dengan ruang ibadah yang sederhana dan

tenang. Serta mengalami kehidupan spiritual yang luar biasa dalam ruang sederhana.

Gambar 2: interior Church of the light

Yusita Kusumarini (2006) menjelaskan bahwa “Relasi “polos-berornamen”

juga bisa menjadi denotasi, yaitu ketika bentukan polos dianggap alamiah dan benar

sebagai simbol kejujuran dan kesederhanaan. Dalam analisisnya Kusumarini

menjelaskan juga bahwa Kursi dari bahan kayu papan penopang yang murah (simbol

kejujuran ruang dan indeks kesederhanaan) . Dinding polos, ekspos tekstur material

(indeks desain minimalis, sederhana, gaya modern).

3.2.3 ‘Kokō’ [ 枯高] pada bangunan Church of the Light

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ando dalam karyanya menunjukkan kebisaannya dalam membangun sebuah

karya yang terlihat bagus dan sangat berpengalaman. Hal itu bisa terlihat disetiap

karya-karyanya salah satu nya ‘Church of the light atau Gereja Terang atau juga

disebut Gereja dengan Cahaya’ ini. Bagaimana Gereja ini dibangun dengan tempat

yang strategis dan dengan bentuk bangunan yang unik. Arsitektur bangunan Gereja

Terang ini terlihat dewasa dan antik. Sejak dibangun tahun 1989 sampai sekarang

Gereja ini masih aktif digunakan dan dari segi bangunannya tetap sama dan bertahan.

Gambar 3: interior dan eksterior church of the light

Terlihat keterampilan yang cukup matang dari bangunan ini bagaimana Gereja

ini dibangun dengan desain yang cukup unik dan menarik. Dan bangunan Church of

the light ini menampilkan nilai dasar dan tetap mengutamakan keaslian serta

menonjolkan karakteristik dari material bangunan yang digunakan.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2.4 ‘Shizen’ [ 自然] pada bangunan Church of the Light

Kealamian tentu menjadi suatu nilai yang tidak terlepas dari kehidupan

masyarakat Jepang , apalagi mereka sangat menghargai kualitas alam. Pada bangunan

ini juga terlihat bagaimana unsur-unsur natural yang digunakan untuk menambah

kesan sederhana dan tidak terkesan glamour maupun berlebihan.

Gambar 4 : eksterior church of the light

Kealamian dari bangunan ini terlihat dari desain Eksterior bangunan ini yang

mana sekitarnya ditambah pohon dan tumbuhan menunjukkan kesan yang tenang dan

sejuk serta dirancang begitu sederhana.

Ir. Herry Kapugu juga mengatakan dalam kajianya mengenai penerapan

Arsitektur Minimalis pada bangunan church of the light “Penempatan bidang bukaan

ruang pada area-area tertentu pada bangunan bukan hanya sebagai bagian dari satu

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kesatuan desain, tetapi juga untuk memasukkan alam kedalam bangunan. Tidak ada

batas yang memisahkan antara bangunan dengan alam, namun bangunan diupayakan

untuk menjadi substansi alam.

Gambar 5: interior dan eksterior bangunan Church of the light

Pada bangunan Church of the light Ando memang terlihat memasukkan

karakter bawaan alam pada karya nya. Sesuai dari namanya , Ando memasukkan

unsur cahaya dari alam pada desain Interiornya yaitu melalui potongan balok yang

memotong horizontal dan vertikal yang membentuk salib yang memberikan kesan

yang dalam bagi setiap orang yang masuk kedalamnya. Cahaya yang dimasukkan ini

semakin memperjelas sudut , bentuk dan karakter bangunan ini.

Kemudian dalam analisis nya Kusumarini juga menjelaskan bahwa Cahaya

yang menembus dinding (simbol diafan, menunjukkan turunnya rahmat Ilahi).

Sementara itu, Ir. Herry Kapugu juga mengatakan bahwa , “Cahaya menembus yang

berbentuk Salib ini merupakan penghasil terjadinya visualisasi harmoni dalam sebuah

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ruangan yang berbentuk kotak ini. Cahaya yang menerangi hampir keseluruhan area

ruang membuat visual terhadap tekstur permukaan dinding beton massive menjadi

lebih jelas. Selain itu juga, cahaya yang dihasilkan bisa memberikan kesan

“kehadiran”akan sesuatu yang lebih besar dari seseorang yang berada dalam ruangan

tersebut.

3.2.5 ‘Yūgen’ [ 幽玄] pada bangunan Church of the Light

Kedalaman esensi atau yūgen biasanya bercirikan gelap dan suram, namun

yang dimaksud disini adalah yūgen yang memberikan suasana yang justru tenang dan

berkesan. Dalam desainnya Ando juga menunjukkan kedalaman esensi pada Gereja

Terang ini bukan hanya kedalaman esensi yang bersifat gelap. namun, lebih kearah

emosional dan karakteristik tersembunyi yang dimiliki bangunan ini.

Dari segi interior bangunan ini bisa kita perhatikan ruang yang terlihat kecil

padahal sebenarnya cukup luas ini memberikan suasana yang nyaman bagi

penghuninya dan memberi ruang yang lebih dalam sehingga memudahkan seseorang

berkonsentrasi saat masuk kedalamnya.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 6: interior Church of the light

Yusita Kusumarini (2006) menjelaskan bahwa “Gereja, mempunyai konotasi

kerohanian, dunia terang. Kombinasi sintagmatik teks-teks tersebut berdasarkan kode

sosial, menghasilkan konotasi sebuah ruang gereja yang sederhana, polos,

jujur,bergaya modern minimalis sekaligus art nouveau. Relasi sosial yang terdapat

dalam visualisasi gambar adalah relasi oposisi biner: Gelap = buruk vs terang = baik,

modern = sederhana vs art nouveau = elegan, polos = jujur, sederhana vs bidang

berornamen = eksklusif, manipulasi. .Relasi “gelap-terang” tersebut bisa menjadi

denotasi, yaitu ketika terang yang menembus kegelapan dianggap alamiah dan benar

sebagai simbol diafan, rahmat Ilahi.”

Yūgen pada bangunan Church of the light terlihat dari segi desain yang

memainkan unsur alam , yaitu gelap terang; ketenangan dan kesepian maupun

kesederhanaan yang menciptakan suasana yang apa adanaya, menunjukkan ruang

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kosong yang utuh sehingga menghasilkan kehidupan spiritual yang dalam bagi

penghuninya.

3.2.6 ‘Datsuzoku’ [ 脱俗 ] pada bangunan Church of the Light

Kebebasan memberikan kemampuan kreatifitas yang tidak dihalangi atau

tidak terikat. Kebebasan membawa sesuatu hal pada prinsip diri dan kemampuan

yang maksimal yang dimiliki. Hal ini juga dilakukan oleh Ando pada karya nya, dari

segi bentuk, penataan, ruang dan material yang digunakannya pada Gereja Terang ini

cukup menyampaikan kesan nilai yang sederhana namun elegan. Terlihat Ando

menuangkan kreativitas diri dan cara pandang yang baik untuk menunjukkan karakter

nya melalui karya yang ia bangun.

Gambar 8 : desain Church of the light

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam analisis nya Kusumarini juga menjelaskan “Bentukan bidang persegi

saling berpotongan (indeks manipulasi spasial yang tersamar) ; Lantai menurun

menuju altar (simbol rendah adalah mulia).

Hal ini menunjukkan adanya kebebasan yang berbeda dari bangunan ini

dimana terlihat bagaimana dari segi bentuknya dibuat berbeda dari pola biasa dan

memiliki karakteristiknya sendiri. Kebebasan ruang juga memberi suasana yang

cukup tenang bagi seseorang untuk mengalami pengalaman spiritual yang berbeda.

3.2.7 ‘Seijaku’ [ 静寂] pada bangunan Church of the Light

Church of The Light (ruang kapel) berlokasi di pemukiman sub-urban

Ibaraki, Osaka , Jepang yang cukup tenang.

Gambar 9 : interior Church of the light

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gereja Terang yang dibangun oleh arsitek Tadao ando ini juga memiliki nilai

ketenangan dari segi lokasi , tempat yang strategis dan dari segi ruang yang memberi

kesan dalam memberikan kehidupan yang nyaman bagi penghuninya.

Ketenangan juga terlihat dari segi desain Eksterior maupun Interior nya yang

harmonis , dimana seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Ando memasukkan unsur

alam baik di eksterior maupun interiornya seperti tumbuhan, dan cahaya.

Ir. Herry Kapugu juga mengatakan bahwa Salah satu fitur interior pada

bangunan Church of the light ini adalah kekosongan yang mendalam. Menurutnya

Banyak yang masuk ke gereja ini mengatakan mereka merasa mengganggu. Ruang

kosong yang berbeda mutlak untuk menimbulkan rasa ketenangan. 'kekosongan'

dapat mentransfer seseorang ke ranah spiritual. Kekosongan ini dimaksudkan untuk

menyerang penghuni sehingga ada ruang untuk 'spiritual' mengisi mereka.

Suasana ruang yang begitu dalam dari bangunan ini memberi suatu kesan

spiritual yang nyata bagi orang yang masuk didalamnya, karena dengan ruang yang

cukup tenang ini dapat membawa seseorang kedalam kehidupan spiritual yang intim

dengan Penciptanya. Sehingga kekosongan yang dirasakan hanya bisa diisi oleh Sang

Pencipta.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Wabi Sabi merupakan Salah satu nilai yang sering digunakan dalam filsafat

Zen. Nilai estetika wabi sabi menghargai keindahan dalam

ketidaksempurnaan. Wabi sendiri lebih mengacu kepada dimensi ruang

sedangkan Sabi lebih mengacu kepada dimensi waktu.

2. Menurut Hisamatsu Zen memiliki tujuh karakteristik keindahan yang dikenal

dengan nilai wabi sabi yakni; fukinsei (asimetris/ketidakteraturan), kanso

(kesederhanaan), datsuzoku (tidakterikat/kebebasan), kokō (esensi/nilai

dasar), shizen (kealamian), yūgen (memiliki makna/kedalaman esensi), dan

seijoku (keheningan)

3. Nilai estetika wabi sabi juga banyak mempengaruhi kehidupan Jepang

termasuk arsitektur. Bila diperhatikan bangunan-bangunan minimalis Jepang

memiliki keunikan sendiri. Nilai Zen buddhisme bukan hanya mempengaruhi

gaya arsitektur masyarakat Jepang tapi juga Negara lain termasuk Negara

barat.

4. Nilai Ketidakteraturan atau asimetris merupakan nilai yang tidak terlalu

mementingkan patokan atau bentuk secara umum, asimetris mendorong

seseorang keluar dari hal yang biasa atau aturan yang secara umum. Menurut

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


filsafat Zen ketidak aturan ini dapat mendorong seseorang kearah spiritual

yang alami atau tidak mementingkan hal duniawi. Ketidak teraturan ini juga

dapat diperhatikan pada bangunan Church of the light yang mana Ando

mengubah bentuk yang biasa menjadi hasil karya yang menakjubkan.

5. Nilai Kesederhanaan merupakan nilai yang mempengaruhi arsitektur Zen.

Karena kesederhanaan lebih mengutamakan kejujuran bahan dasar alamiah

dari material-material yang digunakan tanpa penambahan-penambahan corak.

Kesederhanaan melihat keindahan yang elegan dari sebuah kepolosan. Ini bisa

kita lihat dari setiap bangunan-bangunan arsitektur di Jepang, termasuk pada

desain Church of the light karya Ando

6. Nilai kebebasan mengajarkan bagaimana setiap hal baik orang maupun benda

menunjukkan karakter bawaan diri nya masing-masing tanpa ada keterikatan

atau penghalang yang membatasi setiap orang atau benda menunjukkan nilai

dalam diri nya.

7. Nilai Dasar atau Esensi atau esensial bisa juga diartikan sebagai suatu pokok

penting , inti, atau sesuatu yang mendasar. Dalam wabi sabi kokou tercermin

dari benda yang menunjukkan karakteristiknya yang di peroleh melalui

kehakikian atau nilai inti suatu benda. Nilai ini menunjukkan kematangan

atau kedewasaan, nilai ini menggambarkan suatu hal yang telah

berpengalaman

8. Nilai kealamian mengajarkan sebuah nilai yang bersifat alam atau natural.

Jepang merupakan Negara yang terkenal dengan alam yang baik , indah dan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terawatt itu dikarenakan mereka sangat menghargai alam itu sendiri, tidak

heran bahwa dalam konsep arsitektur mereka sendiri pun melibatkan alam

dalam bangunannya dan setiap segi kehidupan mereka

9. Nilai makna/kedalaman esensi biasanya bercirikan gelap, dingin dan hening

namun ini bukan berarti hal yang menakutkan atau mencekam. Yang

dimaksudkan dalam nilai ini adalah kehidupan spiritual yang tenang dan

dalam, dimana seseorang mengalami kekosongan yang hanya bisa diisi oleh

kehidupan spiritual , dan kehidupan itu dialami dengan intimasi yang kuat

antara dirinya dengan Sang penciptanya.

10. Nilai Keheningan/ketenangan ini hampir sama dengan kedalaman esensi

namun nilai ini lebih dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau lingkungan, butuh

ruang yang tenang dan jauh dari keramaian atau tempat yang terlalu banyak

orang maupun suara-suara bising sehingga dapat memberikan susasana

nyaman dan menolong seseorang berkonsentrasi dan fokus dengan kehidupan

spiritualnya.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 SARAN

1. Nilai positif dari filsafat Zen Buddhisme ini bisa diaplikasikan dalam

kehidupan kita khususnya dalam nilai keindahan, menghargai alam,

kesederhanaan dan eksperi diri yang tidak berlebihan dan tetap memegang

nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan kita khususnya di bangsa kita

Indonesia.

2. Dari segi arsitektur kita bisa menerapkan nilai-nilai estetika minimalis wabi

sabi didalam arsitektur kita dalam hal desain yang lebih esensial dan

fungsional mengingat pertambahan penduduk yang semakin banyak

khususnya di Indonesia

3. Sebaiknya kita sebagai masyarakat Indonesia lebih menghargai kualitas alam

dan menjaga keasrian lingkungan kita untuk menciptakan keindahan dan

ketenangan baik dalam kehidupan spiritual kerohanian kita dan baik juga bagi

kesehatan serta menolong generasi kedepan tetap merasakan keadaan alam

yang baik.

Daftar Pustaka

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Antariksa, Sudikno. Sejarah dan perkembangan style arsitektur di Jepang

2008

Azhar, Elita Fitri. 2008. Skripsi: Nilai-nilai estetika pad ataman Jepang

khususnya pada taman Karesansui . FIB Universitas Indonesia.

F.L, Whitney.1960. The Elements of Resert. Asian Eds. Osaka : Overseas

Book Co

Heri Gunawan, pendidikan karakter (konsep dan implementasi). Bandung:

Alfabeta, 2012, hal. 31

Hisamatsu, Shinichi. 1971. Zen and fine arts. Terj. Gishin Tokiwa. Tokyo:

Kodansha International

Ichimu, Terao.1988. Bi no Ronri : Kyo to Jitsu no Aida. Japan : Shuumotosha.

itoh teiji. 1993. wabi sabi suki: The Essence of Japanese Beauty :publisher

Mazda Motor Corp

juniper, Andrew (2003), wabi sabi , Tuttle Publishing, Vermont

Kusumarini,2006 Analisis Teks Dan Kode Interior Gereja Karya Tadao Ando

Pramudjo, Sri Iswidayati Isnaoen. (2002). Seni lukis kontemporer Jepang

(kajian estetika tradisional Wabi Sabi Jepang. Depok, Universitas Indonesia.

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan

Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


S.Gakken. 1987. Pictorial Ensyclopedia of Japanese Culture : the soul and

Heritage of Japan Tokyo: Gakken Co,. hal.128

Silalahi, Eva Nurintan. 2010. Skripsi: Nilai-nilai ajaran Zen Buddhisme

dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang . FIB Universitas Sumatera Utara

Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung

: Alfabeta.

Suzuki, Daisetz T. (2005). Zen and Japanese culture : Zen to Nihon bunka.

Tokyo : Kodansha International

Sumber internet:

http://www.academia.edu/9067303/Teori_Arsitektur_vitruvius

http://livejapan.com

http://nobleharbor.com/tea/chado/whatIsWabi-Sabi.htm

https://ejournal.unsrat.ac.id/kajian-konsep-arsitektur-minimlis-zen-t.pdf

http://sekedarwawasan.blogspot.com/2012/03/konsep-dasar-pemahaman-

estetika-wabi.html

http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT]

Diakses tanggal 21 Agustus 2012

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Jepang merupakan Negara yang terletak diwilayah paling Timur benua

Eurasia, dipisahkan oleh laut Jepang dan memanjang dari utara ke selatan sepanjang

3300km dengan total luas wilayah 377.923,1 km². Jepang terkenal sebagai Negara

yang kental akan budaya dan kecintaannya terhadap alam. Kehidupan Jepang banyak

dipengaruhi oleh Zen Buddhisme yang masuk dari Cina dan berkembang pesat di

Jepang. Zen mengajarkan harmoni, keseimbangan dan kesederhanaan . Salah satu

prinsip utama Zen yang terkenal adalah Estetika Wabi Sabi. Wabi Sabi menghargai

kualitas benda-benda yang polos, sederhana dan mengungkapkan karakter yang

paling dasar. Wabi sabi menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan lebih

melihat kedalam kekurangan untuk menghargai kuaslian diatas segalanya.

Wabi Sabi banyak diterapkan dalam kehidupan masyarakat Jepang salah

satunya dalam bidang seni dan arsitektur. Arsitektur di Jepang banyak menggunakan

gaya minimalis. Minimalis dalam arsitektur menekankan nilai yang esensial dan

fungsional. Salah satu bangunan minimalis di Jepang yang cukup terkenal adalah

bangunan “Church of the Light” karya Tadao Ando yang berada di Ibaraki, Osaka,

Jepang. Church of the Light atau Gereja Terang merupakan bangunan yang sangat

unik dari segi pengaplikasian konsep minimalis yang sederhana.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Desain Minimalis Church of the light ini menerapkan karakteristik dari nilai

esetika wabi sabi. Menurut Hisamatsu Zen memiliki tujuh karakteristik keindahan

yang dikenal dengan nilai wabi sabi yakni;

11. ‘Fukinsei’ [ 不均斉 ] yaitu Ketidakteraturan atau tidak seimbang. Nilai ini

Menunjukkan kehidupan yang tidak bergantung pada kehidupan duniawi

sehingga menghasilkan kehidupan spiritual yang lebih dalam dan berbeda dan

mengesampingkan kesempurnaan.

12. ‘Kanso’ [ 簡素] yaitu Kesederhanaan. Kanso lebih mengutamakan kejujuran

bahan dasar alamiah dari material-material yang digunakan tanpa

penambahan-penambahan corak. Kesederhanaan melihat keindahan yang

elegan dari sebuah kepolosan.

13. ‘Kokō’ [ 枯高] yaitu yaitu Dasar atau Esensi . Dalam wabi sabi ‘shizen’

tercermin dari benda yang menunjukkan karakteristiknya yang di peroleh

melalui kehakikian atau nilai inti suatu benda.

14. ‘Shizen’ [ 自然] yaitu Kealamian. Shizen Mengajarkan sebuah nilai yang

bersifat melibatkan alam. Alam menunjukkan kejujuran yang apa adanya.

15. ‘Yūgen’ [ 幽玄] yaitu kedalaman esensi . ‘yūgen’ berkarakter gelap maupun

suram. Namun disini maknanya untuk menumbuhkan konsentrasi dan

menciptakan suasana yang hening dan cerah.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16. ‘Datsuzoku’ [ 脱俗 ] yaitu Kebebasan. kebebasan disini menunjukkan

kedewasaan dan kematangan sebuah karakter. datsuzoku lebih

mengekspresikan diri tanpa ada penghalang maupun ikatan.

17. ‘Seijaku’ [ 静寂] yaitu Ketenangan. Ketenangan dalam wabi sabi biasanya

diperoleh melalui meditasi. Meditasi dipperlukan untuk mendapat ketenangan

dan kenyamanan seseorang menemukan kekuatan yang baru serta ketenangan

jiwa.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


要旨

とうたんちいき い ち くに にっぽんかい へだ
日本はユーラシア大陸の東端地域に位置する国 で、日 本 海 に隔

そ きた みなみ ひろ そうめんせき へいほう


てられ3300kmに沿って北 から 南 に広 がり、総 面 積 は377,923.1平 方

にほん ぶんか ゆた しぜん あい くに


キロメートルである。日本は文化の豊 かさと自然の愛 の国

にほんしゃかい ちゅうごく はい にほん きゅうそく


として有名とされている。日本社会は 中 国 から入 り、日本で 急 速 に

せいちょう ぜんぶっきょう えいきょう つよ う ぜん ちょうわ きんこう


成 長 している 禅 仏 教 の 影 響 を強 く受けている。禅 は調 和 、均 衡 、

かんそ にんげん おし ぜん もっと ゆうめい おし ひと


簡素といったことを人 間 に教 えている。禅 の 最 も有 名 な教 えの一

せいじゃく しっそ ひんしつ もっと


つは侘び寂びである。侘び寂びは 静 寂 、で質素なものの品 質 で、 最 も

きほんてき せいかく ひょうか ふかんぜん うつく


基本的な性 格 を評 価 することである。侘び寂びは不完全さにおける 美

みいだ なに しぜん そんけい


しさを見出し、何 よりも自然さを尊 敬 する。

にほんしゃかい げいじゅつ けんちく ぶんや ひろ てきよう


侘び寂びは日本社会において 芸 術 と建 築 の分野で広 く適 用

にほん けんちくぎょうかい み に ま り す と す た い る しよう


されている。日本の 建 築 業 界 では、ミニマリストスタイルをよく使用

けんちくぎょうかい ほんしつてき きのうてき か ち


している。 建 築 業 界 におけるミニマリストは本 質 的 かつ機能的な価値を

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


きょうちょう にほん ゆうめい たてもの ひと
強 調 する。日本にある有 名 なミニマリストの建 物 の一 つは

おおさかふいばらきしきたかすがおか い ち あんどうただお た いばらきかすがおかきょうかい


大阪府茨木市北春日丘に位置する安藤忠雄に建てられた茨 木 春 日 丘 教 会

てきようてき めん み
「Church of the Light」である。 ,適用的な面 から見て、

いばらきかすがおかきょうかい み に ま り す と す た い る た ゆ に く
茨 木 春 日 丘 教 会 がミニマリストスタイルで建てられて、ユニー ,クな

たてもの
建 物 である。

ぜん いばらきかすがおかきょうかい
禅 における侘び寂びという教えが茨 木 春 日 丘 教 会 の

み に ま り す と す た い る てきよう ひさまつし ぜん
ミニマリストスタイルに適 用 している。久松氏によると、禅

し なな せいかく
には侘び寂びとして知られている七 つの性 格

せつめい くわ
がある。以下その一つ一つについて説 明 を加 えてみよう。

ふきんせい
1. 不均斉

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


つ あ せいかく
不均斉とは釣り合いのとれていないことである。この性 格 は

せつなてき じんせい いぞん かんぺき ふか


刹那的な人 生 に依存しないから、完 璧 にかかわらず、より深 い

しんこうてき せいかつ で き ひょうじ


信 仰 的 な生 活 が出来るようになるを表 示 する。

かんそ
2. 簡素

しっそ
簡素は質素

たんじゅん
である。くどくどしくない、またけばけばしくない、 単 純

そぼく
なということである。あるいはさっぱりしている、素朴

ふく しっそ うつく
であるというようなことも含 まれている。質素における 美 しさを

みいだ
見出す。

かれこう
3. 枯 高

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


きほん ほんしつ しぜん もの
枯高とは基本あるいは本 質 である。侘び寂びには、自然は物

とくちょう み
の 特 徴 から見える。

しぜん
4. 自然

むしん むねん いし
無心、無念、 ,意志

すなお さくい
がみえぬということである。わざとらしくない、素直で作意

しぜん てんねん かんけい


がないということである。 ,自然ということは天 然 に関 係 する

か ち おし
価値を教 える。

ゆうげん
5. 幽 玄

ほんしつ ふか くら い み かんれん
とは本 質 の深 みである。 ,暗いということ意味によく関 連

しゅうちゅうりょく やしな しず あか
される。しかし、侘び寂びには、 集 中 力 を 養 い、静 かで明

ふんいき だ い み
るい雰囲気を作り出すという意味である。

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


だつぞく
6. 脱 俗

じゆう せいかく せいじゅく


脱俗とは自由のことである。 ,性格が 成 熟

い み しょうへき しょうがい
ししているという意味である。 ,障壁や 障 害 なしで

じぶんじしん ひょうげん しめ
自分自身を 表 現 しできることを示 す。

せいじゃく
7. 静 寂

お つ しず さわ
落ち着き、静 かさ、騒 がしくないことである。侘び寂びには

せい めいそう え しず かいてき え
静 さが瞑 想 によって得られる。 ,静かさと快 適 さを得るためには

めいそう あたら つよ こころ やす み


瞑 想 が必要で、 新 しい強 さと 心 の安 らぎを見

つけることができる。

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai