Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS PERBANDINGAN RITUS-RITUS PERTANIAN PADI

DI JEPANG DAN DI JAMBI

NIHON TO JAMBI NO INASAKU TO NO KANKEI NO ARU


NENCHUGIREI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam
bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

ASYIFA URRUH

140708058

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat dan kuasa-Nya penulis diberikan kesehatan selama mengikuti

perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Usaha yang diiringi

dengan doa merupakan dua hal yang membuat penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Ritus-Ritus

Pertanian Padi di Jepang dan di Jambi ” ini penulis susun sebagai syarat untuk

meraih gelar sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan,

dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D., selaku ketua pada Program

Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum.,Ph.D., selaku dosen pembimbing yang

dalam kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan banyak waktu

dan pikiran serta tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan

memeriksa skripsi ini dari awal hingga akhir skripsi ini selesai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Dosen penguji Ujian Skripsi yang telah menyediakan waktu membaca dan

menguji skripsi ini.

5. Para dosen pengajar beserta staf pegawai di Fakultas Ilmu Budaya,

khususnya pada program Studi Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu

dan pendidikan kepada penulis selama perkuliahan sampai penulisan

skripsi ini.

6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar

kepada orang tua yang sangat penulis cintai yaitu Ayahanda Yakub dan

Ibunda Wasliah, Adik kiting Halalika, dan Adik bulat Sulthan atas

dukungannya, kasih sayang, kesabaran, dan tidak pernah lelah mendidik

dan memberikan cinta yang tulus dan ikhlas kepada penulis.

7. Terima kasih kepada sahabat sekaligus sepupu penulis atas dukungannya,

Iin, Nurida, Irma, Afri, Desiyanti dll. Untuk teman-teman penulis di Sastra

Jepang Stambuk 2014, terima kasih atas canda tawa, tangis kesedihan,

tangis bahagia dan selalu mendengar setiap keluh kesah penulis. Anggun,

Ika, Nurul, Rizky, Dhea, Ija dan sekaligus teman-teman yang tidak bisa

penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih untuk kebersamaan

dan perjuangan selama empat tahun ini, setiap harinya akan menjadi

kenangan yang tidak terlupakan.

8. Dan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata

sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa yang akan datang.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis

sendiri dan bagi para mahasiswa Sastra Jepang.

Medan, Desember 2018


Penulis

Asyifa Urruh

NIM : 140708058

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ......................................................... 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori........................................... 5

1.4.1 Tinjauan Pustaka ................................................................ 5

1.4.2 Kerangka Teori .................................................................. 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8

1.5.1 Tujuan Penelitian ............................................................... 8

1.5.2 Manfaat Penelitian ............................................................. 8

1.6 Metode Penelitian .......................................................................... 9

BAB II GEOGRAFI DAN BUDAYA PADI DALAM MASYARAKAT

JEPANG DAN JAMBI

2.1 Geografi Jepang dan Jambi

2.1.1 Geografi Jepang ................................................................. 11

2.1.2 Georafi Jambi..................................................................... 12

2.2 Budaya Padi di Jepang ................................................................... 14

2.2.1 Padi Sebagai Makanan Pokok di Jepang ........................... 14

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Padi dalam Kepercayaan Orang Jepang ............................ 16

2.3 Budaya Padi di Jambi ..................................................................... 19

2.3.1 Padi Sebagai Makanan Pokok di Jambi .............................. 20

2.3.2 Padi dalam Kepercayaan Orang Jambi ............................... 20

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN RITUS-RITUS PERTANIAN PADI

DI JEPANG DAN DI JAMBI

3.1 Ritus-Ritus Pertanian Padi di Jepang ............................................. 26

3.1.11Ritus-Ritus Sebelum Menanam Padi ................................... 27

3.1.2 Ritus-Ritus Mengusir Hama ................................................. 29

3.1.3 Ritus-Ritus Keselamatan Panen............................................ 31

3.1. Ritus-Ritus Ucapan Rasa Syukur ........................................... 32

3.2 Ritus-Ritus Pertanian Padi di Jambi ............................................... 35

3.2.1Ritus-Ritus Sebelum Menanam Padi ..................................... 36

3.2.2Ritus-Ritus Mengusir Hama .................................................. 39

3.2.3Ritus-Ritus Keselamatan Panen............................................. 41

3.2.4 Ritus-Ritus Ucapan Rasa Syukur ........................................ 42

3.3 Perbandingan .................................................................................. 43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 49

4.2 Saran ............................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah negara maju yang masih memelihara kebudayaannya dengan

baik dan ada beberapa kebudayaan Jepang yang dipengaruhi oleh negara lain.

Dalam sejarah dapat dilihat bahwa Negara Jepang sangat dipengaruhi oleh budaya

Cina terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. Jepang juga mendapat pengaruh

Cina dibidang pertanian terutama dalam bidang penanaman padi. Penanaman padi

dimulai pada zaman Yayoi, dan awalnya persawahan padi ini mendapat pengaruh

dari Cina Selatan (Yawata, dalam Danandjaja, 1997:18). Yawata menyimpulkan

bahwa Negara Jepang mendapat pengaruh imigran dari Cina Selatan yang

tergusur dari Cina sebagai akibat dari politik ekspansi dari Dinasti Han.

Kebudayaan pertanian ini dapat dipastikan dari bukti-bukti peninggalan

benda-benda purbakala yang terbuat dari tanah liat yang pada sisi luar benda-

benda tersebut terdapat lukisan tentang kehidupan pertanian pada abad ke 3

sesudah masehi. Pada zaman Yayoi masyarakat sudah tinggal di dataran rendah

karena mereka sudah mengolah sawah, atau sudah mengenal kebudayaan padi.

Oleh karena itu ditemukan bekas rumah takayukashiki (rumah panggung). Rumah

panggung dibuat sesuai dengan kebutuhan hidup untuk dapat menyimpan padi

dalam waktu yang cukup lama. Zaman ini disebut zaman Yayoi karena

peninggalan-peninggalan benda-benda purbakala ini pertama sekali ditemukan di

Yayoicho di daerah Tsukiji Tokyo sekarang. Situs sejarah tersebut dinamai

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Yayoishikidoki (Toyoda, dalam Situmorang 2011:8). Sehubung dengan

dikenalnya teknologi pertanian, maka pada zaman Yayoi sudah dikenal peralatan

pertanian dari logam seperti arit, cangkul dan sebagainya. Biasanya orang Jepang

mulai menanam padi pada musim panas dan mereka menanami hampir separuh

tanah garapan mereka dengan tanaman padi.

Budaya padi di Jepang melahirkan seremonial bersifat religi yang memiliki

berbagai tujuan. Masyarakat Jepang juga percaya bahwa sebelum mulai menanam

padi ada unsur penyembahan kepada kekuatan-kekuatan lain yang tidak dapat

dilihat, maka mereka menamainya dengan Dewi Padi (Inarisama), yang dapat

berubah menjadi hewan yang disebut dengan Rase. Dengan kepercayaan kepada

dewi padi itu yang biasanya dibuat dalam bentuk-bentuk sesajen maka harapan

mereka produksi padi pasti akan melimpah karena diberkati oleh dewi padi.

Seremonial di Jepang dikenal dengan nama matsuri atau pesta rakyat.

Matsuri pada dasarnya adalah festival suci diantaranya berasal dari upacara

penanaman padi. Dalam arti luas matsuri dapat diartikan sebagai pesta rakyat

dimana sisi hura-hura serta kepentingan komersil lebih ditonjolkan daripada sisi

keagamaan (Danandjaja, 1997:302). Matsuri sangat erat hubungannya dengan

pertanian padi, terutama siklus penanamannya. Biasanya festival atau ritual ini

dilakukan pada musim semi dan musim gugur tujuannya untuk menarik perhatian

para dewa-dewa agar diberi hasil panen yang berlipat ganda.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian ritual adalah

suatu hal yang berkenaan dengan ritus. Dalam arti secara luas ritual adalah

serangkaian proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki tujuan

simbolis pada rangkaian acara tertentu. Sedangkan definisi ritual menurut

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(winnick dalam Nur Syam:2005) adalah serangkaian tindakan yang selalu

melibatkan agama atau magic, yang kemudian dimantapkan melalui tradisi. Ritual

ini tidak sama persis dengan pemujaan, karena ritual adalah tindakan yang bersifat

keseharian. Pengertian ritual menurut (Situmorang:2004) adalah suatu hal yang

berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan spiritual dengan suatu tujuan

tertentu.

(http://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-ritual-menurut-para-ahli/)

Demikian halnya bagi masyarakat Jambi yang mayoritasnya merupakan

pemeluk agama Islam, adat istiadat yang hidup di dalam masyarakat selalu

berpedoman kepada ajaran agama Islam “Adat bersandi syarak, syarak bersandi

kitabullah”. Tetapi sebagian masyarakat Jambi juga mempercayai hal yang gaib

dan mistik, dan beranggapan ada kekuatan sakti yang sewaktu-waktu dapat

menimbulkan malapetaka bagi seseorang yang menentangnya.

Kepercayaan ini terdapat dalam beberapa bentuk kehidupan masyarakat

sehari-hari, terutama petani di sawah dan di ladang. Masyarakat di Jambi biasanya

melakukan beberapa ritual atau upacara tradisional yang dilakukan dengan

simbol-simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antara sesama manusia dan

alam juga penghubung anatara dunia nyata dengan dunia gaib (Zulvita, 1993:95).

Selain upacara-upacara terdapat pula pantangan-pantangan untuk menangkal

kerusakan panen. Seperti, tidak boleh bersiul pada waktu menanam ataupun

menuai padi, tidak boleh menjelekan padi yang ditanam oleh orang lain dan masih

banyak lagi pantangan-pantangan dalam ritus pertanian padi di Jambi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan berusaha

mendeskripsikan persamaan dan perbedaan antara ritus-ritus pertanian padi di

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jepang dan di Jambi melalui judul skripsi “ANALISIS PERBANDINGAN

RITUS-RITUS PERTANIAN PADI DI JEPANG DAN DI JAMBI”

1.2 Rumusan Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi

dengan sesama manusia dan menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban.

Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya

peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan. Salah

satunya adalah budaya pertanian padi.

Di Jepang terdapat ritus-ritus tahunan yaitu dimulai dari awal tahun hingga

akhir tahun. Sepanjang tahun banyak ritus-ritus atau pesta-pesta. ritus-ritus ini

dimulai dari bulan Maret hingga bulan Februari tahun berikutnya. Hal ini ada

hubungannya dengan musim pertanian, yaitu musim menanam hingga pasca

panen.

Di Jambi ritus-ritus pertanian padi juga dibagi kedalam beberapa tahapan

yang sama dengan Jepang, yaitu musim tanam, mengusir hama, musim panen dan

pasca panen.

Oleh karena itu muncul sebuah pertanyaan apakah kebudayaan pertanian

padi yang ada di Jambi berasal dari Jepang, yang merupakan salah satu negara

yang pernah menjajah Indonesia ataukah hampir di setiap negara yang memiliki

kebudayaan pertanian padi memiliki beberapa unsur kesamaan pada beberapa

ritus-ritus kebudayan pertanian padi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut :

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Bagaimana budaya pertanian padi dalam masyarakat di Jepang dan di

Jambi ?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan ritus-ritus masa sebelum

menanam padi hingga pasca panen padi di Jepang dan di Jambi?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penulis menganggap

perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan selanjutnya. Agar

pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas yang dapat menyulitkan

pembaca untuk memahami pokok permasalahan.

Penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada masyarakat

pertanian di pedesaan dan di daerah pegunungan. Dan fokus pada perbandingan

ritus-ritus pertanian padi pada masa sebelum menanam padi hingga pasca panen.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti ritus adalah tata cara dalam

upacara keagamaan. Sedangkan arti ritual adalah tindakan seremonial (Kamus

Besar Bahasa Indonesia 1999:660).

Upacara adat erat kaitannya dengan ritual-ritual keagamaan atau disebut

juga dengan ritus. Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan

Ia juga dikatakan sebagai simbolis agama, atau ritual itu merupakan agama dan

tindakan” (Ghazali, 2011 : 50). Ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat

berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya, kepercayaan

seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa

alam melalui ritual-ritual, baik ritual keagamaan (religious ceremonies) maupun

ritual-ritual adat lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat

genting, yang bisa membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada

manusia maupun tanaman (Koentjaraningrat, 1985:243-246)

Penelitian lain yang berjudul “Ritus-ritus pertanian dalam masayarakat

Jepang” pada tahun 2005 oleh Rui Ferdila dari Universitas Sumatera Utara.

Terdapat beberapa perbedaan anatara penelitian yang terdahulu dengan penelitian

yang penulis lakukan. Perbedaan yang mendasar adalah ruang lingkup penelitian

yang berbeda dan juga dalam penelitian ini penulis tidak hanya membahas tentang

ritus pertanian padi di Jepang namun juga meneliti perbandingannya dengan ritus

pertanian padi di Jambi.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian perlu adanya kerangka teori untuk mendukung

penelitian tersebut, menurut Koentjaraningrat (1976:1) kerangka teori berfungsi

sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak

kedalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian kebudayaan masyarakat diperlukan

satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari

penelitian ini.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori komparatif yaitu penelitian

yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan

persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Teori ini juga didukung dengan

konsep ritual (Turner dan Schecner, dalam Murgiyanto, 1998:11) yaitu dengan

mempelajari pertunjukan sebagai suatu “proses” dan “bagaimana” wujudnya

dalam ruang waktu dan kontek sosial budaya masyarakat pendukungnya. Dengan

kata lain (Redcliffe Brown, dalam Kuper, 1996:11) menyatakan bahwa dalam

analisis ritual harus sampai pada makna dan tujuan. Dalam hal seremonial tanam

padi baik di Jepang ataupun di Jambi memiliki makna dan tujuan agar selama

proses penanaman padi hingga panen usai mendapatkan hasil yang baik dan

melimpah. Jika tindakan ritual banyak mengungkapkan simbol, berarti analisis

ritual harus diarahkan pada simbol-simbol ritual tersebut (Radclffe Brown,

1979:155-177). Untuk melihat makna dan fungsi dibalik ritual pada seremonial

tanam padi , Hal ini sesuai dengan pendapat Turner (1976:9) bahwa melalui

analisis simbol ritual akan membantu menjelaskan secara benar nilai tentang

kebenaran sebuah penjelasan.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan budaya pertanian padi dalam masyarakat di

Jepang dan di Jambi.

2. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan ritus-ritus

pertanian padi di Jepang dan di Jambi ditinjau dari ritus-ritus selama

sebelum menanam padi hingga pasca panen.

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai budaya

pertanian padi dalam masyarakat di Jepang dan di Jambi

2. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai ritus-ritus

selama masa sebelum tanam hingga pasca panen yang dilakukan

dalam pertanian padi di Jepang dan di Jambi.

3. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai

perbandingan ritus-ritus pertanian padi di Jepang dan di Jambi.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan. Menurut Nasution (1996 :

14), metode kepustakaan atau Library research adalah mengumpulkan data dan

membaca referensi yang berkaitan dengan topic permasalahan yang dipilih penulis.

Dengan membandingkan antara referensi dari sumber yang satu dengan sumber

yang lainnya untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

Kemudian rangkaiannya menjadi satu informasi yang mendukung peulisan

penelitian ini, guna menghimpun data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal

ilmiah, hasil penelitian, serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan

topik pembahasan.

Selain itu, penulis juga menggunakan metode deskriptif. Deskriptif menurut

Mulyadi (2004:51) adalah tulisan menggambarkan bentuk objek pengamatan.

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengembangan data tersebut ditulis dengan tetap mengacu kepada sumber

informasi dan data yang berkitan dengan permasalahan yang diangkat dalam

skripsi ini.

Metode komparatif merupakan penelitian yang membandingkan masyarakat

yang satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk mengetahui perbedaan dan

persamaan disamping untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kondisi

masyarakat tersebut (Abdulsyani, 1994:19). Hal ini juga didukung oleh Soekanto

(2000:49) bahwa penelitian dengan komparatif mementingkan perbandingan

antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk

memperoleh perbedaan dan persamaan serta sebab-sebabnya yang bertujuan untuk

mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masyarakat baik pada masa silam dan

masa sekarang.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisa bahan yang

telah terkumpul adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan

budaya tanam padi di Jepang dan di Jambi dari buku-buku, jurnal

ilmiah, hasil penelitian dan artikel di internet.

2. Tahap pelaksanaan

Mengklarifikasi data-data di atas sesuai dengan kelompoknya masing-

masing.

3. Tahap akhir

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menggabungkan data- data yang telah diklarifikasikan menjadi suatu

kesatuan kalimat utuh mengenai penelitian Ritus-ritus Pertanian Padi

dalam Masyarakat Jepang dan Jambi.

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

GEOGRAFI DAN BUDAYA PADI DALAM MASYARAKAT

JEPANG DAN JAMBI

2.1 Geografi Jepang dan Jambi

2.1.1 Geografi Jepang

Jepang memiliki topografi yang sangat terjal karena kepulauan ini terbentuk

dari aktivitas vulkanis dan merupakan bagian dari rangkaian sirkum

pasifik. Menurut Danandjaja (1997:1) kepulauan Jepang terbentang di sepanjang

timur laut hingga barat daya dan terletak di sebelah timur Asia. Jepang terbagi

atas empat pulau yaitu Hokkaido (83.520km²), Honshu (230.940 km²), Shikoku

(89.166 km²), dan Kyushu (36.554 km²). Meliputi 71% daratan Jepang, sedangkan

dataran dan cekungan meliputi 29%. 70% hingga 80% dari wilayah Jepang terdiri

dari pegunungan. Cuaca pada umumnya sedang dengan angin-angin musim,

kecuali sebagian Hokkaido di sebelah utara dan berapa pulau paling selatan.

Temperatur rata-rata tahunan adalah 22,4°C di Naha, Okinawa, dan 6,3°C di

Wakkanai, Hokkaido. Curah hujan berlimpah, berkisar dari 1.000-2.500 milimeter

pertahun.

Jepang mempunyai perubahan musim yang jelas batasnya, yaitu musim

semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Dalam musim panas angin

tenggara bertiup melintasi kepulauan Jepang dari Pasifik, sementara dalam musim

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dingin angin barat laut menyapu melintasi kepulauan ini dari benua Asia. Iklim

Jepang terbagi atas enam zona iklim:

a. Hokkaido : Kawasan paling utara beriklim sedang dengan musim dingin

yang panjang dan membekukan, serta musim panas yang sejuk.

b. Laut Jepang : Di pantai barat Pulau Honshu, tiupan angin dari barat laut

membawa salju yang sangat lebat. Pada musim panas, kawasan ini lebih

sejuk dibandingkan kawasan Pasifik. Walaupun demikian, suhu di kawasan

ini kadangkala dapat menjadi sangat tinggi akibat fenomena angin fohn

c. Dataran tinggi tengah : Wilayah ini beriklim pedalaman dengan perbedaan

suhu rata-rata musim panas sampai musim dingin yang sangat mencolok.

Perbedaan suhu antara malam hari dan siang hari juga sangat mencolok.

d. Laut pedalaman Seto : Barisan pegunungan di wilayah Chugoku dan

Shikoku menghalangi jalur tiupan angin musim, sehingga kawasan ini

sepanjang tahun beriklim sedang.

e. Samudera pasifik : Kawasan pesisir bagian timur Jepang mengalami

musim dingin yang sangat dingin, namun tidak banyak turun salju.

Sebaliknya, musim panas menjadi begitu lembap akibat tiupan angin musim

dari tenggara.

f. Kepulauan Ryukyu : Kepulauan di barat daya Jepang termasuk

Kepulauan Ryukyu beriklim subtropis, hangat sewaktu musim dingin dan

suhu yang tinggi sepanjang musim panas.

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.2 Geografi Jambi

Kota Jambi memiliki luas wilayah ± 205.38 km² (berdasarkan UU No. 6

tahun 1986). Sedangkan letak dan keadaan geografi Provinsi Jambi secara

geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara

101,10°-104,55° Bujur Timur. Keberadaan Kota Jambi yang terletak di tengah-

tengah pulau Sumatera. Secara geomorfologis Kota Jambi terletak di bagian Barat

cekungan Sumatera bagian selatan yang disebut Sub-Cekungan Jambi, yang

merupakan dataran rendah di Sumatera Timur.

Dilihat dari topografinya, Kota Jambi relatif datar dengan

ketinggian 0-60 m diatas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara

dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai

Batanghari, yang merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang

keseluruhan lebih kurang 1.700 km, dari Danau Atas – Danau Bawah (Sumatera

Barat) menuju Selat Berhala (11 km yang berada di wilayah Kota Jambi) dengan

kelebaran lebih kurang 500 m. Sungai Batanghari membelah Kota Jambi menjadi

dua bagian disisi utara dan selatannya. Selama Tahun 2013 rata – rata suhu

di Kota Jambi berkisar antara 26,0’C sampai 27,7’C. Dengan suhu maksimum

34,9’C yang terjadi pada bulan Juni dan suhu minimum 21,2’C terjadi pada bulan

Agustus s/d September. Curah hujan di Kota Jambi selama Tahun 2012 beragam

antara 29,1 mm sampai 326 mm, dengan jumlah hari hujan antara 10 hari sampai

23 hari perbulannya. (Kota Jambi Dalam Angka 2014). Kecepatan angin di tiap

bulan hampir merata antara 16 knots hingga 28 knots. sedangkan rata – rata

kelembapan udara berkisar 80%-86%. Jambi sebagian besar

merupakan dataran rendah 60%, selebihnya merupakan dataran tinggi dan

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pegunungan 40%. Dataran rendah terdiri atas 45% dataran kering dan 55% rawa-

rawa yang ketinggiannya berada antara 1-12,5 meter di atas permukaan laut.

Kesimpulannya iklim di daerah Jambi adalah iklim tropis. Pada bulan September

sampai dengan bulan Maret terjadi musim penghujan. Selanjutnya pada bulan

April sampai dengan Agustus terjadi musim kemarau.

2.2 Budaya Padi di Jepang

2.2.1 Padi Sebagai Makanan Pokok di Jepang

Padi merupakan sesuatu yang sangat penting dan wajib bagi orang Jepang,

khususnya bagi petani. Padi biasanya digunakan untuk merayakan festival-festival

sepanjang tahun di daerah pertanian. Orang Jepang jarang yang ada makan nasi

tiga kali sehari, jika adapun hanya para petani, karena mereka memerlukan banyak

tenaga untuk bekerja. Orang Jepang telah memberi tempat yang khusus untuk

padi sebagai makanan pokok mereka. Padi juga merupakan sesuatu yang sangat

penting dalam upacara-upacara yang diadakan setiap bulannya. Karena begitu

pentingnya maka ada sebagian petani yang menanami padi di seluruh sawahnya

hanya untuk alasan kepentingan upacara saja. Kebiasaan di daerah pertanian

adalah menyimpan padi untuk merayakan tahun baru, untuk acara khusus seperti

pernikahan bahkan dalam festival Bon padi di jadikan sebagai persembahan

kepada dewa. Metode memasak nasi pada zaman dahulu dengan zaman sekarang

juga sangat berbeda. Pada zaman dahulu nasi terlebih dulu di rebus dalam

keranjang rebusan yang disebut dengan kowameshi. Cara memasaknya adalah

keranjang itu di masukkan ke dalam panci rebusan air kemudian letakkan di atas

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
api dan cukup tunggu beberapa menit saja nasi sudah bisa di makan. Pada zaman

sekarang untuk memasak nasi sudah ada panci khusus yang disebut dengan kama,

yang dipakai bersamaan dengan kamando (belanga tanah). Nasi yang sudah masak

disebut dengan katakayu (nasi keras), dan apabila sudah menjadi bubur disebut

dengan kayu. Nasi bubur ini biasanya khusus di sajikan untuk orang yang sedang

sakit. Meskipun bubur tidak terlalu istimewa namun bubur menjadi makanan yang

dibuat untuk berbagai acara-acara sepanjang tahun. Contohnya pada tanggal 7

Januari, 15 Januari, dan pada tanggal 23 November. Makanan khas Jepang adalah

Mochi. Bahan dasar dari Mochi adalah beras ketan (mochi gome) dan mochi

merupakan kue tradisional Jepang. Kue mochi awalnya masuk ke Jepang melalui

Asia Tenggara, sewaktu sistem penanaman padi diperkenalkan ke Jepang. Kue ini

sejak dahulu sudah mejadi sesajen yang dipersembahkan kepada dewa, sehingga

kue ini selalu ada dalam upacara-upacara keagamaan ataupun pada perayaan pesta

rakyat. Pada tahun baru ada persembahan khusus bagi dewa yang disebut dengan

kagami-mochiyaitu kue beras bulat seperti cermin dan kue ini merupakan simbol

dari toshi-gami (dewa tahun), dan biasanya kue ini dipersembahkan di altar

keluarga. Orang Jepang selalu membuat kue mochi untuk merayakan tahun baru,

karena kue ini dipercayai sebagai hadiah dari toshi-gami (dewa tahun) atau dewa

panen. Dan bagi siapa yang memakan kue ini dipercayai dapat menambah panjang

usia selama satu tahun. Mochi bukan hanya disajikan untuk manusia tapi untuk

binatang peliharaan separti kuda dan binatang peliharaan lainnya bahkan juga

diberikan kepada alat-alat separti lesung, talenen, dan alat-alat pertanian separti

cangkul dan arit. Kegiatan ini disebut dengan toshi-tori (menambah tahun). Orang

Jepang percaya bahwa di dalam kue mochi ada sesuatu kekuatan yang ajaib. Ini

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bisa dilihat dalam bungo fudoki (catatan sejarah bungo), dimana di dalamnya

menceritakan tentang kisah kue beras yang menjadi target panahan yang dianggap

sebagai burung putih. Dan bagi para pengelana yang kecelakaan biasanya makan

kue mochi yang disebut dengan Chikara-mochi yaitu mochi yang bisa menambah

tenaga. Makanan lain yang bahan dasarnya beras adalah shitogi. Cara

membuatnya adalah tepung beras diuleni dengan air sampai lembut. Dan kue ini

juga dijadikan sebagai persembahan kepada dewa yang dinamakan dengan shitogi

mentah (nama-shitogi), tapi ini dilakukan pada zaman dahulu. Dan sekarang

sebelum dipersembahkan kepada dewa terlebih dahulu shitogi itu dikukus atau di

rebus. Nama-shitogi ini biasanya di jadikan persembahan kepada dewa gunung.

Selain makanan yang bahan dasarnya adalah beras, di Jepang minuman juga ada

yang berbahan dasar beras yang disebut dengan sake (arak beras). Pembuatan sake

di Jepang di mulai bersamaan dengan masuknya sistem penanaman padi di sawah

ke Jepang pada tahun 300 SM. Catatan tertulis pertama mengenai sake berasal

dari abad ke-3

2.2.2 Padi dalam Kepercayaan Orang Jepang

Di Jepang terdapat dua spesies dari rase atau Eurasian red fox (vulpes

vulpes) dari famili canidae (Kodansha,1994:406). Yang pertama Kitakisune

(vulpes vulpes sxhrencki)dari Hokaido, dan Hondokitsune (vulpes vulpes

Japonica) dari Honshu, Shikaku dan Kyushu. Panjang tubuh rase jenis hondo

kitsune adalah 70 cm, dan panjang ekornya kurang lebih 40 cm. Panjang tubuh

kita kitsune adalah sedikit lebih besar. Kedua spesies rase ini mempunyai bulu

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berwarna cokelat. Rase merupakan hewan pemakan daging paling umum di

Jepang. Habitat hewan ini di tanah datar maupun di daerah pegunungan, dan

banyak yang hidup di desa-desa. Mereka biasanya membuat rumah dengan cara

menggali lubang di tanah atau mendiami rumah-rumah kosong. Sejak zaman

dahulu kala orang Jepang sudah percaya bahwa rase mempunyai kekuatan gaib

dan dapat memukau (bewitch) manusia (Kodansha, 1994:597-598). Mungkin

kepercayaan ini timbul karena kelincahan hewan ini untuk melepaskan diri dari

marabahaya. Rase juga dianggap sebagai pesuruh dari Inari Daimyo Jin (dewa

padi-padian) yang disebut dengan Inari. Seperti disebutkan di atas, rase

berhubungan erat dengan dewa padi-padian yang bernama Inari Daimyo Jin.

Maka untuk mengetahui kesaktian hewan ini kita harus terlebih dahulu

mengetahui identitas dewa ini. Menurut Sonoda Minoru (1983:282-283), Inari

adalah dewa yang paling banyak disembah oleh penduduk Jepang, karena ia

merupakan dewa yang berhubungan erat dengan mata pencaharian orang Jepang

di masa lalu. Namun pada masa manufaktur di Jepang mulai dianggap penting

pada abad pertengahan (kurang lebih abad ke-13 dan 16), dewa ini disembah

sebagi pelindung dari tungku-tungku peleburan besi dari para pandai besi dan para

pedagang. Dewa ini kemudian juga menjadi populer dikalangan kelas ksatria

(samurai). Inari di zaman modern dijadikan sebagai dewa pelindung rumah tangga

(Yashikigami) dari semua lapisan kelas masyarakat. Di Jepang banyak terdapat

bukit dan hutan yang di yakini banyak dihuni oleh rase, dengan berbagi peristiwa

gaib yang dibuat oleh mereka. Di sekitar daerah-daerah itu telah di dirikan rumah

suci inari yang besar dan juga yang berukuran mini. Diantara bangunan suci

inari,yang terpenting yaitu bangunan suci Fushimi Inari di Kyoto. Bangunan-

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bangunan suci yang lain yaitu kuil Takekomo Inari di prefektur Myagi, kuil

Kasama Inari di prefektur Ibaraki, Kelenteng Toyokawa Inari (secara resmi

merupakan kelenteng Buddhis yang bernama Myogonji) di prefektur Aichi, dan

kuil Yutoko Inari di prefektur Saga. Selain itu masih ada lagi tempat-tempat

persembahan suci Inari dan tempat persembahan suci pribadi di rumah tempat

tinggal orang Jepang. Pada masa kini ada 40.000 tempat suci Inari yang diakui

dan dimasukkan ke dalam lembaga keagamaan Jepang. Berdasarkan mite yang

terdapat dalam karya-karya klasik seperti Kojiki dan Nihon Shokidari agama

Shinto, dewa Inari di identifikasikan sebagai Uka no Mitama atau Ugano mitama

no Kami, dan juga disebut Toyoke himeatau Ioyuke Hime no Kami (dewa dari

tempat suci bagian luar dari kuil Ise); Wakauka no Kami; Ukemochi no Kami;

Ugetsuhime no Kami; atau Miketsu Kami (dalam semua nama ini terdapat unsur

uke’ ke’ dan ge’ yang semuanya berarti makanan dan gami yang berarti dewa.

Ada banyak versi mengenai etimologi dari Inari, tetapi tidak ada yang tepat.

Menurut salah satu teori, istilah ini adalah ringkasan dari Ineneri yang berarti bulir

padi yang masak. Menurut sejarah kuil-kuil Shinto, dewa Inari berasal dari rumah

pemujaan Fushimi Inari Shrine. Kuil tersebut adalah tempat persemayaman dewa

penjaga keluarga besar Hata tua di daerah Kyoto yang di dalamnya bersemayam

roh leluhur bernama Hata no Kimi Irogu. Menurut legenda Hata adalah satu-

satunya orang yang memiliki beras yang melimpah. Olahraga memanah

merupakan hobbinya, dan yang di jadikan sasaran panahannya adalah kue yang

terbuat dari tepung beras. Apabila anak panahnya tepat mengenai kue beras itu

maka kue beras itu akan berubah menjadi seekor angsa dan terbang menuju

gunung yang tidak jauh dari tempat ia memanah itu. Setelah hinggap di pohon ,

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maka angsa tadi berubah menjadi sebatang tanaman padi. Maka sejarah dari

istilah ina-inari atau menjadi beras adalah dari legenda ini dan dari legenda ini

juga muncul istilah Inari dan juga Inari Yama atau Gunung Inari. Dan inilah

kegiatan yang dilakukan oleh Hata setiap harinnya maka semakin rajin ia

memanah hasil padinya pun semakin melimpah. Setelah Irogu meninggal, maka

keturunannya berusaha memperbaiki kesombongan leluhurnya itu. Mereka

menggambil satu pohon dari gunung itu dan membawanya ke rumah dan di tanam

kemudian dipuja seperti dewa, dan disana juga mereka dirikan rumah pemujaan

Inari.Rumah pemujaan ini di resmikan pada “Hari Kuda” pertama atau yang

disebut dengan Hutsumapada bulan kedua di tahun 771. Setiap tahun semua

peristiwa itu di peringati dalam pesta rakyat dan dipersambahkan kepada dewa

Inari. Dari legenda itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Inari pada mulanya adalah

dewa perladangan. Biasanya roh binatang terutama rase dapat merasuki tubuh

manusia, dan dapat membuat gila kalau seseorang itu keadaanya lemah. Rase di

percayai sebagai pesuruh dari dewa yang turun ke bumi. Dan banyak orang

Jepang yang meminta keberuntungan ataupun rejeki kepada rase itu.

2.3 Budaya Padi di Jambi

Sebelum membahas tentang budaya padi di Jambi. Penulis akan membahas

secara singkat tentang sistem bertani di Jambi. Sistem bertani di ladang masih

memegang peranan penting di Jambi, selain pertanian di sawah, terutama

persawahan pasang surut. Pertanian di ladang atau di sawah. Daerah hutan rimba

tropik dikatakan sebagai daerah yang pas untuk bercocok tanam. Daerah hutan

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rimba tropik tertletak di sekitar khatulistiwa kira-kira 5° sampai 10° ke utara dan

ke selatan, maka Jambi sebagai salah satu daerah yang berada dalam wilayah

Indonesia yang termasuk ke dalam lingkungan daerah hutan rimba tropik, sudah

tentu banyak mengenal tentang bentuk dan cara melakukan pertanian di ladang.

Berbagai kegiatan pertanian dalam bentuk bercocok tanam di ladang telah

menjadi unsur kehidupan yang amat penting dalam corak kehidupan masyarakat,

karena pada umumnya masyarakat daerah jambi menggantungkan hidup terutama

dari segi bercocok tanam. Ada sebutan lokal untuk jenis ladang di Jambi: perelak,

kebun mudo, umo renah, umo talang.

2.3.1 Padi Sebagai Makanan Pokok di Jambi

Sama halnya dengan di Jepang, padi juga merupakan sesuatu yang sangat

penting bagi masyarakat Jambi. Sebagian besar mata pencarian masyarakat

pedesaan di Jambi adalah bertani, padi atau nasi juga merupakan makanan pokok

masyarakat Jambi. Menurut Bambang Hariyadi seorang dosen sekaligus peneliti

di Universitas Jambi mengatakan bahwa kecenderungan masyarakat untuk

memilih nasi sebagai makanan pokok dikarena adanya persepsi yang tertanam di

masyarakat Indonesia bahwa mengkonsumsi nasi menunjukkan kemakmuran dan

kesejahteraan. Hal ini terjadi karena saat masa penjajahan hanya orang-orang yang

memiliki jabatan, dan pemilik kekuasaan yang mampu mengkonsumsi nasi

sebagai makanan pokok Sedangkan masyarakat biasa hanya dapat makan jagung,

umbi-umbian atau singkong.

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.2 Padi dalam Kepercayaan Orang Jambi

Kebudayaan masayarakat di Jambi sebagian besar dipengaruhi oleh

kebudayaan islam, dapat dilihat dari bentuk bangunan seperti mesjid, batu nisan

dan adat istiadat dan kebiasaan sehari-harinya. Disamping itu terdapat pula

pengaruh kebudayaan China. Jung-jung atau tongkang-tongkang merupakan bukti

peninggalan adanya pengaruh kebudayan China. Jika dilihat dari seni hias

pengantin, mulai dari tempat duduk, pakaian dengan manik-manik banyak

terpengaruh oleh motif-motif kesenian Tiongkok.

Pengaruh dari beberapa kebudayaan yang masuk ke Jambi selain

kebudayaan Islama membuat masyarakat Jambi yang umumnya beragam Islam,

tetapi sebagian masyarakat juga mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang

menyangkut kepercayaan gaib yang dianggap mereka mempunyai kekuatan sakti,

yang sewaktu-waktu jika diabaikan dapat menimbulkan malapetaka bagi yang

mengabaikannya. Kepercayaan seperti ini masih dianut oleh sebagian masyarakat

terutama bagi para petani tradisional.

Para petani tradisional di Jambi memiliki kepercayaan-kepercayaan yang

berkaitan dengan roh, magis dan lagenda yang diceritakan secara turun temurun

oleh leluhur. Ada beberapa lagenda yang berkaitan dengan padi yaitu kisah putri

tangguk dan kisah padi sebesar kelapa.

Dikisahkan bahwa dahulu di kerinci, Jambi. Hiduplah seorang perempuan

bernama putri Tangguk. Ia disebut putri tangguk karena walaupun ia hanya

memiliki sawah seluas tangguk (alat penangkap ikan) ia mampu menghasilkan

padi yang berlimpah. Ia hidup bersama suami dan 7 anaknya. Pada suatu hari putri

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tangguk bersama suami dan anak-anaknya pergi ke sawah, namun diperjalanan ia

terpeleset dan terjatuh. Kemudian suaminya yang berjalan dibelakang langsung

menolongnya. Tetapi ia masih saja marah dan berkata bahwa padi yang akan ia

tuai nanti akan diserakkannya di jalan sebagai pengganti pasir agar ia tidak

terpeleset lagi. Setelah selesai memanen padi putrid tangguk pun menyebarkan

padi-padi yang ia tuai di jalanan, hampr sebagian besar hasil panen ia serakkan di

jalan.

Ketika pulang putri tangguk sibuk menenun pakaian sampai lupa memasak

nasi. Ketika malam tiba si bungsu menangis kelaparan dan putrid tangguk pun

menyuruh anaknya yang lain untuk memasak nasi. Tetapi sang anak berkata

bahwa beras sudah habis. Karena tidak ingin menganggu tetangga dengan

menumbuk padi pada malam hari, putrid tangguk menyuruh anak-anaknya

bersabar sampai besok pagi. Ketika pagi tiba, putri tangguk menyuruh suaminya

untuk mengambil padi di lumbung, tetapi alangkah terkejutnya ia ketika suaminya

pulang tanpa membawa padi dan sang suami berkata dengan lemas bahwa semua

padi mereka yang ada di tujuh lumbung habis tidak bersisa, hilang begitu saja.

Putri tangguk pun terdiam dan bersedih sembari memikirkan apa yang telah dia

perbuat sehingga dia diberikan musibah seperti ini, setelah itu ia sadar bahwa ia

telah sombong dan takabur dengan cara membiarkan padi-padi yang telah ia

panen dijadikan pengganti pasir dijalan. Malamnya ia bermimpi berjumpa

seorang pria tua yang berkata bahwa diantara padi yang ia serakkan ada sebatang

padi hitam, laki-laki itu berkata bahwa padi hitam itu adalah raja mereka, karena

padi hitam diperlakukan seperti itu maka padi yang lain ikut marah. Para padi

tidak akan tumbuh lagi disawah dan rezeki putri tangguk tidak lebih seperti seekor

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ayam yang harus mengais dahulu baru bisa makan, dan rezeki yang didapatpun

hanya cukup untuk makan sehari. Ia pun amat menyesal tapi semuanya tidak akan

berubah, dan ia pun terbangun dari tidurnya. Dari cerita ini menunjukan bahwa

padi dipercayai memiliki perasaan dan padi haruslah dihormati dan dihargai

karena merupakan salah satu sumber rezeki, maka dari itu para petani tidak boleh

sombong dan takabur, walaupun telah diberi rezeki yang melimpah.

Selain kisah putri tangguk ada kisah lain tentang padi. Dahulu kala di daerah

Teluk Pandak terdapatlah sebuah padi sebesar buah kelapa. Masyarakat setempat

tidak pernah tahu dari mana asalnya. Padi itu ditemukan oleh seorang penduduk di

sekitar rumahnya. Padi yang ditemukan itu bukanlah padi lengkap dengan

batangnya, namun hanya sebuah biji padi sebesar kelapa lengkap dengan

cangkangnya. Penduduk Teluk Pandak percaya bahwa padi itu merupakan titisan

dari Dewi Sri. Mereka seperti mendapatkan berkah dengan turunnya padi itu ke

tempat mereka.

Saat musim tanam tiba, masyarakat membawa padi sebesar kelapa tersebut

ke sawah yang akan ditanami. Setelah padi ditanam, masyarakat berkumpul untuk

melakukan doa bersama agar padi yang ditanam mendapat berkah dari Tuhan.

Sekelompok muda-mudi membawakan tari Dewi Sri. Tarian itu diiringi oleh lagu

yang bersyair doa dan pujian kepada Tuhan. Lagu itu mereka namakan dengan

Nandung. Kulit padi mereka pukul-pukul sebagai gendang pengiring tarian Dewi

Sri.

Waktu terus berjalan. Musim panen pun tiba. Masyarakat kembali berkumpul dan

bersama-sama melakukan panen. Panen pertama ini mereka lakukan hanya untuk

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagian kecil padi yang akan digunakan untuk acara makan bersama. Saat akan

menuai padi, mereka menimang-nimang padi titisan Dewi Sri itu sambil

melantunkan puji-pujian kepada Tuhan atas keberhasilan tanaman mereka. Padi

yang sudah dituai kemudian diirik dengan kaki. Setelah itu padi dijemur. Setelah

menjadi beras, padi itu dimasak dan dipersiapkanlah sebuah acara makan

bersama. Dalam acara itu padi sebesar kelapa itu kembali dibawa. Sebelum makan

mereka melagukan syair-syair yang intinya adalah syukuran, doa mohon

keberkahan, dan keselamatan kepada Tuhan. Acara makan pun selesai. Keesokan

harinya masyarakat secara bersama-sama memanen seluruh padi.

Setelah seluruh padi selesai dipanen, tumbuhlah anak padi dari bekas batang

padi yang tinggal. ini lebih kecil. Mereka menamakan padi yang lebih kecil itu

dengan Salibu. Padi itu ukurannya lebih kecil dari ukuran padi biasa. Salibu itu

kemudian di panen. Setelah dipisahkan dari cangkangnya, Salibu kemudian

digonseng dan ditumbuk hingga berbentuk emping. Proses menggonseng hingga

menumbuk Salibu dilakukan oleh muda-mudi dari sore hingga malam hari.

Selama proses itu tidak jarang ada muda-mudi yang akhirnya berjodoh. Emping

dari Salibu kemudian dimakan bersama-sama dalam acara pernikahan muda-mudi

yang berjodoh itu.

Dari cerita tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Jambi percaya bahwa

Dewi Sri merupakan Dewi padi sama halnya dengan di Jepang yaitu adanya Inari

sama. Dwi Sri dipercaya sebagai dewi yang menguasai ranah dunia bawah tanah

juga bulan. Perannya mencakup segala aspek, yakni sebagai pelindung kelahiran

dan kehidupan. Ia juga dapat mengendalikan bahan makanan

di bumi terutama padi yang merupakan bahan makanan pokok masyarakat

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Indonesia. Ia juga dipercayai dapat mengatur kehidupan, kekayaan, dan

kemakmuran. Salah satu wujud kemakmuran yang diberi oleh Dewi Sri adalah

dengan diberikannya panen padi yang berlimpah. Dewi Sri juga mengendalikan

segala kebalikannya yaitu kemiskinan, bencana kelaparan, hama penyakit, dan

hingga batas tertentu, mempengaruhi kematian. Karena ia merupakan simbol bagi

padi, ia juga dipandang sebagai ibu kehidupan. Seringkali ia dihubungkan dengan

tanaman padi dan ular sawah. Sebagian masyarakat Jambi memiliki kesadaran

bahwa mereka memiliki ikatan dengan alam, roh, dan dewa. Karena secara

langsung maupun tidak langsung alam memberikan kehidupan dan penghidapan

kepada mereka. Masyarakat percaya bahwa alam memberi pengalaman dan

pengetahuan bagaimana mereka harus memperlakukan alam lingkungan yang

mereka miliki. Dan Alam itu tidak hanya sebatas alam manusia tapi juga

mencakup alam roh dan dewa.

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

ANALISIS PERBANDINGAN RITUS-RITUS PERTANIAN PADI

DI JEPANG DAN DI JAMBI

3.1 Ritus-ritus Pertanian Padi di Jepang

Dalam melakukan semua kegiatan pertanian masyarakat Jepang selalu

melihat berdasarkan perubahan bulan. Pada zaman Meiji tepatnya tahun 1872,

sistem penanggalan yang di pakai adalah berdasarkan peredaran matahari.

Sementara bagi masyarakat pedesaan ataupun masyarakat pedalaman untuk

menghitung hari mereka menggunakan sistem penanggalan berdasarkan peredaran

bulan ataupun perhitungan berdasarkan satu bulan. Maka banyak sekali ritual-

ritual yang dilakukan di setiap bulannya. Biasanya yang masih sering melakukan

perayaan-perayaan tahunan adalah masyarakat pedesaan, alasannya karena rasa

kekeluargaan atau persaudaraan masih sangat kental. Tujuan dari perayaan ini

adalah agar mereka mendapat hasil panen yang banyak terutama panen padi. Dan

karena hasil panen padi melimpah setiap tahunnya maka kehidupan masyarakat

juga akan terlihat makmur.

Sebagai rasa ucapan terimakasih kepada dewa yang telah memberikan

semua itu, maka diadakanlah upacara-upacara tertentu. Setelah semuanya selesai

sebelum melakukan kegiatan di tahun berikutnya, para petani ini biasanya

mengambil waktu untuk beristirahat dengan cara berlibur selama 40 sampai 50

hari sekaligus untuk mengabdikan diri kepada sang pencipta.

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perubahan musim juga sangat mempengaruhi perayaan-perayaan yang ada

di Jepang. Jepang terdiri dari 4 musim yaitu musim semi, musim panas, musim

gugur dan musim dingin, jadi untuk mengadakan ritual-ritual tertentu

masyarakat harus memperhatikan perubahan musim yang sedang berlangsung.

3.1.1 Ritus-ritus Musim Semi (Ritus-ritus menabur benih)

Bagi orang Jepang bulan Maret di peringati sebagai bulan boneka. Di

setiap ruangan-ruangan tertentu di pajang berbagai jenis boneka. Bulan ini juga

dikenal sebagai perayaan sakura dan juga perayaan sake beras. Biasanya sake

yang di minum bukanlah sake yang sembarangan tapi sake yang langsung diperas

dari buah persik.

Untuk merayakan bulan ini di buatlah makanan yang khusus yaitu kue

beras yang akan dipersembahkan kepada dewa. Kue beras dibuat beragam warna

yaitu merah jambu, putih, hijau dan di potong berbentuk boneka atau berbentuk

rumput-rumput yang disebut dengan kusamochi. Para petani pada musim ini

sudah dapat menanam padi. Sebelum menggarap sawahnya, biasanya mereka

berlibur sejenak dengan cara pergi ke gunung atau pergi bertamasya ke pantai.

Pada tanggal 8 April, biasanya ada perayaan untuk Buddha Gautama atau

Kanbutsue, para biara Buddhis membuat pavilion-pavilion kecil yang mereka

sebut dengan hanamido (pavilion bunga). Di tengah-tengahnya diletakkan patung

Buddha di dalam ember. Dalam perayaan ini semua umat yang ada di vihara

membawa cangkir yang terbuat dari bambu untuk menerima amacha (teh manis)

dari kuil. Sebagian teh manis itu di siramkan ke tanaman dengan tujuan agar

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tanaman ini dapat terhindar dari serangga. Dalam teh manis itu dipercayai ada

suatu kekuatan gaib. Namun sekarang perayaan itu sudah mulai hilang, dan

kebanyakan orang pada tanggal 8 ini pergi mendaki gunung dan mengumpulkan

bunga-bungaan liar.

Pada musim semi ini tepatnya bulan april para petani banyak mengadakan

ritual-ritual tertentu. Ritual itu dibuat khusus untuk menyembah dewa gunung dan

persembahan yang mereka buat adalah kue mochi.

Selanjutnya pada bulan mei menurut kepercayaan tradisional di Jepang

bulan ini merupakan bulan istimewa untuk anak laki-laki. Bulan ini juga disebut

dengan Tango-no Sekku yang berarti “Kuda Permulaan”. Hari ini dirayakan

dengan membuat makanan khas yaitu kue beras yang dibungkus dalam bambu,

disebut dengan chimaki

atau sering juga disebut dengan khasiwa-mochi. Bagi para petani bulan ini

merupakan bulan yang sangat penting sekali. Karena para petani sudah mulai

menanam padi. Tapi sebelum itu mereka mengadakan ritul-ritual untuk

menyembah dewa padi, tujuannya agar dewa padi memberkati padi mereka.

Dalam mengadakan ritual ini ada peraturan-peraturan yang wajib dilaksanakan

khususnya bagi para wanita. Para wanita harus menghiasi rumah dengan daun

bakung dan juga mandi dengan rebusan bunga. Pada bulan ini juga banyak ritual-

ritual yang di lakukan untuk mengusir roh jahat dan hama penyakit. Daun bakung

dipercayai sebagai tanaman yang dapat mengusir roh jahat.

3.1.2 Ritus-ritus Musim Panas (Ritus-ritus Mengusir Hama)

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Memasuki musim panas tepatnya pada bulan Juni para petani mengadakan

ritual untuk mengusir serangga yang disebut dengan mushi kuyo (perkembangan

serangga). Pada bulan ini dipercayai serangga-serangga semuanya berkembang

biak. Di Suitama dan di beberapa perfektur lain, untuk menghindari serangga-

serangga jahat yang dapat menganggu tanaman maka mereka membuat perayaan

festival api. Seperti festival Gion dan Tenno yang dirayakan pada tanggal 15

Juni. Festival Gion dirayakan di Kyoto dan festival Tenno dirayakan di Tsushima.

Di propinsi Owaru Gion dan Tenno di percayai sebagai dewa yang mengendalikan

penyakit dan dapat mencegah serangga yang akan merusak tanaman. Sementara di

Kyushu, masyarakat merayakan kawa-matsuri (festival sungai) atau ritual

penghormatan Kappa selama bulan ini.

Kemudian pada bulan Juli diadakan perayaan Tanabata. Tradisi ini berasal

dari legenda Cina yang romantis. Legenda ini menceritakan pertemuan antara dua

bintang yaitu bintang Rapid dan bintang Senerius (vega) yang bertemu setahun

sekali. Pada malam hari orang-orang akan memperhatikan cuaca. Apabila hujan

turun maka sungai Bimasakti akan meluap dan kedua bintang ini tidak bisa

bertemu. Jika cuaca cerah maka kedua bintang ini akan bertemu, tapi dengan

bertemunya kedua bintang ini maka akan menimbulkan bibit-bibit penyakit yang

dapat merusak tanaman pangan.

Selama ritual ini berlangsung biasanya yang berperan aktif adalah anak-

anak, mereka menggambil bambu yang diikat dengan pita warna-warni dan ditulis

dengan kata amanogawa (bimasakti). Setelah beberapa hari cabang dari bambu

tadi di lemparkan ke sungai. Makna dari ritual ini adalah sebagai penyucian. Ada

kepercayaan bahwa cabang dari bambu tadi dapat mengusir serangga. Ada

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
beberapa peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan yaitu semua orang harus

makan tujuh macam hidangan, para wanita harus membersihkan rambutnya dan

juga semua sumur-sumur harus ikut dibersihkan, dan tidak diperkenankan tidur.

Hal ini disebut dengan nemuri-nagashi (tidur yang menghanyutkan). Orang-orang

biasanya melemparkan daun nemu (pohon sutra) serta daun kacang ke sungai

sambil mengucapkan mantera :

“Nebuta Naganoro (nebuta mengalir pergi)”

“Mame-no-ha-tamore (daun kacang tunggal)”

Selanjutnya, pada tanggal 13 juli diadakan ritus yang disebut dengan

hotoke mukae (pergi menjumpai arwah). Biasanya untuk mengadakan ritual ini

dibangun perapian dari jerami dan diletakkan di pintu masuk rumah atau di

perkuburan, dipakai sebagai penunjuk jalan pulang bagi arwah nenek moyang. Di

beberapa tempat api dibangun di atas gunung , yang terkenal adalah api di

Daimonji-Kyoto.

festival lainnya adalah hasshira-matsu (pinus kutub) disebut juga dengan

nage-taimatsu (melempar api). Kayu api di letakkan dalam keranjang dan

digantung di pohon yang tinggi, dan orang-orang akan menembakkan obor ke

dalam keranjang untuk menyalakan api. Dalam perayaan ini dibagi menjadi dua

bagian kelompok untuk bertanding. Bagi siapa yang terlebih dahulu dapat

menyalakan api maka ia akan

mendapatkan hasil panen yang baik. Dan panen akan diramalkan dari arah mana

api

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berasal.

Memasuki bulan agustus, tanggal 1 agustus disebut dengan Hassaku,

tanggal ini merupakan tanggal yang sangat penting terutama dalam pertanian

Jepang. Dalam sistem penanggalan berdasarkan peredaran matahari, ini adalah

hari ke 210 dari sejak

Musim dingin. Pada bulan ini akan terjadi angin topan, maka para petani

merayakan kaze-matsuri (festival angin) yang bertujuan untuk melindungi

tanaman padi. Terkhusus untuk bulan ini para petani biasanya menanam jenis padi

yang dapat dipanen dalam beberapa waktu yang singkat. Para petani

mempersembahkan hasil panen itu untuk para dewa. Hassaku juga dikenal sebagai

tanomi-no (festival menukarkan hadiah antara atasan dengan bawahan). Pada hari

ini juga ada ritual yang disebut dengan saku-danomi (bertanya tentang hasil panen

yang bagus). Untuk merayakanya para petani biasanya meminum arak beras

dalam cangkir yang dibuat dari bambu diladang dan mereka akan bertanya tentang

hasil panen padi kepada dewa.

Selama Hassaku para pekerja boleh tidur siang sepanjang hari dan sebagai

gantinya mereka harus bekerja pada malam hari setelah mereka makan malam.

Namun para pelayan tidak suka akan hal ini dan mereka menyebutnya dengan

hassaku no nigamochi (kue beras hassaku yang pahit) atau naki-manju (roti yang

menangis).

Pada tanggal 15 Agustus ada perayaan untuk menikmati keindahan bulan.

Semua orang pergi ke ladang untuk menggambil rumput dan mengaturnya di

beranda dan mereka makan kue-kue sambil menikmati keindahan bulan (tsuki

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dango). Kebiasaan ini juga disebut dengan imo meigetsu (bulan purnama penuh).

Pada perayaan ini sebagai persembahan kepada dewa mereka memasak beras

yang dicampur dengan kacang merah. Hal yang paling menyenangkan pada hari

ini adalah melihat anak-anak mencuri kue. Pada hari ini juga sebagian tanaman

diladang bisa dicuri.

Di selatan Kyushu perayaan atau ritual untuk melihat bulan di malam hari

masih melekat kuat. Dimana masyarakatnya merayakan hari ini dengan

melakukan permainan-permainan, diantaranya mengikat jerami dengan seutas tali

dan ada dua kelompok yang saling menarik jerami tersebut. Dipercayai pihak

yang menang maka ia akan mendapat panen yang berlimpah. Bagi mereka

peristiwa melihat bulan erat

kaitannya dengan panen.

3.1.3 Ritus-ritus Musim Gugur (Ritus-ritus Keselamatan Panen)

Memasuki musim gugur tepatnya pada bulan september, bagi orang

Jepang Tanggal 9 merupakan peristiwa Choyo (sembilan kembar), dan angka 9

merupakan angka keberuntungan. Bukan hanya tanggal 9 saja tapi pada tanggal

19 dan 29 juga merupakan angka keberuntungan jadi banyak dilakukan perayaan-

perayaan. Ada perayaan yang disebut kiku no sekku (perayaan kerisan). Dan

bunga ini juga dipersembahkan kepada dewa dan ada juga yang dimakan.

Dibeberapa tempat lain panen sudah dimulai serta juga di adakan ritual untuk

mengucapkan syukur kepada dewa.

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada tanggal 29 para petani mengadakan pesta, dan hidangan yang

disajikan adalah kue beras, nasi yang dicampur dengan kacang merah dan

amazake (saka manis). Pada hari ini bahan makanan lebih banyak disediakan

daripada di hari-hari biasanya dan biasanya mereka merayakannya di kuil secara

bersama-sama.

Pada bulan Oktober disebut dengan bulan tak berdewa (Kamazuki). Pada

bulan ini di percayai semua roh-roh berkumpul di propinsi Izumo dan

mengunjungi kampungnya masing-masing. Pada tanggal 30 September atau 1

Oktober roh-roh ini tadi dipercayai sudah meninggalkan Izumo, maka peristiwa

ini disebut dengan Kami Okuri (mengantar dewa pulang).

Pada tanggal 10 Oktober dipercayai bahwa dewa sudah pulang ke

rumahnya yaitu di gunung. Dan pada hari ini para anak-anak membuat senapan

dari jerami, dan mereka memukul-mukulnnya ke tanah. Tujuannya adalah untuk

melindungi panen dari serangan tikus tanah. Mereka juga membaca mantera-

mantera:

“malam ke sepuluh, malam ke sepuluh

senapan jerami dari malam ke sepuluh

semoga kacang besar dan kacang kecil bagus panennya”

Ini juga dimaksudkan sebagai ritus untuk mendapatkan hasil panen yang bagus.

Pada hari ini di daerah Shinshu ada perayaan yang disebut dengan

katashiage (membebaskan gagak yang ketakutan). Mereka kemudian membawa

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
gagak itu ke tempat lesung dan mereka juga mempersembahkan kue beras.

Mereka percaya bahwa gagak yang ketakutan itu adalah simbol dari dewi padi.

Pada bulan November ini dewa yang di sembah adalah dewa kanayama

(dewa besi) dan dewa inari. Maka para tukang besi merayakan festival yang

disebut dengan

fuigo matsuri (festival tempat besi), dan ini dirayakan pada tanggal 8 bulan ini.

3.1.4 Ritus-ritus Musim Dingin (Ritus-ritus Terima Kasih Pada Dewa)

Musim dingin dimulai pada tanggal 1 Desember disebut dengan otogo no

tsuitachi (hari pertama anak termuda). Dan karena ini adalah bulan diakhir tahun

maka disebut dengan bulan muda. Hari ini dirayakan dengan membuat kue beras

di seluruh negeri. Kue Mochi yang dibuat dinamakan kawabitari-mochi (kue beras

yang dialirkan ke sungai). Bagi orang yang memakan kue ini dipercayai akan

terhindar dari

penyakit air. Dan di hari ini dewa air bebas dipuja.

Pada tanggal 8 Desember ada perayaan seperti tanggal 8 Feberuari yang

disebut dengan koto hajime (permulaan sesuatu), dan ritualnya disebut dengan

koto-asame (akhir dari sesuatu). Di Jepang bagian barat ada acara untuk pencuci

dosa yang dibuat oleh para pedagang yang disebut dengan seimon-barai

(penjualan cuci gudang).

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada tanggal 13 Desember persiapan untuk menyambut tahu baru sudah

dimulai. Cemara tahun baru sudah dipotong dan rumah sudah di bersihkan.

Hadiah-hadiah tahun baru juga sudah dikirimkan. Pada tahun baru ada yang

disebut dengan toshi-koshi (mempercepat tahun lama) dengan cara makan ikan

yang utuh bagi setiap orang. Di distrik Tohoku makanan yang sama juga di buat

sebagai persembahan kepada roh nenek moyang yang disebut dengan mitama-no-

mishi. Beberapa orang berjaga-jaga sepanjang malam untuk menyaksikan tahun

baru berlalu yang disebut dengan toshi-gomori (berjaga diakhir tahun).

Pada bulan Januari, hari pertama di tahun baru adalah hari untuk memuja

Tuhan. Dan diadakan ritual-ritual yang erat hubunganya dengan Dewa padi. Pada

perayaan ini pintu masuk rumah di dekorasi dengan daun pinus. Pohon di letakkan

di pintu masuk sebagai tempat duduk Dewa Padi, dan didalam rumah juga ada

tempat duduk untuk dewa lain dalam bentuk rak yang disebut dengan toshi danna

(rak tahunan).

Pada waktu pagi-pagi sekali, perwakilan keluarga yang laki-laki pergi ke

sumur untuk menggambil air yang pertama yang disebut dengan air muda (waka

mizu). Dalam melakukannya dia menggambil sedikit kue mochi (kue beras), dan

melemparkan setengahnya ke sumur dan sisanya dibawa pulang kembali. Ini

menandakan bahwa ia sudah memberikan persembahan kepada Dewa Air. Setelah

itu biasanya membuat hidangan untuk tahun baru adalah laki-laki, dan makanan

yang dibuat disebut dengan zoni (sup yang terdiri dari daging, kue beras dan

sayur). Di hari kedua setiap orang harus merayakan permulaan dari pekerjaan

masing-masing misalnya, pembuatan tali pertama, jahitan pertama, goresan kuas

yang pertama. Para pedagang mulai membuka bisnisnya yang disebut dengan

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hatsuni (perdagangan-perdana), mimpi yang di mimpikan pada malam ini disebut

dengan Hatsuyumei (mimpi pertama di tahu baru) yang melambangkan

peruntungan di tahun berikutnya.

Pada hari ketujuh biasanya dirayakan dengan membuat masakan khusus

yang disebut dengan nana kusa (tujuh jenis rumput), bubur yang dimasak dengan

tujuh jenis rumput ini adalah satu dari 5 sekku (hari-hari pesta).

Pada hari kesebelas ada ritual yang dilakukan sebelum membajak sawah.

Pada hari ini mochi dilemparkan kearahburung gagak untuk meramalkan hasil

panen. Jika burung gagak memakannya maka hasil panen akan bagus, tetepi jika

tidak dimakan maka berarti panen akan gagal. Pada hari ini juga ada dibuat objek

lain yaitu membuat alat bertani kezuri kake yang disebut dengan awa-bo-dan hie-

bo. Sejenis alat untuk menggambil buah, yaitu buah yang penuh dengan daun di

kebun akan di potong oleh seseorang dengan ayunan ringan dengan kapak sambil

berkata “akankah atau tidakkah kamu memberikan buah?” dan orang yang lainnya

akan berkata “saya

akan berbuah, saya akan berbuah”.

Di daerah utara yang bersalju pada hari ini merayakan apa yang disebut

dengan menanam padi. Mereka membuat sawah tiruan yang terbuat dari salju.

Ritus ini bertujuan untuk meyakinkan tahun yang penuh dengan panen yang

berlimpah. Upacara yang paling mengesankan adalah upacara kembang api yang

dirayakan pada hari kelimabelas. Sering juga ada festival Doso-jin (dewa jalan

raya). Dan pada hari ini semua dekorasi yang ada dari pintu masuk, pada tahun

baru dikumpulkan dan dibakar dengan api unggun dimana yang lebih berperan

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
aktif adalah anak-anak. Pada hari ini juga mereka membuat gubuk bambu dan

jerami di daerah yang agak tinggi dan anak-anak tinggal sepanjang malam di

gubuk itu. Merekajuga makan kue beras yang disumbangkan oleh beberapa

keluarga dan melewati malam mereka makan dan bernyanyi. Dan ketika gubuk itu

dibakar secara keseluruhan, maka dipercayai dewa tahun baru sudah pulang ke

rumah bersama asap yang terbakar.

Pada tanggal 4 Feberuari ada upacara pelemparan kacang (rishun).Semua

kuil-kuil yang besar dan terkenal mengadakan acara untuk mengusir setan dan

semua orang-orang berkumpul untuk melihat acara ini. Dan dalam melempar

kacang ini ada mantera-mantera yang di ucapkan yaitu : Fuku-wa uchi, oni-wa

soto (datanglah keberuntungan dan pergilah kesialan). Melempar kacang

merupakan ritual yang dikenal sebagai ritual magis untuk mengusir setan jahat

dan penyakit. Selain itu kepala ikan yang dibakar dan digantung dengan daun suci

dipintu masuk rumah juga dijadikan pengusir roh jahat. Daun panjang yang suci

dipercayai dapat menusuk mata setan dan bau busuk itu dapat juga mengusirnya.

Pada tanggal 8 Feberuari ada perayaan yang disebut dengan kotoyoka.

Pada perayaan ini dipercayai bahwa mahluk dari dunia roh akan mengunjungi

keluarga-keluarganya dalam bentuk setan. Orang-orang diharapkan untuk hidup

dengan hati-hati. Keranjang dengan mata besar ditegakkan dipintu masuk. Hiasan

ini bertujuan untuk mata setan. Di Propvinsi Sagami dan Iju, Hitotsume Koze

(mahluk satu mata) dikatakan akan berjalan berkeliling, singgah padatiap rumah

dan melihat pada buku kelakuan tiap orang pada tahun lalu. Jadi pada waktu siang

dan sore, alas kaki tidak boleh di tinggalkan di luar rumah, sekalipun demikan

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
monsrer satu mata akan meninggalkan sandalnya dan orang yang memakai sandal

itu akan sakit.

Selanjutnya ada hari yang disebut dengan Hatsu-uma (kuda pertama). Ini

adalah hari pesta dimana dewa yang disebut Inari datang ke negeri. Dewa ini

bertanggung jawab terhadap ladang dan ia mempekerjakan serigala-serigala

sebagai pembawa pesannya. Biasanya persembahan yang dibuat untuk hari ini

adalah terbuat dari beras yang dimasak dengan kacang merah dan juga kacang

yang dipanggang. Pada hari ini para petani juga membawa kuda-kudanya ke kuil

inari dan berdoa untuk keselamatannya.

3.2 Ritus-Ritus Pertanian Padi di Jambi

Kearifan tradisional Jambi yang masih bisa bertahan sampai sekarang

salah-satunya adalah diselenggarakannnya upacara-upacara dan kebiasaan yang

dilakukan oleh petani. Namun bagi sebagian masyarakat mengadakan upacara-

upacara tersebut tidak untuk menghormati roh halus, lengkeso dan dewa, akan

tetapi karena mengikuti kebiasaan nenek moyang. Ada juga sebagian masyarakat

mengadakan ritual-ritual itu karena mereka takut akan terjadi musibah dan

malapetaka apabila tidak melakukan upacara tersebut.

Masyarakat Jambi menganggap dengan dirawatnya padi, maka ada ujaran

padi menjadi. Merupakan lambang kesuburan dan kemakmuran Jambi.

Penghormatan kepada padi sering juga diujarkan di dalam makna filosofi, seperti

“ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk” atau “menanam padi pasti tumbuh

rumput, tapi menanam rumput tidak mungkin tumbuh padi”

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Umumnya masyarakat petani di Jambi memulai kegiatan menanam padi

pada musim panas, ketika air di sawah mulai susut atau surut. Sebagai petunjuk

mulainya musim panas mereka berpedoman pada bintang-bintang di langit.

Apabila bintang timur muncul di langit dengan warna yang lebih tajam dan

bintang tujuh yang mengelompok itu telah berada di bagian bumi sebelah barat,

maka penduduk mulai bersiap-siap untuk pergi ke sawah menebas hutan semak.

3.2.1 Ritus-ritus sebelum menanam padi

Sebelum menebas atau membersihkan lahan untuk membuka sawah atau

ladang diadakan pertemuan yang dipimpin oleh peringkat pegawai syarak, bisa

imam atau khatib. Rapat ini diadakan di langgar atau di balai desa. Di dalam

pertemuan ini dingatkan untuk berhati-hati, jangan menebang pohon di hutan,

nyap-nyaplah (diam-diamlah) jangan sampai membuat suara gaduh di hutan agar

roh-roh halus yang sering disebut silum atau langkeso yang ada di hutan tidak

terganggu. Ritual ini disebut Nyap-nyap di hutan. Jika silum dan langkeso merasa

terganggu dan marah, roh-roh tersebut akan masuk ke tubuh binatang seperti

tikus, berang-berang, monyet, babi dan burung-burung yang akan mengganggu

menjadi hama perusak tanaman padi di sawah dan di ladang. Di dalam pertemuan

ini, juga dimusyawarahkan kapan waktu mulai menandur ( memasukan bibit padi

ke dalam lubang-lubang yang dibuat dengan jalan menugal).

Selanjutnya ada ritual ulu taun (hulu tahun). Yang dimaksud dengan hulu

tahun adalah permulaan turun hujan. Masyarakat petani di kabuaten kerinci,

Jambi menanam padi hanya sekali setahun, yaitu ketika akan musim hujan.

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Masyarakat akan bergotong royong ngalei bendea (menggali bandar) untuk

saluran air. Sebelum pekerjaan ini dilakukan, para ketua adat ( orang adat) akan

mengadakan musyawarah kapan dimulainya pekerjaan itu. Pada hari yang telah

ditetapkan, laki-laki membawa peralatan gotong royong dan yang perempuan

membawa perbekalan, sedangkan anak-anak gadis bersiap-siap dengan kesenian

yang akan mereka tampilkan. Dengan didahului oleh Depati ninik mamak (ketua

adat), maka dimulailah pekerjaan itu. Para gadis-gadis terus bertale ( nyanyian

seperti pantun) dengan diiringi gong dan rebana, untuk memberi semangat kepada

anak laki-laki untuk giat bekerja.

Selanjutnya ada ritual yang disebut Kenduri seko. Kenduri seko adalah

upacara tradisional yang diadakan erat hubungannnya dengan waktu atau saat

orang mulai mengerjakan sawah. Pelaksanaan upacara dimulai dengan suatu arak-

arakan membawa pusaka dari rumah pimpinan adat yang satu ke rumah pimpinan

adat yang lain. Jalan yang ditempuh dialasi dengan kain khusus. Arak-arakan

diiringi dengan bunyi rebab dan gong serta penampilan dari beberapa orang yang

pandai bersilat, dan mereka akan saling bertarung. Dalam pertarungan itu

diusahakan agar salah satu pemain sedikit terluka dan mengeluarkan darah. Ketika

pusaka sampai di rumah pimpinan adat yang dituju, pusaka disambut dengan

tarian masal. Menurut kepercayaan penduduk, apabila pusaka tidak diarak seperti

itu dan salah satu dari pemain silat tidak terluka, maka akan banyak terdapat

rintangan-rintangan dalam proses menanam padi, dan padi yang ditanam akan

menjadi hampa.

Setelah ritual kenduri seko barulah para petani Menyeme bibit yaitu

kegiatan menyemai benih padi ditempat persemaian yang telah disediakan.

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menyemai benih waktunya ketika bulan gelap, yang dimaksud dengan bulan

gelap bukanlah tengah malam yang gelap, tetapi waktu siang juga, yang pada

malamnya bulan tidak terlihat. Biasanya kejadian bulan gelap ini terjadi pada

sekitar tanggal 5 sampai 10 atau tanggal 20 sampai 27 bulan arab, pada waktu-

waktu tersebut bulan tidak muncul. Tujuan dari kebiasaan ini adalah supaya

hama-hama atau musuh padi tidak melihat adanya bibit padi karena gelap.

Umumnya musuh-musuh padi (hama padi) muncul ketika tengah malam apabila

bulan terang semua bibit akan Nampak jelas dan semua bibit akan habis diserang

hama. Di beberapa daerah sebelum disemai, bibit padi terlebih dahulu di

mandikan dengan air yasin. Air yasin yaitu air yang dibawa ke langgar atau ke

masjid, pada hari kamis malam jumat, ketika masyarakat berkumpul bersama-

sama membaca surah Yasin. Dengan diiringi doa kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa, memohon agar panen tahun ini berhasil dengan buah yang banyak dan

bernas, semoga semenjak disemai hingga ditanam ke sawah dan siap panen

tanaman padi akan terjauh dari berbagai rintangan, terjauh dari berbagai hama dan

pengaruh roh halus yaitu silum dan langkeso yang senang mengganggu padi.

Ritual selanjutnya adalah Budak gadis yatim menanam benih yaitu ritus

dimana anak gadis yang sudah semenjak kecil ditinggal oleh ayahnya ketika ia

masih di dalam kandungan ibunya. Di beberapa desa di Jambi yang bertugas

menanam padi adalah wanita, tidak dibolehkan kaum lelaki. Haruslah wanita jika

tidak padi akan tumbuh kerdil. Karena wanita dianggap sebagai lambang

kesuburan, supaya benih yang ditanam beranak banyak atau subur. Diusahakan

yang menanam padi yang pertama adalah seorang anak gadis yatim. Jika tidak ada

gadis yatim yang ditinggal mati oleh ayahnya sewaktu masih di dalam kandungan

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ibunya, boleh juga gadis yatim biasa. Anak gadis tersebut akan membawa

sembilan rumpun benih padi yang sudah direndam terlebih dahulu akarnya dengan

air rendaman rebung buluh. Dengan maksud supaya padi subur menghijau,

seorang gadis ibarat tumbuhan yang subur menghijau, dan anak yatim berarti

murah rezeki.

Anak yatim dianggap masyarakat sebagai kesayangan semua makhluk

termasuk roh halus seperti silum dan langkeso. Angka Sembilan menunjukan

batas umur anak dan gadis, mulai umur sembilan tahun anak perempuan sudah

dapat dikatakan gadis. Air rendaman rebung buluh untuk merendam akar benih

padi, dengan maksud supaya padi tumbuh dengan batang yang kuat.

Ketika hendak menanam padi dimulai dengan membaca

Bismillahirrahmanirrahim dan selama membaca Bismillah kesembilan rumpun

bibit padi harus selesai ditanam yang disebut “senapas rampung”. Kalimat

bismillah adalah ajaran orang tua dari kecil, ketika hendak memulai segala

sesuatu.

3.2.2 Ritus-ritus Mengusir Hama

Ritus yang pertama adalah Nancap duri di bucu yang merupakan kegiatan

setelah padi ditanam lalu di ke empat bucu (sudut) sawah ditanami duri-duri

semak yang terdiri dari, duri pandan (pudak), duri salak, duri rukam dan duri

tambuntai. Orang yang menanamnya adalah pemilik sawah tersebut. Ibu yang

mempunyai sawah tersebut akan menanam duri-duri tadi sembari mengatakan :

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Duri salak duri rukam

Ketiga duri daun tambuntai

Anjing menyalak, duri menikam

Silum langkeso jatuh tekulai.

Selesai menancapkan duri-duri tersebut, ibu yang mempunyai sawah akan

bergabung dengan anak gadis yatim tadi dan membaca shalawat Nabi.

Ritus mengusir hama selanjutnya adalah membuat Mainan budak padi,

yaitu sebuah tiang yang terbuat dari kayu dan ukurannya lebih tinggi dari tanaman

padi yang di tegakkan di tengah sawah, di atasnya diikatkan cermin dan sisir

rambut. Masyarakat setempat beranggapan bahwa silum dan langkeso senang

sekali mengganggu budak, budak yang dimaksud ialah anak, masyarakat

beranggapan bahwa padi itu adalah anak yang harus selalu dirawat dan

diperhatikan dengan penuh kasih sayang, dijaga dan dibersihkan tempatnya.

Fungsi cermin dan sisir untuk membuat silum dan langkeso lupa bahwa

kedatangannya adalah untuk mengganggu budak (padi), silum dan langkeso akan

terpengaruh oleh wajahnya yang terlihat di cermin, karena merasa malu akan

wajahnya yang jelek disertai dengan rambutnya yang semerawut, melihat ada sisir

di dekat kaca dia akan terpengaruh untuk menyisir rambutnya. Asyik berkaca dan

menyisir rambut, dia akan lupa untuk mengganggu budak (padi), begitulah

seterusnya sampai padi menguning di sawah dan siap untuk dituai atau dipanen.

Jika tidak dibuat mainan budak padi maka silum dan langkeso akan mengganggu

dengan cara menggelitik budak (padi) yang baru akan tumbuh yang membuat padi

di sawah akan berbuah hampa atau tidak bernas.

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ritual lainnya untuk mengusir hama adalah Mrabun, yaitu membakar

kayu, tulang, ujung atap rumah (rembia), daun suangit, sobekan layar perahu dan

daun sungkai. Benda-benda ini dibakar di empat sudut sawah. Pembakaran ini

dimulai dari awal menanam bibit atau benih sampai padi dituai, jadi di empat

sudut sawah sepanjang hari harus berasap. Asap ini berguna untuk memabukkan

silum dan langkeso. Karena adanya asap yang berbau busuk silum dan langkeso

mabuk, dan tidak bisa mengganggu budak (padi) sampai padi menguning dan

siap dituai.

3.2.3 Ritus-ritus Keselamatan Panen

Setelah benih padi ditanam di sawah dan mulai berbuah, sebagian

masyarakat Jambi mengadakan ritual yang disebut Kenduri padi dalam yang

bertujuan sebagai tanda syukur kepada Tuhan yang telah menerbitkan (

menumbuhkan) padi itu. Masyarakat akan memanjatkan doa agar padi banyak

buahnya serta mendapatkan hasil yang berlipat ganda. Sehari sebelum upacara

dimulai, disembelihlah kerbau, sapi atau kambing yang dagingnya akan dibagi-

bagikan kepada masyarakat. Pada hari upacara atau ritual dimulai orang-orang

adat akan turun dari rumah gedang diiringi bunyi gong dan rebana. Setelah

diadakan pembukaan oleh panitia maka diadakan makan bersama. Kemudian

ramuan hama yang telah dibuat dikumpulkan di depan tempat pertemuan.

Serentak masyarakat berebutan mengambil ramuan tersebut. tujuannya adalah

agar padi disawah berebutan pula keluar dan banyak hasilnya. Dalam perebutan

ini ada masyarakat yang tidak kebagian, terhimpit atau dirampas ramuan dari

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tangannya, tapi mereka tidak diperbolehkan untuk marah. Karena jika mereka

marah maka padi akan marah pula dan tidak mau muncul atau berbuah. Namun

semua masyarakat harus dapat, oleh karena itu istri-istri dari pemuka adat akan

memperbanyak persedian, siapapun yang tidak dapat ramuan tersebut

dipersilahkan untuk minta kerumah petinggi adat. Akan tetapi, yang terbaik

adalah ramuan dari hasil perebutan itu. Ramuan ini berupa daun-daun yang sering

dibuat untuk ditanam di hulu sawah agar hama-hama tidak bisa merusak tanaman

padi. Kenduri padi dalam ini juga sering disebut kenduri nanak bhek, yang artinya

memasak beras, dimana sebelum padi itu dimasak, padi yang lama harus dimasak

dulu dan dimakan bersama.

Kenduri hulu taun, sehari sebelum menuai padi atau panen. Ketua adat

atau depati ninik mamak akan menentukan padi yang dicentu maksudnya adalah

padi yang akan diikat atau dililit. Padi yang dicentu adalah padi yang pemiliknya

mempunyai sawah yang luas dan induk padi (padi yang pertama ditanam

benihnya) diikat sebanyak tujuh batang, diikat dengan akar kayu mempenang.

Acara ini dilakukan dengan membakar kemenyan dan dukunnya membawa

tongkat, sedangkan yang menjalin induk padi itu adalah pemangku adat.

Besoknya padi mulai dituai, tetapi padi yang dicentu belum boleh karena

menunggu padi yang lain habis dulu. Padi yang dicentu akan dimasak dan

dimakan bersama. Acara makan mala mini dinamakan malam nanak ulu taun

(memasak di hulu tahun). Sedangkan padi yang lain yang sudah dituai dibiarkan

saja di sawah besoknya baru dibawa pulang. Dalam acara atau ritual nanak ulu

taun dilakukan juga parno adat yang isinya menceritakan asal- muasal terjadinya

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
padi hingga dimakan oleh manusia. Nasi yang dicentu tadi diletakkan dalam satu

tempat dan diambil sekepal seorang dan langsung dimakan.

3.2.4 Ritus-ritus ucapan rasa syukur

Sebagai ucapan rasa syukur masyarakat akan mengadakan ritual Kenduri

sudah tuai yang merupakan upacara dimana masyarakat menyembelih kerbau dan

dagingnya dibagi-bagikan. Para pemuda akan naik turun rumah mengumpulkan

padi sedikit seorang untuk keperluan acara ini. Pengumpulan padi ada yang

berbentuk zakat, sedekah dan sebagainya. Selain itu ada yang dinamakan po, yaitu

semacam iuran dimana hasilnya akan digunakan untuk membeli kerbau.

Di Jambi sekarang masyarakat umumnya akan melakukan doa bersama di

Masjid dan membuat bubur merah putih yang terbuat dari tepung, santan dan gula

merah untuk dimakan bersama sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang telah

memberikan hasil panen yang baik.

3.3 Perbandingan

Masyarakat petani di Jepang dan di Jambi memiliki kesamaan yaitu

melakukan ritual-ritual atau upacara tertentu. Mulai dari sebelum atau hendak

memulai menanam padi sampai panen padi selesai. Setiap ritual memiliki maksud

dan makna tersendiri dengan tujuan agar diberi hasil panen yang melimpah.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perbedaan geografi menjadi salah satu perbedaan antara petani di Jepang

dan di Jambi. Para petani di Jepang sangat memperhatikan perubahan musim

dalam mengadakan ritual-ritual tersebut. Jepang memiliki 4 musim yaitu musim

semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Setiap musim memiliki

ritual tertentu yang berkaitan dengan proses penanaman padi. Di Jepang

masyarakat petani mulai menanam padi pada musim semi tepatnya pada bulan

Mei.

Sedangkan masyarakat petani di Jambi tidak terlalu terpengaruh oleh

musim dalam melakukan ritual-ritualnya. Umumnya mereka mulai menanam padi

pada musim panas, ketika air di sawah mulai susut atau surut. Sebagai petunjuk

mulainya musim panas mereka berpedoman pada bintang-bintang di langit.

Apabila bintang timur muncul di langit dengan warna yang lebih tajam dan

bintang tujuh yang mengelompok itu telah berada di bagian bumi sebelah barat

maka mereka mulai membersihkan lahan atau sawah dengan ritual Nyap-nyap di

hutan.

Kemudian ada ritus-ritus mengusir hama. Di Jepang dilakukan pada

musim panas, seperti festival Gion dan Tenno, dan festival tanabata dimana anak-

anak akan melempar bambu yang diikat dengan pita warna-warni dan ditulis

dengan kata amanogawa (bimasakti) ke sungai. Ada kepercayaan bahwa cabang

dari bambu tadi dapat mengusir serangga. Hampir sama dengan ritual di Jambi

yaitu menanam daun-daun di hulu sungai yang dipercaya dapat mengusir hama

atau serangga. Selain itu ada ritual Nancap duri di bucu yang dipercayai dapat

mengusir hama dan roh-roh jahat, sama halnya dengan di Jepang ada ritual kepala

ikan dibakar dan digantung dengan daun suci dipintu masuk rumah juga dijadikan

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengusir roh jahat. Daun panjang yang suci dipercayai dapat menusuk mata setan

dan bau busuk itu dapat juga mengusirnya.

Kemudian ada ritual di Kanbutsue, dalam perayaan ini semua umat yang

ada di vihara membawa cangkir yang terbuat dari bambu untuk menerima amacha

(teh manis) dari kuil. Sebagian teh manis itu di siramkan ke tanaman dengan

tujuan agar tanaman ini dapat terhindar dari serangga. Dalam teh manis itu

dipercayai ada suatu kekuatan gaib. Di Jambi ada ritual yang hampir sama pula

yaitu menyiram air Yasin yang dibawa dari Masjid dan di siramkan ke tanaman

padi.

Selain festival di kanbutsue ada festival lain yang penulis anggap hampir

sama dengan salah satu ritual di jambi, yaitu nage-taimatsu (melempar api).

Dalam perayaan ini bagi siapa yang terlebih dahulu dapat menyalakan api maka ia

akan mendapatkan hasil panen yang baik. Dan panen akan diramalkan dari arah

mana api berasal. Di Jambi juga diadakan semacam pertarungan pada ritual

Kenduri seko orang yang pandai bersilat, mereka akan saling bertarung. Dan harus

ada pemain yang berdarah agar hasil panen baik.

Setelah ritual mengusir hama dan ritual keselamatan panen, maka ada

ritual ucapan terima kasih. Masyarakat petani di Jepang pada hari pertama di

tahun baru akan dibuat khusus untuk menyembah dewa padi. Sedangkan Di Jambi

masyarakat umumnya akan melakukan doa bersama dan membuat bubur merah

putih yang terbuat dari tepung, santan dan gula merah untuk dimakan bersama

sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hasil panen yang baik.

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Disini penulis akan menyimpulkan beberapa hal yang telah dibahas

sebelumnya, antara lain:

1. Padi merupakan sesuatu yang sangat penting dan wajib bagi orang

Jepang, khususnya bagi petani. Padi selain menjadi makanan pokok

biasanya digunakan juga untuk merayakan festival-festival sepanjang

tahun di daerah pertanian Sama halnya dengan di Jepang, padi juga

merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat Jambi.

Sebagian besar mata pencarian masyarakat pedesaan di Jambi adalah

bertani, padi atau nasi juga merupakan makanan pokok masyarakat

Jambi. Masyarakat Jambi menganggap dengan dirawatnya padi, maka

ada ujaran padi menjadi. Merupakan lambang kesuburan dan

kemakmuran Jambi. Penghormatan kepada padi sering juga diujarkan

di dalam makna filosofi, seperti “ilmu padi, semakin berisi semakin

menunduk” atau “menanam padi pasti tumbuh rumput, tapi menanam

rumput tidak mungkin tumbuh padi”

2. Masyarakat petani di Jepang dan di Jambi memiliki kesamaan yaitu

melakukan ritual-ritual atau upacara tertentu. Mulai dari sebelum atau

hendak memulai menanam padi sampai panen padi selesai. Setiap

ritual memiliki maksud dan makna tersendiri dengan tujuan utama

agar diberi hasil panen yang melimpah.

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Perbedaan geografi menjadi salah satu perbedaan antara petani di

Jepang dan di Jambi. Para petani di Jepang sangat memperhatikan

perubahan musim dalam mengadakan ritus-ritus pertanian. Karena

Jepang memiliki 4 musim yaitu musim semi, musim panas, musim

gugur dan musim dingin. Setiap musim memiliki ritual tertentu yang

berkaitan dengan proses penanaman padi. Sedangkan masyarakat

petani di Jambi tidak terlalu terpengaruh oleh musim dalam

melakukan ritual-ritualnya. Umumnya mereka mulai menanam padi

pada musim panas, ketika air di sawah mulai susut atau surut. Sebagai

petunjuk mulainya musim panas mereka berpedoman pada bintang-

bintang di langit.

4. Setiap ritus pertanian padi di Jepang dan di Jambi terbagi menjadi

empat tahapan, yaitu ritus sebelum menanam padi atau menabur

benih, ritus mengusir hama, ritus kesalamatan panen dan ritus ucapan

syukur.

5. Masyarakat petani di Jepang melakukan ritual atau festival dengan

tujuan agar tanaman padi terhindar dari hama, mendapatkan panen

yang berlimpah dan sebagai rasa ucapan terimakasih kepada dewa.

Salah satunya kepada Inari Daimyo Jin atau Inari Sama (dewa padi).

Sedangkan bagi sebagian masyarakat Jambi mengadakan ritus-ritus

tersebut tidak untuk menghormati roh halus, lengkeso dan dewa, akan

tetapi karena mengikuti kebiasaan nenek moyang. Ada juga sebagian

masyarakat mengadakan ritus-ritus itu karena mereka takut akan

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terjadi musibah dan malapetaka apabila tidak melakukan ritus

tersebut.

4.2 Saran

Setelah membahas tentang perbandingan ritus-ritus pertanian padi di Jepang

dan di Jambi, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Diharapkan bagi para pembaca agar dapat melihat dan mengambil sisi

positif dari setiap ritus atau festival yang dilakukan dalam pertanian

padi di Jepang dan di Jambi. Salah satunya dalam ritus ucapan syukur

atas panen padi baik di Jepang maupun di Jambi, menunjukan bahwa

kita harus menjadi manusia yang pandai bersyukur.

2. Diharapkan bagi para pembaca agar dapat mempelajari beberapa

kearifan lokal dimasa lalu dan yang masih ada sampai sekarang baik

di Jepang maupun di Indonesia. Selain untuk menambah wawasan,

namun kita juga dapat mengambil beberapa pelajaran dari kearifan

lokal tersebut.

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 1994. Sosiologi: skematika, teori dan terapan. Jakarta: Bumi Aksara

Bujang, Ibrahim. Adat Istiadat Daerah Jambi. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan

Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Danandjaja, James. 1997. Foklor Jepang. Jakarta: Grafiti

Fukute, Tadashi. 1998. Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 1976. Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Lawanda, Ike Iswari. 2004. Matsuri: Upacara Sosial Masyarakat Jepang. Jakarta:

Wedatama Widya Sastra.

Mulyadi, 2004. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Medan : Universitas Sumatera

Utara.

Nasution, M. Arif. 1996. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Situmorang, Hamzon. 2000. Telaah Pranata Masyarakat Jepang I. Medan: USU

Press.

Situmorang, Hamzon. 2005. Ritus-Ritus Daur Hidup Orang Jepang. Medan: USU

Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Situmorang, Hamzon. 2009. Ilmu Kejepangan I (Edisis Revisi). Medan: USU

press.

Situmorang, Hamzon., dan Rospita Uli. 2011. Telaah Budaya dan Masyarakat

Jepang. Medan: USU press.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam

Perjoangan Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia.

Zulvita, Eva, Nurbaiti Harun dan Fetriatman. 1993. Kearifan Tradisional

Masyarakat Pedesaan Dalam Pemeliharaan Lingkungan Hidup Di

Daerah Provinsi Jambi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.`

Zakaria, Iskandar. 1984. Tambo Sakti Alam Kerinci. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

. 1989. Jepang Sebuah Pedoman Saku: Jepang: Kedutaan Besar

Jepang.

http://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-ritual-menurut-para-ahli/

https://muhayatun.wordpress.com/2013/05/25/belum-makan-jika-belum-makan-

nasi/ Geografi jepang

http://folktalesnusantara.blogspot.com/search/label/Jambi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Jepang adalah negara maju yang masih memelihara kebudayaanya. Salah

satunya adalah kebudayaan padi. Budaya padi di Jepang melahirkan seremonial

atau matsuri yang bersifat religi. Tujuannya untuk menarik perhatian dewa-dewa

agar diberi hasil panen yang baik. Demikian halnya dengan sebagian masyarakat

di Jambi yang masih percaya dengan hal gaib yang dapat mempengaruhi setiap

proses pertanian padi. Hal ini ini dianggap menarik oleh penulis, sehingga penulis

memilih judul skripsi “Analisis perbandingan ritus-ritus pertanian padi di Jepang

dan di Jambi” dengan rumusan penelitian bagaimana budaya padi dalam

masyarakat serta bagaimana persamaan dan perbedaan ritus-ritus sebelum

menanam padi sampai pasca panen padi di Jepang dan di Jambi. Tujuan penulisan

skripsi ini adalah mendeskripsikan budaya dalam masyarakat Jepang dan Jambi

serta mendeskripsikan persamaan dan perbedaan ritus-ritus pertanian padi di

Jepang dan di Jambi ditinjau dari ritus-ritus selama sebelum menanam padi

sampai pasca panen.

penelitian ini disusun menggunakan metode kepustakaan, metode deskriptif

dan metode komparatif. Penulis mengumpulkan data dan bahan yang

berhubungan dengan ritus pertanian padi di Jepang dan di Jambi dari buku,

internet dan makalah. Data yang didapat kemudian dibaca, dipahami dan

dianalisis. Landasan teori yang digunakan adalah teori komparatif dan ritual.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ritus pertanian padi di Jepang

dan di Jambi terbagi menjadi empat tahapan, yaitu ritus sebelum menanam padi

atau menabur benih, ritus mengusir hama, ritus kesalamatan panen dan ritus

ucapan syukur. Masyarakat petani di Jepang melakukan ritual dengan tujuan agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tanaman padi terhindar dari hama, mendapatkan panen yang berlimpah dan

sebagai rasa ucapan terimakasih kepada dewa. Sedangkan bagi sebagian

masyarakat Jambi mengadakan ritus-ritus tersebut tidak untuk menghormati roh

halus, lengkeso dan dewa, akan tetapi karena mengikuti kebiasaan nenek moyang.

Perbedaan geografi menjadi salah satu perbedaan antara petani di Jepang dan di

Jambi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


日本はまだ文化を維持している先進国である.その一つが稲の文化である

。日本の稲文化は儀礼と宗教的の祭りを生み出した。目的は,良い収穫を

与えるために神の注意を引き付ける。同様にジャンビ社会の一部は彼らは

まだ神秘な事を信じている、稲作の過程に影響する事ができる。この事は

駐車兆社著者によって面白と思う。だから、著者は日本とジャンビの稲作

との関係のある年中儀礼の題目を選んだ。研究の処方で社会に稲の文化は

どう、日本とジャンビに稲作の儀礼の類似点である。稲を植える前から収

穫後までの儀礼から見た。

この卒業論文は比較や記述を用いた研究方法である。著者は、本やインタ

ーネットや論文から稲作の年中儀礼に関するデータと資料を集めした。そ

の後、得られたデータは読み取り、理解し、分析し、日本とジャンビの稲

作との関係のある年中儀礼を説明した。使用される理論は比較理論と儀礼

理論である。

この研究の結論から、日本人にとって稲は必要な物である。特に日本の農

家にとって、稲は主食だけではない。稲は農業地方で年間の祭りを祝うた

めに使われている。同様にジャンビで、稲は必要な物である。ジャンビで

村人の仕事のほとんどは農業である。稲は肥よくと繁栄の象徴である。地

理的な違いは、日本とジャンビの農家の違いの一つになる。日本の農家は

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


儀礼を開催する季節変える事に関心が在る。各季節には、稲作の過程に関

連した特定の儀礼がある。ジャンビの農家は稲作の儀礼を行うに影響を受

けない。一般的にジャンビの農家は乾季に稲を植え始める。日本の農家は

春に稲を植え始める。日本の農家とジャンビの農家には類似点があって、

それは特定の儀礼をする事である。日本とジャンビの稲作の年中儀礼は四

つの段階に分かれた。それは稲を植える前の儀礼、害虫を追い払う儀礼、

収穫安全性儀礼と感謝の儀礼である。日本で農家の社会は稲が害虫を避け

て、良い収穫を得手、神に感謝としてという目的で儀礼を行う.その一つ

は稲荷様である。一方,ジャンビ社会の一部のために儀礼を行うことは精

霊と神を敬う事ではない。しかし、祖先の習慣に従うからである.社会の

一部は儀礼をしなければ災害が発生する事を信じている。

春の四月に日本の農民は特定の儀礼を行う。この儀礼は特に山神を礼拝す

るためにもちを作られている。そして、お田植え祭りがあって、これは、

稲を植え始めの祈る儀礼、後で良い収穫を望む。ジャンビに

(menyemebibit)という儀礼が行う、稲苗床所で稲の種子苗をするの儀礼で

ある。

夏の七月に日本の農民は害虫を追い出す儀礼を行う。それの一つは祇園祭

りと天王祭りである。ジャンビに害虫を追い出す儀礼の一つは(merabun)とい

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


う儀礼を行う。秋の九月に日本の農民は収穫の安全儀礼をおこなう。それ

の一つはかたしあげである。 かたしあげは怖かったカラスを解放する。

ジャンビに収穫の安全儀礼の一つは(kenduri padi dalam)という儀礼を

行う。

冬の十二月に日本の農民は神に感謝する儀礼を行う。それの一つは第七の

日に、特別の食べ物を作る。七草というである。ジャンビに感謝する儀礼

の一つは(bubur merah putih)という特別の食べ物を作る。

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai