Anda di halaman 1dari 2

Mulki Fattah Utomo

21010121130056 Ujian Akhir Semester Sejarah Teori Arsitektur 2

[ Teori Tipe II – Modernisme ]

1. Konteks
Semakin masa berganti dan waktu berlalu, begitu pula dengan suatu perkembangan
arsitektur berjalan. Dalam masanya, yaitu sebelum terjadinya PD 1 dan marak industrialisme,
pengaruh teknologi dan berbagai ilmu yang berkembang pesat melahirkan suatu pemikiran
tentang tipe yang lebih perhatian terhadap konteks-konteks yang sedang terjadi. Tipe ini
adalah tipe modernisme, sebuah bentuk ketidakpuasan terhadap gaya tipe arsitektur yang
melulu merespon yang sudah lampau seperti arsitektur klasik. Munculnya modernisme
dinilai dikarenakan manusia cenderung menjadi semakin mekanik, mencari sesuatu yang
lebih ekonomis, mudah, dan indah.
Bentuk penyederhanaan desain yang minimalis dari ide-ide desain berbentuk rumit
sebelumnya menjadi tanda modernisme. Akibatnya, fokus berarsitektur ataupun mendesain
lebih mengutamakan pada konstruksi dan keindahan. Bentuk-bentuknya menjadi rasional,
garis-garisnya jelas, hingga menganggap ornamen pada fasad yang tak ada konteksnya
menjadi sebuah dosa. Ini didasari oleh pengaruh Art Nouvea yang banyak menampilkan
keindahan plastisitas alam, kemudian dipengaruhi pula oleh Art Deco yang lebih
mengekspresikan kekaguman manusia terhadap kemajuan teknologi. Alam menjadi sebuah
ornamen yang indah dan dijadikan sebagai konstruksi, dinamis namun tetap kaku.

2. Berpreseden
Merespon konteksnya terhadap waktu,
manusia, dan tempat di sekitarnya,
Cascading House karya Tamara Wibowo
yang terletak di Semarang ini membawakan
elemen-elemen tipe modernisme melalui
desain perancangannya. Rencana awal
rumah ini adalah untuk merancang tempat
tinggal sederhana dengan 4 kamar, area
komunal dan area servis yang
menggabungkan baik berkehidupan
fungsional maupun kenyamanan. Dengan
konsep split level, rumah tinggal ideal keluarga ini dinilai mengadaptasi beberapa poin dari
teori Le Corbusier dalam The Five Point of a New Architecture.
Terdapat beberapa pilar-pilar kolom yang menopang beban di atasnya tanpa ada
dinding, menerus langsung ke teras, mengadaptasi poin pilotis. Tata letak ruang yang tidak
begitu modular dan tidak membutuhkan dinding penyekat mengaptasi poin free plan,
sekaligus mengadaptasi teori tipe I dengan menyusun ruang utama menjadi pusat seperti
layaknya perapian/hearth. Kemudian, di samping fasadnya yang dirancang sederhana tanpa
ada ornament tanpa konteks, dinding-dinding rumah ini pun dipasang banyak jendela vertikal
yang berfungsi membawa cahaya masuk ke dalam, sekaligus menghubungkan area dalam
dan luar.

3. Asumsi
Dalam merespon konteks-konteks modern di masanya, Cascading House dinilai
berhasil memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi. Mengadaptasi berbagai pendekatan
perancangan sesuai elemen-elemen pada teori tipe I dan, menerapkannya pada perancangan
akan sangat berguna untuk menghadapi persoalan-persoalan umum yang berkonteks
Mulki Fattah Utomo
21010121130056 Ujian Akhir Semester Sejarah Teori Arsitektur 2

modern didasari waktu, manusia, dan tempat. Akibatnya, hasil dari rancangan yang akan
timbul membuat rancangan menjadi tipikal arsitektur modernisme

[ Teori Tipe III – Neo-rationalist ]

1. Konteks
Maraknya tipe modernisme yang semakin luas meninggalkan sejarah dan konteks-
konteks yang sebelumnya diperhatikan, membuat segelintir orang membuat kelompok
menimbulkan penurunan kepercayaan terhadap tipe tersebut dan mencetuskan tipe yang
lebih memperhatikan lingkungannya. Tipe ini disebut tipe Neo-rasionalisme, tipe di mana
ditekankan keseimbangan dan juga keteraturan pada keseluruhan rancangan dengan
mengadopsi paham cubist dan constructivist.
Teori ini diterapkan tetap memperhatikan fungsional, kenyamanan, maupun estetika.
Tambahan fokusnya terletak pada konteks kota/urban melalui kesinambungan antara
rumah-rumah, jalan, kawasan dan kota seutuhnya. Akibatnya, penerapannya sangat
mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitarnya tersebut. Hal ini dinilai akan menciptakan
keharmonisan yang memperindah tata kora serta keselarasan dengan lingkungan.

2. Berpreseden
Pada tipe ini, terdapat 3 mazhab yang berkembang menjadi
acuan. 3 mazhab ini memiliki beberapa perbedaan dan juga
kesamaan masing-masing, yaitu Italian School, French School,
dan British School. Layaknya poin-poin yang ada di mazhab Italian
School, kota Washington di Amerika Serikat dinilai dapat menjadi
preseden yang tepat. Keselerasan antara elemen-elemen
perkotaan seperti bangunan, jalanan, dan lingkungannya, dapat
terlihat jelas. Semua yang berkaitan dengan rancangan fisik,
kondisi sosial, tata guna lahan, penataan massa, dan hal lainnya
sangat diperhatikan baik dalam proses perancangan dan pembangunan. Hal-hal tersebut
dinilai dapat menghasilkan keselerasan antara rancangan dengan lingkungan sekitar.

3. Asumsi
Dalam penataannya, kota Washington di Amerika Serikat dinilai menerapkan poinpoin
yang ada di skala amatan dan juga tiga dalil Italian School. Hasilnya pun kota menjadi selaras
dengan lingkungan sekitarnya, dengan memperhatikan elemen rancangan, struktur internal,
hubungan bentuk dan fungsi, dan aspek formal. Poin-poin pengamatan yang diterapkan
dalam perancangan akan bersifat fungsional dan praktis, sehingga perancangan dinilai akan
menjadi antara model yang bersifat evolutionary ataupun tipikal arsitektur neorationalist,
tergantung obyek rancangannya.

Daftar Pustaka
Corbusier, Le. Towards A New Architecture.
http://hima-unmuha.blogspot.com/2012/09/latar-belakang-arsitektur-modern.html
https://oyarchie.wordpress.com/2013/02/21/arsitektur-modern/

Anda mungkin juga menyukai