Anda di halaman 1dari 18

Nama Anggota Kelompok :

1. Yenni Ardyah 5171111132


2. Hanif Zhafar AR 5171111042
3. Savira Jihan Nurafifah 5171111045
4. Safira Nurtantia 5181111024
5. Satrio Adi Wicaksono 5181111031
6. Rohayatul Janah 5181111045
7. Rara Ayu Paradise 5181111046 (Ketua)
8. Puput Vinindya S 5181111070

Project 3

1. Nama : Rohayatul Janah


NPM : 5181111045

1. Variabel hasil: meningkatkan intensitas dan minat membaca jurnal pada mahasiswa.
2. Analisis dengan teori behaviorisme:
- Intensitas dan minat membaca pada mahasiswa rendah
Keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah minat untuk membaca yang ditandai dengan seringnya intensitas
membaca maupun kunjungan ke perpustakaan (Ubaidillah, 2019). Untuk memperoleh
prestasi kelulusan yang baik di perguruan tinggi (achievement reading), maka mahasiswa
harus mempelajari atau membaca sejumlah bahan bacaan dalam penulisan skripsi.
Kegiatan membaca buku ini sangat penting bagi mahasiwa, namun masih banyak
mahasiswa yang belum menjadikan kegiatan membaca buku ini sebagai suatu kebiasaan
dan juga kebutuhan. Menurut hasil survey UNESCO, minat membaca masyarakat
Indonesia tergolong sangat rendah. Dari 61 negara yang disurvey, Indonesia menempati
posisi ke-60. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh adanya perkembangan teknologi
informasi yang semakin pesat (Periyeti, 2017). Mahasiswa cenderung lebih tertarik pada
hiburan dan konten di sosial media daripada membaca buku cetak/e-book, artikel riset
maupun laporan. Mahasiswa hanya datang ke perpustakaan apabila ada tugas dari dosen
saja, dan buku yang dibaca hanya sebatas buku ajar yang diberikan oleh dosen (Wijaya
dkk, 2021).
- Urgensi masalah intensitas membaca yang rendah
Membaca dan belajar merupakan salah satu aspek yang dibutuhkan agar
mahasiswa dapat mencapai prestasi (achievement reading). Kebiasaan membaca
merupakan sesuatu yang penting dan fundamental yang harus dikembangkan secara
berkelanjutan untuk menambah pengetahuan dan mencapai prestasi di masa depan.
Membaca dapat membuat seseorang membentuk sikap-sikap tertentu sebagai hasil dari
pemahaman terhadap suatu bacaan. Selain itu, membaca juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, urgensi meningkatkan intensitas membaca
pada mahasiswa yaitu turut menentukan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan
tugas akhir atau skripsi.
- Dampak dari intensitas membaca yang rendah
Membaca memiliki peran penting yang dapat membuat seseorang memperoleh
wawasan maupun pengetahuan yang baru. Membaca memiliki banyak manfaat dalam
kehidupan. Kemampuan dan keterampilan membaca juga merupakan salah satu modal
dasar yang utama bagi mahasiswa dalam menjalani kehidupannya di perkuliahan, namun
kenyataan yang terjadi di kampus adalah rendahnya minat membaca seseorang
menyebabkan mutu dan kualitas pendidikan cenderung mundur. Intensitas membaca yang
rendah juga berpengaruh pada kualitas hasil penulisan naskah pada saat skripsi. Menurut
Wijaya, dkk (2021) mahasiswa semester akhir yang tidak terbiasa membaca dan
intensitas membaca rendah, mereka cenderung membaca sebuah jurnal ataupun tulisan
ilmiah dengan langsung melihat bagian akhir dari kesimpulan jurnal atau tulisan ilmiah
tersebut tanpa membaca bagaimana prosesnya. Sedangkan, mahasiswa dengan intensitas
membaca tinggi, mereka akan membaca jurnal maupun tulisan ilmiah secara kritis yaitu
proses membaca untuk mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan
makna bahan bacaan baik tersurat maupun tersirat.
- Faktor-faktor penyebab intensitas membaca rendah
Salah satu faktor penyebab rendahnya intensitas dan minat baca rendah menurut
Sarina (2019) yaitu karena adanya kemajuan teknologi informasi dan mudahnya akses
internet. Kemudahan dalam menggunakan internet serta murahnya biaya yang ditawarkan
untuk mengakses internet dapat membuat penggunanya ketagihan untuk
menggunakannya. Bahkan bisa membuat penggunanya menjadi lupa waktu, keasyikan
dengan dunianya sendiri sehingga melupakan tugas- tugas yang seharusnya dikerjakan.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Johanian dan Seifury bahwa penggunaan internet
secara berlebihan tanpa disadari dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan
internet (Internet Addiction). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Abdurrahman (dalam Sarina, 2019) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara internet addiction terhadap rendahnya intensitas dan minat baca buku
pada mahasiswa.
Faktor lainnya juga dikemukakan oleh Periyeti (2017) bahwa intensitas dan minat
baca yang rendah pada mahasiswa dipengaruhi oleh motivasi yang rendah dari dalam diri
mahasiswa tersebut. Motivasi tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu motivasi internal dan
motivasi eksternal. Motivasi internal mencakup keinginan individu berupa kebutuhan
membaca, kemauan untuk maju, dan keinginan meraih cita-cita. Sedangkan, motivasi
eksternal mencakup faktor lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu, seseorang yang
memiliki motivasi yang rendah cenderung tidak menjadikan membaca sebagai suatu
kebutuhan, sementara seseorang dengan motivasi yang tinggi mereka menjadikan
membaca sebagai sebuah kebutuhan.
- Target group
Sebagai upaya untuk meningkatkan intensitas dan minat baca pada mahasiswa,
maka perlu adanya kerjasama dengan dosen dan teman sebaya mahasiswa. Hal ini
dimaksudkan agar dalam proses belajar mengajar, terdapat kesinambungan antara dosen
dengan mahasiswa. Dosen yang memahami permasalahan tersebut kemudian membentuk
kelompok mahasiswa yang masing-masing kelompok terdapat seorang leader yang
memiliki minat menbaca tinggi, hal ini ditujukan agar teman-teman mahasiswa yang lain
dapat meningkatkan motivasinya dan mampu meningkatkan minat membacanya.
- Analisis kasus (strategi umum)
Menurut Wijaya, dkk (2017) faktor eksternal berupa lingkungan pendidikan dan
teman sebaya memiliki pengaruh dalam minat baca mahasiswa. Dalam penelitiannya
disebutkan bahwa mahasiswa akan cenderung tergerak untuk mengerjakan suatu tugas
apabila melihat temannya mengerjakan tugas, begitupun sebaliknya mereka akan
bermalas-malasan ketika melihat temannya bermalas-malasan dalam mengerjakan tugas.
Hal ini juga berlaku ketika seorang mahasiswa memiliki tugas untuk membuat makalah,
mereka akan tergerak ketika temannya sudah mengerjakan, sehingga dapat membuat
mereka untuk segera mengerjakan tugas makalah dan membaca literaturnya terlebih
dahulu yang terdiri dari artikel riset atau jurnal. Oleh karena itu, dalam proses belajar
mengajar seorang dosen dapat membentuk kelompok untuk mahasiswanya agar mereka
dapat memberikan motivasi satu dengan yang lainnya dalam mengerjakan suatu tugas
sekaligus dapat meningkatkan intensitas dan minat baca mahasiswa.
Analisis kasus ini yaitu dengan menggunakan teori behaviorisme Pavlov untuk
meningkatkan kebiasaan membaca dan menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan,
sehingga dapat meningkatkan intensitas dan minat membaca pada mahasiswa. Mahasiswa
yang memiliki motivasi rendah ketika dihadapkan pada tugas individu untuk membaca
sebuah artikel riset atau jurnal (UCS) maka cenderung tidak memiliki minat untuk
membacanya, sehingga akan bermalas-malasan (UCR). Oleh karena itu diperlukan
adanya tugas kelompok yang di dalamnya terdapat leader yang tegas dan memiliki minat
baca tinggi sehingga dapat mempengaruhi teman-teman yang lainnya, agar mahasiswa
lainnya juga memiliki minat baca (UCR). Leader yang tegas dapat mendorong teman-
temannya untuk mulai mengerjakan tugas dengan membaca, lalu menggunakan
smartphone hanya untuk keperluan tugas kelompok selama tugas kelompok berlangsung,
dan menegur temannya yang bermalas-malasan. Sedangkan dosen sebagai fasilitator dan
akan memberi sanksi pada mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas kelompok. Hal ini
dapat diterapkan secara berulang-ulang agar dapat membentuk kebiasaan mahasiswa
dalam membaca dan menjadikan kegiatan membaca sebagai sebuah kebutuhan agar
nantinya ketika mahasiswa tersebut memperoleh tugas individu untuk review jurnal (CS),
maka mereka akan meningkatkan intensitasnya dalam membaca jurnal yang akan
direview (CR).

Referensi:
Periyeti. (2017). Meningkatkan Minat Baca Mahasiswa dalam Mencari Informasi. Jurnal
Kepustakawanan dan Masyarakat Membaca, 33 (1), 51-68.
Sarina. (2019). Pengaruh Internet Addiction Terhadap Minat Baca Buku Mahasiswa
Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makasar.
Skripsi. Makasar: Universitas Negeri Makasar.
Ubaidillah. (2019). Minat Baca Mahasiswa Milenial Terhadap Sumber-Sumber Online
dan Cetak. Diakses tanggal 17 Desember 2021, pada
https://dpk.bantenprov.go.id/Aktivitas/topic/106
Wijaya, H., Mega L., Ivan T., Tri S., dan Ezra T. (2021). Persepsi Mahasiswa Mengenai
Beban Tugas Membaca Terhadap Minat Baca Mahasiswa. Jurnal Pendidikan
Kristen, 2 (1), 31-55.

2. Nama : Safira Nurtantia Wilopojati


NIM : 5181111024

KESULITAN MELAKUKAN PUBLIC SPEAKING PADA SAAT PERKULIAHAN


PSIKOLOGI BELAJAR
Menurut hasil observasi yang dilakukan beberapa waktu lalu saat kelas Psikologi Belajar
A. Para mahasiswa mengalami kesulitan untuk aktif di kelas yang berupa public speaking, hal ini
meliputi tentang menanggapi pertanyaan dari dosen, menanggapi pertanyaan yang diberikan dari
mahasiswa yang bertanya saat presentasi, Teknik presentasi yang kurang menarik audiens dan
kurangnya interaksi saat perkulihaan online. Kesulitan dalam public speaking dapat
mempengaruhi kemampuan kita untuk berbicara di depan umum. Kesulitan public speaking
merupakan masalah yang penting (why) karena jika seorang mahasiswa memiliki kemampuan
yang buruk dalam public speaking akan berpengaruh didalam dunia kerja yang akan dihadapi
mahasiswa setelah lulus dan biasanya para perusahaan besar akan memperhatikan kemampuan
public speaking, karena kemampuan tersebut sangat berguna untuk presentasi mendapatkan klien
Kerjasama antar perusahaan, relasi agar semakin luas, memperluas pengetahuan dan agar dapat
berkomunikasi dengan baik (who). Selain itu problem yang muncul dari tidak memiliki public
speaking yang baik adalah padangan atau penilian yang dilakukan oleh pendengar saat
melakukan public speaking seperti dosen, teman sekelas, atau audiens yang lain. Peniliain itu
seperti kita kurang percaya diri, tidak menguasai materi atau konten, lebih parahnya lagi kita
tidak dianggap professional (why). Apalagi selama kita melakukan perkuliahan public speaking
sangat sering kita lakukan salah satu contohnya membawakan presentasi di kelas, mungkin
banyak teman-teman di kelas yang kurang mengetahui bahwa presentasi itu sangatlah penting
untuk melatih dan mengasah kemampuan kita untuk public speaking. Banyak sekali bahkan saya
sendiri yang masih membaca teks saat melakukan presentasi, padahal hal tersebut kurang
fleksibel dan terlihat kurang professional (why). Dengan memberikan kesadaran tentang
pentingnya public speaking untuk menunjang karir dalam bekerja dengan mengikuti training
public speaking atau dengan hal yang mudah dan tanpa menggunakan biaya adalah belajar
melalui youtube, pasti sangat sulit dilakukan karena tergantung oleh individu itu sendiri lagi
ingin berkembang atau tidak (key aspects). Tetapi membangun kesadaran teman-teman sekelas
adalah hal yang sangat sulit dan tidak mudah, karena mungkin teman-teman lebih memilih
berada di zona nyaman daripada mencoba hal-hal yang baru (possible cause). Kelompok
sasarannya (target group) di sini adalah teman-teman sekelas saya di kelas Psikologi Belajar A
karena sulitnya menyadarkan pentingnya public speaking, masalah ini cukup kompleks karena
berhubungan dengan aspek perilaku, kognitif, dan emosi seseorang.
Fase Analisis
1. Kelompok behaviorisme menentukan target variable hasil berupa “meningkatkan
kesadaran pentingnya public speaking (aspek perilaku).”
2. Menurut saya menggunakan strategi konseptual dapat meningkatkan kesadaran
pentingnya public speaking. Karena menyadarkan seorang individu itu sangat sulit karena
akan dipengaruhi dari rasa malas, dilemma, dan kurangnya rasa tanggung jawab. Dengan
menggunakan strategi konseptual ini digarapkap dapat menerapkan konsep teori
behaviorisme dengan baik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

3. Nama : Hanif Zhafar Ar Ridho


NIM : 5171111042

Peran Lingkungan Terhadap Rasa Percaya diri Mahasiswa yang Mengalami


Body Shaming
Hasil penelitian ini menunjukkan peran lingkungan terhadap rasa percaya diri mahasiswa
yang mengalami body shaming (what). Body shaming memberikan dampak negatif dan positif
pada korbannya tergantung pada bagaimana cara menyikapi dan menanggapi body shaming ,
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bahwa bentuk umum body shaming lebih banyak
mencela pada ukuran dan bentuk badan, berat dan tinggi badan, serta warna kulit (possible
cause).
Setiap informan memiliki pengalaman body shaming yang berbeda-beda, seperti dikatai jelek,
gendut, cungkring, tepos, jerawatan, hitam, serta panggilan buruk lain sehingga membuat mereka
tidak percaya diri. Adapun informan yang mendapatkan perlakuan body shaming sejak masih
sekolah menengah dan sampai ke perguruan tinggi. Pengalaman body shaming ini amat
meninggalkan bekas ingatan dan luka yang berbeda pada tiap informan yang mengalaminya
(why).
Body shaming memberikan dampak negatif dan positif pada korbannya tergantung pada
bagaimana cara menyikapi dan menanggapi body shaming terutama dalam hal kepercayaan diri
(for whom). Untuk menghadapi body shaming beragam cara dilakukan, yakni dengan mengubah
gaya hidup, membuktikan kualitas diri, berusaha menerima kelebihan dan kekurangan diri,
berpikir positif, dan menjauhi orang-orang yang sering melakukan body shaming. Dengan
demikian peran lingkungan sangatlah penting untuk membentuk diri yang postif dalam hal
kepercayaan diri terhadap korban body shaming dengan cara memberikan dukungan, dan
penguatan kepada korban body shaming akhirnya akan membuat seseorang tersebut mengalami
suatu proses untuk dapat menghargai dan mengapresiasi tubuh nya sendiri apa adanya atau
disebut dengan body positivity. Lingkungan sekitar korban body shaming untuk lebih sadar dan
memberi perhatian lebih terkait perilaku body shaming yang banyak terjadi serta dapat mulai
menerima perbedaan apapun serta tidak mudah menghakimi orang lain karena perbedaan yang
dimiliki.

Fase Analisis
Menurut saya menggunakan Variabel tergantung (dependent).
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya
variabel bebas. Variabel tergantung sering juga disebut sebagai variabel akibat, output, efek,
terpengaruh, atau tergantung.
Karena korban body shaming yang awalnya tidak percaya diri mencoba menjadi percaya diri atas
dukungan lingkungan sekitar nya. Dari hasil
wawancara disimpulkan bahwa sangat dibutuhkan peran lingkungan sekitar untuk membentuk
informan yang memiliki pandangan positif. Dimana hal tersebut merupakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk menanggapi pengalaman body shaming, yang mencakup memperbaiki
kekurangannya, menjauhi mereka yang memberi dampak buruk, menerima diri apa adanya dan
berpikir positif, dengan demikian mereka tidak kembali merasa tidak percaya diri atau insecurity.
Ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh
individu 2018 sebagai hasil dari pengalaman dan peran lingkungan. Menurut Sihkabuden (2012)
behaviorisme merupakan proses perubahan perilaku hasil pengalaman yang relatif menetap hasil
hubungan stimulus dan respons. Para tokoh yang mengembangkan teori ini antara lain E.L.
Thorndike, Ivan Pavlov, B.F. Skinner, J.B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie. Kata kunci
dari teori belajar behavioristik yaitu latihan, pengalaman, stimulus/ rangsangan,
respons/tanggapan yang berperan dalam belajar.

Fase Divergen
Strategi teori umum, Body shaming memberikan dampak negatif dan positif pada korbannya
tergantung pada bagaimana cara menyikapi dan menanggapi body shaming terutama dalam hal
kepercayaan diri. Untuk menghadapi body shaming beragam cara dilakukan, yakni dengan
mengubah gaya hidup, membuktikan kualitas diri, berusaha menerima kelebihan dan kekurangan
diri, berpikir positif, dan menjauhi orang-orang yang sering melakukan body shaming. Dengan
demikian peran lingkungan sangatlah penting untuk membentuk diri yang postif dalam hal
kepercayaan diri terhadap korban body shaming dengan cara memberikan dukungan, dan
penguatan kepada korban body shaming akhirnya akan membuat seseorang tersebut mengalami
suatu proses untuk dapat menghargai dan mengapresiasi tubuh nya sendiri apa adanya atau
disebut dengan body positivity. Lingkungan sekitar korban body shaming untuk lebih sadar dan
memberi perhatian lebih terkait perilaku body shaming yang banyak terjadi serta dapat mulai
menerima perbedaan apapun serta tidak mudah menghakimi orang lain karena perbedaan yang
dimiliki.
Peran lingkungan sangat berarti pada pengalaman seseorang yang mengalami body
shaming. Hal tersebut dapat dilakukan lingkungan dengan cara memberikan dukungan, dan
penguatan kepada korban body shaming akhirnya akan membuat seseorang tersebut mengalami
suatu proses untuk dapat menghargai dan mengapresiasi tubuh nya sendiri apa adanya atau
disebut dengan body positivity. Lingkungan sekitar korban body shaming untuk lebih sadar dan
memberi perhatian lebih terkait perilaku body shaming yang banyak terjadi serta dapat mulai
menerima perbedaan apapun serta tidak mudah menghakimi orang lain karena perbedaan yang
dimiliki. Dengan adanya peran lingkungan akan membuat kepercayaan diri korban body shaming
menjadi lebih baik dari sebelumnya.

4. Nama : Shavira Jihan Nurafifah


NIM : 5171111045

KESULITAN BELAJAR ANAK USIA SEKOLAH DASAR


Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak jika mereka dapat belajar secara
wajar. Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan jika ancaman maupun hambatan dialami oleh
anak tertentu, dan membuat anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya (what).
Akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Dan masalah ini bisa timbul dimanapun,
baik di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan
karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-
intelegensi (why). Meskipun tingkat kecerdasan (IQ) sudah tidak diragukan lagi sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar (Ahmadi & Supriyono, 2004).
Lambat belajar (slow learner) merupakan salah satu contoh bentuk dari kesulitan belajar yang
disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (what). Kebanyakan anak slow learner akan
mengalami kesulitan belajar yang banyak kita jumpai dalam dunia pendidikan. Akan tetapi,
mereka tidak tergolong anak terbelakang mental, mereka hanya mempunyai kemampuan belajar
yang lebih lambat jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Hambatan tersebut mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, dan berbicara (key aspects). Sehingga mereka
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka. Pada umumnya terdapat dua faktor penyebab kesulitan belajar pada anak, yaitu
faktor internal atau dari dalam manusia itu sendiri dan faktor eksternal atau faktor dari luar
manusia (Ahmadi & Supriyono, 2004). Faktor internal diantaranya adalah faktor kecerdasan dan
juga faktor fisiologi. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga dan
juga lingkungan masyarakat (sosial). Dan dalam hal ini lingkungan keluarga yang dimaksud
lebih fokus pada cara mendidik anak dalam keluarga.
Terdapat dua faktor yang bisa mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi faktor fisiologis (jasmaniah), dan juga faktor psikologis yang meliputi
intelegensi, bakat, minat, dan kemampuan kognitif lainnya. Sedangkan faktor eksternal meliputi
faktor lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan faktor
instrumental yang meliputi kurikulum, fasilitas sekolah, program pendidikan, dan guru. Jika
semua faktor-faktor di atas terpenuhi dan mendukung aktivitas belajar anak, maka mereka tidak
akan mengalami kesulitan untuk mencapai prestasi. Sebaliknya, jika dari faktorfaktor tersebut
ada yang memberi pengaruh negatif (tidak sesuai) maka tidak menutup kemungkinan anak akan
mengalami kesulitan dalam belajar. Karena kesulitan belajar merupakan keadaan di mana anak
tidak dapat belajar sebagaimana mestinya (Ahmadi & Supriyono, 2004)

Fase Analisis
Kesulitan belajar subyek yang terlihat adalah kesulitan membaca dan menulis. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan bahwa anak dengan kesulitan belajar memiliki gangguan pada satu
atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa,
berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung,
berbicara (Fakhri, 2010). Akan tetapi ketika subyek mau berusaha, sedikit demi sedikit subyek
bisa mengatasi hambatan tersebut. Disisi lain, subyek termasuk anak yang mendapatkan
perhatian lebih dari keluarganya, terutama neneknya. Hal tersebut disebabkan kedua orang tua
subyek bekerja. Variabel yang terdapat diatas yaitu mengenai kemampuan kognitif

Fase Devergen
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai
sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan
segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat
membosankan, karena “tidak enak”, “harus mikir”, “capai”, dan sebagainya. Mereka cenderung
mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab (Mohammad, 2006).
Bandura, telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral
yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori kognitif sosial adalah teori yang
menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial.
Dalam kasus tersebut sesuai dengan teori Bandura, faktor-faktor kognitif sangat
mempengaruhi proses belajar seseorang, dimana pengaruh lingkungan sekitar juga sangat
berpengaruh bagi kelancaran belajar seseorang.

5. Nama: Yenni Ardyah


Nim : 5171111132

Korelasi Antara Dukungan Sosial Orang Tua dan Self‐Directed Learning pada Siswa
SMA
Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungan positif antara dukungan
sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas (what).
Adanya hubungan positif antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada
siswa sekolah menengah atas. Ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan sosial orangtua
maka akan diikuti pula dengan semakin tinggi kemandirian belajar, dan sebaliknya jika
semakin rendah dukungan sosial orangtua maka semakin rendah pula kemandirian
belajarnya. Salah satu hal yang berperan penting di dalam pembentukan kemandirian belajar
pada diri siswa adalah dari dukungan yang diterima oleh siswa dari komunitas tempat siswa
berada, seperti dari sekolah, teman, orangtua, guru, dan sebagainya (who). Salah satu bentuk
dukungan sosial yang diterima siswa adalah berasal dari orangtua. Dukungan orangtua
merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan
sistem dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan
akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi, kemandirian
belajar dan kesehatan mental.
Keterlibatan orangtua dihubungkan dengan prestasi sekolah dan emosional serta
penyesuaian selama sekolah pada remaja. Pengaruh lingkungan, khususnya orangtua penting
dalam proses pembelajaran anak, karena iklim psikologis yang lebih baik akan mengarahkan
pada perubahan yang lebih baik pada siswa (why). kemandirian belajar seorang siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri seperti
keadaan keturunan ataupun bakat, potensi intelek‐ tual. Faktor yang kedua adalah faktor yang
terdapat di luar dirinya seperti lingkungan yang membentuk kepribadian individu (possible
cause).siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi lebih mandiri dan lebih
bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Siswa yang memiliki karakteristik
kemandirian belajar yang tinggi juga selalu mempunyai perencanaan yang matang dan efektif
dalam proses belajarnya.

Fase Analisis
Variabel tergantung: kemandirian belajar
Variabel bebas: dukungan sosial orang tua
Pembentukan kemandirian belajar pada siswa (Meichenbaum, 1998) ditentukan oleh dua
hal. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa
seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat
mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan
mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai
kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur
secara langsung oleh keluarga atau orangtua dan guru tidak dapat membangun
ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang
mereka punya.
Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja.
Dibandingkan dengan sistem du‐ kungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan
dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri,
motivasi dan kesehatan mental. Keterlibatan orangtua dihubung‐ kan dengan prestasi sekolah
dan emosional serta penyesuaian selama sekolah pada remaja (Corviile‐Smith, Ryan, Adam
& Dalicandro, 1998). Menurut Lee & Detels (2007), dukungan sosial orangtua dapat dibagi
menjadi dua hal, yaitu dukungan yang bersifat positif dan dukungan yang bersifat negatif.
Dukungan positif adalah perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua, dan dukungan yang
bersifat negatif adalah perilaku yang dinilai negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku
negatif anak.

Fase Divergen
Pembentukan Kemandirian Belajar Siswa Sumber Sosial Kemandirian Belajar Hasil
penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan positif antara
dukungan sosial orang tua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas.
Jika dukungan sosial = Tinggi, maka kemandirian belajar = Tinggi Jka dukungan sosial =
Rendah, maka kemandirian belajar = Rendah
Efektivitas Metode Problem-Based Learning dalam Pembelajaran Mata Kuliah Teori
Berdasarkan evidensi jurnal tersebut tampak bahwa secara umum pembelajaran dengan
metode PBL oleh dosen yunior perempuan easy-going lebih efektif dibandingkan
pembelajaran yang sama oleh dosen senior-lelaki-demanding. Efektivitas itu khususnya
terletak pada kemampuannya mendorong mahasiswa mengalokasikan waktu yang lebih
panjang untuk belajar. Efektivitas proses ini selanjutnya diduga menunjang efektivitas
hasilnya juga, terbukti dari prestasi belajar Subjek asuhan dosen yunior perempuan- easy-
going yang secara signifikan juga lebih tinggi dibandingkan prestasi belajar Subjek asuhan
dosen senior lelaki demanding. Sehingga dapat di simpulkan menyangkut pengaruh
perbedaan dosen terhadap hasil dan proses pembelajaran baik dengan metode PBL maupun
tradisional pada mata kuliah teori seperti Psikologi,dan dalam jurnal tersebut dapat di lihat
metode pembelajaran PBL terbukti lebih efektif dibandingkan metode pembelajaran
tradisional untuk pembelajaran mata kuliah teori seperti Psikologi.
Model Bimbingan Belajar Behavioristik Untuk Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa
Pengertian model bimbingan belajar behavioristik adalah layanan bimbingan konseling dalam
bidang pengembangan belajar untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa. Prinsip-prinsip :
(1) Reinforcement and Punishment (2) Primary and Secondary Reinforcement (3) Schedules
of Reinforcementt (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning;
(6) The Elimination of Responses. Tujuan model bimbingan belajar behavioristik adalah
untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa, mencakup (1) kemampuan berpikir kreatif
(aptitude) yaitu kemampuan berpikir lancar, berpikir luwes (fleksibel), berpikir rasional,
keterampilan menilai (mengevaluasi) (2) kemampuan berpikir afektif (non-aptitude) yaitu rasa
ingin tahu, bersikap imajinatif, merasa tertantang oleh kemajuan, berani mengambil risiko,
dan bersifat menghargai.

6. Nama : Puput Vinindya S


NIM : 5181111070

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MOTIVASI


BELAJAR MAHASISWA
Beberapa hal yang dihasilkan berdasarkan pelaksanaan penelitian yang dilakukan beserta
analisa adalah sebagai berikut: Pada penelitian ini menunjukkan pengaruh lingkungan
terhadap motivasi belajar mahasiswa (what). Salah satu hal yang mempengaruhi motivasi
belajar mahasiswa adalah faktor lingkungan. Banyak hal yang bisa dilihat dari faktor
lingkungan seperti faktor teman, lingkungan pergaulan, lingkungan belajar, dan lainnya
(possible cause).
Faktor teman biasanya menjadi faktor yang mempengaruhi dikarenakan apabila mahasiswa
berada di lingkungan mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi terhadap pembelajaran, maka
tingkat dan minat belajar mahasiswa akan semakin tinggi. Faktor lingkungan ini dapat berupa
lingkungan kampus maupun lingkungan keluarga. Lingkungan kampus yang kondusif akan
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Begitu pula dengan lingkungan keluarga dan
dukungan orang tua akan dapat menjadi salah satu hal memotivasi dalam pembelajaran
mahasiswa (why).
Faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar mahasiswa salah satunya faktor
lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan kampus maupun lingkungan
keluarga. Lingkungan kampus yang kondusif akan meningkatkan motivasi belajar mahasiswa
(for whom). Begitu pula dengan lingkungan keluarga dan dukungan orang tua akan dapat
menjadi salah satu hal memotivasi dalam pembelajaran mahasiswa. Selain itu metode
pembelajaran yang membuat nyaman akan meningkatkan pula motivasi belajar. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menilai dan mengukur pengaruh serta hubungan faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar.
Fase Analisis
Menurut saya, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak empat variabel
yaitu motivasi belajar sebagai variabel terikat dan variabel lingkungan sebagai variabel tidak
terikat. Variabel lingkungan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga variabel yaitu variabel
lingkungan sosial, sarana dan prasarana serta metode mengajar. Definisi operasional masing-
masing variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Motivasi Belajar (Variabel terikat)
Definisi operasional motivasi belajar dalam penelitian ini adalah suatu keadaan yang
mendorong perilaku belajar mahasiswa untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Lingkungan Sosial (Variabel tidak terikat)
Definisi operasional lingkungan sosial dalam penelitian ini adalah lingkungan yang
berhubungan langsung dengan mahasiswa seperti lingkungan sosial antara mahasiswa
dengan mahasiswa lain dan dosen.
3. Sarana dan Prasarana (Variabel tidak terikat)
Definisi operasional sarana dan prasarana dalam penelitian ini adalah fasilitas yang
meliputi ukuran ruang kelas, kebersihan kampus, internet, perpusatakaan, suhu ruangan
dan ruangan yang bebas dari kebisingan.
4. Metode Mengajar (Variabel tidak terikat)
Definisi operasional metode mengajar dalam penelitian ini adalah metode yang
digunakan oleh Dosen dalam memberikan pengajaran di kelas.
Penelitian ini menghasilkan tiga hioptesis yaitu H1 Lingkungan sosial akan berpengaruh
terhadap motivasi belajar, H2 Sarana dan prasarana akan berpengaruh terhadap motivasi
belajar, H3 Metode mengajar akan berpengaruh terhadap motivasi belajar. Dapat
disimpulkan bahwa lingkungan memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar dimana dalam
hal ini lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan kampus berupa sarana dan prasarana.
Thursan Hakim (2010) mengatakan bahwasanya faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar: Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi itu dapat
kita bagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan
faktor yang terdapat didalam diri individu itu sendiri, seperti kesehatan jasmani dan rohani,
kecerdasan (intelegensia), daya ingat, kemauan, dan bakat. Faktor eksternal merupakan
faktor yang terdapat diluar diri individu yang bersangkutan, seperti keadaan lingkungan
rumah, sekolah, masyarakat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan
tersebut. Teori Belajar yang dikemukakan Slameto (2010), faktor yang mempengaruhi minat
belajar berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologi dan
psikologi, faktor eksternal meliputi faktor keluarga, masyarakat dan sekolah.

Fase Divergen
Strategi teori umum, Salah satu hal yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa
adalah faktor lingkungan. Banyak hal yang bisa dilihat dari faktor lingkungan seperti faktor
teman, lingkungan pergaulan, lingkungan belajar, dan lainnya. Faktor teman biasanya
menjadi faktor yang mempengaruhi dikarenakan apabila mahasiswa berada di lingkungan
mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi terhadap pembelajaran, maka tingkat dan minat
belajar mahasiswa akan semakin tinggi. Motivasi belajar mahasiswa saat ini dapat dikatakan
sebagian masih kurang. Faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar mahasiswa
salah satunya faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan kampus
maupun lingkungan keluarga. Lingkungan kampus yang kondusif akan meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa. Begitu pula dengan lingkungan keluarga dan dukungan orang
tua akan dapat menjadi salah satu hal memotivasi dalam pembelajaran mahasiswa. Selain itu
metode pembelajaran yang membuat nyaman akan meningkatkan pula motivasi belajar.

7. Nama : Satrio Adi Wicaksono


NIM : 5181111031

Peran Guru dalam Peningkatan Prestasi Belajar


Siswa Sekolah Dasar
Banyak anak-anak kurang suka dengan cara penyampaian materi yang diberikan oleh
gurunya. Rupanya hal ini terjadi pada kebanyakan anak-anak sehingga mereka tidak
memahami materi (what). Disini difokuskan kepada para siswa Sekolah Dasar yang sudah
menduduki bangku kelas 6 SD (who). Beberapa anak memiliki karakter yang berbeda
tentunya dan juga memiliki kesukaan yang berbeda, ada beberapa anak yang senang jika
gurunya menyampaikan materi melalui visual ataupun dengan gambar dan ada juga yang
senang dengan cara mendengarkan gurunya berbica (why). Hal ini sering terjadi terutama
pada penyampaian materi tentang IPA, beberapa guru hanya menyuruh muridnya untuk
menghafal materi saja dan ada juga guru yang menyuruh muridnya untuk melihat visualisasi
dari apa yang dibahas pada saat itu (when). Pada beberapa Guru SD di Indonesia memiliki
beberapa gaya dalam melakukan proses belajat mengajar, hal tersebut tentunya juga
dilakukan dengan meninjau dulu para siswanya, apakah nyaman dengan metode penjelasan
lisan atau dengan cara pemberian visualisasi (where). Peninjauan terhadap gaya belajar
masing-masing siswa perlu dilakukan agar para pengajar dapat memaksimalkan pemberian
materi supaya peningkatan prestasi para siswa meningkat drastis (how).

Fase Analisis
1. Variabel hasil yang digunakan yaitu : Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SD ( Aspek
Perilaku ) Hal ini diberikan oleh guru sebagai media pemberian ilmu kepada para
siswanya dengan menerapkan metode belajar yang mudah dipahami dan membantu siswa
agar memiliki prestasi yang baik.
2. Fase Divergen :
Pemberian materi oleh pengajar atau guru sangat berpengaruh dalam prestasi belajar
seseorang siswa, mengapa demikian? Karena, siswa merasa kebutuhan akan
pengetahuannya terpenuhi dalam sekolah apabila mereka dapat memahami materi yang
disampaikan oleh masing-masing guru atau pengajarnya. Namun ada hal yang dapat
menghambat peningkatan tersebut yaitu cara penyampaian materi oleh para pengajar
yang membuat siswa merasa kebingungan atau bahkan tidak paham sama sekali dengan
maksud dari teori atau materi tersebut. Dengan demikian hal tersebut sangat perlu
diperhatikan oleh para guru atau pengajar pada umumnya.

Pemberian materi sering kali dilakukan dengan cara pemberian penjelasan secara lisan
yang membuat beberapa siswa sulit untuk memahami maksud dari teori tersebut, maka
dari itu para guru diharapkan untuk melakukan kajian ulang terhadap analisis jawaban
setiap mereka memberikan ujian atau ulangan harian, lalu ditarik kesimpulan pada materi
mana yang kebanyakan siswa tidak bisa menjawab dan pada pertemuan setelahnya
merubah cara mengajarnya dengan cara pemberian visualisasi dari materi tersebut atau
praktik apabila materi tersebut berkaitan dengan olahraga.

Anda mungkin juga menyukai