Anda di halaman 1dari 64

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sejarah kemajuan negara-negara di dunia seperti Jepang, Amerika, Korea, dan negara-negara di Eropa berawal dari ketekunan masyarakatnya dalam membaca. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Penguasaan ilmu pengetahuan tersebut diperoleh dari aktivitas membaca (Gumilang, 2010). Endang (Kartikawati, 2005) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses bernalar (Reading is reasioning). Implikasi dari membaca yaitu seseorang akan mendapatkan informasi hingga mengendap menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan tersebut akhirnya menjadi suatu dasar untuk dinamisasi kehidupan, memperlihatkan eksistensi, berjuang mempertahankan hidup, dan melakukan pengembangan di bidang sains dan teknologi sebagai kebutuhan hidup manusia. Aktivitas membaca merupakan aspek yang urgen dalam pengembangan kemampuan personal. Seseorang akan mendapatkan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dari lembaran tekstual, baik dari buku, koran, majalah dan bahan bacaan lainnya. Pemahaman terhadap informasi dan pengetahuan tersebut memberikan dampak terhadap perubahan diri menuju arah yang lebih baik (Reyhan, 2009). Mary Leonhardt (Hernowo, 2003) seorang penulis buku mengenai pendidikan terhadap anak menjelaskan bahwa membaca adalah kunci dalam keberhasilan

sebuah pendidikan. Kecintaan terhadap aktivitas membaca akan memberikan dampak positif terhadap kemampuan membaca. Kemampuan membaca yang baik diperlukan untuk pemahaman terhadap informasi yang dibaca, sehingga penanaman kecintaan terhadap membaca perlu dilakukan sejak dini. Manfaat membaca selanjutnya bukan hanya sekedar menambah informasi dan pengetahuan. Seorang peneliti dari Hendry Ford Health System bernama Dr. C. Edward Cooffey (Hernowo, 2003) menyebutkan bahwa kegiatan membaca buku mampu mencegah kerusakan saraf-saraf otak. Penyakit yang merusak jaringan otak yang dimaksud yaitu demensia. Membaca buku dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan memperbaiki sel otak. Urgensi kegiatan membaca dibuktikan dengan meningkatnya jumlah terbitan buku di Indonesia. Walaupun belum ada data pasti tentang jumlah buku baru yang terbit dalam setahun, namun mengacu kepada jumlah buku yang diterima jaringan toko buku besar, seperti Gramedia dan Gunung Agung, setidaknya Indonesia mampu menerbitkan 12.000 judul buku baru dalam setahun. Jika jumlah tersebut dirata-ratakan maka seseorang harus membaca sebanyak 33 buku per hari, belum termasuk bahan bacaan seperti koran, majalah, jurnal, dan lainnya (Kurnia, 2008). Faktanya, minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Kurangnya minat baca dibuktikan dengan Indeks membaca masyarakat Indonesia saat ini yang baru sekira 0,001, artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Singapura. Indeks membaca di negara itu mencapai 0,45.

Selain itu berdasarkan survei UNESCO, budaya baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara dan merupakan yang paling rendah di kawasan ASEAN (Gumilang, 2010). DePorter dan Hernacki (2002) menjelaskan bahwa pada zaman sekarang seseorang harus membaca berjilid-jilid buku untuk menghindarkan diri dari ketidaktahuan. Berbagai macam bahan bacaan selain buku berupa koran, proposal, diktat, buletin, memo, dan novel menambah deretan bacaan yang harus diselesaikan. Kondisi tersebut memerlukan solusi bagi pihak yang ingin lebih banyak mendapatkan informasi melalui bahan bacaan tanpa harus menghabiskan waktu yang lama terhadap bacaan tersebut. Hernowo (2001) mengemukakan bahwa buku layaknya sebuah makanan bagi ruhani seseorang. Makanan yang harus dikonsumsi pun harus yang bergizi dan disukai oleh pembaca, sehingga fungsi buku untuk menggerakkan pikiran pembacanya agar dapat mengikat makna yang ada di dalam buku dapat tercapai. Seseorang yang ingin membaca pun dengan demikian perlu memahami strategi agar mampu memilah buku yang bergizi dan sesuai dengan minatnya. Metode membaca yang dikembangkan mengenai membaca efektif yang telah ada tidak menjawab masalah untuk membaca dalam waktu singkat. Metode yang telah ada seperti SQ3R (survey, question, read, recite, review), KWLH (know, what, learned, how), DR-TA (direct reading thinking activity), dan berbagai metode lainnya ditujukan kepada pemahaman terhadap bacaan tetapi tidak memperhatikan sisi kecepatan membaca. Pemahaman merupakan tujuan utama dalam membaca, akan tetapi dengan permasalahan informasi yang harus dicari

dan dipilah dari berbagai sumber, membutuhkan metode yang bisa menjawab hal tersebut (Noer, 2009). Strategi untuk mengatasi masalah berupa banyaknya informasi yang harus dibaca serta kemampuan memilah buku dalam waktu singkat telah dikembangkan oleh berbagai pihak berupa metode membaca cepat (speed reading). Metode membaca cepat merupakan strategi untuk meningkatkan kecepatan membaca seseorang tanpa mengorbankan pemahaman terhadap isi bacaan. Selain itu, dengan membaca cepat, seseorang memiliki cara yang efisien dan efektif dalam memilah informasi yang dibutuhkan dari buku yang dibacanya (Stine, 2003). Membaca cepat diperlukan bagi seseorang yang ingin terus meluangkan waktu yang relatif sempit untuk membaca, yaitu orang-orang yang relatif sibuk karena memikul tugas dan tanggung jawab besar. Para eksekutif puncak, baik di lembaga-lembaga kenegaraan maupun bisnis, adalah contohnya. Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan yang relatif tinggi, sementara aktivitas keseharian yang sangat padat menyebabkan waktu membaca sangat sedikit. Oleh karena itu keterampilan membaca cepat diperlukan terutama bagi orang sibuk yang masih mau membaca. Tidak hanya eksekutif puncak, wartawan, pengacara, dokter, pelajar, mahasiswa, pengajar serta ibu rumah tangga yang sibuk pun dapat memanfaatkannya (Harefa, 2007). Mahasiswa termasuk dihadapkan dalam masalah dalam membaca buku secara efektif untuk mengerjakan berbagai tugas mata kuliah sebagai proses pendidikan. Buku yang harus dibaca untuk satu mata kuliah saja setidaknya

berjumlah lima buku. Belum lagi untuk mata kuliah lain dalam satu semester yang bisa mencapai dua belas mata kuliah (Hadi, 2009). Kecepatan membaca dikatakan ideal bagi seseorang jika telah mampu membaca minimal 400 KPM (kata per menit) dan pemahaman mencapai minimal 70% dari isi bacaan (Olivia, 2008). Kebanyakan orang tidak dapat mencapai kecepatan ideal tersebut disebabkan oleh beberapa kegiatan yang dilakukan dalam membaca, seperti membaca satu kata dalam satu waktu. Kebiasaan tersebut merupakan salah satu hambatan dalam membaca cepat, sehingga kecepatan membaca yang dapat dicapai hanya berkisar 120-200 KPM. Kecepatan membaca yang lambat memberikan dampak negatif berupa pandangan bahwa membaca adalah sebuah kegiatan yang membosankan dan menghabiskan waktu (Khoo, 2008). Pengambilan data awal melalui angket dengan menggunakan teknik accidental sampling yang dilakukan terhadap 150 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar menunjukkan bahwa: (1) 99% mahasiswa menganggap kegiatan membaca adalah sesuatu yang penting; (2) 71% mahasiswa menggunakan teknik khusus dalam membaca buku teks; (3) 89% mahasiwa membutuhkan lebih dari satu hari untuk menyelesaikan sebuah buku teks yang dibaca; (4) 80% mahasiswa tidak mampu memahami isi buku teks yang dibaca minimal 70% dalam satu kali baca; (5) 89% mahasiswa merasa perlu ada sebuah pelatihan yang mengajarkan teknik khusus dalam membaca yang efektif. Beberapa alasan dari mahasiswa yang menganggap bahwa membaca adalah sesuatu yang penting yaitu untuk menambah wawasan, ilmu, dan pengetahuan.

Teknik yang digunakan dalam membaca buku teks antara lain dengan fokus membaca tulisan yang miring (italic) dan tebal (bold), membaca yang penting saja, menggarisbawahi kata-kata yang penting, dan membaca kata-kata kuncinya (keywords) saja. Buku teks tidak dapat dibaca dalam waktu satu hari disebabkan oleh tidak terlalu cepat membaca, ada aktivitas lainnya, perlu lebih memahami, terlalu tebal, dan mudah jenuh. Kesulitan dalam memahami sebuah buku teks dalam satu kali baca disebabkan karena bahasa yang rumit, perlu dipahami dengan membaca berulang-ulang, dan karena malas membaca. Oleh karena itu mahasiswa menganggap bahwa diperlukan sebuah pelatihan yang mengajarkan teknik khusus dalam membaca yang efektif. Efektivitas yang dimaksud berupa kemampuan membaca buku dalam waktu singkat dan memahami isi buku tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas pelatihan membaca cepat untuk meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan yaitu: 1. Apakah pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan kecepatan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar? 2. Apakah pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar?

C. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui efektivitas pelatihan membaca cepat untuk meningkatan kecepatan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. 2. Mengetahui efektivitas pelatihan membaca cepat untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis. a. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah terkait efektivitas pelatihan membaca cepat (speed reading) untuk meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan. b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dalam kajian di bidang psikologi pendidikan, psikolinguistik dan psikologi kognitif. 2. Manfaat praktis. a. Memberikan alternatif metode membaca dalam meningkatkan

produktivitas membaca dalam waktu singkat. b. Memberikan alternatif teknik membaca yang dapat digunakan oleh kalangan pelajar mahasiswa meningkatkan pemahaman isi bacaan. c. Memberikan alternatif metode membaca yang dapat digunakan dalam mendukung aktivitas proses pembelajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecepatan Membaca 1. Pengertian kecepatan membaca. Smith (1985) menyatakan bahwa dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan nonvisual. Informasi visual merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca merupakan informasi nonvisual. Ilmuwan Perancis, Emile Javal (Solso, 1991), menemukan bahwa selama membaca, mata tidak bergerak rata ke seluruh baris bacaan, namun bergerak dalam serangkaian lompatan kecil, yang disebut sebagai saccades, dengan fiksasi singkat yang terjadi di antara tulisan tersebut. Norton dan Stark menyatakan bahwa selama membaca terjadi 2 atau 3 saccades per detik, bahkan, begitu cepatnya saccades ini sehingga hanya menyita 10 persen dari keseluruhan waktu membaca. Berkaitan dengan saccades movement yang telah disebutkan sebelumnya, Rayner (Solso, 1991) melakukan eksperimen dengan pelacakan pergerakan mata selama membaca untuk mengetahui pemrosesan teks. Rayner menemukan bahwa pembaca yang baik dapat mendeteksi informasi huruf dan kata dari area yang terbatas, sekitar 17 hingga 19 karakter dari suatu titik fiksasi. Kemampuan mata dalam melakukan saccades movement inilah yang akan menentukan kemampuan individu dalam kecepatan membaca teks.

Nurhadi (1989) menyatakan bahwa kecepatan membaca merupakan petunjuk dari tingkat kemampuan membaca seseorang. Kecepatan membaca diukur dari seberapa besar jumlah kata yang terbaca pada setiap menit. Tampubolon (1987) menjelaskan bahwa kecepatan membaca merupakan jumlah kata yang mampu dibaca seseorang dalam waktu tertentu, yaitu menit. Noer (2009) mengemukakan bahwa kecepatan membaca merupakan ukuran sejauhmana seseorang dapat membaca sejumlah kata per menit. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan membaca merupakan ukuran seseorang dalam membaca sejumlah kata dalam satuan menit. 2. Faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan membaca. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan dalam membaca, yaitu (Noer, 2009): a. Konsentrasi Informasi yang diterima oleh mata akan diteruskan ke otak. Jika individu tidak berkonsentrasi, akan menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap isi bacaan. Kondisi tersebut mengakibatkan pembaca akan mengulang bahan bacaan berkali-kali dalam proses membaca. b. Motivasi Motivasi yang kurang terhadap bahan bacaan secara mental akan memperlambat cara membaca dan otak tidak dirangsang untuk bekerja dan memahami apa yang dibaca. Salah satu penyebab rendahnya motivasi karena tidak tahu apa yang ingin diperoleh dari bahan bacaan.

10

c. Kebiasaan dalam membaca Membaca dengan menggunakan kebiasaan buruk akan memperlambat kecepatan membaca dan membuat tingkat pemahaman menjadi rendah. Kebiasaan tersebut berupa vokalisasi (membaca sambil bersuara), sub vokalisasi (membaca dalam hati), gerakan bibir, gerakan kepala, dan regresi (mengulang kembali kata-kata yang telah lewat dibaca). 3. Kategori kecepatan membaca. Kecepatan membaca dihitung dengan satuan jumlah kata per menit (KPM) atau Word Per Minute (WPM). Adapun kategori membaca cepat oleh Tina Konstant yaitu sebagaimana dipaparkan dalam tabel (Noer, 2009): Tabel 1. Kategori kecepatan membaca No 1 2 3 4 5 Jumlah kata per menit 0 150 150 300 300 500 500 750 750 1000 Kategori Poor Average Good Excellent Unbelievable

B. Pemahaman Isi Bacaan 1. Pengertian pemahaman isi bacaan. Solso (1991) mengemukakan bahwa pemahaman isi bacaan adalah proses mengetahui arti dari suatu material tertulis. Aritonang (2006) mengemukakan bahwa pemahaman isi bacaan tidak terlepas dari proses membaca cepat.

11

Membaca bertujuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam isi bacaan. Pengukuran pemahaman terhadap bahan bacaan perlu dilakukan apabila seseorang mengukur kecepatan membacanya. Nurgiyantoro (tanpa tahun) menjelaskan bahwa tes pemahaman membaca dimaksudkan untuk menyadap kemampuan peserta tes dalam memahami informasi yang terkandung dalam sebuah wacana. Olivia (2008) lebih lanjut menyebutkan bahwa untuk menguji pemahaman membaca, individu dapat diberikan sejumlah pertanyaan terkait isi bacaan. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat didefinisikan bahwa pemahaman isi bacaan merupakan kemampuan individu dalam memahami informasi yang terkandung dari sebuah bacaan dengan menjawab sejumlah pertanyaan berdasarkan isi bacaan tersebut. 2. Faktor yang berpengaruh terhadap pemahaman isi bacaan. Tampubolon (1987) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemahaman isi bacaan adalah suatu hal yang tak terpisahkan dengan kecepatan membaca. Faktor yang mempengaruhi pemahaman isi bacaan juga mempengaruhi kecepatan membaca. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi: 1. Kompetensi kebahasaan Penguasaan bahasa (Indonesia) terutama tata bahasa, kosakata, tanda baca, dan pengelompokkan kata memegang peranan yang sangat penting. Proses membaca membutuhkan kemampuan untuk mengenali teks dengan baik agar informasi dan makna dari teks tersebut dapat diperoleh.

12

Semakin tinggi atau baik kompetensi kebahasaan individu, akan semakin mudah untuk memahami isi bacaan. 2. Kemampuan mata Mata memainkan peranan penting dalam membaca. Peranan tersebut berupa fungsi mata yang menerima stimulus bacaan dan meneruskannya ke otak untuk diproses. Aspek pokok kemampuan mata yang perlu diperhatikan dalam proses membaca yaitu penerimaan stimulus dan gerakan mata. Penerimaan stimulus yang dimaksud berupa kemampuan mata dalam mengenali teks bacaan dalam jangkauan tertentu. Gerakan mata yang dimaksud berupa koordinasi otot-otot penggerak mata untuk bekerja dalam menjangkau teks bacaan. Semakin terlatih mata dalam menerima stimulus dan bergerak, maka semakin baik seseorang dalam membaca secara cepat dan memahami isi bacaan tersebut. 3. Penentuan fokus informasi Fokus informasi perlu ditentukan terlebih dahulu untuk memudahkan dan meningkatkan efisiensi membaca. Pembaca akan mudah untuk memahami ide pokok yang terkandung dalam bacaan. Informasi pokok dalam kalimat adalah proposisi dan kata-kata kunci, serta informasi pokok dalam paragraf adalah pikiran pokok yang terkandung dalam kalimat topik dan (bila perlu) pikiran jabaran yang terkandung dalam kalimat jabaran. Fokus informasi dapat juga merupakan pengertian keseluruhan paragraf, yaitu jalinan hubungan pikiran pokok dan pikiran jabaran.

13

4. Teknik membaca Pemahaman akan semakin mudah diperoleh dengan menggunakan teknik tertentu. Penggunaan teknik khusus dalam membaca akan memudahkan untuk menemukan fokus informasi. Pemahaman membaca akan semakin baik jika teknik yang digunakan sesuai dengan jenis bacaan. 5. Fleksibilitas membaca Fleksibilitas membaca adalah kemampuan menyesuaikan strategi membaca dengan kondisi baca. Strategi membaca berupa teknik membaca, kecepatan membaca, dan gaya membaca (santai atau serius). Kondisi baca yaitu tujuan membaca, fokus informasi, dan materi bacaan. pemahaman terhadap bacaan akan semakin baik jika fleksibilitas membaca tinggi, dimana seseorang mampu untuk menyesuaikan secara tepat strategi membaca terhadap kondisi baca. 6. Minat membaca Pemahaman terhadap bacaan akan semakin baik jika seseorang memiliki minat terhadap membaca. Minat memengaruhi kondisi individu dalam bersungguh-sungguh memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya untuk memahami bacaan. Pemahaman terhadap isi bacaan akan semakin baik jika minat membaca individu tersebut tinggi. Rahim (2008) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman terhadap isi bacaan, yaitu:

14

a. Pengetahuan awal Membaca merupakan aktivitas membangun pengetahuan dengan menghubungkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya dengan pengetahuan yang diperoleh saat membaca. Konsep membaca jika direfleksikan pada konteks pembelajaran, maka belajar terjadi apabila informasi baru diintegrasikan dengan apa yang telah diketahui. Seseorang akan mempunyai pemahaman yang lebih baik jika memiliki banyak pengetahuan awal yang terkait dengan pengetahuan dalam bacaan. b. Pengenalan terhadap kosakata Membaca merupakan proses pengambilan makna atau informasi dari susunan kata dalam sebuah bacaan. Kosakata yang telah dikenal akan mempermudah pemahaman terhadap bacaan. Kosakata yang tidak pernah diketahui sebelumnya atau kurang dipahami akan menyulitkan individu dalam memahami bacaan. c. Partisipasi aktif dalam proses membaca Keterlibatan pembaca untuk berpartisipasi aktif dalam membaca akan membangun pemahaman yang lebih baik. Hal tersebut terjadi karena timbul hubungan antara pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan yang diperoleh pada saat membaca. Pembaca yang baik adalah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca, dimana tujuannya jelas dan melakukan monitoring terhadap tujuan tersebut melalui teks yang dibaca. Partisipasi aktif yang dilakukan berupa penggunaan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun makna.

15

d. Materi bacaan Materi bacaan memiliki tingkat kesukaran yang berbeda, yaitu: ringan, sedang, dan berat. Individu yang memiliki pengalaman membaca dengan berbagai jenis materi bacaan, akan mempermudah terhadap pemahaman isi bacaan. Pengalaman mengenali teks bacaan akan berimplikasi terhadap strategi yang digunakan dalam membaca dan pemahaman bacaan. e. Strategi pemahaman Aktivititas membaca dengan tujuan membaca serta tingkat materi bacaan yang berbeda menuntut strategi pemahaman. Strategi pemahaman terejawantahkan dalam metode yang digunakan dalam membaca. Pembaca yang tidak memahami metode membaca akan kesulitan untuk memahami bacaan. 3. Kategori pemahaman isi bacaan. Asep Sadikin (Aritonang, 2006) mengklasifikasi kategori pemahaman isi bacaan sebagai berikut: Tabel 2. Kategori pemahaman isi bacaan No 1 2 3 4 5 Jumlah Jawaban Benar 91% 100% 81% 90% 71% 80% 61% 70% 60% Kategori Baik Sekali Baik Sedang Kurang Kurang Sekali

16

C. Membaca Cepat 1. Pengertian membaca cepat. Tampubolon (Junaidi, 2009) menjelaskan bahwa membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf. Membaca dikatakan sebagai kegiatan fisik karena bagian-bagian tubuh khususnya mata, yang melakukannya. Membaca dikatakan sebagai kegiatan mental karena bagian-bagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan, terlibat didalamnya. Juel (Sandjaja, 2009) mengartikan membaca sebagai proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Proses membaca bertujuan untuk memperoleh pengertian dari kombinasi beberapa hurus dan kata. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu mengambil intisari dari bacaan. Ahuja (Abadi, 2006) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian lebih kecil lainnya. Proses membaca melibatkan proses penglihatan dan proses tanggapan. Membaca sebagai proses penglihatan bergantung pada kemampuan mata dalam melihat simbol-simbol. Membaca sebagai proses tanggapan

menunjukkan interpretasi makna terhadap bacaan. Nurhadi (2005) menjelaskan bahwa membaca cepat (speed reading) yaitu metode membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya. Seseorang dalam membaca tidak hanya kecepatannya yang menjadi patokan namun juga

17

disertai pemahaman dari bacaan. Soedarso (2004) menyebutkan bahwa membaca cepat adalah kemampuan membaca dengan memperhatikan tujuan dari membaca. Kecepatan membaca harus fleksibel, artinya kecepatan itu tidak harus selalu sama, ada kalanya diperlambat sesuai dengan bahan-bahan dan tujuan kita membaca. 2. Teknik membaca cepat. Secara umum ada dua teknik membaca cepat yang dapat dipergunakan, yaitu: a. Teknik skimming Nuriadi (2008) menjelaskan bahwa skimming berasal dari kata skim yang berarti menyaring. Skimming merupakan sebuah istilah yang mengacu pada proses aktivitas membaca yang hanya terpusat pada ideide pokok dalam sebuah teks bacaan serta hanya melihat secara sekilas saja terhadap bagian bacaan yang tidak memperlihatkan ide-ide pokok tersebut. Teknik tersebut dimaksudkan untuk memperoleh inti atau ide pokok (main idea) untuk sebuah paragraf dan pokok pikiran (general thought) untuk materi bacaan berbentuk teks atau wacana. Pada teknik membaca cepat, fiksasi yang dilakukan mata lebih sedikit daripada saat melakukan proses membaca normal. Untuk menyerap sebanyak mungkin informasi visual dilakukanlah skimming atau teknik membaca cepat untuk mendapatkan intisari bacaan. Skimming dilakukan dengan cara mendapatkan kata-kata kunci dan pokok pikiran dari bacaan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1987).

18

Rahim (2008) mengemukakan bahwa teknik membaca skimming yaitu membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan. Membaca dengan teknik skimming diperlukan untuk mendapatkan informasi dari buku atau bacaan secara cepat. Teknik tersebut digunakan untuk mengetahui sudut pandang penulis tentang sesuatu, menemukan pola organisasi paragraf, dan menemukan gagasan umum secara cepat. Skimming diartikan sebagai tindakan untuk mengambil intisari atau saripati dari suatu hal. Teknik membaca Skimming adalah membaca secara garis besar (sekilas) untuk mendapatkan intisari isi buku. Proses skimming dapat diperlancar dengan terlebih dahulu membaca daftar isi, kata pengantar, pendahuluan, judul atau sub judul, serta kesimpulan. Bagian-bagian buku tersebut akan memberikan apa inti dari isi buku yang akan dibaca. Teknik skimming biasanya dilakukan ketika seseorang mencari sesuatu yang khusus dalam teks (http://e-dukasi.net/). Penerapan skimming menurut Kathleen T. McWhorter (Nuriadi, 2008) yaitu: skimming saat aktivitas prabaca (preread-skimming), skimming saat aktivitas membaca yang sebenarnya (skimming-reading), dan skimming saat mereviu bacaan (review skimming). Skimming saat aktivitas prabaca (preread-skimming) adalah sebagai langkah awal untuk membaca keseluruhan teks secara detail. Skimming saat aktivitas membaca (skimming-reading) mengacu pada situasi dimana skimming merupakan cara dalam mencari informasi yang diperlukan. Skimming

19

saat mereviu bacaan (review skimming) digunakan setelah membaca sebuah bacaan sebelumnya. Review skimming digunakan untuk mengingat kembali terhadap hal-hal apa saja yang sudah dibaca dan dipelajari. b. Teknik scanning Nuriadi (2008) menjelaskan bahwa scanning berasal dari kata scan yang berarti membaca sepintas kilas. Hal tersebut berarti bahwa teknik scanning tampak lebih cepat dibandingkan skimming. Scanning memosisikan seseorang pembaca untuk terampil memilah-milah bagian yang langsung menjawab pertanyaan atau permintaan yang muncul sebelumnya. Teknik tersebut bahkan cenderung tidak membaca seluruh deret teks tetapi hanya melihatnya, pembaca hanya membaca pada kata atau frase yang dibutuhkan saja. Rahim (2008) mengemukakan bahwa teknik membaca scanning adalah ialah membaca sangat cepat. Seseorang yang melakukan scanning akan melampau banyak kata dalam membaca, dan fokus pada informasi tertentu. Teknik membaca tersebut umumnya digunakan untuk daftar isi buku, indeks dalam buku teks, jadwal, buku petunjuk telepon, dan kamus. Teknik membaca scanning adalah membaca suatu informasi dimana bacaan tersebut dibaca secara loncat-loncat dengan melibatkan asosiasi dan imajinasi, sehingga dalam memahami bacaan tersebut seseorang dapat menghubungkan kalimat yang satu dengan kata-kata sendiri. Jadi

20

dalam teknik scanning, tidak seluruh kata/kalimat dibaca. Biasanya katakata kunci yang menjadi perhatian pembaca. Sebagai gambaran nyata, teknik tersebut bisa diilustrasikan seperti sedang membaca koran, mencari judul-judul atau topik berita yang dianggap menarik (http://edukasi.net/). 3. Model membaca cepat. Ada tiga model yang biasa digunakan dalam membaca cepat, yaitu (http://e-dukasi.net/): a. Model line by line Model line by line atau sering disebut model garis per garis. Membaca model tersebut dengan cara kata-kalimat dalam bahan bacaan dibaca secara berurutan dari baris pertama hingga baris terakhir secara berurutan. Model ini biasanya digunakan untuk bacaan yang bersifat padat, materi bacaan yang relatif baru (masih asing), atau banyak menggunakan katakata atau istilah asing. b. Model spiral Membaca cepat Model Spiral, yaitu dengan cara tidak membaca seluruh isi bacaan, tetapi dibaca secara zigzag seperti spiral. Penggabungan kata/kalimat dalam bacaan menggunakan rasio dan pemikiran personal, sehingga kata-kata kunci yang dibaca disimpulkan sendiri.

21

c. Model melingkar Model melingkar atau mencari kata kunci, yaitu dengan cara pembaca tidak membaca semua kata/kalimat dalam bacaan tetapi dicari kata kunci (key word). Kata-kata kunci tersebut menjadi acuan untuk memahami isi bacaan dan dihubungkan melalui logika dan pemikiran pembaca. Model melingkar biasanya digunakan untuk membaca informasi yang sifatnya ringan, misalnya membaca koran dan majalah. 4. Manfaat membaca cepat. Noer (2009) menjelaskan bahwa membaca cepat sangat bermanfaat bagi semua orang. Baik itu dari kalangan pelajar, mahasiswa, profesional, eksekutif, dan masyarakat secara umum. Adapun manfaat dari membaca cepat berupa: a. Mampu memilah informasi yang penting Kemampuan membaca cepat berguna dalam memutuskan apakah suatu buku, dokumen, atau bahan bacaan merupakan materi yang penting dan relevan dengan kebutuhan atau tidak. Jika ada bahan bacaan yang ingin dibeli di sebuah toko buku, maka dengan menggunakan kemampuan membaca cepat seseorang dapat lebih mudah memilih buku yang sesuai di antara banyak buku yang tersedia. b. Menguasai informasi dengan cepat Kemampuan membaca cepat akan membantu menguasai informasi lebih cepat serta lebih baik. Jika sebelumnya seseorang memerlukan waktu satu minggu untuk menyelesaikan sebuah buku setebal 300

22

halaman, maka dengan kemampuan membaca cepat buku yang sama dapat diselesaikan dalam tempo 1-2 jam saja. c. Meningkatkan pemahaman Membaca cepat akan membuat pemahaman menjadi lebih baik. Hal tersebut terjadi karena membaca cepat akan membuat seseorang lebih fokus pada tujuan membaca. Selain itu, membuat lebih jelas hubungan antar bab, paragraf, maupun pemikiran yang disampaikan dalam materi bacaan. 5. Langkah-langkah latihan membaca cepat. Olivia (2008) mengemukakan beberapa langkah dalam latihan membaca cepat meliputi bagaimana: (a) mengatasi hambatan membaca; (b) melatih otot mata; (c) melatih pandangan periferal; dan (d) melatih teknik membaca cepat. Nurhadi (2008) menjelaskan langkah yang diberikan kepada seseorang untuk mampu melatih kecepatan membaca yaitu dengan memberikan pemahaman awal terkait pentingnya membaca cepat. Selanjutnya, seseorang dilatih untuk menghilangkan kebiasaan yang menghambatnya dalam membaca cepat, melatih gerak mata dalam membaca, dan melatih teknik membaca cepat. Langkah-langkah tersebut di atas dirangkum oleh peneliti dalam sebuah modul yang dijadikan panduan dalam pelatihan membaca cepat yang terdiri atas: (a) pengenalan pelatihan membaca cepat; (b) mengatasi hambatan dalam membaca cepat; (c) meningkatkan jangkauan pandangan mata; (d) melatih teknik dasar membaca cepat; (e) melatih pemahaman dalam membaca cepat; dan (f) teknik khusus membaca cepat.

23

D. Penggunaan Metode Membaca Cepat untuk Meningkatkan Kecepatan Membaca dan Pemahaman Isi Bacaan Kamaruddin (Aritonang, 2007) menyebutkan dua unsur yang penting dalam kegiatan membaca, yaitu pembaca dan bacaan. Pembaca adalah orang yang berusaha untuk memahami, mengepresikan ide dan pesan yang terkandung dalam bacaan. Bacaan adalah suatu catatan yang dipergunakan orang untuk menyampaikan pikiran, perasaan, maupun pesan dengan menggunakan tulisan atau lambang. Pemahaman pembaca terhadap bacaannya memerlukan sejumlah keterampilan dasar. Tarigan (2008) menyatakan bahwa pembaca yang baik harus menguasai ragam kecepatan membaca. Ragam kecepatan yang dimaksud yaitu: membaca sekilas, membaca perlahan, membaca serius, dan membaca cepat. Salah satu keterampilan dalam membaca yaitu dengan metode membaca cepat. Metode membaca cepat sangat dibutuhkan karena berbagai informasi yang ada saat ini sangat banyak jumlahnya. Buku, koran, majalah, pemberitahuan, berita, ataupun tulisan-tulisan lain merupakan sumber-sumber informasi yang harus diserap dalam waktu singkat (Kartika, 2004). Khoo (2008) menjelaskan bahwa metode membaca cepat tidak mengurangi kemampuan konsentrasi serta pemahaman terhadap hal-hal yang dibaca. Konsentrasi seseorang menjadi buruk saat membaca disebabkan oleh membaca yang lambat. Kurangnya konsentrasi adalah akibat dari membayangkan dan memikirkan hal lain. Hal tersebut terjadi karena otak (terutama pada otak kanan yang kreatif) tidak sepenuhnya digunakan sehingga menjadi bosan.

24

Carver (1992) menyebutkan beberapa cara untuk meningkatkan kecepatan membaca, antara lain: (1) menghilangkan regresi karena regresi dapat memperlambat kecepatan membaca; (2) mengembangkan ritme, cara ini dilakukan untuk menghindari regresi; (3) meningkatkan daya jangkauan pandang mata dapat dilakukan dengan melihat kata-kata sekaligus, mengenali kumpulan kata, dan mengubah cara kerja otak dalam menerima informasi; (4) latihan tachistoscopic atau sering disebut flashing, latihan ini menggunakan perangkat antiregresi. Nurhadi (2005) menjelaskan cara meningkatkan kecepatan membaca yaitu: (1) menerapkan metode dan teknik membaca; (2) memilih aspek tertentu saja yang dibutuhkan dalam bacaan sesuai dengan tujuan membaca; (3) membiasakan untuk membaca pada kelompok-kelompok kata; (4) tidak mengulang kalimat yang telah dibaca; (5) tidak selalu berhenti lama di awal baris atau kalimat; (6) cari kata-kata kunci yang menjadi tanda awal dari adanya gagasan utama sebuah kalimat; (7) abaikan kata-kata tugas yang berulang-ulang seperti yang, di, dari, pada dan sebagainya; (8) jika penulisan dalam bentuk kolom, arahkan gerak mata ke bawah lurus (vertikal). Soedarso (2004) mengemukakan cara meningkatkan kecepatan membaca antara lain: (1) melihat dengan otak karena otak menyerap apa yang dilihat mata serta persepsi dan interpretasi otak terhadap tulisan yang dilihat oleh mata dapat mempengaruhi pemahaman terhadap bacaan; (2) menggerakkan mata terarah (fixed) pada suatu sasaran (kata) dan melompat ke sasaran berikutnya; (3)

25

melebarkan jangkauan mata dan lompatan mata yaitu satu fiksasi meliputi dua atau tiga kata; (4) membaca satu fiksasi untuk satu unit pengertian. Skimming adalah suatu proses dari membaca cepat yang melibatkan pencarian kalimat secara visual dari tiap halaman yang dibaca melalui pencarian clue tiap makna. Hasil skimming jauh lebih besar pada usia dewasa (awal-akhir) dibandingkan usia anak. Kecepatan membaca dengan menggunakan teknik ini mencapai 700 kata per menit dibandingkan dengan kecepatan normal pada saat membaca yang hanya 200-230 kata per menit. Kemampuan skimming dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, yakni inteligensi serta minat baca seseorang (Duggan & Payne, 2009). Lilawati (Sandjaja, 2005) mengartikan minat membaca sebagai suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga dapat mengarahkan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Pintrich & Schunk (1996) menyebutkan bahwa aspek minat terhadap aktivitas membaca adalah sebagai berikut: 1. Sikap umum terhadap aktivitas (general attitude toward the activity) Perasaan suka atau tidak suka pada aktivitas membaca yang menyebabkan seseorang akan tertarik secara keseluruhan dalam sebuah aktivitas membaca. 2. Pilihan spesifik untuk menyukai aktivitas (spesifik preference for or liking the activity). Seseorang akan memutuskan secara pasti, hal apa yang disukainya yang menyebabkannya tertarik secara keseluruhan dalam sebuah aktivitas membaca.

26

3. Merasa senang dengan aktivitas (enjoyment of activity). Seseorang akan memiliki perasaan senang terhadap aktivitas membaca dan yang berhubungan dengan aktivitas membaca. 4. Aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu (personal importance or significance of the activity to the individual). Seseorang akan menganggap bahwa aktivitas membaca yang diminatinya memiliki nilai lebih dan memiliki arti penting bagi dirinya. 5. Berpartisipasi dalam aktivitas (reported choice of or participant in the activity). Seseorang yang memiliki minat membaca, tentu saja akan turut berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dan juga dengan aktivitas yang berkaitan. Renninger (Pintrich & Schunk, 1996) telah mengukur minat dalam ciri psikologi, yang kemudian dapat mengklasifikasikan tinggi atau rendahnya minat terhadap objek dengan melihat: 1. Melakukan kembali secara berulang-ulang. Seseorang dengan minat membaca yang tinggi akan terus melakukan aktivitas membaca secara berulang-ulang. 2. Menghabiskan banyak waktu dengan objek tersebut dibandingkan dengan objek lain. Seseorang yang memiliki minat membaca yang tinggi akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk aktivitas membaca

dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas lainnya.

27

E. Kerangka Pikir Banyaknya informasi yang harus diperoleh mahasiswa melalui aktivitas membaca dalam waktu singkat terkendala oleh: Cara membaca yang lambat. Kurangnya pengetahuan mengenai metode membaca cepat Pelatihan Membaca Cepat: (a) Pengenalan pelatihan; (b) Mengatasi hambatan membaca cepat; (c) Meningkatkan jangkauan pandangan mata; (d) Melatih teknik dasar membaca cepat; (e) Melatih pemahaman dalam membaca cepat; dan (f) Teknik khusus membaca cepat. Mahasiswa akan mengalami peningkatan dalam aspek: Kecepatan membaca Pemahaman terhadap isi bacaan

F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan kecepatan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. 2. Pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar.

28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (X) : Pelatihan Membaca Cepat

2. Variabel terikat (Y1) : Kecepatan Membaca 3. Variabel terikat (Y2) : Pemahaman Isi Bacaan 4. Variabel kontrol : Minat Baca

B. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas Pelatihan membaca cepat (X) adalah pelatihan yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya. Pelatihan secara sistematis dirangkum oleh peneliti berdasarkan langkah-langkah pelatihan yang diungkapkan oleh Olivia (2008) dan Nurhadi (2008) dalam sebuah modul yang dijadikan panduan dalam pelatihan membaca cepat yang terdiri atas: (a) Pengenalan pelatihan membaca cepat; (b) Mengatasi hambatan dalam membaca cepat; (c) Meningkatkan jangkauan pandangan mata; (d) Melatih teknik dasar membaca cepat; (e) Melatih pemahaman dalam membaca cepat; dan (f) Teknik khusus membaca cepat.

28

29

2. Variabel terikat Kecepatan membaca (Y1) merupakan ukuran sejauhmana seseorang dapat membaca sejumlah kata per menit. Kecepatan membaca dihitung dengan satuan jumlah kata per menit (KPM) atau Word Per Minute (WPM) (Noer, 2009). Pemahaman isi bacaan (Y2) merupakan kemampuan individu dalam memahami informasi yang terkandung dari sebuah bacaan dengan menjawab sejumlah pertanyaan berdasarkan isi bacaan tersebut (Aritonang, 2006). 3. Variabel kontrol Minat baca merupakan suatu bentuk perhatian dan perasaan individu terhadap kegiatan membaca sehingga dapat mengarahkan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Pengukuran terhadap minat baca didasarkan oleh aspek minat baca yang dikemukakan oleh Pintrich dan Schunk (1996) yang terdiri atas aspek: sikap umum terhadap aktivitas (general attitude toward the activity), pilihan spesifik untuk menyukai aktivitas (spesifik preference for or liking the activity), merasa senang dengan aktivitas (enjoyment of activity), aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu (personal importance or significance of the activity to the individual), berpartisipasi dalam aktivitas (reported choice of or participant in the activity). C. Rancangan Eksperimen Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomized control group pretest-posttest design. Suryabrata (2009)

mengemukakan bahwa rancangan eksperimen tersebut digunakan untuk

30

mengukur efektivitas suatu perlakuan dalam jangka waktu tertentu, baik sebelum maupun sesudah perlakuan diberikan. Subjek yang digunakan dalam penelitian dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan berupa pelatihan membaca cepat. Kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan sama sekali. Kedua kelompok subjek tersebut akan diberikan pretest dan postest berupa bahan bacaan, yang selanjutnya akan diukur kecepatan dan tingkat pemahaman terhadap isi bacaan baca masing-masing kelompok. Group First Exp. Group Control Group Keterangan: T1 : Pre-test X : Treatment T2 : Post-test Pretest T1 T1 Treatment X Postest T2 T2

D. Subjek Penelitian dan Teknik Sampling Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. Subjek dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana peneliti melakukan penyeleksian dan mempertimbangan karakteristik tertentu mengenai individu yang dapat dijadikan subjek. Riduwan dan Akdon (2006) mengungkapkan bahwa purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel dari suatu populasi berdasarkan pertimbangan peneliti atas penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Karakteristik subjek yang digunakan

31

pada penelitian yaitu: Mahasiswa yang belum mendapatkan pengetahuan mengenai metode membaca cepat, memiliki minat baca pada kategori yang tinggi, dan bersedia untuk mengikuti seluruh rangkaian penelitian eksperimen yang meliputi: pengisian skala minat baca, kesediaan mengikuti rangkaian penelitian, mengikuti pre test, pelatihan membaca cepat, dan post test.
Mahasiswa yang belum mendapatkan pengetahuan awal mengenai metode membaca cepat dijadikan kriteria subjek penelitian agar subjek dapat mengikuti rangkaian penelitian tanpa dipengaruhi oleh bias dari pengetahuan awal yang diperoleh sebelumnya. Kriteria subjek dengan minat baca yang tinggi diharapkan agar pelaksanaan pelatihan dapat diikuti dengan antusias oleh peserta. Kesediaan subjek dalam mengikuti rangkaian penelitian dijadikan kriteria agar penelitian dapat berjalan lancar sesuai prosedur. Skala minat baca disebar secara aksidental sebanyak 83 buah kepada mahasiswa Fakultas Psikologi UNM. Subjek yang mengisi skala sebanyak 80 orang dan hasil yang diperoleh yaitu sebanyak 78 orang yang memiliki minat baca tinggi dan 2 orang yang berada pada tingkatan sedang. Subjek yang menyatakan kesediaan untuk

mengikuti rangkaian penelitian dari 78 orang tersebut berjumlah 29 orang. Subjek selanjutnya dibagi dalam dua kelompok secara random untuk diikutsertakan dalam penelitian, yaitu kelompok eksperimen sebanyak 14 orang dan kelompok kontrol sebanyak 15 orang.

32

E. Teknik Pengumpulan Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik yang berbeda sesuai dengan tujuan masing-masing, yakni: 1. Skala minat baca. Skala yang digunakan berupa skala minat baca. Skala diberikan untuk menyeleksi subjek penelitian yang berada pada kategori minat baca yang tinggi. Tujuan digunakannya skala ini adalah untuk mengontrol karakteristik subjek yang akan dipilih sehingga meningkatkan validitas internal hasil penelitian. Skala minat baca yang digunakan merupakan skala yang diadaptasi dari skala minat baca yang dibuat oleh Mitrasari (2010) berdasarkan teori Pintrich dan Schunk (1996) yang terdiri atas aspek: sikap umum terhadap aktivitas (general attitude toward the activity), pilihan spesifik untuk menyukai aktivitas (spesifik preference for or liking the activity), merasa senang dengan aktivitas (enjoyment of activity), aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu (personal importance or significance of the activity to the individual), berpartisipasi dalam aktivitas (reported choice of or participant in the activity). Uji validitas dan reliabilitas skala dilakukan dengan menggunakan reliability analysis pada SPSS versi 17.0. Setelah dilakukan uji validitas, maka dari 28 aitem diperoleh 25 aitem yang valid. Aitem yang valid memiliki nilai koefisien korelasi minimal 0,30. Aitemaitem yang valid tersebut antara lain item nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 28 dengan nilai

33

koefisien korelasi antara 0,316 hingga 0,754. Uji reliabilitas dengan keseluruhan item menghasilkan koefisien Cronbachs Alpha sebesar 0,905. Aitem-aitem yang valid selanjutnya diuji reliabilitasnya dan diperoleh koefisien Cronbachs Alpha sebesar 0,911. Skala tersebut mengikuti skala Likert yang dimodifikasi menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu: sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (S), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Setiap jawaban memiliki poin berturut-turut dari 1 sampai 4 poin. Adapun blue print skala minat baca terlampir (lampiran 1). 2. Tes kecepatan membaca. Tes membaca digunakan sebagai alat untuk mengukur kecepatan membaca subjek dalam membaca. Tes tersebut diberikan yaitu pada sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test), guna mengetahui peningkatan kecepatan membaca subjek. Pada saat pre-test, bahan bacaan yang diberikan berjudul Revolusi di dalam Dompet oleh Bambang Harymurti (Nurhadi, 2005) yang terdiri atas 558 kata. Bahan bacaan yang diberikan pada saat post-test berjudul Mengenal Sinar Laser (Nurhadi, 2008) yang berjumlah 539 kata. Adapun tes kecepatan bacaan pada saat pretest maupun post-test terlampir (lampiran 4 & 6). Alat bantu yang dibutuhkan dalam pengukuran kecepatan membaca adalah stopwatch. 3. Tes pemahaman isi bacaan. Tes pemahaman bacaan diberikan untuk mengukur tingkat pemahaman subjek terhadap bacaan yang diberikan sebelumnya. Tes yang diberikan pada saat pre-test maupun post-test masing-masing berjumlah 10 pertanyaan

34

dengan menggunakan tipe pilihan ganda. Setiap pertanyaan memiliki alternatif jawaban sebanyak 4 pilihan. Adapun tes pemahaman yang diberikan pada pre-test dan post-test terlampir (lampiran 5 & 7). Pertanyaan dari kedua tes disusun berdasarkan dimensi proses kognitif pada taksonomi bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001) yang terdiri atas dimensi recalling (mengingat), inferring (menarik simpulan), interpreting (menafsirkan), dan compairing (membandingkan). Perbandingan jumlah dimensi antar kedua tes adalah sebagai berikut: Tabel 3. Dimensi kognitif tes pemahaman membaca No. 1 2 3 4 Dimensi Recalling Inferring Interpreting Compairing Pre Test 2 2 5 1 Soal 1, 9 2, 10 3,4,6,7,8 5 Post Test 2 2 5 1 Soal 6, 8 1, 3 2,4,7,9,10 5

Perbandingan dimensi kognitif antara pre-test dan post-test sebagaimana tercantum pada tabel komposisinya seimbang. Dimensi recalling (mengingat) masing-masing berjumlah 2 soal, inferring (menarik kesimpulan) masingmasing berjumlah 2 soal, interpreting (menafsirkan) masing-masing berjumlah 5 soal, dan compairing (membandingkan) masing-masing berjumlah 1 soal. F. Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap persiapan. Tahap persiapan terdiri atas penyebaran skala minat baca, penyusunan modul pelatihan, dan uji coba pelatihan.

35

a. Penyebaran skala minat baca Penyebaran skala minat baca dilakukan untuk menyeleksi dan menentukan subjek yang akan ikut dalam tahapan perlakuan yang diberikan. Skala sebanyak 83 disebar secara aksidental pada mahasiswa Fakultas Psikologi UNM tanggal 14-18 Oktober 2010. Sebanyak 3 skala yang gugur disebabkan oleh tidak lengkap dalam menjawab aitem pernyataan. Hasil analisis kemudian dikategorikan ke dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi. Adapun kriteria yang digunakan menurut Azwar (2003) adalah sebagai berikut: X < - 1,0 - 1,0 X < + 1,0 + 1,0 < X dimana: = rendah = sedang = tinggi

= mean teoretis = skor setiap satuan deviasi standar

Berdasarkan aitem yang berjumlah 25 pada skala minat baca, maka dapat ditentukan nilai maksimum yaitu 100 dan nilai minimum 25. Mean () yang diperoleh sebesar 37,5 dan standar deviasi () sebesar 12,5. Maka kategorisasi minat baca pada subjek penelitian yaitu:

36

Tabel 4. Kategorisasi minat baca Interval Skor X < 25 25 X < 50 50 X Frekuensi 0 2 78 Kategori Rendah Sedang Tinggi

Skor yang diperoleh subjek untuk skala minat baca menunjukkan bahwa terdapat 78 orang yang memiliki minat baca tinggi dan 2 orang memiliki minat baca sedang. Peneliti selanjutnya meminta kesediaan dari 78 orang yang memiliki minat baca tinggi untuk dapat mengikuti rangkaian pelaksanaan penelitian, namun yang bersedia untuk pengikuti seluruh rangkaian penelitian berjumlah 29 orang. b. Penyusunan modul penelitian Modul penelitian disusun sebagai acuan dalam menjalankan metode eksperimen dan hal-hal lainnya yang dianggap penting demi keteraturan dan kelancaran jalannya proses penelitian. Aspek-aspek yang terdapat pada modul disusun berdasarkan strategi dan desain program pelatihan yang dipaparkan oleh Noe (2000) meliputi tujuan, metode, materi, waktu, kulalifikasi trainer serta setting tempat pelatihan. Modul penelitian divalidasi oleh dosen pembimbing dan seorang dosen ahli. Dosen ahli yang memvalidasi modul pelatihan membaca cepat adalah Lukman, S.Psi., M.App.Psy. Penilaian pada modul penelitian meliputi beberapa aspek. Setiap aspek diberikan nilai secara berturut-turut dari rendah hingga tinggi

37

dengan rentang nilai 1 sampai 5. Adapun hasil penilaian yaitu: kejelasan petunjuk mendapat nilai 5, kejelasan tujuan mendapat nilai 5, kejelasan materi mendapat nilai 5, kesesuaian materi dengan tujuan pelatihan mendapat nilai 5, kesesuaian materi dengan perkembangan peserta mendapat nilai 5, kelayakan penggunaan waktu setiap sesi mendapat nilai 5, kemenarikan bahan perlakuan mendapat nilai 5, dan kemenarikan tampilan modul mendapat nilai 5. c. Uji coba modul penelitian Modul penelitian selanjutnya diujicobakan pada mahasiswa di luar Fakultas Psikologi pada tanggal 16 Oktober 2010 yang berjumlah delapan orang bertempat di ruang guru besar Fakultas Psikologi UNM. Mahasiswa di luar Fakultas Psikologi dipilih dengan tujuan untuk mencegah terjadinya bias berupa tersampainya informasi proses pelaksanaan pelatihan kepada subjek yang merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi. Maksud dari pelaksanaan ujicoba pelatihan ini yaitu untuk mengevaluasi modul yang telah disusun dan juga kepada trainer yang akan mengarahkan pelatihan. Evaluasi meliputi hasil observasi dari observer yang telah diminta kesediaannya dan juga dari evaluasi peserta setelah mengikuti pelatihan. Observasi selama pelatihan ditujukan pada kesesuaian antara waktu yang direncanakan dan pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan trainer saat membawakan materi, serta kelengkapan pelatihan. Evaluasi peserta setelah mengikuti pelatihan ditujukan pada aspek fasilitas pelatihan,

38

materi pelatihan, dan performansi trainer. Trainer dipilih dengan kriteria sebagai berikut: mampu memfasilitasi kelompok, mampu menjalankan tanggung jawab sebagai seorang trainer, mampu mengelola kesulitankesulitan yang dialami oleh peserta, mampu memberikan motivasi pada peserta, mampu mengelola waktu, mampu membawakan materi dengan jelas. Hasil observasi yang diperoleh yaitu: waktu pelaksanaan yang lebih singkat dibandingkan perencanaan serta beberapa fasilitas pelatihan yang masih perlu dilengkapi. Observasi terhadap trainer (Hijriah Syam) yaitu: trainer mampu membawakan materi dengan baik, interaktif, komunikatif, serta mampu memberikan simulasi sesuai modul yang disusun. Hasil yang diperoleh dari evaluasi peserta yaitu: 91,6% menyatakan bahwa fasilitas pelatihan sudah memadai, 95,8% menyatakan bahwa materi pelatihan adalah sesuatu yang penting, baru, dan aplikatif, serta 100% menyatakan bahwa trainer mampu menyampaikan materi secara jelas dan interaktif. Hasil observasi dan evaluasi selengkapnya terlampir (lampiran 12 & 13). 2. Tahap pelaksanaan. a. Pre-test Subjek dalam penelitian diberikan pre-test berupa tes membaca. Aspek yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bacaan. Hasil tersebut selanjutnya dikonversi menjadi satuan kecepatan membaca. Pre-test seharusnya diberikan secara bersamaan kepada seluruh

39

subjek, akan tetapi karena sulitnya seluruh subjek berkumpul dalam satu waktu maka pre-test untuk kelompok eksperimen dilaksanakan terlebih dahulu pada hari Sabtu tanggal 23 Oktober 2010 sebelum pemberian perlakuan berupa pelaksanaan pelatihan membaca cepat. Pemberian pretest untuk kelompok kontrol baru dapat diberikan pada hari Minggu tanggal 24 Oktober 2010, disebabkan oleh kebanyakan subjek tidak dapat hadir pada hari yang sama dengan kelompok ekseperimen dengan alasan memiliki aktivitas. b. Perlakuan Subjek dibagi ke dalam dua kelompok secara random. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan sama sekali, dan kelompok kedua adalah kelompok eksperimen yang mendapatkan perlakuan eksperimen berupa pelatihan dengan

menggunakan metode membaca cepat. Pelatihan membaca cepat dilaksanakan di Gedung ICT Centre UNM pada hari Sabtu tanggal 23 Oktober 2010. Waktu mulai pelatihan yaitu pukul 09.00 WITA dan berakhir pada pukul 15.00 WITA. Pelatihan terbagi menjadi 6 (enam) sesi pelatihan yang terangkum dalam modul pelatihan dan dilengkapi dengan lembar kerja (terlampir). Sesi pelatihan tersebut terdiri atas: pengenalan pelatihan, mengatasi hambatan membaca cepat, meningkatkan jangkauan pandangan mata, teknik dasar membaca cepat, pemahaman dalam membaca cepat, teknik khusus membaca cepat, dan refleksi pelatihan sekaligus dirangkaikan

40

dengan penutupan. Setiap sesi memiliki tujuan umum dan tujuan khusus sebagaimana terlampir (lampiran modul). c. Post-test Setelah subjek mendapat perlakuan, subjek kembali diberikan post-test berupa membaca sebuah bahan yang memiliki karakteristik yang sama dengan pre-test. Kirkpatrick (2006) mengemukakan bahwa pengukuran pasca pelatihan dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pelatihan dengan melihat hasil belajar (learning) peserta yang dilakukan paling lama tiga hari setelah pelatihan. Post-test dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2010 di ruang guru besar Fakultas Psikologi UNM. Pelaksanaan post-test dilakukan secara bertahap mengingat ruangan tidak memadai untuk keseluruhan subjek. Subjek dari kelompok eksperimen diberikan terlebih dahulu pada tahap pertama, dan selanjutnya pelaksanaan post-test diberikan kepada kelompok kontrol. 3. Evaluasi Pelatihan Hasil evaluasi peserta pada proses pelaksanaan pelatihan sebagaimana dipaparkan oleh Kirkpatrick (2006) diukur melalui reaksi (reaction) atau kepuasan (satisfaction) peserta setelah pelatihan meliputi aspek fasilitas, materi, trainer, dan saran adalah sebagai berikut: a. Fasilitas pelatihan Peserta menilai fasilitas pelatihan untuk kriteria ruangan bebas dari suara bising yang mengganggu yaitu: 4 orang mengatakan sangat setuju, 6 orang mengatakan setuju, dan 3 orang mengatakan kurang setuju.

41

Penilaian terhadap aspek tata meja dan kursi mendukung proses pelatihan yaitu: 10 orang mengatakan sangat setuju dan 4 orang mengatakn setuju. Adapun kriteria konsumsi yang memenuhi standar peserta mendapat nilai: 8 orang sangat setuju dan 6 orang mengatakan setuju. b. Materi pelatihan Penilaian peserta untuk kriteria materi yang diberikan adalah sesuatu yang penting yaitu: 13 orang mengatakan sangat setuju dan 1 orang mengatakan setuju. Penilaian terhadap kriteria materi merupakan sesuatu yang baru yaitu: 4 orang mengatakan sangat setuju, dan 10 orang mengatakan setuju. Adapun kriteria materi bersifat aplikatif dalam keseharian menadapat nilai: 11 orang mengatakan setuju dan 3 orang mengatakan setuju. c. Trainer Kriteria penilaian terhadap trainer yang interaktif terhadap peserta mendapat nilai: 5 orang mengatakan sangat setuju dan 9 orang mengatakan setuju. Kriteria penyampaian materi yang jelas dan mudah dipahami mendapat nilai dari peserta yaitu: 12 orang mengatakan sangat setuju dan 2 orang mengatakan setuju. Adapun kriteria trainer mampu memberikan feedback yang sesuai dari pertanyaan peserta mendapat nilai: 7 orang mengatakan sangat setuju dan 7 orang lainnya mengatakan setuju. d. Saran Saran yang diajukan oleh peserta terhadap pelatihan yaitu waktu pelaksanaan pelatihan diharapkan dapat diperpanjang bukan hanya dalam

42

satu hari. Hal tersebut untuk meningkatkan jumlah latihan agar efek perubahannya bersifat menetap. G. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS (Statistical Package of Social Science) For Windows Ver. 17.0. Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. 1. Analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan memberikan gambaran deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang didapatkan dari sampel yang diteliti sebagaimana adanya (Azwar, 2003). Deskripsi hasil penelitian disajikan dalam bentuk rerata (mean), skor maksimum, dan skor minimum. 2. Uji prasyarat analisis.
Uji pra-syarat yang dilakukan terdiri atas dua kriteria yaitu pengujian normalitas dan pengujian homogenitas. Pengujian normalitas ditujukan untuk mengetahui apakah data yang diuji berdistribusi normal. Pengujian homogenitas ditujukan untuk mengetahui apakah varians (standar deviasi yang dikuatdratkan) sampel yang dikomparasikan homogen atau tidak. Teknik pengujian normalitas yang digunakan adalah One-Sample

Kolmogorov Smirnov Test pada SPSS versi 17.0. Kriteria normalitas data adalah sebagai berikut (Santoso, 2003): (a) Jika besaran probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan data berdistribusi normal; dan (b) Jika besaran probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak dan data tidak berdistribusi normal.

43

Pengujian homogenitas dalam penelitian ini juga menggunakan bantuan SPSS versi 17.0 dengan kriteria (Santoso, 2003): (a) Jika besaran probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan data memiliki varians yang sama (homogen); dan (b) Jika besaran probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak dan data tidak memiliki varians yang sama (tidak homogen).

3. Analisis inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis yang digunakan yaitu independent sampel t-test dengan menghitung gain score, yaitu selisih antara skor post test dengan pre test (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Kriteria yang digunakan yaitu jika nilai p < 0,05 maka hipotesis diterima.

44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan memberikan gambaran deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang didapatkan dari sampel yang diteliti. Deskripsi hasil penelitian disajikan dalam bentuk rerata empirik, kecepatan baca maksimum dan minimum, serta kategorisasi hasil pada tes kecepatan membaca. Pada tes pemahaman isi bacaan disajikan rerata empirik, pemahaman baca maksimum dan minimum, serta kategorisasi pemahaman baca. a. Gambaran hasil tes kecepatan membaca Tabel 5. Hasil tes kecepatan membaca Kelompok Kontrol Pre Test N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Valid Missing 15 1 188.47 26.390 159 244 Post Test 15 1 173.47 32.317 132 237 Kelompok Eksperimen Pre Test 14 2 180.43 47.58 126 307 Post Test 14 2 301.36 58.03 225 420

Hasil penelitian tes kecepatan membaca pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa rerata kecepatan membaca pada saat pre test yaitu sebesar 180,43 kata/menit. Kecepatan baca maksimum yaitu 307 kata/menit dan kecepatan baca minimum yaitu sebesar 126 kata/menit.

44

45

Sedangkan rerata kecepatan membaca pada saat post test yaitu sebesar 301,36 kata/menit. Kecepatan baca maksimum yaitu 420 kata/menit dan kecepatan baca minimum yaitu sebesar 225 kata/menit. Hasil penelitian tes kecepatan membaca pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa rerata kecepatan membaca pada saat pre test yaitu sebesar 188,47 kata/menit. Kecepatan baca maksimum yaitu 244 kata/menit dan kecepatan baca minimum yaitu sebesar 159 kata/menit. Sedangkan rerata kecepatan membaca pada saat post test yaitu sebesar 173,47 kata/menit. Kecepatan baca maksimum yaitu 237 kata/menit dan kecepatan baca minimum yaitu sebesar 132 kata/menit. Tabel 6. Kategorisasi hasil tes kecepatan membaca kelompok eksperimen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Subjek SB MSK AZH ATS ADP SSJ KH YF ANM WK IIY NHR AA DAM Pre test Skor 182 185 151 248 175 126 162 172 160 307 172 207 137 142 Kategori Average Average Average Average Average Poor Average Average Average Good Average Average Poor Poor Post test Skor 270 380 320 390 297 279 276 258 239 308 263 294 225 420 Kategori Average Good Good Good Average Average Average Average Average Good Average Average Average Good

46

Skor hasil tes kecepatan membaca pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa pada saat pre test terdapat 3 orang yang berada pada kategori buruk (poor), 10 orang kategori rata-rata (average), dan 1 orang kategori baik (good). Hasil post test menunjukkan bahwa terdapat 9 orang berada pada kategori rata-rata (average) dan 5 orang kategori baik (good). Hasil tersebut menunjukkan terdapat peningkatan skor kecepatan membaca pada setiap subjek secara keseluruhan dan terdapat 5 subjek yang mengalami peningkatan kategori kecepatan membaca. Tabel 7. Kategorisasi hasil tes kecepatan membaca kelompok kontrol Pre test Skor 162 191 159 166 161 179 174 204 169 223 190 207 223 244 175 Kategori Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Post test Skor 147 151 237 132 148 155 171 174 157 186 164 170 220 234 156 Kategori Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average Average

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Subjek ANI RFR TIM AMY MYA NZP KSY MNI MSS SSA IN NF RS FH NI

47

Skor hasil tes kecepatan membaca pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa pada saat pre test keseluruhan subjek berada pada kategori rata-rata (average). Hasil post test juga menunjukkan bahwa terdapat keseluruhan subjek tetap berada pada kategori rata-rata (average). Hasil tersebut menunjukkan hanya ada 1 subjek yang mengalami peningkatan skor kecepatan membaca dan keseluruhan subjek tidak mengalami peningkatan kategori kecepatan membaca. b. Gambaran hasil tes pemahaman isi bacaan Tabel 8. Hasil tes pemahaman isi bacaan Kelompok Kontrol Pre Test N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Hasil penelitian tes Valid Missing 15 1 6.2 1.32 4 8 pemahaman Post Test 15 1 6.27 1.67 4 9 membaca Kelompok Eksperimen Pre Test 14 2 6.57 1.22 5 9 pada Post Test 14 2 5.57 1.40 3 8 kelompok

eksperimen menunjukkan bahwa rerata pemahaman membaca pada saat pre test yaitu sebesar 6,5. Pemahaman baca maksimum yaitu 8 dan pemahaman baca minimum yaitu sebesar 5. Sedangkan rerata pemahaman baca pada saat post test yaitu sebesar 5,57. Pemahaman membaca maksimum yaitu 8 dan pemahaman baca minimum yaitu sebesar 8.

48

Hasil penelitian tes pemahaman membaca pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa rerata pemahaman membaca pada saat pre test yaitu sebesar 6,2. Pemahaman baca maksimum yaitu 8 dan pemahaman baca minimum yaitu sebesar 4. Sedangkan rerata pemahaman membaca pada saat post test yaitu sebesar 6,27. Pemahaman membaca maksimum yaitu 9 dan pemahaman membaca minimum yaitu sebesar 4. Tabel 9. Kategorisasi hasil tes pemahaman baca kelompok eksperimen Pre test Skor 8 7 9 6 8 5 6 7 6 5 6 7 7 5 Kategori Baik Sedang Baik Sekali Kurang Baik Kurang Sekali Kurang Sedang Kurang Kurang Sekali Kurang Sedang Sedang Kurang Sekali Skor 5 6 7 7 5 3 5 7 6 6 4 4 8 5 Post test Kategori Kurang Sekali Kurang Sedang Sedang Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali Sedang Kurang Kurang Kurang Sekali Kurang Sekali Baik Kurang Sekali

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Subjek SB MSK AZH ATS ADP SSJ KH YF ANM WK IIY NHR AA DAM

49

Skor hasil tes pemahaman isi bacaan pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa pada saat pre test terdapat 3 orang yang berada pada kategori kurang sekali, 4 orang kategori kurang, 4 orang kategori sedang, 2 orang kategori baik, dan 1 orang pada kategori baik sekali. Hasil post test menunjukkan bahwa terdapat terdapat 7 orang yang berada pada kategori kurang sekali, 3 orang kategori kurang, 3 orang kategori sedang, dan 1 orang kategori baik. Hasil tersebut menunjukkan ada 3 subjek yang mengalami peningkatan kategori pemahaman isi bacaan. Tabel 10. Kategorisasi hasil tes pemahaman baca kelompok kontrol No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Subjek ANI RFR TIM AMY MYA NZP KSY MNI MSS SSA IN NF RS FH NI Pre test Skor Kategori Kurang 5 Sekali 8 Baik 6 Kurang 8 Baik Kurang 4 Sekali 7 6 8 6 6 7 6 5 4 7 Sedang Kurang Baik Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Sekali Kurang Sekali Sedang Post test Skor Kategori Kurang 4 Sekali 8 Baik 9 Baik Sekali 6 Kurang 7 4 7 5 7 6 6 7 5 4 9 Sedang Kurang Sekali Sedang Kurang Sekali Sedang Kurang Kurang Sedang Kurang Sekali Kurang Sekali Baik Sekali

50

Skor hasil tes pemahaman isi bacaan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa pada saat pre test terdapat 4 orang yang berada pada kategori kurang sekali, 5 orang kategori kurang, 3 orang kategori sedang, dan 3 orang kategori baik. Hasil post test menunjukkan bahwa terdapat terdapat 5 orang yang berada pada kategori kurang sekali, 3 orang kategori kurang, 4 orang kategori sedang, 1 orang kategori baik, dan 2 orang kategori baik sekali. Hasil tersebut menunjukkan ada 6 subjek yang mengalami peningkatan kategori pemahaman isi bacaan. 2. Uji prasyarat analisis. Pengujian asumsi penelitian merupakan prasyarat analisis yang harus dipenuhi oleh peneliti. Penelitian yang bersifat komparatif (uji perbedaan) harus dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan homogenitas (Riduwan, 2008). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji prasyarat yaitu: a. Uji normalitas Teknik pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Kolmogorov Sminorv dengan bantuan program SPSS 17. Kaidah yang digunakan yaitu jika nilai signifikansi p > 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal. Jika nilai signifikansi p < 0,05, maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal. Tabel 11. Uji normalitas variabel kecepatan membaca One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kontrol Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) 0.672 0.758 Eksperimen 0.926 0.358

51

Hasil yang diperoleh untuk variabel kecepatan membaca melalui data pretest kelompok eksperimen yaitu harga K-S Z sebesar 0,926 dengan nilai signifikansi 0,358. Data pretest kelompok kontrol yaitu harga K-S Z sebesar 0,672 dengan nilai signifikansi 0,758. Kaidah yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka data tersebut normal. Tabel 12. Uji normalitas variabel pemahaman isi bacaan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kontrol Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) 0.671 0.760 Eksperimen 0.673 0.755

Hasil yang diperoleh untuk variabel pemahaman terhadap isi bacaan melalui data pretest kelompok eksperimen yaitu harga K-S Z sebesar 0,673 dengan nilai signifikansi 0,755. Data pretest kelompok kontrol yaitu harga K-S Z sebesar 0,671 dengan nilai signifikansi 0,760. Kaidah yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka data tersebut normal b. Uji homogenitas Uji homogenitas digunakan sebagai prasyarat pengujian hipotesis komparatif atau perbedaan. Hal ini digunakan untuk mengetahui varian populasi homogen atau tidak. Kaidahnya yang digunakan adalah apabila nilai signifikansi p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama.

52

Tabel 13. Uji homogenitas Test of Homogeneity of Variances Variable Kecepatan Membaca Pemahaman Isi Bacaan Levene Statistic 1.288 .023 df1 1 1 df2 27 27 Sig. .266 .881

Nilai signifikansi pada variabel kecepatan membaca yang diperoleh melalui data pretest yaitu sebesar 0,266 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. Sedangkan nilai signifikansi pada variabel pemahaman terhadap isi bacaan yang diperoleh melalui data pretest yaitu sebesar 0,881 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. 3. Analisis inferensial. a. Kecepatan membaca Hipotesis pertama pada penelitian ini adalah pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan kecepatan membaca. Pelatihan akan dianggap efektif jika terdapat peningkatan rerata tingkat skor kecepatan membaca yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan membaca cepat. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik analisis independent sampel t-test dengan menghitung gain score, yaitu selisih antara skor post test dengan pre test (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Kriteria yang digunakan yaitu jika nilai p < 0,05 maka hipotesis diterima.

53

Berdasarkan hasil analisis uji t dengan menghitung gain score kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka diperoleh nilai t = -7,346 dengan nilai signifikansi p = 0,021 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan kecepatan membaca. b. Pemahaman isi bacaan Hipotesis kedua pada penelitian ini adalah pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan. Pelatihan akan dianggap efektif jika terdapat peningkatan rerata tingkat skor pemahaman membaca yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan membaca cepat. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik analisis independent sampel t-test dengan menghitung gain score, yaitu selisih antara skor post test dengan pre test (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Kriteria yang digunakan yaitu jika nilai p < 0,05 maka hipotesis diterima. Berdasarkan hasil analisis uji t dengan menghitung gain score kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka diperoleh nilai t = 1,679 dengan nilai signifikansi p = 0,728 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ditolak. Pelatihan membaca cepat tidak efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan.

54

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Efektivitas pelatihan membaca cepat untuk meningkatkan kecepatan membaca. Hasil uji hipotesis melalui teknik analisis uji t dengan menghitung gain score kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka diperoleh nilai t = -7,346 dengan nilai signifikansi p = 0,021 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Pelatihan membaca cepat efektif terhadap peningkatan kecepatan membaca, dimana kelompok eksperimen memiliki kemampuan membaca cepat lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Pelatihan Membaca Cepat memberikan kontribusi dalam peningkatan kecepatan membaca subjek dalam kelompok eksperimen dapat dilihat melalui peningkatan rerata kecepatan membaca pada kelompok eksperimen yaitu dari 180,43 kata/menit menjadi 301,36 kata/menit. Rerata kecepatan membaca yang sebelumnya berada pada kategori average (rata-rata), setelah pelatihan maka kecepatan membaca meningkat ke kategori good (baik). Kondisi tersebut berbeda pada kelompok kontrol yang tidak berpindah dari kategori average (rata-rata) baik pada saat pre test maupun post test. Seluruh subjek secara umum merasakan bahwa ada perubahan dalam membaca ketika diberikan post test. Subjek mampu membaca lebih cepat dibandingkan pada saat pre test. Umumnya subjek mengemukakan bahwa rangkaian materi dan latihan yang diperoleh pada Pelatihan Membaca Cepat memberikan manfaat terhadap cara membaca. Setiap subjek memiliki

55

pengalaman masing-masing terkait perubahan yang dirasakan dalam membaca. Subjek ANM menyatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan, kecepatan membacanya meningkat. Hal tersebut disebabkan pada saat post test, subjek menggunakan teknik membaca cepat yang telah diajarkan pada saat pelatihan. Subjek mengakui bahwa metode yang digunakan yaitu kata-kata (istilah) yang tidak penting segera dilewati, dalam artian pada bagian tersebut subjek mempercepat bacaannya. Subjek menggunakan teknik skimming dalam membaca pada saat post test. Alasan peningkatan kecepatan membaca setelah mengikuti pelatihan karena menggunakan teknik skimming pada saat membaca juga diungkapkan oleh NHR, AZH, KH, AA, dan MSK. Subjek NHR lebih lanjut menjelaskan bahwa dengan cukup memperhatikan kata-kata penting (keywords)

memudahkan dalam membaca lebih cepat. Subjek ANM, NHR, AZH, KH, AA, dan MSK menjelaskan bahwa dengan memilah istilah-istilah mana kalimat atau kata yang penting dibaca, mengakibatkan membaca menjadi lebih efektif dan efisien. Penggunaan teknik membaca dengan cara skimming yang dilakukan oleh subjek sesuai dengan pernyataan Nuriadi (2008) yang menjelaskan bahwa teknik skimming mengacu pada proses aktivitas membaca yang hanya terpusat pada ide-ide pokok dalam sebuah teks bacaan serta hanya melihat secara sekilas saja terhadap bagian bacaan yang tidak

memperlihatkan ide-ide pokok tersebut. Teknik tersebut dimaksudkan untuk

56

memperoleh inti atau ide pokok (main idea) untuk sebuah paragraf dan pokok pikiran (general thought) untuk materi bacaan berbentuk teks atau wacana. Subjek YF dan DAM mengemukakan bahwa peningkatan kecepatan membaca pada saat post test disebabkan karena subjek mampu meninggalkan perilaku yang menghambat kecepatan membaca. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Noer (2009) bahwa membaca dengan menggunakan kebiasaan buruk seperti membaca dalam hati (subvokalisasi), menggerakkan bibir, bersuara (vokalisasi), menggerakkan kepala, dan mengulangi bacaan (resgresi) akan memperlambat kecepatan membaca. Subjek DAM

menjelaskan lebih lanjut bahwa hambatan dalam membaca cepat yang dapat ditinggalkan yaitu seperti subvokalisasi (membaca dalam hati),

menggerakkan bibir, menggerakkan kepala dan mengulangi bacaan (regresi). Kedua subjek menyatakan pelatihan yang diadakan memberikan cara untuk mengurangi hambatan membaca. Walaupun demikian keduanya mengakui masih perlu beradaptasi lagi untuk terbiasa dengan cara membaca yang meninggalkan perilaku menghambat sebelumnya. Subjek ATS, WK, SB, IIY, SSJ, dan ADP mengemukakan bahwa Pelatihan Membaca Cepat memberikan latihan-latihan yang membantu dalam meningkatkan kemampuan membaca secara cepat. Latihan yang sangat dirasakan efeknya yaitu mengenai latihan jangkauan pandangan mata dan latihan tri fokus. Tampubolon (1987) mengemukakan bahwa apabila gerakan mata berupa koordinasi otot-otot penggerak mata untuk bekerja dalam menjangkau teks bacaan semakin terlatih, maka semakin baik seseorang

57

dalam membaca secara cepat. Jangkauan pandangan mata yang diperluas dan gerakan tri fokus dalam membaca mampu meminimalisir gerakan mata yang sia-sia. Gerakkan mata yang diatur dengan efektif tersebut dirasakan mampu meningkatkan kecepatan membaca. Akan tetapi subjek juga mengungkapkan bahwa masih perlu untuk lebih terbiasa dengan pola gerakan mata dalam membaca. Berdasarkan hasil pemaparan subjek di atas, maka dapat ditarik beberapa poin terkait efektivitas pelatihan membaca cepat terhadap peningkatan kecepatan membaca, yaitu: a. Materi yang diberikan pada Pelatihan Membaca Cepat secara umum telah mengakomodir kebutuhan peserta (subjek) dalam meningkatkan

kecepatan membaca. Materi yang khususnya berisikan teori dan latihan dalam menggunakan teknik membaca cepat, menghilangkan kebiasaan yang menghambat membaca cepat, dan meningkatkan jangkauan pandangan mata secara signifikan memberikan hasil yang bisa dirasakan langsung oleh subjek. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nurhadi (2005) bahwa kecepatan baca individu dapat meningkat ketika mampu menerapkan metode dan teknik membaca cepat. b. Perubahan perilaku subjek dalam membaca, diakui masih membutuhkan adaptasi. Subjek merasakan bahwa perubahan yang terjadi khususnya dalam pola gerakan mata dalam membaca dan tidak membaca dengan cara yang menghambat seperti sebelumnya masih membutuhkan waktu untuk merasa terbiasa. Evaluasi yang diperoleh dari subjek yaitu subjek

58

mengharapkan pelatihan yang diberikan dapat diadakan lebih dari satu hari. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan jumlah latihan agar efek perubahannya bersifat menetap. 2. Efektivitas pelatihan membaca cepat terhadap peningkatan pemahaman isi bacaan. Hasil analisis uji t dengan menghitung gain score kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, diperoleh nilai t = 1,679 dengan nilai signifikansi p = 0,728 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ditolak. Pelatihan Membaca Cepat tidak efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan. Tidak terjadinya peningkatan pemahaman ketika post test pada kelompok eksperimen menunjukkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Subjek NHR, ADP, KH, DAM dan IIY mengemukakan bahwa pada bacaan kedua (post test), subjek kurang konsentrasi terhadap bacaan sehingga mengakibatkan pemahaman yang tidak lebih baik dibanding saat pre test. Subjek NHR mengakui pada saat post test sedang mengerjakan beberapa tugas akademik dan organisasi yang hari itu sedang dikerjakan, sehingga tidak konsentrasi mengikuti post test. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukkan oleh Noer (2009) yaitu informasi yang diterima oleh mata akan diteruskan ke otak, jika individu tidak berkonsentrasi, akan menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap isi bacaan. Kurangnya konsentrasi adalah akibat dari membayangkan dan memikirkan hal lain.

59

Subjek ADP dan SSJ menyatakan bahwa banyaknya kata-kata atau istilah asing pada bacaan post test menyebabkan hasil pemahaman terhadap isi bacaan menjadi berkurang. Subjek ADP mengemukakan bahwa istilah-istilah asing yang banyak disajikan pada post test merupakan salah satu yang menyebabkan dirinya semakin kurang konsentrasi dalam membaca. Subjek SSJ menyatakan kesulitan untuk memahami wacana karena istilah-istilah asing yang disajikan dalam post test. Rahim (2008) mengemukakan bahwa kosakata yang telah dikenal akan mempermudah pemahaman terhadap bacaan. Kosakata yang tidak pernah diketahui sebelumnya atau kurang dipahami akan menyulitkan individu dalam memahami bacaan. Subjek AZH dan MSK menyatakan bahwa teknik membaca atau strategi membaca saat post test yang digunakan adalah untuk membaca secepat mungkin dan kurang memperhatikan kata-kata atau istilah asing yang penting. Subjek mengemukakan bahwa keinginan untuk membaca dengan cepat membuat dirinya tidak menggunakan strategi dalam kecepatan membaca. Prioritas untuk membaca dengan cepat yang dilakukan oleh subjek AZH dan MSK tidak diantisipasi dengan strategi untuk menggunakan fleksibilitas kecepatan membaca. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bell (2001) bahwa pada kondisi awal dalam belajar membaca cepat, individu akan fokus pada membaca yang cepat dan cenderung mengabaikan variasi kecepatan membaca terhadap isi bacaan yang memiliki bobot berbeda-beda.

60

Berdasarkan hasil pemaparan subjek di atas, maka dapat ditarik beberapa poin terkait efektivitas pelatihan membaca cepat terhadap peningkatan pemahaman isi bacaan, yaitu: a. Banyaknya kata-kata atau istilah asing yang disajikan dalam post test ditindaklanjuti oleh subjek dengan menerapkan strategi yang tidak tepat pada saat membaca. Rahim (2008) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman terhadap isi bacaan di antaranya berupa pengenalan terhadap kosakata dan strategi pemahaman. b. Konsentrasi yang kurang dalam membaca memberikan implikasi terhadap rendahnya pemahaman terhadap isi bacaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Noer (2009) bahwa jika individu tidak berkonsentrasi dalam aktivitas membaca maka akan mengakibatkan rendahnya pemahaman terhadap isi bacaan. c. Membaca cepat bukan berarti harus membaca bahan bacaan secara terus menerus, tetapi hendaknya memperhatikan ragam kecepatan membaca. Tarigan (2008) menyatakan bahwa pembaca yang baik harus menguasai ragam kecepatan membaca, yaitu kapan harus membaca cepat dan kapan harus membaca lambat. Seorang pembaca seharusnya melambatkan bacaannya pada kata-kata yang penting atau istilah asing, dan mempercepat bacaan pada bagian yang mudah.

61

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pelatihan membaca cepat efektif untuk meningkatkan kecepatan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. 2. Pelatihan Membaca Cepat tidak efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. B. Saran 1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat menggunakan metode membaca cepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam membaca, sehingga dapat memperoleh informasi atau pelajaran dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat. 2. Bagi pihak sekolah, perguruan tinggi, dan setiap institusi pendidikan dapat memberikan pendidikan maupun pelatihan terhadap metode membaca cepat, sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca yang efektif dan efisien. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini dengan meningkatkan validitas penelitian dengan memberikan tes intelegensi pada subjek sebagai variabel kontrol.

61

62

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, M. A. (2006). Upaya Meningkatkan Minat Baca pada Anak, (Online), (http://almaipii.multiply.com/journal/item/4, diakses 6 Desember 2009). Anderson, L. W. and David R. Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. Boston: Allyn & Bacon. Aritonang, K. T. (2006). Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membaca Cepat. Jurnal Pendidikan Penabur, 5 (6): 20-26. Aritonang, K. T. (2007). Menumbuhkan dan Membina Kegemaran Membaca Siswa Di SMP. Jurnal Pendidikan Penabur, 6 (9): 30-36.
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., & Hilgard, E.R. (1987). Pengantar Psikologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bell, T. (2001). Extensive Reading: Speed and Comprehension. The Reading Matrix, 1 (1): 1-13. Carver, R. P. (1992). Reading rate: Theory, research and practical implications. Journal of Reading, 36, 84-95. DePorter, B. & Hernacki, M. (2002). Quantum Learning (cetakan XIII). Bandung: Kaifa. Duggan, G. B., & Payne, S. J. (2009). Text skimming: The process and effectiveness of foraging through text under time pressure. Journal of Experimental Psychology: Applied, 15 (3), 228-242. Gumilang, A. P. (2010). Urgensi Baca Buku untuk Kemajuan Bangsa (Online), (http://kampus.okezone.com/, diakses 19 Mei 2010). Hadi, A. (2009). Skimming dan Scanning (Online), (http://basasin.blogspot.com/, diakses 12 Mei 2010). Harefa, A. (2007). Tips Belajar: Membaca Cepat (Online), (http://www.sman66jkt.sch.id/, diakses 9 Mei 2010) Hernowo (2001). Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku (Cetakan II). Bandung: Kaifa.

63

Hernowo (2003). Andaikan Buku itu Sepotong Pizza: Rangsangan Baru untuk Melejitkan Word Smart. Bandung: Kaifa. Junaidi, W. (2009). Pengertian Minat Membaca (Online), (http://wawanjunaidi.blogspot.com, diakses 12 Maret 2010). Kartika, E. (2004). Memacu Minat Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penabur, 3 (3): 113-128. Kartikawati, D. (2005). Keefektifan Metode PQRST dalam Membaca Pemahaman Teks Bacaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII Semester I SMP Negeri 1 Brangsong Kendal Tahun Ajaran 2004-2005 (Online), (http://digilib.unnes.ac.id/, diakses 12 Mei 2010). Khoo, A. (2008). I Am Gifted, So Are You. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Kirkpatrick, D.L. (2006). Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher, Inc. Kurnia, H. (2008). Minat Baca, Siapa Peduli? (Online), http://pestabukujakarta.com/, diakses 19 Mei 2010). Mitrasari, M. (2010). Hubungan Penerimaan Diri dan Minat Baca dengan Motivasi Berprestasi pada Anak Tunarungu Di SLB-B Di Malang. Skripsi Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Noe, R. A. (2000). Employee Training & Development. Singapore: McGraw-Hill. Noer, M. (2009). Speed Reading for Beginners (ebook), (http://www.muhammadnoer. com/, diakses 12 Mei 2010) Nurgiyantoro, B. (Tanpa Tahun). Kesejajaran Bentuk Tes Pilihan Ganda dengan Tes Cloze dalam Tes Membaca Pemahaman (Online), (http://eprints.uny.ac.id/, diakses 23 Mei 2010. Nurhadi (1989). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nurhadi (2005). Membaca Cepat dan Efektif (Teori dan Latihan). Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nuriadi (2008). Teknik Jitu Menjadi Pembaca Terampil. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Olivia, F. (2008). Mengoptimalkan Otak dengan Sistem Bio Learning. Jakarta: PT. Gramedia.

64

Pintrich, P.R. & Schunk, D.H. (1996). Motivation in education: Theory, research, and applications. Englewood Cliffs: Prentice Hall. Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: Bumi Aksara. Reyhan, A. S. (2009). Membaca Buku sebagai Gaya Hidup (Online), (http://www.ruangbaca.com/, diakses 19 Mei 2010). Riduwan & Akdon. 2006. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung: Alfabeta. Sandjaja (2009). Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan (Online), (http://www.unika.ac.id, diakses 6 Desember 2009). Santoso, S. (2003). Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, R.N. (2005). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.
Smith, F. (1985). Reading. Cambridge: Cambridge University Press.

Soedarso (2004). Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Solso, R.L. (1991). Cognitive Psychology. 3rd Edition. USA: Allyn and Bacon

Stine, J. M. (2003). Double Your Brain Power (cetakan ketiga). Jakarta: Gramedia. Suryabrata, S. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Tampubolon, D.P. (1987). Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif & Efisien. Bandung: Angkasa. Tanpa Nama. (2010). Teknik Membaca Cepat (Online), (http://e-dukasi.net/, diakses 9 Mei 2010). Tarigan, H. G. (2008). Membaca: sebagai suatu keterampilan berbahasa. Edisi Revisi. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai