Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM

Iyan Persada
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Kendari
Email : iyanpersada06@gmail.com

Abstrak
Diskusi dan kajian tentang arsitektur Islam sudah sedemikian banyak, terutama di
kalangan akademisi dan praktisi. Sebagian diskusi tersebut memfokuskan pada aspek
bentuk, langgam, peninggalan historis dan hal-hal lain yang bersifat fisik yang
dianggap merupakan bagian dari kebudayaan umat muslim. Sementara itu sebagian
kalangan merasa bahwa sesungguhnya Islam tidak cukup hanya diwujudkan dengan
aspek fisik semata. Saat ini semakin berkembang wacana tentang arsitektur islam
yang lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman daripada tipologi fisik produk
arsitektur.
Konsep “Arsitektur Islam” sering digunakan taken for granted dan punya konotasi
terhadap bangunan monumental peninggalan masa kesultanan Islam pada Abad
Pertengahan. Konsep ini banyak digugat oleh cendekiawan Muslim karena dianggap
tidak merepresentasikan Islam sebagai al Din. Gugatan ini menjadi wajar, karena
sebenarnya konsep “Arsitektur Islam” bukan dibangun oleh kalangan Islam, tetapi
diciptakan oleh pengetahuan arsitektur yang didominasi modernisme, dengan
menjadikan Arsitektur Islam sebagai bagian dari warisan sejarah arsitektur dunia
pramodern.

Kata Kunci: Arsitektur Islam, Islam peradaban, keilmuan arsitektur.


PENDAHULUAN

Kehadiran arsitektur berawal dari manfaat dan kebutuhan-kebutuhan sebuah


bangunan untuk melayani fungsi-fungsi tertentu, yang diekspresikan oleh seorang
arsitek melalui gambar kerja. Kebutuhan sebuah bangunan akan ruang-ruang dalam
lingkup interior maupun eksterior, bermula pada sebuah kebutuhan dari pengguna
bangunan (Fikriarini dkk., 2006: 7). Selain itu, arsitektur juga merupakan bagian dari
seni, karena arsitektur tidak lepas dari rasa. Hal ini menyebabkan pengertian
arsitektur terus berkembang dan dipengaruhi oleh cara berpikir, cara membuat, cara
meninjau, dan budaya.
Definisi arsitektur baru akan dapat dimengerti setelah kita mengalami
arsitektur atau berarsitektur. Berarsitektur artinya berbahasa dengan ruang dan gatra,
dengan garis dan bidang, dengan bahan material dan suasana tempat. Berarsitektur
adalah berbahasa manusiawi; dengan citra unsur–unsurnya, baik dengan bahan
material maupun dengan bentuk serta komposisinya. Dalam berarsitektur, seorang
arsitek tidak pernah lepas dari alam, lingkungan sekitar, dan budaya setempat. Hal ini
disebabkan karena arsitektur merupakan bagian dari budaya yang menunjukkan
tingkat peradaban manusia. Budaya manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh alam,
dan karenanya arsitektur dengan sendirinya juga merupakan bagian dari alam, mampu
membaca alam dan menciptakan sebuah suasana.
Arsitektur Islam merupakan terminologi arsitektur yang membentang dan
berevolusi dalam kultur muslim yang membentang sepanjang sejarah Islam.
Arsitektur Islam mencakup bangunan religius, sebagaimana pula arsitektur sekuler.
Ekspresi yang dikedepankan pun bervariasi, dari ekspresi klasik hingga modern.
Arsitektur Islam klasik banyak sekali memperoleh pengaruh dari arsitektur Persia.
Oleh sebab itu keduanya sering dikacaukan dalam pengertiannya, padahal
sesungguhnya secara esensi cukup banyak perbedaannya.
Secara khusus, arsitektur Islam dibangun segera setelah masa Nabi
Muhammad. Sejak awalnya, langgamnya berkembang dari pengaruh Romawi, Mesir,
Persia/Sasanid dan Bizantium. Contohnya dapat ditelusuri hingga awal 691 M dengan
diselesaikannya pembangunan Qubbat al Sakrah (Dome of the Rock) di Yerusalem.
Bangunan ini menyertakan di dalamnya interior yang dinaungi kubah bundar
dikelilingi oleh ornamen repetitif dekorasi Arab. Mesjid Raya Samarra di Irak yang
berdiri 847 M mengombinasikan arsitektur hypostyle deretan kolom yang menopang
basis datar di bagian atasnya, dimana minaret berbentuk spiral dibangun.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Arsitektur Islam


Istilah “Arsitektur Islam” sebenarnya mempunyai konotasi, yaitu bangunan-
bangunan monumental yang dibangun pada masa kesultanan Islam pada Abad
Pertengahan lampau. Ketika istilah Arsitektur Islam disebut, maka yang langsung
terbayang adalah bangunan bangunan ikonik seperti masjid Biru di Istanbul, menara
spiral di Samarra, atau Taj Mahal di India. Dari mana citra itu berasal?
Penelusuran penulis terhadap literatur arsitektur menemukan beberapa buku
yang mengulas “Arsitektur Islam”. Ada kesamaan dalam mainstream literatur yang
menyandingkan “Arsitektur” dan “Islam” tersebut, yaitu deskripsi tentang
sekumpulan monumen yang dibangun pada masa kesultanan Islam Abad
Pertengahan, yang dimulai dari Dinasti Umayyah pada abad pertama Masehi hingga
Dinasti Utsmani sampai Abad ke-19. Fokus bahasan adalah tipologi bangunan-
bangunan yang khas, yaitu masjid, istana (qasr), madrasa (sekolah), bazzar/suq
(pasar), hammam (tempat pemandian umum), caravanserai/wekala (penginapan),
zawiya/ khanqa (bangunan meditasi), jenina/ rauda (taman dan kebun), dan pola-pola
geometris atau arabeska. Kajian lebih banyak melihat keberadaan artifak-artifak
tersebut, dan ulasan mengenai nilai-nilai Islam lebih diberikan untuk menjelaskan
keberadaan artifak tersebut. Ulasan paling populer adalah bagaimana bagaimana ide-
ide dari surga menjadi inspirasi bagi penciptaan arsitektur pada masa itu.
Dari penelusan itu, tampaknya pengetahuan tentang “Arsitektur Islam”
ditempatkan oleh mainstream pengetahuan arsitektur saat ini dalam ranah sejarah
arsitektur. Pengetahuan arsitektur saat ini –terutama yang berkembang dalam
pendidikan formal-didominasi oleh pengetahuan arsitektur yang berkembang pada
masyarakat Barat, terutama pada masa modernisme. Profesi arsitek pada masa
sekarang memang salah satu anak kandung dari modernisme, dengan kekuatan
industri sebagai penyokong terbesarnya. Dominasi paradigma modernisme ini
membagi perkembangan arsitektur dunia menjadi dua masa: masa modern, yang
dimulai sejak revolusi industri, dan masa pra-modern. Arsitektur masa pramodern
dikaji sebagai artifak sejarah, dan Arsitektur Islam menjadi bagian dari pengetahuan
tersebut, bersanding dengan Arsitektur Mesir Kuno, Arsitektur Cina, Arsitektur India,
Arsitektur Klasik (Yunani dan Romawi), atau Arsitektur Medieval dan Rennesans.
Meletakkan “Arsitektur Islam” dalam perspektif artifak sejarah tentu tidak
bisa menjelaskan Islam sebagai seperangkat nilai-nilai (al Din). Beberapa artifak
“Arsitektur Islam” yang ditelaah oleh cendekiawan Barat sering mengandung
kontroversi dengan nilai nilai Islam. Misalnya, artifak masjid yang hampir selalu
hadir beriringan dengan pasar, ditafsirkan sebagai “separated but harmony” (Michell,
1991:94), dan ini bertentangan dengan konsep Islam tentang “sebaik-baik tempat
adalah masjid dan seburuk-buruknya adalah pasar” (Kuntowijiyo, 1987:109). Atau
bangunan Taj Mahal, yang dipuji oleh literatur arsitektur Barat karena kesempurnaan
proporsinya, namun banyak cendekiawan muslim yang menentang keislamannya
karena dianggap memuja materialitas dan mengagungkan makam, dan Nabi
Muhammad sangat tidak menyarankan sikap seperti itu. Kemegahan arsitektur
masjid-masjid di kesultanan Utsmani juga menyimpan paradoks karena dibangun dari
hasil pampasan perang, dan menyisakan cerita kepedihan pada daerah-daerah yang
menjadi taklukan kesultanan ini (bandingkan dengan cerita saat Umar ibn Khattab
memerintahkan gubernur Mesir Amr ibn Ash untuk tidak menggusur rumah seorang
wanita tua Yahudi saat akan membangun masjid di Mesir).
Sebagaimana kajian kelompok Orientalis (sebutan bagi cendekiawan Barat
yang mengkaji dunia Timur termasuk Islam) pada umumnya, kajian literatur Barat
terhadap arsitektur dalam dunia Islam tentu tidak memuaskan cendekiawan Muslim.
Mereka mencoba membangun argumentasinya sendiri tentang Islam dan Arsitektur.
Argumentasi yang lebih menempatkan Islam sebagai al Din, seperangkat nilai-nilai
yang memandu masyarakat, dan nilai-nilai ini punya rujukan tertinggi, yaitu al Quran
dan al Hadits .

B. Definisi umum tentang Arsitektur Islam


Ada berbagai referensi yang menyebutkan pengertian arsitektur islam sebagai
lingkungan binaan yang lebih mengacu pada tipologi, sejarah, tempat, atau langgam.
Salah satunya adalah ensiklopedi Wikipedia yang banyak menjadi rujukan di dunia
maya.
 Mengacu pada tipologi bentuk
Menurut pemikiran ini, tipe produk utama arsitektur islam adalah berupa
masjid, makam, istana dan benteng. Dari keempat tipe bangunan inilah
bentuk-bentuk arsitektur islam diacu dan dipakai di bangunan lain yang
skalanya lebih kecil.
 Mengacu pada sejarah dan tempat
Di masa lalu ketika Islam mengalami masa keemasan, banyak wilayah di
berbagai belahan dunia yang masuk Islam, sehingga otomatis juga
berpengaruh pada kebudayaan dan produk arsitekturnya. Sebagai contoh
adalah lahirnya arsitektur Persia, arsitektur Turki, arsitektur Mamluk dan
sebagainya. Arsitektur Persia, pada perkembangannya sangat berpengaruh
pada rancangan arsitektur islam lainnya di berbagai belahan dunia.
 Mengacu pada elemen dan langgam
Arsitektur islam juga bisa diidentifikasi melalui elemen-elemen desain
seperti yang dimiliki artefak-artefak bangunan monumental yang telah ada
sebelumnya. Misalnya minaret, kubah, air mancur, mihrab, bentuk-bentuk
geometris, atau kaligrafi.
Gaya arsitektur Islam yang mencolok baru berkembang setelah kebudayaan
muslim memadukannya dengan gaya arsitektur dari Roma, Mesir, Persia dan
Byzantium. Contoh awal yang paling populer misalnya Dome of The Rock yang
diselesaikan pada tahun 691 di Jerusalem. Gaya arsitek yang mencolok dari bangunan
ini misalnya ruang tengah yang luas dan terbuka, bangunan yang melingkar, dan
penggunaan pola kaligrafi yang berulang.

Masjid Cordova, lengkungnya banyak menginspirasi Masjid lain di Dunia

Kebanyakan tinjauan di atas masih sebatas tipologi atau elemen bentuk dan
terutama dikaitkan dengan sejarah kejayaan islam dan artefaknya di masa lampau.
Sementara sebenarnya jika kita berbicara tentang Islam yang kaffah / menyeluruh
maka tidak ada sebuah dalil pun di dalam Al Quran dan hadits yang membicarakan
tentang bentuk.

C. Elemen Arsitektur Islam


Arsitektur Islam dapat diidentifikasi berdasarkan elemen-elemen berikut, yang
diwarisi dari bangunan masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad SAW di
Medina serta elemen-elemen penyertanya yang datang dari masa pra Islam, di
adaptasi dari bangunan gereja dan sinagoga.
 Courtyard besar yang kadang kala menyatu dengan ruang sembahyang
pusat (aslinya dapat dilihat di Masjid al-Nabawi).

Layout masjid dengan courtyard dibagian tengahnya

 Menara atau minaret, aslinya merupakan menara pengawas dilengkapi


obor, seperti dapat dilihat di Mesjid Raya Damsyik (Kini Damaskus).
Berkaitan dengan fungsi asal, kata minaret agaknya terambil dari nur,
yang berarti cahaya.

Menara Kuwait
 Mihrab, relung di dinding dalam yang mengindikasikan arah ke Mekkah.
Dalam masa pra Islam, relung ini merupakan tempat dari tabut perjanjian
di Bait Allah Yahudi, atau haikal dalam gereja koptik.
 Kubah, nampaknya dipengaruhi benar oleh arsitek-arsitek Bizantium di
Konstantinopel.
Mahan, kerman, Iran. Dibangun 1300-an
 Penggunaan iwan sebagai perantara dua seksi yang berbeda.
 Bentuk geometrik dan seni yang repetitif.

Masjid Jami di Delhi.


 Penggunaan kaligrafi Arab.
 Simetri
 Warna terang
 Fokus pada interior, dibandingkan eksterior.

PENUTUP
Arsitektur Islam yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami tidak
mempunyai representasi bentuk yang satu dan seragam, tetapi arsitektur Islam
mempunyai bahasa arsitektur yang berbeda, tergantung dari konteks dimana dan apa
fungsi dari bangunan yang didirikan tersebut. Karya arsitektur Islam tidak pula
dibatasi oleh wilayah benua dan negara, karena kita akan melihat kekayaan arsitektur
Islam dari keragaman tempat yang membawa ciri khas dari wilayah masing-masing
negara tersebut. Dari keberagaman tersebut, akhirnya dapat dihadirkan satu kekayaan
khazanah arsitektur Islam yang melandasi lahirnya peradaban Islam yang membawa
manusia pada rahmatan lil alamin.
Meletakkan kajian Islam dan Arsitektur dalam kerangka peradaban menjadi
potensi, karena dialog keduanya akan diletakkan pada basis keilmuan. Banyak
kesamaan antara tradisi keilmuan Islam dan tradisi keilmuan Barat, karena keduanya
punya misi untuk membuat manusia lebih cerdas. Hal ini akan membawa
konsekuensi disiplin arsitektur, terutama di negara-negara muslim khususnya
Indonesia, didorong sebagai disiplin keilmuan, bukan sekadar keahlian.
Betapa pun, arsitektur telah diakui sebagai suatu fenomena kehidupan,
sebagaimana Islam juga diakui sebagai sumber nilai-nilai dalam menjalankan
kehidupan. Di tengahnya ada manusia, yang menggunakan nilai-nilai dan
membangun lingkungan fisiknya. Trialog antara nilai-nilai, masyarakat, dan artifak
inilah seharusnya kajian keilmuan arsitektur dan Islam ini didudukkan.

REFERENSI
https://media.neliti.com
https://jurnal.umj.ac.id
https://repository.unikom.ac.id
dosen.ar.itb.ac.id

Anda mungkin juga menyukai