Toaz - Info Askep Dislokasi Hip Joint Kel 4docx PR
Toaz - Info Askep Dislokasi Hip Joint Kel 4docx PR
Di Susun Oleh :
Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Dislokasi Hip Joint” ini dapat
terselesaikan. Pembuatan makalah ini bermaksud untuk memenuhi persyaratan mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kesulitan mahasiswa dalam
menyelesaikan tugas perkuliahan, penulis berkeyakinan bahwa bacaan seperti ini sangat
diperlukan,. Kelengkapan bahasan seluruh materi dalam tulisan ini dapat menjadi pedoman
praktis bagi mahasiswa program studi sarjana keperawatan dalam menyelesaikan tugas
perkuliahan.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian, kelengkapan isi, dan lain-lainnya. Untuk itu
dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik dari para pembaca guna
memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Pembuatan makalah ini diharapkan dapat
berguna bagi para mahasiswa yang ingin mempelajari tentang Dislokasi Hip Joint. Kami
mengharapkan partisipasi dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna
bagi setiap orang yang membacanya
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dislokasi Hip Joint?
2. Apa saja etiologi dari Dislokasi Hip Joint?
3. Apa saja klasifikasi,Patofisiologi Dan Gejala klinis Dislokasi Hip Joint?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk dislokasi Hip Joint?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada Dislokasi Hip Joint?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Dislokasi Hip Joint?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Dislokasi Hip Joint.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Dislokasi Hip Joint.
3. Untuk mengetahui klasifikasi,Patofisiologi dan Gejala klinis Dislokasi Hip Joint
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dislokasi hip joint.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan Dislokasi Hip Joint.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk Dislokasi Hip Joint
BAB II
PEMBAHASAN
Kata dislokasi merupakan gabungan dari kata dis dan lokasi yang berarti
kedudukan yang salah. Dislokasi sendi adalah keadaan dimana terjadi pergeseran total
permukaan tulang yang membentuk persendian. Dislokasi sendi merupakan keadaan
gawat darurat di bidang ortopedi yang memerlukan penanganan segera.
Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
B. Etiologi
C. Klasifikasi
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu dislokasi
posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).
1. Dislokasi Posterior
a. Mekanisme Cedera
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma yang
dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam posisi flexi
atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana
lutut penumpang dalam keadaan flexi dan menabrak dengan keras benda yang
ada di depan lutut. Mekanisme khas untuk dislokasi posterior adalah
perlambatan dimana lutut penderita mengenai dashboard dengan menekuk
lutut dan panggul. Dislokasi posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh
trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam
keadaan flexi 90 derajat dan sedikit adduksi.
Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur (biasanya femur), dislokasi
panggul seringkali tidak terdiagnosis. Pedoman yang baik adalah dengan
pemeriksaan pelvis dengan pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus
diperiksa untuk mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus.
Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior dapat memberikan
gambaran sebagai berikut:
Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior
Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki
Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantarflexi
(cabang tibial)
Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki
Hematoma lokal
c. Klasifikasi
Epstein dan Thompson menganjurkan suatu klasifikasi yang dapat membantu
perencanaan tatalaksana. Klasifikasi ini dibuat sebelum ditemukannya CT-scan.
Berikut ini adalah klasifikasi dislokasi panggul posterior menurut Epstein dan
Thompson:
2. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi posterior.
Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan kejadian dislokasi
panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah kecelakaan lalu lintas atau
kecelakaan penerbangan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah
anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
1. Mekanisme Cedera
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur
dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau bahkan
kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada
punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan.
Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior acetabuli dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
2. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki tidak
memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris bergeser ke
atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang mengalami
dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut
siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat
dilakukan.
a. Mekanisme Cedera
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial acetabulum
pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena
dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu
tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam kedaan abduksi.
1. Nyeri akut
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Gangguan gerakan
7. Kekakuan
8. Pembengkakan
9. Deformitas pada persendian
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Dengan cara pemeriksaan Sinar–X ( pemeriksaan X-Rays )
Pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih
antarakaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah
danmedial terhadap terhadap mangkuk sendi.
2. Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menilai apakah ada infeksi dengan peningkatan leukosit.
4. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
5. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti
halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.
G. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi
dislokasi panggul posterior sederhana.
Manuver Allis
Manuver Allis
Manuver stimson
Indikasi Operasi
- Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam kubah acetabulum
- Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan artikulasi sendi
pada dinding posterior
- Ketidakstabilan klinis pada flexi 900
- Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup
Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera untuk
menunggu kondisi pasien agar stabil. Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal
fraktur acetabulum seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi
anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu tersebut karena
pembentukan hematoma, kontraktur jaringan lunak, dan pembentukan callus awal.
Skeletal Traction
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISLOKASI HIP
A. PENGKAJIAN
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama Klien : Tn. C
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Surakarta
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh bangunan
1. Keluhan Utama
Nyeri di area panggul
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat dilakukan pegkajian pasien mengatakan dibawa ke Rumah sakit karena
setelah terjatuh dari ketinggian saat bekerja rasa sakit di panggul tak kunjung
mereda malah semakin nyeri.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat tertentu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat gangguan muskuloskeletal
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Suami-Istri
: Tinggal serumah
: Keturunan
III. PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR GORDON
2. Pola nutrisi/Metabolik
Frekuensi makan : 3 x Sehari
BB/TB : 61kg/169cm
BB dalam 1 bulan terakhir: BB tetap
Jenis makanan : Nasi,lauk,sayur buah dan air putih
Makanan yang disukai : Sayuran
Makanan pantang : Daging merah
Alergi : Sea Food
Nafsu makan
Masalah pencernaan : Mual ( Ya/Tidak)
Muntah ( Ya/Tidak)
Kesulitan menelan ( Ya/Tidak)
Sariawan (Ya/Tidak)
Riwayat operasi/trauma GI : tidak ada riwayat operasi
Diit RS : Tidak ada DIIT RS
Kebutuhan ADL makan : Tidak ada
IMT/Z-score : BB TB² =
TB²
3. Pola eliminasi
- BAB
Frekuensi : 1x sehari
4. Pola aktivitas/latihan
Pekerjaan : buruh
Olahraga rutin : jarang olahraga
Alat bantu : walker (Ya/Tidak)
Kruk (Ya/Tidak)
Kursi roda (Ya/Tidak)
Tongkat (Ya/Tidak)
Terapi : Traksi, (Ya/Tidak)
Gips (Ya/Tidak)
Kemampuan melakukan ROM : Tidak bisa menggerakkan pinggang
Kemampuan ambulasi : -
5. Pola tidur-istirahat
Lama tidur : 6-7 jam
Kesulitan tidur di RS : ya
8. Pola peran/hubungan
- Hubungan dengan keluarga : Pasien dekat dengan anggota keluarganya
dan mereka-lah yang paling berpengaruh dalam hidup pasien dan pasien
meminta bantuan pada keluarga terdekatnya jika memiliki masalah
9. Pola seksualitas/reproduksi
- Pola reproduksi : Pasien tidak memiliki masalah reproduksi dan seksual
- Pre menopause :-
- Post menopause :-
10. Pola koping/toleransi stress
- Koping yang ditunjukkan :. Dalam mengambil keputusan, pasien
selalu bermusyawarah dan meminta pendapat dengan anggota
keluarganya. Pasien menyelesaikan masalahnya dengan berbicara kepada
anggota keluarganya.
- Sumber dukungan : Keluarga adalah sumber dukungan
utama bagi pasien.
11. Pola nilai/keyakinan
- Kepercayaan pasien : Islam
- Aktivitas keagamaan : Selama keadaan sakitnya, pasien tidak dapat
melaksanakan ibadahnya sebagai seorang muslim dengan baik.
b. Muka
1) Mata
- Kebersihan : Bersih
- Fungsi penglihatan : normal
- Palpebral : normal
- Konjungtiva : merah muda
- Sclera : putih
- Pupil : normal
- Diameter ki/ka : 14,2mm
- Reflek terhadap cahaya : pupil mengecil saat terkena cahaya
- Penggunaan alat bantu penglihatan : tidak menggunakan alat
bantu penglihatan
2) Hidung
- Fungsi penghidung : normal
- Secret : tidak terdapat secret
- Nyeri sinus : tidak nyeri sinus
- Polip : tidak ada polip
- Napas cuping hidung : normal
3) Mulut
- Kemampuan bicara : mampu bicara normal
- Keadaan bibir : bibir merah muda
- Selaput mukosa : normal
- Warna lidah : merah muda
- Keadaan gigi : gigi bersih tidak terdapat flek
- Bau nafas : tidak bau nafas
- Dahak : tidak terdapat dahak
4) Gigi
- Jumlah : 32 buah
- Kebersihan : bersih
- Masalah : tidak ada masalah
5) Telinga
- Fungsi pendengaran : mampu mendengar dengan baik
- Bentuk : simetris
- Kebersihan : bersih
- Serumen : tidak terdapat serumen
- Nyeri telinga : tidak mengalami nyeri telinga
c. Leher
- Bentuk : normal
- Pembesaran Tyroid : tidak trdapat pembesaran tiroid
- Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan
- Nyeri waktu menelan : pasien tidak mengalami nyeri saat
menelan
d. Dada (thorax)
1) Paru – paru
- Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan simetris, tidak ada luka
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Terdapat bunyi sonor
- Auskultasi : Tidak ada suara tambahan, terdapat bunyi vesikuler
2) Jantung
- Inspeksi : Bentuk simetris, ictus cardis, tidak ada jaringan parut
- Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Tidak ada pelebaran jantung, suara jantung redup
- Auskultasi : Reguler, S1, S2, suara jantung resonan
e. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka
- Auskultasi : Bising usus hipoaktif
- Perkusi : Terdengar suara hipertimpani di kwadran kiri bawah
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di kwadran atas.
f. Genetalia : Daerah genital bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda
infeksi,tidak terpasang kateter.
g. Anus dan rectum : dan tidak ada hemoroid.
h. Ekstremitas
a. Atas
Skala kekuatan otot pada ekstremitas atas sinistra dan dextra yaitu
masing-masing 5,ditandai dengan mampu menggenggam kuat.
b. Bawah
Skala kekuatan pada ekstremitas bawah sinistra dan dextra yaitu masing-
masing 5,ditandai dengan bisa berjalan dengan normal
c. Inspeksi kuku : Warna merah muda pucat, panjang, bersih, tidak ada
edema, dan utuh.
d. Capillary refill : Cepat
i. Integumen :
a. Kulit pasien warna sawo matang, lembab, turgor sedang, tidak ada edema.
b. Terdapat luka lecet di kaki yang masih basah dan tidak ada tanda infeksi
Kasus :
V. Analisa Data
2. akses
hemodealisis (1105)
- sensasi dari skala
1(sangat
terganggu)menjad
i skala 3(cukup
terganggu)
- hematoma pada
akses dealisis dari
skala 2(cukuo
berat)menjadi
skala 4(ringan)
- edema pada
perifer distal dari
skala
1(berat)menjadi
skala 3(sedang)
VIII. Implementasi
-
mengkolaborasikan
dengan dokter S:
apakah
obat,dosis,rute
pemberian atau O;
perubahan internal
dibutuhkan buat
rekomendasi
khusus berdasarkan
prinsip analgesik
- S:pasien
mengkonsultasikan mengatakan
pada ahli terapi bersedia
fisik mengenai menerapkan
rencana teknik ambulasi
ambulasi,sesuai O:pasien
kebutuhan tampak
mengikuti
arahan yang
diberikan oleh
perawat
S:
O:
IX. Evaluasi
PENUTUP
Kesimpulan