Oleh:
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
ii
Oleh:
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri
dengan arahan Pembimbing dan belum pernah diajukan sebagai skripsi atau karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua data dan pernyataan
ilmiah dalam tulisan ini adalah gagasan dan karya saya sendiri, bukan dari sumber
lain, sehingga kebenarannya menjadi tanggung jawab saya pribadi, kecuali data atau
kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini secara akademis ternyata tidak
benar atau skripsi ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi berupa
pencabutan gelar ilmiah yang saya peroleh dari karya ilmiah ini sesuai peraturan
izin kepada Pihak Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Hak Bebas Royalti
Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas skripsi saya yang berjudul
perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
format, mengelola, memelihara dan mempublikasikan karya tulis saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
ABSTRAK
vii
RIWAYAT HIDUP
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta kasih
satu syarat untuk dapat menyelesaikan program studi sarjana kehutanan pada Fakultas
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Syahrinudin, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wahjuni Hartati M.P. selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan banyak waktu
2. Bapak Dr. Ir. Triyono Sudarmadji, M. Agr dan Bapak Kiswanto, S. Hut., M.P.,
Ph.D. selaku penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan
skripsi;
3. Bapak Zainul Arifin,S.Hut. M.P. Selaku dosan wali yang memberi arahan dan
4. Bapak Prof. Dr. Rudianto Amirta, S.Hut, M.P. selaku Dekan Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman dan Bapak Dr. Ali Suhardiman, S.Hut, M.P. yang telah
memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada penulis selama belajar di
6. Khusus Ayahanda Wagiyo dan Ibunda Henik Hartini yang selalu mendukung,
memotivasi, dan mendo’akan serta saudaraku Niko Putra Firmansyah yang selalu
7. Mbak Fenny Putri, S.Hut., dan Bapak Samsul selaku Laboran Lab. Budidaya
Hutan yang telah berkenan membantu dan memberi motivasi dalam mengerjakan
penelitian ini;
8. Teman-teman dari Laboratorium Budidaya Hutan kelompok riset (Ilmu Tanah dan
Rusni, bang Herwan, bang Sunari, bang Arsyad, bang Marshell, juga teman-teman
dari angkatan 2016 dan 2017 yang tidak bisa saya tuliskan satu-satu, yang telah
Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna namun
demikian penulis berharap semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................................iv
PERNYATAAN PUBLIKASI...............................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
I. PENDAHULUAN.............................................................................................14
1.1. Latar Belakang.........................................................................................14
1.2. Tujuan Penelitian.....................................................................................18
1.3. Hasil yang Diharapkan............................................................................18
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................................19
5.2. Saran........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................72
LAMPIRAN..........................................................................................................75
xii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
Spodosols adalah tanah yang tersusun dari bahan pasir atau lempung kasar,
masam dan miskin unsur hara yang dicirikan oleh horizon Albik dan Spodik atau
bahan amorf organika dan aluminium. Adanya lapisan padas (fragipan atau
2009; Anam, 2016; Hartati dkk, 2021). Spodosols dapat dijumpai di daerah
beriklim dingin maupun tropika basah dengan curah hujan yang tinggi (Suharta
1,51 juta ha, Kalimantan Barat 0, 42 juta ha dan Kalimantan Timur 0,15 juta ha.
sengaja misalnya karena kebakaran hutan dan lahan biasanya dimanfaatkan untuk
yang rendah. Tanah bertekstur pasir seperti Spodosols sangat rendah meretensi air
dan hara. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kapasitas tukar kation nya yang rendah.
Menurut Hartati dkk (2021) nilai kapasitas tukar kation Spodosols di Kalimantan
Timur tergolong rendah hingga sangat rendah yaitu 1,96 hingga 7,52 cmol kg-1
pada spodosol yang ditumbuhi akasia auriculiformis dan 2,60 hingga 4,32 c mol
.
15
Syahrinudin, dkk. (2021) sifat kimia tanah spodosols memiliki reaksi pH tanah
agak asam sampai sangat asam, kandungan haranya pada kelas sedang sampai
rendah, dengan cadangan kadar hara yang rendah sampai kekurangan dan
Kapasitas Tukar Kation sangat rendah,secara fisik didominasi oleh pecahan pasir
kehutanan, sedangkan para ahli lainnya berpendapat tanah ini secara selektif
tanah.
Pembenah tanah adalah bahan - bahan sintetis atau alami, organik atau
mineral yang berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang
hara, sehingga hara tidak mudah hilang, dan dapat dimanfaatkan tanaman
diaplikasikan pada tanah - tanah yang mengalami kerusakan seperti lahan pasca
terbentuk melalui proses pembakaran bahan organik atau biomassa tanpa atau
2014). berbeda dengan bahan organik pembenah tanah lainnya, kelebihan dari
biochar stabil selama ratusan tahun bila dicampur kedalam tanah dan mampu
yang kekurangan oksigen dan kemudian digunakan sebagai bahan bakar pemanas,
istilah biochar sendiri digunakan ketika sebagai bahan pembenah tanah seperti
halnya arang, biochar adalah produk hitam dengan kandungan karbon tinggi.
2006). Selain itu unsur hara lainnya pada tanah ketika diberi biochar juga
2014). Biochar memiliki sifat hidrofobik atau tidak larut dalam air dan secara fisik
biochar memiliki pori-pori yang mampu menyerap unsur hara (Syahrinudin dkk.
2014). Namun pada dasarnya biochar hanya sebagai pembenah tanah sehingga
kandungan hara yang tersedia di dalam biochar tidak akan mencukupi kebutuhan
hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, bahkan tidak akan dapat sama
atau melebihi kandungan hara yang dimiliki pupuk, hal ini menjadi kekurangan
rendah dapat diatasi dengan pengayaan nutrisi. Pengayaan nutrisi adalah proses
tanaman.
telah banyak dilakukan. Menurut Syahrinudin dkk. (2019) aplikasi biochar pada
17
jenis tanah spodosols sangat diminati karena biochar mampu mendrong potensi
penyerapan karbon organik tanah, selain itu juga peningkatan dosis biochar dapat
hidup dan laju pertumbuhan biomassa tanaman. tidak hanya meningkatkan laju
direndam dengan pupuk organik cair selama 24 jam pada media tanam tanah
sangat baik dengan persentase hidupnya > 75%, dalam penelitian tersebut aplikasi
Anthocephalus cadamba hanya sampai tingkat persemaian, oleh karena itu dalam
memiliki beberapa kelebihan antara lain; cepat tumbuh, mudah beradaptasi pada
berbagai tempat, memiliki perlakuan silvikultur relatif mudah, serta relatif tahan
Penelitian ini dilakukan pada areal hutan tanaman industri PT. Surya Hutani
Surya Hutani jaya merupakan salah satu perusahaan bidang pengusahaan hutan
cadamba untuk pengusahaan hutan, 30 % dari total area diduduki oleh tanah
tersebut gagal untuk diterapkan. Sehingga perlu adanya percobaan agar tanah
spodosols dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk itu penelitian ini dilakukan di
wilayah ini.
pengayaan pupuk organik cair terhadap riap tinggi, riap diameter dan
spodosols;
Surya Hutani Jaya terhadap riap tinggi, riap diameter dan biomassa
Surya Hutani Jaya terhadap riap tinggi, riap diameter dan biomassa
Spodosols adalah tanah yanag terbentuk dari bahan kasar dan masam. Tanah
ini dicirikan oleh adanya horizon B spodik atau horizon akumulasi daari bahan-
bahan amorf organik dan aluminium, dengan atau tanpa besi (Mokma dan
Burmann, 1982). Oleh karena itu, kriteria horizon B spodik spodosols, sebagian
didasarkan pada jumlah C-organik, aluminium, dan besi yang dapat diekstrak oleh
pelarut tertentu dari horizon tersebut. Spodosol tersebar luas di daerah beriklim
dingin, sedang, atau beriklim basah. Penyebaran dijumpai di Rusia, Eropa bagian
seluruhnya diperkirakan 2,16 juta ha atau 1,1% dari wilayah daratan Indonesia
dan sementasi (Calvert dkk., 1980). Spodosols tersususn atas dua macam horizon
utama, yaitu horizon albik atas dan horizon spodik dibagian bawah. Horizon albik
terbentuk karena proses pencucian (elluviasi) yang intensif oleh organik sehingga
semua bahan-bahan mudah lapuk tercuci dan yang tertinggal hanyaah butir-butir
terhadap pelapukan (resisten) dan bahan-bahan lainnya yang susah larut. Horizon
21
kompleks meta- humus (chelate) dari lapisan permukaan ke lapisan yang lebih
bertekstur kasar (pasir hingga pasir berlempung) dan adanya penciri berupa
horison eluviasi atau horison E albik yang berwarna terang/pucat, dan horison
tipikal dicirikan oleh adanya empat horison utama yaitu: (i) horizon organik
permukaan yang berwarna gelap atau horison A, (ii) horison eluvial atau horison
E albik yang berwarna pucat, (iii) horison iluvial atau horizon B spodik yang
bahan-bahan amorf, dan (iv) horison C berpasir di bawahnya (Mc Keague et al.,
1983).
pertanian dan kehutanan berpotensi rendah sehingga jka ingin menjadikan lahan
fisik dan kimia- nya yaitu bertekstur kasar dengan daya meretensi hara rendah,
spodosols terbentuk di daerah beriklim dingin dan tropika basah dari bahan pasir
dataran pasir pantai, sand dune, dataran aluvial, koluvial, dataran tektonik dan
22
plateau. Di Indonesia tanah ini dijumpai dalam tiga subordo, 15 greatgrup, dan 77
subgrup. Sifat fisik penting Spodosols adalah tekstur kasar (pasir atau pasir
(rawan kekeringan), dan rendahnya meretensi hara (mudah tercuci bersama air
perkolasi). Sifat kimia tanah dicirikan oleh reaksi tanah masam, kandungan basa-
basa dapat tukar dan kejenuhan basa rendah. Hara P dan K serta cadangan mineral
sangat rendah. KTK tanah rendah dan sangat tergantung pada kandungan bahan
bukan hanya untuk 13 peningkatan produksi, akan tetapi juga harus diarahkan
pada penyehatan lingkungan dan perawatan tanah (soil care). Lahan Spodosols
yang telah dibuka perlu dimanfaatkan secara optimal dalam rangka peningkatan
kualitas tanah melalui pengelolaan tanah dan tanaman yang sesuai. Perlu kehati-
hatian dalam rangka pembukaan lahan untuk pertanian ataupun hutan tanaman
sebagai hutan konservasi atau hutan wisata (Suharta dan Yatno, 2009).
lanjut. Dalam fraksi liat (<2 μm) yang ditetapkan dengan X-ray difraktometer,
susunan mineral didominasi oleh kuarsa dan feldpars (Mc Keague dkk., 1983).
Mineral phylosilikat pada horison B dan C umumnya sangat lemah hingga tidak
ada. Hasil penelitian Prasetyo dkk., (2006) pada Arenic Alorthods menunjukkan
walaupun susunan mineral fraksi pasir didominasi oleh kuarsa dengan kandungan
mendekati 100%, dalam fraksi liat horison eluviasi masih dijumpai adanya
mineral phylosilikat seperti kaolinit, illit, dan vermikulit, sedangkan pada horison
23
iluviasi, kaolinit dijumpai dalam jumlah lebih tinggi. Perbedaan susunan tersebut
terjadi sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk tanah dan atau tingkat
tinggi plateau Toba. Jumlah persentase Al+½Fe yang diekstrak dengan NH4-
oksalat pada horizon B spodik mencapai nilai 13,01 atau >2,0, sebagai kriteria
untuk tanah yang mempunyai sifat andik atau \ mengandung bahan-bahan amorf.
Hasil serupa dikemukakan oleh Prasetyo dkk. (2006) yang mengemukakan tidak
tajamnya pola difraksi pada Spodosols Kutai Kertanagara disebabkan oleh adanya
pembakaran bahan organik atau biomassa tanpa atau dengan sedikit oksigen
organik, kelebihan dari biochar stabil selama ratusan tahun bila dicampur ke
dalam tanah dan mampu mensekuestrasi karbon dalam tanah (Lehmann, 2007).
digunakan untuk bahan bakar untuk memasak, hal tersebut serupa dengan cara
sebagai pembenah tanah, seperti halnya arang pada umumnya, biochar adalah
24
rendemen hitam dari hasil pembakaran bahan organik dengan kandungan karbon
yang tinggi, biochar dapat diproduksi dengan berbagai cara dan teknik contohnya
dengan proses pirolisis cepat atau proses pirolisis lambat dan gasifikasi. Produksi
dengan proses pirolisis cepat menghasilkan bio-oil yang dapat digunakan untuk
energi dan biochar yang dihasilkan cenderung sedikit, berbeda dengan produksi
biochar dengan proses pirolisis lambat dan gasifikasi tidak menghasilkan bio-oil,
dengan begitu biochar yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan proses
pirolisis cepat. Umumnya hasil biochar tidak melebihi 40% dari berat bahan baku,
biochar dengan drum tertutup (retort), drum terbuka, dan tungku pembakaran,
memiliki sifat dan daya benah yang lebih tinggi, melainkan juga rendemen lebih
potensi jumlah limbah pertanian dan hutan sedemikian berlimpah, antara lain dari
difungsikan sebagai soil conditioner. Di sisi lain, lahan kritis di Indonesia telah
sebenarnya penggunaan biochar sudah lama digunakan pada lahan pertanian yang
25
(2007), dalam proses pembuatan biochar kira-kira 50% dari C awal yang
dari 20% C setelah 5-10 tahun kemudian, sedangkan melalui proses pembakaran
hanya meninggalkan 3% C. karena itu sistem slash and burn yang sampai
rumah kaca, bisa ditingkatkan menjadi slash and char untuk lebih memperbanyak
Menurut Lehmaan dan Randon (2006), menyatakan bahwa manfaat slash and
char akan tinggal dalam tanah dalam jangka waktu yang lenih lama, sebaliknya
menjadi CO2 (dan gas rumah kaca lainnya) dalam beberapa bulan atau tahun
tropis.
sudah cukup meningkatkan laju pertumbuhan awal, selain itu biochar juga mampu
tanahnya, yaitu dengan meningkatnya pH, Ca2+, KTK, KB, Mg2+, P2O5, K2O
terhadap sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Berdasarkan beberapa hasil
pada tanah yang dibutuhkan oleh tanaman berupa N, P, K Ca, dan Mg, selain itu
Penggunaan biochar lebih efektif dalam meretensi hara dan membuat hara
dibandingkan dengan bahan organik lain sehingga manfaat dari biochar dalam
meretensi hara dapat berjalan lebih lama (Herman, 2018). Namun agar biochar
yang dapat memberikan hasil yang maksimal sebagai pembenah tanah perlu
adanya kombinasi dengan pupuk organik sebagai sumber penyedia unsur hara
tanaman. Kapasitas tukar kation merupakan sa-lah satu dari banyak faktor yang
terkait dalam hal kesuburan tanah dan indikator yang baik untuk mengetahui
kualitas dan produktivitas tanah. Semakin tinggi KTK tanah semakin banyak
kation-kation basa yang dapat ditahan oleh tanah, sehingga semakin besar
kemungkinan tanah akan memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi, sebaliknya
jika KTK dalam tanah rendah, maka tanah tidak dapat menahan unsur-unsur hara
dengan baik, sehingga unsur-unsur hara dengan mudah tercuci oleh air (Major et
al., 2010). Hal tersebut merupakan peran biochar sebagai pembenah tanah,
sehingga apabila diaplikasikan pada tanah maka KTK akan naik secara nyata dan
tanah. Namun peningkatan takaran biochar dari 2 ton/ha menjadi 2,5 ton/ha tidak
kation seperti Ca, K, Mg, dan silikon (Si) dapat membentuk oksida alkali atau
kapasitas menahan air, sehingga dapat mengurangi run-off dan pencucian unsur
hara. Selain itu, amandemen biochar juga dapat memperbaiki struktur, porositas,
tanah. Menurut hasil penelitian (Greber dkk., 2010) kehadiran biochar dapat
28
Menurut Santi dan Goenadi, (2012), hal ini disebabkan karena pH biochar asal
sehingga populasi bakteri dapat dipertahankan. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang akan digunakan untuk lahan produksi pertanian atau kehutanan, menurut
10 cm, selain itu biochar juga mampu mengikat kation utama, P, N-total, KTK,
dan pH. Sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanah, dengan peningkatan
direndam pupuk organic cair sebagai campuran media tanam pada tanah
dengan media tanam ang hanya menggunakan tanah spodosols. Lehmann dkk.
29
unguiculata (L.) Walp.) dan padi (Oryza sativa L.) menyimpulkan bahwa
Walau konsentrasi N daun berkurang, serapan P, K, Ca, Zn, dan Cu oleh tanaman
Ca dan Mg diperlambat.
dan kehutanan namun diaplikasikan juga sebagai media semai atau anakan,
menurut Komarayati dan Pari, (2012) pada penelitian yang berjudul “kombinasi
pemberian arang hayati dan cuka kayu terhadap pertumbuhan jabon dan sengon”
diameter jabon dan sengon. Selain itu juga dalam sektor perkebunan biochar dapat
digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit, hal ini dilakukan oleh Basri
dkk, (2016) menyimpulkan bahwa Jenis media tumbuh yang diuji mempengaruhi
pertumbuhan bibit kelapa sawit, dan berbeda menurut karakter pertumbuhan yang
diamati. Pengaruh nyata jenis media ini terhadap tinggi bibit pada umur 60, 90
dan 120 hari, jumlah daun pada bibit berumur 90 dan 120 hari, dan bobot basah
dan bobot kering pada umur 120 hari. Dari 10 jenis media tumbuh yang diuji,
ternyata media tumbuh yang sesuai untuk bibit kelapa sawit adalah campuran
Pupuk organik cair adalah pupuk yang berasal dari hewan atau tumbuhan
organik cair adalah larutan dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal
dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya
lebih dari satu unsur. Adapun beberapa jenis sampah organik yang umumnya
digunakan menjadi bahan pupuk organik cair yaitu, sampah sayur baru, sisa
sayuran basi, tetapi harus dicuci dulu peras lalu buang airnya, sisa nasi, sisa ikan,
ayam, kulit telur dan sampah buah-buahan (Sundari dkk., 2012). Proses
pembuatan pupuk cair alami memakan waktu enam bulan hingga setahun
(tergantung bahan yang digunakan). Oleh karena itulah saat ini telah banyak
materi organik, dan dapat meningkatkan kualitas produk akhir (Nuryani dkk.,
2002).
organik cair urin sapi, pada semai jabon merah, berpengaruh sangat nyata
jumlah daun, diameter batang, berat basah pucuk dan berat kering pucuk semai
jabon, hal ini diduga terjadi karena pada pemberian beberapa konsentrasi pupuk
organik cair urin sapi mampu menyediakan unsur hara esensial bagi pertumbuhan
tanaman, terutama unsur N. pemeberian pupuk dengan kadar nitrogen yang tinggi
lebih cepat mengalami pertambahan jumlah daun dan ukuran luas daun. Dari hasil
penelitian Supriyanto dkk., (2014), pengamatan tinggi pada semai jabon merah
dengan pemerian dosis pupuk organik cair urin sapi sebanyak 150 ml/1 liter air,
dicobakan. Selain itu juga pada dosis pupuk organik cair urin sapi sebanyak 150
ml/1 liter air, diameter yang diukur memberikan respon pertambahan diameter
Berikut merupakan analisis kandungan unsur hara pupuk organik cair yang
Tabel 2. 1.Analisis Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair dari Limbah
Rumah Tangga
C- N-
pH P2O5 K2O Ca Mg Fe Mn Na Zn
Organik Total
% Ppm
0,85
4,54 7,58 0,33 2,98 3,28 1,98 2,66 212 118 169
2
Sumber : Wahida dan Suryaningsih (2015).
Jabon merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki prospek tinggi untuk
kondisi tempat tumbuh, perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta relatif
bebas dari serangan hama dan penyakit yang serius. Jenis ini juga diharapkan
ketika bahan baku kayu pertukangan dari hutan alam diperkirakan akan semakin
berkurang. Hutan tanaman jabon dalam skala besar dapat dijumpai di Provinsi
32
Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah. Pada saat ini jabon juga banyak
di Jawa, jabon pada umumnya ditanam untuk menggantikan tanaman jati yang
1. Taksonomi
Marga : Rubiaceae
Submarga : Cinehonoideae
Walp., Anthocephalus
dkk., 1989).
2. Botani
Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris
serta memiliki tajuk tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas.
abu dan mulus sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun
berbentuk oval-lonjong (berukuran 15–50 cm x 8–25 cm). Daun pada pohon muda
yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian
harum, berwarna oranye atau kuning. Bunganya biseksual, terdiri dari lima
berbentuk seperti cawan. Benang sarinya ada lima, melekat pada tabung mahkota
dengan filamen pendek. Buahnya merupakan buah majemuk, berbentuk bulat dan
lunak, dengan bagian atas terdiri dari empat struktur berongga atau padat. Buah
jabon mengandung biji yang sangat kecil, berbentuk kapsul berdaging yang
berkelompok rapat bersama untuk membentuk daging buah yang berisi sekitar
8.000 biji. Biji kadang berbentuk trigonal atau tidak teratur dan tidak bersayap
3. Penyebaran
Papua Nugini, Filipina, Singapura dan Vietnam. Jabon merupakan jenis tanaman
yang disukai tidak hanya di habitat alaminya, tetapi juga di luar habitat alaminya.
Rika, Puerto Riko, Afrika Selatan, Suriname, Taiwan, Venezuela dan negara-
4. Tempat Tumbuh
34
Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah
bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang
air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon jabon terkadang
juga ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis
tanah, terutama pada tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara
Pada habitat alaminya, suhu maksimum untuk pertumbuhan jabon berkisar 32–42º
C dan suhu minimum berkisar 3–15,5º C. Jabon tidak toleran terhadap cuaca
Jabon dapat pula tumbuh pada daerah kering dengan curah hujan tahunan
khatulistiwa, jenis ini tumbuh pada ketinggian 0-1000 mdpl (Martawijaya dkk.,
1989).
Biomassa adalah total berat / massa volume organisme di dalam suatu area
sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan
dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997).
Biomassa merupakan masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk
35
pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim (Hairiah dan
Rahayu, 2007).
batang, ranting, daun, bunga dan buah (Hairiah dan Rahayu, 2007), oleh karena
terbesar di daratan, yang terdapat pada komponen pohon berupa batang, cabang,
dorongan yang kuat terhadap keperluan studi tentang biomassa hutan (Ruhiyat,
1996).
yang lain seperti kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri,
volume kayu, biomassa pohon dalam inventarisasi hutan dan studi ekologi
Penelitian dilakukan pada bulan November 2019 – Maret 2020. Dengan susunan
waktu sebagai berikut, sebagaimana tertera pada Tabel 3.1. di bawah ini.
berikut:
1. Biochar
8. Label tanaman
Faktorial (RAL Faktorial) dengan dua faktor (dosis pemberian biochar) dan
(pengayaan nutrisi dengan pupuk organik cair), selain itu juga ditambahkan 1
1. A0 = Tanpa biochar;
Untuk pengayaan nutrisi pupuk organik cair (B), dengan teknik perendaman
biochar kedalam pupuk organik cair dan kemudian diaplikasikan ke dalam media
organik cair, dan 1 perlakuan perusahaan PT Surya Hutani Jaya, mengikuti kaidah
%, Pupuk NPK 20 %
dengan nama kontrol dari perlakuan yang diberikan oleh PT. Surya Hutani Jaya,
total jumlah seluruh unit percobaan ialah banyak kombinasi perlakuan dikalikan
dengan jumlah ulangan dan jumlah unit percobaan, 7 × 3 × 28 sebanyak 588 unit.
perusahaan
2
JKT=T ijk – FK (3)
Setelah menghitung JKT kita akan menghitung Jumlah Kuadrat Perlakuan dengan
Ti ..2
JKA= – FK (4)
rB
2
T . j.
JKB= – FK (5)
rA
T ⋯2
JK ( AB)= – FK (6)
r
sebagai berikut :
Tabel 3. 3. Model Sidik Ragam Kombinasi Biochar dan Pupuk Organik Cair
Terhadap Pengukuran Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus
cadamba).
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F-Hitung F-Tabel
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
(A-1) KT(AB)KT
AB JK(AB) KT(AB) F(a,db-AB,db-G)
(B-1) G
43
AB(r-1) JK(G)
Galat Total KT(G)
ABr1 JKT
Berdasarkan tabel sidik ragam tersebut, maka disusun pengujian sebagai berikut :
Uji lanjutan yang digunakan adalah uji coba beda nyata terkecil (Least Significant
LSD=t ¿ (8)
Keterangan :
LSD : Uji beda nyata terkecil
t : Nilai tabel menurut Distribution of Probability tingkat 0,05 dan 0,01
KRG: Kuadrat Rataan Galat
r : Jumlah ulangan
44
Berikut merupakan tata letak atau posisi setiap unit percobaan di jalur
tanam.
1 5 9 13 17 21 25
2 6 10 14 18 22 26
3 7 11 15 19 23 27
4 8 12 16 20 24 28
Gambar 3. 2. Contoh Sub-Plot A0B01
1. Studi pustaka
dan akan mendukung proses penelitian. Informasi dan literatur dapat diperoleh
bahan, penyiapan alat berupa alat untuk mencincang biochar dan alat pelengkap
penelitian yang lain. Penyiapan bahan berupa biochar, lahan tanam, dan bibit
Kegiatan penyiapan alat dan bahan merupakan salah satu kegitan utama
biaya, besar kecil jumlah biaya yang digunakan tergantung dari jenis penelitian
yang dilakukan.
3. Pembuatan biochar
penuh.
b. Menutup drum dengan rapat menggunakan klem yang ada diseluruh lingkaran
drum.
c. Menyalakan api pada pipa yang ada dibawah drum pembakaran pastikan pipa
d. Apabila keluar api dari lubang-lubang pipa yang terhubung dengan drum
pembakaran, maka padamkan api yang terhubung dengan tabung gas dengan
waktu yang di tentukan atau hingga potongan kayu telah menjadi biochar.
f. Apabila pembakaran sudah selesai, buka klem penutup drum dan keluarkan
a. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan Pupuk Organik Cair berupa
Limbah Sayuran Yang telah dicacah atau dirajang. Fungsi pencacahan atau
goni;
c. Siapkan gula merah yang sudah dirajang halus kemudian dicairkan yang
Organik Cair;
d. Limbah sayuran dalam karung goni dimaksukkan kedalam drum yang telah
disediakan;
e. Tambahkan air, EM4, dan gula merah kedalam drum dengan takaran masing-
hingga merata;
g. Pastikan karung goni terendam oleh larutan dan tutup hingga rapat drum;
h. Pupuk Organik Cair selesai dibuat dan setelah 21 hari Pupuk Organik Cair
dapat digunakan.
Penyiapan lahan tanam pada penelitian ini berupa lahan yang berukuran 250
a. Lahan tanam tersebut dibagi menjadi tiga bagian plot, masing-masing bagian
plot berukuran 250 m × 12 m dengan jarak antar bagian 1 meter, berikut layout
dengan begitu jumlah tanaman setiap sub-plot berisi 28 bibit, adapun tata letak
perlakuan yang diberi pada setiap lubang tanam, dengan biochar yang telah
organik cair;
menggunkan pupuk organik cair, lalu biochar yang telah dimasukkan kedalam
g. Setelah 24 jam biochar yang telah direndam dikeluarkan dan didiamkan hingga
pupuk organik cair tidak lagi mengalir atau merembes dari dalam karung dan
kedalam setiap lubang tanam, sesuai dengan takaran dosis biochar yang telah
ditentukan. Begitu juga pada biochar yang tidak mengalami perendaman juga
Bibit jabon yang telah disiapkan di bawa ke area yang telah ditentukan
d. Ditutup kembali lubang dengan tanah yang telah dicampur biochar sesuai
kemudian padatkan.
Selain itu untuk mengetahui berapa volume lubang tanam dan juga volume
berikut. Tanah yang di angkat pada saat menggali lubang tanam kedalaman 30 cm
dengan diameter 45 cm jika dirubah ke satuan liter maka tanah yang di angkat
adalah :
30 cm × 30 cm × 45 cm = 47688 cm3
Jadi volume lubang tanam adalah 47.68 liter., maka pemberian biochar
B0 : 47.68 Lt x 0% = 0 liter
diameter dan biomassa tegakan) dilakukan dalam 15 hari sekali untuk mengontrol
b. Pengontrolan bibit jabon dari serangan hama dan penyakit dilakukan beriringan
a. Persentase Hidup
yang kita dapatkan dari jumlah individu tanaman hidup (Sutisno dan Sugama,
52
1999) yang terdiri atas, sangat baik > 75%, baik 50% - 75%, Sedang 36% - 49%,
Gagal < 35%. Selain menghitung persen hidup tanaman, sangat perlu untuk
pertambahan diameter.
b. Pengukuran Tinggi
c. Pengukuran Diameter
d. Biomassa Tanaman
pohon berdasarkan organnya yaitu akar, batang, cabang, dan daun dengan 3
53
kemudian diambil sampel pada setiap organ untuk dikering ovenkan dan
berdasarkan rasio berat kering dan berat basahnya. Biomassa untuk tiap organ
dimana BOP adalah biomassa organ pohon yang meliputi batang, cabang,
daun dan akar dalam satuan gram. BOP merupakan hasil dari perbandingan BKS
(berat kering sampel tiap organ) dengan BBS (berat basah sampel tiap organ)
kemudian dikonversi dengan BBT (berat basah total tiap organ pohon). Kemudian
biomassa total dihitung dan dikonversi kerapatan tegakan per hektarnya, maka
diambil dari diameter yang terkecil, diameter sedang, dan diameter yang terbesar.
1. Komponen batang
Batang pohon diambil dari ujung pangkal bawah hingga ujung pangkal atas,
mendapatkan berat basah dari batang pohon yang bersangkutan (BBB). Biomassa
contoh komponen batang setebal 5 cm pada pangkal, tengah dan ujung batang,
yaitu pada posisi 20%, 50% dan 80% panjang batang dari pangkal batang. Ketiga
54
contoh komponen batang ini kemudian dikuliti dan ditimbang untuk mendapatkan
berat basah kayu dan kulit contoh komponen batang (BBCBkayu) dan
beratnya konstan untuk mendapatkan biomassa kayu dan kulit contoh komponen
komponen kayu dan kulit batang ini dihaluskan hingga melewati saringan 60
mendapatkan berat basah cabang dan ranting (BBC dan BBR). Dalam penelitian
Contoh komponen cabang dan ranting ditarik mengikuti prosedur penarikan contoh
batang.
3. Komponen daun,
basah daun dari contoh pohon yang bersangkutan (BBD). Kemudian sejumlah
komponen daun ditarik sedemikian rupa sehingga mewakili daun dari pohon yang
bersangkutan (BKCD).
4. Komponen Akar
basah akar dari contoh pohon yang bersangkutan (BBA). Kemudian sejumlah
komponen akar ditarik sedemikian rupa sehingga mewakili akar dari pohon yang
bersangkutan (BKCA).
56
Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) PT. Surya Hutani
Jaya yang terletak di wilayah kerja distrik Sebulu, Kecamatan Sebulu, Kabupaten
antara 00o32’ Lintang Utara sampai 00o17’ Lintang Selatan dan 116o67 sampai
2. Kondisi Iklim
Data iklim yang digunakan pada areal penelitian diperoleh dari Badan
Klasifikasi Iklim (SKI) Schmidt dan Ferguson (1951) diketahui bahwa di areal
mm dan temperatur bulanan rata-rata 28.64 oC. Berdasarkan data curah hujan dan
Hutani Jaya distrik Sebulu dengan 2 faktor yang dikombinasikan yaitu persentase
biochar (A) dan lama perendaman (B). Dan 1 perlakuan perusahaan PT. Surya
Hutani Jaya yang berkomposisi Pupuk Kompos, Pupuk Zincof, Dolomit, Pupuk
pengayaan pupuk organik cair, menunjukkan bahwa persen hidup tertinggi pada
pupuk organik cair dengan nilai 84,52%, hal ini menunjukkan bahwa persen hidup
pada kedua perlakuan memiliki tingkat keberhasilan tumbuh sangat baik (Sutisno
dan Sugama, 1999; Kiswanto, 2008). Persen hidup terendah adalah konsentrasi
konsentrasi biochar 0% dengan dan tanpa pengayaan pupuk organik cair (A0B0 &
A0B1) dengan nilai 65,48%, tingkat keberhasilan tumbuh baik (Sutisno dan
Sugama, 1999; Kiswanto, 2008). Pada perlakuan kontrol PT. Surya Hutani Jaya
nilai persen hidup berada pada nilai 71,43% dengan tingkat keberhasilan tumbuh
baik (Sutisno dan Sugama, 1999; Kiswanto, 2008). Menurut Saidillah (2019)
pada penelitiannya pada tanaman jabon pada tingkat semai perlakuan kombinasi
Tinggi Tanaman
500.00 472.23
450.00 423.11
Petumbuhan Tinggi (cm)
400.00 378.87
354.32
350.00
300.00
250.00 230.56 232.26
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
A0 A1 A2
B0 B1
cadamba) meningkat dari awal setelah ditanam hingga pada pengukuran akhir (12
bulan setelah penanaman) hal ini sejalan dengan umur tanaman. Perbedaan antara
tinggi tanaman yang diberi perlakuan biochar dengan tinggi tanaman pada media
pertambahan umur tanaman. Pada gambar 4.1 pertumbuhan tinggi tanaman jabon
dengan perlakuan tanpa biochar pada kondisi tanpa pengayaan pupuk organik cair
(A0B0) dan tanpa biochar pada kondisi dengan pengayaan pupuk organik cair
(A0B1) nilai rataan pertumbuhan tinggi sebesar 230,56 cm, dan 232,26 cm. Pada
perlakuan biochar 2% dan tanpa pengayaan pupuk organik cair (A 1B0) nilai rataan
pertumbuhan tinggi sebesar 354,32 cm, pada persentase jumlah pemberian biochar
61
yang sama dengan biochar 2% dengan pengayaan pupuk organik cair (A1B1)
dengan nilai rataan pertumbuhan tinggi sebesar 378,87 cm. pada perlakuan
biochar 5% tanpa pengayaan pupuk organik cair (A 2B0) nilai rataan pertumbuhan
tinggi sebesar 423,11 cm, pada jumlah perlakuan persentase yang sama yaitu
biochar 5% dengan pengayaan pupuk organik cair (A 2B1) dengan nilai rataan
perlakuan A0B0 dengan nilai 230,56 cm, dan nilai pertambahan tinggi tanaman
jabon yang tertinggi adalah perlakuan A2B1 dengan nilai 472,23 cm. hal ini
pada tanaman jabon yang ditanam pada jenis tanah spodosols memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman jabon. Pada prinsip dasarnya hal ini sejalan
perendaman pada penelitian ini maka dilakukan analisis sidik ragam pertumbuhan
tinggi jabon, berikut hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tinggi jabon pada
Tabel 4.1.
tanaman jabon, kemudian hasil uji keragaman untuk perlakuan dengan dan tanpa
begitu perlu diuji lanjutan dengan uji LSD (beda nyata terkecil), berikut hasil dari
uji LSD (beda nyata terkecil) pemberian biochar dengan pengayaan nutrisi
pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada Tabel 4.2. dan Tabel 4.3.
Hasil uji LSD (beda nyata terkecil) menunjukkan bahwa semua perlakuan
berbeda nyata antara control A0. Pada akhirnya pengaruh yang diberikan bersifat
positif karena nilai pertumbuhan tinggi semua perlakuan lebih tinggi apabila
pada perlakuan A2 dengan nilai tinggi pertumbuhan sebesar 447,67 cm, menurut
sebagai bahan pembenah tanah yang diperkaya oleh nutrisi dapat memberikan
Diameter Tanaman
9.00
7.94
Pertumuhan Diameter (cm)
8.00 7.63
6.94 7.09
7.00
6.00 5.12
5.00 4.67
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A0 A1 A2
B0 B1
cadamba) meningkat dari awal setelah ditanam hingga pada pengukuran akhir (12
bulan setelah penanaman) hal ini sejalan dengan umur tanaman. Perbedaan antara
diameter tanaman yang diberi perlakuan biochar dengan diameter tanaman pada
media tanah spodosols tanpa biochar juga mengalami peningkatan seiring dengan
jabon dengan perlakuan tanpa biochar dan tanpa pengayaan pupuk organik cair
(A0B0) dan tanpa biochar dengan pengayaan pupuk organik cair (A0B1) nilai rataan
pertumbuhan diameter sebesar 4,67 cm, dan 5,12 cm. Pada perlakuan biochar 2%
dan tanpa pengayaan pupuk organik cair (A1B0) nilai rataan pertumbuhan diameter
sebesar 6,94 cm, pada persentase jumlah pemberian biochar yang sama dengan
biochar 2% dengan pengayaan pupuk organik cair (A 1B1) dengan nilai rataan
64
pengayaan pupuk organik cair (A2B0) nilai rataan pertumbuhan diameter sebesar
7,63 cm, pada jumlah perlakuan persentase yang sama yaitu biochar 5% dengan
pengayaan pupuk organik cair (A2B1) dengan nilai rataan pertumbuhan diameter
perlakuan A0B0 dengan nilai 4,67 cm, dan nilai pertambahan tanaman jabon yang
tertinggi adalah perlakuan A2B1 dengan nilai 7,94 cm. hal ini membuktikan bahwa
pemberian biochar dengan pengayaan pupuk organik cair pada tanaman jabon
pertumbuhan tanaman jabon. Pada prinsip dasarnya hal ini sejalan dengan
penelitian ini maka dilakukan analisis sidik ragam pertumbuhan diameter jabon,
berikut hasil analisis sidik ragam pertumbuhan diameter jabon pada Tabel 4.6.
diameter tanaman jabon, kemudian hasil uji keragaman untuk perlakuan dengan
dan tanpa pengayaan pupuk organik cair juga memberikan pengaruh yang sangat
signifikan. Dengan begitu perlu diuji lanjutan dengan uji LSD (beda nyata
terkecil), berikut hasil dari uji LSD (beda nyata terkecil) pemberian biochar
organik cair terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon pada Tabel 4.7. dan
Tabel 4.8.
Hasil uji LSD (beda nyata terkecil) menunjukkan bahwa semua perlakuan
berbeda nyata antara control A0. Pada akhirnya pengaruh yang diberikan bersifat
positif karena nilai pertumbuhan diameter semua perlakuan lebih tinggi apabila
sebagai bahan pembenah tanah yang diperkaya oleh nutrisi dapat memberikan
450.0 423.1
400.0 378.9
354.3 344.3
350.0
300.0
250.0 230.6 232.3
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
A0B0 A1B0 A2B0 A0B1 A1B1 A2B1 KONTROL
Perlakuan
A0B1 dengan nilai 232,2 cm, namun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan A1B0 dengan nilai 354,3 cm. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
pengaruh antar perlakuan pada penelitian ini maka dilakukan analisis sidik ragam
hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tinggi jabon pada Tabel 4.4.
67
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa antar perlakuan tanaman jabon
perlu diuji lanjutan dengan uji LSD (beda nyata terkecil), berikut hasil dari uji
LSD (beda nyata terkecil) untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan terhadap
Tabel 4.6 Hasil Pengujian LSD Antar Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Tinggi
Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)
Perlakuan Nilai tinggi (cm) Notasi
A0B0 230,6 a
A0B1 232,3 a
A1B0 354,3 b
A1B1 378,9 bc
A2B0 423,1 c
A2B1 472,2 d
Kontrol 344,3 b
Nilai LSD 35,2
Keterangan : A =Persentase Biochar (A0=Tanpa Biochar, A1=Biochar 2%, A2=Biochar 5%),
B = Dengan Dan Tanpa Pengayaan Pupuk Organik Cair (B0=Tanpa
Perendaman, B1=Dengan Perendaman), Kontrol =Perlakuan Perusahaan PT
Surya Hutani Jaya.
Pada tabel 4.5 hasil Uji Beda Nyata Terkecil (LSD) antar perlakuan
perlakuan kontrol memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap antar
perlakuan lainnya, perlakuan perusahaan memiliki nilai tinggi sebesar 344,3 cm.
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tinggi perlakuan A0B1 dengan nilai 232,2
68
cm, namun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A1B0 dengan nilai
354,3 cm.
7.00 6.54
6.00 5.12
5.00 4.67
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A0B0 A0B1 A1B0 A1B1 A2B0 A2B1 KONTROL
Perlakuan
A0B1 dengan nilai 5,12 cm, namun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan A1B0 dengan nilai 6,94 cm. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
pengaruh antar perlakuan pada penelitian ini maka dilakukan analisis sidik ragam
berikut hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Antar 138,715*
6 27,485 4,581 2,847725996 4,45582
Perlakuan *
Galat 14 0,462 0,33
Total 20 27,948
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa antar perlakuan tanaman jabon
maka perlu diuji lanjutan dengan uji LSD (beda nyata terkecil), berikut hasil dari
uji LSD (beda nyata terkecil) untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan
Pada tabel 4.10 hasil Uji Beda Nyata Terkecil (LSD) antar perlakuan
perlakuan perusahaan memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap antar
perlakuan lainnya, perlakuan perusahaan memiliki nilai diameter sebesar 6,54 cm.
5,12 cm, namun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A1B0 dengan
nilai 6,94 cm, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perusahaan lebih baik
biomassa tiap komponen pohon yang merupakan gambaran total material organik
daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu, 2007). Dalam
penelitian ini, perhitungan biomassa meliputi komponen pohon yang masih hijau
Tabel 4.9 Kandungan Biomassa Tiap Komponen Pohon dan Potensi Biomassa
Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)
Kandungan Biomassa per Komponen Pohon
Potensi
(kg)
Perlakuan N/ha Biomassa
Akar Batang Daun Jumlah (ton/ha)
A0B0 0,34 0,42 0,42 1,19 1008 1,20
A0B1 0,71 0,88 0,88 2,46 1008 2,48
A1B0 1,17 1,15 1,15 3,48 1008 3,51
A1B1 1,20 1,23 1,23 3,66 1008 3,69
A2B0 1,59 1,62 1,62 4,84 1008 4,88
A2B1 1,69 2,55 2,55 6,79 1008 6,85
Perl. Perusahaan 0,73 0,60 0,60 1,93 1008 1,94
Rata-rata 1,06 1,21 1,21 3,48 1008 3,51
Dari Tabel 4.11 dapat diketahui potensi biomassa tanaman jabon
1,20 ton/ha - 6,85 ton/ha, dengan rata-rata 3,51 ton/ha. Kandungan biomassa
tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 dengan jumlah total 6,79 kg dengan
potensi biomassa sebesar 6,8 ton/ha dan kandungan biomassa terendah tedapat
pada perlakuan A0B0 sebesar 1,19 kg dengan potensi biomassa sebesar 1,20
ton/ha, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Basuki, Dkk (2011)
71
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai studi kandungan unsur hara
(Anthocephalus cadamba).
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, L., Mindawati, N., Kosasih, A. S., & Darwo. (2013). Evaluasi
pertumbuhan awal jabon (Neolamarckia cadamba Roxb at Private Forest ).
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 10(3), 119–128.
Addo-danso, S. D., Prescott, C. E., & Smith, A. R. (2015). Forest Ecology and
Management Methods for estimating root biomass and production in forest
and woodland ecosystem carbon studies : A review. FOREST ECOLOGY
AND MANAGEMENT. https://doi.org/10.1016/j.foreco.2015.08.015
Chrom, B.-, Dyst, B.-, Eut, B.-, Cam, B.-F., Cam, B.-G., Vert, B.-, Nas, E.-R.,
Chernozems, C.-, & Stosols, O.-H. I. (2007). Digit al Soil Map of t he World.
2007.
Dilday, R. H., Lin, J., & Yan, W. (1994). Identification of allelopathy in the usda-
ars rice germplasm collection. Australian Journal of Experimental
Agriculture, 34(7), 907–910. https://doi.org/10.1071/EA9940907
Kenzo, T., Himmapan, W., Yoneda, R., & Tedsorn, N. (2020). Forest Ecology
and Management General estimation models for above- and below-ground
biomass of teak ( Tectona grandis ) plantations in Thailand. Forest Ecology
and Management, 457(August 2019), 117701.
https://doi.org/10.1016/j.foreco.2019.117701
Major, J., Rondon, M., Molina, D., Riha, S. J., & Lehmann, J. (2010). Maize yield
and nutrition during 4 years after biochar application to a Colombian savanna
oxisol. Department of Crop and Soils Sciences, Cornell University, Ithaca,
NY 14853,USA, 333(1), 117–128. https://doi.org/10.1007/s11104-010-0327-0
Muhajir, Muslimin, & Umar, H. (2015). Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis
L.f) pada Perbandingan Media Tanah dan Pupuk Organik Limbah Kulit
Kakao. Jurnal Warta Rimba, 3(2), 80–87.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/view/6353
Nelson, N. O., Agudelo, S. C., Yuan, W., & Gan, J. (2011). Nitrogen and
phosphorus availability in biochar-amended soils. Department of Agronomy,
Kansas States University, Manhattan, KS 66506, 176(5), 218–226.
https://doi.org/10.1097/SS.0b013e3182171eac
Suharta, N., & Yatno, E. (2009). Karakteristik spodosols, kendala dan potensi
penggunaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan, 3(1), 1–14.
Syahrinudin, Wijaya, A., Butarbutar, T., & Hartati, W. (2018). Biochar Yang
Diproduksi Dengan Tungku Drum Tertutup Retort. Jurnal Hutan Tropis
Ulin, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, 2(1), 49–
58.
Syarovy, M., Ginting, E. N., Wiratmoko, D., & Santoso, H. (1970). Optimalisasi
Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit Di Tanah Spodosol. Jurnal Pertanian
75
Tomasz, G., Palmowska, J., Zaleski, T., & Gondek, K. (2016). Geoderma Effect
of biochar application on soil hydrological properties and physical quality
of sandy soil. 281, 11–20. https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2016.06.028
Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I. F., Anshori, S., & Ogawa, M. (2006).
Effects of the application of charred bark of Acacia mangium on the yield of
maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in South Sumatra,
Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 52(4), 489–495.
https://doi.org/10.1111/j.1747-0765.2006.00065.x
Zhang, C., Liu, L., Zhao, M., Rong, H., & Xu, Y. (2018). The environmental
characteristics and applications of biochar.
76
77
LAMPIRAN
2011 27,05 26,85 27,08 27,42 27,52 27,46 26,94 27,73 27,3 27,29 27,7 27,17
2012 27,04 27,33 27,64 27,35 27,69 27,28 27,03 27,26 27,92 27,87 27,61 27,77
2014 27,27 27,67 27,73 27,9 27,69 27,46 27,85 27,1 27,96 28,51 27,69 27,49
2015 26,99 27,02 27,49 27,88 27,86 27,48 27,56 28,06 28,55 28,9 28,4 28,61
2016 28,76 29,06 28,99 29,01 28,76 27,62 27,76 27,92 27,42 27,58 27,67 27,51
2017 27,4 27,91 27,62 27,28 27,68 27,4 27,75 27,25 27,73 28,32 28,14 28,04
2018 27,48 27,58 27,91 27,78 27,91 27,81 27,87 28,01 28,13 27,84 27,9 28,24
2019 27,77 28,47 28,4 28,56 28,28 27,67 27,75 27,9 28,5 27,99 28,15 27,81
RATA-
27,16 25,55 27,56 27,51 26,48 27,10 26,04 27,09 25,43 25,59 23,57 24,58
RATA
Keterangan : (-) tidak ada data
2000 163,1 267,2 275,8 147,5 249,4 279,4 116,2 101 0 0 0 168,7
2001 158,4 0 288,3 157,5 220,1 109,7 86,7 26,4 167,7 134,1 0 112,1
2002 169,4 63,6 284,4 0 130 165,3 77,4 32,7 73,5 138,1 101,7 181,9
2003 250,1 157,9 417,3 135,7 0 0 0 95,6 0 0 0 0
2004 339,7 224,3 401,6 384,8 367,6 55,4 100,1 0 171,7 2,1 280,9 245,6
145,
2005 200,7 83,9 215,4 345,3 199,4 98,6 271 94,1 345,6 284,4 347,9
4
2006 212,8 207,4 234 148,1 220,7 180,8 13,1 97,5 109 69,6 138,5 110
133,
2007 306,8 220,4 260,3 339,7 112,3 213,4 278,5 208,3 181,4 188,7 141,2
5
147,
2008 207,6 194,4 206,7 259,4 50,9 205,2 268,6 153,4 215,4 501,2 349,7
7
123,
2009 166,1 58,9 283,9 314,8 186,5 42,9 157,8 98,5 232,3 201,6 205
5
2010 176,7 157,2 150,9 222 210,3 340,4 258,3 164 230,6 235,9 206,8 224
124,
2011 261,9 173,2 233,9 331,6 287,4 95,2 238,1 131,9 218,4 196,7 244,3
2
2012 326,9 213,6 258,1 370,5 152 171,1 138,6 140 109,9 116,6 293,4 220,3
2014 257,2 197,2 315,2 126,1 277,2 169,1 83,5 81,3 53 97 307,1 467,5
2015 346,3 146,6 198,8 380,3 229,2 258,3 154,5 57,6 0 76,5 70,4 198,4
101,
2016 157,8 102,8 117,5 382,7 243,7 157,8 170,8 266,8 184,9 292,4 355,6
1
237,
2017 162,5 140,8 88,1 341,6 310,8 315,3 164 106,5 151,6 219,8 222,3
4
2018 217,7 97,8 155,5 182,1 508,4 198,4 125,2 50,7 127,4 152,9 126,9 58,6
2019 107,1 20,1 198,6 142,7 198,7 264,6 52,7 63,4 47,5 197,4 131,5 401,7
RATA- 110,
206,4 152,4 209,8 222,0 225,2 183,8 137,1 120,5 148,8 175,8 209,6
RATA 6
Keterangan : (0) tidak ada hujan
80
81
Lampiran 5. Peta Area Studi PT Surya Hutani Jaya, Kecamatan Sebulu, Kabupaten
Kutai Kertanegara Kalimantan Timur