Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EKONOMI AGROINDUSTRI

PELUANG AGROINDUSTRI KOMODITAS KEDELAI

OLEH:

INDRA SUKMA WIJAYA

1804010065

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat
digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai
adalah salah satu tanaman jenis polong-polongan yang menjadi bahan
dasar makanan seperti kecap, tahu dan tempe. Ditinjau dari segi harga,
kedelai merupakan sumber protein nabati yang murah. Kedelai merupakan
sumber gizi yang baik bagi manusia. Kedelai utuh mengandung 35%
sampai 38% protein tertinggi dari kacang-kacangan lainnya. Sebagian
besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari kacang kedelai, salah
satu produk olahan kedelai adalah tempe (Adisarwanto, 2005).
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi
kedelai Indonesia dalam bentuk tempe, 40% dalam bentuk tahu dan 10%
dalam bentuk produk lain, seperti tauco, kembang tahu, oncom dan kecap.
Konsumsi tempe rata-rata pertahun di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg
(Astawan, 2005).
Terkait dengan produk tempe, ada salah satu wilayah di Indonesia
yang identik dengan produk olahan tempe dan usaha agroindustri tempe,
yaitu Banyumas dan beberapa kabupaten di sekitarnya. Masyarakat
Banyumas dan sekitarnya memiliki satu produk olahan tempe yang
menjadi ciri khas tersendiri, yaitu Mendoan. Olahan dari tempe tipis yang
dibubuhi tepung dan digoreng tidak sampai kering (dalam bahasa setempat
disebut mendo), merupakan makanan khas dari Banyumas dan sekitarnya,
bahkan telah menjadi identitas tersendiri khususnya bagi masyarakat
Banyumas.
Produk tempe ataupun produk olahannya merupakan salah satu
produk pangan favorit di Banyumas. Tempe digemari hampir setiap
anggota masyarakat di sini tanpa mengenal batasan apapun, baik itu usia,
strata sosial, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Hidangan tempe pun
bisa dijumpai dimanapun mulai dari kantin sekolah hingga hotel sekalipun,
dan kapanpun tanpa mengenal musim. Hal ini menjadikan peluang usaha
industri pembuatan (pengrajin) maupun pengolahan tempe menjadi sangat
besar dan menjanjikan bagi masyarakat di Banyumas dan sekitarnya. Hal
inilah yang kemudian mendorong sebagian anggota masyarakat di
Banyumas untuk memanfaatkan peluang tersebut. Mereka menjadi
pengusaha atau pengrajin tempe untuk memenuhi kebutuhan yang besar,
jumlah produksi mereka pun terbilang besar. Sebuah berita dari Kompas
menyebutkan, “Jumlah produksi tempe kedelai di Banyumas mencapai 16
ribu ton dalam tahun. Tingginya konsumsi tempe, menciptakan peluang
usaha bagi produsen tempe." (Prawoto dan Agus, 2014)
Industri tempe merupakan industri yang terkait langsung dengan
komoditi kedelai karena bahan baku utamanya berupa kedelai. Selain
memiliki prospek pasar yang cukup baik akibat tingginya tingkat
permintaan, keberadaan industri tempe juga memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap diversifikasi konsumsi, dan meningkatkan daya
tahan kedelai. Peranan lain yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan
nilai tambah, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan devisa serta
menyerap tenaga kerja (Sondang, 2008).
Keunggulan aktivitas pengolahan kedelai menjadi produk olahan
penting untuk diperhatikan terkait dengan kondisi bahan baku yang
didominasi impor. Kedelai tersebut sebagian besar digunakan oleh industri
pengolahan, sebanyak 50% dari konsumsi kedelai diolah menjadi tempe,
40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain seperti tauco, kecap, dan
lain- lain. Tempe digemari oleh masyarakat karena kandungan gizinya
yang tinggi serta harganya yang relatif murah. Setiadi (2012) menuturkan,
Indonesia sendiri sudah dikenal menjadi produsen tempe terbesar di Asia.
Selain itu Indonesia adalah negara pengonsumsi tempe terbesar di dunia,
terbukti dengan jumlah konsumsi 2,4 juta ton per tahunnya. 
Kadar gizi tempe mampu bersaing dengan sumber protein yang
berasal dari bahan makanan lain, seperti daging, telur dan ikan. Tempe
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi protein didalam tubuh. Tempe
mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein,
lemak, karbohidrat, dan mineral. Seratus (100) gram tempe kedelai murni
2
mengandung 18,3 gram bahkan bisa mencapai 21 gram protein dan
menyumbangkan protein sebanyak 57,19 % untuk anak balita dan 30,5 %
pada ibu hamil (AKG). Kadar protein daging sapi 18,8 gram, daging
kerbau
18,7 gram, ayam 18,2 gram, dan daging domba 17,1 gram. Keunggulan
tempe yang menarik adalah kalori yang relatif rendah, yaitu 149 kkal per
100 g sehingga tempe dapat digunakan untuk diet rendah kalori (Auliana,
2003).

B. Tinjauan Pustaka
1. Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian
sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa
untuk kegiatan tersebut. Menurut Soetriono (2006), agroindustri
diartikan sebagai semua kegiatan industri yang erat dengan kegiatan
pertanian. Agroindustri mencakup beberapa kegiatan antara lain
sebagai berikut:
a. Industri pengolahan hasil pertanian dalam bentuk setengah jadi dan
produk akhir seperti industri kelapa sawit, industri pengolahan
karet, industri pengalengan ikan, dan sebagainya.
b. Industri penanganan hasil pertanian segera, seperti industri
pembekuan ikan, industri penanganan buah segar, dan sebagainya.
c. Industri pengadaan sarana produk pertanian seperti pupuk,
pestisida, dan bibit.
d. Industri pengadaan alat-alat pertanian dan agroindustri lainya,
seperti traktor pertanian, industri perontok, industri mesin
pengolahan kelapa sawit, dan sebagainya.
Perkembangan agroindustri diarahkan agar dapat tercipta
keterlibatan yang erat antara sektor pertanian dan sektor industri yang
dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi, khususnya di pedesaan.
2. Kedelai
Tanaman Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang
memiliki beberapa nama botani yaitu Glycine max (kedelai kuning)
dan Glycine soja (kedelai hitam) (Adisarwanto, 2013). Kedelai
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae,
Divisio : Spermatophyte,
Subdivision : Angiospermae,
Class : Dicotyledoneae,
Ordo : Polypetalis,
Family : Leguminosae,
Subfamily : Papiliotoideae,
Genus : Glycine max (L.) Merrill
(Sharma, 1993).
Bentuk daun kedelai umumnya berbentuk bulat (oval) dan
ujungnya tumpul serta permukaan daun berbulu. Daun kedelai
merupakan tanaman majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun
dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuningkuningan,
pada saat sudah tua daun-daunnya akan rontok (Andrianto dan Indarto,
2004). Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang
tumbuh tegak dengan tinggi batang antara 30 - 100 cm dan setiap
batang membentuk 3 - 6 cabang. Kedelai dapat tumbuh dengan cepat
dan dapat mencapai masa panen pada umur 10 minggu setelah
penanaman (Adisarwanto, 2013). Tanaman kedelai merupakan
tanaman dengan golongan euhalofit yaitu tanaman leguminosa yang
dapat tumbuh dengan kondisi tanah salin. Kedelai sendiri merupakan
tanaman yang mudah dikembangkan karena pemeliharaan yang cepat
dan juga berkualitas, oleh karenanya kedelai digunakan sebagai salah
satu bahan 4 pangan dengan hasil olahan yang dapat dimanfaatkan
manusia pada bagian bijinya ataupun oleh hewan ternak pada bagian
daun dan batang kedelai. Kedelai mempunyai kandungan nutrisi
didalamnya yang kaya akan kandungan protein biji kedelai 41,5%
(Hartadi et al., 1993).
Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu
tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C, bila
kedelai tumbuh pada suhu yang rendah kurang dari 15°C maka proses
perkecambahan menjadi sangat lambat dapat mencapai 2 minggu. Hal
ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban
tanah tinggi, akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat
menyebabkan banyaknya biji yang mati (Adisarwanto, 2013).
3. Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal di
Indonesia, yang dibuat dengan cara fermentasi atau peragian.
Pembuatannya merupakan hasil industri rakyat. Tempe diminati oleh
masyarakat, selain harganya murah, juga memiliki kandungan protein
nabati yang tinggi. Menurut Tarwatjo (1998), setiap 100 g tempe
mengandung 10-20 g senyawa protein, 4 g senyawa lemak, vitamin
B12 dan 129 mg zat kalsium, tetapi tidak mengandung serat.
Tempe merupakan hasil proses fermentasi yang dengan waktu 36-
48 jam. Pada waktu tersebut, tempe siap untuk dipasarkan. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur
lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama menyebabkan
terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas,
pertumbuhan jamur juga menurun, dan menyebabkan degradasi protein
lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan
mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak,
tetapi dapat digunakan sebagai campuran bumbu pada masakan
(Kasmidjo, 1990).
Tempe segar adalah tempe yang berwarna putih dengan jamur
yang banyak dan tebal. Sebenarnya tempe yang mengandung banyak
spora adalah tempe yang tua (hampir busuk), namun kondisinya tidak
memungkinkan untuk dikeringkan dan disimpan. Tempe segar tidak
dapat disimpan lama karena paling lama kuat disimpan 2x24 jam,
lewat masa itu kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh
bakteri atau mikroba perombak protein akibatnya tempe cepat busuk
(Sarwono, 2005).

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peluang agroindustri komoditas kedelai sebagai komoditas
unggulan di Banyumas?
2. Bagaimana perspektif agroindustri tempe sebagai pemanfaatan
komoditas unggulan di Banyumas?
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui peluang agroindustri komoditas kedelai sebagai
komoditas unggulan di Banyumas.
2. Untuk mengetahui perspektif agroindustri tempe sebagai pemanfaatan
komoditas unggulan Banyumas.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Peluang Agroindustri Komoditas Kedelai Sebagai Komoditas


Unggulan di Banyumas
Komoditas kedelai merupakan komoditas yg populer menjadi
produsen protein botani yg baik buat tubuh. Komoditas ini selalu diminati
sang khalayak umum. Olahan berbahan baku kedelai sebagai galat satu
olahan kuliner yang banyak disukai. Bahan baku komoditas kedelai bisa
diolah sebagai beberapa olahan misalnya susu kedelai, camilan, tahu,
tempe, & sebagainya.
Saat ini kedelai sebagai produk komoditas dagang yang
pasokannya kurang pada Indonesia sehingga perlu melakukan impor buat
mencukupi kebutuhan kedelai. Dengan tingginya aktivitas impor kedelai
menciptakan peluang bisnis agroindustri kedelai menjanjikan.
Agroindustri kedelai ini bisa mendatangkan laba setiap bulannya.
Kebutuhan akan kedelai yang tinggi mampu dimanfaatkan agar bisa
memenuhi kebutuhan para konsumen. Saat ini luas lahan pada Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah, yang berpotensi buat budi daya flora kedelai
mencapai 10.000 hektar
Agroindustri kedelai ini mempunyai banyak kelebihan yang akan
menaikkan kesejahteraan. Mengingat kebutuhan komoditas kedelai yang
sangat tinggi di Indonesia hingga pemerintah melakukan impor
berdasarkan negara lain. Sehingga bisa dikatakan apabila bisnis
agroindustri kedelai memiliki prospek ekonomi strategis. Keuntungan
akan dihasilkan secara gampang bagi pelaku agroindustri kedelai.
Komoditas kedelai ini mempunyai beberapa keunggulan
berdasarkan komoditas lainnya. Pada sisi pemasaran, para petani kedelai
melakukan pemasaran output panen melalui koperasi pada daerah
setempat. Petani juga menjual output panen pada tengkulak dan
meneruskan ke pedagang besar dan lalu didistribusikan ke industri yang
membutuhkan kedelai. Bagi pemula atau petani mini bisa memberikan
kedelai ini pada pelaku bisnis tempat tinggal tangga atau home industry
yg memasak bahan kedelai. Permintaan pasar berdasarkan kedelai yang
relatif tinggi menciptakan pemasaran berdasarkan kedelai sangat mudah.
Harga jual kedelai pun relatif stabil sebagai akibatnya menguntungkan
aneka pihak.
Keunggulan lainnya merupakan peningkatan konsumsi kedelai
nasional yg dimuat oleh Kementerian Pertanian (KEMENTAN) dalam
tahun 2016 yang menyatakan bahwa konsumsi kedelai nasional terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya, dalam tahun 2015 total konsumsi
kedelai nasional sebanyak 1.563.827,04 ton dan mengalami peningkatan
dalam tahun 2016 menjadi sebanyak 2.486.775,94 ton, berdasarkan data
tadi konsumsi kedelai tahun 2015 – 2016 sudah mengalami peningkatan
sebanyak 59%.

2. Perspektif Agroindustri Tempe Sebagai Pemanfaatan Komoditas


Unggulan di Banyumas
Agroindustri tempe adalah agroindustri yang telah lama ada. Telah
banyak agroindusri tempe yang telah berdiri saat ini. Peluang agroindustri
tempe sebagai adalah sangat besar mengingat tingginya permintaan tempe
dan tingginya permintaan komoditas kedelai. Semua kalangan masyarakat
di Indonesia sudah sangat mengenal tempe. Tempe merupakan bahan
makanan yang terbuat dari bahan baku utama biji kedelai. Biji kedelai
diolah dengan beberapa proses sehingga menghasilkan tempe. Kebutuhan
tempe setiap harinya semakin mengalami peningkatan. Banyak masyarakat
yang membutuhkan tempe sebagai bahan makanan yang diolah untuk
setiap harinya.
Untuk kebutuhan bahan baku dari tempe yaitu biji kedelai
cenderung mudah didapatkan. Biji kedelai ini dapat temukan dengan cara
mudah di pasaran. Selain itu terdapat beberapa pertimbangan yang
membuat tempe layak menjadi produk unggulan komoditas kedelai yaitu:
1. Modal usahanya dapat disesuaikan dengan budget
Modal usaha untuk agroindustry tempe sangat fleksibel. Apabila
ingin membuat agroindustry yang besar maka dapat disesuaikan
budgetnya untuk pembuatan agroindustry tempe tersebut. Sebaliknya
bila tidak memiliki modal usaha yang besar maka budget usaha dapat
disesuaikan karena modal usaha untuk agroindustry tempe ini dapat
dilakukan dengan budget yang minimal.
2. Pengolahannya tidak terlalu sulit,
Pengolahan atau pembuatan tempe tergolong tidak sulit. Proses
pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan kacang kedelai, cuci hingga bersih.
b. Rendam kacang kedelai yang telah dicuci bersih selama 12-18 jam
dengan air dingin biasa (proses hidrasi agar biji kedelai menyerap
air sebanyak mungkin).
c. Lepaskan kulit biji kedelai yang telah lunak, kemudian cuci atau
bilas dengan menggunakan air bersih.
d. Kukus / rebus biji kedelai tersebut sampai empuk.
e. Setelah biji kedelai empuk, tuangkan biji-biji tersebut pada
pengayak/tampah lalu diangin-angin dengan kipas/ kipas angin
sambil diaduk-aduk sebentar.
f. Taburkan ragi tempe yang telah disiapkan sedikit demi sedikit
sambil diaduk-aduk supaya merata (1,5 gram ragitempeuntuk 2 kg
kedelai).
g. Siapkan kantong plastik atau daun pisang, atau daun jati untuk
pembungkus. Bila kantong plastik yang digunakan sebagai
pembungkus, berilah lubang-lubang kecil pada kantong tersebut
dengan menggunakan lidi atau garpu.
h. Masukan kedelai yang telah diberi ragitempe(RAPRIMA) ke
dalam pembungkusnya, atur ketebalannya sesuai dengan selera
i. Proses fermentasi, kacang kedelai ini pada suhu kamar selama satu
atau dua hari atau hingga seluruh permukaan kacang kedelai
tertutupi jamur.
3. Bahannya mudah untuk di dapatkan dan selalu tersedia
Sangat mudah menemukan bahan baku tempe yaitu kedelai.
Terdapat di pasar dan supplier-supplier kedelai.
4. Penjualannya mudah
Penjualan tempe tergolong mudah karena hamper seluruh
masyarakat di Indonesia khususnya Banyumas sangat menyukai
tempe. Permintaan tempe dipasar juga sangat tinggi karena tingginya
peminat dari tempe.
5. Target konsumen dan pembelinya luas
Konsumen dan pembeli dari tempe sangat luas dikarenakan dapat
dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak
sampai dewasa semuanya menyukai tempe.
6. Dapat diolah kembali menjadi makanan lain yang menghasilkan lebih
banyak keuntungan seperti keripik tempe yang harganya jauh lebih
tinggi.
Tempe dapat diolah kembali menjadi produk-produk lain yang
bernilai di pasaran. Contoh dari produk-produk yang diolah dari bahan
baku tempe adalah mendoan, keripik tempe, tauco, dan lain-lain.

Kapasitas produksi tempe pada Banyumas terbilang besar. Hal ini


sebagai potensi kekuatan ekonomi bagi rakyat daerah setempat, lantaran
produksi adalah keliru satu hal yang paling primer pada aktivitas ekonomi.
Adanya suatu aktivitas ekonomi atau bisnis tergantung dalam terdapat
tidaknya aktivitas produksi. Tetapi itu saja tidak cukup, lantaran kebutuhan
akan selalu terdapat sebagai akibatnya aktivitas ekonomi atau bisnis
tersebut pula wajib berkelanjutan. Dengan adanya hal diatas maka peluang
agroindustry komoditas kedelai tempe ini akan sangat menjanjikan
kedepannya.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Komoditas kedelai adalah komoditas yang terkenal sebagai
penghasil protein nabati yang baik untuk tubuh.
Kebutuhan akan kedelai yang tinggi bisa dimanfaatkan supaya
mampu memenuhi kebutuhan para konsumen. Saat ini luas lahan di
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang berpotensi untuk budi
daya tanaman kedelai mencapai 10.000 hektar
Agroindustri kedelai ini memiliki banyak kelebihan yang akan
meningkatkan kesejahteraan. Pada sisi pemasaran, para petani
kedelai melakukan pemasaran hasil panen melalui koperasi pada
wilayah setempat. Petani juga menjual hasil panen kepada
tengkulak dan meneruskan ke pedagang besar dan kemudian
didistribusikan ke industri yang membutuhkan kedelai. Bagi
pemula atau petani kecil dapat menawarkan kedelai ini kepada
pelaku usaha rumah tangga atau home industry yang mengolah
bahan kedelai. Permintaan pasar dari kedelai yang cukup tinggi
membuat pemasaran dari kedelai sangat mudah.
b. Agroindustri tempe merupakan agroindustri yang sudah lama ada.
Peluang agroindustri tempe sangat besar mengingat tingginya
permintaan tempe & tingginya permintaan komoditas kedelai.
Semua kalangan warga di Indonesia telah sangat mengenal tempe.
Tempe adalah bahan kuliner yang terbuat dari bahan baku primer
biji kedelai. Biji kedelai diolah menggunakan beberapa proses
sebagai akibatnya membuat tempe. Kebutuhan tempe setiap
harinya semakin mengalami peningkatan. Banyak warga yang
membutuhkan tempe untuk menjadi bahan makanan yang diolah
untuk setiap harinya. Untuk kebutuhan bahan baku dari tempe yaitu
biji kedelai cenderung mudah didapatkan. Biji kedelai ini dapat
ditemukan dengan mudah pada pasaran.
2. Saran
Saran saya untuk perkembangan komoditas kedelai menjadi
komoditas unggulan adalah untuk memperbanyak produksi kedelai
lokal agar tidak selalu bergantung pada kedelai yang diimpor dari luar
negeri.
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. 2005. Kedelai. Swadaya. Jakarta.


Adisarwanto, T. 2013. Kedelai Tropika. Produktivitas 3 Ton/Ha. Penebar.
Swadaya. Jakarta. 92 Hal.
Agus Tri Basuki dan Nano Prawoto, 2014. Pengantar Teori Ekonomi.
Mitra
Pustaka Mandiri (MATAN). Yogyakarta.
Andrianto, T.T. dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani
Kedelai,. Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut: Yogyakarta.
Astawan Made. 2005. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga
Serangkai. Solo.
Auliana, Rizqie. 2003. Gizi dan Pengolahan Pangan. Jakarta: AdiCita.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman, 1993. Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan
Serta. Manfaatnya. Yogyakarata. UGM.
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Cetakan Keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Proses Keperawatan
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sharma, O.P. 1993. Plant Taxonomy. Tata McGraw Hill Publishing
Company Limited, New Delhi.
Soetriono. 2006. Analisis finansial dan analisis ekonomi, Daya Saing
Dalam Tinjauan. Analisis, Bayu Media, Malang.
Sondang P, Siagian. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi. Aksara.
Tarwotjo C. S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai