Ketidakpedulian masyarakat
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak, Tinorma Butar Butar
menyatakan, saat ini produksi atau volume sampah di ibu Kota Provinsi Kalimantan
Barat itu mencapai 350-400 ton per hari, sehingga perlu kepedulian semua pihak
dalam menanganinya. "Penanganan sampah di kota ini tidak bisa hanya mengandalkan
pemerintah saja, tetapi perlu kolaborasi dengan masyarakat dan berbagai pemangku
kepentingan lainnya”. Ia menjelaskan bahwa tanpa dukungan dan kerja sama semua
pihak maka akan sulit dalam menyelesaikan masalah sampah. "Sehingga kami sangat
menyambut baik adanya dukungan dari pemerintah pusat dan dari anggota Komisi VII
DPR Katherina Angela Oendoen yang telah memberikan bantuan motor roda tiga
pengangkut sampah bagi Kota Pontianak,". Masyarakat Pontianak tidak peduli akan
sampah sedangkan pertumbuhan infrastruktur dan industri daur ulang tidak sepadan
dengan pertumbuhan konsumsi dan pembangunan ekonomi di Pontianak. "Sehingga
diperlukan kerjasama dari semua pihak dalam Extended Stakeholder Responsibility;
masyarakat, industri dan pemerintah untuk berkolaborasi dalam pengolahan kemasan
paska konsumsi.
Lantas apa saja tantangan sektor daur ulang saat ini? Menurut Wilson, keterbatasan investasi
pada perlengkapan canggih untuk daur ulang masih jadi kendala. Selain itu, pasar bahan
plastik daur ulang dinilai produk kualitas relatif rendah hingga tuntutan kualitas jadi rendah.
“Sementara tingkat kontaminasi tinggi dan belum ada ada kriteria kemasan pangan untuk
bahan plastik daur ulang,” katanya, seraya bilang, sektor ini cenderung informal, tingkat
pengetahuan pekerja masih rendah. Praktis, katanya, tak ada sistem manajemen mutu dan
daya telusur. Dari segi harga, karena sampah tak terpilah dari sumber, biaya pemilahan dan
pembersihan jadi mahal, juga bergantung sektor informal yang kurang efisien. Rantai
pasokan panjang dari sumber sampah sampai ke pendaur ulang juga bikin biaya transportasi
tinggi dan melibatkan perantara.
Karakteristik plastik yang kuat, tahan lama, dan tidak cepat terurai alami, sekarang menjadi
bumerang. Akumulasi sampah plastik di lingkungan merupakan bencana baru bagi
lingkungan. Dua sumber utama tantangan pengelolaan sampah plastik di Pontianak yaitu
pertama sampah plastik yang tidak terkelola dan kedua kebiasaan membuang sampah
langsung ke lingkungan.
"Bukan berarti bahwa selain plastik bisa dibuang langsung ke lingkungan. Jumlah sumber
penghasil sampah meningkat terus sehingga lingkungan sudah berada pada posisi tidak
seimbang antara kemampuan untuk self purifying untuk menguraikan limbah dengan
jumlah sampah/limbah yang dihasilkan.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian
antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah Kota Pontianak melalui DKP sebenarnya mampu mengatasi masalah
sampah, asalkan didukung dengan peralatan/fasilitas yang memadai dan ditunjang dengan
pendanaan. Kerjasama bisa saja dilakukan, namun pada akhirnya kemampuan keuangan
daerah juga harus dipertimbangkan dan badan yang akan mengelola sampahnya juga harus
ada, karena PAD dari retribusi sampah juga masih belum memadai dan tidak seimbang
dengan pekerjaan/pelayanan dalam pengelolaan sampah.
2. Memberdayakan DKP dengan meningkatkan fasilitas dan pendanaan, serta pemberian
penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan jauh lebih baik dalam mengatasi
masalah sampah, karena diserahkan kepada pihak swasta selain pembebanan masalah
pembiayaan juga belum tentu hasilnya lebih baik dari saat ini.
3. Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh DKP Kota Pontianak saat ini dari waktu ke
waktu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, sehingga berbagai kekurangan dari DKP harus
diperbaiki untuk mengatasi sampah ke depan dan perlu didukung oleh kesadaran masyarakat
terutama dalam mematuhi ketentuan jam pembuangan sampah.
4. Pemerintah daerah Kota Pontianak perlu memberdayakan pelaku usaha seperti lapak
barang bekas, pemulung, dan penampung/pembeli barang bekas, salah satunya dengan
memberikan bantuan/pinjaman modal agar mereka bisa berusaha lebih baik dalam membantu
mengatasi masalah sampah di Kota Pontianak.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kebersihan dan
Pemakaman Kota Pontianak selama ini masih belum mampu mengatasi masalah sampah di
Kota Pontianak, hal tersebut dikarenakan:
1. Belum maksimalnya pengelolaan sampah sesuai dengan paradigma baru yang diamanatkan
dalam UU Nomor 18 Tahun 2008.
2. Terbatasnya SDM, dana dan fasilitas yang dimiliki pemerintah daerah khususnya Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup.
Faktor terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki berarti terkait dengan faktor
penegakan hukum atau pelaksanaan aturan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum, dan faktor dana, peralatan atau fasilitas untuk mengangkuta
atau mengelola sampah berarti terkait dengan faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum. Sedangkan faktor karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam
membuang sampah berkaitan dengan faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan. Masalah sampah berkaitan dengan masalah lingkungan
hidup. Lingkungan hidup yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan
bangsa Indonesia merupakan Karunia dan Rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan
dikembangkan kemampuannya agar tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat
dan bangsa Indonesia serta mahkluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan
kualitas Lingkungan itu sendiri.