Anda di halaman 1dari 2

Regulasi Manajemen Sampah Plastik untuk Indonesia Bebas Plastik 2030

Permasalahan sampah plastik di Indonesia seolah pucuk gunung es. Menurut


data dari Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik yang terbuang ke laut
terbesar kedua di dunia setelah tiongkok. Jumlah sampah plastik yang terbuang ke
laut mencapai 187,2 ton. Tingkat daur ulang sampah plastik juga cukup
memprihatinkan, kurang dari 10% sampah yang berhasil didaur sementara 90%
sisanya tidak terkelola dengan baik (Mismanaged waste).
Permasalahan-permasalahan tersebut hanyalah “kulit”, masalah sesungguhnya tidak
nampak di permukaan seperti polusi di perairan (sungai, pesisir, lautan, dan lain
sebagainya) yang diakibatkan oleh longsor sampah, pemulung dengan penghasilan
yang sangat terbatas serta pro dan kontra dari penggunaan alat pembakaran
sampah.

Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan dasar dari permasalahan


sampah plastik di Indonesia yang terdiri 4 bagian krusial;
1. Kebiasaan/perilaku membuang sampah
2. Peraturan pemerintah terkait pengolahan sampah plastik
3. Birokrasi dan politik dalam pemerintahan
4. Nilai dan moral orang Indonesia
Sangat logis apabila perilaku dan kebiasaan kita berefek pada krisis pengolahan
sampah saat ini, tapi kita seringkali gagal mengidentifikasi akar permasalahan.
Perilaku manajemen sampah yang buruk adalah akibat dari regulasi yang tidak
efektif baik dalam skala daerah maupun rumah tangga.

Mengutip pernyataan pak Novrizal tahar, direktur pengelolaan sampah


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kebutuhan terhadap bahan
mentah di Indonesia sekitar 7 juta, namun hanya 52% yang mampu disediakan
dalam negeri. Dalam memenuhi permintaan bahan mentah atau raw material,
industri plastik tanah air berencana mengimpor bahan mentah virgin plastic. Hal ini
bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah baru karena masih ada 48%
permintaan plastik yang harus dipenuhi.

Masalah lain juga dapat ditemukan pada industri daur ulang plastik, pemain
utama untuk memenuhi tujuan ambisius pemerintah Indonesia yakni mengurangi
sampah plastik di laut hingga 70% pada tahun 2025. Rantai pasok yang rumit dan
berbelit-belit serta banyaknya pihak tengah yang ikut andil dalam prosesnya
sehingga prosesor atau industri pengolah sampah harus membayar mahal untuk
mendapatkan sampah plastik layak daur ulang. Plastik yang terkontaminasi kotoran
atau debris dapat mengurangi kualitas dan nilai jual sehingga perlu adanya
kerjasama antar pelaku usaha. Dunia industri daur ulang plastik pun sangat rawan
mengalami bangkrut karena jumlah susut yang sangat tinggi. Usaha industri plastik
skala rumahan seringkali mengalami kerugian karena tidak ada pondasi keuangan
yang kuat ditambah regulasi yang tidak memihak. Selain dari sisi regulasi, promosi
terhadap pemakaian barang daur ulang pun sangat kurang.

Pemerintah juga tidak mengintegrasikan permasalahan dan penanganan


sampah plastik dalam kurikulum di berbagai tingkat sekolah. Kurikulum mengenai
jenis-jenis sampah plastik, cara memilah sampah plastik, proses daur ulang sampah
plastik ataupun aktivitas yang dapat dikembangkan sendiri oleh pihak sekolah. Di
sekolah atau di tempat umum seringkali tampak tempat sampah yang sudah
terpisah namun ketika dibuang ke tempat pembuangan akhir, semua sampah
tersebut tercampur dan mengurangi kualitas sampah yang bisa di daur ulang.
Pengetahuan-pengetahuan seperti ini harusnya sudah diajarkan di sekolah sehingga
siswa terbiasa melakukan pemilahan mandiri dan perlahan membentuk perilaku
komunal.

Saya bekerja di perusahaan sosial yang berfokus mengurangi sampah plastik


di laut sekaligus menaikkan taraf hidup dari pemulung dan pengepul. Keadaan di
lapangan menggambarkan apa yang sebenarnya sedang terjadi yaitu konflik antara
pengurangan sampah plastik, penggunaan materi daur ulang, regulasi yang tidak
menguntungkan industri daur ulang serta persepsi negatif masyarakat terhadap
penggunaan sampah plastik daur ulang. Tidak adanya sinergi yang sinkron antar
aktor penghasil, pemakai maupun pendaur ulang plastik. Perlu adanya regulasi yang
tepat dan integrasi permasalahan sampah plastik dengan kurikulum pendidikan
sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan permasalahan sampah plastik di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai