Anda di halaman 1dari 11

PAPER MIKROEKONOMI

SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEBIJAKAN KANTONG PLASTIK BERBAYAR

Disusun Oleh:
NIM:
Kelas:
MBS-E-18
Dosen:
Mohammad Bintang Pamuncak, S.E.I, M.Sc

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA


2020/2021
Kantong plastik merupakan sarana paling populer yang biasa digunakan untuk membawa barang ketika
hendak berbelanja di supermarket. Akan tetapi pembuangan kantong plastik dapat menyebabkan
kerusakan ekosistem dan lingkungan alam dalam jangka yang sangat panjang. Maka Pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan kantong plastik berbayar di supermarket yaitu dengan tidak
memberikan kantong plastik secara gratis. Dalam posisi ini konsumen merupakan pihak yang memiliki
andil besar dalam mengurangi penggunaan kantong plastik dan menyelamatkan lingkungan. Maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap konsumen dalam membawa tas sendiri
ataupun membeli kantong plastik.

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bertambahnya jumlah penduduk yang semakin cepat di Indonesia mengakibatkan adanya
perubahan pola konsumsi dan gaya hidup. Hal itu juga menyebabkan meningkatnya jumlah
sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Sampah juga merupakan salah satu
penyebab tidak seimbangnya ekosistem hidup.
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa sampah adalah sisa dari kegiatan
sehari-hari manusia dan proses alam yang berbentuk padat. Sampah digolongkan menjadi empat
macam dilihat dari sifat fisik dan unsur kimianya, yaitu: 1) sampah yang mudah membusuk yang
terdiri dari sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain. 2) sampah yang
tidak mudah membusuk yang terdiri dari sampah anorganik seperti plastik, kertas, karet, logam,
sisa bahan bangunan dan lain-lain. 3) sampah yang berupa debu ataupun abu bekas kayu
terbakar. 4) sampah yang berbahaya bagi kesehatan seperti sampah yang berasal dari
pembuangan pabrik industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit
yang berbahaya (Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2008).
Sampah plastik merupakan jenis sampah yang tidak mudah membusuk dan membutuhkan
waktu yang lama untuk bisa diuraikan. Plastik paling banyak dibuang oleh manusia karena
banyak orang yang menggunakan plastik untuk keperluan sehari-hari baik di toko, perorangan,
ataupun perusahaan besar. Plastic menjadi barang yang penting karena sifatnya yang mudah
dibentuk sesuai kebutuhan, tahan lama, bobotnya ringan, aman digunakan untuk mengemas
barang maupun makanan, tahan terhadap cuaca dan suhu, serta memiliki harga yang murah.
Penggunaan kantong plastic terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Menurut Kementrian
Lingkungan Hidup (2008), jenis sampah plastic di Indonesia menduduki peringkat kedua sebesar
5.4 juta ton per tahun atau sama dengan 14 persen dari total produksi sampah.
Tabel 1.1 Estimasi Total Timbunan Sampah Berdasarkan Jenisnya

Jenis Sampah Jumlah Persentase


(juta ton/tahun) (%)
Sampah Dapur 22,4 58%
Sampah Plastik 5,4 14%
Sampah Kertas 3,6 9%
Sampah Lainnya 2,3 6%
Sampah Kayu 1,4 4%
Sampah Kaca 0,7 2%
Sampah Karet/Kulit 0,7 2%
Sampah Kain 0,7 2%
Sampah Metal 0,7 2%
Sampah Pasir 0,5 1%
Total 38,5 100%
(statistik persampahan domestik Indonesia, tahun 2008)

Harganya yang murah, mudah ditemukan, dan mudah digunakan menjadikan kantong plastic
sebagai isu pembicaraan penting akhir-akhir ini di dunia pengelolaan sampah di Indonesia.
Penggunaan yang sangat mudah menjadikan kantong plastic sebagai bagian dari hidup manusia.
Hampir semua kemasan makanan, minuman, dan pembungkus barang menggunakan plastic dan
kantong plastic (Indonesia Solid Waste Assocation, 2013).
Menurut Kamaruddin dan Yusuf (2012), kantong plastic adalah tas berukuran sedang yang
sering digunakan oleh pembeli untuk membawa pulang barang belanjaan. Kantong plastic adalah
jenis umum dari tas belanja di sebagian besar negara dimana di setiap toko sering
memberikannya untuk kenyamanan pembeli. Kantong plastik juga sering digunakan kembali
sebagai kantong pembungkus sampah.
Penggunaan kantong plastik yang praktis bagi para konsumen juga melibatkan dampak
lingkungan yang merugikan. Seperti kantong plastik yang terbuat dari sumber daya tak
terbarukan seperti minyak bumi, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa menguraikan
kantong plastik tersebut, dan itu biasanya mengandung bahan tambahan yang dapat mencemari
tanah dan air. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir perubahan yang luar biasa dalam
kebijakan terkait dengan kantong plastik telah terjadi di berbagai negara di seluruh dunia.
Banyak pemerintah telah mulai melarang untuk penjualan atau distribusi bebas kantong plastik di
negara-negara di seluruh dunia, termasuk Afrika, Australia, Eropa, Amerika Utara hingga Asia
(Jakovcevic et al, 2014).
Untuk mengontrol kelebihan pemakaian kantong plastik dan mengurangi sampah
sembarangan, maka pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan sistem kantong plastik
berbayar. Kebijakan ini dirancang oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO) mulai tanggal 21 Februari
2016 yang bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional di 22 kota di Indonesia diantaranya
Jakarta, Bandung, Balikpapan, Makassar dan Surabaya secara serentak. Kebijakan tersebut
berupa pembatasan penggunaan kantong plastik belanja yaitu pengusaha ritel tidak lagi
menyediakan kantong plastik secara cuma-cuma kepada konsumen. Apabila konsumen masih
membutuhkan maka konsumen diwajibkan membeli kantong plastik dari gerai ritel tersebut.
Di sisi lain, perancangan program pemerintah tersebut dikarenakan sebagai upaya agar dapat
mengurangi sampah yang terus meningkat tiap harinya dan dalam rangka menetapkan target
pengurangan pengolahan sampah guna menekan laju timbulan sampah kantong plastik sebesar
20 persen yang selama ini menjadi bahan pencemar lingkungan hidup dan bertujuan untuk
mewujudkan Indonesia bebas sampah pada tahun 2020 (RRI, 2016).
Ketentuan mengenai kantong plastik berbayar ini diuraikan dalam Surat Edaran Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan
Berbahaya dan Beracun Nomor: S.1230/PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme
Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Dalam surat edaran tersebut, harga minimal yang
diterapkan untuk satu kantong plastik sebesar Rp 200. Namun, beberapa kota ada yang
menerapkan harga yang lebih tinggi, seperti Balikpapan sebesar Rp 1.500 per kantong. Hal ini
memicu reaksi dari berbagai elemen masyarakat termasuk konsumen, pembuat kebijakan dan
industri plastik.

1.2 Rumusan Masalah


Dilihat dari latar belakang yang sudah penulis paparkan, pada pembahasan kali ini
penulis akan membahas tentang “Bagaimana Perilaku Konsumen Terhadap Kebijakan
Kantong Plastik Berbayar”

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tentang perilaku konsumen terhadap kebijakan kantong plastik
berbayar

Pembahasan
2.1 Kajian Teori
Dikarenakan konsumen memiliki andil yang sangat besar dalam mengurangi kantong plastik
dan menyelamatkan lingkungan maka perlu dilakukan analisis untuk mengkaji dan
mengeksplorasi berbagai implikasi dari kebijakan kantong plastik berbayar berdasarkan prilaku
konsumen. Prilaku konsumen memadukan berbagai unsur baik dari sosiologi, psikologi,
antropologi sosial dan ekonomi dalam upaya memahami proses pengambilan keputusan pembeli,
baik secara individu maupun kelompok. (Avallone, Giraldi and Oliveira, 2012).
Berbagai penelitian tentang kantong plastik pernah dilakukan. Salahsatunya oleh Sabrina et
al. (2013) tentang perubahan prilaku konsumen terhadap substitusi kantong plastik serta
kesadaran konsumen mengenai pentingnya melestarikan lingkungan di Kota Belo Horizonte,
Brazil dengan menggunakan metode statistika deskriptif. Hasilnya 86,4 persen responden
menyatakan tingkat penerimaan yang tinggi terhadap undang-undang mengenai substitusi
kantong plastik. Asmuni et al. (2015) juga pernah melakukan penelitian terhadap tingkat
partisipasi konsumen dalam program pemerintah “No Plastic Bag Day” dan menganalisis
efektivitas program tersebut di Malaysia dengan statistika deskriptif dan uji chi-square pearson.
Hasilnya 52,3 persen program tersebut efektif membuat konsumen menghindari penggunaan
kantong plastik.
Jakovcevic et al. (2014) juga pernah melakukan penelitian mengenai efek biaya kantong
plastik yang baru diterapkan di Buenos Aires City, Argentina terhadap motivasi dan prilaku
konsumen menggunakan metode chi-square pearson dan fisher’s exact test. Hasilnya adalah
adanya peningkatan yang lebih besar dalam konsumen untuk menggunakan tas sendiri setelah
kebijakan biaya diperkenalkan di supermarket.
Penelitian tentang model konseptual mengenai prilaku konsumen terhadap kantong plastik
juga pernah dilakukan oleh Ohtomo dan Ohnuma (2014) yaitu menyelidiki prilaku pengurangan
penggunaan kantong plastik di supermarket di Jepang. Untuk menyelidiki prilaku pengurangan
penggunakan kantong plastik di supermarket di Jepang, model konseptual tersebut dibangun
berdasarkan 6 variabel yaitu:

1. Sikap (Attitude)

Bagaimana Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan bahaya
penggunaan kantong plastik bagi lingkungan.

2. Norma Subjektif (Subjective Norm)

Bagaimana seseorang yang ada disekitar kita mendukung keputusan pemerintah untuk tidak
menerima kantong plastik secara gratis.

3. Norma Deskriptif (Descriptive Norm)

Bagaimana kebanyakan orang menerima kantong plastik gratis dan kebanyakan orang ridak
membawa tas belanja sebagai alternative untuk menerima kantong plastik gratis baru.

4. Kontrol Perilaku yang dirasakan (Perceived Behavioral Control)

Bagaimana kemudahan dan kenyamanan seseorang untuk menerima kantong plastik gratis dan
membawa tas belanja sendiri.

5. Niat Perilaku (Behavioral Intention)

Bagaimana niat seseorang ketika hendak pergi berbelanja dengan membawa tas belanja dan tidak
menerima kantong plastik gratis

6. Kesediaan Perilaku (Behavioral Willingness)


Bagaimana jika kasir memberi kantong plastik gratis secara spontan, dan konsumen cenderung
menerima kantong plastik gratis tanpa berpikir panjang dan tidak sadar menerimanya dalam
kehidupan sehari-hari.

7. Perilaku Tas Anti-Plastik (Anti Plastic Bag Behavior)

Seberapa sering konsumen menolak kantong plastik gratis selama belanja serta seberapa sering
menggunakan tas belanja pribadi ataupun menerima kantong plastik gratis.

Penelitian juga dilakukan oleh Puilam dan Kaichen (2006) yaitu memprediksi prilaku
penggunaan kantong plastik oleh pelanggan di hypermarket dan toko-toko lain di Taiwan.
Pengembangan model dari penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu sebagian
besar berasal dari variabel penelitian sebelumnya yang disesuaikan untuk penelitian ini dan
adanya penambahan variabel. Sehingga dalam penelitian ini mereka ingin menggabungkan
variabel yang ada dengan tujuan menyelidiki perilaku pengurangan penggunaan kantong plastik
dan memprediksi perilaku penggunaan kantong plastik pelanggan di supermarket. Penjelasan
variabelnya sebagai berikut:

1. Kepedulian Lingkungan (Environmental Concern)

Mengacu pada kepedulian masyarakat untuk masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah
plastik.

2. Norma Pribadi (Personal Norm)

Penggunaan norma pribadi ini merujuk kepada kewajiban seseorang dianggap untuk
menghindari pembelian atau permintaan tas belanja plastik.

3. Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Toward Behavior)

Hines et al. (1986) meninjau 51 studi dan menemukan bahwa sikap terhadap perilaku tertentu
bisa memprediksi perilaku yang lebih baik daripada sikap lingkungan yang umum dilakukan.

4. Efikasi Diri (Self Efficacy)

Variabel ini mengacu pada evaluasi diri seseorang apakah dia memiliki kemampuan dan sumber
daya untuk melaksanakan Tindakan tertentu ataupun tidak.

5. Efikasi Respon (Response Efficacy)

Variabel ini mengacu pada evaluasi seseorang apakah tindakannya bisa dilakukan secara efektif
dalam mencapai tujuan tertentu atau memecahkan beberapa masalah.

6. Variabel Situasional (Situational Variables)


Kondisi yang berkaitan dengan pelanggan ketika membeli barang. Yaitu apakah barang yang
dibeli mudah dibawa dengan tangan kosong atau tidak. Apakah jumlah barang lebih besar dari
apa yang diharapkan pelanggan. Serta apakah barang membuat pelanggan merasa malu untuk
membawa tanpa menggunakan kantong.
Objek penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah kantong plastik berbayar. Variabel
pada model konseptual ini dibangun dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Variabel yang difokuskan dalam penelitian ini adalah variabel yang diduga memiliki pengaruh
terhadap kesediaan konsumen dalam membawa tas pribadi ataupun membayar kantong plastik.
Penelitian tentang prilaku konsumen terhadap kantong plastik berbayar yang dikeluarkan
oleh pemerintah perlu dilakukan agar rencana pemerintah tersebut dapat berjalan dengan baik.
Ini merupakan pembahasan yang menarik karena masalah penggunaan kantong plastik tidak
lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi, belum lagi ditambah dengan kebijakan dari
masing-masing pemerintah daerah. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat
respon masyarakat dan prilaku konsumen terhadap kebijakan pemerintah pada kantong plastik
berbayar sehingga pemerintah dapat menentukan regulasi peraturan Menteri dan menerapkan
kebijakan yang tepat pada sistem kantong plastik berbayar.
Pada penelitian ini konsumen akan memiliki pilihan yaitu menghindari membayar kantong
plastik atau membawa tas sendiri. Dalam hal ini, retribusi kantong plastik tidak berfungsi pajak,
tetapi sebagai mekanisme untuk mengubah prilaku konsumen dalam menggunakan kantong
plastik (Zen, Ahmad dan Omar, 2013). Dalam program pemerintah ini pula, supermarket yang
ikut berpartisipasi dalam kebijakan tersebut tidak dapat memberikan kantong plastik secara
gratis. Mereka harus mengenakan biaya sebesar Rp 200 untuk setiap kantong plastik baru yang
diminta oleh para pelanggan.
Pendekatan gabungan yang digunakan dalam kebijakan ini berupa retribusi kantong plastik
dan pembatasan pada penggunaan kantong plastik dilakukan sebagai upaya untuk mendidik
masyarakat dan meningkatkan kesadaran mereka tentang bahaya lingkungan yang disebabkan
oleh penggunaan kantong plastik. Ini juga merupakan bentuk metode untuk mengubah pola
prilaku konsumen terhadap penggunaan kantong plastik sebagai alat untuk membawa barang-
barang yang dibeli dan juga untuk mengurangi jumlah sampah plastik di Indonesia yang makin
hari makin meningkat jumlahnya. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa makin bertambahnya
jumlah penduduk di Indonesia akan menyebabkan meningkatnya penggunaan kantong plastik,
hal itu juga yang menyebabkan bertambahnya tumpukan sampah dari jenis plastik, baik dari segi
ukuran, bahan, karakteristik dan juga bahayanya itu sendiri.
Pemerintah menerapkan kebijakan mengenai penggunaan kantong plastik berdasarkan surat
edaran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor: SE-06/PSLB3-PS/2015 tentang Langkah
Antisipasi Penerapan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern demi
mewujudkan Indonesia bebas sampah tahun 2020.
2.2 Statistika Deskriptif
Menurut Walpole dan Mayer (1995) statistika deskriptif merupakan metode-metode yang
berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu data dengan diagram dan grafik sehingga
memberikan informasi yang berguna. Ciri utama dari statistikia deskriptif adalah memberikan
informasi hanya mengenai data yang diolah dan tidak bisa digunakan untuk menarik kesimpulan
dari data induk yang lebih besar. Ukuran pemusatan data dideskripsikan menggunakan rata-rata
data (mean) dan ukuran penyebaran data dideskripsikan menggunakan ragam (varians).
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik
konsumen.
2.3 Sikap Konsumen
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suroyya (2016) mengenai kebijakan kantong plastik
berbayar menimbulkan sebuah pertanyaan “apakah anda tahu tujuan pemerintah dalam
menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar?” yang dilontarkan kepada para respondennya.
Hasilnya menunjukkan bahwa 89 persen pelanggan mengetahui tujuan pemerintah dalam
menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar dan 11 persen pelanggan tidak mengetahui
tujuan pemerintah tersebut. Hal ini disebabkan kebanyakan pelanggan yang mengetahui
kebijakan tersebut dari media elektronik dan media cetak yang sudah di sosialisasikan oleh
pemerintah.
Permasalahan selanjutnya ialah harga yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam kebijakan
tersebut sebesar Rp 200. Hasilnya menunjukkan bahwa 28 persen pelanggan menyatakan bahwa
harga tersebut pantas untuk mengurangi kantong plastik. Dan 72 persen pelanggan menyatakan
bahwa harga tersebut bukan harga yang pantas untuk mengurangi kantong plastik.
Hal yang biasa dilakukan ketika mereka berbelanja menunjukkan bahwa 53 persen
pelanggan lebih memilih membayar Rp 200 untuk kantong plastik, 25 persen pelanggan memilih
untuk membawa dan menggunakan tas sendiri, 17 persen pelanggan memilih tidak meminta
kantong plastik dan membawa produk tanpa kantong, dan 5 persen pelanggan lebih memilih
membeli kantong yang eco friendly di supermarket.

2.4 Faktor Yang Menyebabkan Banyaknya Penggunaan Kantong Plastik


Zaman sekarang ini penggunaan plastik hampir terjadi disetiap produk atau bahkan
digunakan dalam peralatan sehari-hari. Mulai dari benda yang dilihat, digunakan, hingga
dikonsumsi. Plastik juga dapat ditemukan dalam pakaian, kemasan makanan dan minuman,
elektronik, botol, cat, hingga bahan bangunan.
Sejalan dengan penggunaannya, plastik sudah mencapai titik yang membahayakan bagi
kehidupan masyarakat serta lingkungan sekitarnya. Menurut Greenpeace, sekitar 80 persen
plastik yang masuk ke laut berasal dari daratan dan sejauh ini sumber terbesarnya adalah limbah
plastik yang dengan sengaja maupun tidak dibuang di jalanan, yang kemudian terbawa oleh
angin dan hujan ke lautan (Joes, 2018:4).
Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat banyak menggunakan kantong plastik
diantaranya karena tahan lama, bahannya ringan, aman digunakan, mudah dibentuk sesuai
kebutuhan dan yang terpenting adalah harga yang murah.
Proses penguraian sampah plastik yang membutuhkan waktu hingga ratusan tahun menjadi
bukti bahwa plastik memilik ketahanan yang sangat lama. Bahkan tidak semua jenis plastik bisa
di daur ulang.
Tidak hanya itu, bahan yang sangat ringan membuat masyarakat lebih sering menggunakan
kantong plastik daripada membawa tas sendiri ketika hendak belanja. Banyak juga yang
menggunakan plastik sebagai wadah pembungkus makanan dan minuman, atau sebagai tempat
menyimpan belanjaan karena aman digunakan. Banyaknya jenis dan bentuk plastik juga
membuat kebutuhan masyarakat lebih mudah terpenuhi.
Hal yang paling penting yang pertama disoroti oleh masyarakat ketika membeli atau
menggunakan sesuatu ialah harganya. Banyak orang yang tertarik pada suatu benda, tetapi
mengurungkan keinginanya ketika mengetahui harga dari benda tersebut. Pada akhirnya ketika
produksi dan penjualan plastik hanya membutuhkan harga yang murah nenbuat masyarakat lebih
memilihnya ketimbang benda lain yang semisalnya yang lebih mahal. Maka tak dapat dipungkiri
ketika zaman sekarang plastik menjadi primadona wadah berbelanja
2.5 Metode Penulisan
Penulis memaparkan materi/pembahasan ini merujuk pada beberapa sumber artikel/jurnal yang
di publish di media internet. Tahap awal menentukan judul dan apa yang melatarbelakangi dari
pembahasan yang dibahas. Selanjutnya, dengan menyusun materi/teori tentang judul yang
didapat.

Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, penulis bisa simpulkan dari penelitian yang dilakukan oleh Suroyya
(2016) mengenai kebijakan kantong plastik berbayar menimbulkan sebuah pertanyaan “apakah
anda tahu tujuan pemerintah dalam menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar?” yang
disampaikan kepada para respondennya. Hasilnya menunjukkan bahwa 89 persen pelanggan
mengetahui tujuan pemerintah dalam menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar dan 11
persen pelanggan tidak mengetahui tujuan pemerintah tersebut. Hal ini disebabkan kebanyakan
pelanggan yang mengetahui kebijakan tersebut dari media elektronik dan media cetak yang
sudah di sosialisasikan oleh pemerintah.
Permasalahan selanjutnya ialah harga yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam kebijakan
tersebut sebesar Rp 200. Hasilnya menunjukkan bahwa 28 persen pelanggan menyatakan bahwa
harga tersebut pantas untuk mengurangi kantong plastik. Dan 72 persen pelanggan menyatakan
bahwa harga tersebut bukan harga yang pantas untuk mengurangi kantong plastik.
Hal yang biasa dilakukan ketika mereka berbelanja menunjukkan bahwa 53 persen
pelanggan lebih memilih membayar Rp 200 untuk kantong plastik, 25 persen pelanggan memilih
untuk membawa dan menggunakan tas sendiri, 17 persen pelanggan memilih tidak meminta
kantong plastik dan membawa produk tanpa kantong, dan 5 persen pelanggan lebih memilih
membeli kantong yang eco friendly di supermarket.
3.2 Saran
Dalam mengurangi konsumsi plastik sehari-hari, kebijakan pemerintah haruslah tegas.
Berawal dari supermarket, seharusnya tidak lagi menyediakan kantong plastik tetapi diganti
dengan goody bag atau apapun yang eco friendly. Adapun jika berbayar, maka beberapa
masyarakat akan membawa tas belanja sendiri dari rumahnya masing-masing. Selain
menentukan kebijakan, pemerintah juga diharapkan untuk selalu mensosialisasikan kebijakannya
tersebut, agar seluruh masyarakat paham. Pada saat ini beberapa supermarket telah menetapkan
kebijakan “no plastic” terutama di kota kota besar, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Bandung dan
lain lain.
Semoga masyarakat akan sealu sadar dan terus sadar akan pemeliharaan lingkungan
dengan mengurangi produk plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka
Yuliana, Suroyya. 2016; Kajian Terhadap Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Berdasarkan
Analisis Perilaku Konsumen. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [Online]
file:///C:/Users/DELL/Downloads/kantong%20plastik.pdf

Detile from the thesis:


Asmuni, S., Hussin, N.B., Khalili, J.M. and Zain, Z.M. (2015) 'Public Participation and
Effectiveness of the No Plastic Bag Day Program in Malaysia', Social and Behavioral
Sciences, vol. 168, pp. 328 – 340.
Avallone, I.V., Giraldi, J.d.M.E. and Oliveira, S.V.W.B.d. (2012) 'Conscious Consumption: A
Study on Plastic Bags "consumers in Brazil"', International Journal of Psychological
Studies, vol. 4, pp. 122-134.
Indonesia Solid Waste Association (2013), [Online], Available: HYPERLINK
“http://inswa.or.id/?paged=2” [25 November 2020].
Jakovcevic, A., Steg, L., Mazzeo, N., Caballero, R., Franco, P., Putrino, N. and Favara, J. (2014)
'Charges for plastic bags: Motivational and behavioral effect', Journal of Environmental
Psychology, vol. 40, pp. 372-380.
Joes, C. (2018). How To Go Plastic Free: Eco Tips For Busy People. London: Carlton Books.
Kamaruddin, R. and Yusuf, M.M. (2012) 'Selangor Government’s “No plastic Bag Day”
Campaign: Motivation and Acceptance Level', Social and Behavioral Sciences, vol. 42, pp.
205-211.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2008), [Online], Available: HYPERLINK
“http://www.menlh.go.id/DATA/UU18-2008.pdf” [25 November 2020].
KNLH (2008), in Statistik Persampahan Indonesia, Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia.
Ohtomo, S. and Ohnuma, S. (2014) 'Psychological interventional approach for reduce resource
consumption: Reducing plastic bag usage at supermarkets', Resources, Conservation and
Recycling, vol. 84, pp. 57–65.
RRI (2016), 23 Februari, [Online], Available:
"http://voi.rri.co.id/voi/post/berita/250784/fokus/mewujudkan_indonesia_bebas_sampah_pl
astik_pada_2020.html” [25 November 2020].
Sabrina, et al (2013) 'The Impact Of Using Compostable Carrier Bags On Consumer Behaviour
In The City Of Belo Horizonte, Brazil', Ambiente & Sociedade, Vol. V. Xvi, No. 4, Pp. 1-20.
Walpole, R.E. and Mayer, R.H. (1995) Ilmu Peluang dan Statistik Untuk Insinyur dan Ilmuwan,
Bandung: Penerbit ITB.
Zen, I.S., Ahamad, R. and Omar, W. (2013) 'No plastic bag campaign day in Malaysia and the
policy implication', Environmnetal Development Sustainability, vol. 15, pp. 1259-1269.

Anda mungkin juga menyukai