Anda di halaman 1dari 6

ECOBRICK: Solusi Penangan Sampah Plastik

Muhamad Lutfi Firdaus

Permasalahan sampah menjadi masalah dunia yang belum terselesaikan


dengan baik. Pada saat ini perhatian masyarakat global tertuju pada banyaknya
sampah, terutama sampah plastik yang tersebar ke seluruh penjuru laut dan
mencemari ekosistem tersebut. Sehingga berdampak buruk bagi ekosistem
lingkungan hidup. Indonesia sendiri disebut-sebut sebagai negara terbesar ke dua
di dunia sebagai penghasil sampah plastik laut terbesar setelah Cina. Berdasarkan
data Jenna Jambeck (2018), seorang peneliti sampah dari Universitas Georgia,
sampah plastik Indonesia mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah China yang
mencapai 262,9 juta ton. Lebih lanjut data BPS dan Kementrian Kelautan dan
Perikanan pada tahun 2019, Jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 64 Juta
ton/ tahun dan 3,2 juta ton/tahun sampah plastik yang dibuang kelaut.

Di alam, kantong plastik menjadi ancaman kehidupan dan ekosistem. Hal


ini disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk,
tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, tidak berkarat, dan pada
akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. Untuk menguraikan sampah plastik
sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara
sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak
bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa
menggunakan batasan tertentu (Wanda, 2019).

Jumlah sampah plastik yang akan terus bertambah dari tahun ke tahun
ditambah lagi dengan sulitnya sampah plastik terurai secara alami. Kondisi ini
menjadi salah satu pemicu Indonesia dalam kondisi darurat sampah. Diperkirakan,
tahun 2025 produksi sampah di Indonesia akan mencapai angka 130.000 ton per
hari. Ancaman ini bukan tanpa alasan, menurut riset Greeneration organisasi non
pemerintah yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata
menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. hal ini tidak lain karena aktivitas
masyarakat pada umumnya menuntut untuk selalu berhubungan dengan makanan
dalam kemasan (Nasution, 2013). Indonesia memiliki penduduk 327 juta jiwa
berbanding lurus dengan produksi sampah setiap harinya.

Pengelolaan sampah plastik di Indonesia masih kurang baik, berbagai


upaya telah dilakukan baik pemerintah, organisasi, maupun masyarakat unutk
mengurangi sampah plastik. Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati
Kehutanan dan Lingkungan tatar Sunda sobirin dalam Pratiwi, Wignjosoebroto,
dan Dewi (2007) pengolahan sampah adalah solusi terbaik unutk mengurangi
jumlah sampah. Jika rumah tangga atau komunitas terkecil di lingkungan belum
bisa mengolahnya, maka kegiatan daur ulang dapat menjadi langkah kecil terbaik.
Mengolah sampah plastic dapat menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari, Salahsatu pengolahan sampah plastik yang saat ini populer
adalah mendaur ulang botol plastik melalui ecobricks.

Ecobricks merupakan metode pengolahaan sampah plastik menjadi materi


ramah lingkungan. Menurut Sumastuti, Setyorini, Gultom (2018) Ecobrick
merupakan implementasi pengolahan sampah plastik dengan menggunakan
prinsip 3R yakni reduce, reuse, recycle, cara ini adalah untuk mengunci sampah
plastik yang tak terdegradasi. Pembuatan ecobrick masih belum begitu populer di
kalangan masyarakat luas. Tujuan dari ecobrick sendiri adalah untuk mengurangi
sampah plastik, serta mendaur ulangnya dengan media botol plastik untuk
dijadikan sesuatu yang berguna. Proyek komunitas dengan ecobrick, baik berupa
arisan, pameran, membuat meja kursi bangku, alat permaian, membangun taman
sekolah atau kebun sayur di lingkungan perumahan, akan membawa masyarakat
secara bersama-sama bergerak membersihkan dan menghijaukan lingkungan.
Teknik yang sederhana dan sangat mudah, karenanya bisa menyebar dengan cepat
melalui jaringan sosial (komunitas, desa, sekolah, dll.). (Maier, Angway &
Himawati, 2017).

Ecobrick adalah sebuah botol plastik yang dikemas dengan memasukkan


potongan plastik bekas dalam kondisi bersih dan kering dengan kepadatan tertentu
yang dapat digunakan untuk membuat suatu karya yang berdaya guna tinggi.
Berdasarkan pengertian yang dijelaskan melalui website ecobrick.org, selain
menggunakan plastik, ecobrick dapat dibuat menggunakan bahan yang sama-sama
tidak dapat didaur ulang dan membahayakan lingkungan seperti Styrofoam, kabel,
baterai kecil, dan lain-lain. Namun selama ini pembuatan ecobrick masih dominan
dengan memanfaatkan limbah plastik. Ecobrick dapat dimanfaatkan sebagai
furnitur (kursi, meja), ruang tanam, dinding, bahkan sebuah bangunan secara
utuh(Antico, Wiener, Araya-Letelier, & Gonzalez Retamal, 2018).

Langkah-langkah dalam pembuatan ecobrick di awali dengan


mengumpulkan botol dan plastic-plastik lalu bersihkan agar tidak menimbulkan
bau. Setelah dibersihkan gunting kecil-kecil plastic kemudian masukkan dan
padatkan potongan sampah plastic ke dalam botol menggunakan kayu. Tujuan
dari pemadatan potongan sampah plastik ke dalam botol ecobrick tersebut adalah
untuk efisiensi penampungan sampah hingga benar-benar memadat atau tidak ada
ruang kosong lagi di dalamnya. Hal tersebut dimaksudkan agar ecobrick yang
dihasilkan benar-benar kokoh, serta kevalidan hasil karya ecobrick nanti setelah
dibuat. Jika botol ecobrick kurang terisi penuh, produkproduk ecobrik yang
nantinya dibuat akan lebih mudah penyok. Oleh karena itu pembuatan ecobrick
haruslah padat dan keras.

Contoh pemanfaatan ecobrick adalah untuk pembuatan meja, kursi,


tembok, maupun barang kesenian lainnya yang bahkan memiliki nilai jual.
Metode ini terbukti mengurangi jumlah sampah plastik di Kanada, negara tempat
bernaung pencipta Ecobrick ini, yaitu Russell Maier. Di Indonesia pemanfaatan
ecobrick sudah pernah dilakukan, berdasarkan hasil penelitian Andriastuti1,
Arifin, dan Fitria (2019) di Kecamatan Pontianak Barat, potensi nilai ecobrick
dalam mengurangi sampah plastik di Kecamatan Pontianak Barat dapat dikatakan
tinggi yaitu sebesar 77% sampah plastik dapat diolah menjadi ecobrick dan
sisanya sampah plastik yang tidak dapat diolah menjadi ecobrick. Ecobrick yang
dihasilkan dalam 1 tahun yaitu sebanyak 2.481.940 buah untuk botol volume 600
ml atau sebanyak 1.119.177 buah untuk ukuran botol volume 1500 ml.

Penggunaan plastik yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada
berbagai macam masalah lingkungan hidup yang serius sehingga banyak aktivis
pecinta lingkungan untuk menjaga kelestarian alam dengan mengolah limbah
plastik. Upaya untuk memanfaatkan sampah plastik dengan metode ecobrick
diharapkan dapat menjadi satu usaha kreatif bagi penanganan sampah plastik.
Fungsi Ecobrick sendiri bukan untuk menghancurkan sampah plastik, melainkan
untuk memperpanjang usia plastik-plastik tersebut dan mengolahnya menjadi
sesuatu yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat digunakan untuk
kepentingan manusia pada umumnya.

Plastik-plastik yang berceceran di lingkungan sekitar kita dan terkena sinar


ultra violet dari matahari menyebabkan plastik rapuh menjadikan plastik
berukuran kecil-kecil. Plastik ini tidak hilang, menurut penelitian ilmiah yang
menunjukkan bahwa plastik mengandung zat-zat kimia beracun bagi manusia.
Plastik yang berceceran, dibakar, atau dibuang terurai menjadi molekul beracun
yang menyebar di lingkungan sekitar kita. Lambat laun, molekul berbahaya ini
larut ke tanah, air, dan udara, yang kemudian diserap oleh tumbuhan dan hewan
lalu dimakan oleh manusia. dan sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Molekul
beracun yang terdapat pada plastic terbuat dari zat-zat petrokimia, zat-zat kimia
ini tidak cocok dengan tubuh manusia dan tidak layak kembali ke ekologi di
sekitar kita. Pada akhirnya zat- zat itu dapat membentuk dan memperbanyak
estrogen yang dapat menyebabkan kelainan bayi, kanker, dan pelemahan tubuh-
sel, organ, tulang, dan lain-lain. Molekul-molekul ini berlipat ganda di dalam
tubuh dan diturunkan oleh ibu hamil ke bayi-bayinya (Pavani & Rajeswari, 2014
dalam Istirokhatun, dan Nugraha, 2019).

Oleh karena itu pembuatan ecobrics adalah salah satu solusi mengatasi
masalah tersebut. Ecobrick merupakan salah satu cara mendaur ulang sampah-
sampah yang membutuhkan waktu sangat lama untuk dapat terurai sebagai usaha
untuk menjaga kelestarian, kenyamanan, serta keselamatan lingkungan.
Kelimpahan sampah plastik yang pada akhirnya membuat sengsara bahkan
merenggut nyawa penghuni bumi telah banyak diberitakan. Sampah-sampah yang
tidak mudah terurai ini sangat banyak ditemukan di laut dan mengganggu
kelangsungan hidup biota laut. Binatang-binatang yang hidup di laut tidak dapat
membedakan sampah dengan binatang laut lain yang menjadi makanan mereka.

Sebagian besar masyarakat yang masih memperlakukan plastik-plastik


bekas sebagai sampah plastik rumah tangga, mengotori lingkungan, sungai dan
mencemari kehidupan sehari-hari tanpa adanya kesadaran diri. Untuk itu kiranya
perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif mengenai upaya pengolahan kreatif
sampah plastik ini. Dimulai dari sampah plastik rumah tangga dengan sedikit
usaha, satu masalah penting akan terurai agar lingkungan alam tempat kita
berpijak akan terasa nyaman. Usaha mengelola sampah plastik dengan metode
ecobricks diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi limbah
plastik dengan cara memanfaatkannya menjadi furnitur (kursi, meja), ruang
tanam, dinding, bahkan sebuah bangunan secara utuh. Sehingga, metode ecobricks
ini dapat mengurangi pencemaran plastik di lingkungan sekitar. Edukasi ecobrick
kedepannya diharapkan dapat menumbuhkan budaya anti plastik dan masyarakat
bisa lebih menjaga lingkungan demi terciptanya lingkungan yang sehat dan
bersih.
REFERNSI:
Andriastuti1, B. T., Arifin, dan Fitria, L. 2019. Potensi Ecobrick dalam
Mengurangi Sampah Plastik Rumah Tangga di Kecamatan Pontianak
Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 7(2): 055-063.

Antico, F. C., Wiener, M. J., Araya-Letelier, G., & Gonzalez Retamal, R. 2018.
Eco-bricks: a sustainable substitute for construction materials. Revista de
La Construcción. https://doi.org/10.7764/rdlc.16.3.518.

Ecobricks.org. 2015. Panduan Visi Ecobrick.

Istirokhatun, T., dan Nugraha, W. D., 2019. Pelatihan Pembuatan Ecobricks


Sebagai Pengelolaan Sampah Plastik Di Rt 01 Rw 05, Kelurahan Kramas,
Kecamatan Tembalang, Semarang. Jurnal Pasopati, 1(2): 85-89.

Jenna Jambeck. 2018. The Plastic Tide. University of Georgia.

Maier, R., Angway, I., & Himawati, A. 2017. Plastik, Lingkungan dan Ecobricks.

Nasution, B.N.M. 2013. Pemberdayaan Masyarakat: Studi Kasus Kegiatan Bank


Sampah Di Perumahan Bukit Pamulang Indah Rw 09 Dan 13 Tangerang
Selatan. Tesis. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pratiwi, I.H., Wignjosoebroto, S., dan Dewi, D.S. 2007. Sistem Pengelolaan
Sampah Plastik Terintegrasi dengan Pendekatan Ergonomi Total Guna
Meningkatkan Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus: Surabaya). Skripsi.
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Sumastuti, E., Setyorini, N., Gultom., H. C. 2018. Ecobrick sebagai Solusi


Pengelolaan Limbah Plastik di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan
Gajahmungkur Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Kolaborasi
Pengabdian pada Masyarakat vol 1, pp 1-5.

Wanda. 2019. Upaya Indonesia Menanggulangi Limbah Sampah Plastik Dari


Belanda. JOM FISIP, 6(1):1-12.

Anda mungkin juga menyukai