Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut observasi yang peneliti lakukan permasalahan yang terjadi saat ini dalam

implementasi kebijakan Peraturan Walikota Nomor 40 Tahun 2021 tentang pembatasan penggunaan

kantong plastik dan styrofoam, pada dasarnya kebijakan tersebut sudah dilaksanakan namun belum

maksimal sesuai dengan peraturan yang berlaku dikarenakan masih banyaknya pelaku usaha, pusat

perbelanjaan, dan toko modern serta pedagang kaki lima masih menggunakan plastik dan stryfoam

dalam berjualan,, sebagaimana diketahui Peraturan Walikota ini sudah diterapkan selama 2 tahun

namun masih saja belum maksimal dalam pelaksanaan di masyarakat (Delvi, 2023).

Kebijakan Walikota Palu tersebut dimaksudkan untuk mengubah pola pikir

masyarakat. Masyarakat diminta untuk tidak bergantung pada kantong plastik yang

cenderung merusak lingkungan dan menggantinya dengan kantong berbahan kertas atau kain

yang dapat digunakan berulang kali yang terpenting, ramah lingkungan. Implementasi suatu

kebijakan merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan ditetapkannya suatu kebijakan.

Menurut

Grindle (1980), tugas implementasi adalah membentuk keterkaitan yang akan memudahkan

terwujudnya tujuan suatu kebijakan dan

dampak kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, kajian implementasi termasuk sebagai

sistem penyampaian kebijakan

Kebijakan Wali Kota Banjarmasin tersebut dimaksudkan untuk mengubah pola pikir
masyarakat. Masyarakat diminta untuk tidak
bergantung pada kantong plastik yang cenderung merusak lingkungan dan menggantinya
dengan kantong berbahan kertas atau kain yang
dapat digunakan berulang kali. Yang terpenting, ramah lingkungan.

Implementasi suatu kebijakan merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan


ditetapkannya suatu kebijakan. Menurut
Grindle (1980), tugas implementasi adalah membentuk keterkaitan yang akan memudahkan
terwujudnya tujuan suatu kebijakan dan
dampak kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, kajian implementasi termasuk sebagai sistem

penyampaian kebijakan

Dari segi lokasi, penerapan kebijakan pengurangan penggunaan kantong plastik di Kota
Banjarmasin dimulai dari pusat
perbelanjaan modern, supermarket, dan minimarket, serta toko ritel. Menurut data Dinas
Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin tahun 2019
menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini sangat efektif karena berhasil mengurangi
sampah plastik hingga 55%. Lebih lanjut, kebijakan
tersebut juga akan diterapkan di lingkungan sekolah, diikuti dengan imbauan pengurangan
kantong plastik bagi restoran, apotek, kios, toko,
dan sejenisnya.

Pemerintah Kota Banjarmasin menyadari bahwa pola pikir sebagian besar pelaku pasar
tradisional bersifat heterogen dan
berbeda dengan pelaku pasar kebutuhan dan atau toko modern, sehingga penegakan
kebijakan khususnya pada pasar tradisional akan
diterapkan secara bertahap. Untuk tahap awal, dua pasar yaitu eiPandu dan Teluk Dalam
dibidik sebagai lokasi uji coba menerapkan kebijakan pengurangan kantong plastik
Sebagaimana diketahui pasar merupakan tempat orang-orang memperdagangkan barang dan
jasa, terdapat interaksi antara
pelaku produsen dan konsumen serta distributor barang dan jasa (Ehrenberg & Smith, 2003
dalam Hartono et al., 2015: 838) . Sementara
itu, pasar tradisional merupakan sumber penghasil sampah terbesar di negara berkembang
(Matsui et al., 2014). Kota Banjarmasin sendiri
memiliki 33 pasar tradisional dengan skala berbeda-beda. Beberapa kios menghasilkan
berbagai jenis sampah dari barang dagangan,
wadah, dan kemasan berbahan plastik atau kertas di pasar tradisional tersebut.

Kebetulan pada bulan November 2019, tim Peneliti mengamati proses transaksi jual beli di
pasar Pandu dan Teluk Dalam. Pelaku
yang melakukan transaksi jual beli di kedua pasar tersebut sebagian besar masih
menggunakan kantong plastik untuk membawa barang
yang ditransaksikannya. Hanya satu hingga dua orang pelaku yang terlihat membawa wadah
yang terbuat dari bahan non-plastik (seperti
keranjang Purun). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat baik penjual maupun
pembeli masih bersikap praktis dalam
bertransaksi. Hal inilah yang membuat ketergantungan terhadap kantong plastik masih
terlihat signifikan. Becker dkk. (2014) berpendapat
bahwa niat individu kurang ampuh jika dibandingkan dengan kebiasaan dan peraturan
institusi, insentif, dan dukungan yang dapat
mendorong perubahan perilaku dengan mengubah nilai dan tujuan perilaku. Larangan atau
pajak terhadap kantong plastik adalah contoh
aturan yang bisa digunakan. Serta fakta bahwa penelitian yang fokus pada implementasi
kebijakan pengurangan atau pelarangan penggunaan kantong plastik di pasar
tradisional masih langka dan terbatas.
Kebijakan Wali Kota Banjarmasin tersebut dimaksudkan untuk mengubah pola pikir
masyarakat. Masyarakat diminta untuk tidak
bergantung pada kantong plastik yang cenderung merusak lingkungan dan menggantinya
dengan kantong berbahan kertas atau kain yang
dapat digunakan berulang kali. Yang terpenting, ramah lingkungan.
Pemerintah Kota Banjarmasin telah membuat kebijakan untuk mengurangi penggunaan
kantong plastik, namun sebagian besar
masyarakat khususnya para pelaku pasar tradisional belum mematuhi prosedur tersebut.
Sementara itu, situasi ini mendorong Tim Peneliti
untuk melakukan penelitian yang fokus pada pengurangan atau pelarangan penggunaan
kantong plastik di pasar tradisional.

Pemanasan global antara lain menyebabkan panjangnya musim kemarau, selain juga

berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan . Musim kemarau yang panjang juga

mengganggu durasi bercocok tanam meskipun sampah plastik bukan satu-satunya penyebab

pemanasan global dan kerusakan lingkungan, namun upaya pencegahan bahkan

penanggulangan sampah plastik sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan pemanasan


(M. Sayuti Enggok et al., 2022).
global dan lingkungan hidup
Produksi dan konsumsi plastik berlebihan yang belum pernah terjadi sebelumnya saat
(Heidbreder et al., 2019)
ini telah mencapai lebih dari 350 juta ton per tahun Mengungkapkan

bahwa produksi dan pembakaran plastik pada tahun 2019 akan menambah lebih dari 850 juta

metrik ton emisi gas rumah kaca (GRK) yang setara dengan emisi dari 189 pembangkit listrik

tenaga batubara dengan lima ratus emisi kapasitas daya megawatt. Proyeksi emisi tahunan

dari siklus hidup plastik sangat mengkhawatirkan. Proyeksi tersebut menunjukkan bahwa

emisi tahunan dari siklus hidup plastik akan meningkat menjadi 1,34 Gt CO2e pada tahun

2030 dan 2,80 Gt CO2e pada tahun 2050, setara dengan emisi dari masing-masing 295 dan

615 pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan daya 500 megawatt yang beroperasi pada
(Munshi dalam Ali et al., 2022).
kapasitas penuh

Emisi GRK dari siklus hidup produksi plastik global (mulai dari ekstraksi hingga

pembuangan) akan mengancam kemampuan komunitas global untuk mencapai target iklim

global. Berbagai keunggulan plastik seperti fleksibilitas, daya tahan, dan murah

menjadikannya ada di mana-mana dan penting dalam kehidupan sehari-hari di seluruh dunia.

Namun penggunaan plastik secara ekstensif, di “zaman plastik” ini ,telah menimbulkan

konsekuensi lingkungan yang serius dan permasalahan menantang yang dihadapi umat
(Heidbreder et al., 2019)
manusia dalam sejarah umat manusia . Peningkatan penggunaan

plastik dan emisi dari siklus hidupnya secara eksponensial mengancam kemampuan

perekonomian global untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 °C


(Hamilton dalam Ali et al., 2022)
. Dengan ekspansi besar-besaran di industri plastik, permasalahan plastik

menjadi semakin buruk. Hal ini akan berdampak buruk pada kualitas lingkungan dan upaya

memerangi perubahan iklim.

Konsumsi plastik di Pakistan meningkat karena berbagai alasan termasuk

pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang merajalela, perubahan gaya hidup, munculnya

pusat perbelanjaan dan toko-toko besar, media sosial, dan paparan global. Saat ini, konsumsi
plastik per kapita di Paki stan adalah 6,5 kg, jauh di bawah rata-rata dunia sebesar 38 kg
(Munshi Ali et al., 2022)
. Meskipun penggunaan plastik terus meningkat selama bertahun-

tahun, hal ini juga menimbulkan permasalahan terkait kelestarian lingkungan. Di Asia

Selatan, Pakistan memiliki persentase kesalahan pengelolaan plastik tertinggi. Di Pakistan,

lebih dari 3,3 juta ton plastik terbuang setiap tahunnya (UNDP 2020). Kantong sekali pakai

yang tidak dapat terbiodegradasi berakhir di tempat pembuangan sampah, selokan kota

menghambat sistem saluran pembuangan dan menjadikannya kurang efisien. Hal ini juga

membuat operasional utilitas menjadi mahal. Selain itu, praktik pengelolaan sampah juga

menambah permasalahan yang tidak terjadi di seluruh Pakistan, termasuk di kota pesisir
(Mukheed dalam Ali et al., 2022)
Karachi

Dengan populasi 96,5 juta orang (GSO dalam Thu THUY & Thi Bich NGUYET, 2021) ,

Vietnam setiap tahunnya membuang 23 juta ton limbah domestik ke lingkungan, dengan

tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 5% per tahun. Pada tahun 2020, diperkirakan tingkat

sampah domestik mencapai 36,2 juta ton, dimana sampah plastik dan kantong plastik di

Vietnam saat ini berada pada tingkat yang sangat tinggi, yaitu sekitar 8-12%, sekitar 2,5 juta

ton per tahun. Vietnam melepaskan diri ke lingkungan 20-60 ton plastik per hari dan

menempati peringkat ke-17 dari 109 negara dengan tingkat pencemaran yang disebabkan

oleh sampah plastik (PBB, 2018), peringkat ke-4 dunia dalam hal jumlah besar sampah

plastik yang dibuang ke laut, yaitu 6% dari total dunia sampah plastik dibuang ke laut
(Thu THUY & Thi Bich NGUYET, 2021b)
.

Menurut Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, rata-rata sebuah

rumah tangga menggunakan sekitar 1 kg kantong plastik per bulan, secara nasional sekitar 25

juta kantong plastik per hari Rata-rata, sebuah rumah tangga di perkotaan membuang sekitar

2-5 kantong plastik per hari. Jumlah ini sangat besar dan terus bertambah, namun hanya
sekitar 17% kantong plastik yang digunakan kembali secara rutin dan sebagian kecil
(Thu THUY & Thi Bich NGUYET, 2021c)
dikumpulkan dan didaur ulang

Pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu bertambah di setiap tahunnya baik itu di kota

maupun di desa sekalipun. Jumlah total populasi sekitar 260 juta (dua ratus enam puluh juta)

penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat nomor empat di dunia. Kebutuhan

masyarakat kian bertambah dan beriringan akan bertambahnya volume sampah serta karakteristik
(Yohanes dalam Blolo, 2021)
sampah yang semakin beragam jenisnya . Menurut data kebutuhan

plastik terus meningkat hingga mengalami kenaikan rata-rata 200 ton per tahun.
(Arico dalam M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
Hal ini kemudian menimbulkan limbah sampah plastik,
(Qodriyatun dalam M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
karena sangat potensial mencemari lingkungan karena

berbahaya bagi kesehatan


(Anom & Lombok, 2020) .Pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan

akan terus meningkat, sebagai dampak dari pertumbuhan sektor dan industri pengguna plastik, seperti

industri makanan dan minuman yang diperkirakan akan tumbuh 5-7 persen dan terus meningkat pesat
(M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
.Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih

terbilang minim. Hal itu berkaitan dengan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(LHK) RI yang menyebutkan bahwa plastik hasil dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha

Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu 1 tahun saja, telah mencapai 10,95 juta lembar sampah

kantong plastik. Jumlah tersebut ternyata setara dengan luasan 65,7 hektar kantong plastik
(Putra dalam M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
.

Sementara saat ini Kota Banjarmasin volume per hari mencapai 2.100 ton atau 766 ribu

ton setahun. Dari jumlah tersebut 14% merupakan sampah plastik yang diperkirakan

mencapai 295,6 ton per hari atau 107 ribu ton per tahun. Jumlah sampah ini niscaya akan

terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk. Pada tahun 2019, data pengelolaan

sampah yang dirilis Pemerintah Kota Banjarmasin antara lain menunjukkan jumlah

pengelolaan sampah baru mencapai 68,89% dengan angka penurunan hanya 19,66%.

Dengan demikian kurang lebih 30% produksi sampah belum tertangani. Selama ini
berdasarkan pengalaman mengajarkan bahwa pengendalian sampah plastik, khususnya yang

berasal dari kantong plastik, tidak akan berhasil tanpa instrumen kebijakan yang sesuai dan

bersifat koersif, secara efektif dan terus-menerus


(Haroan dalam M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
.

Sampah yang dihasilkan Plastik telah berkembang seiring dengan masyarakat. Banyak

kemajuan di beberapa sektor disebabkan oleh plastik Namun adanya sampah plastik masih

menjadi masalah publik yang sukar dipecahkan Apalagi penggunaan bahan plastik semakin

lama semakin meluas dan meningkat karena sifatnya kuat dan tidak mudah rusak oleh
(M. Sayuti Enggok et al., 2022b)
pelapukan. .Sampah plastik membutuhkan waktu antara

500 hingga 1000 tahun untuk terurai dengan sendirinya. Keberadaannya di lingkungan

berdampak serius terhadap tanah dan air, serta secara tidak langsung berdampak pada

kesehatan manusia. Kantong plastik biodegradable harus terurai dalam waktu 6 bulan hingga

2 tahun atau lebih, tergantung kondisi lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan kantong

plastik masih menjadi beban lingkungan (Kementerian Kesehatan, 2019).

Pemerintah telah memberlakukan kebijakan pelarangan plastik sekali pakai. Beberapa daerah

sedang gencar mengatur larangan terhadap produk kebijakan penggunaan kantong plastik, dengan

menggunakan instrumen peraturan kepala daerah. Salah satunya yakni Pemerintah Kota Palu Tentang

Pembatasan Penggunaan Kantong Plastik Sekali Pakai dan Styrefoam. Peraturan ini bertujuan untuk

melindungi wilayah daerah dari pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh

penggunaan kantong plastik. Dalam hal ini, sasaran kebijakan terdiri dari Dengan demikian dapat

menjaga kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem


(Lestari dalam Husain & Hertati, 2023)
.

Sebagaimana pada Peraturan Walikota Palu Nomor 40 Tahun 2021 Tentang Pengurangan

Penggunaan Kantong Plastik Sekali Pakai dan Styrofoam bahwa Pemerintah Kota Palu mempunyai

tugas memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan penggunaan kantong

plastik sekali pakai dan styrofoam


Perumusan Masalah

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

3. Manfaat Penelitian

4. Keaslian Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S., Ahmed, W., Solangi, Y. A., Chaudhry, I. S., & Zarei, N. (2022). Strategic analysis of single-use
plastic ban policy for environmental sustainability: the case of Pakistan. Clean Technologies and
Environmental Policy, 24(3), 843–849. https://doi.org/10.1007/s10098-020-02011-w
Anom, I. D. K., & Lombok, J. Z. (2020). Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Kantong Plastik
sebagai Bahan Bakar Bensin. Fullerene Journal of Chemistry, 5(2), 96.
https://doi.org/10.37033/fjc.v5i2.206
Blolo, Y. K. (2021). Implementasi kebijakan pengurangan penggunaan kantong plastik di Kota Denpasar.
SOROT, 16(1), 13. https://doi.org/10.31258/sorot.16.1.13-24
Heidbreder, L. M., Bablok, I., Drews, S., & Menzel, C. (2019). Tackling the plastic problem: A review on
perceptions, behaviors, and interventions. In Science of the Total Environment (Vol. 668, pp. 1077–
1093). Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.02.437
Husain, I. A., & Hertati, D. (2023). POLICY IMPLEMENTATION FOR REDUCING THE USE OF
PLASTIC BAGS. In Jurnal Kebijakan Publik (Vol. 13, Issue 2).
https://jkp.ejournal.unri.ac.idhttps://jkp.ejournal.unri.ac.id
M. Sayuti Enggok, Normajatun, & Deli Anhar. (2022a). GOVERNMENT POLICY OF THE CITY OF
BANJARMASIN ON REDUCING THE USE OF PLASTIC BAGS (A CASE STUDY OF A
GOVERNMENT POLICY OF THE CITY OF BANJARMASIN). International Journal of Social
Science, 1(5), 601–608. https://doi.org/10.53625/ijss.v1i5.1302
M. Sayuti Enggok, Normajatun, & Deli Anhar. (2022b). GOVERNMENT POLICY OF THE CITY OF
BANJARMASIN ON REDUCING THE USE OF PLASTIC BAGS (A CASE STUDY OF A
GOVERNMENT POLICY OF THE CITY OF BANJARMASIN). International Journal of Social
Science, 1(5), 601–608. https://doi.org/10.53625/ijss.v1i5.1302
Thu THUY, T., & Thi Bich NGUYET, N. (2021a). Awareness and Attitude of Young People in Hanoi City
Toward Environmentally Friendly Products: A Case Study of Bio-Plastic Bags.
Thu THUY, T., & Thi Bich NGUYET, N. (2021b). Awareness and Attitude of Young People in Hanoi City
Toward Environmentally Friendly Products: A Case Study of Bio-Plastic Bags.
Thu THUY, T., & Thi Bich NGUYET, N. (2021c). Awareness and Attitude of Young People in Hanoi City
Toward Environmentally Friendly Products: A Case Study of Bio-Plastic Bags.

Anda mungkin juga menyukai