Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PEMERINTAH BULELENG DALAM MENGURAI

SAMPAH PLASTIK DI KABUPATEN BULELENG


Gede Yoga Satrya Wibawa
STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja, yogasatryawibawa@gmail.com

ABSTRAK
Selama ini sebagian besar pengelolaan sampah di Indonesia, belum sesuai dengan
metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sistem
pengelolaan persampahan terutama untuk daerah perkotaan, harus dilaksanakan secara
tepat dan sistemastis. Untuk mengatasi masalah penumpukkan sampah yang selama ini
memang menjadi penanganan jangka pendek dari permasalahan yang kompleks tentang
lingkungan hidup, diperlukan campur tangan atau peran pemerintah. Meningkatnya
jumlah penduduk dari tahun ke tahun di kabupaten Buleleng dengan berubahnya pola
konsumsi serta gaya hidup dari masyarakat maka timbulah permasalahan yang terus
meningkat yaitu tentang sampah. Produksi sampah di kota Singaraja tahun 1997
mencapai 240 m3/hari, yang berasal dari permukiman penduduk 70,8%, pasar 14,6%, dan
dari pohon-pohon di pinggir jalan 8% (Profil Kota Singaraja Tahun 2010). Target
pengurangan sampah menurut Peraturan Bupati Buleleng pada Tahun 2018 target
pengurangan sampah hanya 18 %, Tahun 2019 mencapai 20 %, Tahun 2020 mencapai 22
%, dan Tahun 2021 target pengurangan sampah mencapai 24 %. Setiap tahun ada
peningkatan target pengurangan sampah sebanyak 2 % per tahunnya. Pemerintah
Kabupaten Buleleng menertibkan dan menetapkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2013
tentang pengelolaan sampah serta pengelolaan tentang sampah plastik telah tercantum
dalam Peraturan Gubernur Nomor 97 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik
Sekali Pakai (PSP). Adanya peraturan dari pemerintah dan penegak hukum akan
mengurangi penggunaan plastik yang ada di Kabupaten Buleleng.
Kata Kunci : Sampah, Target Pengurangan, Pemerintah

I. PENDAHULUAN
Selama ini sebagian besar pengelolaan sampah di Indonesia, belum sesuai dengan
metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Selain itu,
penanganan sampah masih bertumpu pada pemerintah terlihat masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam menciptakan kebersihan lingkungan. Potensi sampah juga
masih belum banyak diketahui oleh masyarakat yang sebenarnya merupakan potensi
usaha bagi masyarakat dengan pengolahan yang tepat guna sesuai potensi dan kegunaan
masyarakat (Jati, 2013).
Sistem pengelolaan persampahan terutama untuk daerah perkotaan, harus
dilaksanakan secara tepat dan sistemastis. Kegiatan pengelolaan persampahan akan
melibatkan penggunaan dan pemanfaatan berbagai prasarana dan sarana persampahan

S I S T A: 76

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

yang meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan


maupun pembuangan akhir. Masalah sampah berkaitan erat dengan dengan pola hidup
serta budaya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu penanggulangan sampah bukan
hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya membutuhkan partisipasi
masyarakat secara luas. Jumlah sampah ini setiap tahun terus meningkat sejalan dan
seiring meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat atau
manusianya dan disertai juga kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang menghasilkan
pula pergeseran pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif (Sahil, et al., 2016).
Untuk mengatasi masalah penumpukkan sampah yang selama ini memang
menjadi penanganan jangka pendek dari permasalahan yang kompleks tentang
lingkungan hidup, diperlukan campur tangan atau peran pemerintah. Hal ini terkait
dengan tanggung jawab pemerintah yaitu sebagai politisi, perumus kebijakan, dan
administrator (Soeharto, 2008: 49). Sedangkan menurut Ehworm (2008), tanggung jawab
utama pemerintah daerah dalam mengelola sampah yaitu mengatur sampah rumah
tangga, didaur ulang, atau dibuang dengan benar. Selain itu, peran lainnya termasuk
menginformasikan adanya komunitas yang dapat membantu mengelola sampah. Peran
tersebut juga dimaksudkan sebagai bagian dari perbaikan infrastruktur. Secara normatif,
pengelolaan sampah telah diundang-undangkan dalam UU. No. 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang dimaksud disini adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Dalam undang-undang ini juga disebutkan tugas dan kewajiban
pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Kebijakan nasional dan provinsi dalam
pengelolaan sampah selanjutnya dapat dirumuskan oleh pemerintah daerah sebagai
bentuk pengurangan dan penanganan sampah dari sumber timbulan sampah itu sendiri.
Oleh karena itu, pada aspek pengelolaan sampah sendiri, dapat disimpulkan bahwa
pemerintah memiliki peran dalam pengelolaan sampah (Jati, 2013).
Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun di kabupaten Buleleng
dengan berubahnya pola konsumsi serta gaya hidup dari masyarakat maka timbulah
permasalahan yang terus meningkat yaitu tentang sampah. Pola pikir, pola sikap, dan
pola tindak yang masih keliru terhadap sampah akan menimbulkan permasalahan sosial,
lingkungan dan kesehatan. Permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah
antara lain terjadinya kerusakan dalam system perairan, sehingga terjadi pencemaran
air. Hal tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menertibkan dan
menetapkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Namun,
dengan diberlakukannya peraturan daerah tersebut di masyarakat ternyata pencemaran
lingkungan dan masalah sampah masih menjadi permasalahan di sejumlah daerah di
Kabupaten Buleleng. Dengan demikian peraturan daerah yang dikeluarkan tidak
berlaku secara efektif dan kurangnya disosialisasikan oleh Pemerintah Daerah atau oleh
instansi terkait sehingga pemahaman masyarakat terkait substansi Perda Kabupaten
Buleleng No. 1 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah masih belum dipahami
(Cahayahati, dkk., 2019). Produksi sampah di kota Singaraja tahun 1997 mencapai 240
m3/hari, yang berasal dari permukiman penduduk 70,8%, pasar 14,6%, dan dari pohon-
pohon di pinggir jalan 8% (Profil Kota Singaraja Tahun 2010). Jumlah timbulan sampah

S I S T A: 77

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

harian Kabupaten Buleleng rata-rata 3.503,07 m3 per harinya. Selanjutnya disampaikan


pula bahwa dari timbulan sampah per harinya, 42,25% adalah sampah organik dan
57,75% sampah anorganik. Karakteristik sampah anorganik yang dihasilkan adalah
20,25% sampah plastik, 15,73% kertas dan 6,27% sampah anorganik lainnya.
Plastik merupakan material terbuat darinafta yang merupakan produk turunan
minyak bumi yang diperoleh melalui proses penyulingan. Karakteristik plastik yang
memiliki ikatan kimia yang sangat kuat sehingga banyak material yang dipakai oleh
masyarakat berasal dari plastik. Namun plastik merupakan material yang tidak bisa
terdekomposisi secara alami (non biodegradable) sehingga setelah digunakan, material yang
berbahan baku plastik akan menjadi sampah yang sulit diuraikan oleh mikroba tanah dan
akan mencemari lingkungan. Berdasarkan asalnya, sampah plastik dibedakan menjadi
sampah plastik industri dan sampah plastik rumah tangga. Sampah plastik industri
berasal dari industri pembuatan plastik maupun industri yang bergerak di bidang
pemrosesan. Sampah plastik rumah tangga dihasilkan terkait dengan aktivitas manusia
sehari-hari misalnya plastik kemasan, plastik tempat makanan atau minuman (Syamsiro
dkk, 2013 dalam Wahyudi, et al., 2018).
Pengelolaan sampah plastik menjadi masalah sebab plastik merupakan material
yang tidak bisa terdekomposisi secara alami (non biodegradable) sehingga pengelolaan
sampah plastik dengan landfill maupun open dumping tidak tepat dilakukan. Pengelolaan
sampah plastik dengan cara pembakaran dapat menyebabkan dampak negatif terhadap
lingkungan berupa terjadinya pencemaran udara khususnya emisi dioxin yang bersifat
karsinogen. Pengelolaan sampah plastik lainnya adalah dengan mendaur ulang sampah
plastik menjadi bentuk lain, namun proses daur ulang ini hanya akan merubah sampah
plastik menjadi bentuk baru bukan menanggulangi volume sampah plastik sehingga
ketika produk daur ulang plastik sudah kehilangan fungsinya maka akan kembali
menjadi sampah plastic (Wahyudi, et al., 2018).
Mengingat keberadaan sampah plastik yang begitu sangat memprihatinkan,
Gubernur Bali I Wayan Koster, pada 24 Desemebr 2018 akhirnya mengumumkan larangan
penggunaan kantong plastik, Styrofoam, dan sedotan plastik. Larangan tersebut
dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 97 tahun 2018 untuk menekan
kemunculan sampah plastik yang sangat mengganggu kelestarian lingkungan. Namun,
penanggulangan sampah plastik sampai saat ini masih menjadi persoalan yang perlu
mendapat perhatian yang serius, sebab pengelolaan sampah selama ini, masih bertumpu
pada satu penyelesaian di tingkat pengumpulan akhir (end pipe) yang disebut TPA
(tempat pembuangan akhir) dengan menggunakan sistem open dumping. Upaya-upaya
pengurangan sampah (reduce) dari sumber penghasil sampah masih belum banyak
memberikan hasil. Ditambah kesadaran masyarakat untuk berperilaku ‟mengurangi
sampah‟, apalagi memilah sampah organik dengan sampah anorganik masih jauh dari
harapan. Akibatnya, semua jenis sampah harus terangkut dan tertimbun di lokasi
pembuangan akhir yang disebut TPA (Suda, 2019).
Permasalahan sampah timbul disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan penduduk, pola konsumsi
masyarakat, perilaku penduduk, aktifitas fungsi kota, dan kepadatan penduduk (Profil
Kota Singaraja Tahun 2010). Oleh karena itu, Pemerintah Buleleng menerapkan paradigma
pengelolaan sampah dari pendekatan ujung pipa (end of pipes) yaitu membuang sampah

S I S T A: 78

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

langsung ke TPA kearah pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R yaitu reduce


(mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (daur ulang). Kebijakan
pengelolaan sampah ditekankan pada pengurangan sampah pada sumbernya, pemilahan
dan daur ulang. Reuse bisa dengan menggunakan barang yang masih bisa digunakan,
reduce melalui pengurangan sampah, dan recycle dengan mendaur ulang kembali sampah-
sampah yang ada di lingkungan untuk dijadikan barang lainnya yang lebih bernilai
ekonomi (Pageh, dkk., 2018). Dilihat dari uraian permasalahan di atas, sehingga terdapat
kesenjangan hukum dengan praktek di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan oleh masih
adanya ketidaktahuan masyarakat akan peraturan pemerintah yang di terapkan dan
betapa pentingnya peraturan tersebut.

II. PEMBAHASAN
2.1 KARAKTERISTIK JENIS PLASTIK
Struktur dasar kimia plastik merupakan ikatan kovalen. Plastik merupakan
molekul hydrocarbon. Molekul dari plastik disebut makro molekul karena ukurannya
sangat besar dilihat dari jumlah atom carbon. Dalam perkembangannya, plastik digunakan
dalam berbagai bentuk dan kegunaan, seperti peralatan makan, pembungkus makanan,
lensa optik, struktur bangunan, furniture, fiberglass, dan lain-lain (Azizah, 2009 dalam
Widiyatmoko, et al., 2015).
Berdasarkan jenis produknya, terdapat 6 jenis plastik yaitu Polyethylene
Terephthalate (PET), High Density Polyethylene (HDPE), Polyvinyl Chloride (PVC), Low
Density Polyethylene (LDPE), Polypropylene (PP), Polystyrene (PS) dan Other. Umumnya
sampah plastik memiliki komposisi 46% Polyethylene (HDPE dan LDPE), 16% Polypropylene
(PP), 16% Polystyrene (PS), 7% Polyvinyl Chloride (PVC), 5% Polyethylene Trephthalate (PET),
5% Acrylonitrile-Butadiene-Styrene (ABS) dan polimer-polimer lainnya. Lebih dari 70%
plastik yang dihasilkan saat ini adalah Polyethylene (PE), Polpropylene (PP), Polystyrene (PS),
dan Polyvinyl Chloride (PVC) sehingga sebagian besar studi yang dilakukan berhubungan
dengan keempat jenis polimer tersebut (Wahyudi, et al., 2018).

2.2 BAHAYA SAMPAH PLASTIK


Beberapa dampak apabila sampah tidak dikelola dengan baik adalah sebagai
berikut (Suwerda, 2016 : 6 dalam Fitri, et al., 2019):
1. Sampah dapat menjadi sumber penyakit, lingkungan menjadi kotor. Hal ini
akan menjadi tempat yang subur bagi mikroorganisme pathogen yang
berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga menjadi tempat sarang lalat, tikus
dan hewan liar lainnya.
2. Pembakaran sampah dapat berakibat pencemaran udara yang dapat
menganggu kesehatan masyarakat dan memicu terjadinya pemanasan global.
3. Pembususkan sampah dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan
berbahaya bagi kesehatan. Cairan yang dikeluarkan dapat meresap ke tanah
dan dapat menimbulkan pencemaran sumur, air tanah dan yang dibuang ke
badan air akan mencemari sungai

S I S T A: 79

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

4. Pembuangan sampah ke sungai atau ke badan air dapat menimbulkan


pendangkalan sungai, sehingga dapat memicu terjadinya banjir.
Sedangkan menurut (Ardhani, et al., 2020) bahaya sampah plastik bagi lingkungan
sekitar dan tubuh meliputi :
1. Plastik baru bisa diuraikan oleh tanah setidaknya setelah tertimbun selama
200 hingga 400 tahun. Plastik akan menimbulkan zat kimia yang dapat
mencemari air tanah dan tanah sehingga tingkat kesuburannya menurun.
2. Plastik telah membunuh hingga 1 juta burung laut, 100.000 mamalia laut,
dan juga ikan-ikan yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya dalam setiap
tahunnya. Banyak hewan penyu di kepulauan Seribu yang mati hanya
karena memakan plastik yang dikiranya sebuah ubur-ubur, salah satu
makanan kesukaan penyu.
3. Pembuangan sampah plastik secara sembarangan di sungai-sungai akan
mengakibatkan pendangkalan sungai dan penyumbatan alirannya
sehingga menyebabkan banjir.
4. Sampah plastik yang dibakar akan membuat polusi udara karena ketika
plastik dibakar bahan kimia yang menjadi racun akan menyebar ke udara
dan atmosfer menjadi terkontaminasi,
5. Sampah plastik yang dibakar akan mencemari lingkungan karena dalam
asap tersebut terkandung zat dioksin dan zat karsinogenik yang apabila
dihirup oleh manusia dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan,
seperti gangguan sistem pernapasan, kanker, dan gangguan sistem syaraf.
6. Kemasan plastik yang dipakai untuk membungkus makanan atau
minuman panas juga dapat menimbulkan pembengkakan hati.
7. Bahan kimia tambahan yang ada dalam plastik juga dapat menyebabkan
gangguan reproduksi.

2.3 PENANGANAN SAMPAH PLASTIK OLEH PEMERINTAH BULELENG


Merujuk UU RI nomor 18 tahun 2008 pasal 1 (1) tentang pengelolaan sampah.
Selanjutnya PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga pada pasal 1 (1) menjelaskan sampah rumah tangga
adalah limbah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, yang tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik. Lebih lanjut menurut UU RI nomor 18 tahun 2008
pasal 1 (5) tentang pengelolaan sampah, yang dimaksud dengan pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Secara spesifik Perda Kabupaten Buleleng Nomor
1 tahun 2013 membahas tentang Pengelolaan sampah menjelaskannya, pada Pasal 1 (12)
Pengurangan sampah adalah rangkaian upaya mengurangi timbunan sampah, pendaur
ulangan sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Pasal 1 (13) penanganan
sampah adalah rangakian upaya dalam pengelolaan sampah yang meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Pasal 1 (14)
Pemilahan adalah upaya penanganan sampah dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai jenis, jumlah dan/atau sifat sampah (Pageh, dkk., 2018).
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru dapat dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah seperti Peraturan Pemerintah Kabupaten Buleleng.

S I S T A: 80

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan


pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Target pengurangan
sampah menurut Peraturan Bupati Buleleng tentang kebijakan dan strategi kabupaten
buleleng dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga dapat meningkat tiap tahunnya. Hal ini dapat disimpulkan dari banyaknya
timbunan sampah per tahunnya. Timbunan sampah dari tahun 2018 mencapai 149.039,36,
tahun 2019 mencapai 152.020,14, tahun 2020 mencapai 155.060,54, dan tahun 2021
mencapai 158.161,75. Untuk tahun 2018 target pengurangan sampah hanya 18 %, tahun
2019 mencapai 20 %, tahun 2020 mencapai 22 %, dan tahun 2021 target pengurangan
sampah mencapai 24 %. Setiap tahun ada peningkatan target pengurangan sampah
sebanyak 2 % per tahunnya.
Menurut (Wanda, 2019) Pengelolaan sampah yang baik (good garbage management)
pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama, sehingga implementasinya tidak
dapat dilihat secara sepihak pada lapisan (layer) tertentu saja. Secara umum kunci sukses
pengelolaan sampah meliputi :
1. Kredibilitas para pengambil kebijakan
2. Mekanisme implementasi yang efisien termasuk insentif terhadap pasar
3. Perhatian yang signifikan terhadap pasar daur ulang
4. Keterlibatan masyarakat
5. Komitmen yang berkelanjutan terhadap kualitas yang tinggi terhadap semua
operasi fasilitas pengelolaan sampah
6. Evaluasi yang efektif terhadap strategi atau opsi yang dipilih.
Disamping itu penegakan hukum lingkungan hendaknya dilaksanakan secara
konsisten, bukan hanya supaya para pencemar menjadi jera dan terhindarnya lingkungan
dari risiko kerusakan dan pencemaran, tapi juga supaya anggota masyarakat yang lain
tidak melanggar hukum (prevensi umum).
Di Kabupaten Buleleng diatur dalam Perda Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun
2013 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam perda tersebut ditentukan bahwa pemerintah
kabupaten bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan. Terlihat bahwa kewenangan dalam pengelolaan sampah yang
ada di Kabupaten Buleleng diatur oleh suatu badan yang berwenang diatasnya. Namun
dalam pengimplementasiannya, pengelolaan sampah tidak bisa tercapai sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh peraturan perundang-undangan, dikarenakan adanya beberapa
faktor yang menjadi penghambat bagi tiap pelaksanaan pengelolaan sampah yang ada di
Kabupaten Buleleng (Cahayahati, dkk., 2019).
Pada akhir tahun 2018 lalu, tepatnya pada tanggal 21 Desember, Pemerintah
Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 97 Tentang Pembatasan
Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai (PSP). Pergub Pembatasan Timbulan Sampah
Plastik Sekali Pakai ini bertujuan pengurangan limbah plastik sekali pakai serta mencegah
kerusakan lingkungan, dan telah diuji coba sejak awal tahun 2019 sebagai transisi sebelum
mulai memberlakukan aturan ini sepenuhnya mulai 23 Juni 2019 lalu. Dalam aturan
tersebut, baik produsen, distributor, dan pelaku usaha dilarang menggunakan kantong

S I S T A: 81

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

plastik sekali pakai yang berupa kantong plastik, styrofoam (Polisterina), dan sedotan
plastik. Untuk mengawasi Pergub ini, pada Pasal 18 disebutkan Gubernur membentuk
Tim Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Pembatasan Timbulan Sampah PSP. Setiap
orang, produsen, distributor, pemasok, pelaku usaha dan penyedia PSP yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 9 ayat (1) dikenakan
sanksi administratif. Namun, sebenarnya yang termasuk dalam PSP adalah segala bentuk
alat/bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik, lateks sintetis atau
polyethylene, thermoplastic synthetic polymeric, dan diperuntukkan untuk penggunaan sekali
pakai. Sebagian supermarket dan restoran di Bali khususnya di Kabupaten Buleleng
sudah mulai menerapkan Pergub ini sejak awal tahun 2019. Mereka mulai beralih
memakai kemasan yang lebih ramah lingkungan seperti tas dari kertas bekas (biasanya
dikenakan biaya tambahan) dan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus
makanan (Ardhani, et al., 2020).

III. PENUTUP
Penggunaan plastik di Kabupaten Buleleng terus meningkat seiring dengan
perkembangan jaman yang serba menggunakan bahan dasar dari plastik. Produksi
sampah di kota Singaraja tahun 1997 mencapai 240 m3/hari, yang berasal dari
permukiman penduduk 70,8%, pasar 14,6%, dan dari pohon-pohon di pinggir jalan 8%
(Profil Kota Singaraja Tahun 2010). Target pengurangan sampah menurut Peraturan
Bupati Buleleng tentang kebijakan dan strategi kabupaten buleleng dalam pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dapat meningkat tiap
tahunnya. Untuk tahun 2018 target pengurangan sampah hanya 18 %, tahun 2019
mencapai 20 %, tahun 2020 mencapai 22 %, dan tahun 2021 target pengurangan sampah
mencapai 24 %. Setiap tahun ada peningkatan target pengurangan sampah sebanyak 2 %
per tahunnya.
Dalam hal ini jika terus menerus diakukan akan berdampak negatif bagi ekosistem
maupun lingkungan sekitar. Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya masyarakat
yang tinggal di Kabupaten Buleleng mengenai limbah pastik yang sangat sulit diuraikan
atau di daur ulang. Sehingga, Pemerintah harus mengeluarkan perundang-undangan
untuk mencegah kerusakan pada ekosistem maupun lingkungan sekitar. Pengelolaan
mengenai tentang sampah telah diatur oleh perda Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun
2013 serta pengelolaan tentang sampah plastik telah tercantum dalam Peraturan Gubernur
Nomor 97 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai (PSP). Adanya
peraturan dari pemerintah dan penegak hukum akan mengurangi penggunaan plastik
yang ada di Kabupaten Buleleng (Paramita, 2020).

DAFTAR PUSTAKA
Ardhani, A. Dwi., Y. A. Pongtuluran, dan L IX King. (2020). Dua Sisi Mata Uang: Kebijakan
Publik dan Penanganan Sampah Plastik di Indonesia. Kementerian Sosial Politik dan
Kajian Strategis BEM. Universitas Sanata Dharma : Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cahayahati, NP Intan dan IGN Wairocana. (2019). Peranan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Buleleng Dalam Pengelolaan Sampah Di Pantai Pengastulan. Karya Ilmiah
Fakultas Hukum. Universitas Udayana : Bali.

S I S T A: 82

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021


Strategi Pemerintah Buleleng dalam Mengurai…(Yoga Satrya Wibawa, Hal. 76-83)

Fitri, R. Firdausia, N. U. Ati, dan Suyeno. (2019). Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam
Inovasi Pengelolaan Sampah Terpadu (Studi Kasus Di Taman Tempat Pembuangan Akhir
(Tpa) Randegan Kota Mojokerto. Jurnal Respon Publik. Vol. 13, No. 4. Hal : 12 – 18.

Jati, Tri Kharisma. (2013). Peran Pemerintah Boyolali Dalam Pengelolaan Sampah Lingkungan
Permukiman Perkotaan (Studi Kasus: Perumahan Bumi Singkil Permai). Jurnal Wilayah
dan Lingkungan. Vol. 1, No. 1. Hal : 1 – 16.

Paramita, I. B. (2020). New Normal Bagi Pariwisata Bali Di Masa Pandemi Covid 19.
Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama Dan Budaya, 57-65.

Pageh, I Made dan IG Made Aryana. (2018). Solusi Strategis Penangan Masalah Sampah
Dengan Mengolah Sampah Dapur Menjadi Pupuk Organik Cair (POC): (Kasus Dua Desa
Pinggir Kota di Kota Singaraja Bali). Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial. Vol. 4, No. 2. Hal : 175
– 180.

Sahil, Jailan, M. H. I. Al Muhdar, F. Rohman, dan I. Syamsuri. (2016). Sistem Pengelolaan


dan Upaya Penanggulangan Sampah Di Kelurahan Dufa- Dufa Kota Ternate. Jurnal
Bioedukasi. Vol. 4, No. 2. Hal : 478 – 487.

Suda, I Ketut. (2019). Penanggulangan Sampah Plastik Pada Upacara Piodalan Di Pura Besakih
(Perspektif Sosio-Ekologi). Denpasar : UNHI Press.

Wahyudi, Jatmiko, H. T. Prayitno, dan A. D. Astuti. (2018). Pemanfaatan Limbah Plastik


Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bahan Bakar Alternatif. Jurnal Litbang. Vol. 19, No. 1.
Hal : 58 – 67.

Wanda. (2019). Upaya Indonesia Menanggulangi Limbah Sampah Plastik Dari Belanda. JOM
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 6 : Edisi 1 Januari – Juni 2019.

Widiyatmoko, H., P. Purwaningrum, dan F. P. Arum P. (2015). Analisis Karakteristik


Sampah Plastik Di Permukiman Kecamatan Tebet Dan Alternatif Pengolahannya. Jurnal
Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Trisakti. Vol. 7, No. 1. Hal : 24 – 33.

S I S T A: 83

Volume 1 Nomor 1 Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai