Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI

I. KONSEP DASAR MEDIK


A. Defenisi Difteri
Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang
diserang terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas
timbulnya pseudomembran (Ngastiyah, 2010).
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium
diphteriae (Rampengan, 2011).
Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif (WHO).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil racun (Detik Health).
Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi
secara lokal pada mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang disebabkan
bakteri Corynabacterium Diphteria, ditandai oleh terbentuknya eksudat
yang membentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-
gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi bakteri
tersebut (Sudoyo Aru,2010).
B. Etiologi Difteri
Disebabkan oleh corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif
yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini
dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora, mati pada pemanasan 60ºC selama 10 menit, tahan sampai beberapa
minggu dalam es, air susu, dan lendir yang telah mengering.
Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas
dasar perbedaan bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung
kalium terlarut.
Basil dapat membentuk :
1. Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna
putih keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan
nekrotik dan basil.
2. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
bebrapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan
yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Satu
perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih
1/50 dosis ini dipakai untuk uji Schick.
C. Klasifikasi Difteri
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :
1. Difteri Nasal Anterior
2. Difteri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri Kulit
7. Difteri Vulva / Vagina
Menurut tingkat keparahannya (Sudoyo Aru,2009) :

1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mokosa


hidung dengan gejala hanya pilek dan gangguan menelan
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang sampai
faring dan laringsehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis,
paralisis dan nefritis
D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi dari bakteri Corynabacterium Diphteria umumnya 2-5
hari. (range 1-10 hari), pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi
primer pada kulit.
1. Gejala umum yang timbul berupa:
a. Demam tidak terlalu tinggi
b. Lesu dan lemah
c. Pucat
d. Anoreksia
2. Gejala khas yang menyertai:
a. Nyeri menelan
b. Sesak nafas
c. Serak
3. Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena
pembengakakan pada kelenjar regional, sesak napas, serak sampai
stridor jika penyakit sudah pada stadium lanjut.Gejala akibat eksitoksin
tergantung bagian yang terkene, misalnya mengenai otot jantung terjadi
miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan. Bila difteria
mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang
timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal
dari pseudomembran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas
ke bagian tenggorak pada tonsil, faring dan laring.
E. Patofisiologi Difteri
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil
akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit,
mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman
dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh
membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein
bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur
terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD).
Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai
polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis
jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi
toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi
eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari
abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari
pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi
perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat
menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak
lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
F. Pemeriksaan Penunjang Difteri
1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan mukosa
hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Tes schick (Hidayat,2006)
G. Penularan Difteri
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak
anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran
pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah
dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu
penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier;
jarang sekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari
lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai
media penularan.
H. Pencegahan Difteri
1. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah
pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut-turut negatif.
2. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7
hari. Bila dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita
tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala klinis, maka diberi
imunisasi terhadap difteri.
3. Imunisasi
Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian
imunisasi. Imunisasi DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan.
Sedangkan boster dilakukan pada usia 1 tahun dan 4 sampai 6 tahun. Di
indonesia imunisasi sesuai PPI dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan
dan boster dilakukan pada usia 1 – 2 tahun dan menjelang 5 tahun.
Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan harus dilakukan vaksinasi ulang
pada bulan berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan satu kali
vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis
yang diberikan adalah 0,5 ml tiap kali pemberian.
I. Penatalaksanaan Difteri
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu
kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-
turut normal dan pengobatan spesifik. Pengobatan spesifik untuk
difteri :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut
dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3
hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi
ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis
yang sangat membahayakan, dengan memberikan predison
2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai
“investigational product”.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas
harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti
tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi
sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai
celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus
disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau
handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga
tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah
sakit karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya
yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang
dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
J. Komplikasi Difteri
Komplikasi yang timbul:
1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan
staphilokokus. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri
dengan infeksi tumpangan dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan
nafas. Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya,
bronkopneumoni dan atelektasis.
3. Sistemik
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat
terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis
adalah virulensi kuman.Virulensi makin tinggi komplikasi jantung.
Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada
minggu keenam. NeuritisTerjadi 5-10% pada penderita difteri yang
biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik
ditandai dengan:
Timbul setelah masa laten.Lesi biasanya bilateral dimana motorik
kena lebih dominan dari pada sensorik.Biasanya sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang
mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering
dijumpai pada anak (usia 1-10 tahun).
2. Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan
bernapas pada waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak pada
tenggorokan /leher.
3. Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
a. Pemeriksaan fisik
 Pada difteri tonsil-faring terdapat malise, suhu tubuh > 38,9 C,
terdapat pseudomembran pada tonsil dan dinding faring, serta
bullnek.
 Pada difteri laring terdapat stidor,suara parau, dan batuk kering,
sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi
supra sterna, sub costal, dan supra clavicular.
 Pada difteri hidung terdapat pilek ringan,secret hidung yang
serosauinus sampai mukopurulen dan membrane putih pada
septum nasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan diagnosis pasti diperlukan sediaan
langsung dengan kultur dan pemeriksaan toksigenitas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber
informasi.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
NO Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan NOC NIC
nafas tidak efektif Setelah diberikan 1. Berikan pasien
berhubungan askep selama posisi semi atau
dengan obstruksi 3x24 jam fowler
jalan napas. diharapkan 2. Ajarkan cara batuk
bersihan jalan efektif
napas pasien 3. Catat kemampuan
efektif dengan untuk
criteria hasil : mengeluarkan
1. Orangtua secret , catat
klien karakter, jumlah
mengatakan sputum, ada atau
sesak anaknya tidak hemoptisis.
mulai 4. Kaji fungsi
berkurang pernapasan klien
2. Tidak ada (bunyi
retraksi dada napas,kecepatan,da
3. RR : 15-30 n irama napas
x /menit pasien)
4. Penurunan 5. Kolaborasi dengan
produksi dokter pemberian
sputum obat bronkodilator
5. Tidak sianosis dan mukolitik.
6. Batuk efektif 6. Bersihkan secret
dari saluran
pernapasan dengan
suction bila perlu
2. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari Setelah diberikan 1. Berikan kalori
kebutuhan tubuh askep selama sesuai kebutuhan
berhubungan 3x24 jam nutrisi.
dengan penurunan diharapkan 2. Kaji BB klien.
intake makanan. kebutuhan nutrisi 3. Monitor turgor
pasien terpenuhi kulit.
dengan criteria 4. Monitor kalori dan
hasil : intake nutrisi.
1. Adanya 5. Monitor nafsu
peningkatan makan klien.
berat badan 6. Monitor
sesuai tujuan. pertumbuhan dan
2. Nafsu makan perkembangan.
pasien 7. Kolaborasi dengan
meningkat. ahli gizi untuk
3. Berat badan menentukan jumlah
ideal sesuai kalori dan nutrisi
tinggi badan. yang diperlukan
4. Tidak terjadi klien.
penurunan
berat badan
yang berarti.
5. Mampu
mengidentifik
asi kebutuhan
nutrisi.
6. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
pemberian
makanan yang
tepat
7. Turgor kulit
elastic
3. Kurang NOC NIC
pengetahuan Setelah diberikan 1. Jelaskan kepada
berhubungan askep 1x60 menit klien dan keluarga
dengan tidak diharapkan klien tentang gejala,
mengetahui sumber dan keluarganya pengobatan, proses
informasi. dapat memahami penyakit,cara
tentang penanganan,
penyakitnya tentang penyakit
dengan criteria yang dialami klien.
hasil : 2. Sediakan sumber
1. Pasien dan informasi yang
keluaraga tepat tentang
menyatakan kondisi pasien
paham tentang 3. Instruksikan pasien
penyakit yang mengenai tanda
dideritanya, dan gejala yang
kondisi terjadi untuk
prognosis, dan dilaporkan pada
program perawat
pengobatan.
2. Pasien dan
klien mampu
melakukan
prosedur yang
dijelaskan
dengan benar.
3. Pasien dan
klien mampu
menjelaskan
kembali apa
yang telah
dijelaskan
oleh perawat
atau tim
kesehatan
yang lainnya.
4 Hipertermi NOC NIC
berhubungan Setelah diberikan 1. Monitor suhu
dengan proses askep 2x24 jam pasien
penyakit diharapkan suhu 2. Monitor warna
badan klien ada kulit pasien
dalam rentang 3. Monitor WBC, dan
normal dengan Hb pasien
criteria hasil : 4. Kompres pasien
1. Suhu pada lipat paha dan
badan aksila
pasien 5. Kolaborasi
dalam pemberian
rentang antibiotic sesuai
normal indikasi dokter
yaitu 36-
38⁰ C
2. Badan
pasien
sudah
tidak
hangat lagi
3. Warna
kulit
pasien
normal,yai
tu tidak
kemerahan

Anda mungkin juga menyukai