Anda di halaman 1dari 106

Serangan

Empat
Penjuru
I will approach them
from their front, their back, their right, their left,
and then You will find most of them ungrateful

Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka


dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur

(QS Al-A’raf, 7:17)


1 Motif dibalik itu

2 Serangan dari depan

3 Serangan dari belakang

4Serangan dari kanan

5Serangan dari kiri

6Ultimatum terakhir
Motif
dibalik
itu
"... dan setan bermaksud
menyesatkan mereka
(dengan) kesesatan yang
sejauh-jauhnya."

(QS. An-Nisa': 60)


1. Motif dibalik itu
Di surah ini, Al-A’raf, surah ke-tujuh, Allah bicara lengkap tentang pen-
ciptaan. Juga tentang Adam. Dan tentang setan. Ya, devil alias iblis.

Al-A’raf ayat ke-13. Allah mengusir Iblis keluar dari surga. Iblis kehil-
angan kedudukannya. Iblis kehilangan kehormatannya. Ditendang men-
jauh dari Allah.

Menarik juga mengamati bahwa terusirnya iblis ini ada di ayat ke-13.
Angka 13 adalah angka yang dianggap sial. Angka yang sering dihindari.
Tapi itu buat follower iblis. Bukan buat orang yang beriman. Karena orang
yang beriman adalah follower Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah suka bil-
angan yang ganjil.

Iblis kehilangan membership di surga. Apakah dia diam saja? Tentu saja
tidak. Iblis merespon. Apa responnya?

*****

Kata syaithan berasal dari Bahasa Arab. Tapi ada juga yang bilang, kata
syaithan juga punya asal-usul dari bahasa lain. Selain Bahasa Arab.

Dalam bahasa Arab, asal-usul kata syaithan ada dua. Pertama, syaith.
Artinya, terbakar atau menyala karena marah. Atau karena benci alias
dengki. Kedua, syathan. Artinya, seseorang yang pergi jauh. Jauh sekali.

Ada yang mencoba menggabungkan keduanya. Syaithan adalah dia yang


telah melangkah terlalu jauh dalam kebenciannya. Setiap ada kesempa-
tan untuk kembali mendekati Allah, dia mendorong dirinya untuk kem-
bali menjauh.
Faktanya, itu lah yang dia lakukan atas kita semua. Allah mengilhamkan
setiap jiwa kejahatan dan ketakwaan (Asy-Syams, surah 91, ayat 8). Tugas
Iblis adalah membuat kejahatan itu menyala-nyala. Iblis pintar mengipa-
sinya sehingga apinya berkobar. Supaya kita tambah jauh tersesat.

Wa yuriidusy-syaithoonu an yudhillahum dholaalan ba’iidan (An-Nisa’,


QS 4:60). Setan ingin menyesatkan manusia sehingga mereka berada da-
lam kesesatan yang sejauh-jauhnya.

Seperti dia sendiri. Yang sudah terlanjur tersesat jauh. Dia juga ingin
supaya kita semakin menjauh. Setan tidak ingin kita untuk berpaling.
Untuk kembali ke jalan-Nya.

Kita akan pelajari bagaimana cara dia melakukannya. Bagaimana dia ber-
hasil bikin kacau. Dan bagaimana dia bisa memastikan supaya manusia
tetap kacau.

*****

Kembali ke situasi saat Iblis diusir dari surga. Apa responnya? An-zhirnii
ilaa yawmi yub’atsuun (Al-A’raf 14). “Beri aku waktu”. Waktu tambahan.
Dan itu bukan waktu yang panjang. Bukan waktu yang banyak.

Bukan nazh-zhoro, yang berarti waktunya banyak. Ayat ini pake kata an-
zhoro, yang berarti waktunya ga banyak. Setan tidak minta waktu yang
banyak. Sampai datang hari kebangkitan (the day of resurrection). “Jangan
hukum aku sekarang. Kasih aku waktu, mulai saat ini, hingga hari keban-
gkitan.”

Di benak setan, itu bukan waktu yang lama. Setan kan sudah pernah lama
bersama Allah. Setan sudah pernah lama bersama para malaikat. Dia
tahu persis, dari saat percakapan itu terjadi, hingga hari penghakiman
(judgment day), waktunya tidak lama.
Tapi setan pintar memelintir fakta. Setan bilang ke kita, “Santai, Bro. Wak-
tumu banyak. Di dunia ini waktumu panjang. Kamu tidak perlu berubah
sekarang. Ramadhan masih lama. Kamu oke kok.”

Di benakmu, di benakku juga, kita berpikir bahwa kita masih punya ban-
yak waktu. Itu pintarnya setan. Kita dibikin manja oleh setan. Dibikin
berpikir bahwa kita masih punya banyak waktu. Bahkan meski kematian
itu dekat, setan tidak berhenti melenakan kita. “So what, Bro. Tenang aja.
Judgment Day kan masih jauh juga.” Kita ga tahu kapan datangnya.

Orang-orang kafir memandang bahwa azab itu jauh. Innahum yarowna-


huu ba’iidan. Surah Al-Ma’arij (surah ke-70) ayat 6. Sedangkan Allah me-
mandangnya dekat. Wa naroohu qoriiban (ayat 7). Setan itu pintar. Kita
dibius supaya kita jangan cemas. Supaya kita selalu berpikir bahwa wak-
tunya masih jauh.

*****

Ada yang nanya, setan itu sudah ditendang keluar dari surga. Tapi kok
bisa ya, setan berbisik ke ayah dan ibu kita semua, Nabi Adam dan Siti
Hawa. Padahal Adam dan Hawa kan ada di dalam surga. Dan setan ada di
luar surga. Atau tepatnya, sudah dikeluarkan dari surga.

Ya bisa aja. Allah kan Maha Segalanya. Allah kasih dia kemampuan.
Bisikannya bisa menembus batas. Bisa menjangkau Adam dan Hawa.

Hari ini, hal seperti itu tidak susah untuk kita bayangkan. Orang bisa ber-
mil-mil jauhnya dari kita, tapi suaranya bisa menjangkau kita. Beberapa
abad yang lalu, mungkin itu dianggap sihir. Dianggap magic.

Hari ini, aku bisa lihat ibuku meski terpisah samudera. Dulu, itu magic.
Sekarang, tinggal pake hape. Pake video call. Atau Skype.
Intinya, setan bisa menjangkau dari kejauhan. Bisa menghembuskan
bisikan jarak jauh. Itu adalah kemampuan yang Allah izinkan untuk Iblis
miliki. Hingga hari kebangkitan nanti.

*****

Setelah setan minta penangguhan waktu, apa jawab Allah? Qoola innaka
minal mun-zhoriin. Surah Al-A’raf ayat 15. “Oke, kamu dikasih waktu”.
Allah setuju. Iblis diberi penangguhan waktu. Allah kasih ruang gerak
buat Iblis.

Kenapa Iblis minta waktu? Karena dia tahu dia sudah pasti dihukum. Dia
tahu hukumannya tidak lama lagi. Dia tahu dia tidak bisa menghindar
dari hukuman Allah. Dia tahu dia sudah ditolak. Sudah ditendang keluar.
Tidak ada kata sukses dalam kamus Iblis. Tidak ada yang bisa menye-
lamatkannya.

Juga, tidak ada permintaan maaf. Ribuan idul fitri sudah lewat, tapi Iblis
tidak pernah minta maaf sama Allah. Iblis sudah nyerah untuk bertobat.
Iblis sudah terlalu jauh. Iblis sudah mengambil keputusan seperti itu. Ib-
lis tidak ingin mencapai apa-apa.

Tapi di benaknya, Iblis berpikir, “Aku tidak ingin sendirian. Makhluk


yang diciptakan dari tanah yang kotor itu, memang menyebalkan. Masak
aku disuruh sujud sama dia. Makanya aku ingin tunjukkan, aku ingin
buktikan sama Allah, bahwa aku bukan satu-satunya yang gagal.”

“Well, aku sudah gagal. Ya, aku akui itu. Tapi aku masih bisa ‘sukses’ jika
aku bisa buktikan bahwa mereka juga gagal. Ayo kita lihat. Kamu pikir
hanya aku yang gagal? Mereka juga bisa gagal lho! Dan aku akan buktikan
itu! Kasih aku waktu.”

Itu lah sukses a la Iblis. Di benaknya, itu lah goal dia. Membisiki kita
dengan kenikmatan palsu. Padahal aslinya ingin menyeret kita menjadi
temannya. Itu seperti virus yang menginfeksi manusia juga.
Ada orang yang sebenarnya tidak punya goal. Tidak punya hasrat ber-
prestasi. Tidak ingin mencapai apa-apa. Dia tidak peduli dengan yang
namanya achievement atau pencapaian. Yang dia inginkan hanya satu.
Supaya orang lain juga tidak mencapai apa-apa.

Ini lah yang terjadi di kisah Habil dan Qobil, saat keduanya mempersem-
bahkan kurban. Kurban Habil diterima. Kurban Qobil ditolak. Ada di
surah Al-Ma’idah (surah ke-5) ayat 28. Qobil terganggu. Qobil tidak
peduli lagi. Qobil terlanjur tidak sukses. Dan dia tidak bisa lihat Habil
sukses. Qobil cemburu.

Di dunia ini terbentang banyak kisah tentang kecemburuan. Kecem-


buruan diantara sesama anak manusia. Kecemburuan diantara saudara
sekandung. Kecemburuan diantara pasangan suami-istri. Kecemburuan
diantara dua orang-tua.

Saya bahkan pernah ketemu seorang anak yang bilang, “Aku tuh ga suka
sama orang tuaku. Karena mereka saling mencintai. Itu menggangguku.”

Haaah? Mengherankan! Kasih sayang suami istri yang begitu mesra kok
bisa mengganggu anaknya. “Ya, emang gitu. Aku ga yakin aku bisa dapet
kasih sayang yang seperti itu. Benar-benar bikin aku cemburu,” anak itu
menegaskan. Wow! Beraaat! Kedengarannya sih aneh dan lucu. Tapi se-
benarnya itu sungguh berat dan dalam!

Setan bisa bikin kamu menginginkan sesuatu. Tapi jika kamu tidak bisa
memilikinya, setan bisa bikin kamu begini: yang penting buat kamu,
orang lain juga tidak memilikinya.

“Aku sedih. Tapi selama mereka juga sedih, aku hepi.”

Ada juga orang yang merasa hepi sepanjang mereka tidak mendengar se-
gala sesuatu tentang kamu. Tapi kalo dia dengar bahwa kamu hepi, kalo
dia dengar bahwa kamu tersenyum, itu akan sangat mengganggunya. Dia
akan gelisah, kenapa kamu bisa hepi. Dia gundah, apa yang sedang terja-
di. Karena dia pikir kamu sedang bersedih.
Lalu dia lihat postingan gambar. Atau video. Atau dengar dari seseorang.
Ada kamu di situ. Sedang tersenyum lebar. Sedang tertawa lepas. “Apa
ini?” pikir dia. Kepikiran terus dia. Jadi baper berat dia. Itu semua asalnya
dari setan. Setan bikin dia ga bisa lihat kamu senang. Ga bisa lihat kamu
sukses.

Setan minta waktu sama Allah. Supaya dia bisa buktikan, bukan dia saja
yang antri tiket ke neraka.

Tapi bagusnya, dia beberkan strateginya. Strategi yang bukan lagi jadi ra-
hasia. Dia tidak sembunyikan apa yang akan dia lakukan. Dia pampang-
kan. Dia buka lebar-lebar. Dan Allah juga menyingkap strategi setan itu.
Sebagai bagian dari petunjuk-Nya.

Allah kasih kita jalan yang lurus. Termasuk di situ, Allah juga kasih tahu
bahaya-bahayanya apa. Di jalan yang akan kita tempuh itu, Allah kasih
tahu tentang musuh kita.

“Ini adalah jalan menuju surga. Oke, kamu sudah tahu. Lalu ini adalah
rintangan-rintangannya. Rintangan yang bisa menghalangi jalan kamu
menuju surga. Ada musuh yang menunggumu di jalan itu.”

*****

Iblis bilang, qoola fabimaa agh-waytanii. Quran Surah Al-A’raf (surah ke-
7) ayat 16. “Ini karena Kamu telah menyesatkan aku.”

Ini membuat Iblis melangkah maju. Maksudnya, makin parah tersesatn-


ya.

Siapa yang Iblis salahkan? Allah. Mengerikan sekali. Allah disalah- salah-
kan. Na’uudzu billaahi min dzaalik.

“Ini skema Kamu. Ini rencana Kamu. Kamu tahu apa yang mengganggu-
ku. Adam cuma dibuat dari tanah yang kotor. Kamu kan tahu segalanya.
Jadi memang Kamu yang bikin kacau. Kamu yang bikin aku berdosa. Itu
salah-Mu. Bukan salahku!”
“Kamu lah yang bikin masalah. Teganya Kamu lakukan ini padaku. Kamu
tuh sebenarnya ga suka sama aku. Kamu tuh pilih kasih. Kamu tuh sayan-
gnya sama manusia. Apapun akan Kamu lakukan untuk sakiti aku. Kamu
lah yang mengutuk aku. Kamu lah yang ingin supaya aku tidak diam-
puni!”

“Dan karena Kamu sudah melakukan itu padaku, aku akan kerjain manu-
sia-manusia itu. Makhluk yang sangat Kamu cintai.”

Perjalanan kesesatan setan yang makin jauh itu ada tahapan-tahapannya.

Pertama, setan menolak sujud kepada Adam. Itu tahapan awal menjauh-
kan dirinya dari Allah.

Kedua, setan itu sombong abis. “Aku kan lebih baik dari manusia. Aku
diciptakan dari api, dong. Manusia, apa coba? Tanah yang kotor.” Arogan-
sinya membuatnya makin jauh dari Allah.

Ketiga, dia bikin langkah besar. Sungguh besar. Maksudnya, menyalah-


kan Allah. Langkah ini membuatnya melompat bermil-mil jauhnya dari
Allah. “Aku ga salah. Kamu lah yang salah. Kamu lah Penulis Skenario
dari semua kejadian ini.” Iblis bulat-bulat menyalahkan Allah.

Tebak sendiri sekarang apa yang akan Iblis lakukan sama manusia. Ingat
lagi dua asal kata setan: benci dan tersesat jauh. Kebenciannya terhadap
manusia membuatnya ingin menyesatkan manusia sejauh-jauhnya.

Dia akan datangi kita. Satu per satu.

Pertama, dia akan bikin kita ga patuh sama Allah. Kita memang di titik
tertentu ga patuh sama Allah. Sekali dua kali. Karena kita ga sempurna.
Makanya kita bikin kesalahan.

Mungkin suatu kali kamu ga taat sama Allah. Kamu merasa bersalah.
Hatimu merasakan itu. Kamu menyadarinya. Kamu minta maaf sama
Allah. Kamu bertobat. Kamu menangis. Ada perasaan bersalah jauh di
lubuk hatimu.
Itu bagus. Itu bikin kamu jadi manusia. Itu bikin kamu jadi seperti Adam
‘alayhis salam.

Tapi kemudian setan datang lagi. Membuat kamu bikin dosa lagi. Dosa
yang baru. Dan setan belum puas. Karena target dia adalah menyesat-
kan kamu sejauh-jauhnya. Maka kamu dibikin tergelincir lagi. Bikin dosa
yang baru lagi.

Lalu setan membawamu melangkah lebih jauh lagi. Lebih buruk daripada
sekedar berbuat dosa. Berbuat dosa itu sendiri sudah buruk. Tapi kini
kamu terseret ke level yang lebih buruk. Kamu mulai melakukan pembe-
naran.

Ini jauh lebih buruk. Karena kamu mulai punya penjelasan yang logis
kenapa kamu berbuat dosa. Kamu berkilah kondisinya darurat. Kamu
berdalih sedang dapat banyak tekanan. Kamu yakin tidak ada yang bisa
memahami situasinya yang memuakkan itu. Kamu punya banyak alasan
untuk membenarkan perbuatanmu.

Saat kamu menjadi seperti itu, berarti setan telah berhasil membawamu
ke level berikutnya. Makin jauh dari Allah.

Tapi ada yang lebih buruk. Yang paling buruk. Yaitu ketika kamu ter-
us-menerus berbuat dosa. Dan ketika ada orang yang tanya sama kamu
kenapa kamu terus melakukan itu, kamu bilang Allah lah yang ingin agar
kamu seperti itu. Kamu bilang, kalo Allah tidak menginginkannya, pasti
kamu sudah jadi orang yang lebih baik. Kamu bilang, kamu tidak tahu
kenapa Allah begitu membencimu.

Kamu bilang, “Itu kan gara-gara Tuhan ga suka sama aku. Gitu aja sih!”
Kamu mempertanyakan betapa teganya Tuhan melakukan itu padamu.
Kamu yakin Tuhan benci sama kamu. Dan kamu ga habis pikir kenapa
bisa seperti itu.

Kita sekarang menyaksikan bahwa seseorang bisa tergelincir sejauh itu.


Selangkah demi selangkah menjauh dari Allah. Ngikutin prosedur mirip
yang pernah dilalui setan. Melangkah setahap demi setahap. Makin men-
jauh dari Allah. Sampai akhirnya bermil-mil tak berhingga jauhnya dari
Allah. Berada di titik terjauh dari Allah. Setelah naik kendaraan dengan
bahan bakar kemarahan.

*****

“Kamu lah penyebabnya. Kamu lah yang bikin gara-gara!” Setan marah
sama Allah.

Tidak cukup sampai di situ. Setan tidak sekedar ingin menjauh dari
jalan Allah. Tapi juga, la-aq’udanna ‘alaa shiroothokal mustaqiim. Ayat
keenambelas dari surah Al-A’raf. Setan sungguh-sungguh bersumpah,
dia akan duduk, menunggu mereka. Menunggu orang-orang yang akan
mereka jerumuskan.

Kata aq’udanna berasal dari kata qu’ud. Artinya, tidak sekedar duduk
menunggu. Qu’ud berarti menunggu sambil siap-siap menyergap. Sep-
erti polisi di jalan tol yang menunggu. Dan segera menindak mobil yang
ngebut di bahu jalan. Atau polisi di Sudirman dan Thamrin. Yang men-
jalankan operasi ganjil-genap. Menindak mobil dengan plat nomor salah
tanggal.

Dalam bahasa Arab, duduk itu bisa qu’ud, bisa juga julus. Tapi di ayat ke-
16 ini yang Allah gunakan adalah qu’ud. Qu’ud itu duduk berlama-lama.
Julus itu duduk sebentar. Julus itu seperti duduk di antara dua khutbah
Jum’at. Qu’ud itu duduk yang lama. Bisa lama sekali.

Jika kamu tidak sedang kacau, setan oke-oke aja. Setan tetap akan
menunggu. Dia cool. Dia santai kok. Tapi dia yakin suatu saat kamu pasti
kena. Dia konsisten menunggu.

Dia mempelajari kamu. Innahuu yarookum. Huwa wa qobiiluhuu. Dia


dan minion-minionnya memperhatikan gerak-gerikmu. Dia bisa melihat
kamu. Laa tarownahum. Kamu tidak bisa melihat mereka (QS 7:27). Dia
terus menerus memperhatikan kamu. Dia meneliti kamu.

Dia mempelajari perilakumu. Dia mengamati bagaimana kamu mere-


spon sesuatu. Dia mencari tahu apa yang membuat kamu terobsesi. Apa
yang membuat kamu hepi. Mereka menggunakan hasil riset itu semua
untuk melawan kamu. Untuk menyergap kamu.

Dia berjanji sama Allah. Sebuah janji yang aneh. Dia akan menunggu,
menunggu, dan menunggu. Di mana? “Di jalan-Mu yang lurus,” kata dia.

Kadang-kadang orang bertanya, “Saya paham kalo orang yang ga beri-


man itu kacau. Saya paham kalo orang yang ga percaya sama Tuhan, dia
minum, dugem malam-malam, berzina, itu masih masuk akal, kalo mer-
eka semua itu kacau. Tapi aku ga paham kalo lihat orang yang tampak
begitu salih, begitu relijius, pake baju koko, pake peci, ngomongnya juga
lembut dan tertata, tahu Qur’an, hafal Qur’an, pake hijab, baru pulang
dari tanah suci, tapi aku seperti ga percaya dengan apa yang mereka laku-
kan. Aku ga percaya saat denger mereka ngomong. Aku ga percaya sama
perilaku mereka. Ini kan orang yang harusnya jadi orang baik. Tapi kena-
pa jadi kacau begitu?”

Setan itu terganggu dengan orang yang meniti di jalan-Nya. Setan


menunggu untuk menyerang kamu. Kalo mereka gagal, mereka menung-
gu jauh di depan sana. Berharap kamu akan kena di halte berikutnya. Kalo
mereka gagal lagi, mereka maju lagi. Menunggu lagi. Kamu tetap di jalan-
Nya yang lurus, dia tetap akan duduk menunggu. Tetap siap menyergap.

Orang yang belum hijrah, orang yang masih berbuat dosa, saat melihat
temannya yang dapat hidayah dan bersiap untuk hijrah, dia bilang, “Tu-
han memang baik sama kamu. Allah buat kamu mudah.”

Ga gitu juga sebenarnya. Itu karena setan mendatangi setiap orang. Tidak
peduli apakah kamu shalat lima kali sehari. Tidak peduli apakah kamu
shalat tahajud setiap malam. Tidak peduli apakah kamu ke tanah suci
setiap tahun. Tidak peduli apakah kamu sering khatam Qur’an. Tidak
peduli sudah berapa tahun kamu jadi imam shalat di masjid. Tidak peduli
sudah banyak orang yang memuji kamu sebagai orang alim. Tidak peduli
apakah kamu adalah ulama. Itu semua tidak akan membuat kamu im-
mune alias kebal terhadap sergapannya.

Setan menunggu kamu. Siapapun kamu.

Dan setan juga paham peribahasa ini: lain ladang lain belalang. Artinya,
setan menyerang pake cara-cara yang berbeda. Tergantung hasil riset dia
terhadap profil kita.

Seperti dalam sport, ada riset dulu sebelum bertanding. Pasang strate-
gi dulu. Pelatihnya bilang, strategi penyerangannya begini. Strategi ber-
tahannya begini. Bisa seperti itu karena sang pelatih sudah mempelajari
kekuatan dan kelemahan lawan dengan seksama.

Di dunia tenis profesional, kamu punya coach yang melakukan studi ter-
hadap calon lawan tanding kamu. Mempelajari kelemahannya. Mempela-
jari kelebihannya. Sehingga coach kamu tahu kamu harus arahkan bola ke
backhand dia. Atau harus sesekali kasih bola drop shot karena dia adalah
baseline player. Coach juga melatihmu cara menangkis serve dia.

Selesai bertanding dan kamu menang, ada lawan yang lain. Mungkin
kamu dapat lawan berikutnya yang kidal. Dengan tipe permainan ber-
beda. Coach kamu akan menerapkan strategi dan taktik yang berbeda.
Karena di seberang net nanti individunya juga beda.

Setan pun begitu. Cara dia menyerang kamu beda dengan cara dia
menyerang aku. Tidak akan sama. Setan sudah mempelajari segalanya
tentang kamu. Setan sudah mempelajari segalanya tentang aku.

Kartu kamu, setan sudah tahu. Kelemahan kamu, setan sudah pegang
daftarnya. Setan akan datang menyerang kamu dari situ.

Kartuku, setan juga tahu. Kelemahanku, setan sudah pegang daftarnya.


Setan akan datang menyerangku dari situ.
Allah sudah kasih setan waktu. Sehingga dia bisa duduk mengintai dan
menunggu. Lalu datang dan berbisik. Dan itu bisa dia lakukan meskipun
kita sedang berada di jalan-Nya yang lurus.

Jadi kamu tahu kan apa yang sedang kita pelajari di sini? Bahwa yang pal-
ing sulit itu sebenarnya adalah: mengambil satu langkah maju mendekat
ke Allah. Bukan satu juta kilometer. Hanya satu langkah saja.

Karena ketika kamu akan mengambil langkah itu, setan akan membisi-
kimu, “Hei, tunggu friend. Kamu kan temanku. Kamu mau ke mana?”
Melangkah menuju Allah berarti kamu berbalik menjadi musuh setan.

Padahal kamu adalah alasannya, kenapa dia ditendang keluar dari surga.
So, dia ingin buktiin bahwa kamu bisa jadi temannya di neraka. Kamu
dan siapapun. Setan ingin menyeret sebanyak mungkin orang. Mempro-
mosikan kesenangan semu. Kesenangan sesaat. Yang bisa berujung siksa
selama-lamanya.

Sedikit pun kamu condong menuju Allah, setan akan mengerahkan se-
gala daya dan upaya. Menyerangmu dari berbagai arah. Bikin barikade.
Menghalang-halangi jalanmu.

Ustadz bahkan pernah ketemu orang-orang yang bilang, “Hidupku asli


oke-oke aja. Segala sesuatunya beres. Tidak ada masalah apapun. Sam-
pai aku mulai shalat. Begitu aku shalat, banyak masalah yang menim-
paku. Tiba-tiba teman-temanku marah sama aku. Tiba-tiba sakit kepal-
aku kambuh lagi. Tiba-tiba bisnisku banyak masalah. Bisnisku yang di
sana dan di sini. Saya takut untuk mulai shalat lagi karena segalanya akan
menjadi kacau.

Ada seorang intelektual muslim yang ibunya Kristen. Dia mengajak ibun-
danya untuk memeluk Islam. Intelektual muslim itu sendiri sudah tua.
Ibundanya lebih tua lagi. Dia tak berhenti mengajak terus ibundanya. Tak
pernah bosan diulanginya mengajak ibundanya. Lagi dan lagi. Menuju
Islam. Tapi ibundanya tidak siap untuk meninggalkan agamanya.
Suatu hari ibundanya memutuskan untuk mempelajari Islam. Dan sejak
saat itu ibundanya mulai mendapatkan mimpi buruk. Setiap malam. Be-
nar-benar mimpi buruk. Setiap kali ibundanya memegang crucifix (salib
dengan patung Kristus), mimpi buruknya lenyap.

Ya. Setan tahu. Setiap gelagat manusia yang akan mendekat ke ketauhi-
dan, setan tahu. Dia akan mendatangimu. Dia akan pastikan kamu ber-
balik lagi. Menjauhi Allah. Kembali menjadi teman setan.

Dia akan tetap di sana. Menunggumu. Seperti blokade jalan. Meskipun


kamu sedang melangkah di jalan-Nya yang lurus.

Tapi bagaimana cara setan meyakinkanmu untuk berbelok?

*****

Setan bilang sama Allah, “Tsumma la-aatiyannahum min bayni aydiihim


wa min kholfihim wa ‘an aymaanihim wa ‘an syamaa-ilihim.” Setan bil-
ang, “Aku akan menyerang mereka dari empat arah. Dari depan, dari be-
lakang, dari kanan, dan dari kiri.”

Itu bisa berarti, jika disederhanakan, setan akan menyerang kamu dari
segala penjuru.

Tapi kata-kata Allah itu sangat presisi. Masing-masing serangan itu


menggambarkan strategi setan. Ada strategi menyerang dari depan. Ada
strategi menyerang yang berbeda dari arah kanan. Strategi menyerang
dari kiri beda lagi. Jenis serangan yang beda lagi, dari belakang, juga ada.
Empat-empatnya berbeda. Kita akan menggali lebih dalam masing-mas-
ingnya, satu persatu.

Empat jenis serangan yang berbeda itu punya satu goal. Apa goal setan?
Atau, dengan kata lain, bagaimana caranya setan tahu bahwa serangann-
ya itu berhasil?
Wa laa tajidu aktsarohum syaakiriin. “Kamu tidak akan dapati sebagian
besar mereka bersyukur.”

Jika setan menyerang kamu, dan di akhir serangannya kamu tidak lagi
bersyukur sama Allah, kamu jadi pesimis, maka itu berarti, setan sukses.

Apa yang sedang kita pelajari sekarang? Masalah terbesar setan adalah
arogansi. Dan Allah sedang mengajari kita melalui ayat ini bahwa solusi
terbesar untuk masalah arogansi adalah bersyukur.

Dan setan tahu itu. Selama manusia bersyukur, dia ga akan kena. Selama
manusia berpikir tentang kebaikan-kebaikan Allah, dia ga akan kena. Se-
lama manusia positif dan berharap sama Allah, dia ga akan kena. Selama
manusia husnuzhan sama Allah, dia ga akan kena.

Jelas sekali kita ga akan bisa bersyukur kalo kita marah sama Allah. Kita
juga ga akan bisa berterimakasih sama Allah kalo kita punya pikiran bu-
ruk terhadap Allah.

Jadi setan ingin mencuri atau merampok rasa syukur itu dari diri kita.
Kalo kita ga bersyukur, berarti rasa syukur itu sudah hilang. Alias setan
telah berhasil. Setan mengincar untuk merebut rasa syukur dari diri kita
itu dari depan, belakang, kanan, dan kiri.

In sya Allah kita akan menjelajah lebih jauh. Apa itu artinya serangan dari
depan? Apa itu artinya serangan dari belakang? Apa itu artinya serangan
dari kanan? Apa itu artinya serangan dari kiri?

Nantinya, kamu harus bertanya pada dirimu sendiri. Buat kamu, mun-
gkin titik terlemahmu adalah serangan dari depan. Buat teman kamu,
mungkin titik terlemahnya adalah serangan dari kiri. Buat teman kamu
yang lain, mungkin titik terlemahnya adalah serangan dari belakang.

Setan tidak akan mengandalkan satu serangan saja. Ga berhasil dari de-
pan, dia coba dari kiri. Masih gagal juga, dia coba terus dari arah-arah
yang lain.
Nantinya, kamu harus bertanya pada dirimu
sendiri. Buat kamu, mungkin titik terlemahmu
adalah serangan dari depan.

Buat teman kamu, mungkin titik terlemahnya


adalah serangan dari kiri. Buat teman kamu
yang lain, mungkin titik terlemahnya adalah
serangan dari belakang.
Ini lah kenapa kita musti pelajari masing-masing serangan itu satu per-
satu. Karena serangan itu merusak perjalanan kita mendekat ke Sang
Maha Pencipta di jalan-Nya yang lurus.

Semoga Allah membuat kita teguh dan berkomitmen di jalan yang lurus.

Pahami sekarang saat kamu baca fatihah. Saat kamu dan aku melafalkan
shirootholladziina an’amta ‘alayhim. “Jalannya orang-orang yang Engkau
bikin mudah ya Allah”.

Salah satu makna in’am adalah untuk bikin segalanya mudah. Nu’uma be-
rarti kelembutan, kemudahan. Allah adalah satu-satunya yang bisa mem-
buat segalanya jadi mudah.

Kamu pasti masih ingat dengan terjemahan “Jalannya orang-orang yang


Engkau beri nikmat”. Ni’mah termasuk bagian dari maknanya. Nu’uma
juga termasuk bagian dari maknanya. “Hanya Engkau lah, ya Allah, yang
bisa membuat jalannya mudah buat mereka.” Karena tanpa-Mu, ya Allah,
setan dan minion-minionnya akan membuat jalannya jadi susah. Jalan
itu jadi ga mungkin dilalui tanpa-Mu.

Kita tidak hanya meminta jalannya orang-orang yang salih. Tapi juga
jalannya orang-orang yang Allah intervensi, dan Allah bikin mudah.

“Tanpa Engkau bikin mudah dan muluskan jalannya, tidak mungkin kami
lancar melewatinya.” Karena sampai hari penghakiman, setan mengintai
di jalan itu. Setan dan minion-minionnya selalu siap sedia menunggu un-
tuk menyerang. Untuk menyergap.

Bagaimana bisa jalan itu jadi mudah kalo kamu diserang dari empat pen-
juru? Hanya kalo Allah yang bikin jalan itu jadi mudah. Hanya jika kamu
dan aku termasuk orang-orang yang dilukiskan di fatihah, alladziina
an’amta ‘alayhim.
Berilah apresiasi yang baru terhadap apa yang kamu ucapkan sendiri saat
sholat. Shirootholladziina an’amta ‘alayhim.

Semoga Allah ‘azza wa jalla menjaga kita supaya tetap berada di jalan
yang lurus itu. Dan menerima ibadah kita. Dan menyelamatkan kita dari
serangan setan. Aamiin.

Barakallaahu lii wa lakum.

*****
Serangan
dari
depan
"yang membisikkan (kejahatan)
ke dalam dada manusia."

(QS. An-Naas: 15)


2. Serangan dari depan

Membaca, berkontemplasi, menuliskan hasil perenunganmu sendiri. Be-


gitulah seharusnya kau jalin hubunganmu dengan Qur’an.

Ketika berkisah tentang Nabi Yusuf, Qur’an menyebut aayaatun lis-saa-


iliin (QS 12:7). Those who ask. Mereka yang bertanya. Qur’an mendorong
kita untuk bertanya.

“Apa ya, yang bisa aku jadikan pedoman dari ayat ini?”
“Apa ya, yang bisa kujadikan pedoman hidupku dari kata-kata suci itu?”
“Apa ya, yang bisa memperbaiki kualitas hidupku setelah membaca kisah
di halaman itu?”

Qur’an itu punya purpose. Menjadi guide buat hidup kita. Supaya kita ti-
dak tersesat.

Saat kamu belajar di kelas, apakah kamu termasuk murid pendiam? Atau,
kamu banyak bertanya?

Mengambil opsi diam bisa membuatmu mendapatkan manfaat yang


minimal. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan menunjukkan minat dan
perhatianmu. Bukti bahwa kamu engaged. Sehingga kamu punya kans
besar untuk menggapai manfaat maksimal. Dan mengembangkan pema-
haman secara jauh lebih baik.

*****

Setan sudah membeberkan strateginya. Dia akan menyerang kita dari de-
pan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri. Saat ini kita akan mempe-
lajari secara khusus, serangan dari depan. Min bayni aydiihim (QS 7:17).
Dari depan, maksudnya tepat di depan kita. Ibarat di depan kita ada
bundaran simpang empat, kita tidak bisa jalan terus begitu saja. Kita ha-
rus menghindarkan diri kita supaya tidak menabrak bundaran itu. Kalo
kita pake Waze, aplikasi itu akan bilang ‘take the second exit’. Alias kita
bergerak memutar. Searah jarum jam. First exit adalah kalo kita memutar
sedikit lalu belok kiri. Karena kita sebenarnya ingin berjalan lurus, tapi
harus memutar menghindari bundaran, maka kita ambil second exit.

Serangan dari depan adalah serangan tepat di depan muka kita.


Bagaimana cara kerjanya?
*****
Setan itu invisible. Kita tidak bisa melihatnya. Kita tidak bisa mendengar
suaranya. Kita tidak tahu dia itu seperti apa. Apakah mirip Voldemort?
Apakah mirip Dementor? Apakah mirip Death Eater alias Pelahap Maut?
Kita tidak tahu.

Jadi, serangan dari depan itu, apa maksudnya?

Maksudnya adalah segala sesuatu yang kita lihat setiap hari. Bukalah
matamu dan lihat apa yang ada di depanmu. Keluargamu. Temanmu.
Dunia yang kau lihat. Semua yang terlihat di depanmu, yang menarik
perhatianmu. Dan semua yang terlihat di depanmu, yang tidak menarik
perhatianmu.

Manusia itu cenderung impulsif (QS 75:5). Manusia cenderung terdorong


untuk merespon apa yang ada persis di depan mereka.

Mereka yang pernah belajar consumer behavior alias perilaku konsumen,


tahu persis hal ini. Ketika diketahui bahwa mayoritas konsumen mem-
beli telur dan susu, maka dua item ini ditaruh di bagian belakang toko.
Supaya konsumen melewati sejumlah aisles atau lorong sebelum ketemu
telur dan susu. Harapannya, di lorong depan atau tengah, konsumen ter-
tarik untuk membeli item yang lain yang terlihat di depan mereka. Entah
itu roti tawar, mentega, selai, keju, agar-agar, kacang mede, yoghurt, teh
kotak, atau yang lainnya. Itu adalah cara untuk merangsang hasrat beli
yang impulsif. Itu secara default sudah ada dalam diri manusia.
Setan ingin memanfaatkan impulsivitas manusia. Mungkin setan juga
nebeng di balik konsep menikmati hidup hari ini, saat ini. Tanpa terlalu
berpikir panjang soal konsekuensi. Membuat kita lebih memilih gimana
ntar. Bukannya ntar gimana.

Di era digital saat ini, pola itu makin mudah dipahami. Apa pun yang
ingin kamu lihat, apa pun yang ingin kamu dengar, apa pun yang ingin
kamu pesan, semuanya ada di ujung jarimu. Bisa diakses dalam sekejap
saja.

Kalo kita tanya orang yang baru saja berbuat dosa, kenapa dia melaku-
kannya, dia tidak bilang, “Aku memang sengaja ingin jadi seorang pendo-
sa.” Dia akan bilang, “Entah kenapa saat berbuat itu aku tidak memikir-
kannya.”

Ini adalah jenis pertama dari serangan dari depan. Kamu terjang apa yang
persis di depanmu. Kamu tidak memikirkan konsekuensinya.

*****
Kedua, serangan dari depan juga berarti hal-hal yang bersifat materi. Se-
tan ingin kita terobsesi dengan apa saja yang terlihat. Kamu terus berpikir
tentang mobil yang ingin kamu miliki. Berputar-putar di benakmu hari
demi hari. Kamu terus berpikir tentang penampilanmu. Membuatmu
betah berdiri berlama-lama di depan cermin. Lebih cocoknya pake yang
ini atau pake yang itu ya?

Terobsesi dengan produk. Terobsesi dengan merk. Terobsesi dengan has-


rat ingin pamer. Terobsesi dengan image atau citra diri supaya tidak di-
anggap memalukan.

*****

Setan berbisik ke dalam dada manusia (QS 114:5). Dalam bahasa Arab,
kata dada juga digunakan untuk menggambarkan emosi. Amarah, rasa
takut, rasa sayang, tamak, dan semua jenis emosi dan perasaan yang kita
rasakan setiap hari. Tertarik kepada sesuatu yang indah, juga ada di dada.
Berpaling dari sesuatu yang jelek, juga termasuk di dalamnya. Begitu juga
kemalasan dan antusiasme.

Artinya, setan bisa mengambil semua emosi yang sudah Allah anugerah-
kan kepada kita. Setan memanfaatkannya. Memanipulasinya. Setan bisa
mengaduk-aduk amarah supaya bikin kita kacau. Setan memanfaatkan
apa-apa yang bisa bikin kita happy supaya kita kacau. Pernahkah kamu
berada dalam situasi di mana kamu begitu happy sehingga nyaris lupa
sholat? Setan memanfaatkan benih kemalasan yang ada dalam dirimu
sehingga kamu kena banyak masalah akibat tidak disiplin. Setan meman-
faatkan kesedihanmu sehingga kamu terlalu lama berkubang dan ter-
genang di dalamnya.

Kenapa Allah kasih kamu emosi, perasaan-perasaan itu? Karena kamu


memang membutuhkan itu. Karena itu sebetulnya bagus asalkan kamu
pintar menggunakannya. Kamu diberi lupa supaya kamu tidak larut
dalam kesedihan. Tapi setan pintar memanfaatkannya sehingga kamu
malah lupa sholat.

Setan itu ahli dalam bidang manipulasi perasaan. Kecanggihan manip-


ulasinya bisa kamu saksikan sendiri di sekitarmu. Ada suami yang ‘dis-
erang dari depan’ sehingga perasaan greng-nya tidak lagi kepada istrinya.
Malah greng-nya sama istri tetangga. Di level serangan yang lain, greng-
nya malah sama suami tetangga.
Siapa sih yang tidak tertarik sama sesuatu yang indah? Rumah yang bagus.
Bahkan Allah pun menawarkan surga, berikut mansion dan kebun-kebun
plus sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Ketertarikan kita akan
keindahan alam di dunia ini justru membawa kita untuk berlipat-lipat
tertariknya mengejar apa yang Allah janjikan di surga untuk hamba-Nya
yang shalih. Ketertarikan akan keindahan-keindahan itu bersifat alami.

Tapi apa yang setan inginkan lakukan? Dia ingin membuat ketertarikan
itu menjadi out-of-balance. Menjadi tidak proporsional. Dijadikan indah
dalam pandangan kita, sesuatu yang sebenarnya tidak indah, bahkan ti-
dak ada gunanya, tanpa kita merisaukan konsekuensinya.
Analoginya, ada seseorang yang datang kepadamu, menawarkan sebuah
mansion. Bagus banget. Full furnished. Fasilitas komplit. Indahnya bu-
kan main. Di depan pantai. Pemandangannya serba indah ke segala arah.
Dihiasi suara alam gelombang ombak yang menghempas sekumpulan
batu karang. Bahan-bahan bangunannya semuanya persis sesuai keingi-
nanmu. Interiornya lebih dari ekspektasi kamu. Pernak-pernik apapun
yang pernah kamu inginkan ada semuanya di situ. Dia bilang harganya 50
miliar, tapi kamu cukup bayar 3 juta saja. Kamu ga percaya. Kamu tanya
ke dia, apakah ini serius. Dia bilang iya, serius, tapi dia menambahkan
satu syarat. Kamu baru boleh memilikinya setelah 50 tahun. Jadi kamu
disuruh bayar 3 juta sekarang, tapi kamu baru boleh memilikinya 50 ta-
hun lagi. Kamu ga mau. Ga jadi deal.

Begitu juga dengan tawaran dari Allah. Tidak ada yang berat-berat amat.
Kita tidak harus bayar mahal. Dan kamu harus menunggu. Kamu tidak
bisa menikmati surga sekarang juga.

*****

Bisnis kamu sedang bagus. Produkmu laku keras. Tinggal satu stok di
gudang. Ada yang datang mau beli, tapi dia baru bisa bayar bulan depan.
Di saat yang sama, ada yang berminat juga, bayarnya cash keras dan dia
minta diskon 10 persen. Kamu pilih yang terakhir. Deal. Kasih diskon 10
persen, dapat duitnya sekarang juga.

Manusia cenderung pilih yang instan. Yang bisa dinikmati segera. Setan
memanfaatkan itu. Dia membuatmu berapi-api untuk segera dapatkan
segalanya sekarang juga. Kamu tidak bisa melihat apapun yang lain ke-
cuali apa yang jadi hasratmu. Itu membutakanmu sehingga kamu tidak
peduli lagi dengan orang lain yang mungkin menderita akibat keputusan-
mu. Atau potensi kerusakan yang bisa terjadi pada dirimu. Itulah kehe-
batan serangan dari depan.

*****
Ketiga, serangan dari depan berhubungan dengan masa depan. Atau ses-
uatu yang ada jauh di depanmu.

Kamu sedang nyetir di jalan raya yang lurus. Benar-benar lurus. Di de-
panmu ada truk tronton besar. Begitu besarnya sehingga pandangan-
mu terhalang. Kondisi lalu lintas di depan truk seperti apa, kamu blank.
Kamu tidak tahu seberapa macet di depan sana.

Itu mirip yang setan ingin lakukan. Menghalangi pandanganmu.

Jauh di sana di depan kita adalah pertemuan kita dengan Allah. Itu tak
terhindarkan. Pasti terjadi. Manusia itu, kaadihun ilaa robbika kad-han
famulaaqiih. Manusia itu telah bekerja keras menuju Tuhannya. Manusia
pasti akan menemui-Nya” (QS 84:6).

Jika pun kakimu tidak melangkah. Jika pun kamu cuma diam berdiri saja.
Kamu tetap akan sampai juga ke sana. Kamu tetap sampai di depan Dia,
Sang Pencipta.

Kenapa bisa begitu? Karena kamu berdiri di atas running belt conveyor,
ban berjalan yang bergerak menuju ke arah-Nya. Tidak peduli kamu suka
atau tidak suka. Tidak peduli kamu terima atau tidak terima.
Setiap detiknya kita bergerak menuju ke arah-Nya bersama hembusan
nafas kita. Pertemuan itu tidak bisa dihindarkan.

Tapi setan tidak ingin kamu untuk melihatnya. Setan ingin kamu terlupa-
kan dari pertemuan itu. Hari ini, jarak kita lebih dekat dengan pertemuan
itu dibandingkan kemarin. Tapi setan tidak ingin kamu menyadari itu.
Padahal besok hari, kita makin dekat lagi.

Masa depan yang setan ingin kamu pikirkan bukanlah pertemuanmu


dengan Allah. Tapi jenis masa depan yang lain. Pertemuanmu dengan
teman-temanmu. Liburanmu ke tempat-tempat wisata. Acara-acara
hiburan di akhir pekan. Lanjutan episode sinetron nanti malam. Film di
bioskop yang baru tayang.
Setan ingin kamu fokus ke masa depanmu di dunia, bukan masa depan-
mu di akhirat.

Bahkan kamu bisa dibikin bangga dengan dirimu sendiri karena kamu
punya rencana jangka panjang. Rencana kepemilikan rumah. Rencana
pindah ke rumah yang lebih besar. Rencana mengikuti jenjang pendi-
dikan yang lebih tinggi. Padahal Allah ingin supaya kita punya rencana
dengan jangka yang lebih panjang lagi. Rencana untuk mempersembah-
kan apa yang sudah kita tanam di dunia, saat kita kelak berdiri di hada-
pan-Nya.

Jika kamu benar-benar serius dengan hari yang pasti akan datang itu,
maka kamu akan benar-benar punya rencana. Layaknya seorang maha-
siswa yang ingin lulus kuliah dengan cum laude. Kamu akan punya ren-
cana mata kuliah apa saja yang akan kamu ambil di semester pertama.
Dan juga di semester-semester berikutnya. Jika tujuanmu jelas, kamu
pasti punya rencana. Kamu punya target. Dan jika ada yang meleset, yang
tidak berjalan sesuai rencana, mungkin kamu perlu bekerja ekstra untuk
mengejar ketertinggalan itu.

Tapi jika kamu tidak punya visi, jika kamu kuliah tapi tidak peduli lu-
lus atau tidak, jika kamu sudah sepuluh tahun tapi masih memilih-milih
mata kuliah, keadaan tanpa arah seperti itulah yang setan inginkan terja-
di di kehidupan kita.

Kesadaran akan pertemuan kita dengan-Nya akan mewarnai setiap tin-


dakan dan keputusan kita. Keputusan apapun. Keputusan untuk me-
nikah. Keputusan untuk memilih karir. Keputusan untuk pindah rumah.
Keputusan untuk pindah kerja. Keputusan untuk berolahraga. Keputusan
untuk memilih sekolah buat anak. Dan lain-lain. Semuanya akan mem-
pertimbangkan apa pengaruhnya terhadap pertemuan kita dengan-Nya.
Punya added value atau tidak, untuk dimasukkan laporan akhir amalan
kehidupan kita.

Kesadaran akan pertemuan kita dengan-Nya akan senantiasa mengirin-


gi setiap kali kita akan mengambil langkah yang baru. Setan ingin kes-
adaran itu hilang. Sehingga kamu melakukan apa saja yang kamu mau.
Mengambil apa saja yang lewat di depanmu. Visi tentang pertemuan itu
menghilang karena setan menyerangmu dari depan, membuat pandan-
ganmu terhadap visi itu menjadi terhalang.

*****

Keempat. Yang juga ada di depan kita adalah ketakutan dan kecemasan.
Setan ingin supaya kita mencemaskan masa depan. Hidup dalam kece-
masan. Punya anak laki-laki, cemas. Karena anak laki-laki nantinya harus
bisa menafkahi keluarganya. Tapi hal itu terlalu dipikirin.

Atau cemas karena mendengar entah dari berita di media atau dari grup
WA, ada anak laki-laki yang melakukan kejahatan dan aksi pemberon-
takan. Kita tiba-tiba ikutan cemas memikirkan apakah anak laki-laki kita
juga akan jadi pemberontak seperti itu.

Setan ingin manusia selalu diliputi kecemasan. Cemas apakah istrinya


akan marah-marah lagi. Cemas apakah suaminya akan menikah lagi. Ce-
mas apakah anak perempuannya bisa menjaga diri. Cemas ini, cemas itu.
Cemas berkepanjangan.
Seakan-akan dia ini bisa mengendalikan seisi keluarganya. Padahal dia
tidak selalu bisa mengendalikan keluarganya, sepenuhnya.

Ada seorang ibu yang terlalu mencemaskan anak gadisnya, kapan dia
akan menikah. Atau kapan dia akan punya anak. Sampai-sampai sang ibu
menelpon anaknya dan bilang, “Allah ingin supaya kamu punya anak.”
Yang benar aja! Ibu itu lah yang menginginkannya, bukan Allah. Lucu
sekali ibu itu sampai bilang begitu. Kapan dia dapat email dari Allah seh-
ingga dia bisa ngomong seperti itu … =)

Kenapa setan ingin kita diliputi kecemasan? Karena setan tidak ingin
kamu happy dengan segala yang sudah Allah berikan. Karena setan tidak
ingin kamu sadar bahwa satu-satunya yang pegang kendali atas keluarga-
mu, bahkan juga dirimu, adalah Allah ‘azza wa jalla.
Kita tidak bisa seratus persen mengendalikan anak-anak kita. Ketika
mereka sudah mencapai umur tertentu, apa yang mereka lakukan menja-
di urusan mereka sendiri dengan Allah. Kita hanya bisa menasihati. Tapi
keputusannya, mereka sendiri yang akan mengambilnya.

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam sendiri bilang sama Fatimah un-


tuk menyadari bahwa perbuatannya akan menjadi tanggungjawabnya
sendiri. Rasulullah tidak bisa membela putri beliau sendiri di hadapan
Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah tidak bisa membantu putrinya.
Rasulullah bilang begitu sama putrinya. Rasulullah sendiri, shallallahu
‘alayhi wasallam, tidak punya kendali penuh atas keluarga beliau. Jadi
bagaimana bisa kita bilang bahwa kita punya kendali penuh atas orang
lain? Jadi bagaimana bisa kita bilang bahwa kita punya kendali penuh atas
keluarga kita?

Makin kita memaksakan diri bahwa kita pasti bisa punya kendali penuh
atas orang lain, makin kita sengsara dan jauh dari rasa syukur. Karena
kenyataannya kamu tidak bisa punya kendali penuh atas orang lain, kamu
pun makin cemas, dan terus-menerus menjadi negatif. Akibatnya, kamu
tidak bisa bersyukur.

Lihatlah bagaimana akhir dari ayat ini. Wa laa tajidu aktsarohum syaa-
kiriin (QS 7:17). “Dan tidak akan Engkau dapati sebagian besar mere-
ka bersyukur.” Menjadi negatif terus-menerus. Menjadi pencemas setiap
waktu.

“Bagaimana pekerjaanku nanti?”


“Bagaimana keuanganku nanti?”
“Bagaimana kesehatanku nanti?”
“Bagaimana anak-anakku nanti?”
“Bagaimana kalau begini?”
“Bagaimana kalau begitu?”

Kamu begitu kewalahan dengan hal-hal yang belum jelas dan belum ten-
tu terjadi. Kamu lupa bahwa Allah lah Maha Pemegang Kendali atas se-
gala yang terjadi. Allah lah yang memilikinya. Bukan kamu. Bukan aku.
Meskipun di suatu hari yang indah, kenyataannya kamu serasa memili-
ki satu hari itu karena segalanya tampak beres, segalanya berjalan sesuai
rencana, segalanya mulus dan seratus persen terkendali, itu sesungguhn-
ya bukanlah keberhasilan kamu. Itu semua adalah karena Allah memban-
tu kamu. Bahkan Allah itu membantu kamu setiap hari. Seringnya tanpa
kamu sadari.

Fakta bahwa tubuh kita masih berfungsi dan kita masih bisa menar-
ik-hembuskan nafas, melihat, mendengar, belajar, mentadabburi Qur’an,
itu karena Allah membantu kita. Allah yang kasih kemampuan itu.

Jika kita melupakannya, dan berpikir bahwa kita lah yang telah berhasil
mengendalikan semuanya, sejatinya itu adalah keberhasilan setan men-
gendalikan cara berpikirmu.

*****

Salah satu trik terbesar setan adalah membuat kamu pesimistis akan
masa depan.
“Tidak akan ada yang berjalan lancar.”
“Hal-hal buruk akan terjadi.”
“Ini semua akan berakhir dengan kegagalan.”

Tidak saja kamu menjadi negatif, dirimu sendiri, tapi sikap negatif kamu
itu menular dan menjalar. Infectious.

Orang-orang di sekitar kamu ikut-ikutan jadi negatif.

Ada yang sedang berada di puncak kegembiraan karena diwisuda jadi sar-
jana. Kamu jumping in di kerumunan wisudawan-wisudawati dan tiba-ti-
ba bilang “Tunggu saja saatnya sampai kalian merasakan berbulan-bulan
bengong belum dapat kerjaan.” Kamu memutarbalikkan suasana. Dari
ceria berubah menjadi duka. Orang-orang melihat kamu sebagai sosok
yang selalu membawa awan hitam kemanapun kamu pergi melangkah.
Pesimisme itu bikin kita ga semangat. Pesimisme juga bikin kita berhenti
mengharapkan bantuan-Nya. Setan memang pintar memutus konekti-
vitas kita sama Allah. Saat kamu pesimistis, kamu sedang memutuskan
hubungan sama Allah. Kamu hopeless. Setan, secara definisi, juga berarti
putus asa. Dan dia juga ingin kamu menjadi putus asa seperti dia.

*****

Kelima. Seharusnya goal adalah goal. Bukan purpose. Tapi setan berhasil
membuat kamu menganggap bahwa goal adalah purpose.

Manusia itu goal driven. Didorong oleh target. Oleh sasaran. Entah sasa-
ran jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

Kita bisa habiskan uang jutaan rupiah untuk ikut seminar karena kita in-
gin membantu diri kita meraih apapun yang ingin kita capai dalam hid-
up ini. Seminar tentang self help. Contohnya, yang di-run oleh Anthony
Robbins.
Seminar seperti ini bagus dan luar biasa. Masalahnya, seminar itu mem-
bidik sasaran yang tinggi, tapi bukan yang tertinggi. Setan tidak ingin
kamu meraih sasaran yang tertinggi.

Seperti halnya pemanjat tebing yang melempar hook. Setan ingin hook itu
nyangkut di sasaran yang rendah. Bukan di puncaknya.

Setan ingin hook itu cuma nancep di money. “Kalo aku punya uang segitu,
pasti hidupku oke.” Maka kamu memanjat tebing itu dan akhirnya kamu
cuma dapat uangnya.

Setan ingin hook itu cuma nancep di kesehatan kamu.


Setan ingin hook itu cuma nancep di karir kamu.
Setan ingin hook itu cuma nancep di pendidikan kamu.

Setan berhasil membuat kamu lupa bahwa goal-goal itu sejatinya bukan-
lah purpose dalam hidup kamu. Itu semua hanyalah alat untuk membantu
kamu mencapai tujuan yang sejati.
Hidup di bumi ini begitu singkat. Tujuan kita berada di bumi ini bukan
untuk mendapatkan pekerjaan. Bukan untuk mengumpulkan uang. Bu-
kan untuk punya rumah. Karena semua itu akan ditinggalkan.

Tujuan kita hidup di bumi ini, adalah untuk melakukan berbagai ke-
baikan. Nantinya kebaikan-kebaikan itu akan mendatangkan kebaikan
untuk diri kita sendiri. Nantinya kebaikan-kebaikan itu akan hidup lebih
lama dibandingkan hidup kita di dunia.

Cari uang itu bagus. Selama uang itu kamu gunakan untuk melakukan ke-
baikan-kebaikan itu. Menjaga kesehatan itu bagus. Selama kesehatanmu
membuat kebaikan-kebaikan itu terjadi setiap hari tanpa jeda sakitmu.
Karir itu bagus. Selama karirmu mendatangkan kebaikan-kebaikan yang
lebih banyak lagi. Pendidikan itu bagus. Selama pendidikanmu mening-
katkan kualitas dari kebaikan-kebaikan yang kamu lakukan.

Rumahmu adalah sebuah rahim yang melahirkan kebaikan-kebaikanmu.


Mobilmu adalah sebuah bahtera yang kamu gunakan untuk berlayar
mengarungi samudera kebaikan.

Setan ingin uang itu kamu jadikan tujuan kamu.


Setan ingin kesehatan itu kamu jadikan tujuan kamu.
Setan ingin karir itu kamu jadikan tujuan kamu.
Setan ingin pendidikan itu kamu jadikan tujuan kamu.
Padahal itu semuanya hanyalah alat.

“BMW i8 Coupe itu keren banget. Harganya 4M. Aku akan banting tu-
langku. Aku akan peras keringatku. Supaya aku bisa mendapatkannya.
Itu tujuan hidupku.”
Hmmm. Itu bukanlah tujuan sejatimu. Karena apa yang kau jadikan tu-
juan itu hanya berjarak satu peristiwa kecelakaan saja dari kehancuran
mobilmu.

Atau kamu terobsesi dengan rumah yang bagai istana? Itu pun hanya ber-
jarak satu tsunami saja dari terhanyutnya rumahmu oleh gelombang yang
melumat dan membawanya entah kemana.
Kita ini aslinya adalah meaningful creature. Purposeful creature. Ciptaan
yang punya tujuan yang mulia. Tapi setan berusaha membelokkan supaya
kita mengejar sasaran yang murahan. Meski mungkin tampak mahal dili-
hat dari kacamata mereka yang tidak beriman.

*****

Keenam. Ada satu hal di depan kita, yang kita tidak tahu. Yaitu, waktu.

Berapa banyak sisa waktu kita?

Mungkin beberapa detik lagi. Mungkin beberapa tahun lagi. Mungkin


masih beberapa dasawarsa lagi. Kita tidak pernah tahu.

Tapi yang pasti, kita masih punya waktu. Entah sedikit, entah banyak.
Ketika setan menyerang dari depan, dia ingin supaya kita tidak menghar-
gai sisa waktu kita. Setan ingin kita berpikir bahwa hidup kita masih san-
gat panjang. Supaya kita tidak punya sense of urgency. Supaya kita meng-
hindari mengerjakan kebaikan-kebaikan. Supaya kita tidak merasakan
kemendesakan itu. Sehingga kita tidak melihat urgensi dari mengerjakan
kebaikan-kebaikan yang bernilai dalam hidup kita.

Ketika kesempatan untuk berbuat baik itu lewat di depan mata, setan
memprovokasi, “Santai, Bro. Ga perlu sekarang. Besok juga masih bisa.”

Persis seperti yang kita alami setiap saat masuk waktu sholat. Adzan ber-
kumandang di aplikasimu. Kamu pause. Kamu biarkan berlalu. Kakimu
masih tetap di situ. Tidak bergerak maju. Padahal masjid sudah lama
menunggu.

Tapi kalo main game, kamu bergegas. Kalo nonton, kamu bergegas.

*****
Kita ini aslinya adalah meaningful creature.
Purposeful creature. Ciptaan yang punya
tujuan yang mulia.
Tapi setan berusaha membelokkan supaya kita
mengejar sasaran yang murahan. Meski
mungkin tampak mahal dilihat dari kacamata
mereka yang tidak beriman.
Kamu sedang free. Kamu punya waktu 30 menit sebelum masuk ke mata
kuliah berikutnya. Kamu tahu ada Qur’an di tas ranselmu. “Ya, aku tahu.
Pasti, pasti. Pasti aku akan baca Qur’an. Tapi ntar aja.” Padahal kamu ga
ngapa-ngapain.

Tapi untuk sesuatu yang ga guna, ga ada poinnya, ga ada manfaatnya,


kamu malah melakukannya. Kamu punya waktu untuk melihat postin-
gan orang di Facebook. Untuk melihat status teman di Instagram. Atau
Snapchat. Tidak lupa kamu kasih komen di sana dan di sini.

Waktu cepat berlalu. Empat puluh menit terbuang sia-sia. Dan kamu telat
sepuluh menit di kelas kuliah selanjutnya!

Setan membuat kamu tidak menghargai waktu. Setan ingin kita buang-
buang waktu. Membuat kamu menghancurkan sendiri masa depanmu
dengan menyia-nyiakan waktu. Dan ketika akhirnya kamu menyadarin-
ya, yang tersisa adalah sebuah penyesalan, “Ya ampun. Begitu banyakn-
ya waktuku yang telah terbuang sia-sia.” Dan kamu pun menjadi makin
hopeless. Itulah game yang setan mainkan. Kita mungkin sering terjerat.
Tapi kita mungkin juga sering tak menyadarinya.

Jadi itu adalah serangan dari depan.


Serangan ini saja sudah multiple-attacks.
Serangan berlapis. Baru dari depan saja.

Semoga Allah menjadikan kita sadar akan adanya serangan ini.


Semoga Allah memampukan kita untuk melihat kesejatian dari apa yang
lewat di depan kita.

“Allaahumma arinii wa arinaa haqiiqotan asy-yaa-i kamaa hiya.”

“Ya Allah. Tunjukkanlah kepadaku dan kepada kami, kenyataan yang se-
benarnya dari segala hal sebagaimana adanya.”

Semoga Allah membimbing kita untuk tetap fokus pada pertemuan kita
dengan-Nya di akhirat kelak.
Nasihat pungkasan untuk melawan serangan setan ini: kita harus men-
genalinya, dan memeriksa ulang hakekat dari segala hal yang lewat di
depan kita.

Kamu punya aplikasi. Ada warnanya. Ada feel-nya. Kamu bisa mera-
sakannya. Ada menunya. Ada fitur-fitur lainnya. Kenyataan yang sebe-
narnya, ada kode asal (source code) di balik aplikasi itu. Kamu tidak bisa
melihat kode-nya. Tapi kamu bisa merasakan fungsinya.

Apapun yang bisa kamu lihat dan rasakan itu, itu hanyalah kulit luarnya.
Ada tujuan dan makna di belakangnya sebenarnya.
Masalahnya, kita suka memberi makna atau nilai dari kulit luarnya saja.
Padahal yang punya nilai adalah yang ada di belakangnya.

Qur’an juga begitu. Kita biasa menilai Qur’an dengan melihatnya melalui
mata kita saja. Sehingga yang tampak adalah lembaran-lembaran dengan
tulisan Bahasa Arab yang kita ga paham maknanya. Padahal ketika kita
melihatnya melalui mata batin kita, menembus ke kedalaman makna dan
kata-kata yang penuh dengan kasih sayang-Nya, nilai Qur’an menjadi ti-
dak terhingga.

Lahum a’yunun laa yub-shiruuna bihaa. Bermata tapi tak melihat (QS
7:179). Artinya, realitasnya tidak terlihat. Gagal paham hakekatnya. Pen-
glihatan yang dangkal.

Kita butuh melatih ini terus-menerus. Jeli melihat kesejatian. Apa mak-
nanya. Apa tujuan akhirnya. Dan ketika kita sudah terbiasa melatihnya,
cara kita mengatur aktivitas, cara kita membagi waktu, cara kita berpikir
terhadap segala hal, cara kita menilai sesuatu, cara kita menyusun priori-
tas, semuanya akan berubah. Karena kita ingin mengoptimalkan hembu-
san nafas yang masih tersisa.

Setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dila-
laikannya (QS 82:5).
Setan akan menyerang dari depan supaya kita salah prioritas. Setan akan
membuat kita meminggirkan apa yang seharusnya diutamakan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk meletakkan prioritas tepat pada


tempatnya.

Semoga Allah tidak membiarkan bisikan setan membuat kita melenceng


dari jalan-Nya yang lurus.

Barokallaahu lii wa lakum.

*****
Serangan
dari
belakang
Iblis menjawab: “Karena Engkau
telah menghukum aku tersesat,
pasti aku akan selalu menghalangi
mereka dari jalan-Mu yang lurus."

(QS. Al-A'raf: 16)


3. Serangan dari belakang

Apa yang ada di belakang kita adalah masa lalu. Waktu yang telah berlalu.
Sebuah masa yang tertinggal di ruang nostalgia. Yang tak bisa kembali.

Setan memanfaatkan masa lalu. Setan memanipulasi masa lalu, untuk


menyerang kita.

Kita, sedikit atau banyak, dipengaruhi oleh masa lalu. Masa lalu mem-
pengaruhi cara berpikir kita. Masa lalu mempengaruhi emosi kita. Masa
lalu mempengaruhi keputusan-keputusan masa depan kita.

Seseorang mengalami kecelakaan mobil. Dua-duanya dirawat. Mobilnya,


dirawat di bengkel. Orangnya, dirawat di rumah sakit. Setelah dia pulih,
cara nyetirnya jadi berubah. Lebih hati-hati.

Kamu pernah konflik dengan seorang teman. Kamu pikir perkaranya


sepele. Tapi ternyata dia baper kuadrat. Setelah itu, cara berinteraksimu
berubah. Kamu lebih berhati-hati.

Pengalaman masa lalu mempengaruhi kita. Setan memanfaatkannya un-


tuk menggelincirkan kita. Supaya keluar dari jalan-Nya yang lurus.

*****

Saat kita berpikir tentang masa lalu, kita pikir itu adalah pikiran kita. Pa-
dahal, bisa jadi, setan lah yang membuat pikiran-pikiran itu melintas di
benak kita.

Kamu pernah punya masa lalu emas. Kamu sangat rajin shalat. Kamu
puasa Senin Kamis. Hobi kamu adalah qiyamullail. Air matamu sering
menetes hanya di hadapan-Nya.
Apa yang ada di belakang kita adalah masa
lalu. Waktu yang telah berlalu. Sebuah masa
yang tertinggal di ruang nostalgia. Yang tak
bisa kembali.

Setan memanfaatkan masa lalu. Setan


memanipulasi masa lalu, untuk menyerang
kita.
Standar kehati-hatian kamu sangat tinggi. Kamu tidak neko-neko. Kamu
terkenal alim dan baik hati. Di luar rumah maupun di dalam keluarga
kamu sendiri. Kalo ada yang tanya contoh Qur’an Surat Al-Mu’minuun
ayat 1-11 yang berjalan, orang-orang akan mengarahkan jari telunjuknya
ke arahmu. Masa lalu kamu sungguh A plus plus.

“Aku dulu memang seperti itu. Tapi aku kecewa dengan aku yang seka-
rang.”

“Dulu aku selalu berdoa setiap masuk rumah. Setiap keluar rumah. Setiap
mau masuk toilet. Setiap keluar dari toilet.”

“Dulu aku selalu teliti memilih kata. Mengatur intonasi dan nada bicara.
Memastikan gesture juga terjaga. Tidak ingin membuat ada hati yang ter-
luka.”

“Sekarang? OMG! Bahasaku ngawur. Aku suka menyerang lawan bicara.


Sedikit-sedikit emosiku meluap. Aku jadi temperamental. Aku sering
ngomongin orang. Bahkan memfitnah. Ga tahu kenapa kok aku jadi be-
gini.”

“Dulu, jaman belum ada aplikasi Prayer Time, aku sangat rajin shalat te-
pat waktu. Di masjid. Ga perlu pake aplikasi segala. Alarm alami. Muncul
sendiri 10 atau 15 menit sebelum adzan. Kadang adzan yang dulu kau
dengar itu, tidak lain adalah suaraku.”

“Sekarang, sudah ada aplikasi. Ada alarm hape juga. Tapi dua-duanya ga
ngaruh. Begitu bunyi langsung aku snooze. Bunyi lagi, snooze lagi. Sam-
pai hilang sendiri. Dan aku mager ke masjid. Shalatku pun kadang mirip
shalat jama’. Selesai shalat dhuhur, masuk waktu ashar.”

Setan memanipulasi masa lalu. Apa yang dia bisikkan?

“Masa keemasanmu itu sudah pergi. Sudah mati. Tidak akan bisa kemba-
li. Kamu tidak akan bisa seperti itu lagi.”

“Hidup itu yang realistis aja. Ya begini lah kenyataannya. Begini lah
keadaan kamu sekarang.”
Setan berusaha meyakinkanmu bahwa masa lalumu yang gemilang itu
sudah khatam.

Benarkah begitu?

Tentu saja, tidak. Masa lalumu yang baik itu justru membuktikan bahwa
kamu bisa hidup dengan standar spiritualitas yang tinggi. Standar yang
kamu tetapkan sendiri. Standar yang kamu junjung tinggi. Standar yang
juga sudah terbukti, bahwa kamu pernah mampu melakukannya.

Itu hanya berarti bahwa, selamanya, kamu akan mampu melakukannya.


Kamu akan mampu mengulanginya.

Fakta bahwa kamu sekarang tidak bisa seperti itu lagi adalah karena kamu
belum mencobanya lagi aja. Padahal kamu pernah punya keyakinan itu.
Kamu pernah punya kekuatan itu.

Kamu akan mampu mengulanginya.

*****

Atau, mungkin masa lalumu bukan lah sebuah masa keemasan.

Mungkin kamu justru punya trauma di masa lalu. Mungkin kamu kehi-
langan anak. Mungkin kamu punya ayah, tapi berasa tidak punya ayah.
Mungkin orang tuamu tidak mengharapkan kelahiranmu. Mungkin
kamu terus menjadi sasaran bully di mana saja kamu berada.

Setan memanfaatkan masa lalu itu untuk mengacaukanmu. Bukan hanya


secara emosi, tapi juga secara spiritual. Mengacaukan hubunganmu den-
gan Allah.

Sehingga akhirnya terdengar bisikan itu, “Hidupmu sudah sarat dengan


penderitaan. Buat apa lagi kamu shalat?”
Contoh-contoh tadi adalah contoh trik setan menyerangmu dari be-
lakang. Memanfaatkan masa lalumu, yang pernah gemilang, atau yang
penuh dirundung malang. Sehingga sinyal koneksimu dengan Allah
menghilang.
Contoh kedua. Khususnya jika kamu punya pengalaman buruk di masa
lalu. Setan menghembuskan bisikannya supaya kamu mempertanyakan,
kenapa hal-hal buruk itu terjadi. Dan kenapa itu semua harus ditimpakan
kepadamu.

Allah menjadikan hidup kita penuh cobaan dan ujian. Masing-masing


dari kita kurikulumnya beda. Frekuensi dan intensitas cobaannya beda.
Masing-masingnya tidak mudah. Dan jika kamu hanya memikirkan ke-
jadiannya, memang sangat menyakitkan.

Bahkan kamu bisa paralyzed. Lumpuh. Atau sekedar overwhelmed, ke-


walahan.

Setan ingin kamu tergenang di situ. Memikirkan kesakitannya. Men-


gaduk-aduk amarahmu supaya protes sama Allah, mengapa tega mem-
perlakukan kamu seperti itu.

“Mungkin aku dikutuk. Inilah sebabnya Allah marah sama aku.” Setan
ingin kamu tetap berada di sana. Di masa lalu yang pahit itu. Sementara
Allah ingin supaya kamu keluar dari kubangan itu. Tapi setan menahan-
mu. Menyeretmu masuk kembali. Menjadikan kesedihan itu sesuatu yang
bisa kau nikmati.

Setan ingin kamu yakin bahwa ‘tidak ada lagi harapan’. Setan ingin kamu
terjebak dalam kubangan ketiadaan harapan (hopelessness). Persis seperti
dirinya. Yang sudah tidak ada harapan lagi.

Atau, bahwa yang menimpa kamu itu tidak ada jalan keluarnya. Bah-
wa yang paling tepat untuk kamu lakukan adalah menyalah-nyalahkan.
Menyalahkan orang. Menyalahkan keadaan. Bahkan menyalahkan Allah.

Kita dikipas-kipasi supaya kita menyalahkan orang lain. Siapapun dia,


yang telah menyakiti kita. Kita juga dibikin setan untuk berani menyalah-
kan Allah. Kenapa Allah membiarkan kepahitan itu terjadi. Kenapa juga
kita yang jadi korban. Kita tidak layak untuk diperlakukan seperti itu.
Beruntunglah yang pernah mempelajari perjalanan hidup Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam. Kita bisa mengapresiasi sesuatu dari situ.

Kedua orang tua beliau wafat saat Rasulullah masih kecil. Yatim piatu di
usia enam tahun. Rasulullah pun diasuh Abdul Muthalib, kakeknya. Tapi
tidak lama. Abu Talib, paman beliau, menjadi pengasuh berikutnya. Beta-
pa sulit gonta-ganti pengasuhan seperti itu untuk seorang anak.

Menjadi anak dengan kondisi seperti itu, sulit. Tapi yang tidak kalah su-
litnya adalah kehilangan anak.

Apakah Rasulullah juga mengalaminya? Ya. Rasulullah pun kehilan-


gan anak-anak beliau. Yang wafat mendahului beliau, shallallahu ‘alayhi
wasallam.

Buat orang tua yang pernah ditimpa kematian putranya, bisa muncul per-
tanyaan, kenapa kemalangan itu harus dia alami. Atau, kenapa mening-
galnya harus dengan cara seperti itu. Dan setiap kali dia melihat anak
kecil berlari-larian kesana kemari, dia selalu teringat anaknya yang sudah
tidak bersamanya lagi.

Semua kepedihan dan kepahitan hidup itu juga dialami oleh Rasulullah
shalallahu ‘alayhi wasallam.
Untuk apa kita membahasnya? Supaya kita paham bahwa kemalangan
seperti itu tidak berarti bahwa Allah mengutukmu. Bahwa Allah murka
sama kamu. Bahwa ada hal buruk yang kamu lakukan sehingga Allah
marah sama kamu. Tidak seperti itu.

Rasulullah juga kehilangan anak-anaknya. Yang wafat mendahului be-


liau. Apakah itu berarti Allah mengutuk Rasulullah shalallahu ‘alayhi
wasallam?

Tidak. Allah tidak pernah mengutuk beliau, shallallahu ‘alayhi wasallam.

Dan sebaliknya, Rasulullah juga tidak pernah mengeluh. Rasulullah tidak


pernah menyalahkan Allah.
Tapi setan ingin kita berpikir bahwa Allah sedang mengutuk kita. Setan
ingin kita menyalahkan Allah.

Kenapa? Karena menyalahkan Allah itu persis sama dengan yang dilaku-
kan setan. Fa bimaa agh-waytanii. Setan menyalahkan Allah. Awalnya
setan menolak sujud kepada Adam. Lalu setan dikeluarkan dari surga.
Akhirnya setan menyalahkan Allah.

Itu lah trik setan. Memanfaatkan pengalaman burukmu, kesakitanmu,


kepahitanmu, supaya kamu menjauh dari Allah ‘azza wa jalla.

*****

Contoh ketiga. Mungkin dulu kamu pernah punya pergaulan yang men-
jadi katalis perbuatan dosa. Syukurlah kamu sudah bertaubat. Kamu ti-
dak lagi bergaul dengan mereka.

Mereka bisa jadi tidak jahat. Tapi kalo kamu ada bersama mereka, kamu
jadi lepas kontrol. Kamu melupakan-Nya. Kamu menjauh dari-Nya.
Makanya kamu meyakinkan dirimu sendiri.
“Titik! Enough is enough. Cukup sampai di sini.”

Dan kamu pun memutuskan untuk memilih teman yang membuatmu


makin dekat dengan-Nya.

“Urusan mereka biar mereka selesaikan sendiri. Antara mereka dengan


Allah. Aku? Aku menarik diri. Aku butuh melindungi diriku. Ini adalah
caraku untuk memperbaiki hubunganku dengan Allah.”

Bergaul dengan mereka mungkin bukan salah mereka. Maksudnya, bu-


kan mereka yang memaksa kamu untuk mengikuti mereka. Tapi lebih
karena kamu punya sisi lemah yang tidak kamu sadari. Mungkin itu has-
ratmu untuk bersosialisasi. Mungkin kamu merasa keren jika bisa men-
jadi bagian dari mereka. Tanpa kamu pernah menilai apakah langkahmu
itu, apakah keputusanmu itu, untuk bergabung dengan mereka itu, akan
mengorbankan hubunganmu dengan Allah. Menjadi berjarak. Makin
menjauh.
Dan alhamdulillah di sebuah titik perjalanan hidupmu, kamu merenung-
kan itu. Kamu merenungkan keputusanmu. Kamu merenungkan akibat
dari keputusanmu. Kamu merenungkan keputusanmu untuk mencebur-
kan diri ke dalam pergaulan itu, dan status hubunganmu dengan Allah
yang makin menjauh.

Kini kamu sudah ketok palu. Kamu putar haluan. Hidup dengan lemba-
ran yang baru. Bukan karena kamu benci mereka. Bukan karena kamu
merasa lebih baik dari mereka. Bukan karena kamu ingin biarkan mereka
menderita. Bukan karena itu semua. Kamu hanya ingin menyelamatkan
dirimu. Ini lah saatnya kamu menarik diri.

Dan saat kamu menarik diri, setan tahu dong. Kan dia terus memonitor
gerak-gerikmu. Dia pun mendatangimu. “Hei, beneran tuh kamu mau
memutus silaturahmi? Ntar kalo kamu kangen, gimana?”
Setan membangkitkan kenangan-kenangan manismu bersama mereka.

Sama halnya dengan orang yang pernah berhenti berbuat dosa. Eks
peminum alkohol, pemakai narkoba, atau pezina. Mereka sudah mening-
galkan perbuatan dosa. Mereka sudah menjauh dari perbuatan maksiat.
Mereka sudah berubah.

Setan tidak tinggal diam. Dia mengetuk pintumu.

“Kamu kan sedang mengalami masa-masa sulit. Kamu ditekan dari sa-
na-sini. Kamu perlu menghibur diri. Ayolah, sebentar saja. Tidak usah
lama-lama. Sebentaaar saja. Apa salahnya.”

“Bulan ini bulan adalah terberat dalam hidupmu. Banyakan hari-hari sial-
nya. Sudah berapa kali coba, kamu apes. Ketemu orang-orang itu. Orang-
orang egois. Lahir ke dunia cuma untuk nyusahin kamu. Menjengkelkan.
Ayolah hibur dirimu sedikit. Mudah kok. Kamu cukup nongkrong aja
sama mereka. Hanya mereka yang bisa ngerti kamu. Apakah itu dosa?”

Kamu tahu bagaimana rasanya kalo bersama mereka. Kamu tahu akan
berubah menjadi pribadi seperti apa kamu kalo ada di tengah-tengah
mereka.
Everything forbidden is desirable. Segala sesuatu yang terlarang itu tampak
menarik hati.

Kamu sudah putuskan bahwa kamu tidak mau ke situ lagi. Tapi bagaimana-
pun juga kamu manusia biasa. Ada godaan dan keinginan. Setan menco-
ba memanipulasi itu.

“Ayo lah. Kamu pasti jauh lebih baik. Hidup itu harus seimbang. Kesu-
sahanmu luar biasa sekali bulan ini. Kamu harus senang-senang sedikit.”

Tidak bisa dipungkiri, kamu sebenarnya suka sama mereka. Setan makin
mengipasinya, sampai kamu benar-benar jatuh lagi ke lembah dosa.

*****

Setan tidak perlu merayu kita supaya kita berbuat dosa. Supaya kita
melakukan kesalahan. Tidak perlu sampai ke situ. Ini penting. Kita perlu
tahu ini. Setan tidak perlu berusaha keras supaya kita langsung melaku-
kan kesalahan. Supaya langsung berbuat dosa. Setan tidak perlu merayu
sampai ke sana.

Setan ingin supaya kita cukup mengambil satu langkah saja. Ya, satu lang-
kah saja. Satu langkah menuju perbuatan dosa.

Jika destinasi yang dituju masih seribu kilometer jauhnya. Dan kamu ha-
nya maju satu langkah. Satu langkah itu sepertinya bukan apa-apa. Bisa
diabaikan. Bisa dianggap tidak ada. Tidak ada bahayanya.

Ada kebakaran di kampung sebelah. Kamu lihat beritanya di grup


WhatsApp. Kamu melangkah menuju ke sana. Tapi satu langkah saja.
Setelah satu langkah itu, apakah kamu merasakan lebih panas? Tidak,
kan? Tidak sama sekali. Apalagi sampai kamu ikut terbakar. Engga lah.

Satu langkah itu sudah cukup bikin setan puas. Kita juga merasa oke-oke
saja. Dan jika ada yang teriak, “Hei! Kamu sedang melangkah menjauh
dari Allah!” Kita anggap yang teriak-teriak itu kurang kerjaan. Kan kita
belum ngapa-ngapain. Kan kita cuma gitu doang.
Tapi memang seperti itu lah kerjaan setan. Menyerangnya halus. Sedikit
demi sedikit. Sekarang sedikit. Besok sedikit. Yang penting makin jauh
dari Allah.

Tadinya rajin shalat malam. Setan berhasil melancarkan serangan seh-


ingga tidak lagi shalat malam. “Ga papa, kan ga wajib juga,” bisiknya. Bi-
asanya shalat qabliyah wa ba’diyah, sekarang tinggal shalat wajibnya saja.
“Yang penting masih shalat lima waktu.” Setan makin senang. Serangan
berikutnya membuat shalat wajib pun jadi bolong-bolong. “Bolong satu
masih oke lah. Bolong satu berarti masih 80 persen. Lumayan.” Setan ma-
kin girang.

*****

Surga itu seluas langit dan bumi. Wa jannatin ‘ardhuhas samaawaati wal
ardhi (QS 3:133). Kata jannah artinya diliputi nuansa hijau. Atau, pepo-
honan yang hijau. Surga itu penuh dengan pohon-pohon yang hijau.

Mari kita renungkan yang ini.

Buat Adam dan Hawa, ada berapa banyak pohon yang terlarang? Satu.
Cuma satu. Diantara alam semesta pepohonan yang tak ada habisnya.
Jadi kalo cuma satu yang dilarang, menjauhinya harusnya gampang ban-
get, ya kan? Karena menemukan yang satu itu aja pasti sudah susah. Dari
sekian triliun pohon yang ada.

Tapi setan berhasil membuat mereka mengambil satu langkah. Mendeka-


ti pohon terlarang. Lalu satu langkah lagi. One step at a time. Sekali rayu
satu langkah.

Setan tidak langsung mengarahkan mereka ke pohon itu. Entah bagaima-


na setan berusaha menutupinya. Pohon itu terlarang, tapi entah bagaima-
na, setan punya semacam topeng yang membuat Adam dan Hawa tertarik
mendekatinya. Langkah demi langkah menuju keburukan. Setan pintar
membuat kita merasa seakan-akan itu adalah langkah-langkah menuju
kebaikan.
Pemutarbalikan atau pemelintiran yang dilakukan oleh setan ini men-
gantarkan kita untuk mempelajari serangan setan dari arah kanan. Mem-
pelajari bagaimana setan memerangkap kita dengan serangannya dari
arah kanan.

*****

Dalam bahasa Arab, kanan itu selalu dihubungkan dengan perbuatan dan
hal-hal yang baik. Kanan berhubungan dengan kehormatan dan kebang-
sawanan.

Ketika seseorang memberi kamu tangan kanannya, itu adalah karena dia
sedang berjanji atau bersumpah. Orang kidal pun berjabat tangan pake
tangan kanan. Sebagai tanda penghormatan.
Budaya-budaya di luar Arab juga seperti itu. Kanan dihubungkan dengan
hal-hal yang baik. Ketika kita bersaksi, atau memberikan kesaksian, yang
kita angkat adalah tangan kanan kita.

Budaya Arab maupun budaya berbagai bangsa sepakat bahwa kanan ber-
hubungan dengan penghormatan, perbuatan yang baik. Berhubungan
dengan melakukan segala sesuatunya dengan benar.

Oleh karenanya, di hari penghakiman, kita memohon kepada Allah


supaya kita dimasukkan ke dalam golongan kanan. Ash-haabul yamiin.

Kanan dihubungkan dengan kebaikan. Malaikat yang mencatat amal ke-


baikan kita, ada di sebelah kanan. Di sini lah mungkin kita mulai bin-
gung karena dibilang bahwa setan menyerang dari kanan. Berarti setan
menyerang dengan perbuatan baik? Apa itu maksudnya? Bagaimana con-
tohnya?

*****

Banyak cara setan untuk menyerang dari kanan. Ada satu yang akan
dijelaskan di sini. Yang lain-lainnya akan dijelaskan secara khusus saat
membahas serangan setan dari arah kanan.
Perlu diingatkan kembali tentang pentingnya kita menyadari adanya
serangan-serangan setan ini. Kita perlu merenungkan bagaimana seran-
gan-serangan itu berlaku untuk kita.

Cara setan memainkan serangan itu untukku, bisa berbeda dengan cara
setan memainkan serangan itu untukmu. Bahkan di keluarga kamu sendi-
ri, juga bisa beda. Karena setan telah melakukan studi atas kamu dan aku,
secara terpisah. Setan menyerang masing-masing kita, secara terpisah.

*****

Indah sungguhan dengan indah jadi-jadian, itu beda. Perbuatan dosa,


setan bisa membuatnya menjadi terasa indah. Indah jadi-jadian. Wa
idz zayyina lahumusy-syaithaanu a’maalahum (QS 8:48). Serangan dari
kanan yang ini adalah salah satu serangan yang paling menakutkan.

Orang-orang datang ke masjid dan melakukan shalat. Itu hal yang baik.
Orang-orang pergi haji atau umroh ke tanah suci. Itu hal yang baik.
Berpuasa. Itu hal yang baik. Membantu, memberi makan fakir miskin.
Itu perbuatan yang baik.

Tapi ketika kamu mulai berpikir bahwa semua amal baikmu itu pasti
diterima oleh Allah, maka itu sungguh menyedihkan. “Kamu jangan ce-
mas lagi sekarang, karena kamu sudah banyak berbuat baik. Kamu rajin
shalat. Kamu itu orang baik.” Lalu setan berhasil mengipasi kita lebih jauh
sehingga kita mulai berkata, “Lihatlah orang-orang itu. Mereka muslim.
Tapi mereka tidak shalat. Kasihan sekali mereka.” Ini bukan jenis bisikan
yang membuat kita memikirkan dakwah terbaik supaya mereka hijrah
dan shalat. Bukan yang seperti itu. Ini adalah jenis bisikan yang membuat
kita menepuk dada. Berbangga diri. Menganggap diri kita lebih baik dari
orang lain.

Setan menyerang melalui perbuatan baikmu. Setan menghembuskan


gambaran tentang potret diri yang palsu, bahwa kamu sudah sah diberi
label orang baik, selamanya. Orang hebat, selamanya. Bahwa Allah jelas-
jelas cinta sama kamu, selamanya. Bahwa kamu lebih baik dari muslim
yang lain. Itu semua adalah potret diri yang palsu.
Siapapun yang suka berbuat baik, dan berbuat baiknya hanya untuk Al-
lah, sebaiknya belajar dari kisah Ibrahim ‘alayhis salam.

*****

Ibrahim ‘alayhis salam telah melakukan perbuatan baik yang paling


menakjubkan yang pernah dibuat manusia. Beliau membangun Ka’bah.
Bukan hanya bermanfaat buat yang umroh maupun haji, tapi juga buat
setiap mushallin. Karena di setiap saat kita shalat, kita menghadap ke arah
itu. Ka’bah.

Pikirkan ini. Setiap kali seseorang shalat, Ibrahim ‘alayhis salam dapat
bagian dari pahala shalat itu. Karena orang itu shalat menghadap Ka’bah.
Orang itu memang tidak berkurang pahalanya, tapi Ibrahim ‘alayhis
salam dapat pahala juga karena telah membangun Ka’bah.

Sejak dibangunnya Ka’bah, siapapun yang shalat, di belahan dunia mana


pun dia shalat, pahalanya juga mengalir ke Ibrahim ‘alayhis salam. Di
tahun 2010 saja, sudah ada 1,5 milyar pemeluk Islam di dunia. Bisakah
kita bayangkan pahala yang mengalir kepada Nabi Ibrahim ‘alayhis salam
karena shalat lima waktunya para mushallin?

Dan apakah kita mengetahui, saat Ibrahim ‘alayhis salam meninggikan


pondasi Baitullah bersama Ismail, doa apa yang beliau panjatkan?

Beliau minta sama Allah, rabbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul
‘aliim (QS 2:127). “Yaa Rabb. Terimalah amal dari kami.” Seakan-akan be-
liau tidak yakin bahwa amalan beliau itu cukup baik. Seakan-akan beliau
tidak yakin bahwa amalan beliau itu pantas diterima. Mungkin ada satu
batu atau bata yang ditata tidak pas pada tempatnya. Mungkin niat amal-
nya tidak murni hanya untuk Allah. Mungkin masih ada setitik kemala-
san dalam melakukan amalan itu. Nabi Ibrahim melakukan muhasabah
terhadap amalannya sendiri. Melakukan audit diri. Introspeksi.

Nabi Ibrahim tidak sombong. “Yaa Allah. Terima kasih sudah memberi-
ku kehormatan untuk membangun Ka’bah ini. Fondasinya sudah beres.
Bangunannya sudah jadi. Aku sudah bebas sekarang. Boleh berlibur dan
bersenang-senang.” No, no, no. Bukan seperti itu.

Beliau tidak berpuas diri. Mentang-mentang sudah banyak melakukan


kebaikan dan perbuatan super hero. Beliau tidak mengklaim bahwa amal-
nya pasti diterima. Beliau justru berharap semoga amalnya diterima.
Rabbanaa taqabbal minnaa.
Kamu shalat Jumat. Komplit dengan dzikir setelahnya. Seberapa yak-
inkah kamu bahwa shalat dan dzikirmu itu diterima? Bahwa malaikat
mendokumentasikan amalmu sebagai amal yang sempurna?

Apakah sepanjang shalat, atau sepanjang khutbah, pikiranmu melayang


kemana-mana? Apakah hatimu bergetar? Atau justru hapemu yang berg-
etar? Sehingga khusyu’ kamu jadi buyar? Atau mungkin, kamu memikir-
kan 20 hal yang berbeda saat sedang shalat?

Atau kamu memikirkan orang di sampingmu yang gerakan shalatnya


beda? Atau kamu tidak sadar melangkahi jalur orang yang sedang shalat
demi mendapatkan shaf yang paling depan?

Betapa tidak sempurnanya shalat kita. Aku dan kamu tidak boleh berpuas
diri. Apalagi cuma karena berangkat shalat Jum’at, dan hanya karena
sudah sampai masjid sebelum adzan. Lantas kita berasa seperti berhak
mendapat tiket VIP untuk masuk surga. Itu bukan sikap yang tepat.

Itu bukan sikap yang tepat untuk shalat kita. Itu bukan sikap yang tepat
untuk puasa kita. Untuk haji kita. Atau apapun ibadahnya. Apapun per-
buatan baiknya.

Ada sebuah hadits qudsi yang isinya, Allah tidak mengumpulkan rasa
aman dan rasa takut jadi satu. Kalo seseorang merasa aman di dunia,
maka dia akan diliputi rasa takut di hari kiamat. Kalo seseorang merasa
takut di dunia, maka in sya Allah dia diberi rasa aman di akhirat. Setan
ingin, perbuatan baik kita melahirkan rasa aman. Setan ingin, kita tidak
takut bahwa amal-amal itu tidak diterima.
Ingatlah lagi nabiyullah Ibrahim. Amalannya luar biasa, tapi sikapnya
lebih luar biasa lagi. Rabbanaa taqabbal minnaa. Beliau memohon supaya
amalannya diterima.

*****

Hendaknya kita tidak mengingat-ingat perbuatan baik yang pernah kita


lakukan. Yang perlu diingat adalah keteladanan Nabi Ibrahim. Mengemis
sama Allah selesai berbuat baik. Rabbanaa taqabbal minnaa. Minta sama
Allah. “Terimalah amal kami, yaa Allah.”

Itu lah yang setan tidak inginkan.

Dan itu lah yang harus kita lawan. Trik setan ini sudah kita pegang. Ting-
gal kita mohon sama Allah supaya diberi kekuatan dan keistiqomahan
untuk melawannya. Untuk tidak membiarkan masa lalu kita dimanipu-
lasi. Untuk tidak mengizinkan kita berpuas diri. Untuk terus memohon
supaya amalan kita diterima.

Semoga Allah melindungi kita dari serangan setan dari arah belakang.

Dan semoga Allah juga melindungi kita dari serangan setan dari arah
kanan.

Barakallaahu lii wa lakum fil qur’aanil hakiim.

*****
Serangan
dari
kanan
"Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan
mereka menyangka bahwa
mereka berbuat sebaik-baiknya"

(QS. Al-Kahf: 104)


4. Serangan dari kanan

Kita tahu Qur’an itu presisi. Allah itu Maha Sempurna. Termasuk dalam
memilih kata-kata.

Serangan dari kanan digambarkan di Qur’an (QS Al-A’raf, 7:17) bukan


dengan kata yamiinihim. Tapi aymaanihim. Artinya, serangan dari kanan
itu bukan serangan tunggal. Tapi serangan ganda. Multiple rights. Jadi
serangan dari kanan itu bervariasi. Lebih dari satu.

*****

Satu contohnya, sudah pernah dibahas. Di bagian sebelumnya. Berikut


disajikan ulang versi ringkasnya.

Setan ingin kita bangga dengan pencapaian kita. Dengan kebaikan kita.
Dengan keberhasilan kita. Dengan success stories kita. Padahal harusn-
ya kita humble. Harusnya kita mohon sama Allah. Supaya amal-amal itu
diterima. Dicatat sebagai pahala di sisi-Nya.

Tapi setan memang pintar melakukan reverse-engineering. Qur’an mer-


ekamnya. Wahum yahsabuuna annahum yuhsinuuna shun’aa (QS 18:104).
Setan berhasil bikin kita berpikir bahwa kita hebat. Setelah kita melaku-
kan kebaikan-kebaikan itu.

Tidak ada yang salah dengan kebaikannya. Yang masalah adalah merasa
hebat setelah melakukan kebaikan. Karena amalan kita belum tentu diter-
ima. Harusnya kita sungguh-sungguh berdoa. Memohon kepada-Nya.
Supaya amal ibadah kita diterima oleh-Nya.

*****
Serangan dari kanan itu bukan serangan
tunggal. Tapi serangan ganda. Multiple rights.
Jadi serangan dari kanan itu bervariasi. Lebih
dari satu.
Contoh kedua menyerang orang-orang yang baik, yang disilaukan oleh
embel-embel kehormatan.

Mereka adalah orang yang suka menyebut-nyebut titel. Gelar kebang-


sawanan. Gelar kesarjanaan. Atau apapun yang dijadikan embel-embel
kehormatan.

Disebut namanya, nama saja, tanpa titel, marah. Dia bela-belain men-
gulang. Menyebut namanya sendiri. Dengan imbuhan Doktor di depan
namanya.

Beda ya sama Doktor yang ga ngarep. Dipanggil pakai Doktor happy. Ga


ada yang manggil dia pake Doktor, dia tetap happy. Ga ngaruh. Nah. Yang
begini ini aman dari serangan dari arah kanan.

Tapi kalo sampai ada orang yang sibuk mengoreksi, “Lain kali, kalo sebut
nama saya, pastikan ya, tambahkan PhD”. Itu berarti dia punya masalah.

Owhhh. Berarti yang punya masalah adalah para akademisi saja?


Ternyata tidak. Serangan dari arah kanan juga masuk ke ranah agama.

“Hey, ternyata Abdullah ada di sini!”


“Bukan. Aku bukan Abdullah. Aku Al-Haajj Abdullah.” Ternyata ada
yang habis pulang dari tanah suci.

Ada kebutuhan untuk mendapatkan penghormatan. Mendapatkan pen-


gakuan. Dari pencapaian yang baru saja dilakukan. By the way, mohon
maaf buat yang namanya Abdullah. Karena ini hanya contoh. Contoh
orang yang bermasalah. Terkena serangan setan dari arah kanan.

Para penghafal Qur’an juga bisa kena serangan ini. Yaitu kalo dia, naman-
ya harus disebut pake Al-Haafizh. Begitu juga dengan Syeikh. Atau apap-
un, label-label keagamaan yang lain.

Sebenarnya aneh juga. Gelar kan tidak menambah apa-apa. Gelar kan
tidak, atau setidaknya belum, membuktikan apa-apa. Yang gelarnya Pan-
jang berderet-deret belum tentu amalnya lebih banyak dibandingkan
dengan yang tidak punya gelar sama sekali.
Rasa ingin diakui, rasa ingin dihargai, rasa ingin dikenang, rasa ingin
disebut-sebut kebaikan atau pencapaiannya, meski tampaknya manusi-
awi, tapi itu semua hanya menandakan bahwa setan telah berhasil. Telah
sukses menyerang kita, dari arah kanan.

Amal baik itu seharusnya diikuti dengan kerendahan hati. Dipersembah-


kan hanya untuk Allah. Apakah Allah ridha dengan persembahan itu?
“Yaa Allah, aku mohon pada-Mu, amalan yang kulakukan itu, semoga
Engkau terima.”

“Shalat, haji, apapun yang aku lakukan. Aku tahu aku tidak melakukan-
nya 100% sempurna. Pasti ada kesalahannya. Aku bisa melakukannya
dengan lebih baik. Karena kesalahan dan ketidaksempurnaan itu, aku
mengemis pada-Mu. Yaa Allah, terimalah amalku itu.”

Itulah kerendahan hati. Tapi setan mengipas-kipaskan rasa bangga diri.


Setan ingin elemen humbleness itu hilang.

*****

Contoh ketiga menyerang orang yang baik, yang menganggap hidayah


adalah sesuatu yang permanen.

Ada orang yang hijrah. Dari agama ga jelas terus masuk Islam. Atau dari
ga shalat jadi rajin ke masjid.

Sekian waktu berselang, dia flashback. Melihat sosok dirinya di masa


lampau. Saat dia belum Islam. Atau belum rajin shalat. “Beruntung sekali
Allah memberiku petunjuk. Nikmat sekali rasanya kalo kita sudah dapat
petunjuk itu. Terus terang aku merasa kasihan dengan mereka yang be-
lum mendapat petunjuk.”

Bentar boss, bentar. Sepertinya hidayah atau petunjuk dijadikan sema-


cam stempel. Atau label. Sekali dapat nempel terus. Oke bahwa hijrah itu
musti disyukuri. Itu valid. Tapi itu tidak berarti bahwa dia sudah menjadi
Pemilik Petunjuk Allah. Innal hudaa hudallaah (QS 3:73). Petunjuk itu
hak milik Allah. Bukan milikku. Bukan milikmu. Bukan milik dia.
Tidak peduli berapa banyak ilmu agamamu. Tidak peduli berapa ban-
yak jumlah raka’at shalat wajib dan shalat malammu. Tidak peduli betapa
shalih dan shalihah penampilanmu. Tidak peduli betapa halus tutur kata-
mu. Itu semua tidak berarti bahwa kamu menjadi Sang Pemilik Petunjuk.

Petunjuk Allah adalah dahaga harian kita. Mengemis kita kepada-Nya


setiap hari. Tanpa memandang status keimanan kita.

Yang sudah hafal 30 juz, tetap harus mengemis petunjuk Allah. Yang be-
lum bisa membedakan tsa, sa, sya, dan sha, juga harus mengemis petun-
juk Allah. Tidak ada seorang pun yang punya kedekatan akses dengan
petunjuk itu. Kita semua haus akan petunjuk Allah.

Sebagaimana kita butuh air. Tidak bisa kita bilang, “Alhamdulillah dua
tahun yang lalu aku sudah minum air. Aku tidak pernah lagi minum air
sejak saat itu. Dan aku baik-baik saja sekarang.”
Tidak. Tidak seperti itu. Kita pasti haus lagi. Kita harus minum lagi.

Kita pun haus akan petunjuk Allah. Kita ucapkan statement itu setiap kita
berdiri shalat. Ihdinash shiraathal mustaqiim.

Tapi setan ingin kita berpikir bahwa petunjuk itu sudah kita miliki. Setan
ingin kita berpikir bahwa petunjuk itu adalah masalah orang lain. Bukan
masalah kita. Setan ingin kita berpikir bahwa untuk urusan petunjuk itu,
kita sudah beres. Sudah tidak butuh lagi.

Dengan begitu, fokusmu kini bukan pada dirimu. Kamu sudah mera-
sa mendapatkan petunjuk. Fokusmu beralih pada orang-orang yang
lain. Mereka yang, menurut pikiranmu, belum mendapatkan petunjuk.
Menurut pikiran yang terkena serangan setan dari arah kanan.

Kalau kamu habis makan, perutmu sudah terisi, memang betul bahwa
kamu sekarang bisa mengalihkan perhatian kepada orang-orang yang
masih kelaparan. Setan ingin kamu juga berpikir seperti itu. Setan ingin
kamu berpikir, aku sekarang sudah dapat petunjuk, alhamdulillah, beres
dah urusanku, sekarang tinggal gimana caranya orang-orang itu supaya
dapat petunjuk.
Tapi gimana ya? Masak kita cuek sama orang yang belum dapat petunjuk?

Ga gitu juga sih. Kita ga boleh cuek sama orang lain. Tapi ada satu hal
yang penting. Yang harus selalu tertanam di benak kita. Bahwa perhatian
itu harus pada petunjuk untuk diri sendiri, lebih dulu. Lalu kita perhati-
kan petunjuk untuk orang lain, bersama kita.

Maksudnya, kalo aku kasih nasihat untuk orang lain, aku akan pastikan
bahwa nasihat itu adalah untuk diriku sendiri lebih dahulu. Menasihati
orang lain berarti aku menasihati diriku dan menasihati orang lain, pada
saat yang sama.

Aku tidak bilang, “Inilah yang kamu butuhkan. Inilah yang kamu perlu
dengar.” Aku harus mengakui, jauh di dalam lubuk hatiku, bahwa aku
juga butuh nasihat itu. Aku tidak mengizinkan setan untuk bikin sekat
antara nasihatku dan diriku sendiri. Aku tidak berpikir bahwa yang bu-
tuh nasihatku adalah orang yang sedang aku nasihati. Hanya dia. Tidak
termasuk aku. Aku tidak berpikir seperti itu. Nasihatku itu adalah untuk
dia. Dan untuk aku.

Kadang-kadang serangan setan yang ini juga masuk ke dalam masjid.


Khatib, ustadz, da’i, penceramah, atau siapapun yang sedang berada di
atas mimbar, bisa berpikir, “Aku tahu siapa-siapa orangnya yang butuh
nasihatku ini. Semoga mereka ada di sini.” Atau berpikir apakah cera-
mahnya itu dibikin online karena dia perlu share ke orang-orang yang
bermasalah yang perlu mendengar nasihatnya itu.

Setan pintar mengalihkan perhatianmu. Kamu jadi terobsesi untuk mem-


berikan petunjuk buat orang lain. Kamu dibikin lupa untuk memikirkan
bagaimana nasihat itu diterapkan untuk dirimu sendiri. Untuk memper-
baiki kehidupanmu. Trik setan yang satu ini memang hebat.

Hebat, karena tampak luarnya kamu sedang melakukan sesuatu yang


baik. Kamu sedang membagikan nasihat yang baik. Kamu ingin kebaikan
buat orang lain. Dalam pikiranmu, ini hal yang positif. Tapi menjadi ti-
dak positif kalo itu membuatmu tidak peduli dengan perbaikan dirimu
sendiri lebih dulu. Inilah mengapa Allah bilang, quu anfusakum wa ahlii-
kum naaroo. (QS 66:6). Jagalah dirimu. Dirimu dulu yang disebut. Baru
setelah itu, keluargamu, dari api neraka.
Itulah juga kenapa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bilang, uushii-
kum wa nafsii bitaqwallaah. Ada kata-kata wa nafsii. Bahkan Rasulullah
tidak hanya menasihati jamaah. Rasulullah juga menasihati diri beliau
sendiri. Untuk bertakwa kepada Allah. Rasulullah memasukkan diri beli-
au sendiri, shallallahu ‘alayhi wasallam, di dalam nasihat itu.

Masih tentang kesetaraan status antara yang menasihati dan yang dinasi-
hati.

Allah berfirman, wa man ahsanu qawlan mimman da’aa ilallaah (QS


41:33). Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah? Wa ‘amila shaalihan. Dan dia sendiri mengerja-
kan kebajikan.

Menyeru kepada Allah adalah tentang mereka. Pada saat yang sama,
orang yang menyeru kepada Allah ini, dia sendiri, berbuat kebajikan.

Dan dia mengatakan, innanii minal muslimiin. Aku adalah bagian dari
muslimin. Artinya, aku bukan berada di atas mereka. Aku bukan lebih
tinggi, bukan lebih hebat, dari orang-orang yang aku seru, dari orang-
orang yang aku nasihati. Aku tidak di atas yang lain. Aku mencoba untuk
menyerahkan diriku kepada Allah juga, seperti orang-orang yang lain.

Hanya karena aku yang bicara dan mereka yang mendengarkan, tidak
berarti aku posisinya lebih baik. Aku memang yang bicara, tapi nasihat
yang aku sampaikan itu, adalah untukku juga.
Tapi setan ga mau aku punya sikap seperti itu. Yang setan mau, saat me-
nasihati, aku merasa lebih tinggi. Merasa lebih hebat. Setan juga ingin
bahwa kita selalu berada dalam posisi untuk menasihati, bukan dinasi-
hati.

Jika seseorang terkena penyakit bangga diri dan tinggi diri.


Jika seseorang terbiasa memberikan nasihat keagamaan.
Jika seseorang terbiasa menyampaikan ayat Qur’an atau hadits Nabi.
Jika seseorang biasa jadi pembicara.
Jika seseorang biasa pegang mikrofon.
Jika seseorang biasa vokal, apakah itu di forum off air atau di ruang tamu
atau di facebook atau di YouTube.
Dan jika dia, sang aktor, sang penguasa panggung itu, ketika diberi nasi-
hat, jadi tersinggung, dia punya masalah.

Kenapa masalah? Karena di benaknya, dia lah yang harusnya menasiha-


ti. Bukan dinasihati. Hanya dia yang boleh mengkritik. Dia tidak boleh
dikritik. Dialah yang boleh mengajari orang lain, bukan diajari.

“Apa? Kamu mau nasihati aku? Kamu mau mengoreksi aku, gitu? Emang
ilmumu sudah banyak? Aku ini sudah ngajar puluhan tahun dan seka-
rang kamu mau ngajari aku?”

Sikap seperti ini datang langsung dari setan.

*****

Orang yang terkena serangan setan dari arah kanan, dia yakin bahwa di-
rinya melakukan sesuatu yang baik. Allah melukiskannya dalam bentuk
sebuah frasa. Wa zayyana lahumusy syaithaanu a’maalahum (QS 27:24).
Setan menjadikan terasa indah perbuatan buruk mereka.

Sebagaimana ruangan yang buruk yang oleh pakar dekorasi disulap men-
jadi ruangan yang tampak indah. Setan adalah pakar dekorasi itu.

*****
Contoh keempat adalah serangan yang berlindung di balik kampanye ke-
baikan.

Rasa keadilan, perhatian, dan keprihatinan adalah hal-hal yang baik.


Kita semua sepakat itu adalah kualitas yang baik. “Saya berjuang untuk
keadilan!” Ini bagus. “Saya akan tegakkan keadilan!” Tidak ada yang bil-
ang bahwa ini adalah hal yang buruk. Tapi kita gunakan kata-kata yang
indah itu, termasuk juga ‘amar ma’ruf nahi munkar, untuk menyakiti
orang lain. Untuk menghancurkan orang lain. Untuk memenuhi hasrat
dan ambisi pribadi.

“Aku bicara kebenaran kok! Ini adalah perkara tegaknya keadilan!” Label-
nya bagus. Aksinya, lain cerita.
Pernah terjadi perang di Irak yang mengusung tagline “Kemerdekaan
Irak.” Padahal tidak ada hubungannya. Rakyat bukannya merdeka, malah
menderita. Kita bisa gunakan kata-kata yang terdengar bagus, tapi dibalik
itu yang terjadi adalah lahirnya semua jenis kejahatan.

Pemerintahan yang korup bisa mengedepankan isu keamanan nasional


yang terdengar indah. Tapi di balik itu, mereka menangkap warga yang
tak bersalah. Mereka menahan dan menyiksa semaunya. Mereka melaku-
kan berbagai tindak kejahatan. Kalo mereka ditanya, apa yang telah kamu
lakukan? Mereka tidak akan menjawab bahwa mereka telah melanggar
hak-hak asasi manusia. Mereka akan bilang, “Kami memprioritaskan
keamanan nasional.” Kedengarannya bagus.

*****

Di kehidupan pribadi pun ini bisa terjadi. Menghina, merendahkan,


mempermalukan orang lain. Dan ketika pelakunya ditanya, dia jawab en-
teng saja, “Aku sedang mendidik mereka.”

Di keluarga kita sendiri, hal ini juga bisa terjadi. Semua kata-kata yang
buruk dilontarkan. Dan ketika ditanya, apa jawabannya? “Biar mereka
belajar rendah hati.”
Para pelaku ini yakin bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang baik.
Meskipun kenyataannya perilaku mereka itu mengerikan dan menyer-
amkan. Kena sudah mereka. Kena serangan setan dari arah kanan. Setan
bikin mereka yakin bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang baik.
Dan mereka ternyata telah menjadi murid yang taat.

Canggih sekali trik setan yang ini, dalam menyerang kita. Pertama, setan
bikin kita yakin bahwa kita tidak melakukan kesalahan apapun. Kedua,
setan bikin kita yakin bahwa orang-orang itu adalah sumber dari sega-
la kejahatan sehingga pantas untuk dihina, direndahkan, dipermalukan,
bahkan dimusnahkan. Demi tegaknya keadilan, mereka harus dimusnah-
kan. Mengerikan sekali.

*****
Contoh kelima berhubungan dengan firman Allah yang agung.

Ini adalah salah satu taktik yang paling mengerikan dari serangan arah
kanan. Melalui kata-kata.

Kata-kata manusia itu penuh daya.

Allah menganugerahkan kata-kata pada manusia, berbeda dengan ka-


ta-kata yang diberikan Allah kepada fauna. Hewan juga berkomunikasi.
Semut berkomunikasi. Burung berkomunikasi. Ikan berkomunikasi.

Tapi cara manusia berkomunikasi itu luar biasa. Mendalam.

Sepuluh generasi yang lalu, burung membangun sarangnya. Tapi burung


tidak mengajari generasi berikutnya tentang bagaimana membangun sa-
rang itu. Tidak pula tentang apa yang bisa diperbaiki dari sarang itu. Se-
harusnya keluarga burung bisa punya sarang yang lebih baik. Kenyataan-
nya tidak seperti itu. Sarang burung ya gitu-gitu aja. Dari tahun ke tahun.

Manusia membangun rumah seratus tahun yang lalu. Generasi setelahn-


ya melakukan perbaikan. Generasi setelahnya lagi memperbaikinya lagi.
Terus seperti itu. Manusia mewariskan instruksi melalui kata-kata. Gen-
erasi berikutnya memahami kata-kata itu dan membangun rumah yang
lebih baik.

Tanpa kata-kata, pengetahuan tidak bertambah maju. Kata-kata itu sung-


guh luar biasa.

Dan kata-kata yang paling luar biasa adalah kata-kata Allah. Petunjuk Al-
lah. Tak terbayangkan luar biasanya. Tidak ada kata-kata yang lebih baik
dari kata-kata Allah. Dan tahukah kita, apa yang terjadi dengan kata-kata
yang paling luar biasa itu? Orang bisa menggunakan kata-kata Allah un-
tuk kejahatan. Hmmm.

Allah menjelaskan, yudhillu bihii katsiiran wa yahdii bihii katsiiran (QS


2:26). Dengan Qur’an, manusia bisa mendapat petunjuk, bisa juga sesat.
Mungkin sekarang kamu terdiam dan berpikir. Bukankah di awal surah
Al-Baqarah dijelaskan bahwa Qur’an itu petunjuk buat orang yang ber-
takwa? Dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi hudan lil muttaqiin (QS 2:2). Ma-
sak sih di tiga halaman berikutnya, Allah bilang, Qur’an yang sama juga
bisa bikin sesat?

Bisa saja. Ketika setan menghampirimu, dia membisikkan, “Ini dia ca-
ranya supaya kamu bisa meyakinkan orang-orang itu. Kamu bisa ambil
ayat yang ini, comot ayat yang itu, cuplik satu frasa dari sini, kasih bumbu
secukupnya, sampaikan ke mereka.” Lalu yang mendengar tertegun-te-
gun. Mantap nih. Ada ayat-ayat Qur’annya. Kedengarannya bagus.

Padahal sebenarnya jahat. Karena maksudnya bukan untuk menjelaskan


firman Allah. Niatnya adalah untuk menggolkan ambisi pribadi. Agenda
individu ditempatkan di atas kata-kata Allah.

Ilustrasi berikut semoga bermanfaat untuk lebih memahami trik setan


yang satu ini.
Seorang peneliti melakukan riset. Dia pelajari semua informasi yang ada.
Dia juga minta Allah supaya kepadanya ditunjukkan jalan. Dan setelah
semua riset, survei dan pengumpulan data, serta sejumlah analisis yang
dia lakukan, sampailah dia pada konklusi.

Jadi konklusi ini jatuhnya di akhir. Di akhir dari sebuah penelitian yang
panjang. Bukan di awal.

Tapi ada orang-orang yang di benaknya sudah ada konklusi di awal. Tan-
pa pake penelitian. Ada agenda yang mau dikedepankan. Konklusinya
sudah ada lebih dulu. Bukan di akhir, tapi di awal.

Contohnya, ada orang yang punya konklusi bahwa wanita itu lebih
rendah statusnya atau kualitasnya, dalam pandangan Islam. Saya tidak
setuju. Tapi di benak orang tadi, ada konklusi itu.

Karena konklusi itu sudah ada di awal, dia akan memilih ayat-ayat, memi-
lih hadits-hadits tertentu, memilih petikan dari buku ini dan itu, dan
dengan gagahnya dia bilang, “Lihatlah, saya punya begitu banyak dalil
yang membuktikan bahwa wanita itu statusnya lebih rendah dibanding-
kan pria, dalam Islam.”

Dia tidak mempelajari semua teks yang ada. Dia tidak mempelajari
semua petunjuk Allah. Dia tidak menggantungkan konklusinya di akh-
ir. Dia tidak memprioritaskan apa kata Allah di atas angan-angan yang
menari-nari di benaknya. Dia tidak membiarkan konklusinya datang dari
Allah. Dia tidak membiarkan konklusinya datang dari Rasulullah shallal-
lahu ‘alayhi wasallam.

Yang begini ini, satanic. Kejam dan jahat.

Tidak ada yang lebih tinggi dari kata-kata Allah. Wa kalimatullaahi hiyal
‘ulya (QS 9:40). Kata-kata Allah menempati posisi tertinggi. Tidak ada
yang lebih tinggi dari itu.

Nasihatnya memang kedengaran islami. Karena memetik ayat dan had-


its. Seakan-akan sedang bicara atas nama agama. Tapi itu jahat. Karena
konklusinya bukan dari agama. Konklusinya datang dari agenda pribadi
yang tersembunyi.

*****

Kita tidak perlu jadi ulama atau khatib atau pembicara untuk menyalah-
gunakan kata-kata Allah. Seorang ayah sedang berbeda pendapat den-
gan anaknya. Sang ayah tiba-tiba bilang, wa bil waalidayni ihsaanaa (QS
2:83). “Kamu harus berbuat baik kepada kedua orang tua.” Hmmm. Mun-
gkin itu satu-satunya ayat Al-Qur’an yang dihafal oleh ayah itu … =)

Seorang suami bisa mengancam bahwa istrinya akan masuk neraka jika
begini dan begitu, dengan membacakan beberapa ayat atau hadits yang
sudah dia hafal betul. Demikian pula sebaliknya, istri menyerang suami
dengan ayat-ayat-Nya juga, hafalan favoritnya ... =)

Agama berisi kebaikan. Allah anugerahkan agama untuk kita agar hidup
penuh kebaikan. Tapi apa yang kita lakukan? Agama hanya dijadikan alat
untuk memenangkan perdebatan. Digunakan untuk saling menampar.
Kata-kata Allah tidak turun untuk mendukung pendapat pribadimu.
Kata-kata Allah tidak turun supaya kamu bisa membungkam seseorang
di rumahmu.
Kata-kata Allah tidak turun sehingga manusia-manusia saling menghina.

Kata-kata Allah adalah maw’idhatun min rabbikum.


Kata-kata Allah adalah nasihat yang menyentuh kalbu, yang datang dari
Tuhanmu.

Ketika seseorang menyalahgunakan kata-kata Allah.


Ketika seseorang bilang, “Apa yang aku lakukan? Aku memetiknya dari
Qur’an! Aku bicara tentang Islam! Tapi anak-anakku, istriku, tidak mau
mendengarkan! Mereka mengabaikan kata-kata Allah!”

Sama sekali tidak. Yang dia lakukan bukanlah menjelaskan kata-kata Al-
lah. Dia hanya memberi topeng pada egonya. Pada kebanggaan dirinya.
Pada kemarahannya. Dia pinjam kata-kata Allah untuk menutupi itu
semua.

Menyedihkan. Kata-kata Allah dijadikan topeng.

Seorang ibu juga bisa melakukan hal serupa kepada anak perempuannya.
Sesama saudara kandung juga bisa begitu. Menyalahgunakan kata-kata
Allah.

Hasilnya?

Parah. Orang semakin lari dari Qur’an. Gara-gara Qur’an, orang dihina.
Gara-gara Qur’an, orang direndahkan. Gara-gara Qur’an, orang disakiti.
Lalu buat apa aku harus mendekat dan belajar Qur’an?

Berapa banyak keluarga yang tampak Islami, yang tampak sangat religius,
tapi anak-anak di keluarga itu lari dari agama karena ada penyalahgu-
naan kata-kata Allah di dalam keluarga? Anak-anak itu kehilangan ke-
hormatan dirinya karena “Islam”.
Frustrasi kita adalah satu hal. Ketundukan kita pada Allah adalah hal yang
lain lagi. Kamu frustrasi dengan anakmu? Ada cara untuk mengelolanya.
Kamu mungkin perlu belajar parenting. Tapi jangan gunakan kata-kata
Allah untuk mengobati rasa frustrasimu.

Penyalahgunaan kata-kata Allah adalah sebuah kejahatan yang menger-


ikan.

*****

Contoh keenam adalah jenis serangan dari arah kanan yang berhubun-
gan dengan prioritisasi.

Hari itu kamu punya lima tugas di kantor. Bos kamu bilang, tugas nomor
satu adalah yang paling penting. Selesaikan dulu tugas nomor satu itu.
Kalo yang nomor satu itu sudah kelar, dan kamu masih punya waktu,
boleh kamu kerjakan tugas nomor dua. Kalo yang nomor dua juga sudah
kamu selesaikan, kamu boleh kerjakan tugas nomor tiga.

Delapan jam kerja hari itu kamu hanya berhasil menyelesaikan tugas no-
mor satu.

Itu oke. No problem. Karena tugas nomor satu adalah yang paling pent-
ing. Kamu telah menghormati prioritas yang diarahkan oleh bos kamu.

Tapi kalo seharian kamu cuma mengerjakan tugas nomor lima. Meski
kamu melakukannya dengan sangat gemilang. Tugas nomor lima kamu
memang bagus banget. Satu kantor ga ada yang mengalahkan kamu
mengerjakan tugas nomor lima itu. Tapi apakah bos kamu happy?

Prioritas itu bukan kamu yang tentuin. Itu urusan bos kamu. Dia punya
otoritas untuk itu.

Allah sudah menentukan apa-apa yang penting dalam Islam. Apa yang
harus kita lakukan. Apa yang harus kita jauhi.
Tapi setan menghampiri kita dari arah kanan. “Kenapa kamu ga kasih
sumbangan ke masjid dan panti asuhan. Dan karena sumbangan kamu
itu bermanfaat banget buat renovasi masjid dan anak-anak miskin di
panti, kamu sudah ga perlu shalat lagi.”

Ketika ada yang tanya, “Kenapa ga shalat?” Kamu sudah siap dengan
jawaban itu, “Ya, aku tahu, aku tidak shalat. Tapi tahukah kamu aku su-
dah nyumbang banyak di sana? Pengurus DKM masjid yang aku sum-
bang aja ga ribut, kenapa kamu jadi senewen gitu?”

Ketahuilah bahwa sumbangan sosialmu tidak menggugurkan shalat wa-


jibmu. Itu prioritas yang sudah Allah tentukan. Tidak ada satu pun dari
kita yang berhak ngatur prioritas itu. Kita adalah hamba-Nya. Jadi kita
ngikut aturan-Nya. Ngikut prioritas-Nya.

Ada juga orang yang berpikir bahwa dia bebas melakukan apa saja seta-
hun penuh selama ibadahnya bagus di bulan Ramadhan. Itu seperti dia
memprioritaskan tugas nomor lima. Satu bulan ibadah kenceng, sebelas
bulan submission-free.

Ada juga orang yang begitu teliti sama makanannya. Cara menyembe-
lih ayamnya gimana. Baca bismillaahi allaahu akbar apa tidak. Tapi pada
saat yang sama, orang ini tidak peduli dengan hak-hak istrinya. Orang ini
menyangkal warisan yang harusnya diberikan ke saudara perempuannya.
Orang ini suka menipu dalam urusan bisnis. Orang ini suka pinjam uang
dan tidak pernah mengembalikan. Di benaknya urusan makan dan sem-
belihan itulah Islam. Di benaknya, Allah akan sangat happy hanya dengan
urusan ayam …

*****

Contoh ketujuh masih ada hubungannya dengan contoh keenam, tapi


beda. Kali ini boleh dibilang bosnya sudah tidak dianggap sama sekali.

Trik setan yang ini lebih heboh. Kamu mulai mendefinisikan sendiri apa
itu kebaikan.
Lihat contoh sebelumnya. Tentang orang yang mengerjakan tugas nomor
lima. Itu masih mending. Yang sekarang ini, kamu sudah tidak peduli
dengan kelima-limanya. Kamu sekarang bilang, “Nomor satu sampai
lima itu tidak ada yang penting. Aku akan kasih tahu bos, apa yang be-
nar-benar penting. Aku punya daftar prioritas sendiri.”

Perasaanmu, pendapatmu, kamu tempatkan di atas ayat-ayat-Nya. Kamu


merasa kamu orang baik. Hatimu baik. Maksudmu baik. Orang-orang
mengenalmu sebagai orang yang baik. Kamu terkenal jujur di kantor.
Bahkan kamu terpilih jadi karyawan teladan. Kamu identik dengan sopan
santun. Kamu punya tutur kata yang lembut. Apapun yang kamu priori-
taskan, maka pasti Allah akan ridha sama prioritas itu.

Kamu juga punya pendapat yang tampak meyakinkan, “Aku kenal orang-
orang yang shalat. Orang yang berjenggot. Orang yang berhijab. Tapi
mereka kacau. Mereka suka ngebut. Mereka korupsi dan ketangkap KPK.
Setidaknya aku tidak seperti mereka. Aku punya cara sendiri untuk jadi
orang baik. Allah Maha Tahu.”

Setan suka banget sama yang ini. “Kamu tidak perlu tunduk pada ayat-
ayat Allah. Sudah banyak contoh buruk di luar sana. Bener itu kamu. Al-
lah Maha Tahu. Kamu sudah dapat label orang baik. Kamu bisa tentukan
sendiri life style seperti apa yang kamu mau. Yang penting kamu tetap jadi
orang baik.”

Hmmm. Na’uudzu billaahi min dzaalik.

*****

Contoh kedelapan berkaitan dengan hijrah.

Ada orang yang ingin hijrah. Dia pergi ke masjid untuk mendapatkan
pencerahan. Dia jadi lebih dekat sama Allah setelah bertemu orang-orang
di masjid itu.

Sayangnya, tidak semua masjid itu sama. Sebagaimana tidak semua orang
itu sama.
Nah. Dia mengenal Allah setelah ke masjid itu. Ketika dia pergi ke masjid
yang lain, dia heran. Kok beda. Orang-orangnya beda. Penampilannya
beda. Berjenggot dan tidak berjenggot. Celana cingkrang dan celana bia-
sa. Kopyah putih dan peci hitam. Cara bersedekap juga beda.
“Masjid di tempat saya mendapat hidayah, alhamdulillah saya ketemu
aqidah yang benar.” Lalu dia mulai memperingatkan siapa saja supaya
berhati-hati. Hati-hati dengan masjid ini. Hati-hati dengan masjid itu.
Hanya masjid tempat dia mendapatkan hidayah itu saja, yang menurutn-
ya benar. Masjid-masjid yang lain, sesat.

Dia terjerumus dalam apa yang dinamakan cult. Sehingga, menjadi seo-
rang ‘muslim’ saja, tidak cukup. Harus jelas muslim dari masjid yang
mana. Laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullaah tidak lagi cukup.
Ini sudah kelewatan. Karena dia sudah mengklaim menjadi Pemilik Pe-
tunjuk Allah.

Padahal, kalaupun ada yang bikin dia tidak sreg dengan praktek keisla-
man dari sesama muslim lainnya, sebenarnya ada cara yang elegan untuk
mengkomunikasikannya.

Ibrahim ‘alayhis salam, ayahnya penyembah berhala. Ibrahim punya cara


yang penuh kasih untuk mengoreksi ayahnya (QS 19:42-48). Sementara
itu, tidak ada satupun dari kita, sesama muslim, yang menyembah berh-
ala. Hanya beda tata cara ibadahnya. Tapi kita telah tega sehingga tidak
saling memperlakukan dengan penuh kasih. Malu dong sama Ibrahim
‘alayhis salam. Sama penyembah berhala saja, beliau memperlakukannya
dengan penuh kasih.

Semoga Allah melindungi kita dari serangan setan dari arah kanan.
Dan menjaga kita untuk tetap berkomitmen berada di jalan-Nya yang
lurus.

Barakallaahu lii wa lakum fil qur’aanil hakiim.

*****
Serangan
dari
kiri
"Syaithan menjanjikan (menakut-nakuti)
kamu dengan kemiskinan dan menyuruh
kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang
Allah menjadikan untukmu ampunan
daripada-Nya dan karunia. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui".

(QS. Al-Baqarah: 268)


5. Serangan dari kiri

Kata yang digunakan di Qur’an untuk melukiskan serangan dari kiri ada-
lah syamaa-il (QS 7:17). Berasal dari kata syamala. Artinya ada dua.

Arti pertama adalah inclusion. Penyertaan. Memasukkan sesuatu untuk


masuk dan menjadi bagian dari sesuatu.

Arti kedua adalah sisi kiri. Bagian kiri. Dari arah kiri. Sebenarnya mak-
na aslinya, untuk arti yang kedua ini adalah, tangan kiri. Banyak sekali
kata dalam bahasa Arab yang berasal dari kata ini, yang maknanya adalah
menutupi. Contohnya adalah sarung bantal yang menutupi bantal. Atau
seprei yang menutupi kasur. Atau pemburu binatang yang menutupi dir-
inya sehingga tidak terlihat oleh binatang yang sedang dia intai. Sehingga
kata ini juga punya makna kamuflase. Atau penyamaran.

Di budaya manapun di seluruh dunia, tangan kanan adalah yang dom-


inan. Membawa barang, menulis, mengangkat sesuatu, pake tangan
kanan. Jika ada murid yang bertanya, dia mengangkat tangan kanannya.
Ada makanan ringan kesukaan kita, kita ambil pakai tangan kanan.

Tapi ketika tangan kanan kita tidak cukup lagi kapasitasnya, tangan kiri
bantu membawa juga. Ini artinya kita menyertakan tangan kiri untuk ikut
membawa. Atau, bisa juga kita artikan, kita menyertakan semua yang ti-
dak terbawa oleh tangan kanan, untuk kita bawa sekalian, karena kita
masih punya tangan kiri untuk membawanya serta.

*****
Budaya di manapun juga mengasosiasikan tangan kanan dengan sesuatu
yang baik. Sedangkan tangan kiri diasosiasikan dengan sesuatu yang ti-
dak baik. Atau, tidak terlalu baik.

Bahkan bahasa Latin untuk kanan adalah dexter. Dari kata ini, muncul
kata derivatif atau turunannya seperti kata dexterity dalam bahasa Inggris
yang berarti ketangkasan. Atau keterampilan yang bagus. Keahlian dalam
bidang tertentu.

Bahasa Latin untuk kiri adalah sinister. Dalam bahasa Inggris, sinister be-
rarti jahat, seram, atau sesuatu yang buruk.

Jadi sepertinya semua bahasa itu kompak. Bukan hanya bahasa Arab. Ba-
hasa Latin dan bahasa Inggris pun sama. Saat membahas kanan vs kiri.
Sama-sama mengartikannya sebagai kebaikan vs kejahatan. Sesuatu yang
dihargai vs sesuatu yang kurang baik.

*****

Apa makna setan datang dari arah kiri? Pertama, ada hubungannya den-
gan setan datang dari arah kanan. Setan akan memperlambat atau meng-
hilangkan motivasi kita dari melakukan kebaikan. Bikin kita malas. Bikin
kita ga tertarik lagi untuk melakukan kebaikan.

Malas bangun shalat shubuh. Atau kamu sudah bangun tapi waktu
shubuh masih lima menit lagi. Kamu rebahan sebentar. Kamu terlelap.
Dan terjaga lagi saat waktunya tinggal dua menit. Kamu bilang, “Oke,
oke, saya akan berhitung. Ntar langsung berangkat shalat di hitungan ke
tiga puluh”. Apa yang terjadi? Baru nyampe hitungan ke sepuluh kamu
sudah terlelap lagi.

Atau, malas berangkat ke masjid untuk shalat Isya karena kekenyangan


habis makan malam.

Intinya adalah menunda-nunda perbuatan baik.


Atau kamu pernah punya rencana untuk baca Qur’an lebih banyak. Be-
rulang kali kamu bilang pada diri sendiri, “Aku harus melakukannya.”
Tapi rencanamu tinggal rencana.

Strategi setan di sini adalah bukan membuatmu melakukan kejahatan.


Tapi melemahkan kemampuanmu untuk melakukan perbuatan baik.
Mencabut motivasi berbuat baik dari dirimu. Mengalihkan perhatianmu
dengan hal-hal yang lain.

*****

Hati dan pikiran manusia bukanlah sebuah bejana yang kosong. Pasti ada
isinya. Jika kamu tidak mengisinya dengan yang baik-baik, setan akan
mengisinya dengan perbuatan yang buruk.

Itulah kenapa kita harus terus menyambung perbuatan baik yang satu
dengan perbuatan baik yang berikutnya. Dan senantiasa mengisi hati ser-
ta pikiran kita dengan hal-hal yang baik.

*****

Perbuatan baik itu bisa bermacam-macam. Membantu orang yang kesu-


sahan. Menengok teman yang sakit. Kerja bakti bareng tetangga.

Ada juga perbuatan baik yang berhubungan langsung dengan ibadah ke-
pada Allah seperti shalat, ngaji Qur’an, dan berdoa. Jenis aktivitas yang
membuat kita langsung connect ke Allah.

Hati kita perlu mengingat Allah sebagaimana kita butuh air untuk kita
minum. Sebagaimana kita butuh oksigen di setiap tarikan nafas kita. Se-
tan ingin melemahkan kita dan menghalang-halangi kita dari mengingat
Allah. Sedikit demi sedikit.
Strategi setan di sini adalah bukan
membuatmu melakukan kejahatan. Tapi
melemahkan kemampuanmu untuk melakukan
perbuatan baik. Mencabut motivasi berbuat
baik dari dirimu. Mengalihkan perhatianmu
dengan hal-hal yang lain.
Kita mungkin lupa menyirami hati kita dengan ayat-ayat-Nya. Sama
halnya dengan petani yang lupa menyirami tanamannya. Tanaman itu
mengering. Menjadi layu. Seperti itu lah hatimu saat kamu menjalani
hari-hari yang sulit. Yang membuatmu terhalang dari mengingat Allah.
Hatimu mengeras. Hatimu menjadi lemah. Hatimu menjadi layu.

Alarm itu kini tidak berfungsi. Tadinya kamu cukup sensitif untuk men-
genalinya. Kata-kata yang kurang baik. Shalat yang mulai tidak tepat
waktu. Tatapan mata yang berkhianat. Bacaan ayat suci yang tidak lagi
menggetarkan jiwamu. Ketika hatimu layu, alarm itu melemah. Kamu ke-
hilangan sensitivitas iman. Setan berhasil mencabutnya.

“Aku seharusnya tidak mengucapkan itu. Aku seharusnya tidak melaku-


kannya. Aku seharusnya tidak diam saja. Aku seharusnya segera mem-
bantunya. Aku seharusnya tidak mager dan langsung berangkat shalat
jamaah. Harusnya kiriman gambar seperti itu langsung aku delete saja.”

Alarm itu sudah tidak aktif lagi sekarang. Statusnya sudah diubah setan.
Dari on menjadi off. Kamu tidak lagi tajam dan waspada. Alert system
kamu sudah dimatikan setan semuanya.

*****

Serangan setan berikutnya adalah membuatmu putus asa. Bikin kamu


berpikir ga ada harapan lagi. Iblis atau ablasa itu sendiri berarti hopeless.
Ga ada harapan.

Saat shalat, kamu ga ngerasa apa-apa lagi. Ga ada greng. Ga ada getaran.
Karena hati itu sudah begitu keras. Kamu sudah lama ga connect sama
Allah. Kamu selama ini shalatnya gerak cepat tanpa makna. Masih lima
waktu. Tapi itu bukan shalat. Lebih mirip senam.

Kamu mikir sendiri. Mikirin kenyataan itu. Bahwa kamu shalat tapi
merasa hampa. Jadi buat apa lagi shalat?
Masalahnya adalah, ketika tanaman itu menjadi layu, dan kamu ingin
supaya sehat kembali, lalu kamu tuangi air, maka tanaman itu tidak serta
merta langsung berubah segar dalam sekejap mata. Kamu harus meny-
iraminya lagi besok. Besoknya lagi. Dan terus seperti itu. Sedikit demi
sedikit. Sampai kembali rejuvenate. Kembali pulih. Kembali segar. Tapi
itu tidak bisa seketika.

Membangun kembali hubunganmu dengan Allah itu butuh kesabaran.


Setan menginginkan ‘aajilah. Setan ingin kita terburu-buru. Ingin segera
merasakan tetesan air mata shalat itu kembali. Dan karena masih belum
mendapatkannya, setan ingin kita menyerah.

Kamu sedang berjuang. Mencoba untuk menjadi lebih baik. Lebih dekat
sama Allah. Kamu sedang mencoba untuk re-connect hatimu dengan-Nya.
Kamu harus menyadari bahwa itu adalah sebuah proses. Tidak kelar da-
lam semalam. Tidak terjadi dalam satu dua kali shalat. Tapi kamu ing-
innya buru-buru. Kamu merasa tidak ada kemajuan. Setan ingin kamu
menyerah saja.

*****

Serangan dari kiri jenis kedua berkaitan dengan hal-hal yang sudah lazim
dikenal sebagai evil. Sesuatu yang sifatnya jahat. Sesuatu yang, siapapun
tahu bahwa itu jahat. Setan ingin membuat kita makin condong pada ke-
jahatan itu.

Ulama membedakan antara syubhat, sayyi-aat, dan syahwat. Ada je-


nis kejahatan yang sifatnya ‘memberikan sesuatu’ kepada kita. Sifatnya
‘membawa manfaat’ buat kita. Mungkin itu adalah kesenangan. Mungkin
itu adalah uang. Mungkin itu adalah pengakuan atau penghargaan. Kamu
merasa lebih baik jika kamu melakukan hal-hal yang jahat itu.

Contohnya adalah makanan. Kita butuh makanan. Allah kasih kita


makanan itu. Itu rizki anugerah Allah buat kita. Tapi setan ingin kita
mencoba makanan yang haram. Dengan makanan yang halal pun, setan
ingin kita consume berlebihan. Di luar batas. Kita dibuat merasa lebih
baik dengan melakukan itu.

Hubungan lawan jenis seharusnya dibingkai dalam ikatan pernikahan.


Tapi setan ingin supaya kita mencoba yang di luar itu. Kita dibikin mera-
sa senang dengan hubungan di luar nikah itu.

Kita menjadi dibutakan. Tidak bisa membedakan dua keindahan.


Keindahan sejati yang datangnya dari Allah. Dengan keindahan semu
yang dijadikan nampak indah oleh setan. Setan mencabut filter itu dari
penglihatan kita.

Keindahan semu itu membuat dirimu merasa lebih baik.

*****

Tapi ada jenis dosa yang lain. Dosa itu begitu mengerikan. Begitu buruk.
Padahal perbuatan dosa itu sama sekali tidak bikin kamu senang. Kamu
juga tidak mendapatkan manfaat dari situ. Contohnya, saat kamu mem-
fitnah atau menggunjing seseorang. Kamu dapat apa? Kamu ga dapat
apa-apa dari perbuatan itu. Tapi kamu toh melakukannya juga.

Atau saat kamu menyakiti seseorang dengan kata-katamu. Disengaja atau


tidak disengaja. Kamu tidak dapat manfaat apa-apa. Saat kamu menghina
dan merendahkan seseorang. Kamu ga dapat apa-apa.

Atau saat kamu marah. Atau kamu membenci seseorang. Atau apapun
yang seperti itu. Saat kamu terlibat kesalahan apapun dengan sesama ma-
nusia, mungkin kamu tidak dapat manfaat apa-apa dari situ. Tapi setan
menggiring kamu untuk tetap melakukannya. Meskipun kamu ga dapat
manfaat apa-apa di dunia ini. Apalagi manfaat di akhirat.

Setan akan terus menarik kita ke arah itu. Membuat kita menjauh dari-
Nya. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan seperti itu.

*****
Kata kanan dan kiri juga digunakan dalam konteks kedekatan. Kalo kita
ingin dekat dengan seseorang, maka dia ada di sebelah kanan kita. Bos
kamu punya satu staf yang jadi orang kepercayaannya. Maka kamu bil-
ang, dia adalah tangan kanan dari bos kamu.

Kalo kamu ga suka sama seseorang, maka kamu tempatkan dia di sebelah
kiri kamu. Termasuk juga orang-orang yang nomor hapenya ingin kamu
blokir dari contact list kamu. Itu adalah orang-orang di sebelah kiri.

Serangan dari sebelah kiri juga berarti bahwa kamu diposisikan di sebe-
lah kiri Allah. Artinya, kamu ingin diposisikan menjauh dari-Nya. Setan
ingin supaya kamu jauh dari Allah. Setan ingin supaya kamu tetap jauh
dari Allah. Setan ingin supaya kamu makin jauh dari Allah.

Serangan dari arah kiri berarti, apapun yang bisa membuat kamu
mendekat sama Allah, setan akan menghalanginya. Dan apapun yang
bisa membuat kamu menjauh dari Allah, setan akan mendorongmu. Se-
tan ingin kamu menjauh dari Allah sejauh-jauhnya.

Jika pun kamu berpikir untuk kembali, kamu sudah milyaran mil jauhn-
ya. Rasanya kamu sudah mati langkah. Kamu berpikir, tidak ada lagi jalan
untuk kembali. Udah kejauhan tersesatnya.

*****

Orang yang kita taruh di sebelah kanan kita, dia adalah orang yang kita
hormati. Tapi di saat penghargaan dan penghormatan kita sudah tidak
ada lagi, kita akan bilang, “Kamu sekarang sudah di sisi kiri saya.” Artin-
ya, dia – yang sekarang ada di sebelah kiri itu – sudah tidak kita hormati
lagi.

Setan ingin meyakinkan korbannya bahwa dia sudah tidak punya ses-
uatu untuk dihormati atau dihargai. Allah tidak menghormatinya. Allah
mengabaikannya. Tidak ada seorang pun yang menghargainya. Dia ti-
dak usah mengharapkan penghormatan dari siapapun juga. Sehingga dia
berpikir, “Apapun yang aku buat, aku tetaplah kotoran. Berbuat baik pun
percuma. Ketika aku berbuat baik, orang akan mikir ada yang kotor di
balik perbuatan baikku itu. Jadi biarlah aku terus saja menjalani hidup ini
dengan berbuat kotor. Toh ga ada orang yang peduli sama aku. Hidupku
sudah ga ada nilainya lagi.”

Setan ingin kita melakukan devaluasi terhadap diri kita sendiri. Dan
menjaga kita supaya tetap seperti itu.

*****

Kamu bekerja dan mendapatkan penghasilan. Ada cara yang halal yang
bisa kamu tempuh untuk itu. Semua orang juga tahu bahwa ada cara yang
haram untuk mencari uang.

Setan tetap akan menyerang kamu meski kamu menempuh cara yang
halal. Caranya? Seperti makna kata syamala yang pernah kita bahas di
bagian awal. Penyertaan. Memasukkan yang belum masuk ke penghas-
ilanmu.

Kamu jadi ingin lebih. Kamu jadi ingin dapat semuanya. Kamu mengang-
gap penghasilanmu dari tangan kananmu tidak cukup. Kamu ingin tan-
gan kirimu turut serta. Supaya mendapatkan lebih banyak.

Artinya, setan membuat apa yang seharusnya cukup buat kamu menjadi
tidak cukup lagi. Setan menunjukimu jalan keserakahan. Kamu melang-
kah di jalan orang-orang yang tamak dan rakus.

Qur’an mengkonfirmasi hal ini. Asysyaithaanu ya’idukumul faqra wa


ya’murukum bil fahsyaa’ (QS 2:268). Setan bikin kamu takut miskin dan
mendorong kamu berbuat keji dan kikir. Jadi serangan dari kiri ini juga
berarti bahwa setan mengarahkan kamu ke jalan keserakahan.
Ini mengingatkan kita kembali ke kisah Nabi Adam di surga. Yang digi-
ring setan untuk mendekati satu pohon. Padahal ada trilyunan pohon
yang bisa dinikmati di sana.

Begitu juga dengan apa yang Allah halalkan buat kita di dunia. Pohon-po-
hon kenikmatan yang bisa kita rasakan tidak sedikit jumlahnya. Tapi kita
masih bisa digiring setan untuk berjalan ke arah pohon yang berbahaya.
Misalnya ke sebuah pohon yang bernama riba.

*****

Ketika kita terjerumus dalam perbuatan dosa dan kesalahan, setan


mencelupkan kita ke situ, setan ingin supaya kita tetap berada di situ. Se-
tan ingin kita berpikir bahwa seperti itulah satu-satunya cara kita untuk
menjalani kehidupan. Tidak ada cara lain.

Kamu harus pintar untuk mencari sendiri, melakukan audit diri, tentang
serangan setan yang mana, yang telah membuat kamu dicelupkan setan
ke dalamnya. Tentang dosa dan kesalahan yang kamu tak bisa lepas darin-
ya. Mungkin kamu sudah tahu itu. Atau mungkin kamu belum yakin dan
perlu minta tolong sama Allah untuk menunjukkannya.

Pada saat yang sama, setan juga ingin kamu berpikir bahwa kamu melaku-
kan banyak kebaikan yang lain. Jadi tercelup sedikit di situ itu ga papa.
Korupsi dikit ga papa. Bohong dikit ga papa. Marah-marah dikit ga papa.
Menggunjing dikit ga papa. Memanipulasi takaran dikit ga papa. Kamu
berpikir begitu. Padahal sebenarnya tidak. Setan lah yang membuat kamu
berpikir begitu.

Setan adalah pakar justifikasi. Pakar pembenaran. Kamu tercelup dalam


perbuatan dosa atau kesalahan. Tapi kamu tidak pernah merasa bersalah.
Karena kamu telah berteman dengan pengacara yang sekaligus adalah
pakar pembenaran. Yang terus membela kamu.

*****
Ada pertanyaan yang pantas untuk diajukan setelah mempelajari seran-
gan empat penjuru setan. Setan menyerang hanya dari arah depan, be-
lakang, kanan, dan kiri. Bukan dari atas. Bukan dari bawah. Kenapa?

Apa yang dilakukan setan adalah menyerukan kebohongan. Falsehood.


Lawannya adalah truth. Kebenaran.

Ada dua kebenaran yang tidak akan pernah berubah. Pertama, kebenaran
dari Allah berupa wahyu. Datangnya dari atas. Kedua, kematian. Di saat
itu kita nantinya akan di tanam di dalam bumi. Di bawah.

Dua hal itu – Qur’an yang datang dari atas, dan kematian, yang membuat
kita ada di bawah – adalah sebuah kepastian. Dan jika fokus kamu hany-
alah ke atas dan ke bawah, maka kamu akan oke-oke saja. Setan silakan
menyerang dari arah mana saja: depan, belakang, kanan, maupun kiri.
Kamu akan terlindungi dari atas dan bawah. Setan tidak bisa menyerang
dari dua arah vertikal itu.

*****

Tentang serangan setan yang menempuh empat penjuru horisontal dan


bukan vertikal, ada cara lain untuk melihatnya. Yaitu, bahwa hamba Al-
lah menengadah ke atas saat berdoa dan tersungkur ke bawah dalam saj-
dah. Saat memanjatkan doa dan saat bersujud, kita mengakui kekuasaan
absolut Allah dan mengakui keterbatasan kita yang lemah.

Saat berdoa, kita mengakui bahwa kita bergantung kepada Allah. Dalam
sajdah, kita menegaskan bahwa kita tidak ingin menjadi seperti setan
yang menolak untuk sujud.

Tetap berdoa dan tetap bersujud adalah dua hal yang akan membuat kita
aman dari serangan empat penjuru setan.

*****
Syaqiq rahimahullah pernah melakukan studi terhadap ayat empat penju-
ru setan ini (QS 7:17). Komentarnya menarik untuk disimak.

Setiap pagi setan menyerangku dari keempat penjuru. Dari depan, dari
belakang, dari kanan, dan dari sebelah kiriku.

Dia datang dari depan dan bilang, “Jangan takut. Apapun yang ingin
kamu lakukan, kamu lakukan saja. Nikmati saja apa yang ada di depan-
mu. Ga usah terlalu mikirin masa depan. Fa innallaaha ghafuururrahiim.
Allah Maha Pengampun.”

Dan aku merespon dengan membaca sebuah ayat dari Surah Thaha. Wa
innii laghaffaarun liman taaba wa aamana wa ‘amila shaalihan tsum-
mahtadaa (QS 20:82). Sungguh Allah Maha Pengampun. Mengampuni
mereka yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan, kemudian tetap
berada di dalam petunjuk-Nya.

Artinya, tidak bisa kita melakukan apapun yang kita mau, lantas Allah
mengampuni. Memang benar, Allah mengampuni, tapi yang diampuni
adalah mereka yang dilukiskan di ayat tadi. Bukan yang berbuat semaun-
ya dan mau dibohongi setan begitu saja.

Setan menggunakan ayat Qur’an, yaitu ayat tentang Allah Yang Maha
Pengampun, tapi ayat itu digunakan untuk maksud yang jahat.

Dan dia datang dari belakang. Setan menakut-nakutiku bahwa anak-anak-


ku akan jatuh miskin saat aku mati. Aku tidak punya banyak uang untuk
anak-anakku. Apa yang akan aku lakukan? Bagaimana hidup mereka
nanti? Mereka akan sekolah di mana?

Aku merespon. Wa maa min daabbatin fil ardhi illaa ‘alallaahi rizquhaa
(QS 11:6). Dan tidak ada satu makhluk pun di bumi melainkan semuan-
ya dijamin Allah rezekinya. Semut, burung, cicak, ikan, Allah mem-
perhatikan mereka semua. Mana mungkin Allah tidak memperhatikan
anak-anakku?
Dan dia datang dari kanan. Mencoba menyanjungku. Dia bilang aku
hebat. Dia bilang aku melakukan pekerjaan dengan baik. Dia bilang
karya-karyaku keren. Dia bilang shalatku sempurna. Dia bilang bacaan
Qur’anku merdu. Dia bilang betapa orang-orang itu berhutang budi atas
jasa-jasaku.

Aku merespon. Wal ‘aaqibatu lil muttaqiin (QS 7:128). Kesudahan yang
baik hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa. Yang mampu melindungi
dirinya. Artinya, melindungi dirinya dari opini-opini tentang kemuliaan
dirinya. Artinya, dia tidak terbuai dengan semua sanjungan itu. Artinya,
dia takut kalo amal-amalnya itu tidak diterima oleh Allah subhanahu wa
ta’ala. Semoga Allah melindungi kita dari perasaan kemuliaan diri seperti
itu.

Dan dia datang dari arah kiri. Mengajakku berjalan ke arah godaan.

Aku merespon. Wa hiila baynahum wa bayna maa yasytahuun (QS 34:54).


Dan diberi penghalang antara mereka dengan apa yang mereka inginkan.
Semoga kita semua terhalang dari godaan setan dengan penghalang itu.

*****

Satu-satunya yang bisa melindungi kita dari setan adalah Allah. Dan
hubungan kita dengan Allah adalah seutas tali. Tali itu bernama Al-
Qur’an.

Allah bilang, wa lan tajida min duunihii multahadaa (QS 18:27). Dan eng-
kau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya.
Tidak ada perlindungan yang lain selain Qur’an.

Dalam peperanganmu melawan setan, entah dari depan, belakang, kanan,


maupun kiri, dia akan mengalahkanmu kalo kamu tidak memegang tali
itu. Tali yang berasal dari atas.
Pesan-pesan Allah itu tidak untuk dijadikan museum. Hanya tersimpan
di rak buku. Dibiarkan penuh debu.

Ayat-ayat Allah itu bukan untuk sekedar dibaca. Dengan lantunan indah
dan berirama. Tidak bisa berhenti sampai di situ.

Wahyu itu datang untuk melindungi kita. Allah memberi kita hadiah
itu, berupa ayat-ayat-Nya, sejak zaman ayahanda kita dulu. Sejak zaman
Nabiyullah Adam ‘alayhis salam.

*****

Turunnya Adam ‘alayhis salam – dari surga ke dunia – menjadi bukti ke-
berhasilan setan melancarkan serangannya. Adam telah dibohongi oleh
setan.

Bagaimana caranya supaya Adam tidak dibohongi lagi?

Saat Adam turun ke bumi, Allah berpesan, fa immaa ya’tiyannakum min-


nii hudan. Fa man tabi’a hudaaya fa laa khawfun ‘alayhim wa laa hum
yahzanuun (QS 2:38).

Kapan saja petunjuk Allah datang kepadamu, siapa saja yang mengikuti
petunjuk itu, tidak ada yang perlu ditakutkan. Tidak ada yang perlu dice-
maskan.

Itu adalah janji Allah kepada Adam dan anak cucunya. Supaya Adam ti-
dak dibohongi lagi oleh iblis. Supaya anak cucu Adam tidak termakan
rayuan setan.

Dan petunjuk itu telah datang.

Qur’an telah diturunkan.


Qur’an itu kitab suci. Tapi tidak boleh kita beranggapan bahwa suci itu
berarti lantas kita tidak boleh menyentuhnya. Sehingga akhirnya tidak
pernah kita baca. Apalagi kita hayati dan kita amalkan.

Qur’an datang untuk menolong kita melawan musuh terakhir kita. Tidak
ada sumber perlindungan yang lain seperti ayat-ayat Allah ta’ala.

Semoga Allah ‘azza wa jalla membuat kita semua aman dan terlindungi
dengan ayat-ayat-Nya.

Semoga Allah membuat para orang tua di sini menjadi teladan bagi putra
putrinya.

Semoga Allah membuat setiap orang tua dan anak-anaknya paham ten-
tang pentingnya menjalin ikatan dengan ayat-ayat-Nya.

Semoga Allah membuka hati kita untuk mempelajari serta menginternal-


isasikan makna dan pesan-pesan Al-Qur’an jauh di dalam lubuk hati kita
serta menerapkannya dalam kehidupan kita.

Semoga Allah memaafkan kesalahan-kesalahan kita, mengampuni do-


sa-dosa kita, dan melindungi kita dari godaan setan dan serangan-seran-
gannya.

Barakallaahu lii fil qur’aanil hakiim.

Wa nafa’anii wa iyyaakum bil aayaatii wa dzikril hakiim.

*****
Ultimatum
terakhir
"...Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan
mereka bersyukur"

(QS Al-A’raf: 17)


6. Ultimatum terakhir

Setan adalah musuh utama kita. Sejak kita lahir, hingga kita wafat nanti.
Selain itu, tidak ada musuh yang lain lagi. Kalaupun ada, mereka bukan
musuh yang utama. Mereka hanya agen-agen dari setan.

Kita belajar dari surah Al-A’raf 17 tentang strategi musuh kita itu. Tentang
apa yang akan dia lakukan. Tentang bagaimana cara dia melakukannya.
Tentang bagaimana cara dia mendatangi kita. Menghampiri satu per satu
dari kita. Mulai saat kita mengenal dunia, hingga akhir hayat kita.

Bagi yang waspada, ini adalah masalah yang besar. Bukan hal yang kecil
untuk dilewatkan begitu saja. Harus dipahami dengan baik. Kita harus
cukup sensitif ketika setan mendekati kita. Karena dia ingin mengalih-
kan kita dari jalan-Nya. Ingin mengajak kita untuk mengikuti jejaknya.
Kadang tanpa kita sendiri menyadarinya.

Setan mendatangi kita dari depan, belakang, kanan dan kiri. Setan telah
memasang komitmen, wa laa tajidu aktsarahum syaakiriin (QS 7:17). Se-
tan berani memastikan dengan bilang sama Allah, “You will not find most
of them grateful.” Atau kalo versi Dr. Mustafa Khattab, “You will find most
of them ungrateful.” Artinya, sama saja. Setan berani klaim kepada Allah
bahwa Allah tidak akan mendapati kebanyakan dari kita, bersyukur.

Kata syaakiriin di sini diartikan grateful. Atau, berterima kasih. Beras-


al dari kata syukr, yang berarti gratitude. Atau, perasaan bersyukur. Kita
akan kupas ini lebih dalam.

Dalam bahasa Arab, syakur maupun syukur, adalah juga panggilan untuk
beberapa hewan tertentu. Hewan macam mana yang disebut syakur?
Yaitu, hewan yang makan sedikit saja, tapi langsung membesar alias cepat
gemuk. Baru ngemil rumput sedikit, tubuhnya langsung padat berisi.
Mirip dengan itu, kata syakro digunakan untuk bagian luar dari sapi yang
segera terisi penuh dengan susu. Sehingga sapi itu bisa memberikan susu
lebih banyak dari yang diharapkan.

Gagasan di balik kata syukr adalah seperti ini: sesuatu yang kecil, dengan
sedikit kebaikan, maka kebaikan itu membengkak, meningkat sehingga
mencapai titik di mana kebaikan itu mulai keluar. Kebaikan itu tercurah
ke luar.

Kamu berterimakasih terhadap sesuatu yang nampaknya kecil tapi efekn-


ya luar biasa besar. Sehingga kamu tidak mengabaikan sesuatu yang tam-
pak kecil itu, begitu saja. Sehingga kamu menghargai apapun yang telah
dilakukan untuk kamu. Perasaan mengapresiasi kebaikan sekecil apapun
itu ‘berkembang biak’ di dalam diri kamu.

Perasaan mengapresiasi itu bukan sekedar perasaan. Tapi lebih dari itu.
Wa syukru yazidu ‘anirridha. Memanifestasikan rasa syukr itu lebih dari
sekedar merasa puas. Lebih dari sekedar merasa happy.
Apanya yang lebih?

Perasaan bersyukur itu membuat kamu tidak saja mengapresiasi sesuatu,


tapi juga membuat kamu melakukan sesuatu. Mood kamu berubah. Per-
ilaku kamu berubah. Kamu tidak bisa menahan diri untuk mengungkap-
kannya dengan kata-kata. Kamu ungkapkan kalimat yang melukiskan
betapa bersyukurnya kamu. Kamu tidak menahannya hanya di pikiran
kamu. Kamu mengucapkannya secara verbal. Kamu mengekspresikann-
ya. Kamu menyatakan rasa terima kasih kamu secara jujur, terus terang,
dan terbuka.

Mungkin ayah kamu bilang bahwa kamu tidak pernah mengucapkan


terima kasih atas apapun juga. Mungkin ayah kamu bilang bahwa kamu
tidak pernah menghargai apapun yang kamu terima. Sementara itu kamu
berpikir bahwa kamu selalu menghargai segala sesuatunya.

Bahkan kamu juga bersyukur telah menjadi bagian dari keluarga ayah
bundamu. Tapi kamu ternyata memang tidak pernah mengucapkannya,
dengan kata-kata.
Penting untuk kita ketahui bahwa syukr tidak berarti bahwa kita hanya
menyimpannya di benak kita. Syukr itu harus keluar. Harus dikatakan.
Harus dinyatakan, atau diucapkan dengan kata-kata.

Salah satu dari nama-nama terindah Allah adalah Asy-Syakuur. Dia, Al-
lah, menghargai sekecil apapun perbuatan hamba-Nya, dan membalas
perbuatan itu dengan memberikan pahala yang banyak.

Jadi syukr bukan hanya sebuah perasaan. Tapi juga perilaku. Bisa berupa
tindakan atau kata-kata yang dimanifestasikan dari perasaan itu. Bukan
sekedar sentimen atau emosi yang tersembunyi di dalam diri.

*****

Setan berjanji bahwa Allah tidak akan mendapati kebanyakan kita ber-
syukur.

Allah bilang ke setan, famaa yakuunu laka an tatakabbara fiihaa (QS


7:13). Saat setan menolak untuk sujud, Allah bilang bahwa setan tidak
berhak untuk arogan di surga. Arogansi setan adalah akar masalahnya.
Itu lah alasannya kenapa dia dikeluarkan dari surga. Setan diusir dari sur-
ga karena arogan.

Setan ga habis pikir. Kenapa dia yang diciptakan dari api itu harus ber-
sujud kepada Adam yang diciptakan dari tanah. Setelah itu, diusir lagi
dari surga. Katanya karena arogan. Saking marahnya sama manusia, bisa
kita harapkan bahwa setan kembali kepada Allah dan bilang, “Engkau
tendang aku dari surga ini karena aku arogan, akan kubuktikan bahwa
mereka juga arogan. Sehingga mereka juga nantinya tidak berhak untuk
ada di surga.”

Tapi setan tidak bilang begitu ke Allah. Setan bilang ke Allah, wa laa ta-
jidu aktsarahum syaakiriin. Bahwa Allah tidak akan mendapati kebanya-
kan kita, bersyukur. Jadi ada semacam switch atau peralihan, dari arogan-
si setan ke tidak bersyukurnya manusia.
Qur’an mengungkapkannya dengan begitu cermat sekaligus bijak. Ada
sesuatu yang berbeda di sini. Lawan kata arogan adalah kerendahan hati.
Itu adalah yang kita pikirkan. Itu juga yang ada di kamus. Tapi di Qur’an,
lawan kata arogan adalah bersyukur.

Pelajaran penting yang bisa kita petik di sini adalah, manusia itu tidak
mungkin arogan jika mereka bersyukur. Dan jika mereka bersyukur, ti-
dak akan muncul arogansi. Fakta bahwa sikap arogan muncul, itu hanya
bisa terjadi sebagai manifestasi dari kurangnya rasa syukur.

Jadi kalo ada orang yang bilang, “Rasain elu setan. Pantes elu diusir dari
surga. Alhamdulillah ya, at least aku ga arogan.” Mungkin itu perasaan
dia saja, merasa tidak arogan. Tunggu sampai fakta berbicara. Sampai ter-
bukti apakah dia bersyukur atau tidak. Karena kalo dia tidak bersyukur,
berarti dia arogan. Terlepas dia mengklaim bahwa dirinya tidak arogan.

Ada pelajaran penting berikutnya. Mari kita ingat lagi bahwa setan ti-
dak berhenti mengintai kita, untuk melancarkan serangannya dari empat
penjuru. Sasarannya bukan supaya manusia bikin kesalahan. Bukan itu.
Apalagi manusia itu deprogram sebagai makhluk memang untuk bikin
kesalahan. Manusia bukan makhluk yang sempurna. Manusia bukan ma-
laikat. Manusia punya pilihan-pilihan. Manusia punya kelemahan dan
kekurangan. Bahkan ketika melakukan kebaikan, manusia pun punya
kelemahan.

Shalat kita tidak sempurna. Bacaan Qur’an kita tidak sempurna. Haji
kita tidak sempurna. Puasa kita tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu
melekat pada diri kita sebagai manusia. Fakta bahwa manusia melakukan
kesalahan bukanlah hal yang mengejutkan.

Misi yang diemban setan bukanlah supaya kita bikin kesalahan. Misi se-
tan dijelaskan secara terang-benderang di ayat ini. Setan ingin membukti-
kan bahwa kita bukan syaakiriin. Jika setan bisa mencabut rasa syukur itu
dari diri kita, maka setan telah berhasil. Itulah goal setan. Untuk menghi-
langkan rasa penghargaan (sense of appreciation) terhadap nikmat Allah.
Untuk menghilangkan perasaan optimistik terhadap janji Allah.
Qur’an mengungkapkannya dengan begitu
cermat sekaligus bijak. Ada sesuatu yang
berbeda di sini.

Lawan kata arogan adalah kerendahan hati. Itu


adalah yang kita pikirkan. Itu juga yang ada di
kamus.

Tapi di Qur’an, lawan kata arogan adalah


bersyukur.
Pikirkan tentang hubungan Anda dengan Allah. Apakah hubungan itu
didasari oleh perasaan takut? Jika Anda tidak shalat, Allah akan menjad-
ikan Anda bahan bakar neraka. Jika Anda tidak melakukan sesuatu yang
disyari’atkan, Allah akan menghukum Anda.

Impuls pertama dari hubungan Anda dengan Dzat Yang Membuat Anda,
adalah bahwa Anda seharusnya takut kepada-Nya. Rasa takut itu sah dan
wajar. Rasa takut itu adalah bagian dari hubungan Anda dengan-Nya.

Tapi ada impuls berikutnya. Yang lebih dahsyat. Yang ada di dalam diri
kita. Yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu untuk Allah,
seperti shalat, seperti makan makanan yang halal, seperti melakukan
hal-hal yang benar, menjauhkan diri dari kejahatan. Kekuatan itu adalah
perasaan bersyukur. Allah telah memberi terlalu banyak untuk kita, seh-
ingga ingin kita tunjukkan rasa terima kasih kita kepada-Nya. Sehingga,
setidaknya, kita melakukan hal-hal yang Dia sukai.

Jika setan bisa mencabut rasa syukur itu, maka, meskipun kita sedang
melakukan sesuatu untuk menaati Allah, hati kita kehilangan sesuatu.

Itulah kenapa Al-Fatihah diawali dengan ungkapan rasa terima kasih dan
pujian kita kepada-Nya. Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin. Sebelum kita
masuk ke pernyataan pengabdian kita kepada-Nya, iyaaka na’budu. Kita
punya sense of appreciation kepada Allah yang menggerakkan kita, lebih
dari apapun, untuk mengabdi kepada-Nya.

*****

Serangan empat penjuru setan itu tidak akan jalan jika kita bersyukur.
Rasa syukur kita menggagalkan serangannya. Rasa syukur kita membuat
rencananya hancur berantakan. Rasa syukur kita melindungi kita dari
bisikan setan.

Saat setan menyerang dari depan, dia menggoda dengan apa saja yang
ada di depan kita yang bisa kita miliki. Memancing keserakahan kita. Dan
karena ‘depan’ juga berarti ‘masa yang akan datang’, setan membuat kita
cemas akan hari esok. Kadang-kadang kita bikin keputusan yang buruk,
keputusan yang tidak disukai Allah, hanya gara-gara terlalu cemas me-
mikirkan masa depan.

Jika kamu dan aku punya rasa syukur di dalam diri, jauh di lubuk hati, ha-
rusnya kita memikirkan betapa Allah selama ini sudah banyak menolong
kita melewati persoalan-persoalan yang kita hadapi di masa lalu. Masa
sih Allah akan membiarkan kita begitu saja menghadapi masalah-mas-
alah di masa depan, tanpa bantuan-Nya?

Dengan kata lain, apapun serangan setan dari depan, kalo kita bersyukur
atas apa yang sudah kita miliki, dan tidak ngelantur yang aneh-aneh
menginginkan sesuatu di luar kebutuhan, maka kita akan terbebas dari
keserakahan yang tidak perlu.

Ini sama halnya dengan saat Allah bilang ke Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam;

maa wadda’aka rabbuka wa maa qalaa. Allah tidak meninggalkan Rasu-


lullah, tidak pula membenci beliau.
Wa wajadaka dhaallan fahadaa. Allah memberi Rasulullah petunjuk saat
beliau membutuhkannya.
Wa wajadaka ‘aa-ilan fa-aghnaa. Allah memberi Rasulullah kecukupan
saat beliau kekurangan.

Allah tidak pernah melupakan kita bahkan di saat krisis sekalipun.


Kuncinya ada di sini: ammaa bini’mati rabbika fahaddits. Bersyukur ke-
pada Allah dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan yang Allah sudah
berikan kepadamu.

Itu pula lah yang dilakukan oleh Yusuf ‘alayhis salam. Yusuf mendapat
godaan dari istri sang menteri. Rayuan yang bisa bikin setiap pria lupa
diri. Apa respon Yusuf? Qaala ma’aadzallaah. Innahuu rabbii ahsana
mats-waaya (QS 12:23).

Yusuf minta perlindungan kepada Allah, dan segera bersyukur atas ke-
baikan Tuhannya. Rasa syukur itu melindunginya.
Kamu pun bisa menghargai kebaikan-kebaikan Allah atas dirimu, yang
memungkinkan kamu terlindung dari serangan-serangan setan dari arah
depan.

*****

Serangan dari belakang lebih mengerikan.

Kadang-kadang ada orang yang hidup di lembah dosa. Mereka melaku-


kan hal-hal yang tidak seharusnya mereka melakukan. Allah menarik
mereka keluar dari lembaran hitam itu. Sehingga mereka hijrah. Mun-
gkin hijrah mereka terjadi bulan Ramadhan yang lalu. Mungkin setelah
khutbah Jumat yang lalu. Atau bahkan mungkin dua jam yang lalu.

Air mata membasahi pipi karena Allah telah menarik diri mereka keluar
dan mereka merasakan cahaya itu lagi. Kegelapan dan kejahatan sirna.
Ada perasaan lega. Plong. Bercampur rasa syukur atas hadiah tak ternilai
yang Allah berikan.

Sampai beberapa waktu kemudian ketika setan mendatangi mereka lagi.


Membawa rayuan versi terkini. Mengajak untuk kembali. Bergelimang
kesenangan duniawi.

Di saat-saat seperti ini kita harus ingat betul momen itu. Momen saat kita
bersyukur ditarik keluar menuju cahaya-Nya. Betapa bahagianya kita saat
itu, saat Allah mengembalikan kita ke jalan-Nya.

Setan ingin kita melupakan saat-saat membahagiakan itu. Saat-saat indah


ketika seseorang bertaubat. Setan ingin kita melupakan saat di mana kita
merasa sangat dekat dengan Allah. Setan ingin momen-momen kebaha-
giaan bersama Allah itu hilang dari memori kita. Supaya setan bisa punya
kans lebih besar untuk berhasil menarik kita kembali kepada kesesatan.

Ketika serangan setan dari belakang itu datang, kita harus mengingatkan
diri kita sendiri tentang kebaikan Allah yang telah memberi kita petun-
juk. Tentang kebaikan Allah yang pernah memberi kita jalan untuk ber-
taubat.
Hadiah Allah, berupa pertaubatan itu, tidak boleh kita sia-siakan. Kita
harus sadar bahwa setan masih terus mengintai. Akan datang saat itu,
ketika godaan yang sama datang lagi. Karena setan tahu bahwa dulu kita
pernah kena, maka dia mencobanya kembali. Siapa tahu sekarang kita
juga kena lagi. Mungkin saat itu kita kena di attempt setan yang ke-10.
Maka setan mencoba lagi kini, siapa tahu di attempt ke-11 kali ini kita
kena lagi.

Tapi jika kita sudah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Jika kita sudah
menikmati kelezatan hijrah kembali ke jalan-Nya. Maka itu lah yang ha-
rus terus-menerus kita kenang. Maka itu lah yang harus kita ingat-ingat.
Dengan penuh rasa syukur. Sehingga di attempt ke-11 kali ini kita tegar
berdiri dan bikin setan gigit jari.

Kalo perlu, bicaralah, bukan sama orang lain, tapi sama diri sendiri. Atau
bicara sama Allah. “Ya Allah, Engkau pernah membuka pintu taubat-Mu
kepadaku. Terimalah ucapan terima kasihku sekali lagi atas kebaikan-Mu.
Padahal kesalahan dan dosaku itu masih menyisakan dampak dan keru-
sakan yang sepertinya tidak terampuni. Ya Allah, aku tidak ingin jatuh ke
lembah dosa itu lagi.”

Kamu perlu menjalin percakapan seperti itu dengan Allah. Syukr bukan
sekedar perasaan, bukan untuk disimpan di dada. Harus ada manifesta-
sinya. Jika pun ngomong sama diri sendiri adalah manifestasinya, laku-
kan itu.

*****

Salah satu serangan yang paling mengerikan adalah serangan setan dari
arah kanan. Mengapa? Karena serangan ini adalah serangan dari sisi ke-
baikanmu. Sisi putih kamu. Ketika terkena serangan ini, kamu berpikir
bahwa kamu lebih baik dari orang lain. Kamu berpikir bahwa kamu yang
paling benar. Kamu merasa kamu melakukan kebaikan lebih banyak dari
orang lain. Kamu fokus ke hal yang tidak baik atau kurang baik dari orang
lain.
Dalam pikiranmu, kamu mengemban misi kehidupan untuk mengoreksi
orang lain. Kamu ada untuk memperbaiki kesalahan orang lain. Fokus
kamu tidak pernah tentang kamu. Tapi tentang orang lain. Tentang blun-
der dan kesalahan mereka.

Ketika orang cara berpikirnya seperti itu, apa yang terjadi? Dalam alam
pikiran mereka, mereka lah pemilik segala kebaikan. Jika aku pergi haji,
maka itu adalah pencapaian yang luar biasa besar yang aku raih. Jika aku
mengisi mimbar khutbah, maka itu adalah khutbah terbaik yang pernah
ada. Jika aku menghafal Qur’an, maka itu adalah hafalan Qur’an yang pal-
ing sempurna. Padahal sebenarnya, tidak.

Apapun kebaikan dan perbuatan baik yang pernah kita lakukan, itu ada-
lah hadiah dari Allah. Kita tidak memilikinya. Hidayah itu sendiri bukan
milik kita. Juga bukan untuk dibanggakan bahwa kita mendapatkannya.
Hidayah adalah sesuatu yang kita terus-menerus harus mengemis kepa-
da-Nya. Tanpa pernah berhenti. Setiap hari.

Itulah kenapa, seharusnya, makin banyak amal kebaikan kita, makin


humble diri kita. Air mata kita seharusnya terus menetes karena Allah
masih mengizinkan kita untuk menyemaikan kebaikan. Karena Allah
masih memberikan kepada kita, setidaknya dua hal. Pertama adalah ke-
hidupan. Kedua, peluang berbuat baik.

Kebaikan kita tidak seharusnya membuat kita merasa menjadi orang yang
lebih baik dari orang lain. Tapi harus cepat-cepat kita kubur di bawah ke-
baikan Allah.

*****

Jarak antara aku dan Allah begitu infinite. Tak terhingga. Allah begitu
tinggi. Aku begitu rendah.

Ketika aku menyadari betapa rendahnya diriku, dan betapa terkuburnya


diriku di bawah kebaikan-kebaikan Allah, maka ketika aku melihat ke
orang yang ada di sampingku, tak terpikirkan olehku bahwa aku lebih
tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan dirinya.
Karena, jarak antara diriku dengan dirinya, yang mungkin hanya sekian
senti, tidak ada apa-apanya dibandingkan jarak antara diriku atau dirin-
ya dengan Allah Yang Maha Tinggi. Jarak antara kita, manusia-manusia
di bumi yang renta ini, menjadi tidak relevan. Tidak aku pedulikan lagi.
Karena aku begitu takjub dengan banjir kebaikan Allah kepadaku.

Kebaikan kita seharusnya membuat kita humble. Ketika kamu banyak


berbuat baik, orang-orang mulai memberi komen tentang betapa baikn-
ya kamu. Komen-komen itu masuk ke benakmu dan pikiran kamu mulai
memrosesnya. Sehingga kamu berpikir bahwa kamu sebenarnya memang
hebat. “Aku adalah hadiah Allah untuk komunitas ini.” Ehm ehm.

Tapi pikiran seperti itu tidak benar. Tidak. Tidak sama sekali.

Aku dan kamu akan lewat. Akan dikubur di bawah tanah. Sementara itu,
Islam akan tetap jalan. Islam akan tetap tinggi. Qur’an akan tetap menjadi
mu’jizat abadi. Allah akan menggunakan hamba-hamba-Nya yang lain
yang lebih baik, yang lebih humble, untuk melayani umat manusia.

Kita bukanlah aset, dalam pandangan Allah. Kita hanyalah hamba yang
berterimakasih, yang mendapat penghargaan, karena diberi kesempatan
untuk melayani-Nya. Kita tidak menjadi manusia yang lebih baik dari
manusia lainnya karena kita melayani-Nya.

Ini juga berlaku dalam cara kita memandang umat lain yang non mus-
lim. Kita juga tidak lebih baik dari mereka. Mereka juga anak-anak Adam
‘alayhis salam.

Lho, bukankah ada ayat kuntum khayra ummatin yang berarti umat Is-
lam adalah umat yang terbaik (QS 3:110)? Perhatikan lagi ayat itu. Yang
disebutkan di ayat itu adalah ukhrijat linnaas. Bukan the best nation ‘of ’
the people. Tapi the best nation ‘for’ the people. Kita bukan lebih baik dari
yang lainnya. Tapi kita lebih baik untuk yang lainnya. Sama sekali beda.

Setan ingin, setelah berbuat baik, kita merasa lofty. Merasa mulia. Merasa
luhur. Setan ingin, kita menanam kebaikan bersama dengan benih self
importance. Merasa diri super-penting karena telah berbuat kebaikan.
Kita harus menyadari tipu muslihat setan ini. Jangan sampai kita terjebak
dengan trick yang satu ini.

Setiap kali diberi kesempatan untuk berbuat baik, berterimakasihlah ke-


pada Allah.

Ada sebuah litmus test yang bisa kita terapkan. Ketika kita melakukan
kebaikan untuk orang lain, ketika kita memberikan pengajaran kepada
orang lain, ketika kita berinfaq atau bershodaqoh, ketika kita membantu
orang lain, ketika kita melayani orang lain, dan mereka tidak menghargai
kita, mereka begitu cepat melupakan kebaikan kita, lalu mereka membuat
kita kesal, maka, itu berarti bahwa there is still some devil inside left. Masih
ada jejak setan yang tertinggal di dalam diri kita.

Ketika kamu berbuat baik kepada seseorang, kamu tidak melakukan ke-
baikan itu untuknya. Kamu melakukannya untuk Allah. Allah mencatat
perbuatan baikmu itu. Dan itu seharusnya sudah cukup untuk mem-
buat kamu happy. Kamu berterimakasih kepada Allah karena Dia masih
memberi kesempatan buat kamu untuk membantu sesama. Udah, gitu
aja. Kamu tidak berhak untuk berharap lebih dari itu.

Seseorang menyiapkan materi ceramah, atau sharing session, atau kultum,


dengan persiapan yang sempurna. Pas hari H, peserta yang hadir cuma
dua orang. Padahal yang diundang seratus orang. Dia pun kesal.

Setan itu pintar ya. Padahal dia sebenarnya ga diapa-apain lho. Yang
datang di sesi dia ga banyak, cuma itu aja. Tidak seharusnya dia kesal.
Fakta bahwa dia mendapatkan kesempatan untuk mengisi ceramah, ha-
rus disambut dengan ungkapan terima kasih kepada Allah. Bersyukur
karena Allah memberikan kesempatan itu. Selain itu, harapan yang lebih
dari itu, tidak perlu ada lagi. Tidak sepatutnya berharap yang lainnya.
Dorongan untuk mengharapkan yang lebih itu datangnya dari setan.

*****
Serangan dari kiri adalah ketika setan terang-terangan mengajakmu ber-
buat yang diharamkan. Perbuatannya sudah jelas masuk kategori keja-
hatan. Jelas tidak menaati Allah. Yang bisa membantu kamu menangkis
serangan ini adalah perasaan bersyukurmu kepada Allah atas banyaknya
hal yang masih Allah halalkan.

Setan mendatangimu, membisikimu bahwa Islam itu sulit. Sedikit-sedikit


haram. Ini dilarang, itu dilarang. Islam itu restriktif. Punya sifat mem-
batasi. Terlalu banyak aturan. Islam itu tidak menyenangkan. Terlalu ban-
yak pagar di sana dan di sini. Islam itu ga suka bikin orang senang.

Begitulah setan. Suka memelintirkan fakta. Padahal Allah sudah tegas-


kan, waja’alnaa lakum fiihaa ma’aayisy, qaliilan maa tasykuruun. (QS
7:10). Di bumi ini, Allah sudah sediakan segalanya untuk kamu nikmati.
Cuma manusia itu saja yang sedikit sekali rasa bersyukurnya.

Seperti halnya di jannah. Semuanya haram kecuali satu pohon. Di bumi


ini, terlalu banyak yang halal. Hanya sedikit saja sebenarnya yang haram.
Tapi setan terus-menerus merayu kita. Seakan-akan segala sesuatunya
diharamkan. Itu lah cara setan bikin kamu tidak mensyukuri yang halal.

Tugas setan adalah supaya yang halal terlihat jelek. Dan yang haram ter-
lihat begitu indah.

Maka dia mengaduk-aduk perasaan kita, mempertanyakan kenapa kita


mau-maunya menempuh perjalanan begitu jauh hanya untuk memper-
oleh makanan yang halal. Padahal restoran terdekat ada dan enak. Dita-
mpakkan oleh setan bahwa halal itu memberatkan. Bahwa halal itu tidak
berharga untuk diperjuangkan.

*****

Ada seorang anak muda yang berpikir untuk menikah. Keluarganya men-
doktrinasi dia bahwa untuk menikah, banyak yang harus dipersiapkan.
Harus siap sejumlah uang minimal sekian ratus juta. Harus mengundang
sekian banyak orang dari seluruh pelosok negeri. Harus sewa gedung un-
tuk menampung semua undangan itu. Harus menyiapkan kuliner terbaik
untuk mereka yang diundang. Sepertinya, menikah – sesuatu yang halal
– menjadi terasa begitu berat.

Lalu anak muda itu pun berubah pikiran. Cari di medsos aja deh.
Langsung hangout. Buat apa mikirin uang jutaan. Yang free aja ada. Ga
ada tekanan. Ga harus ngundang-undang orang.

Tugas setan adalah membuat pintu gerbang menuju yang haram itu mu-
dah. Dan pintu gerbang menuju yang halal itu sulit. Jangan sampai kita
menjadi alat setan dengan membuat yang halal menjadi sulit.

Jangan kau bikin yang halal jadi sulit untuk diri kamu sendiri. Dan jangan
pula kau bikin yang halal jadi sulit untuk keluarga kamu. Karena jika itu
terjadi, setan akan mudah menyerangmu dan keluargamu dari arah kiri.

Banyak anak muda, laki-laki maupun perempuan, menyesal karena mer-


eka sadar telah menjalin hubungan yang diharamkan. Mengapa mereka
melakukan itu? Karena keluarga mereka tidak mengizinkan mereka untuk
menikah. Mereka dibilang belum cukup dewasa (untuk menikah). Tapi
sebenarnya sudah cukup dewasa (untuk melakukan yang diharamkan).
Juga, sudah cukup dewasa untuk mengikuti langkah setan. Dan cukup
dewasa untuk melakukan segala jenis kemaksiatan sehingga menghan-
curkan akhiratnya. Tapi anehnya, mereka dianggap tidak cukup dewasa
untuk menikah. Atau, dianggap tidak cukup kaya untuk menikah. Atau,
mereka tidak boleh menikah karena kakak perempuannya belum me-
nikah. Itu aturan dari siapa?

Aturan-aturan yang aneh seperti itu membuat pintu gerbang menuju


yang halal tertutup. Dan pintu gerbang menuju yang haram terbuka. Kita
telah membantu setan untuk membuktikan kepada Allah bahwa keban-
yakan manusia itu tidak bersyukur.

Padahal seharusnya kita bersyukur karena Allah telah membuka pintu


gerbang cukup lebar menuju yang halal. Seharusnya kita bersyukur kare-
na Allah telah membimbing kita untuk menjauhi hal-hal yang memba-
hayakan kita.
Apapun yang Allah haramkan, pasti membahayakan kita. Itu lah sebab-
nya hal-hal itu memang harus Allah haramkan. Yuharrimu ‘alayhimul
khabaa-its (QS 7:157). Allah memutuskan haram karena membahayakan.
Karena menjijikkan. Karena bikin manusia sakit.

Kamu pasti tidak ingin makan sesuatu yang membahayakan. Kamu pas-
ti tidak mau mengkonsumsi kotoran. Kamu tidak mungkin bergelimang
kontaminan lalu kamu tidak sakit.

Kita harus bersyukur atas petunjuk yang telah Allah berikan kepada kita.

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang senantiasa bersyukur.

Semoga Allah menguatkan ikatan kita dengan-Nya dan ikatan kita den-
gan ayat-ayat-Nya.

Semoga Allah memberikan kekuatan melalui ayat-ayat-Nya untuk mela-


wan segala jenis serangan setan.

Barakallaahu lii wa lakum fil qur’aanil hakiim.

*****
1 https://youtu.be/J4_9XabaDr4

2 https://youtu.be/Z_6le2rfq3s

3 https://youtu.be/WnZ6I7Yc13E

4 https://youtu.be/N8XdKjC70jc

5 https://youtu.be/aco3wHhGMvA

6 https://youtu.be/asaaEz6PgAQ

7 Ilustrasi: pixabay.com

8 Ilustrasi: canva.com

Desain dan layout: Iffa M. Sunman

Anda mungkin juga menyukai