Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH. Berhati-hatilah dalam
memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati
kita. Nauzubillahi min zalik, ya…
Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Tanya 2: “Bu, Bentuk Allahitu seperti apa?”
Tanya 3: “Bu, Kenapa kita gak bisa lihat Allah?”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Tanya 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jawablah begini:
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu
lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
)١١ ( ض جَ عَ َل لَ ُكم م ِّۡن أَنفُسِ ُكمۡ أَ ۡز َو ۬ٲجً ا َومِنَ ٱأۡل َ ۡنعَ ٰـ ِم أَ ۡز َو ۬ٲجً ۖا ي َۡذرَ ؤُ ُكمۡ فِي ِۚه لَ ۡيسَ َكم ِۡثلِهِۦ َش ۡى ۬ۖ ٌء َوه َُو ٱل َّسمِي ُع ۡٱلبَصِ ي ُر
ۚ ِ ت َوٱأۡل َ ۡر
ِ َفاطِ ُر ٱل َّس َم ٰـ َوٲ
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
[baca juga Melihat Tuhan]
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?“
Jangan jawab begini:
Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
Al-Hadid (57) : 3
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita
dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak
terbantahkan.
Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil Surat Asy-
Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala
sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-
Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang
tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.
َ ) مَا َز١٦ ( إِ ۡذ ي َۡغ َشى ٱلس ِّۡدرَ َة مَا ي َۡغ َش ٰى
)١٧( اغ ۡٱلبَصَ ُر َومَا َطغَ ٰى
[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari
yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17)
{ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Jawablah begini:
“Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris)
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak
sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya ‘kan?!”
Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-
dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?
Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian, tetapkan Allah
itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)
ِ َوهّلِل ِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْالم َْغ ِربُ َفأ َ ْي َنمَا ُت َولُّو ْا َف َث َّم َوجْ ُه هّللا
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
“Allah sering lho bicara sama kita..misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman,
tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil
tersenyum manis)
Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi).
Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang
namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia
takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini:
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita.
Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar.
Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri
yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak
nurut sama ibu-bapak guru.”
(Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
“Kenapa, Bu?”
“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu
meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan orang-orang baik
yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-
temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan
dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Allahu a’lam.