Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH NET WORKING CAPITAL, CASH FLOW, CASH CONVERSION

CYCLE, CAPITAL EXPENDITURE DAN GROWTH OPPORTUNITY


TERHADAP CASH HOLDING
(Studi Empiris pada Perusahaan Sub Sektor Tekstil dan Garmen yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019)

Helmalia Angguningtyas1 (email : Helmaliaanggun13@gmail.com)


Dr. Herma Wiharno, Drs., M.Si2
Lia Dwi Martika, S.E., M.Si3
Prodi : Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Kuningan

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of Net Working Capital, Cash
Flow, Cash Conversion Cycle, Capital Expenditure and Growth Opportunity either
simultaneously or partially on Cash Holding. This research was conducted on textile
and garment sub-sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the 2015-
2019 period. The method used in this research is descriptive and verification method
with a quantitative approach. The technique of collecting data is through observation
without participation. The data analysis technique used is panel data regression using
the Eviews 09 program. The results show that net working capital, cash conversion
cycle and capital expenditure have a negative and significant effect on cash holding,
while cash flow and growth opportunity have a positive and significant effect on cash
holding. The ability of the independent variable in explaining the dependent variable is
72%, while the remaining 28% is influenced by other factors outside this research
model.
Keywords: Cash Holding, Net Working Capital, Cash Flow, Cash Conversion Cycle, Capital
Expenditure, Growth Opportunity

PENDAHULUAN
Perkembangan perekonomian yang pesat dan persaingan usaha yang semakin
ketat menuntut semua perusahaan untuk memikirkan secara matang strategi bisnisnya,
perusahaan harus menetapkan strategi yang tepat untuk mempertahankan kelangsungan
bisnisnya sehingga akan mampu bersaing dan terhindar dari risiko likuidasi. Salah satu
ciri perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki likuiditas yang bagus dan
membuat investor semakin tertarik untuk menginvestasikan dana pada perusahaan.
Salah satu upaya dalam meminimalkan risiko likuiditas dan menjaga likuiditas adalah
dengan mengelola tingkat kas yang dimiliki perusahaan. Kas yang ada di perusahaan
disebut dengan istilah cash holding atau kepemilikan kas. Cash holding digunakan
sebagai cadangan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya serta
untuk memenuhi kewajiban financial perusahaan tepat waktu. Cash holding juga
dibutuhkan pada saat perusahaan dalam keadaan mendekati financial distress. Adanya
cash holding perusahaan yang memadai dapat menutup semua biaya darurat tanpa harus
mengorbankan asset perusahaan maupun deviden payment.
Keputusan memegang kas menjadi perhatian bagi para manajer keuangan karena
memiliki dua sisi yang berbeda. Pada satu sisi, menahan kas terlalu banyak dan terlalu
lama dapat membuat kas menganggur (idle cash) jika tidak diinvestasikan ke dalam
marketable securities (investasi sekuritas) yang lebih memberikan prospek keuntungan.
Sedangkan di sisi lain, memegang kas yang terlalu sedikit akan menyulitkan perusahaan
ketika menghadapi kesulitan keuangan (financial distress) ketika perusahaan tidak
sanggup membayar seluruh kewajibannya. Oleh karena itu, keberadaan kas harus
menjadi perhatian manajer keuangan untuk memastikan tersedianya kas yang optimal
atau jumlah yang ideal tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Menurut Joshi (2019), terdapat tiga alasan mengapa perusahaan perlu menahan
kas yaitu, untuk memenuhi kebutuhan operasi maupun transaksi, sebagai tindakan
pencegahan untuk berjaga- jaga menghadapi ketidakpastian dimasa depan, serta untuk
memperoleh keuntungan dari peluang investasi. Salah satu contoh konkret dari alasan
perusahaan harus menahan kas dalam tindakan pencegahan untuk berjaga-jaga
menghadapi ketidakpastian dimasa mendatang, yaitu terjadinya pandemi Covid-19. Saat
ini terjadinya pandemi Covid-19 yang menyerang secara global salah satunya Indonesia.
Adanya pandemi ini membuat aktivitas sehari-hari maupun produktifitas perekonomian
menurun drastis, terlebih lagi ada perusahaan yang dinyatakan pailit karena tidak
sanggupnya perusahaan untuk menghadapi masa krisis dan tidak mampu bersaing.
Sektor manufaktur menjadi salah satu sektor yang terkena dampak yang besar dari
pandemi ini, seperti terjadinya PHK besar-besaran yang membuat aktivitas produksi
menurun. Secara sektoral, hampir seluruh subsektor mencatatkan kontraksi termasuk
subsektor tekstil dan garmen.
Besar kecilnya persediaan minimal kas belum ada standar yang baku, tetapi
menurut H.G. Guthman dalam Riyanto (2010), besarnya kas yang cukup baik dan aman
adalah antara 5% sampai dengan 10% dari aktiva lancar yang ada. Standar jumlah kas
5% sampai dengan 10% ini biasanya layak untuk perusahaan Manufaktur khususnya
untuk Sub Sektor Tekstil dan Garmen. Berikut ini adalah persentase kas yang dimiliki
perusahaan Sub Sektor Tekstil dan Garmen periode 2015-2019.
Tabel 1.1
Data Persentase Kas yang Ada Diperusahaan Dari Aktiva Lancar Perusahaan Sub
Sektor Tekstil dan Garmen Periode 2015-2019
Persentase kas dari aktiva lancar Rata-
No Perusahaan
2015 2016 2017 2018 2019 rata
1 ARGO 3.21% 12.19% 3.92% 2.48% 1.69% 4.70%
2 BELL 5.37% 4.63% 13.39% 11.16% 4.83% 7.88%
3 ERTX 12.95% 16.30% 5.87% 2.86% 7.54% 9.10%
4 ESTI 6.75% 4.07% 3.08% 0.62% 0.36% 2.98%
5 HDTX 1.98% 21.27% 2.91% 19.17% 0.78% 9.22%
6 INDR 8.80% 8.52% 7.74% 11.14% 7.13% 8.67%
7 MYTX 1.07% 1.75% 2.30% 2.04% 0.58% 1.55%
8 POLY 2.15% 2.94% 5.03% 3.66% 3.20% 3.40%
9 PBRX 23.70% 20.27% 18.12% 16.05% 16.88% 19%
10 RICY 6.05% 6.60% 7.44% 10.83% 11.56% 8.50%

Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa masih banyak perusahaan tekstil
yang belum bisa menentukan tingkat saldo kas yang optimal. Persentase jumlah kas
minimum yang kurang dari 5% dari aktiva lancar akan menyulitkan operasi perusahaan,
bisa diartikan perusahaan tersebut tidak memiliki persediaan kas yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan operasionalnya dan perusahaan bisa sangat rentan mengalami
kondisi financial distress. Selain itu presentase jumlah kas minimum lebih dari 10%
tentunya hal tersebut belum tentu cukup baik untuk perusahaan, karena banyak kas yang
menganggur atau ada kemungkinan manajemen belum bisa mengelolanya. Oleh karena
itu perusahaan harus mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh dalam menentukan
tingkat cash holding suatu perusahaan.
Menurut Jinkar (2013), faktor yang mempengaruhi cash holding adalah firm
size, growth opportunity, leverage, cash flow, net working capital, capital expenditure,
dan dividend payments. Sedangkan menurut Anjum dan Malik (2013), faktor-faktor
yang mempengaruhi cash holding adalah firm size, leverage, net working capital, cash
conversion cycle, dan sales growth. Adapun faktor yang akan diteliti dalam penelitian
ini, yaitu net working capital, cash flow, cash conversion cycle, capital expenditure dan
growth opportunity.
Net working capital atau modal kerja bersih merupakan bagian dari aset lancar
selain kas yang dapat digunakan untuk mendanai kegiatan operasional perusahaan. Net
working capital mampu berperan sebagai substitusi cash holding perusahaan sebab
dengan mudah dapat diubah menjadi kas pada saat perusahaan membutuhkannya
(Cahyati et al., 2020). Umumnya, perusahaan yang memiliki net working capital negatif
akan membuat cadangan kas. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki net working
capital yang besar otomatis akan mengurangi saldo kas mereka (Marfuah & Zulhilmi,
2015).
Menurut Brigham dan Houston (2019), cash flow merupakan arus kas masuk
operasi dengan berbagai pengeluaran yang diperlukan dalam mempertahankan arus kas
operasi di masa mendatang. Apabila arus kas masuk perusahaan lebih besar dari arus
kas keluar, hal ini menunjukkan arus kas bersih positif, begitupun sebaliknya apabila
arus kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar, maka terjadi arus kas bersih negatif. Jika
cash flow bersih perusahaan positif, maka akan menyebabkan meningkatnya jumlah kas
yang dimiliki perusahaan, dan sebaliknya, cash flow bersih negatif menyebabkan
turunnya jumlah kas yang dimiliki perusahaan.
Cash conversion cycle (siklus konversi kas) dapat didefinisikan sebagai waktu
yang diperlukan perusahaan untuk memperoleh kas kembali dari kegiatan operasional
yang telah dilakukan perusahaan melalui periode penagihan piutang ditambah dengan
periode penjualan persediaan dikurang dengan periode pelunasan hutang (Syarief &
Wilujeng, 2009). Semakin cepat tingkat cash conversion cycle suatu perusahaan, maka
semakin cepat pula perusahaan mendapatkan kas masuk dimana kas masuk tersebut
dapat digunakan untuk ditahan sebagai cadangan kas maupun diinvestasikan kembali.
Capital expenditure merupakan pengeluaran secara periodik yang dilakukan
dalam rangka pembentukan modal baru yang sifatnya menambah aset tetap yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode, termasuk didalamnya ialah pengeluaran
untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa
manfaat, meningkatkan kapasitas serta kualitas aset perusahaan (Keown et al., 2011).
Perusahaan akan menggunakan kas yang dimiliki untuk membiayai pengeluaran modal.
Sehingga perusahaan dengan tingkat pengeluaran modal yang tinggi, cenderung dibiayai
dengan kas.
Growth opportunity (kesempatan bertumbuh) merupakan suatu perpaduan antara
kemungkinan adanya peluang investasi di masa depan dengan aktiva nyata yang
dimiliki oleh suatu perusahaan (William & Fauzi, 2013). Perusahaan yang memiliki
growth opportunity yang tinggi akan membutuhkan dana yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan investasi, sehingga perusahaan tersebut perlu menetapkan cash
holding dalam jumlah besar.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH NET WORKING CAPITAL, CASH FLOW,
CASH CONVERSION CYCLE, CAPITAL EXPENDITURE DAN GROWTH
OPPORTUNITY TERHADAP CASH HOLDING (Studi Empiris pada Perusahaan
Sub Sektor Tekstil dan Garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-
2019)”.

LANDASAN TEORI
Trade-off Theory
Trade off theory yaitu kebijakan memilih resiko dengan hasil yang terjadi dalam
penyimpanan kas yang terlalu kecil maupun terlalu besar. Teori ini menyimpulkan
bahwa menyimpan kas terlalu kecil mengakibatkan meningkatnya kemungkinan
perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Sebaliknya apabila perusahaan menyimpan
kas terlalu besar, perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi
yang menghasilkan keuntungan (Tampubolon, 2013). Trade-off theory menyatakan
bahwa tingkat optimal cash holding perusahaan ditetapkan dengan mempertimbangkan
antara biaya dan manfaat yang dihasilkan dari memegang kas tersebut (Mugumisi &
Mawanza, 2014).
Pecking Order Theory
Pecking order theory menjelaskan mengenai pemilihan alternatif sumber
pembiayaan perusahaan, dimana dijelaskan teori ini bahwa penggunaan sumber dana
internal (laba ditahan dan cash holding) menjadi pilihan utama bagi perusahaan. Kas
tersebut berperan menjadi penyangga antara laba ditahan dengan kebutuhan investasi,
sehingga saat laba ditahan serta kas tidak lagi mencukupi kebutuhan perusahaan maka
barulah digunakan pembiayaan eksternal (Liestyasih & Wiagustini, 2017).
Agency Theory
Agency theory (teori keagenan) merupakan suatu hubungan yang berdasarkan
pada kontrak yang terjadi antar anggota-anggota dalam perusahaan, yakni antara
principal (pemilik) dan agent (agen) sebagai pelaku utama (Jensen & Meckling, 1976
dalam Ujiyantho & Pramuka, 2007). Hubungan antara agency theory dengan cash
holdings adalah cash holdings merupakan item yang paling likuid untuk disalahgunakan
dengan mudah, dengan adanya cash holdings dengan mudah digunakan manajer untuk
kepentingannya sendiri. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan antara
tugas atau tujuan utama manajemen yaitu mensejahterakan pemilik atau pemegang
saham dengan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.

HIPOTESIS
Pengaruh Net Working Capital terhadap Cash Holding
Net working capital mampu berperan sebagai substitusi terhadap cash holding
perusahaan. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam mengubahnya ke dalam bentuk kas
ketika perusahaan membutuhkannya. Perusahaan yang memiliki net working capital
dalam jumlah yang relatif besar maka dapat dipastikan perusahaan tersebut memiliki
ketersediaan kas yg cukup besar pula, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan
penahanan kas (cash holding) dalam jumlah besar. Berdasarkan trade-off theory,
terdapat hubungan negatif antara modal kerja bersih dengan cash holding. Sehingga
berdasarkan uraian di atas maka net working capital memiliki pengaruh terhadap cash
holding. Pernyataan tersebut didukung oleh Daher (2010) dan Ogundipe et. al. (2012)
yang menyatakan bahwa net working capital berpengaruh negatif terhadap cash
holding.

Pengaruh Cash Flow terhadap Cash Holding


Cash flow diukur dari jumlah operating cash flow dibagi dengan total assets.
Saat perusahaan menghasilkan cash in flow lebih besar dari pada cash out flow, dapat
dikatakan bahwa perusahaan tersebut dalam keadaan surplus sehingga perusahaan
semakin tidak bergantung pada pihak eksternal dalam penerbitan utang dikarenakan
ketika cash in flow tinggi maka cadangan kas yang ada dalam perusahaan akan
bertambah. Hal tersebut sejalan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa
perusahaan akan membuat kebijakan memegang kas dalam jumlah besar ketika
memiliki cash flow yang tinggi dikarenakan kecenderungan perusahaan untuk
menggunakan sumber dana internal dibandingkan sumber dana eksternal, karena ketika
cash flow mengalami peningkatan, manajer akan mengumpulkan kas tersebut yang
nantinya akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan atau dimanfaatkan
ketika terjadi kondisi yang tidak terduga. Pernyataan tersebut didukung penelitian
terdahulu oleh Shabbir, et all (2016) dan Sari & Ardian (2019) yang menyatakan bahwa
cash flow berpengaruh positif terhadap cash holding.

Pengaruh Cash Conversion Cycle terhadap Cash Holding


Cash conversion cycle (CCC) atau siklus konversi kas merupakan waktu yang
butuhkan perusahaan dimulai dari saat perusahaan melakukan pembelian bahan baku
sampai dengan perusahaan mengumpulkan uang kembali dari hasil penjualan barang
jadi. Perhitungan cash conversion cycle dimulai dengan menambahkan periode waktu
yang dibutuhkan perusahaan dalam proses pembelian persediaan kepada supplier (days
inventory) dengan periode proses penagihan piutang (days receivable) dan kemudian
dikurangkan dengan periode proses pelunasan utang kepada supplier (days payable).
Pecking order theory menunjukkan semakin pendek siklus konversi kas yang ada,
semakin baik bagi perusahaan karena perusahaan akan mendapatkan kas dalam bentuk
pendapatan dalam waktu yang lebih cepat. Sedangkan semakin lama siklus konversi kas
maka akan semakin rendah tingkat cash holding suatu perusahaan. Hal ini sejalan
dengan penelitian Marfuah dan Zulhilmi (2015) dan Suherman (2017) yang menyatakan
bahwa cash conversion cycle berpengaruh negatif dan signifikan terhadap cash holding.

Pengaruh Capital Expenditure Terhadap Cash Holding


Capital expenditure adalah pengeluaran secara periodik perusahaan dalam
bentuk aset tetap yang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan sepanjang periode
lebih dari satu tahun. Menurut pecking order theory, yang menyatakan bahwa
perusahaan akan menggunakan kas yang dimiliki untuk membiayai pengeluaran modal.
Sehingga perusahaan dengan tingkat pengeluaran modal yang tinggi, cenderung dibiayai
dengan kas, dan oleh karena itu kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan kas juga
berkurang. Capital expenditure seringkali digunakan untuk menghasilkan aset yang
dapat dijadikan jaminan, sehingga tingkat capital expenditure yang tinggi
mengkonsumsi lebih banyak kas. Ilustrasi tersebut mencerminkan adanya pengaruh
negatif variabel capital expenditure terhadap cash holding. Pernyataan tersebut
didukung penelitian terdahulu oleh Rehman and Wang (2015) dan Setyawan (2019)
yang menyatakan bahwa capital expenditure berpengaruh negatif terhadap cash
holding.
Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Cash Holding
Growth opportunity dapat dikatakan sebagai peluang investasi yang mungkin
didapatkan oleh suatu perusahaan. Perusahaan dengan growth opportunity
membutuhkan dana untuk membiayai investasinya. Dalam memenuhi kebutuhan
investasi tersebut, akan lebih baik bagi perusahaan untuk memegang kas lebih banyak
karena biaya yang dikenakan dari sumber pendanaan eksternal lebih tinggi daripada
sumber pendanaan internal. Sesuai dengan pecking order theory tersebut, maka growth
opportunity yang tinggi mendorong perusahaan membuat kebijakan dengan melakukan
penahanan kas yang lebih banyak guna membiayai kesempatan investasinya. Pernyataan
tersebut didukung penelitian terdahulu oleh Liestyasih & Wiagustini (2017) dan
Marfuah & Zulhilmi (2015) yang menyatakan bahwa growth opportunity berpengaruh
positif terhadap cash holding.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenisnya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari laporan keuangan tahunan perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2015 – 2019 melalui situs www.idx.co.id.
Populasi dari penelitian ini adalah 21 perusahaan dengan sampel 17 perusahaan
menggunakan teknik pengambilan sampel Quota Sampling. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak berpartisipasi, yaitu
observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian dengan cara tidak melibatkan
diri atau ikut serta langsung dalam kegiatan observasi yang menjadi objek pengamatan.
Teknik analisis dari penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel
melalui program Eviews 9.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel – variabel
penelitian yang terdiri dari net working capital, cash flow, cash conversion cycle,
capital expenditure, dan growth opportunity, dan cash holding.
Variabel Penelitian N Min Max Mean Standar Deviasi
Net Working Capital 85 -1.211770 0.844003 0.015641 0.370863
Cash Flow 85 -0.147293 0.914388 0.034806 0.113892
Cash Conversion Cycle 85 -108.6793 342.9664 124.5588 80.17243
Capital Expenditure 85 -0.482113 0.405069 -0.002333 0.093857
Growth Opportunity 85 -0.984153 0.718096 0.002538 0.250853
Cash Holding 85 0.003577 0.321198 0.081125 0.074123
Sumber : Hasil Output Eviews 9.0

X1 : dapat diketahui bahwa gambaran nilai net working capital pada perusahaan
sub sektor tekstil dan garmen dari periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata net working
capital sebesar 0.015641 atau 1.56% dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah
sebesar 0.370863 atau 37.09%. Standar deviasi 0.370863 menunjukan bahwa besarnya
penyimpangan data dari rata-rata sebesar 0.370863.
X2 : dapat diketahui bahwa gambaran nilai cash flow pada perusahaan sub
sektor tekstil dan garmen dari periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata cash flow sebesar
0.034806 dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah sebesar 0.113892. Standar
deviasi 0.113892 menunjukan bahwa besarnya penyimpangan data dari rata-rata sebesar
0.113892.
X3 : dapat diketahui bahwa gambaran nilai cash conversion cycle pada
perusahaan sub sektor tekstil dan garmen periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata cash
conversion cycle sebesar 124.56 hari dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah
sebesar 80.17 hari. Standar deviasi 80.17 menunjukan bahwa besarnya penyimpangan
data dari rata-rata sebesar 80.17.
X4 : dapat diketahui bahwa gambaran nilai capital expenditure pada perusahaan
sub sektor tekstil dan garmen periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata capital expenditure
sebesar -0.002333 dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah sebesar 0.093857.
Standar deviasi 0.093857 menunjukan bahwa besarnya penyimpangan data dari rata-rata
sebesar 0.093857.
X5 : dapat diketahui bahwa gambaran nilai growth opportunity pada perusahaan
sub sektor tekstil dan garmen periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata growth opportunity
sebesar 0.00254 atau 0.25% dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah sebesar
0.25085 atau 25.09%. Standar deviasi 0.25085 menunjukan bahwa besarnya
penyimpangan data dari rata-rata sebesar 0.25085.
Y : dapat diketahui bahwa gambaran nilai cash holding pada perusahaan sub
sektor tekstil dan garmen periode 2015-2019 yaitu nilai rata-rata cash holding sebesar
0.081125 atau 8.11% dengan standar deviasi yang dihasilkan adalah sebesar 0.074123
atau 7.41%. Standar deviasi 0.074123 menunjukan bahwa besarnya penyimpangan data
dari rata-rata sebesar 0.074123.

Uji Pemilihan Regresi Data Panel


Uji Chow / Likelihood Ratio Test (Common Effect/Fixed Effect)
Uji Chow bisa disebut dengan uji signifikansi Fixed Effect (Uji F). uji F disini
merupakan uji perbedaan dua model regresi untuk mengetahui model mana yang lebih
baik dalam uji data panel. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
data panel dengan metode fixed effect yang dapat mengetahui intersep berbeda waktu
lebih baik dari regresi model data panel tanpa variabel dummy atau model common
effect. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel output berikut ini :
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: DATA_POOLING
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 10.181453 (16,63) 0.0000
Cross-section Chi-square 108.542629 16 0.0000
Sumber: Output Eviews 9.0

Hipotesis penggunaan uji chow test yaitu :


H0 : Model mengikuti common effect
Ha : Model mengikuti fixed effect
Berdasarkan Tabel 4.20 Hasil Uji chow tersebut menunjukan bahwa uji F
signifikansi (p-value) 0,0000 < 0,05 sehingga H0 ditolak yang artinya model fixed effect
lebih baik dibandingkan dengan model common effect sehingga proses pemilihan model
terbaik untuk model regresi data panel masih perlu dilanjutkan dengan uji hausman
untuk mengetahui apakah model dari data panel mengikuti model fixed effect atau
random effect.

Uji Hausman (Fixed Effect/Random Effect)


Uji Hausman dilakukan sebagai pengujian statistik untuk memilih apakah model
fixed effect atau random effect yang paling tepat digunakan. Hasil uji hausman dapat
dilihat pada tabel output berikut ini :
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: DATA_POOLING
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 12.449640 5 0.0291
Sumber: Output Eviews 9.0

Hipotesis penggunaan uji hausman test yaitu :


H0 : Model mengikuti random effect
Ha : Model mengikuti fixed effect
Berdasarkan Tabel 4.21 Hasil Uji hausman tersebut menunjukan bahwa uji F
signifikansi (p-value) 0.0291 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya
model fixed effect lebih baik dibandingkan dengan model random effect sehingga proses
pemilihan model terbaik untuk model regresi data panel adalah fixed effect.

Persamaan Regresi Data Panel

Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect


Dependent Variable: CH?
Method: Pooled Least Squares
Date: 07/17/21 Time: 22:03
Sample: 2015 2019
Included observations: 5
Cross-sections included: 17
Total pool (balanced) observations: 85

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.917656 0.095065 9.652978 0.0000


NWC? -0.019212 0.008447 -2.274419 0.0264
CF? 0.049807 0.015403 3.233549 0.0019
CCC? -0.212407 0.070367 -3.018557 0.0037
CAPEX? -0.190908 0.075581 -2.525864 0.0141
GO? 0.356651 0.141399 2.522305 0.0142
Fixed Effects
(Cross)
_ARGO--C -0.252021
_BELL--C 0.248299
_ERTX--C 0.174220
_ESTI--C -0.058412
_HDTX--C -0.220972
_INDR--C -0.011746
_MYTX--C -0.730020
_POLY--C -0.290668
_PBRX--C 0.590498
_RICY--C 0.288723
_SRIL--C 0.790176
_SSTM--C -0.708376
_STAR--C -0.182710
_TFCO--C 0.401345
_TRIS--C 0.417384
_UNIT--C -0.410183
_CNTX--C -0.045538

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.791336 Mean dependent var 0.682881


Adjusted R-squared 0.721781 S.D. dependent var 0.502986
S.E. of regression 0.265308 Akaike info criterion 0.402277
Sum squared resid 4.434454 Schwarz criterion 1.034493
Log likelihood 4.903211 Hannan-Quinn criter. 0.656572
F-statistic 11.37715 Durbin-Watson stat 2.342262
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Output Eviews 9.0

Yit = 0.917656 − 0.252021ARGO + 0.248299BELL + 0.174220ERTX – 0.058412ESTI −


0.220972HDTX − 0.011746INDR − 0.730020MYTX – 0.290668POLY + 0.590498PBRX +
0.288723RICY + 0.790176SRIL – 0.708376SSTM − 0.182710 STAR + 0.401345TFCO +
0.417384TRIS – 0.410183UNIT − 0.045538CNTX − 0.019212NWC it + 0.049807CF it –
0.212407CCC it − 0.190908CAPEX it + 0.356651GO it + eit

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R𝟐)


R-squared 0.791336 Mean dependent var 0.682881
Adjusted R-squared 0.721781 S.D. dependent var 0.502986
Sumber: Output Eviews 9.0

Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar
0.721781. Hal ini menunjukan bahwa 72.18% perubahan variabel cash holding dapat
dijelaskan oleh variabel net working capital, cash flow, cash conversion cycle, capital
expenditure, dan growth opportunity, sedangkan sisanya 27.82% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi tingkat
cash holding.

Hasil Uji F
F-statistic 11.37715
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Output Eviews 9.0

Hasil uji F terlihat bahwa nilai Fhitung sebesar 11.37715. Nilai Ftabel pada taraf
signifikansi 0,05 dengan df1 (jumlah variabel-1) = 6-1 = 5 dan df2 (n-k-1) = 85-5-1
=79, diperoleh nilai Ftabel 2,33. Jika dibandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel maka Fhitung
> Ftabel (11.37715 > 2,33) dengan nilai probabilitas 0.000000 < 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara net working capital, cash flow, cash conversion cycle, capital expenditure, dan
growth opportunity terhadap cash holding.

Hasil Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.917656 0.095065 9.652978 0.0000


NWC? -0.019212 0.008447 -2.274419 0.0264
CF? 0.049807 0.015403 3.233549 0.0019
CCC? -0.212407 0.070367 -3.018557 0.0037
CAPEX? -0.190908 0.075581 -2.525864 0.0141
GO? 0.356651 0.141399 2.522305 0.0142
Sumber: Output Eviews 9.0

PEMBAHASAN
Pengaruh Net Working Capital Terhadap Cash Holding
Berdasarkan hasil pengujian dalam uji-t (parsial) dapat diketahui bahwa net
working capital berpengaruh negatif signifikan terhadap cash holding. Net working
capital mampu berperan sebagai substitusi terhadap cash holding perusahaan. Hal ini
dikarenakan kemudahan dalam mengubahnya ke dalam bentuk kas saat perusahaan
memerlukannya. Perusahaan yang memiliki net working capital dalam jumlah besar
maka dapat dipastikan perusahaan tersebut memiliki ketersediaan kas yg cukup besar
pula, sehingga perusahaan tidak akan melakukan penahanan kas (cash holding) dalam
jumlah besar. Sesuai dengan trade-off theory, menyatakan bahwa perusahaan akan lebih
mengguanakan hutang dan menyimpan kas untuk mendapatkan keuntungan namun
ketika jumlah utang sudah terlalu banyak dan modal kerja bersih negatif maka
perusahaan akan menghentikan utang dan menggunakan kas dalam kegiatan
operasionalnya.

Pengaruh Cash Flow Terhadap Cash Holding


Berdasarkan hasil pengujian dalam uji-t (parsial) dapat diketahui bahwa cash
flow berpengaruh positif signifikan terhadap cash holding. Cash flow diukur dari jumlah
operating cash flow dibagi total assets. Saat perusahaan menghasilkan cash in flow lebih
besar daripada cash out flow, dapat dikatakan bahwa perusahaan mengalami surplus
sehingga perusahaan semakin tidak bergantung pada pihak eksternal dalam penerbitan
utang dikarenakan ketika cash in flow tinggi maka cadangan kas yang ada dalam
perusahaan juga akan bertambah. Hal tersebut sejalan dengan pecking order theory yang
menyatakan bahwa perusahaan akan memegang kas dalam jumlah besar ketika memiliki
cash flow yang tinggi dikarenakan kecenderungan perusahaan untuk menggunakan
sumber dana internal dibandingkan sumber dana eksternal.

Pengaruh Cash Conversion Cycle Terhadap Cash Holding


Berdasarkan hasil pengujian dalam uji-t (parsial) dapat diketahui bahwa cash
conversion cycle berpengaruh negatif signifikan terhadap cash holding. Pecking order
theory menunjukkan struktur pendanaan perusahaan dimana diasumsikan perusahaan
lebih menyukai sumber dana internal. Penggunaan dana internal yaitu cash holding
memudahkan perusahaan dalam membiayai kegiatan investasi perusahaan sedangkan
dana eksternal memakan biaya yang cukup banyak bagi perusahaan. Secara teori,
semakin pendek siklus konversi kas yang diperlukan, semakin baik bagi perusahaan
karena perusahaan akan mendapatkan kas dalam bentuk pendapatan dalam waktu yang
lebih cepat. Sedangkan semakin lama siklus konversi kas maka semakin rendah tingkat
cash holding perusahaan.

Pengaruh Capital Expenditure Terhadap Cash Holding


Berdasarkan hasil pengujian dalam uji-t (parsial) dapat diketahui bahwa capital
expenditure berpengaruh negatif signifikan terhadap cash holding. Pengaruh negatif ini
sejalan dengan dengan prediksi dari pecking order theory yang menyatakan bahwa
perusahaan akan menggunakan kas yang dimiliki untuk membiayai pengeluaran modal.
Sehingga perusahaan dengan tingkat pengeluaran modal yang tinggi, cenderung dengan
dibiayai dengan kas, dan oleh karena itu kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan
kas juga berkurang. Capital expenditure sering kali digunakan untuk menghasilkan aset
yang dapat dijadikan sebagai jaminan, sehingga tingkat capital expenditure
mengkonsumsi lebih banyak kas. Ilustrasi tersebut mencerminkan adanya pengaruh
negatif variabel capital expenditure terhadap cash holding.

Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Cash Holding


Berdasarkan hasil pengujian dalam uji-t (parsial) dapat diketahui bahwa growth
opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap cash holding. Perusahaan dengan
growth opportunity membutuhkan dana untuk membiayai investasinya. Dalam
memenuhi kebutuhan investasi tersebut, akan lebih baik bagi perusahaan untuk
memegang kas lebih banyak karena biaya yang dikenakan dari sumber pendanaan
eksternal lebih tinggi daripada sumber pendanaan internal. Sesuai dengan pecking order
theory tersebut, maka growth opportunity yang tinggi akan mendorong perusahaan
untuk membuat kebijakan dengan menahan kas lebih banyak guna membiayai
kesempatan investasinya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dari pembahasan yang telah diuraikan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Net working capital, cash flow, cash conversion cycle, capital expenditure, dan
growth opportunity berpengaruh secara simultan terhadap cash holding. Artinya
ketika terjadi perubahan working capital, cash flow, cash conversion cycle,
capital expenditure, dan growth opportunity maka akan menyebabkan
perubahan terhadap cash holding.
2. Net working capital berpengaruh negatif signifikan terhadap cash holding.
Artinya jika net working capital turun maka cash holding akan semakin tinggi,
sebaliknya jika net working capital naik maka cash holding semakin rendah.
3. Cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap cash holding. Artinya jika
cash flow naik maka cash holding akan semakin tinggi, sebaliknya jika cash
flow turun maka cash holding semakin rendah.
4. Cash conversion cycle berpengaruh negatif signifikan terhadap cash holding.
Artinya semakin lama cash conversion cycle, maka semakin rendah tingkat cash
holding, sebaliknya semakin cepat cash conversion cycle maka semakin tinggi
tingkat cash holding.
5. Capital expenditure berpengaruh negatif dan signifikan terhadap cash holding.
Artinya jika capital expenditure turun maka cash holding akan semakin tinggi,
sebaliknya jika capital expenditure naik maka cash holding semakin rendah.
6. Growth opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap cash holding.
Artinya jika growth opportunity naik maka cash holding akan semakin tinggi,
sebaliknya jika growth opportunity turun maka cash holding semakin rendah.

Saran
Saran Bagi Perusahaan
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa net working capital berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap cash holding. Maka perusahaan disarankan untuk melakukan
pengelolaan terhadap aktiva lancar dan hutang lancar agar tercapainya
keseimbangan antara laba dan risiko. Sehingga perusahaan bisa menetapkan
tingkat cash holding secara optimal.
2. Hasil penelitian menunjukan bahwa cash flow berpengaruh positif dan signifikan
terhadap cash holding. Maka untuk meningkatkan cash holding perusahaan
disarankan untuk meningkatkan arus kas dari laba operasional, seperti
menambah penjualan secara tunai dan mengurangi biaya operasional.
3. Hasil penelitian menunjukan bahwa cash conversion cycle berpengaruh negatif
signifikan terhadap cash holding. Maka perusahaan disarankan untuk
memperbaiki pola manajemen yang diterapkan pada penyimpanan inventori,
waktu penagihan piutang dan pembayaran hutangnya.
4. Hasil penelitian menunjukan bahwa capital expenditure berpengaruh negatif
signifikan terhadap cash holding. Maka perusahaan disarankan untuk mengatur
pembelanjaan modal dengan cara membuat perencanaan anggaran yang tepat
dan pola pikir panjang sebelum melakukan pembelanjaan modal sehingga
tingkat cash holding tidak menurun drastis.
5. Hasil penelitian menunjukan bahwa growth opportunity berpengaruh positif dan
signifikan terhadap cash holding. Maka perusahaan disarankan untuk
meningkatkan pertumbuhan penjualan dengan strategi pemasaran yang tepat dan
pengelolaan arus kas yang baik sehingga ditandai dengan peningkatan laba yang
akan menambah jumlah saldo cash holdings.
Saran Bagi Investor
Untuk pihak investor agar lebih memperhatikan faktor net working capital, cash
flow, cash conversion cycle, capital expenditure, dan growth opportunity yang pada
penelitian ini mempunyai pengaruh signifikan terhadap cash holding. Artinya pihak
investor harus berhati-hati dalam memilih perusahaan untuk berinvestasi guna
mendapatkan keuntungan investasi yang maksimal, salah satunya dengan cara melihat
tingkat cash holding perusahaan sebagai pertimbangan sebelum berinvestasi.

Saran Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel independen lain yang
kemungkinan memengaruhi cash holding perusahaan misalnya leverage, bank
involvement, dividen payment dan lain-lain. Penelitian selanjutnya diharapkan
menambah waktu pengamatan yang lebih panjang agar dapat melihat kecenderungan
yang terjadi dalam jangka panjang dan disarankan untuk menggunakan sektor lain
seperti sektor manufaktur, perdagangan, jasa dan investasi, pertambangan, transportasi
dan lainlain.

DAFTAR PUSTAKA
Anjum, S., & Malik, Q. A. (2013). Determinants of Corporate Liquidity - An Analysis
of Cash Holdings. IOSR Journal of Business and Management, 7(2), 94–100.
https://doi.org/10.9790/487x-07294100
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2019). Manajemen Keuangan. In 1 (8th ed.).
Erlangga. https://doi.org/10.31227/osf.io/kdtfj
Cahyati, E. N., Suhendro, S., & Masitoh, E. (2020). Pengaruh Net Working Capital,
Leverage Dan Agresivitas Pajak Terhadap Cash Holding. Proseding Seminar
Nasional Akuntansi, 2(1), 6.
Christina, Y. T., & Ekawati, E. (2014). Excess Cash Holdings Dan Kepemilikan
Institusional Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei. Jurnal
Manajemen, Strategi Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(1), 1–10.
https://doi.org/10.24843/MATRIK:JMBK
Jinkar, R. T. (2013). Analisa Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Cash Holding
Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Mini Economica, Edisi 42, 129–146.
Joshi, H. (2019). Cash holding or Net Debt, What is Relevant for Indonesian Firms?
The South East Asian Journal of Management, 13(1), 18–36.
https://doi.org/10.21002/seam.v13i1.10566
Keown, Arthur, J., & Martin, J. D. (2011). Manajemen Keuangan: Prinsip dan
Penerapan (10th ed.). Indeks.
Liestyasih, L. P. E., & Wiagustini, L. P. (2017). PENGARUH FIRM SIZE DAN
GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP CASH HOLDING DAN FIRM
VALUE Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana , Bali , Indonesia
PENDAHULUAN Menurut pandangan manajemen keuangan mengoptimalkan
nilai perusahaan merupakan tujuan utama dari. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Udayana, 6(10), 3607–3636.
Marfuah, & Zulhilmi, A. (2015). Pengaruh Growth Opportunity, Net Working Capital,
Cash Conversion Cycle Dan Leverage Terhadap Cash Holding Perusahaan.
Optimum: Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 5(1), 32.
https://doi.org/10.12928/optimum.v5i1.7819
Mugumisi, N., & Mawanza, W. (2014). Corporate Cash Holding Under Liquidity
Crisis : A Panel Analysis of Zimbabwean Firms. The Internationl Journal’s
Research Journal of Economics and Business Studies, 03(3), 66–76.
Riyanto, B. (2010). Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan (4th ed.). BPFE.
Syarief, E., & Wilujeng, I. P. (2009). Cash Conversion Cycle dan Hubungannya dengan
Ukuran Perusahaan , Profitabilitas dan Manajemen Modal Kerja. Jurnal Ekonomi
Bisnis, 14(1), 1–11.
Tampubolon, M. (2013). Manajemen Keuangan. Ghalia Indonesia.
Ujiyantho, M. A., & Pramuka, B. A. (2007). MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE, MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN. In
Oxford Encyclopedia of Business and Management, 84–97.
William, W., & Fauzi, S. (2013). Analisis Pengaruh Growth Opportunity, Net Working
Capital, Dan Cash Conversion Cycle Terhadap Cash Holdings Perusahaan Sektor
Pertambangan. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan, 1(2), 14877.

Anda mungkin juga menyukai