Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Esensi Estimasi Biaya


Estimasi dalam arti luas hakikatnya adalah menilai atau memperkirakan suatu nilai
melalui analisis perhitungan yang berlandaskan pada pengalaman. Bila dikaitkan dengan
biaya, estimasi pada dasarnya merupakan upaya menduga kemungkinan jumlah biaya yang
diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan pada informasi yang tersedia pada waktu
itu. Dengan demikian, perkiraan biaya dapat mempunyai pengertian sebagai berikut :
- Perkiraan biaya yaitu melihat, memperhitungkan, dan mengadakan perkiraan atas hal-
hal yang akan terjadi selanjutnya.
- Analisis biaya juga dapat berarti pengkajian dan pembahasan biaya yang pernah ada
yang digunakan sebagai informasi yang penting.

Estimasi biaya proyek (project cost estimating) memiliki esensi untuk beberapa
tujuan seperti penentuan kelayakan ekonomi suatu proyek, evaluasi beberapa alternatif
proyek, perencanaan anggaran proyek, dan penyediaan biaya proyek awal serta
pengendalian jadwal proyek. Dalam proses konstruksi, estimasi meliputi banyak hal yang
mencakup bermacam esensi atau kebutuhan dan kepentingan bagi berbagai strata
manajemen dalam organisasi dan pemangku kepentingan (stake-holder) yaitu :
1. Bagi pemilik (owner), hasil estimasi digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan
biaya investasi modal yang harus ditanam dalam sebuah investasi;
2. Bagi konsultan, hasil estimasi digunakan sebagai alat bantu untuk menetapkan kelayakan
rancangan yang akan di rencanakan;
3. Bagi kontraktor, hasil estimasi digunakan untuk menyusun harga pada penawaran
pelelangan, dan memperkirakan keuntungan yang akan didapat;
4. Bagi proses pelaksanaan konstruksi, hasil estimasi digunakan pada umumnya ditujukan
untuk memperkirakan nilai pembiayaan suatu proyek (bukan biaya tepat) yang harus
dibelanjakan.

Untuk banyak hal, estimasi biaya konstruksi juga sangat dibutuhkan oleh berbagai
pihak dalam menetapkan standar dan spesifikasi pada rancangan mutu yang dapat
dilaksanakan pada pembangunan sebuah proyek konstruksi.


 
1.2 Estimasi Biaya Berdasarkan Siklus Proyek Konstruksi
Pekerjaan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang panjang
dan didalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan. Kegiatan konstruksi
terdiri dari sejumlah rangkaian yang berurutan dan saling berkaitan. Biasanya rangkaian
tersebut dinamakan siklus proyek. Siklus tersebut dimulai dari lahirnya suatu gagasan karena
kebutuhan (need), pemikiran kemungkinan dapat dilaksanakan (feasibility study),
penuangan dalam bentuk rancangan awal (preliminary design), pembuatan rancangan yang
lebih rinci (detail design). Tahap selanjutnya adalah memilih calon pelaksana
(procurement), kemudian pelaksanaan pembangunan di lokasi yang telah disediakan
(construction), dan pada akhirnya persiapan dan penggunaan bangunan (operation). Seluruh
rangkaian siklus akan berakhir dengan berakhirnya umur layanan bangunan (service life)
yang ditandai dengan kegiatan penghancuran/pembongkaran (disposal). Skema siklus
proyek diperlihatkan dalam Gambar 1.1.

Ide/gagasan

Studi 
Penghancuran
kelayakan 

Operasional &  Rancangan 
pemeliharaan awal

Rancangan 
Konstruksi
rinci

Pelelangan

Gambar 1.1 Siklus Proyek Konstruksi

Proses estimasi biaya konstruksi berdasarkan masing-masing siklus proyek


konstruksi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap konseptual/gagasan atau kebutuhan (need)
Tahap ini adalah tahap yang paling awal yang lahir karena ada kebutuhan akan bangunan
yang memunculkan gagasan untuk membangun. Pada fase ini juga perlu dihitung


 
estimasi biaya paling awal dengan cara ancar-ancar yang didasarkan pada penilaian dan
pengalaman terhadap proyek konstruksi terdahulu. Perkiraan biaya juga bisa
dilaksanakan dengan harga standar yang ditetapkan oleh suatu instansi (misalnya harga
per-m2, per-m3, dan lain-lain). Estimasi biaya konstruksi ini diperlukan oleh pemilik
proyek untuk landasan berpikir tahap awal terhadap keputusan melanjutkan atau
membatalkan kegiatan proyek pada tahap selanjutnya.
2. Tahap studi kelayakan (feasibility study)
Tahap ini adalah tahap menentukan keputusan layak atau tidaknya dibangun suatu
proyek dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Dalam praktiknya, aspek finansial
sering menjadi penentu, terutama pada proyek konstruksi untuk kepentingan investasi.
Perkiraan biaya (cost) lazimnya memperhitungkan sejumlah komponen, mulai dari
proses penyediaan lahan, perencanaan dan pelaksanaan konstruksi, dan biaya lainnya
setelah bangunan dioperasionalkan. Pada tahap ini estimasi juga dilakukan untuk
menentukan besarnya nilai manfaat (benefit) yang akan diperoleh dari hasil
pembangunan tersebut sampai dengan berakhirnya umur layanan bangunan.
Pertimbangan kelayakan didasarkan pada besarnya jumlah biaya dan manfaat yang
diperoleh. Jika dalam analisa nilai manfaat lebih besar dari biaya, maka suatu konstruksi
disebut layak dibangun, demikian pula sebaliknya.
3. Tahap perencanaan (design)
Proses perencanaan umumnya dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu tahap pra- rencana
atau rancangan awal (preliminary design) dan tahap rancangan terperinci (detail design).
a. Tahap pra-rencana atau rancangan awal (preliminary design) merupakan tahap
penentuan rancangan konsep bangunan, baik berupa konsep arsitektur, struktur,
mekanikal, dan elektrikal. Produk rancangan yang dihasilkan adalah berupa gambar
rancangan bentuk dan penempatan (layout) konstruksi bangunan. Gambar-gambar
tersebut terdiri dari rencana tata letak (site plan), denah, tampak dan potongan,
sebagai representasi hal-hal pokok dari konsep arsitektur. Rencana struktur utama
(seperti kolom, balok dan pondasi) dan rencana mekanikal/elektrikal belum
dijabarkan dalam gambar, namun baru dijelaskan dalam pilihan-pilihan untuk
ditindak-lanjuti pada tahap perencanaan detail. Estimasi biaya pada tahap ini dapat
dilakukan dengan pendekatan estimasi menurut elemen konstruksi berdasarkan
persentase alokasi biaya tiap komponen bangunan, seperti untuk struktur pondasi,
struktur bangunan, arsitektur, konstruksi atap, dan lain-lain.


 
b. Tahap rancangan rinci (detail design) merupakan tindak-lanjut hasil rancangan awal.
Rancangan rinci dilakukan dengan menganalisis secara rinci seluruh aspek desain,
baik arsitektur, struktur, mekanikal, dan elektrikal. Seluruh komponen bangunan
telah direncanakan dengan dimensi dan spesifikasi yang jelas. Tahap ini setidaknya
menghasilkan tiga produksi yang terdiri dari gambar, spesifikasi teknis, dan rencana
anggaran biaya. Gambar-gambar rencana dan gambar-gambar detail telah tersedia
untuk seluruh komponen bangunan secara terperinci dan dapat dibaca ukuran serta
dimensi dari masing-masing elemen konstruksi. Dengan demikian, daftar pekerjaan
dan volume pekerjaan sudah dapat dianalisis secara rinci pula. Proses estimasi biaya
konstruksi pada tahap ini sudah dianalisis lebih akurat berdasarkan volume pekerjaan
dan harga satuan pekerjaan. Untuk analisis harga satuan, pada bangunan-bangunan
milik pemerintah ditentukan berdasarkan analisis standar harga satuan pekerjaan dari
Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini ditetapkan oleh instansi teknis
pemerintah seperti Kementerian Pekerjaan Umum. Proses estimasi biaya pada tahap
ini lazimnya dilaksanakan oleh konsultan perencana dengan produk berupa estimasi
konsultan atau lebih lazim dikenal dengan Engineering Estimate (EE).
4. Tahap proses memilih calon pelaksana atau pelelangan (procurement)
Tahap ini sangat menentukan suksesnya pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi.
Proses pemilihan ditentukan oleh penilaian terhadap kualifikasi perusahaan, dan evaluasi
terhadap penawaran yang diajukan terkait dengan aspek administratif, aspek teknis, dan
aspek biaya yang ditawarkan. Pada tahap ini, kontraktor yang menjadi peserta lelang
menyusun sebuah estimasi biaya sebagai dasar dalam penentuan harga penawaran.
Estimasi ini juga termasuk dalam kategori estimasi rinci yang disusun setelah
mempelajari dokumen pelelangan, terutama desain oleh konsultan perencana berupa
bestek dan gambar bestek. Kontraktor menganalisis dengan memperhitungkan sejumlah
faktor seperti kondisi lokasi kerja, metode pelaksanaan, ketersediaan stok material
tertentu, dan berbagai faktor lainnya. Untuk pembanding pada evaluasi penawaran biaya,
pemilik pekerjaan (owner) perlu menyiapkan perkiraan biaya tersendiri. Estimasi
anggaran biaya ini lazim disebut dengan Owner Estimate (OE) atau dalam istilah
pelelangan pemerintah dinamakan dengan Harga Perhitungan Sendiri (HPS). Biaya OE
atau HPS ini dianalisis oleh tim panitia yang didasarkan pada analisis hasil Engineer
Estimate (EE). Untuk bangunan milik pemerintah, harga yang digunakan dalam OE
(khususnya untuk material, tenaga kerja, dan peralatan) harus dipastikan tidak melebihi


 
standar harga di wilayah tersebut yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, seperti
oleh gubernur atau bupati/walikota. Untuk kasus konstruksi yang menggunakan material
atau peralatan tertentu yang tidak termasuk dalam standar tersebut, maka referensi harga
yang digunakan lazimnya merujuk pada harga pasar untuk wilayah dimana bangunan
akan dibangun.
5. Tahap pelaksanaan konstruksi (construction)
Pada tahap pelaksanaan konstruksi, kontraktor menyusun estimasi Rencana Anggaran
Pelaksanaan (RAP). Estimasi ini didasarkan pada analisis kebutuhan biaya untuk
keperluan penyediaan material, tenaga kerja, dan peralatan dari tiap komponen
konstruksi. Pada estimasi ini, komponen biaya tidak langsung seperti overhead dan profit
dikeluarkan dari analisis. Dalam penyusunan estimasi, kontraktor terlebih dahulu
menyiapkan gambar kerja atau lazim disebut shop drawing. Gambar ini lebih
memperjelas gambar rencana yang dibuat konsultan perencana dengan merinci lebih
lanjut tiap komponen yang terdapat di suatu pekerjaan sebagai acuan bagi tenaga kerja
di lapangan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu,
suatu kontraktor dapat menggunakan sub-kontraktor atau pemasok (supplier). Besarnya
anggaran untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut dianalisis menggunakan estimasi sub-
kontraktor/pemasok. Estimasi tersebut disiapkan oleh tiap sub-kontraktor atau pemasok
sebagai dasar penawaran harga pada pihak kontraktor utama.
Terkait dengan proses penilaian kemajuan pekerjaan, kontraktor secara periodik dalam
kurun waktu tertentu (harian, mingguan, atau bulanan) juga menyiapkan analisis
estimasi biaya kemajuan pekerjaan. Estimasi ini dibuat sesuai dengan jumlah volume
pekerjaan yang telah diselesaikan dalam kurun waktu tersebut. Jumlah biaya yang
diperoleh menjadi dasar bagi penentuan bobot pekerjaan yang telah diselesaikan (work
progress) dan menilai prestasi kerja kontraktor. Nilai estimasi ini juga akan menjadi
dasar bagi kontraktor dalam mengajukan permintaan pembayaran (request for payment)
pada pemilik pekerjaan (owner).
Dalam praktiknya, pelaksanaan penyelesaian suatu konstruksi sering menemui
perubahan atau penyesuaian-penyesuaian terhadap satu atau beberapa komponen
konstruksi. Perubahan tersebut merupakan akibat kebutuhan atau permintaan pemilik,
ketidak-telitian atau kesalahan dalam dokumen kontrak, juga dimungkinkan akibat
perubahan kondisi lokasi proyek. Perubahan tersebut umumnya menyebabkan lingkup
pekerjaan dalam bentuk penambahan atau pengurangan atau keduanya secara


 
bersamaan. Perubahan lingkup pekerjaan tersebut lazim disebut dengan pekerjaan
tambah-kurang atau Contractual Change Order (CCO). Dengan perubahan-perubahan
tersebut, pada akhirnya diperlukan estimasi biaya pekerjaan tambah kurang untuk
menjadi dasar perubahan (adendum) kontrak kerja.
6. Tahap persiapan dan penggunaan bangunan (operational)
Pada tahap persiapan sebelum serah terima pertama atau Provisional Hand Over (PHO),
penggunaan bangunan perlu diuji untuk memastikan berfungsinya seluruh komponen
utilitas yang tersedia pada bangunan tersebut, sebagai contoh pada komponen plumbing
dan elektrikal. Biaya yang diperlukan untuk kegiatan tersebut merupakan bagian dari
jumlah kontrak yang diterima kontraktor. Kontraktor masih memiliki kewajiban untuk
memelihara seluruh fungsi bangunan dalam waktu tertentu sebelum bangunan dialihkan
sepenuhnya pada pemilik pada serah terima kedua atau Final Hand Over (FHO).
Pada tahap penggunaan bangunan, jumlah biaya yang dibutuhkan diestimasi untuk dua
komponen utama biaya, yaitu biaya operasional dan biaya pemeliharaan bangunan.
Biaya operasional diestimasi untuk memastikan berjalannya fungsi utilitas bangunan,
seperti kebutuhan listrik dan air bersih. Untuk biaya pemeliharaan, estimasi dilakukan
terkait dengan kebutuhan biaya pada pemeliharaan secara rutin (periode singkat) dan
berkala (periode lebih panjang) agar bangunan tetap dalam kondisi baik seperti semula.
Jumlah biaya tersebut telah menjadi tanggung jawab pemilik bangunan.
7. Tahap penghancuran/pembongkaran (disposal)
Suatu bangunan direncanakan untuk berfungsi dalam kurun waktu tertentu yang dikenal
dengan umur layanan (service life) bangunan. Lamanya umur layanan tersebut dapat
bervariasi sesuai dengan jenis dan fungsi bangunan. Sebagai contoh, bangunan-
bangunan monumental dapat memiliki umur layanan di atas 100 tahun. Atau sebaliknya,
bangunan hunian sementara (shelter) yang dibangun pasca bencana umumnya hanya
digunakan dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun. Bangunan yang telah mencapai umur
layanannya dapat dipertimbangkan untuk dihancurkan atau dibongkar bila fungsi
bangunan tersebut telah terpenuhi dan tidak diperlukan lagi. Hal ini dimaksudkan agar
bangunan yang merupakan aset tidak memberi tambahan beban biaya bila terus-menerus
dipertahankan. Proses penghancuran bangunan akan membutuhkan biaya terkait dengan
pekerjaan penghancuran itu sendiri, sekaligus memindahkan material sisa bongkaran. Di
samping menilai besarnya biaya, proses estimasi pada tahap ini juga dilakukan untuk
menilai besarnya nilai sisa (salvage value) yang masih dimiliki bangunan.


 
BAB II
ESTIMASI BIAYA PROYEK KONSTRUKSI

2.1 Definisi
Pemahaman estimasi biaya perlu diawali dengan mengetahui definisi dari kedua kata
tersebut. Merujuk pada sejumlah literatur, estimasi biaya didefinisikan sebagai berikut :
Estimasi (estimation) adalah prediksi atau perkiraan sumber daya (yaitu, waktu, biaya,
bahan, dan lain-lain) yang diperlukan untuk penyelesaian suatu kegiatan sesuai ruang
lingkup yang disepakati (yaitu, untuk investasi, aktivitas, proyek, dan lain-lain).
Estimasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pengumpulan informasi
yang tersedia dan relevan yang berkaitan dengan ruang lingkup proyek, konsumsi
sumber daya yang diharapkan, dan perubahan biaya sumber daya di masa depan.
Proses ini melibatkan sintesis informasi ini melalui proses visualisasi proses
membangun secara mental untuk proyek tersebut. Visualisasi ini secara mental
diterjemahkan ke dalam perkiraan biaya akhir.
Biaya (cost) dalam konteks pengendalian dan akuntansi proyek merupakan jumlah nilai
yang diukur dalam suatu nilai mata uang, dalam bentuk pengeluaran uang tunai atau
kewajiban yang timbul, dengan mempertimbangkan barang dan/atau jasa yang
diterima. Bila dihubungkan dengan konteks manajemen biaya total (total cost
management), biaya mencakup setiap investasi sumber daya dalam aset strategis
termasuk sumber daya waktu, moneter, manusia, dan fisik.
Estimasi biaya (cost estimation) dapat definisikan sebagai proses memperkirakan
kebutuhan anggaran untuk penyelesaian sebuah proyek. Pada sebuah proyek
konstruksi, estimasi dilakukan untuk menentukan kemungkinan perkiraan biaya yang
perlu disediakan. Biaya yang akan diperkirakan meliputi seluruh sumber daya yang
dibutuhkan untuk penyelesaian proyek tersebut. Sumber daya tersebut dapat berupa
material, tenaga kerja, peralatan, fasilitas proyek, layanan jasa tertentu, sampai dengan
perkiraan terhadap sejumlah aspek risiko proyek seperti inflasi dan kontingensi.

Estimasi biaya diperlukan untuk sejumlah alasan, yaitu :


a. Keperluan studi kelayakan;
b. Memilih sejumlah alternatif desain;
c. Menentukan pilihan dari beberapa alternatif investasi;
d. Menilai kepantasan pendanaan;
e. Menyiapkan penawaran pada proses tender.

Hasil estimasi yang baik membutuhkan sejumlah informasi yang dikumpulkan


sebelum proses estimasi dilakukan. Secara umum, informasi yang diperlukan tersebut terkait
dengan :
 Pengalaman terbaru pada lingkup pekerjaan yang serupa;
 Referensi terkait dengan objek yang akan dinilai;
 Hasil survei pasar dan industri;
 Pemahaman terkait proses pelaksanaan pekerjaan;
 Penggunaan aplikasi berupa perangkat lunak dan basis data (database);
 Wawancara dengan para estimator ahli.

2.2 Cost Estimator


Cost estimator adalah seseorang yang berprofesi dengan keahlian khusus dalam
pembuatan anggaran biaya suatu proyek. Seorang estimator tidak hanya mampu melakukan
kuantifikasi atas semua yang disajikan dalam gambar kerja dan spesifikasi, akan tetapi juga
harus mampu mengantisipasi semua kegiatan konstruksi yang akan terjadi. Penaksir biaya
juga turut membantu dalam evaluasi ekonomi proyek-proyek potensial dengan mendukung
pengembangan anggaran proyek, persyaratan sumber daya proyek, dan rekayasa nilai.
Mereka juga mendukung kontrol proyek dengan memberikan masukan untuk acuan data
(baseline) pengendalian biaya. Estimator mengumpulkan dan menganalisis data pada
semua faktor yang dapat mempengaruhi biaya proyek seperti: bahan, peralatan, tenaga
kerja, lokasi, durasi proyek, dan persyaratan proyek lainnya. Sebelum menentukan
keputusannya seorang estimator harus melakukan analisis terhadap semua faktor yang
berhubungan dengan proyek.
Seorang estimator harus memenuhi kualifikasi tertentu sebagai personil yang akan
melakukan kegiatan estimasi. Kualifikasi seorang estimator dapat ditentukan oleh sejumlah
kompetensi, seperti hal-hal berikut ini :
1. Kemampuan menginterpretasikan gambar konstruksi
Estimator mampu memvisualisasikan proyek melalui berbagai fase konstruksinya.
Gambar kerja dan spesifikasi tidak dapat mencerminkan metode konstruksi dan seluruh
proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek, melainkan hanya menyatakan
hasil akhir yang diharapkan dari proses konstruksi. Selain itu, estimator harus dapat
meramalkan masalah, seperti penempatan peralatan atau penyimpanan bahan,
kemudian mengembangkan solusi dan menentukan biaya yang diperkirakan.
2. Pengalaman pada pekerjaan konstruksi
Pengalaman yang dimiliki oleh seorang estimator akan memberikan pemahaman yang
memadai terhadap kondisi pekerjaan, termasuk metode penanganan material pada
pekerjaan, metode konstruksi yang paling ekonomis, dan produktivitas tenaga kerja.
Dengan pengalaman ini, estimator akan dapat memvisualisasikan konstruksi proyek
untuk menghasilkan akurasi estimasi yang baik.
3. Pengetahuan tentang operasional proyek
Seorang estimator yang memiliki pemahaman tentang operasional proyek akan dapat
memahami lingkup pekerjaan pada suatu proyek serta faktor pendukung yang
dibutuhkan untuk penyelesaian proyek tersebut. Pengetahuan terkait operasiona sangat
terkait dengan pengalaman maupun kajian yang pernah dilakukan pada sejumlah
pekerjaan atau proyek yang telah pernah diselesaikan.
4. Memiliki basis data dan informasi tentang biaya
Estimator dituntut memiliki referensi yang cukup mengenai seluruh aspek pembiayaan
sebuah proyek, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja, material, peralatan, dan
overhead proyek. Data tersebut harus selalu terdokumentasi dengan baik dan secara
rutin terus diperbaharui (updating) agar tetap relevan digunakan pada estimasi untuk
proyek-proyek yang akan datang.
5. Pemahaman pengoperasian perangkat aplikasi komputer
Saat ini, seluruh proses estimasi dapat dikatakan telah dilakukan dengan bantuan
perangkat komputasi. Kemampuan ini dibutuhkan agar proses estimasi dapat
diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang tinggi. Sejumlah
aplikasi database telah digunakan untuk proses penyimpan atau pengelolaan data. Di
samping itu, untuk keperluan kalkulasi atau analisis dapat dilakukan menggunakan
aplikasi olah data (spreadsheet). Saat ini juga telah tersedia sejumlah perangkat lunak
yang ditujukan khusus untuk estimasi biaya.
6. Kemampuan bekerja sesuai tenggat waktu
Seorang estimator lazim bekerja dalam kondisi ‘under pressure’ untuk memenuhi
target pekerjaan dalam waktu yang terbatas. Kondisi ini umumnya muncul pada saat
menyiapkan estimasi untuk kepentingan tender. Estimator dituntut dapat menyesuaikan
alokasi waktu yang tersedia dengan beban kerja yang tinggi.
7. Kemampuan pelaporan dan presentasi yang baik
Pelaporan merupakan bentuk komunikasi yang menjembatani proses analisis teknis dan
proses pengambilan keputusan. Presentasi merupakan upaya mengkomunikasikan apa
yang ditawarkan, apa yang termasuk dalam penawaran, dan hal-hal lain yang menjadi
perhatian bagi pihak manajemen baik proyek maupun perusahaan dalam pengambilan
keputusan.

2.3 Proses Estimasi


Proses estimasi dibuat berdasarkan pada sejumlah informasi yang tersedia pada saat
estimasi tersebut dibuat. Proses estimasi dapat meliputi sejumlah aktivitas seperti
menganalisis, mengukur, atau menentukan harga. Proses estimasi dipersiapkan sebelum
suatu proyek dilaksanakan, sehingga sejumlah kajian awal perlu dilakukan pada sejumlah
dokumentasi perencanaan proyek yang telah dibuat. Estimasi biaya dibuat oleh seorang
estimator yang secara umum memiliki kompetensi dalam memvisualisasikan proyek dan
menentukan biaya secara akurat.
Proses estimasi membutuhkan sejumlah masukan (input), serta alat dan teknik (tools
and techniques), untuk menghasilkan sejumlah bentuk luaran (output). Bentuk masukan,
alat, dan luaran dijelaskan dalam Project Management Body of Knowledge (PMBOK) sesuai
dengan skema pada Gambar 2.1.

Masukan Alat & Teknik Luaran

•Lingkup acuan •Penilaian para ahli •Estimasi biaya 


•Jadual proyek •Estimasi analogi kegiatan
•Rencana SDM •Estimasi parametrik •Acuan estimasi
•Daftar risiko •Estimasi bottom‐up •Pembaruan 
•Faktor lingkungan  •Estimasi tiga titik dokumentasi proyek
usaha •Analisis timbal‐balik
•Proses aset organisasi •Biaya kualitas
•Perangkat lunak 
manajemen proyek
•Analisis penawaran 
pemasok

Gambar 2.1 Skema Proses Estimasi Biaya


2.4 Klasifikasi Estimasi Biaya
Klasifikasi estimasi biaya proyek dapat didasarkan oleh sejumlah karakteristik
proyek, seperti :
- Level pendefinisian proyek
Pendefinisian proyek merupakan proses mengeksplorasi secara menyeluruh semua aspek
proyek yang diusulkan dan termasuk mengeksplorasi hubungan antara kinerja yang
diperlukan, waktu pengembangan dan biaya.
- Tujuan akhir penggunaan estimasi
Estimasi biaya disiapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pemanfaatan estimasi
juga terkait dengan fase-fase dalam sebuah siklus proyek, mulai dari fase inisiasi sampai
dengan pasca konstruksi.
- Metode estimasi
Pemilihan metode dilakukan ketersediaan data atau informasi dan dimaksudkan agar
estimasi yang dihasilkan sesuai dengan ekspektasi akurasi yang diinginkan.
- Tingkat upaya dan waktu yang diperlukan untuk menyiapkan estimasi.
Upaya dan waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sebuah estimasi sangat
ditentukan oleh seberapa besar ketelitian estimasi yang diharapkan. Semakin teliti hasil
estimasi yang diperlukan, maka upaya dan waktu yang diperlukan juga akan semakin
besar, dan demikian pula sebaliknya.
American Association of Cost Engineer (AACE) merekomendasikan karakteristik
utama penentuan klasifikasi estimasi berdasarkan level pendefinisian proyek atau
disesuaikan dengan fase-fase proyek konstruksi. Karakteristik lainnya dianggap sebagai
karakteristik sekunder. Tingkat akurasi yang diperlukan ditambah dengan jumlah informasi
tentang proyek yang tersedia akan menentukan jenis estimasi yang dibutuhkan. Klasifikasi
estimasi tersebut dijelaskan secara sistematis pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Estimasi Biaya AACE
Kelas Karakteristik Karakteristik Sekunder
Estimasi Primer
Level Tujuan Metode Rentang
Pendefinisian Penerapan Akurasi
Proyek
Kelas 5 0% s.d 2% concept screening capacity factored, L: -20% s.d -50%
parametric models, H: +30% s.d +100%
judgment, or analogy
Kelas 4 1% s.d 15% study or feasibility equipment factored or L: -15% s.d -30%
parametric models H: +20% s.d +50%
Kelas Karakteristik Karakteristik Sekunder
Estimasi Primer
Level Tujuan Metode Rentang
Pendefinisian Penerapan Akurasi
Proyek
Kelas 3 10% s.d 40% budget, authorization, semi-detailed unit L: -10% s.d -20%
or control costs with assembly H: +10% s.d +30%
level line items
Kelas 2 30% s.d 70% control or bid/ tender detailed unit cost with L: -5% s.d -15%
forced detailed take- H: +5% s.d +20%
off
Kelas 1 50% s.d 100% check estimate or detailed unit cost with L: -3% s.d -10%
bid/tender detailed take-off H: +3% s.d +15%

2.5 Metode Estimasi Biaya


Estimasi biaya dapat dilakukan dengan beragam metode yang terus dikembangkan
oleh banyak peneliti. Pemilihan metode estimasi sangat dipengaruhi oleh faktor berikut :
- Tujuan (purpose);
- Akurasi (accuracy);
- Ketepatan waktu (timeliness);
- Upaya (effort);
- Akuntabilitas (accountability).

Metode estimasi biaya dapat dikelompokkan dalam 3 metode estimasi, yaitu :


1. Estimasi konseptual (conceptual estimates);
2. Penyesuaian waktu dan lokasi (time and location adjustments);
3. Estimasi rinci (detailed estimates).

2.5.1 Estimasi konseptual (conceptual estimates)


Penilaian terhadap nilai sebuah konstruksi pada fase awal proyek merupakan tujuan
dari estimasi konseptual. Estimasi ini dikembangkan menggunakan informasi yang relatif
terbatas terkait dengan lingkup dan definisi proyek. Ada kebutuhan dari pemilik (owner)
untuk tujuan memutuskan melanjutkan atau menunda sebuah konsep proyek ke tahapan
desain dan konstruksi. Estimasi dapat dilakukan dengan satu atau beberapa parameter
proyek, seperti luasan lantai bangunan gedung, panjang bentang jembatan, atau unit
parameter lainnya. Informasi biaya tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman proyek
sejenis yang telah diselesaikan pada masa yang lalu.
Akurasi estimasi konseptual merupakan fungsi dari waktu yang dihabiskan dalam
persiapannya, jumlah data desain yang digunakan dalam evaluasi, dan keakuratan informasi
yang digunakan. Peningkatan akurasi yang signifikan dapat diupayakan melalui pemilihan
metode yang sesuai, sekaligus ketersediaan data proyek yang memadai.
Jenis estimasi konseptual adalah sebagai berikut :
a. Order of magnitude, merupakan estimasi yang ditujukan untuk menetapkan urutan
besaran biaya, dengan metode estimasi berikut :
1) Rough weight check, estimasi didasarkan pada satu kriteria tunggal, seperti untuk
biaya pemesanan peralatan, urutan besaran biaya per kg dapat diurutkan berdasarkan
perbedaan kriteria peralatan (presisi atau fungsi).
2) Cost capacity factor, estimasi ini lazim diterapkan di industri manufaktur, dimana
harga suatu komponen/pabrik ditentukan dengan membandingkan harga dan
kapasitas komponen/pabrik lainnya yang sejenis.
3) Comparative cost of structure, estimasi ini dilakukan dengan membandingkan histori
biaya berdasarkan jenis bangunan, misalnya biaya pembangunan jembatan
diestimasi dalam satuan panjang, sekolah dalam satuan jumlah murid, dan kantor
dalam satuan luas lantai.
b. Feasibility estimates, merupakan estimasi yang dapat memberikan akurasi lebih baik dari
estimasi konseptual sebelumnya, dengan metode berikut :
1) Plant cost ratio, estimasi ini menggunakan konsep bahwa proporsi peralatan dari
total biaya fasilitas proses hampir sama, terlepas dari ukuran atau kapasitas
pabriknya, untuk proses dasar yang sama.
2) Floor area, estimasi ini lazim diterapkan pada bangunan gedung dimana faktor luas
lantai menjadi komponen utama biaya. Pengembangan metode estimasi ini dilakukan
berdasarkan luas seluruh permukaan lantai (total horizontal area) dan luas bersih
permukaan lantai (finished floor area).
3) Cubic foot of volume method, estimasi ini dilakukan dengan parameter tambahan
yang mempengaruhi biaya, yaitu tinggi ruang dari lantai ke langit-langit.
c. Appropriation estimates, merupakan estimasi dengan level akurasi yang lebih baik dari
dua jenis estimasi terdahulu, setelah informasi terkait lingkup proyek dikembangkan dan
disempurnakan. Metode estimasi yang digunakan :
1) Parametric estimating/panel method, estimasi ini didasarkan pada database harga
proyek masa lalu terkait dengan parameter utama proyek, sistem proyek, atau
komponen bangunan. Persamaan matematis dapat digunakan untuk
mengekspresikan hubungan statistik antara parameter bangunan dan biaya bangunan.
Parameter-parameter bangunan yang digunakan dalam persamaan mungkin
mencakup ukuran luas, jumlah lantai, panjang keliling, persentase bangunan yang
merupakan ruang umum, dan seterusnya (Tabel 2.2). Agar persamaan dapat
digunakan, parameter yang digunakan dalam persamaan harus parameter yang dapat
ditentukan pada awal proses desain; bila tidak, persamaannya tidak berguna.
Estimasi parametrik berguna untuk menyiapkan estimasi konseptual berdasarkan
asumsi parameter kunci atau estimasi berdasarkan desain awal, seperti estimasi meter
persegi dan estimasi perakitan yang menggunakan rakitan yang luas, harus
diperhatikan untuk memastikan bahwa proyek yang diusulkan serupa dengan proyek
dari mana persamaan telah diturunkan.

Tabel 2.2 Komponen dan Satuan


Parameter Satuan Parameter
2
Penyiapan lahan Per m luas lahan
Pondasi bangunan Per m2 luas bangunan
Lantai bangunan Per m2 luas bangunan
Sistem struktur Per m2 luas bangunan
Konstruksi atap Per m2 luas atap
Dinding eksterior Per m2 luas dinding luar bangunan dikurangi
luasan jendela
Dinding interior Per m2 luas dinding dalam bangunan
Sistem tata udara (HVAC) Per ton atau British Thermal Unit (BTU)
Sistem elektrikal Per m2 luas bangunan
Sistem pemindahan (conveying) Jumlah lantai bangunan
Plumbing Jumlah unit pasang
Finishes Per m2 luas bangunan

2) Bay method, estimasi ini sesuai diaplikasikan untuk bangunan gedung atau proyek
yang terdiri dari sejumlah unit yang berulang atau serupa.
3) Plant component ratio, estimasi ini diaplikasikan dalam kegiatan industri
berdasarkan informasi total biaya aktual, persentase biaya tiap komponen utama,
serta total persentase biaya komponen utama.

2.5.2 Penyesuaian waktu dan lokasi (time and location adjustments)


Metode ini dapat dikaitkan dengan metode estimasi konseptual bila estimasi biaya
dilakukan berdasarkan referensi periode waktu yang berbeda atau lokasi yang berbeda.
Sejumlah penelitian telah membuktikan dan memperlihatkan variasi biaya bila ditinjau dari
aspek waktu dan lokasi. Dengan demikian, basis historis waktu dan lokasi pekerjaan dapat
dijadikan dasar untuk penyesuaian nilai estimasi. Umumnya, indeks biaya konstruksi
digunakan untuk menyesuaikan variasi yang terjadi pada aspek waktu ataupun lokasi.
Metode estimasi yang dapat diaplikasikan dengan penyesuaian terhadap waktu dan
lokasi proyek adalah sebagai berikut :
a. Indeks Biaya (cost indexing)
Indeks biaya adalah suatu nilai tanpa satuan yang dikaitkan dengan suatu titik referensi
waktu atau lokasi yang menggambarkan besarnya perubahan biaya relatif pada suatu
waktu atau lokasi dibandingkan biaya pada titik referensi waktu atau lokasi. Indeks biaya
menyediakan perbandingan biaya atau perubahan biaya dari tahun ke tahun dan/atau
lokasi ke lokasi untuk sejumlah layanan dan komoditas tetap. Konsepnya adalah untuk
menetapkan indeks biaya untuk menghindari keharusan untuk memperkirakan semua
fitur unik dari setiap proyek, ketika diasumsikan bahwa penerapan jumlah relatif dari
sumber daya adalah konstan atau akan mengikuti penggunaan data historis secara
proporsional tanpa pengetahuan tentang semua detail desain. Bentuk aplikasi indeks
biaya :
1) Membandingkan biaya berdasarkan lokasi
Indeks biaya konstruksi dapat digunakan untuk membandingkan biaya antar kota,
karena indeks dikembangkan secara identik untuk setiap kota. Indeks adalah
indikator perbedaan relatif. Perbedaan biaya antara kota untuk bangunan atau proyek
serupa di kota yang berbeda dapat ditemukan dengan menggunakan indeks biaya
konstruksi (IBK) sebagai berikut :
𝐼𝐵𝐾 𝐾𝑜𝑡𝑎 𝐴
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑎 𝐴 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑎 𝐵
𝐼𝐵𝐾 𝐾𝑜𝑡𝑎 𝐵
2) Membandingkan biaya berdasarkan waktu
Indeks biaya dapat digunakan untuk membandingkan biaya untuk fasilitas yang sama
di berbagai titik waktu. Dengan menggunakan indeks biaya historis (IBH) dua titik
waktu, seseorang dapat menghitung selisih biaya antara dua titik pada waktunya. Bila
diketahui biaya dan indeks biaya historis untuk Tahun ke-i, maka biaya pada Tahun
ke-n dapat ditentukan sebagai berikut :
𝐼𝐵𝐻 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑖
𝐼𝐵𝐻 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑖

b. Peramalan Biaya Konstruksi (Construction Cost Forecasting)


Jika diasumsikan bahwa perubahan biaya di masa depan akan sama dengan perubahan
sebelumnya, indeks dapat digunakan untuk memprediksi biaya konstruksi di masa
depan. Dengan menggunakan indeks masa lalu ini, indeks masa depan dapat diramalkan
dan, pada gilirannya, digunakan untuk memprediksi biaya masa depan. Beberapa
pendekatan tersedia untuk mengembangkan indeks di masa depan. Hanya satu yang akan
disajikan di sini. Metode yang paling sederhana adalah memeriksa perubahan dalam
beberapa indeks biaya historis terakhir dan menggunakan nilai rata-rata untuk perubahan
tahunan di masa depan. Proses rata-rata ini dapat dicapai dengan menentukan perbedaan
antara indeks historis setiap tahun dan menemukan perubahan rata-rata dengan
membaginya dengan jumlah tahun.

2.5.1 Estimasi rinci (detailed estimate)


Estimasi rinci disiapkan setelah ruang lingkup dan definisi proyek terdeskripsi
dengan baik. Merujuk pada karakteristik proyek, penyiapan estimasi ini dapat dilakukan
setelah informasi lingkup pekerjaan sudah tersedia sehingga proses estimasi biaya dapat
dilakukan secara sistematis. Estimasi rinci termasuk dalam kategori estimasi kelas 2 pada
kelas estimasi AACE. Penyiapan estimasi ini ditujukan untuk membentuk tolok ukur
(baseline) kontrol terperinci terhadap semua pekerjaan proyek yang dimonitor dalam hal
pengendalian biaya dan kemajuan. Untuk kontraktor, kelas estimasi ini sering digunakan
untuk keperluan penyiapan penawaran biaya pada saat proses tender, atau penentuan jumlah
anggaran definitif pada suatu proyek. Karena itu, jenis perkiraan ini menjadi referensi untuk
pengambilan keputusan dan komitmen.
Estimasi rinci dapat dikatakan sebagai proyeksi yang akurat tentang biaya
konstruksi. Tingkat kepercayaan yang jauh lebih tinggi dalam keakuratan perkiraan
diperoleh melalui peningkatan upaya dan informasi terhadap objek yang akan diestimasi.
Estimasi rinci mencakup penentuan jumlah biaya dari semua hal yang diperlukan untuk
menyelesaikan proyek. Proses estimasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai aspek seperti aspek investasi perusahaan konstruksi, aspek waktu penyelesaian
proyek, dan tingkat kompleksitas proyek. Ada sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan
dalam penyiapan estimasi untuk keperluan tender terkait dengan nilai estimasi. Estimasi
harus bernilai kompetitif agar dapat memenangkan suatu tender, dan pada saat yang sama
juga harus dapat dipastikan terpenuhinya keuntungan bagi perusahaan dengan nilai estimasi
yang dihasilkan tersebut.
Seorang estimator yang ditugaskan menganalisis harga untuk penawaran pada saat
proses tender akan dibekali dengan dokumen pelelangan. Gambar dan spesifikasi sebagai
salah satu bagian dokumen pelelangan menjadi rujukan utama bagi estimator dalam proses
analisis biaya. Komponen biaya yang diperhitungkan meliputi biaya material, tenaga kerja,
peralatan, asuransi, obligasi, dan overhead, serta estimasi keuntungan. Seorang estimator
juga harus memasukkan pertimbangan ruang lingkup (scope) proyek, kemampuan
membangun (constructability), dan risiko (risk) saat menganalisis kebutuhan biaya suatu
proyek.
Estimator pada sebuah perusahaan konstruksi harus meneliti secara hati-hati
beberapa masalah ruang lingkup proyek terkait dengan kemampuan perusahaan dalam
penyelesaian suatu proyek. Permasalahan tersebut termasuk hal-hal sebagai berikut:
a. Kebutuhan teknologi untuk penyelesaian proyek;
b. Tenggat waktu penyelesaian proyek;
c. Ketersediaan material dan peralatan yang dibutuhkan;
d. Kebutuhan staf pelaksana;
e. Persyaratan yang tersebut dalam kontrak dan penanganan risiko terkait;
f. Tingkat kompetitif dan potensi keuntungan yang dapat diterima;

Konstrukabilitas proyek ditentukan setelah melakukan evaluasi awal atas dokumen


proyek, dan penilaian diberikan sesuai dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki seorang estimator. Evaluasi konstruktif yang dilakukan termasuk pemeriksaan
persyaratan kualitas konstruksi, toleransi yang diizinkan, dan kompleksitas keseluruhan
proyek. Proyek konstruksi direncanakan dengan sejumlah persyaratan tertentu terkait
dengan kualitas dan sekaligus batasan yang diizinkan terhadap permasalahan mutu
konstruksi. Kontraktor cenderung menghindari penawaran untuk proyek-proyek yang
mensyaratkan kualitas serta toleransi di luar norma-norma tersebut. Alternatif untuk
kontraktor adalah mengkompensasikan untuk risiko yang terkait dengan pencapaian
persyaratan dengan meningkatkan ekspektasi mereka terhadap biaya yang ditawarkan.
Fleksibilitas yang diberikan kepada kontraktor dalam memilih metode penyelesaian
pekerjaan meningkatkan minat untuk turut serta dalam tender suatu proyek. Fasilitas yang
dimiliki dan metode kerja menjadi faktor utama bagi suatu kontraktor mencapai keunggulan
kompetitif. Keleluasaan untuk mengembangkan rencana dan memperkirakan pekerjaan akan
menjadi hal yang menantang bagi tiap kontraktor untuk berkompetisi menyiapkan
penawaran yang lebih murah.
Estimator harus mampu mengenali dan mengevaluasi potensi masalah yang
mungkin dihadapi dalam proyek. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan kondisi
yang berkontribusi terhadap risiko penyelesaian proyek. Potensi permasalahan dapat
bersumber dari dalam proyek maupun dari luar proyek. Beberapa permasalahan yang lazim
ditemui dan perlu mendapat perhatian seperti hal-hal berikut :
- Persyaratan material dan pengerjaan yang tidak ditentukan;
- Klausul kontradiktif ditafsirkan dengan tidak benar;
- Spesifikasi yang tidak mungkin;
- Kondisi lapangan yang tidak atau belum diketahui;
- Kesalahan penilaian selama proses penawaran;
- Asumsi kinerja tepat waktu dari persetujuan dan keputusan oleh pemilik;
- Persyaratan interpretasi dan kepatuhan dengan dokumen kontrak;
- Perubahan biaya;
- Perubahan dalam urutan;
- Kegagalan subkontraktor;
- Penangguhan pekerjaan;
- Variasi cuaca;
- Isu yang berkaitan dengan lingkungan;
- Ketersediaan tenaga kerja;
- Pemogokan dan perselisihan tenaga kerja;
- Ketersediaan utilitas;
- Dan berbagai permasalahan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai