Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN RISIKO K3

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

DISUSUN OLEH :

SNR

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH (STIK) PONTIANAK
TAHUN 2022
1

1. Identifikasi 1 ( Satu ) contoh kejadian/masalah keselamatan pasien


ditempat anda bekerja dan jelaskan tindakan penyelesaian yang
seharusnya dilakukan (berdasarkan sumber referensi yang jelas).
a. Kasus
Terdapat satu kasus pasien yang di rawat di RSUD, seorang pasien
dirawat dengan keluhan menderita panas dan batuk. Karena ada gejala
tersebut, ayahnya harus menempati ruang isolasi. Namun sejak 2 hari
dirawat pasien mengaku mengalami sesak nafas setelah perawat
memberikan obat kepadanya. Setelah dilihat oleh pihak keluarga dan di
konfirmasi dengan pihak petugas ruangan, ternyata obat tersebut bukan
atas nama pasien itu melainkan atas nama pasien lain.
b. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat
membahayakan keselamatan pasien. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah
ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak
mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan
yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Pengobatan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pemberian obat yang
aman merupakan perhatian utama ketika memberikan obat kepada pasien
(Kuntarti, 2005). Kesalahan medikasi adalah setiap kejadian yang dapat
dicegah, yang mengakibatkan penggunaan obat obatan yang tidak
seharusnya diberikan atau yang dapat menimbulkan cedera kepada pasien
saat berada dalam kontrol tenaga kesehatan, pasien dan consumer (World
Health Organization, 2016).
Kasus kesalahan obat tidak jarang menjadi tuntutan hukum dan
berakhir di pengadilan. mengingat dampak yang ditimbulkan antara lain
bertambahnya biaya perawatan, hari rawat inap yang memanjang bahkan
2

yang terburuk adalah kehilangan nyawa pasien. Salah satu aspek yang
khas dalam kejadian medication error adalah tingkat kejadiannya yang
cukup sering namun masih bersifat under reportyang diakibatkan oleh
sistem pelaporan yang belum baik (Ramya, 2014). Data tentang
kesalahan pemberian obat di Indonesia masih belum banyak ditemukan
dan tidak terdata secara jelas karena kejadian tersebut lebih banyak
ditutupi. Berdasarkan laporan insiden keselamatan pasien dari Komite
Keselamatan Pasien – Rumah sakit (KKP-RS) pada 2010, insiden akibat
kesalahan medikasi mencapai 11,11% atau menempati urutan ketiga
insiden setelah insiden akibat kesalahan proses atau prosedur klinis dan
pasien jatuh. Dari 10 fakta mengenai patient safety dari WHO,
disebutkan bahwa di negara berkembang , 1 dari 10 pasien yang dirawat
di rumah sakit berisiko terhadap terjadinya medical error dan kesalahan
obat yang merugikan (World Health Organization, 2017).
Dalam sebuah studi mengenai kejadian tidak diharapkan (KTD)
akibat kesalahan medikasi yang dilaksanakan di beberapa rumah sakit di
United States of America (USA) ditemukan fakta bahwa 34% kesalahan
medikasi yang timbul disebabkan oleh salah satunya adalah peran
perawat. Penerapan keselamatan pasien dalam pemberian obat bukanlah
hal yang mudah untuk dilaksanakan, hal ini disebabkan oleh beban kerja
perawat yang tinggi, jumlah perawat yang tidak sesuai standar, perbedaan
latar belakang pendidikan, pengalaman, dan kompetensi yang dimiliki
oleh perawat, sehingga layanan keperawatan terkadang masih mendapat
komplen dari penerima layanan kesehatan, seperti terjadinya kesalahan
pemberian obat kepada pasien atau disebut juga medication error.
Ketepatan pemberian obat merupakan salah satu bentuk kinerja
perawat. Walaupun dalam hal ini merupakan suatu bentuk tugas
limpahan dari apoteker atau farmasi, namun kegiatan ini lebih sering
dilakukan oleh perawat dan bahkan seolah-olah merupakan tugas wajib
perawat dibandingkan dengan peran dan fungsi perawat yang lain, dalam
hal ini juga peran perawat dalam pemberian obat merupakan peran yang
3

vital didalam pencapaian derajat kesembuhan dan kesehatan bagi pasien


dilihat dari latar belakang kejadian yang dapat ditimbulkan apabila hal ini
tidak dilakukan sesuai SOP (Robbins, 2013).
Prinsip enam benar pemberian obat (Hidayat dan Uliyah, 2014):
Benar pasien dimana sebelum memberikan obat cek kembali identitas
pasien. Benar obat, selum memberikan obat kepada pasien, label pada
botol atau kemasan harus di periksa minimal 3 kali. Benar dosis dalam
memberikan obat perawat harus memeriksa dosis obat dengan hati-hati
dan teliti, jika ragu perawat harus berkonsultasi dengan dokter atau
apoteker sebelum di lanjutkan ke pasien. Benar cara/rute, artinya ada
banyak rute/cara dalam memberikan obat, perawat harus teliti dan
berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat. Benar waktu,
dimana sangat penting khususnya bagi obat yang efektivitas tergantung
untuk mencapai atau mempertahankan darah yang memadai, ada
beberapa obat yang diminum sesudah atau sebelum makan, juga dalam
pemberian antibiotik tidak oleh di berikan bersamaan dengan susu, karna
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu,sebelum dapat di serap
tubuh. Benar dokumentasi, setelah obat itu di berikan kita harus
mendokumentasikan dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan,
dan jika pasien menolak pemberian obat maka harus didokumentasikan
juga alasan pasien menolak pemberian obat.
4

2. Sebutkan langkah – langkah untuk pengembangan Budaya Keselamatan


Pasien yang telah dilakukan ditempat anda bekerja dan jelaskan faktor
pendukung dan penghambat dalam melaksanan langkah-langkah
pengembangan budaya keselamatan pasien tersebut
Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit. Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang
bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety :
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah - langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka
mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi
semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari
dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya
saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke
tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
5

penerapan patient safety.


5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam
sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin
sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih
kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien
bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa
masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam.
Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi
dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan
budaya patient safety. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi
dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat
6

- Faktor pendukung pengembangan Budaya Keselamatan Pasien


Menurut PMK Nomor 11 Tahun 2017 menjelaskan bahwa membangun
kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan mendukung staf
dalam penerapan keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam
meciptakan budaya keselamatan pasien. Dukungan dapat berupa
pembentukan dan penerapan program-program keselamatan pasien,
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan keselamatan pasien, penyedia
sarana prasarana (Yarnita & Maswarni, 2019). Dalam penerapan budaya
keselamatan pasien di rumah sakit staf di rumah sakit harus memiliki
keterbukaan komunikasi baik komunikasi dalam melayani pasien
maupun pelaporan insiden serta kerjasama dan partisipasi yang tinggi
antar petugas kesehatan, meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di
rumah sakit, menerapkan budaya yang tidak menyalahkan, dan lebih
mencari akar masalah agar dapat dilakukan koreksi untuk menghindari
terjadinya kesalahan yang sama serta pelaksanaan monitoring secara
berkelanjutan merupakan hal yang penting untuk menghindari hilangnya
informasi perawatan pasien. Sehingga dapat menerapkan budaya
keselamatan pasien yang lebih aman dan dapat mencegah kejadian yang
tidak diinginkan.
- Faktor yang menghambat pengembangan Budaya Keselamatan
Pasien
Faktor yang menghambat atau mempengaruhi budaya keselamatan pasien
di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu faktor
individu, faktor organisasi, dan faktor pemerintah. Faktor individu
berkaitan dengan adanya ketakutan akan hukuman dan intimidasi,
rendahnya pendidikan dan pengetahuan staf dalam melaporkan insiden,
kecenderungan staf dalam menghindari konflik, kelupaan karena beban
kerja yang terlalu tinggi, dan adanya anggapan bahwa pelaporan insiden
teman sejawat berada diluar tanggung jawab individu. Sedangkan faktor
organisasi berkaitan dengan rendahnya umpan balik yang positif terhadap
7

pelaporan insiden serta tidak pernah dilakukannya penyelidikan akar


penyebab masalah. Selain itu juga berkaitan dengan sistem pelaporan
yang terlalu rumit dan kurang adanya dukungan manajer, kurang
diberikannya sosialisasi, dan pelatihan terhadap staf, serta masih terdapat
budaya menghukum, dan menganggap staf tidak kompeten apabila terjadi
insiden keselamatan pasien. Faktor pemerintah berkaitan dengan tidak
adanya undang-undang yang melindungi petugas kesehatan yang
melaporkan kesalahan medis. Oleh sebab itu diperlukan evalusi lebih
lanjut terhadap pelaksanaan pelaporan insiden keselamatan pasien di
rumah sakit, sehingga dapat meningkatkan motivasi serta kontribusi staf
dalam melaporkan insiden keselamatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai