Anda di halaman 1dari 8

B.

Landasan Hukum
1. Surat edaran Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no :SE.01/MEN/1979
tentang pengadaan kantin dan ruang tempat makan
Sebagai pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan, khususnya dalam bidang
Ketenagakerjaan sebagaimana yang diarahakan oleh Garis-Garis Besar Haluan
Negara, mutu kehidupan tenaga kerja yang erat bertalian dengan tingkat produktivitas
kerjanya perlu secara terus menerus ditingkatkan.
Salah satu usaha guna meningkatkan mutu kehidupan tenaga kerja tersebut
adalah penyerasian gizi setiap tenaga kerja dalam pekerjaannya sebagai suatu aspek
terpadu dalam ruang lingkup hygiene perusahaan dan kesehatan kerja. Gizi kerja
sebagaimana hygiene perusahaan dan kesehatan kerja pada umumnya bertujuan
meningkatkan produktivitas dan daya kerja tenaga kerja.
Usaha pengembangan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja termasuk gizi kerja
sejalan dengan tugas Pemerintah untuk membina perlindungan kerja, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja.
Disadari sepenuhnya, bahwa untuk bekerja gizi kerja memegang peranan
penting untuk efisiensi dan produktivitas kerja yang memadai. Dalam rangka mencapai
tujuan ini, apresiasi terhadap gizi kerja oleh masyarakat pada umumnya dan
masyarakat industri/perusahaan pada khususnya merupakan sandaran utama bagi
kemantapan upaya dalam memperbaiki kondisi tenaga kerja melalui perbaikan gizi
untuk mendukung perbaikan produktivitas kerja.
Atas dasar kemanfaatan gizi kerja bagi pembangunan, maka diharapkan agar
perusahaan-perusahaan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan
penerapan gizi kerja yang antara lain pengadaan kantin dan ruang tempat makan di
perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja.
Lebih lanjut, Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengambil kebijaksanaan untuk menganjurkan kepada:
1. Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh antara 50 sampai 200 orang,
supaya menyediakan ruang/tempat makan di perusahaan yang bersangkutan.
2. Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari 200 orang, supaya
menyediakan kantin di perusahaan yang bersangkutan.
Apabila suatu perusahaan yang jumlah tenaga kerjanya kurang dari ketentuan dalam
anjuran seperti tersebut di atas, tetapi juga mengadakan ruang/tempat makan atau
kantin, maka perhatian dan kesadaran perusahaan tersebut sangat dihargai, sebab
dengan begitu perusahaan-perusahaan tersebut lebih membantu pengembangan gizi
kerja yang manfaatnya akan lebih dirasakan lagi bagi pembangunan secara
keseluruhan.
Sebagai pedoman dalam melaksanakan kedua anjuran tersebut diatas,
perusahaan-perusahaan yang bersangkutan hendaknya memperhatikan ketentuan-
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun
1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja,
khususnya ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Pasal 8 yang isinya dimuat
dalam Lampiran Surat Edaran ini.
Dalam hal perusahaan tersebut menyediakan kantin, hendaknya harga
makanan dan minuman diusahakan secara layak sesuai dengan kemampuan
perusahaan dan daya beli dari buruh yang bersangkutan serta selalu diusahakan agar
nilai gizi makanan tetap mendapat perhatian utama.
Aparatur hygiene perusahaan dan kesehatan kerja dari Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi akan membantu pengusaha dalam pengembangan gizi kerja
pada umumnya dan pembinaan kantin-kantin dan ruang makan pada khususnya, agar
benar-benar memberikan manfaat dalam mencapai tujuannya.

2. Surat edaran Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan


Pengawasan Norma Kerja No: SE.86/BW/1989
tentang perusahaan catering yang mengelola makanan bagi tenaga kerja
Dalam rangka tindakan lanjut S.E. 01/MEN/1979, tentang pengadaan kantin
dan ruang makan, dan mencegah terjadinya kasus keracunan makanan oleh
Perusahaan Catering yang mengelola makanan bagi tenaga kerja, maka dalam kaitan
ini harus diupayakan agar setiap Perusahaan Catering yang mengelola bagi tenaga
kerja memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.Setiap perusahaan catering yang mengelola makanan pada perusahaan-perusahaan
harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari Depnaker (Kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat).
2.Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan-persyaratan kesehatan, hygiene
dan sanitasi.
3.Setiap Kantor Departemen Tenaga Kerja agar melaksanakan pembinaan/penataran
kepada perusahaan-perusahaan Catering yang beroperasi di daerahnya, khususnya
mengenai hygiene, sanitasi dan penanggulangan keracunan makanan.
4.Setiap Kantor Departemen Tenaga Kerja agar memonitor tindak lanjut perusahaan-
perusahaan Catering tersebut di wilayahnya

3. Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :


KEP.224/MEN/2003
tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan
antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.Pengusaha adalah :
a.orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b.orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c.orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia;
2.Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
3.Perusahaan adalah :
a.setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik persekutuan atau
badan hukum baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b.Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4.Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 2
(1)Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00
sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk :a.memberikan makanan dan minuman
bergizi;b.menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(2)Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh
perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan
05.00.
Pasal 3
(1)Makanan dan minuman yang bergizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf a harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400kalori dan diberikan pada waktu
istirahat antara jam kerja.
(2)Makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang.
Pasal 4
(1)Penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruangan makan harus layak
serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi.
(2)Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/buruh harus
secara bervariasi.
Pasal 8
Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, dan
keamanan selama di tempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diatur lebih lanjut dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

4. Peraturan Menri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 167/PMK.03/2018


tentang penyediaan makan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2. Pegawai adalah seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan komisaris.
3. Kupon adalah alat transaksi bukan uang yang dapat ditukarkan dengan makanan
dan/ atau minuman.
Pasal 2
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan/ atau minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
(2) Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/ atau minuman bagi seluruh Pegawai
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunJang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerj a a tau karena sifat
pekerj aan tersebut mengharuskannya
Pasal 3
(1) Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a meliputi:
a. pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh
pemberi kerja di tempat kerja; atau
b. pemberian kupon makanan dan/ atau mmuman bagi Pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud
pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan
dinas luar lainnya.
(2) Nilai kupon makanan dan/ atau minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja sesuai dengan nilai
kupon yang wajar.
(3) Nilai kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dianggap wajar apabila
nilai kupon tersebut tidak melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan/atau
minuman per Pegawai yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja.

5. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2019 tentang


angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia.
K.Penggunaan Angka Kecukupan Gizi untuk Menentukan Upah Minimum
Upah adalah imbalan yang diberikan suatu lembaga atau seseorang kepada
orang yang bekerja bagi lembaga atau yang memberikan upah. Upah merupakan
salah satu hal penting dalam hubungan industrial yang menyangkut pemenuhan hak
pekerja.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melindungi
hak setiap pekerja memperoleh penghasilan untuk penghidupan yang layak, sehingga
pemerintah menetapkan Upah Minimum (UM) yang didasarkan pada kebutuhan hidup
layak di setiap daerah. Upah minimum mempertimbangkan lebih rinci tentang kualitas
komoditas dalam komponen Biaya Pangan (BP) dan Biaya Selain Pangan (BSP), yang
sedikit berbeda dengan komponen komoditas di dalam Garis Kemiskinan (GK).
Misalnya BSP dalam upah minimum juga mempertimbangkan biaya rekreasi dan
akses informasi. Oleh karena itu nilai upah seringkali lebih tinggi dari garis kemiskinan
di wilayah yang sama.
Upah minimum bisa terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah atau
regional (kota/kabupaten atau provinsi) yang disingkat UMR, dan upah minimum
berdasarkan sektor di setiap wilayah. Serupa dengan penetapan BP dalam GK,
penetapan BP dalam upah minimum didasarkan pada kecukupan gizi, terutama
kecukupan energi pekerja, dengan komoditas pangan yang beragam memenuhi prinsip
gizi seimbang. Selain itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, upah minimum dapat juga ditetapkan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi setempat.
Prinsipnya penggunaan AKG untuk menentukan upah minimum sebagai berikut:
1.Menetapkan paket minimum kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan bagi
seorang pekerja. Paket minimum kebutuhan pangan dan non pangan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Komponen Kebutuhan Hidup
Layak.
2.Penetapan paket kebutuhan pangan tersebut didasarkan pada kecukupan gizi
pekerja. Untuk pekerja lajang, AKG diperoleh dengan menghitung rata-rata
kecukupan gizi dari kelompok umur 19-55 tahun baik pria maupun wanita.
3.Penetapan harga setiap komoditas (kualitas sedang) dari paket kebutuhan tersebut
dengan cara melakukan survei pasar rakyat yang representatif atau dengan
menggunakan harga dasar pada tahun tertentu kemudian dikoreksi dengan laju
inflasi.
4.Nilai Upah Minimum (UM) di wilayah masing-masing adalah penjumlahan nilai
Belanja Kebutuhan Pangan (BP) dan nilai Belanja Kebutuhan Selain Pangan (BSP)
atau UM = BP + BSP
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 88 tahun 2019
tentang kesehatan kerja
Pasal 5
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatankesehatan meliputi:
a. peningkatan pengetahuan kesehatan;
b. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;
c. pembudavaen keselamatan dan Kesehatan Kerja diTempat I(erja
d. penerapan gizi kerja; dan
e. peningkatan kesehatan fisik dan mental
Pasal 5
a. Huruf a
Cukup jelas.
b. Huruf b
Yang dimaksud dengan "pembudayaan perilaku hidup bersihdan sehat" adalah
upaya yang dilakukan agar para Pekerja,Pemberi Kerja, Pengurus atau Pengelola
Tempat Kerja, tahu,marl, dan mampu mempraktikkan pola hidup bersih dan sehat.
c. Huruf c
Yang dimaksud dengan "pembudayaan keselamatan danKesehatan Kerja di
Tempat Kerja" adalah upaya yang dilakukanagar para Pekerja, Pemberi Kerja,
Pengurus atau PengelolaTempat Kerja, tahu, mau, dan mampu mempraktikkan
budayasehat dan selamat di Tempat Kerja serta berperan aktif dalammewujudkan
Tempat Kerja yang sehat dan aman.
d. Huruf d
Yang dimaksud dengan "penerapan gizi kerja" adalahpemenuhan gizi yang
diperlukan oleh Pekerja untukmelakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis
pekerjaart danbeban kerjanya untuk meningkatkan produktivitas.
e. Huruf e
Yang dimaksud dengan "peningkatan kesehatan fisik" adalahpeningkatan
kemampuan tubuh seseorang untuk melakukanpekerjaan sehari-hari tanpa
menimbulkan kelelahan yangberarti dengan melakukan aktivitas fisik yang baik,
benar,terukur, dan teratur, guna mencapai kebugaran jasmani.Yang dimaksud
dengan "peningkatan kesehatan mental" adalahupaya pengendalian faktor
psikososial dan pencegahangangguan mental emosional yang dapat terjadi pada
Pekerjayang dipengaruhi oleh lingkungan kerja.
C. Pengertian Gizi Kerja
Kesehatan kerja (occupational helath) menurut komite bersama international
labour organization (ILO) dan World Health Organization (WHO) didefiniskan sebagai
unsur kesehatan dalam lingkungan kerja dan pekerjaan yang dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas tenaga kerja yang harus dilaksanakan oleh semua orang
yang berada ditempat kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dan Koperasi No. Per-03/Men/1982 pasal 2 mengenai tugas pokok pelayanan
kesehatan kerja, termasuk didalamnya mengenai gizi dan penyelenggaran makanan di
tempat kerja . Penyelenggaraan gizi kerja dalam bentuk pemberian makan, perlu
mendapat perhatian yang serius khususnya di lingkungan kerja status gizi juga
memiliki pengaruh terhadap produktivitas pekerja (Febriyanti et all, 2021).
Gizi kerja dapat didefinisikan sebagai nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja
untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jenis dan tempat kerja dengan tujuan
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya.
(Wardhani, 2008). Menurut Haryanti et all (2020) Gizi kerja merupakan bagian dari
kesehatan kerja yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi dalam lingkungan
kerja yang diharapkan dapat memperbaiki status gizi dan kesehatan pekerja meliputi
perhitungan kebutuhan gizi, penyelenggaraan makan, surveilans gizi pekerja dan
monitoring evaluasi status gizi pekerja .

Daftar Pustaka
Hartriyanti, Yayuk, Perdana S.T.S, Irlan Awalina S. Maria W. 2020. Gizi Kerja. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta
Febriyanti Risma, Aprilia N, Afifah Muna RA & dkk. 2021. Gambaran Sistem
Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Asupan Energi Tenaga Medis di
Lingkungan Kerja. Nutrition Research and Development Journal. Vol.01 (1) : 34-
42. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Wardhani, Movira W. 2008. Hubungan gizi kerja dengan produktivitas tenaga kerja
wanita industri batik. Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai