R
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP
CEMPAKA BANJARBARU TAHUN 2021
Oleh:
FITRIAH
NIM. P07124118197
Disusun oleh :
FITRIAH
NIM. P07124118197
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Praktik Klinik Kebidanan (PKK) II
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL Pada Ny. R Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Cempaka Banjarbaru Tahun 2021” sebagai salah
satu tugas dari mata kuliah Praktik Klinik Kebidanan (PKK) II bagi mahasiswi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan semester VI.
Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam pembuatan
Makalah Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL ini, karena itu pada kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Ibu
Hj.Zakiah, S.ST., M.Keb. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh wanita.
Pada proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu
untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Menurut Manuaba
(2008) dalam Marmi (2012), mengatakan bahwa persalinan merupakan proses
pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau
dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Proses persalinan selalu diharapkan berjalan secara fisiologis, akan
tetapi hal tersebut tidak selalu berjalan lancar. Tiga faktor penting yang
mempengaruhi proses persalinan yaitu, power yang merupakan his dan
kekuatan meneran ibu, passage yang merupakan jalan lahir, dan passanger
yaitu janin dan plasenta (Prawirohardjo, Sarwono, 2010). Ketiga factor
tersebut mempengaruhi lancarnya proses persalinan. Jika salah satu dari tiga
faktor tersebut tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan masalah dalam
proses persalinan. Beberapa masalah yang dapat timbul antara lain
perdarahan (42%), partus lama/macet (9%), dan penyebab lain (15%) (Ditjen
Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014). Dari beberapa masalah yang dapat
timbul saat persalinan tersebut dapat menyumbangkan angka kematian ibu di
Indonesia.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dampak
kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) disamping Angka Kematian Bayi
(AKB) yang menjadi Indikator keberhasilan pembangunan daerah. Menurut
Kementerian Kesehatan RI (2016) dalam SUPAS (2016), angka kematian ibu
di Indonesia masih cukup tinggi yakni 305 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup.
Dalam menghadapi masalah AKI yang tinggi ini salah satu upaya yaitu
dengan dengan memberikan pelayanan dengan aspek 5 benang merah, serta
dilakukan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal (Permenkes Ri
Nomor 97 Tahun 2014 pasal 14). Dalam menjalankan program tersebut pada
pertolongan persalinan dilakukan beberapa hal untuk mendeteksi ibu bersalin
secara fisiologis melalui penapisan ibu bersalin dan pemantauan selama
proses persalinan dengan menggunakan partograf (Profil Kesehatan
Indonesia, 2016).
Pemeriksaan saat kehamilan sangat penting bagi semua ibu hamil
karena untuk mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan ibu. Kunjungan
antenatal yang tidak dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh,
akan berdampak pada ibu dan bayi yang dikandung. Mengingat kehamilan
yang normal sewaktu-waktu bisa menjadi patologis (Saifuddin, 2009:284).
Dalam menerima manfaat yang maksimum dari kunjungan-kunjungan
antenatal ini, maka sebaiknya ibu tersebut memperoleh sedikitnya 4 kali
kunjungan selama kehamilan.
Pengawasan sebelum lahir (antenatal) terbukti mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan fisik
serta dalam membina suatu hubungan dalam proses pelayanan pada ibu hamil
untuk persiapan persalinanya. Dengan pengawasan tersebut dapat diketahui
berbagai komplikasi yang dapat mempengaruhi kehamilan sehingga dapat
segera diatasi (Jannah, 2012:9). Akibat pertolongan persalinan yang tidak
adekuat dapat terjadi persalinan macet, kematian janin dalam rahim, ruptur
uteri, perdarahan akibat pertolongan salah, robekan jalan lahir, retensio
plasenta, plasenta tertinggal, infeksi berat, janin (Bayi) mengalami asfiksia,
infeksi, trauma persalinan. Pertolongan persalinan sebaiknya oleh tenaga
kesehatan, dan melakukan kunjungan neonatus, ibu pasca selain serta
memberi penyuluhan dalam memilih alat kontrasepsi sesuai pilihan
(Manuaba, 2010:28).
B. Batasan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup asuhan asuhan kebidanan dengan continuity
of care pada Ny. R maka asuhan kebidanan ini dibatasi pada asuhan
kebidanan persalinan dan bayi baru lahir.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan secara contuinuity of care pada ibu
bersalin dan bayi baru lahir dengan menggunakan pendekatan manajemen
kebidanan yang didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan asuhan neonatus pada Ny. R di Wilayah Kerja Puskesmas
Rawat Inap Cempaka Banjarbaru Tahun 2021.
b. Menganalisis kesenjangan asuhan kebidanan pada setiap tahapan
(persalinan) dengan tinjauan pustaka.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan pengetahuan serta informasi dan dapat
mengaplikasikan hasil pembelajaran dalam asuhan yaitu asuhan persalinan
dan bayi baru lahir.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa lain untuk
meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang asuhan kebidanan
selanjutnya.
b. Bagi Penulis
Untuk menambah pengalaman dalam sikap dan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan dan menjadi pengalaman bagi penulis
untuk melakukan asuhan kebidanan secara langsung dilapangan.
BAB II
PEMBAHASAN
d. Walking Reflex
Refleks yang timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada
gerakan spontan kaki melangkah kedepan walaupun bayi tersebut
belum biasa berjalan.
e. Tonick Neck Reflex
Refleks yang timbul jika bayi mengangkat leher dan menoleh
kekanan atau kekiri jika di posisikan tengkurap. Reflex ini tidak dapat
dilihat pada bayi yang berusia 1 hari. Reflex ini dapat diamati berusia 3-
4 bulan.
f. Babinsky Reflex
Refleks ini akan muncul bila ada rangsangan pada telapak kaki.
Ibu jari akan bergerak keaatas dan jari-jari lainnya untuk membuka.
Reflex ini biasanya menghilang setelah 1 tahun.
8. Tanda-tanda Bahaya Pada BBL
Saputra, L (2014, hal. 87) menyatakan bahwa tanda-tanda bahaya
bayi baru lahir yaitu: Tidak mau minum atau banyak muntah, kejang,
bergerak hanya saat di rangsang, mengantuk berlebihan, lemas, lunglai,
napas cepat (> 60 x/menit), nafas lambat (< 30x/menit), tarikan dinding
dada kedalam sangat kuat, merintih, menangis terus menerus, demam
>38oC, teraba dingin teraba dingin <36 oC, terlihat banyak nanah dimata,
pusar kemerahan, bengkak keluar cairan berbau busuk berdarah, diare,
telapak tangan dan kaki tampak kuning, mekonium tidak keluar dalam 3
hari pertama kelahiran atau feses berwarna hijau berlendir dan berdarah,
dan urine tidak keluar dalam 24 jam pertama.
4. Partograf
JNPK-KR, (2016, hal. 52) menyatakan partograf adalah alat bantu
untuk memantau kemajuan kala I persalinan dan informasi untuk membuat
keputusan klinik.
a. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam, menilai kualitas kontraksi
uterus dan penurunan bagian terbawah.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan
terjadinya partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi
ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan
yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan
membantu penolong persalinan untuk: Mencatat kemajuan persalinan,
mencatat kondisi ibu dan janinnya, mencatat asuhan yang diberikan
selama persalinan dan kelahiran, menggunakan informasi yang tercatat
untuk identifikasi dini penyulit persalinan, menggunakan informasi
yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat
waktu.
Partograf harus digunakan:
1) Fase aktif kala 1 persalinan
2) Selama persalinan dan kelahiran bayi
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan
b. Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan
Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan
harus dicatat. Hal ini dapat dicatat secara terpisah, baik di catatan
kemajuan persalinan maupun di buku KIA atau LISIO ibu hamil.
Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama
fase laten persalinan. Semua asuhan intervensi juga harus dicatatkan.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama,
yaitu:
1) Denyut jantung janin : setiap ½ jam.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : ½ jam.
3) Nadi : setiap ½ jam.
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
7) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan
bayi harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai
apabila pada diagnosis disebutkan adanya penyulit dalam persalinan.
Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama,
nilai ulang dan kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak
ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu boleh pulang dengan
intruksi untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya
makin kuat dan frekuensinya meningkatnya. Apabila asuhan persalinan
dilakukan di rumah, penolong persalinan hanya boleh meninggalkan ibu
setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan
pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi kembali penolong
persalinan jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi. Rujuk ibu ke
fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten berlangsung lebih dari 8
jam.
c. Pencatatan selama Fase Aktif Persalinan
Observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan
lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase
aktif persalinan, yaitu:
1) Informasi tentang ibu :
a) Nama, umur;
b) Gravida, para, abortus (keguguran);
c) Nomor catatan medik/nomor puskesmas;
d) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
e) Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin
a) DJJ
b) Warna dan adanya air ketuban
c) Penyusupan (molase) tulang kranium janin.
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks
b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
c) Garis waspada dan garis bertindak.
4) Jam dan waktu
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
5) Kontraksi uterus
a) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
b) Lama kontraksi (dalam detik).
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a) Oksitosin
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
7) Kondisi Ibu
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b) Urin (volume, aseton, dan protein)
Asuhan pengamatan dan keputusan klinik lainnya. (dicatat dalam
kolom yang tersedia disisi patograf atau dicatatan kemajuan persalinan).
d. Mencatat temuan pada partograf
1) Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai:
“jam atau pukul” pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu
datang pada fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin
Bagian diatas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan
denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala
janin).
a) Denyut jantung janin Kisaran normal DJJ terpapar pada patograf
diantara garis tebal pada angka 180 dan 100. Sebaiknya, penolong
harus waspada bila DJJ mengarah hingga 120 atau diatas 160.
Catat tindakantindakan segera yang dilakukan pada ruang yang
tersedia di salah satu kedua sisi patograf.
b) Warna dan adanya air ketuban Nilai air kondisi ketuban setiap
kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air ketuban jika
selaput ketuban pecah. Catat temuan dalam kotak yang sesuai
dibawah lajur DJJ. Gunakan lambanglambang berikut:
U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban
tidak
mengalir lagi (kering)
c) Penyusupan (molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau
tumpangtindih antar tulang kepala semakin resiko disproporsi
kepalapanggul penyusupan, sulit dipisahkan. Apabila ada dugaan
disporposi maka penting untuk tetap memantau kemajuan
persalinan. Lakukan tindakan awal yang sesuai ddan rujuk ibu
dengan dugaan CPD ke fasilitas kesehatan rujukan. Setiap periksa
dalam nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin,
gunakan lambing berikut :
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi.
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi
masih dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan
tidak
dapat dipisahkan
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks: Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4
jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda penyulit). Saat ibu
dalam fase aktif persalinan, catat pada patograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda “X” harus dicantumkan di garis waktu
yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
b) Penurunan bagian terbawah janin: Setiap kali melakukan periksa
dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tandatanda
penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala
(perlimaan) yang menunjukan seberapa jauh bagian terbawah
janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal,
kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian bawah janin. Dalam kondisi tertentu, bagian terbawah
janin turun setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm.
Tulisan “Turunnya Kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5,
tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks.
Berikan tanda “O” yang di tulis pada garis waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala diatas
simfisis pubis 4/5 maka tulisan “O” digaris angka 4. Hubungkan
tanda “O” dari setiap pemeriksaan dari setiap garis tidak terputus.
c) Garis waspada dan garis bertindak: Garis waspada dimulai pada
pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan
adalah 1 cm perjam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus
dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm
perjam), maka harus di pertimbangkan adanya penyulit (misalnya:
fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri
hipotonik, dll). Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi
bermanfaat yang diperlukan, misalnya: rujukan ke fasilitas
kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki
kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat
obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan
(berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal
ini menunjukan perlu di lakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada ditempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampaui.
4) Jam dan Waktu
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah patograf (pembukaan serviks dan penurunan)
tertera kotak-kotak diberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan
satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
Dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera
kotak-kotak untuk mencatat waktu actual saat pemeriksaan
dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan
dengan lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ dibagian
atas dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu
masuk dalam fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks
digaris waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan
ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika pemeriksaan
pembukaan serviks 6 cm pada pukul 15.00 cantumkan tanda “X”
di garis waspada yang sesuai dengan lajur waktu di bawah lajur
pembukaan (kotak ketiga dari kiri).
5) Kontraksi uterus
Dibawah lajur partogaf, terdapat lima kotak dengan tulisan
“kontraksi per10 menit” disebelah luar kolom paling kiri setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi per10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit
dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan
dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil dari kontraksi.
Data penting yang dicantumkan pada grafik kemajuan
persalinan adalah:
a) Dilatasi serviks
b) Kontraksi
c) Penurunan bagian terbawah janin
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur
kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV.
Bagian ini dapat juga digunakan untuk mencatat jumlah asupan yang
diberikan.
a) Oksitosin: Jika tetesan (drip) oksitosin di mulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang di berikan per volume
cairan IV dan dalam satuan tetesan permenit.
b) Obat-obatan lain dan cairan IV: Catat semua pemberian
obatobatan tambahan atau cairan IV dalam kotak yang sesai
dengan kolom waktunya.
7) Kondisi ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan
partogaf, terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan
dan kenyamanan ibu selama persalinan.
a) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan
tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu stiap 30 menit selama
fase aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit).
Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai. Nilai dan catat
tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika di duga adanya penyulit). Beri tanda panah pada
partogaf pada kolom waktu yang sesuai : ↕, Nilai dan catat
temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan
mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat
temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
b) Volume urine, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi sedikitnya 2 jam (setiap kali ibu
berkemih). Jika memungkinkan jika setiap kali ibu berkemih,
lakukan pemeriksaan aseton dan proteinuria.
8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan, pengamatan yang keputusan klinik
lainnya disisi luar kolom partogaf atau buat catatan terpisah tentang
kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat
membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup :
a) Jumlah cairan peroral yang di berikan
b) Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur.
c) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (obgin, bidan,
dokter umum).
d) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
e) Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan.
e. Pencatatan pada halaman 2 partograf
Halaman belakang partograf untuk mencatat hal yang terjadi
selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan yang
dilakukan sejak kala 1 hingga kala IV dan bayi baru lahir. Itulah
sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan
catatkan asuhan yang diberikan kepada ibu selama masa nifas (terutama
pada kala IV persalinan) untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang
sesuai.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
1) Data atau informasi umum.
2) Kala I, kala II, kala III, kala IV, asuhan bayi baru lahir, asuhan
3) BBL dengan asfiksia.
5. Standar Asuhan Persalinan
Pudiastuti, R, D (2011, hal. 64) ada beberapa standar asuhan persalinan :
Standar 9 (asuhan saat persalinan)
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai.
kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan
memperhatikan kebutuhan klien selama proses persalinan berlangsung.
Standar 10 (persalinan yang aman)
Bidan melakukan pertolongan yang aman, dengan sikap sopan
dan pengha rgaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11 (pengeluaran plasenta dengan peregangan tali pusat)
Bidan melakukan peregangan tali pusat dengan benar dan
membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 (penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy)
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II
dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar
persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
6. 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal
JNPK-KR, (2017, hal 73) menyatakan 60 langkah Persalinan Normal,
yaitu:
Melihat tanda dan gejala kala II.
Memastikan kelengkapan persalinan, bahan, dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan
bayi baru lahir.
Memakai celemek plastik.
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan
dengan handuk pribadi bersih dan kering.
Memakai sarung tangan desinfektan tingkat tinggi (DTT) pada yang
akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
Memasukkan oksitosin kedalam tabung suntik dan letakkan di partus
set/wadah DTT.
Membersihkan vulva dan perenium, menyekanya dengan hati-hati dari
depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi
air DTT.
Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%,
kemudian melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik kedalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah
sarung tangan dilepaskan.
Memastikan denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi.
Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik dan bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.
Melaksanakan bimbingan meneran saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam 60 menit.
Meletakkan handuk bersih di bawah perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
Meletakkan kain 1/3 bagian sebagai alas bokong.
Membuka tutup partus dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan
bahan.
Memakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan.
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perinium dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi untuk membantu lahirnya kepala.
Menganjurkan Ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan
dangkal.
Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat, segera lanjutkan
proses kelahiran bayi.
Setelah kepala bayi lahir, menunggu putaran paksi luar yang
berlangsung secara spontan.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, penegangan secara
biparietal. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut, gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu lahir, menggeser tangan bawah kearah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Menggunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang peranan
dan siku sebelah atas.
Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusuri tangan atas berlanjut ke
punggung bokong, bokong, tungkai dan kaki. Memegang kedua mata.
kaki telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki Ibu
jari dan jari-jarinya.
Melakukan penilaian (sepintas):
Apakah bayi cukup bulan ?
Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan ?
Apakah bayi bergerak aktif ?
Mengeringkan tubuh bayi, bungkus kepala bayi, kecuali bagian tali
pusat.
Memeriksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang
lahir.
Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi dengan baik.
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, menyuntikkan oksitosin 10 unit
dalam di 1/3 distal lateral paha.
Setelah 2 menit sejak bayi lahir, memegang tali pusat dengan satu
tangan pada sekitar 5 cm dari pusat bayi, kemudian jari telunjuk dan jari
tengah tangan lain menjepit tali pusat dan geser 3 cm proksimal dari
pusat bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini
pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lain untuk
mendorong isi tali pusat kearah Ibu dan klem tali pusat pada sekitar 2
cm distal dari klem pertama.
Memotong dan pengikatan tali pusat.
Meletakkan bayi tengkurap di dada Ibu untuk kontraksi kulit dan bayi
melakukan inisiasi menyusui dini (IMD).
Memindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut bawah Ibu untuk
mendeteksi kontraksi.
Setelah uterus berkontraksi, meregangkan tali pusat kearah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas secara
hati-hati.
Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial, hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dari
arah sejajar lantai kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir.
Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan.
Segera setelah plasenta lahir dan selaput ketuban lahir, melakukan
massase uterus hingga uterus berkontraksi.
Memeriksa kedua sisi plasenta, pastikan plasenta lahir lengkap,
masukkan plasenta pada tempatnya.
Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perenium.
Melakukan penjahitan bila terjadi laserasi dan menimbulkan
perdarahan.
Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
Mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan
secara terbalik dan rendam sarung tangan dalam klorin 0,5% selama 10
menit.
Memastikan uteus berkontraksi dengan baik serta kandung kemih
kosong.
Massase uterus dan menilai kontraksi.
Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
Memantau keadaan bayi dan pastikan bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit).
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit), kemudian cuci dan bilas.
Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang
sesuai.
Membersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh ibu dengan air
DTT, membersihkan daerah tempat bersalin, membantu ibu memakai
pakaian yang kering dan bersih.
Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan air susu
ibu (ASI). Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu makanan dan
minuman.
Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
Mencelupkan dan melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik
dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Memakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan
fisik bayi.
Dalam 1 jam pemberian salep mata, Vitamin K 1 mg IM di paha kiri
bawah lateral.
Setelah 1 jam pemberian Vitamin K, memberikan suntikan Hepatitis B
di paha kanan bawah lateral.
Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Melengkapi partograf, periksa tanda vital dan asuhan kala I.
D. Konsep Asuhan Bayi Baru Lahir
1. Pengertian Asuhan Bayi Baru Lahir
Asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang
diberikan pada bayi selama jam pertama kelahiran (Sudarti, 2010, hal. 51).
2. Tujuan Asuhan Bayi Baru Lahir
Tujuan asuhan pada bayi baru lahir menurut Muslihatun (2014, hal.
4) adalah memberikan informasi yang dikirimkan kepada bayi baru lahir
pada saat masih di ruang rawat serta mengajarkan kepada orang tua dan
memberi motivasi agar menjadi orang tua yang percaya diri. Setelah
kelahiran, akan terjadi perubahan tanda-tanda vital dan klinis jika bayi
reaktif terhadap proses kelahiran.
3. Penanganan Bayi Baru Lahir
Penanganan pada bayi baru lahir Menurut Saputra (2014, hal. 62)
adalah sebagai berikut:
a. Menjaga bayi tetap hangat
b. Membersihkan saluran napas
c. Mengeringkan tubuh bayi di bagian atas tubuh
d. Memotong dan mengikat tali pusat
e. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk IMD (inisiasi menyusu dini)
f. Memberikan identitas diri pada bayi
g. Memberikan suntikan vitamin K1 Untuk mencegah tindakan
perdarahan, pada semua bayi baru lahir, terutama bayi berat lahir
rendah, diberikan suntikan vitamin K (phytomenadione) sebanyak 1 mg
dosis tunggal, intramuskular pada anterolateral paha kiri. Suntikan
vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum
mempersembahkan imunisasi hepatitis
h. Memberikan salep mata antibiotik pada kedua mata. Salep mata
antibotik yang diberikan 1 jam setelah lahir, untuk mencegah infeksi
pada mata. Salep mata antibiotik yang biasa digunakan adalah
tetrasiklin.
i. Memberikan imunisasi Imunisasi Hepatitis B pertama (HB-0) diberikan
1-2 jam setelah mempersembahkan vitamin K 1 mg secara
intramuskular. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah
infeksi hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.
j. Pemeriksaan fisik termasuk kepala hingga jari kaki.
k. Mengidentifikasi warna kulit dan aktivitas bayi.
l. Mencatat miksi dan mekonium bayi. Mengukur lingkar kepala (LK),
lingkar dada (LD), lingkar perut (LP), lingkar lengan atas (LILA), dan
panjang badan (PB) serta menimbang berat badan (BB) bayi.
m. Pusar kemerahan, bengkak, keluar cairan, busuk, berdarah.
n. Buku Harian.
o. Telapak tangan dan kaki tampak kuning.
p. Mekonium tidak keluar setelah 3 hari pertama lahir; atau feses berwarna
hijau, berlendir, atau berdarah.
q. Urine tidak keluar dalam 24 jam pertama.
4. Standar Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
Menurut Pudiastuti (2011, hal. 65) standar asuhan BBL yaitu:
a. Standar 13: perawatan bayi lahir
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan
pernapasan spontan, mencegah hipoksia, menentukan kelainan, dan
melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga
harus mencegah dan menangani hipotermia.
b. Standar 25: Penanganan asfiksia
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan
asfiksia seta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan
medis yang diperlukan dan memberi perawatan lanjutan.
5. Manajemen Bayi baru lahir
PENILAIAN
1. Bayi cukup bulan
2. Bayi menangis atau bernafas/tidak megap-megap
3. Tonus otot baik/bergerak aktif
1. Jaga kehangatan
2. Bersihkan jalan nafas (jika perlu)
3. Keringksn
4. Pemantauan tanda bahaya
5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun
6. Lakukan inisiasi menyusui dini (IMD)
7. Beri suntikan vitamin k 1 mg intramuskular, dipaha kiri
anterolateral setelah IMD
8. Beri salep mata antibiotik terasiklin 1% pada kedua mata
9. Pemeriksaan fisik
10. Beri imunisas hepatitis B 0,5 Ml Intramuskular, dipaha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K
Gambar 2.1 Manajemen Bayi Baru Lahir (JNPKR 2016, hal. 116)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin
dan bayi baru lahir, maka penulis dapat menyimpulkan :
1. Dari pengkajian data yang telah dilakukan, penulis sudah mampu
memperoleh data subjektif
2. Dari hasil pengkajian data objektif (pemeriksaan fisik), penulis sudah
mampu memperoleh data objektif.
3. Dari hasil data subjektif data yang dikatakan dan dari hasil pemeriksaan
objektif, penulis mampu menegakkan analisa kebidanan.
4. Penulis sudah mampu melaksanakan penatalaksanaan, perencanaan, pada
ibu bersalin dan bayi baru lahir.
5. Penulis sudah mampu melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
pada ibu bersalin dan bayi baru lahir.
B. Saran
1. Institusi
Pendidikan diharapkan untuk menambah sumber referensi buku di
perpustakaan Poltekkes Kemenkes Banjarbaru sehingga memudahkan
mahasiwa dalam membuat tugas, makalah dan lain sebagainya.
2. Mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuan
tentang teori pada asuhan kebidanan persalinan dan bayi baru lahir serta
dapat di gunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang didapatkan
dari bangku kuliah dan dilahan praktik.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. (2020) Buku Kesehatan Ibu dan Anak. [internet]. Kemenkes RI.
Tersedia didalam http://www.kesga.kemkes.go.id [Diakses/Diunduh 1 Februari
2020]
Kemenkes RI. (2020) Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru
Lahir. [internet]. Kemenkes RI. Tersedia didalam
http://www.kesga.kemkes.go.id [Diakses/Diunduh 1 Februari 2020]
PP IBI. (2020) Buku Acuan Midwifery Update 2017. Pengurus Pusat IKATAN
BIDAN INDONESIA. Jakarta Pusat
Rohani. Saswita, R, dkk (2011) Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Salemba
Medika. Jakarta.
Sari, E.P & Kurnia, D.R.(2014). Asuhan Kebidanan Persalinan (Intranatal Care).
CV. Trans Info Media. Jakarta Timur
Sondakh, J.J.S (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Penerbit
Erlangga. Jakarta Timur.
Sulistyawati, A & Esti, N. (2013). Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Salemba
Medika. Jakarta