Disusun Oleh :
Rasyid Ghaniy Purwanegara
Kelas A-1
11010215410102
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Batasan Masalah..............................................................................................2
1.4 Tujuan Pembuatan...........................................................................................3
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Perseroan Terbatas.........................................................................4
2.2 Proses Pendirian Perseroan Terbatas................................................................5
2.2.1. Tahap Pembuatan akta...........................................................................5
2.2.2. Tahap Pengesahan.................................................................................6
2.2.3. Tahap Pendaftaran dan Pengumuman...................................................8
2.3 Struktur dalam Perseroan Terbatas (Organ PT)...............................................8
2.3.1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)...............................................9
2.3.2. Direksi (Pengurus)................................................................................10
2.3.3. Dewan Komisaris.................................................................................14
2.4 Sistem Pertanggung jawaban dalam Perseroan Terbatas15
2.5 Permodalan Dalam Perseroan Terbatas...........................................................16
Bab III Kesimpulan
3.1 Kesimpulan......................................................................................................18
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Badan Hukum dalam masyarakat kini bukanlah hal yang asing lagi. Ada
yang mengenal badan hukum perseorangan atau pribadi, dan juga badan hukum
yang merupakan organisasi. Badan hukum tersebut merupakan segala sesuatu
yang mempunyai hak dan kewajiban , dapat melakukan perbuatan hukum, dapat
menjadi subjek hukum, dan dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia.
Jika dikaitkan dengan perbuatan hukum, itu berarti badan hukum juga mempunyai
hak dan kewajiban, harta kekayaan, dan tanggung jawab yang terpisah dari orang
perseorangan.
Beberapa sumber pengertian tentang Badan Hukum yaitu antara lain
menurut Maijers Badan Hukum adalah meliputi segala sesuatu yang menjadi
pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan menurut Logemann, Badan Hukum
adalah suatu personifikatic (personifikasi) yaitu suatu bestendigheid (perwujudan,
penjelmaan) hak dan kewajiban. Sedang menurut E. Utrcht menyatakan, Badan
Hukum (rechrtspersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang)
menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan, bahwa Badan Hukum ialah setiap
pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia.
Menurut R. Subekti, Badan Hukum pada pokoknya adalah suatu badan
atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat didepan
hakim. R. Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Badan Hukum
(rechtspersoon) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta
kewajiban seperti orang pribadi. Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan
bahwa manusia adalah badan pribadi, itu adalah manusia tunggal. Selain dari
manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan
pribadi kepada wujud lain, disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang—
orang bersama—sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan
harta kekayaan, yang tersendirikan untuk tujuan tertentu.
Dalam melaksanakan kewajiban badan hukum tersebut, sudah pasti
terdapat pengurus atau anggota badan hukum yang melaksanakannya. Tentu
pengurus tersebut telah ditunjuk sesuai dengan anggaran dasarnya. Jadi, sesuatu
yang dilakukan para pengurusnya pasti mengikat badan hukum itu sendiri, tetapi
tidak mengikat pengurusnya secara pribadi, dan yang bertanggung jawab nantinya
adalah badan hukum tersebut, bukan secara pribadi pengurusnya sepanjang hal itu
dilakukan sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada pengurus
sesuai anggaran dasar yang telah ditetapkan.
2. Tahap Pengesahan
Setelah dibuat akta pendirian yang didalamnya memuat Anggaran Dasar
dan keterangan lainnya, kemudian dimintakan pengesahannya. Pengesahan
yang dimaksud disini adalah pengesahan oleh pemerintah dalam hal ini oleh
Menteri. Pengesahan ini mengandung arti penting bagi pendirian Perseroan
Terbatas, karena menentukan kapan perseroan tersebut memperoleh setatus
Badan Hukum. Dalam hal ini berdasarka pasal 7 (ayat 6) UUPT, disebutkan
bahwa perseroan memperoleh setatus Badan Hukum setelah akta
pendiriannya disahkan oleh Menteri, sedangkan didalam KUHD pengesahan
ini tidak ada.
Didalam KUHD bedasarkan pasal 36 hanya disebutkan bahwa sebelum
Perseroan Terbatas didirikan, maka akta pendiriannya harus dimintakan
pembenaran kepada Gubernur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu.
Dari ketentuan ini pengesahan pada dasarnya sama dengan pembenaran,
sehungga dilihat dari persyaratan itu baik KUHD maupun UUPT sama-sama
bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas harus dimintakan pengesahan atau
pembenaran. Hanya masalah kapan perseroan terbatas itu memperoleh status
Badan Hukum dalam KUHD tidak ditegaskan. Sedangkan dalam UUPT
ditegaskan yaitu, sejak diberikannya pengesahan akta pendiriannya oleh
Menteri.
Mengenai prosedur pengesahan dijelaskan dalam UUPT pasal 9 yang
menyatakan bahwa, untuk memperoleh pengesahan Menteri, para pendiri
bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan
melampirkan akta pendirian PT. Biasanya permohonan pengesahan ini
sekaligus ditangani dan diajukan oleh notarisnya yang membuat akta. Karena
pada umumnya para pendiri tidak mau repot mengurus sendiri pengesahan
ini, sehingga biasanya notarius yang membuatkan akta pendirian sekaligus
diminta untuk menguruskan pengesahannya. Pengesahan tersebut sesuai
dengan pasal 9 (ayat 2) harus diberikan paling lama dalam waktu 60 (enam
puluh) hari setelah permohonan diterima.
Dibandingkan dengan KUHD yang tidak mengatur mengenai jangka
waktu kapan pengesahan harus diberikan sehingga pada waktu itu orang
mendirikan PT dapat memakan waktu yang cukup lama, maka pengesahan
menurut UUPT ini lebih tegas dan relatif cepat sepanjang dilaksanakan
dengan benar. Hanya persoalannya apakah waktu 60 (enam puluh) hari itu
benar-benar dapat dipenuhi atau tidak. Proses pemberian pengesahan yang
cukup lama akan menimbulkan persoalan tersendiri, manakala Perseroan
Terbatas itu sudah melaksanakan kegiatannya, sedangkan setatus hukumnya
belum jelas. Persoaln ini akan timbul berkaitan dengan tanggung jawab
terutama terhadap pihak ketiga, dalam hal ini siapakah yang harus
bertanggung jawab ?
Persoalan lain yang menjadi pertanyaan apabila ternyata dalam waktu 60
hari itu ternyata pengesahan tidak dapat diberikan, atau ditolak, sedang semua
persyaratan telah terpenuhi sehingga tidak ada alasan untuk
menolak/memberikan pengesahan, maka apakah bagi pendiri dapat
mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bagi Pejabat
yang harusnya memberikan keputusan pengesahan. Dalam hal permohonan
ditolak maka penolakan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada
pemohon beserta alasannya, juga dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Dengan
ketentuan batas ketentuan 60 (enam puluh) hari itu memang akan
mempermudah dan mempercepat, dan yang lebih penting lebih efisien,
sehingga batas waktu itu benar-benar dapat dipenuhi.
Ringkasnya syarat perusahaan untuk mendapatkan pengesahan atau izin
dari pejabat terkait adalah :
- Perseroan Terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
- Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang.
- Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal
dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007
keduanya tentang perseroan terbatas).
Setelah tahapan tersebut dilalui, maka perseroan telah sah sebagai badan
hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
2.3. Struktur Dalam Perseroan Terbatas (Organ PT)
Perseroan Terbatas yang bersetatus sebagai Badan Hukum, maka dalam
kepengurusannya memiliki organ, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Direksi (Pengurus), Dewan Komisaris, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 1 (ayat 2) UUPT. Jika dibandingkan dengan ketentuan yang tertera
dalam KUHD terdapat perbedaan yang berkaitan dengan pengurus, sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 44 KUHD bahwa Perseroan diurus oleh pengurus, dengan
atau tidak dengan komisaris pengawas. Dari ketentuan tersebut menurut KUHD,
komisaris atau pengawas bukan merupakan suatu keharusan, dalam hal ini dapat
dilihat dari kalimat dengan atau tidak dengan komisaris, yang mengandung makna
tidak harus. Sedangkan menurut UUPT, komisaris merupakan salah satu organ
perseroan yang harus ada, bahkan didalam ketentuan selanjutnya bagi Perseroan
yang bidang usahanya mengerahkna dana masyarakat, menerbitkan surat
pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua)
orang Pengurus dan 2 (dua) orang komisaris. Berikut penjelasan masing-masing
organ PT teserbut, baik tugas dan kewenangan masing-masing :
2. Direksi (Pengurus)
Direksi (pengurus) adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab
penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan,
serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar Pengadilan sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar. Jadi, kepengurusan perseroan dilakukan
oleh Direksi yang diangkat oleh RUPS sesuai dengan Anggaran Dasarnya.
- Tugas Direksi
➢ Sebagai Perwakilan Perusahaan, sebagaimana ditegaskan dalam
pasal 82 UUPT bahwa “ Direksi bertanggung jawab penuh atas
kepengurusan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam
maupun diluar pengadilan”. Kecuali terjadi perkara di pengadilan PT
dengan Direksi yang bersangkutan, tetapi Direksi yang bersangkutan
memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan PT.
Pengecualian tersebut dimaksudkan untuk menghindari benturan
kepentingan antara kepentingan pribadi Direksi dengan kepentingan
PT dimana yang bersangkutan menjadi Direksi. Dalam keadaan yang
demikian, maka yang ditugaskan untuk mewakili PT adalah Direksi
yang lain atau Komisaris yang tidak memiliki pertentangan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan pada saat
terjadinya perkara pada PT. Dalam hal ini terlihat adanya dua sisi
tanggung jawab, yaitu :
Tanggung jawab ke dalam (intern), yaitu berkaitan dengan
kepengurusan jalannya dan maju mundurnya perseroan maka Direksi
bertanggung jawab penuh. Artinya, apabila perseroan mengalami
kerugian akibat dari kesalahan Direksi dalam menjalankan
kepengurusannya, maka pengurus bertanggung jawab. Dalam
menyampaikan pertanggung jawaban intern ini Direksi dapat melalui
RUPS, sebagai organ tertinggi dalam perseroan. Dengan demikian
tanggung jawab intern ini lebih kepada tanggung jawab Direksi dalam
mencapai tujuan perseroan, sehingga ia harusa bertanggung jawab
kepada pemilik perseroan yaitu para pemegang saham.
Tanggung jawab keluar (extern), yaitu tanggung jawab terhadap pihak
ketiga, atau kepada siapa perseroan itu melakukan perbuatan atau
perjanjian. Dalam hal ini kedudukan pengurus menjalankan tugas
kepengurusannya adalah sebagai wakil yang bertindak untuk dan atas
nama perseroan. Sehingga tanggung jawab terhadap pihak ketiga,
yang terikat adalah PT, bukan pengurus secara pribadi, sepanjang
dilakukan berdasarkan etikad baik, sesuai dengan tugas dan
kewenangannya, untuk kepentingan dan tujuan perseroan berdasarkan
Anggaran Dasar.
➢ Sebagai Pengurusan (pengelolaan Perusahaan), pengelolaan suatu
PT dilaksanakan oleh Direksi dan berpedoman pada Anggaran Dasar
atau Anggaran Rumah Tangga dan keputusan-keputusan RUPS.
Pelaksanaan tugas pengelolaan PT sangat luas, namun perbuatan-
perbuatan Direksi dibatasioleh maksud dan tujuan didirikannya PT.
Maksud dan tujuan PT masuk sebagai :
a. Sumber kekuasaan dan kewenangan Direksi.
b. Sebagai pembatas kewenangan bertindak Direksi baik sebagai
pengurus maupun sebagai perwakilan perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh Direksi yang masih dalam ruang lingkup maksud
dan tujuan PT didirikan. Perbuatan tersebut disebut perbuatan
Intra Vires. Perbuatan-perbuatan yang masih dalam lingkup Intra
Vires menjadi tanggung jawab PT. Perbuatan-perbuatan hukum
Direksi baik yang bersifat pengelolaan maupun perwakilan yang
tidak termasuk ruang lingkup maksud dan tujuan PT didirikan
disebut perbuatan Ultra Vires, dan perbuatan tersebut menjadi
tanggung jawab Direksi yang bersangkutan. Setiap anggota
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
perusahaan apabila yang bersangkutanbersalah atau lalai
menjalankan tugasnya. Tanggung jawab ini baik secara pidana
ataupun secara perdata. Hal ini ditentukan dalam pasal 85 UUPT
yang antara lain menyebutkan, bahwa setiap Direksi wajib dengan
etikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai daam menjalankan tugasnya,
kecuali apabila dapat membuktikan bahwa :
1. Kerugian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya.
2. Direksi telah melakukan pengelolaan dengan itikad baik dan
berhati-hati.
3. Dapat membuktikan Direksi yang bersangkutan tidak
mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak atas
tindakannya yang mengakibatkan kerugian.
4. Direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya
atau berlanjutnya kerugian.
3. Dewan Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi baik
diminta ataupun tidak dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan
tugasnya, Komisaris dapat membentuk komite audit untuk membantu
pelaksanaan tugas komisaris. Jumlah komite audit disesuaikan dengan
keperluannya. Misalnya komite audit keuangan tahunan, SDM, dll.
Pada dasarnya, Komisaris tidak mempunyai kewenangan dan tidak
mempunyai fungsi kepengurusan. Namun, apabila Direksi berhalangan, maka
Komisaris dapat diberikan kewenangan untuk melakukan pengurusan atau
pengelolaan sesuai dengan atau dengan keputusan RUPS. Alasan kedua,
apabila Direksi terdapat benturan antara kepentingan Direksi dengan
kepentingan PT. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam
Anggaran Dasar. Seperti halnya pengurus, maka Komisaris dapat
menjalankan tugasnya wajib dengan etikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Setiap perseroan terbatas, wajib mempunyai komisaris dan jumlah
anggota Komisaris disesuaikan dengan keperluan PT. Namun, bagi PT yang
mengelola dana masyarakat atau telah menjual sahamnya dipasar modal (PT
Tbk.), yang telah mengeluarkan surat pengakuan hutang (obligasi), wajib
memiliki Komisaris paling sedikit 2 (dua) orang.
Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Komisaris, sama dengan
persyaratan menjadi Direksi. Pengangkatan menjadi Komisaris untuk yang
pertama kali pada proses pendirian PT dilakukan oleh para pendiri
perusahaan (bukan RUPS) yang kemudian diungkapkan dalam akta notaris
Anggaran Dasar Pendirian PT. Setiap anggota dewan Komisaris wajib
bekerja dengan itikad baik, hati-hati dan bertanggung jawab dala menjalankan
tugas pengawasan dan pemberian nasihat jalannya kepengurusan oleh Direksi
agar perseroan terbatas tetap sesuai dengan Anggaran Dasar dan Rencana
Kerja Perusahaan. Setiap anggota dewan Komisaris bertanggung jawab atas
kerugian PT apabila Komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya, kecuali Komisaris dapat membuktikan bahwa :
➢ Komisaris telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan hati-hati
sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan.
➢ Komiksaris tidak memiliki kepentingan pribadi baik langsung maupun
tidak atas tindakan kepengurusan atau kepengelolaan yang Dilakukan
Direksi yang kemudian tindakan tersebut mengakibatkan kerugian/
➢ Komisaris telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah
timbulnya atau berlanjutnya kerugian.
➢ Apabila perusahaan pailid bukan karena kesalahan atau kelalaian
Komisaris.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari beberapa bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan
UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada
beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas,
antara lain : tahap pembuatan akta, pengesahan, pendaftaran, dan
pengumuman.
2. Sebagai Badan Hukum, dalam menjalankan kepengurusan Perseroan
Terbatas mempunyai organ, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Direksi (Pengurus), dan Dewan Komisaris, sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1 (ayat 2) UUPT.
3. Pemegang saham (persero) tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan-perikatan atau perjanjian-perjanjian yang dibuat untuk dan atas
nama PT, dan pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian
PT melebihi nilai nominal saham yang telah diambilnya atau dimilikinya.
4. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas harus ada modal dasar paling
sedikit Rp.20.000.000,00- (dua puluh juta rupiah), sebagaimana
ditentukan dalam pasal 25 (ayat 1) UIJPT.
Disamping batas minimal modal dasar juga ditentuka bahwa, pada saat
pendirian Perseroan, paing sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
modal dasar harus sudah ditempatkan, dan setiap penempatan modal
tersebut harus sudah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dan
nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan, dan seluruh saham yang
telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan
perseroan dengan bukti penyetoran yang sah. Sedangkan pengeluaran
saham yang selanjutnya setiap kali harus disetor penuh.
DAFTAR PUSTAKA