Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Impelementasi kebijakan merupakan keseluruhan dari
kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan atau
program.1 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2006, Badan Pertanahan Nasional

adalah instansi yang

diberikan wewenang dalam penyelenggaraan pendaftaran hak


atas tanah, menetapkan kebijakan, menetapkan peraturan
pelaksanaan, menyelenggarakan pelayanan serta melakukan
pengawasan

dan

pengendalian

terhadap

pelaksanaan

pendaftaran hak atas tanah. Badan Pertanahan Nasional


adalah lembaga non departemen yang mempunyai bidang
tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanyanya yaitu
kantor wilayah badan pertanahan nasional ditiap-tiap propinsi
dan di daerah kabupaten/ kota yang melakukan pendaftaran
hak atas tanah dan pemeliharaan data umum pendaftaran
tanah.
Pasal 3 huruf j Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional mengatur

pengawasan

dan pengendalian penguasaan hak atas tanah. Pasal 27 ayat


(1)

menyatakan

bahwa,

pemerintah

dengan

Pengawasan

hukum

pengawasan

cara
adalah

dilaksanakan

oleh

supervisi

dan

pelaporan.

memantau

atau

memonitor

(melihat lebih suatu kejadian dengan upaya/ usaha) terhadap


pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan sejak awal dalam
1 Rozali Abdullah, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta: Gramedia, 2004, hlm. 15

prosesnya, dalam mencapai tujuan hingga pasca peristiwa


yang terjadi. Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan
diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna
(efektif)

sesuai

sebelumnya.

dengan

rencana

Pengawasan

sepenuhnya

untuk

yang

pada

menghindari

telah

ditetapkan

dasarnya

diarahkan

adanya

kemungkinan

penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan


dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu
melaksanakan

kebijakan

yang

telah

ditetapkan

untuk

mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan


efisien.
Pasal 18 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2006 mengatur tentang pengendalian dan pemberdayaan
masyarakat. pengendalian adalah proses untuk memastikan
bahwa aktifitas yang sebenarnya sesuai dengan aktifitas yang
direncanakan.

Deputi

bidang

pengendalian

dan

pemberdayaan masyarakat adalah unsur pelaksana sebagian


tugas

dan

fungsi

pertanahan

dan

Badan

Pertanahan

pengendalian

Nasional

dan

dibidang

pemberdayaan

masyarakat.
Salah satu tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
selanjutnya disebut UUPA adalah meletakkan dasar-dasar
untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Landasan
konstitusional

kebijakan dibidang pertanahan pada intinya

bersumber pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945


yang berbunyi: Bumi dan

air serta kekayaan alam yang

terkandung

dikuasai

di

dalamnya

oleh

negara

dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan

landasan

konstitusional

tersebut,

dengan

disahkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 berarti


telah diletakkan landasan bagi penyelenggaraan administrasi
pertanahan guna mewujudkan tujuan nasional.
Tertib administrasi pertanahan merupakan sasaran dari
usaha memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas
tanah. UUPA telah meletakkan kewajiban pada pemerintah
untuk melaksanakan pendaftaran tanah-tanah yang ada
diseluruh Indonesia disamping bagi para pemegang hak untuk
mendaftar hak atas tanah yang ada padanya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Pasal 19 UUPA). Ketentuan mengenai
pendaftaran

tanah

diatur

lebih

lanjut

dalam

Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah yang mulai berlaku efektif
pada tanggal 8 Oktober 1997. Ketentuan pelaksanaan lebih
lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997

tentang

pendaftaran

tanah,

diketahui

bahwa

pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan,
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis
dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termaksud pemberian serta
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada

haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 1 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berfungsi untuk
mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, apa
haknya, berapa luasnya, dan untuk apa dipergunakan. Untuk
memperoleh

kekuatan

hukum,

rangkaian

kegiatan

pendaftaran tanah secara sistematis pengajuan kebenaran


materill pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas
tanah, ataupun lain hal yang dibuktikan sebagai dasar hak
pendaftaran tanah, dan/atau riwayat asal usul pemilikan atas
tanah, jual beli, warisan, tidak terlepas pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan untuk tercapainya jaminan kepastian dan
kepastian

hukum

pendaftaran

hak-hak

tanah

atas

dengan

tanah

diselenggarakan

mengadakan

pengukuran,

pemetaan tanah, dan penyelenggaraan tata usaha hak atas


tanah merupakan hubungan hukum orang atau badan hukum
dengan sesuatu benda yang menimbulkan kewenangan atas
obyek

bidang

tanah

dan

memaksa

orang

lain

untuk

menghormatinya akibat dari kepemilikan. Pendaftaran tanah


yang dilakukan secara sistematis sampai saat ini masih
dianggap belum maksimal dan prosedural dalam masyarakat,
walaupun sebelum dilakukan pengukuran oleh tim teknis telah
dilakukan pematokan awal oleh para pemilik tanah.
Secara ideal kegiatan pendaftaran tanah pada kantor
Badan

Pertanahan

administrasi

Nasional

pertanahan,

tetapi

dapat
pada

menjamin

tertib

kenyataannya

hal

tersebut masih belum dapat dicapai. Hal ini ditunjukkan karna

masih adanya kasus sengketa tanah di Kabupaten Banyumas.


Masalah pertanahan di Provinsi Jawa Tengah dominan terjadi
di

Kabupaten

Banyumas

karena

merupakan

salah

satu

Kabupaten yang memiliki wilayah yang cukup luas, memiliki


pertumbuhan penduduk dan aktifitas pembangunan yang
cukup pesat. Hal itu berpotensi menyebabkan terjadinya
benturan kepentingan yang menimbulkan berbagai masalah,
konflik, sengketa dan perkara pertanahan yang pada akhirnya
dapat menimbulkan pembatalan sertifikat tanah.
Permasalahan selalu timbul bilamana orang yang secara
nyata

meguasai

sesuatu

bidang

tanah

belum

tentu

merupakan orang yang berhak atas tanah itu dan letak serta
batas-batas bidang tanah yang ditunjuk atau terlihat oleh
orang yang menguasainya belum tentu pula batas yang
sebenarnya. Berbagai masalah yang muncul seperti adanya
sertifikat ganda, penyerobotan lahan yang diikuti dengan
tindakan penerbitan sertifikat oleh pihak yang tidak berhak,
prosedur pertanahan yang rumit, berbelit-belit dan terlalu
lama

(rumitnya

urusan

yang

menyangkut

tanah

masih

berbelit-belit dan biaya relatif mahal) merupakan beberapa


masalah pertanahan yang kerap muncul di masyarakat
berkaitan dengan kegiatan pendaftaran tanah.
permasalahan pendaftaran tanah tersebut menunjukkan
bahwa

sebagian

tanahnya

besar

disebabkan

masyarakat

karena

tidak

biayanya

mendaftarkan

mahal.

Keadaan

tersebut tidak terlepas dari pekerjaan masyarakat Kabupaten


Banyumas yang sebagian besar berprofesi sebagai petani
sehingga faktor biaya masih menjadi kendala untuk mengurus
sertifikat hak atas tanahnya, dan hal tersebut ditambah lagi
dengan adanya kecendrungan kantor pertanahan kehilangan

idealismenya

atas

pengabdiannya

sebagai

pelayan

masyarakat, sehingga banyak pegawai kantor pertanahan


menghambat,

menunda

dan

menghalangi

penyelesaian

permohonan pendaftaran hak atas tanah atau dengan kata


lain melayani dengan setengah hati atau lebih ekstrim lagi ia
meminta

imbalan

diluar

ketentuan

resmi

yang

telah

ditentukan.
Penyimpangan tersebut antara lain dilakukan dengan
memungut

secara

liar

(pungutan-pungutan

tambahan),

penyimpangan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah


yang melebihi batas dengan menunjuk letak serta batas-batas
yang belum tentu pula batas yang sebenarnya,

dan

menerbitkan sertifikat yang sudah ada (sertifikat ganda), serta


penyimpangan terhadap asas-asas pendaftaran tanah. Hal ini
yang menyebabkan belum dapat terwujudnya keseimbangan
hubungan hukum antara para pihak yang berkepentingan
(masyarakat)

dengan

pemerintah

(Badan

Pertanahan

Nasional), sehingga menimbulkan kesenjangan sosial. Hal


tersebut

disebabkan

antara

lain

oleh

ketidaktahuan

masyarakat tentang obyek tanah yang ternyata telah memilki


sertifikat,

kemudian

dimohonkan

untuk

diterbitkannya

sertifikat lagi (satu obyek tanah memiliki dua sertifikat).


Dewasa

ini,

permasalahan

tersebut

terjadi

karena

masalah terbatasnya pengumuman kepada masyarakat oleh


pihak Badan Pertanahan Nasional dari proses pendataan data
fisik dan data yuridis sampai dengan penerbitan sertifikat,
lemahnya

pengawasan

dan

tidak

adanya

pertanggung

jawaban dari aparatur negara dalam hal ini adalah pihak


Badan Pertanahan Nasional terhadap produk sertifikat tanah
dalam

sistem

pendaftaran

hak

atas

tanah.

Sistem

pengawasan terhadap pegawai belum dibudayakan, sehingga


penyimpangan-penyimpangan masih saja terjadi, misalnya
petugas ukur tidak mau datang ke lokasi pengukuran kalau
tidak dijemput, ada pegawai yang meminta diluar biaya resmi
yang telah ditentukan yang semuanya ini akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kantor Badan Pertanahan
Nasional. Hal-hal tersebut
tertib

administrasi

tersebut

menyebabkan belum terciptanya

pertanahan.

terjadinya

banyak

Berdasarkan

penyimpangan

kenyataan

pada

sistem

pendaftaran tanah dari hasil penelitian yaitu terdapatnya


kesenjangan antara sistem pendaftaran hak atas tanah ideal,
maka perlu dilakukan pengimpelementasian kebijakan Badan
Pertanahan Nasional terhadap pengawasan dan pengendalian
penguasaan hak atas tanah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam
tesis yang berjudul IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN
PERTANAHAN NASIONAL TERHADAP PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN PENGUASAAN HAK ATAS TANAH (Studi
Kasus di Wilayah Kabupaten Banyumas).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang
dikemukakan

pada

uraian

diatas,

maka

yang

menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengapa kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap
pengawasan dan pengendalian penguasaan hak atas tanah
di

Kabupaten

Banyumas

administrasi pertanahan?

belum

mencapai

tertib

2. Bagaimana konsep kebijakan Badan Pertanahan Nasional


terhadap pengawasan dan pengendalian penguasaan hak
atas tanah di Kabupaten Banyumas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisis kebijakan Badan Pertanahan
Nasional

terhadap

pengawasan

dan

pengendalian

penguasaan hak atas tanah di Kabupaten Banyumas dalam


mencapai tertib administrasi pertanahan.
2. Mengetahui dan menganalisis konsep kebijakan Badan
Pertanahan

Nasional

terhadap

pengawasan

dan

pengendalian kekuasaan hak atas tanah di Kabupaten


Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut di atas, maka
diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik
secara praktis maupun secara teoritik.
1. Secara Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat sebagai
berikut:
a. Memberi

kontribusi

pemikiran

yang

komprehensif

mengenai hukum khususnya mengenai kebijakan Badan


Pertanahan
pengendalian

Nasional

terhadap

dalam

mencapai tertib administrasi pertanahan.


b. Berguna bagi bahan masukan bagi kantor

Badan

Nasional

hak

khususnya

Nasional di Kabupaten Banyumas.

atas

dan

tanah

Pertanahan

penguasaan

pengawasan

Badan

Pertanahan

c. Sebagai

bahan

informasi

bagi

peneliti-peneliti

selanjutnya.
2. Secara Teoretik
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan

teori

dan

asas-asas

yang

dapat

memberikan pengetahuan baru dalam pemahaman tentang


implementasi

kebijakan

Badan

Pertanahan

Nasional

terhadap pengawasan dan pengendalian penguasaan hak


atas tanah dalam mencapai tertib administrasi pertanahan
di Kabupaten Banyumas. Dan diharapkan dapat menambah
perbendaharaan literatur ilmu hukum, khususnya tentang
hukum pertanahan dan bermanfaat bagi pejabat kantor
pertanahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan hal yang penting dalam
penelitian,

yang

bertujuan

untuk

memperdalam

ilmu

pengetahuan serta mempertajam konsep penelitian. Oleh


karenanya

dalam

kerangka

pemikiran

sering

kali

diketengahkan dan di utarakan perihal bahan bacaan yang


mendukung konsep-konsep penelitian yang kita gunakan. 2
Kerangka pemikiran terdiri dari kerangka konseptual dan
kerangka teoretik.
1. Kerangka Konseptual
Kerangka

konseptual

merupakan

gambaran

bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan


diteliti.3 Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili
kelas-kelas penomena dalam satu bidang studi sehingga
2 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,
1991, hlm. 30.

dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada


teori.4 Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak
dengan realita. Kerangka konseptual merupakan konsepkonsep dasar yang berkaitan dengan konsep-konsep yang
terkandung dalam judul penelitian yang dijabarkan dalam
permasalahan dan tujuan penelitian.5 Kerangka konseptual
dapat penulis gambarkan dalam skema berikut ini:

3 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:


Rajawali Pers, 2004, hlm. 47
4Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2005, hlm. 57
5 Pulus Hadisoerapto, dkk, Pedoman Penulisan Usulan Penlitian dan Tesis,
Semarang, UNDIP, 2009, hlm. 18

Penulis dalam hal ini menjelaskan mengenai kesenjangan


antara das sollen dan das sein pada permasalahan yang
penulis teliti. Berdasarkan Pasal 1 UUPA Peraturan Pemerintah
Nomor

24

Tahun

1997

tentang

Pendaftaran

Tanah.

Pendaftaran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan,
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis
dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan rumah susun, termaksud pemberian serta tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.
Salah satu kegiatan dalam pendaftaran tanah adalah
diterbitkannya sertifikat hak atas tanah sebagai tanda bukti
hak oleh kantor pertanahan. Dengan diterbitkannya sertifikat
ini akan terwujud jaminan kepastian hukum dan perlindungan
hukum bagi pemegang haknya, pada kenyataan dalam
praktiknya terjadi tindakan penyimpangan dalam penerbitan
sertifikat, yang mana hal ini terjadi dalam beberapa bentuk
yaitu, diterbitkannya sertifikat palsu (sertifikat ganda artinya
satu obyek tanah memiliki dua sertifikat). Penyimpangan
dalam sistem pendaftaran tanah tersebut tidak didapati
pertanggungjawaban pemerintah atas produk yang dihasilkan
dari sistem pendaftaran tanah tersebut, pendaftaran tanah
belum akurat, masih adanya pungutan-pungutan tambahan
(pungutan liar) dalam kegiatan pendaftaran hak atas tanah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional yang merupakan instansi
yang diberi wewenang dalam penyelenggaraan pendaftaran
hak

atas

tanah,

menetapkan

kebijakan,

menetapkan

peraturan pelaksanaan, menyelenggarakan pelayanan serta


melakukan

pengawasan

pelaksanaan

pendaftaran

dan
hak

pengendalian
atas

tanah.

terhadap

Secara

ideal

kegiatan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan Badan


Pertanahan Nasional

dapat menjamin tertib administrasi

pertanahan, tetapi pada kenyataannya hal tersebut masih


belum dapat dicapai. Hal ini ditunjukkan oleh masih adanya
kasus

pungutan

liar,

rumitnya

prosedur

administrasi

pertanahan
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam hal ini
terjadi kesenjangan antara dass solen dan das sein dimana
yang

seharusnya

terjadi

adalah

sesuai

dengan

yang

dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan tersebut,


namun yang senyatanya bahwa dalam praktik dilapangan
tidak dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang

berlaku,

penyimpangan

melainkan
dalam

melakukan

pendaftaran

penyimpangan-

tanah,

penyimpangan

tersebut terjadi dalam beberapa bentuk yaitu diterbitkannya


sertifikat ganda (satu obyek tanah memiliki dua sertifikat),
Penyimpangan dalam sistem pendaftaran tanah tersebut tidak
didapati pertanggungjawaban pemerintah atas produk yang
dihasilkan, penyimpangan terhadap asas-asas dan masih
adanya pungutan-pungutan tambahan. Belum terciptanya
tertib administrasi pertanahan, hal ini ditunjukkan oleh masih
adanya kasus pungutan liar, rumitnya prosedur administrasi
pertanahan.

Kesenjangan

tersebut

menimbulkan

permasalahan sebagai berikut: pertama, mengapa kebijakan


Badan

Pertanahan

Nasional

terhadap

pengawasan

dan

pengendalian penguasaan hak atas tanah di kabupaten


Banyumas belum mencapai tertib administrasi pertanahan.
Kedua,

bagaimana

konsep

kebijakan

Badan

Pertanahan

Nasional

terhadap

pengawasan

dan

pengendalian

penguasaan hak atas tanah di Kabupaten Banyumas.


Masalah pertama, akan dianalisis dengan menggunakan
Triadism Law Theory, kebijakan Badan Pertanahan Nasional
teradap pengawasan dan pengendalian penguasaan hak atas
tanah belum mencapai tertib administrasi pertanahan adalah
karena pada kenyataannya masih adanya kasus pertanahan di
Kabupaten Banyumas, seperti munculnya sertifikat ganda,
pungutan

liar,

rumitnya

prosedur

pertanahan,

Terkait

pelaksanaan atau praktek hukum yang ada maka ada tiga


nilai dasar hukum yang mendasarinya yang terdiri dari nilai
keadilan, nilai kepastian dan nilai kemanfaatan.
Masalah kedua akan dianalisis, dengan menggunakan
teori kebijakan. Kebijakan sebagai rangkaian tindakan atau
kegiatan

yang

diusulkan

seseorang,

kelompok

atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat


hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatankesempatan

terhadap

pelaksanaan

usulan

kebijaksanaan

tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.


Teori-teori yang digunakan untuk menganalisis masalah
yang akan penulis teliti memberikan konsep kepada penulis
mengenai hasil penelitian bahwa kebijakan Badan Pertanahan
Nasional
penguasaan

terhadap
hak

pengawasan

atas

tanah

dan

belum

pengendalian

mencapai

tertib

administrasi pertanahan yang disebabkan oleh masih terjadi


adanya pungutan-pungutan tambahan (pungutan liar)

dan

rumitnya prosedur administrasi pertanahan (rumitnya urusan


yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya relatif
mahal) dan untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan
sebagai salah satu program catur tertib pertanahan lebih
mengoptimalkan

kinerjanya,

selain

itu

juga

orientasi

pembinaan/ pengawasan aparat pertanahan yang diimbangi


dengan sosialisasi peningkatan kesadaran masyarakat dan
aparat mengenai pertanahan harus lebih digalakan demi
terwujudnya tertib administrasi pertanahan.
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka analisis
pokok bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan
Implementasi adalah keseluruhan dari kegiatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Mempelajari
masalah

implementasi

kebijakan

berarti

berusaha

memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu


program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwaperistiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan

kebijakan,

mengadministrasikannya

baik
maupun

itu

usaha

usaha-usaha

untuk
untuk

memberikan dampak tertentu kepada masyarakat, ataupun


peristiwa-peristiwa. Intinya implementasi kebijakan berarti
pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program.6
2. Pendaftaran tanah
Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan, dan teratur meliputi
pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat,
sebagai surat tanda bukti haknya bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
6 Rozali Abdullah. Pengantar Kebijakan Publik. Gramedia. Jakarta: 2004.Hlm.15

haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hakhak tertentu yang membebaninya.
3. Pendaftaran tanah untuk pertama kali
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan fisik
untuk

memperoleh

data

mengenai

letaknya,

batas-

batasnya, luasnya dan bangunan-bangunan yang terdapat


diatasnya, penetapan batas dan pemberian tanda-tanda
batas yang jelas berdasarkan penunjukan oleh pemegang
hak

atas

tanah

berbatasan.

dengan

Selanjutnya

persetujuan
diadakan

pemilik

tanah

pengukuran

diikuti

dengan perhitungan luas dan pembuatan peta bidang


tanahnya yang kemudian diterbitkan menjadi surat ukur.7
4. Tertib administrasi pertanahan
Tertib administrasi pertanahan adalah penyelenggaraan
tanah dalam masyarakat sebagai tugas Negara dalam
rangka

memberikan

ketertiban

administrasi

bidang

pertanahan, dan untuk memperoleh kekuatan hukum


rangkaian kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik,
pengajuan kebenaran materill pembuktian data fisik dan
data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang
dibutuhkan sebagai dasar hak pendaftaran tanah.8
5. Kepastian hukum hak atas tanah
Kepastian hukum hak atas tanah diatur dalam Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan

Dasar

Pokok-Pokok

Agraria,

bahwa

untuk

menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan


pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut

ketentuan-ketentuan

yang

diatur

dengan

7 Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undangundang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Ed. Revisi. Cet.8.
Jakarta:Djambatan:2003, hlm.54
8 Ibid, hlm. 25

peraturan

pemerintah

pelaksanaan

untuk

tercapainya

jaminan dan kepastian hukum hak-hak atas tanah dan


memaksa orang lain untuk menghormatinya akibat dari
kepemilikan.
6. Peran Badan Pertanahan Nasional

terhadap penguasaan

hak atas tanah.


Kantor pertanahan merupakan instansi vertikal Badan
Pertanahan Nasional di setiap daerah Kabupaten/ Kota, di
pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi. Kantor ini mengemban tiga tugas pokok
sebagai berikut:
a. Menyiapkan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan
tanah, penggunaan tanah, pengurusan hak-hak atas
tanah serta pengukuran dan pendaftaran tanah.
b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang pengaturan
penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan
hak-hak atas tanah, pengukuran tanah dan pendaftaran
tanah.
c. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.
Kerangka Teoretik
Kerangka teoretik merupakan teori-teori yang digunakan
untuk menjawab rumusan masalah. Berdasarkan rumusan
masalah dan kerangka konseptual yang telah penulis
paparkan tersebut diatas, maka teori yang mendukung
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah
teori triadism law yang meliputi pemahaman atas nillai
keadilan (aspek filosopis), nilai kepastian (aspek yuridis),
dan nilai kemanfaatan (aspek sosiologis),9 sekaligus penulis
menggunakan teori kebijakan. Hukum sengaja diciptakan
9 Fx Adji Samekto, Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Semarang: Indepth
Publishing, 2013, hlm. 48

dan dibuat oleh manusia untuk diberlakukan, dilaksanakan


dan

ditegakkan

karena

tanpa

hukum

kehidupan

masyarakat tidak akan berjalan secara baik, masyarakat


sendiri juga dibangun diatas fondasi hukum.10
Terkait pelaksanaan atau praktek hukum yang ada,
secara umum ada tiga teori yang mendasarinya, yakni
teori

keadilan,

teori

kemanfaatan

hukum,

dan

teori

kepastian hukum sebagai ketetapan keputusan yang dibuat


oleh

pemerintah

mengatasi

atau

lembaga

permasalahan

pemerintahan

tertentu,

untuk

untuk

melakukan

kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu


yang berkenaan dengan impelementasi kebijakan Badan
Pertanahan

Nasional

terhadap

pengawasan

dan

pengendalian penguasaan hak atas tanah.


Untuk mengkaji hal tersebut perlu diketengahkan
perbandingan konsep Teori Triadism law dari Gustav
Radbruch gagasan hukum didefinisikan melalui tiga nilai
dasar hukum yaitu keadilan (filosofis), nilai kemamfaatan
hukum (sosiologis), dan nilai kepastian hukum (dokmatic),11
Dan teori kebijakan.
a. Triadism Law Theory
Menurut Radbruch dari tiga nilai dasar hukum jika
terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut,
harus menggunakan dasar atau asas prioritas dimana
prioritas pertama selalu jatuh pada nilai keadilan, baru
10 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa, 1980, hlm.
85.
11http://widhihandoko.com/wp-content/uploads/2014/06/MENGHADAPIDINAMIKA.pdf, diakses tanggal 6 April 2016

nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian


hukum.

Ini

menunjukkan

bahwa

Radbruch

menempatkan nilai keadilan lebih utama daripada nilai


kemanfaatan

dan

nilai

kepastian

hukum

dan

menempatkan nilai kepastian hukum dibawah nilai


kemanfaatan hukum.12
1. Nilai Keadilan (Filosofis)13
Nilai dasar yang pertama adalah keadilan
hukum, sebagaimana dikemukakan Muchsin bahwa
keadilan merupakan salah satu tujuan dari hukum
selain dari kepastian hukum itu sendiri dan juga
kemanfaatan hukum. Sedangkan makna keadilan itu
sendiri masih menjadi perdebatan. Namun keadilan
itu terkait dengan pendistribusian yang merata antara
hak dan kewajiban.
Demikian sentral dan dominan kedudukan dan
peranan dari nilai keadilan bagi hukum, sehingga
Gustav Radbruch menyatakan rechct ist wille zur
gerechtigkeit (hukum adalah kehendak demi untuk
keadilan). Sedangkan Soejono K.S mendefinisikan
keadilan adalah keseimbangan batiniah dan lahiriah
yang memberikan kemungkinan dan perlindungan
atas kehadiran dan perkembangan kebenaran yang
beriklim toleransi dan kebebasan.
Selanjutnya hukum tidak ada untuk diri dan
keperluannya
khususnya

sendiri

melainkan

kebahagiaan

untuk

manusia.

manusia,

Hukum

tidak

memilki tujuan dalam dirinya sendiri. Hukum adalah


12 Ibid
13http://lapatuju.blogspot.com/2013/03/keadilan-kemanfaatan-dankepastian.html diakses tanggal 6 April 2016

alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan


kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan
ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat
pembenar

kesewenang-wenangan

mayoritas

atau

pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang


dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari
hukum pada akhirnya menegakkan keadilan.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum
yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan
sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan hanya
keadilan,

tetapi

juga

kepastian

hukum

dan

kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus


mengakomodasikan

ketiganya.

Putusan

hakim

misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari


ketiganya.

Sekalipun

demikian,

tetap

ada

yang

berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum


tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang
paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa
keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya.
2. Nilai Kemanfaatan (Sosiologis)14
Kemudian nilai dasar yang kedua
kemanfaatan
menganggap

hukum.
bahwa

Penganut
tujuan

aliran

hukum

adalah
utilitas

semata-mata

untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan


yang

sebesar-besarnya

bagi

sebanyak-banyaknya

warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada


filsafat

sosial,

bahwa

setiap

warga

masyarakat

mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah


satu alatnya.

14 Ibid

Tokoh aliran utilitas yang paling radikal adalah


Jeremy Benthan (1748-1832) yakni seorang filsuf,
ekonom, yuris, dan reformer hukum, yang memiliki
kemampuan
kegunaan
etika,

untuk

memformulasikan

kemanfaatan

yang

dikenal

(utilitas)

sebagai

prinsip

menjadi

doktrin

utilitarianism

atau

madzhab utilitis. Prinsip utility tersebut dikemukakan


oleh

Bentham

dalam

karya

monumentalnya

Introduction to the Principles of Morals and Legislation


(1789). Bentham mendefinisikannya sebagai sifat
segala

benda

tersebut

cenderung

menghasilkan

kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk


mencegah terjadinya kerusakan, penderitaan, atau
kejahatan, serta ketidakbahagiaan pada pihak yang
kepentingannya dipertimbangkan.
3. Nilai Kepastian Hukum (dokmatic)15
Nilai dasar yang ketiga yakni kepastian hukum
merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab
secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum
secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat
dan diundangkan secara pasti karena

mengatur

secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak


menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis
dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan
norma

lain

sehingga

tidak

berbenturan

atau

menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang


ditimbulkan

dari

ketidakpastian

aturan

dapat

berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau


distorsi norma.
15 Loc.Cit

Pemikiran
kepastian

mainstream

hukum

beranggapan

merupakan

keadaan

bahwa
dimana

perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun


organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang
sudah digariskan oleh aturan hukum.
Secara etis, pandangan seperti ini lahir dari
kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan
oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala
bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia
adalah makhluk yang beringas yang merupakan suatu
ancaman, untuk itu hukum lahir sebagai suatu
pedoman

untuk

menghindari

jatuhnya

korban.

kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum,


bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan
yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa
kepastian

hukum

tidak

mampu

menggambarkan

kepastian perilaku terhadap hukum secara benarbenar.


b. Teori Kebijakan (Black Box Theory)
Konsep kebijakan dalam bahasa inggris sering kita
dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana

dalam

kepemimpinan,

pelaksanaan
dan

cara

suatu
bertindak

pekerjaan,
(tentang

pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita,


tujuan dan prinsip dan garis untuk manajemen dalam
usaha mencapai sasaran.
Analisis
teori

kebijakan

David

Easton,

memberikan gambaran bahwa kebijakan akan dapat

dijalankan

dengan

baik

dan

mencapai

tujuannya

manakala kebijakan tersebut bersifat positif artinya


responsif

terhadap

input/

sesuai

yang

diharapkan

masyarakat dan protektif terhadap kepentingan negatif


elitis/ kaum, elite/ para pengusahan/ tekanan Negara
lain

yang

mempunyai

kepentingan

atas

kebijakan

tersebut, sehingga antara input pengolahan dan output


terdapat keseimbangan antara kepentingan masyarakat
dan kepentingan pemerintah artinya sesuai ideal yang
diharapkan dari arah, tujuan dibuatnya kebijakan dan
impelementasi kebijakan.16
Kebijakan
publik
merupakan

suatu

ilmu

multidisipliner karena melibatkan banyak disiplin ilmu


seperti

ilmu

politik,

sosial,

ekonomi,dan

psikologi.

Menurut David Easton, sistem politik adalah sistem


interaksi dalam setiap masyarakat didalamnya dibuat
alokasi

yang

mengikat

diimplementasikan.

atau

David

bersifat

Easton

otoritatif

memandang

kehidupan politik sebagai suatu sistem yang terdiri dari


aktivitas

yang

menemukan
sistemiknya

saling

berkaitan.

hubungan-hubungan
dari

mempengaruhi

kenyataan
bagaimana

bahwa

Aktivitasi
atau

ikatan

aktivitas

keputusan

itu
itu

otoritatif

dirumuskan dan dilaksanakan. Bila kehidupan politik


dipandang sebagai suatu sistem aktivias,maka dijumpai
suatu konsekuensi tertentu dari cara melakukan analisis
mengenai

operasi

suatu

sistem.

David

Easton

mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian

16 Sumber:http://widhihandoko.com, diunduh tanggal 6 April 2016 pukul 21.15


WIB.

nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan


mengandung seperangkat nilai di dalamnya.17
Carl J Federik sebagaimana dikutip Leo Agustino
(2008:7) mendifinisikan kebijakan sebagai rangkaian
tindakan/ kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok
atau

pemerintah dalam

dimana

terdapat

hambatan-hambatan

dan

kesempatan-kesempatan

kesulitan)
pelaksanaan
rangka

suatu lingkungan

usulan

mencapai

kebijaksanaan
tujuan

tertentu.

tertentu

(kesulitanterhadap

tersebut

dalam

Pendapat

ini

menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan prilaku


yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian
yang

penting

dari

definisi

kebijakan,

karena

bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang


sesungguhnya di kerjakan dari pada apa yang diusulkan
dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam setiap penelitian hukum adalah
menguraikan tentang tata cara bagaimana

suatu penelitian

hukum itu harus dilakukan. Disini peneliti menentukan metode


apa yang akan diterapkan, sumber dan jenis data yang
digunakan, bagaimana pengumpulan data yang akan dilakukan
serta analisis yang dipergunakan. Melihat uraian ini terlihat
adanya suatu keharusan adanya profesionalisasi bagi seorang
peneliti.

Seorang

peneliti

sebelum

melakukan

penelitian

dituntut untuk menguasai dan dapat menerapkan metode


penelitian

hukum

yang

baik.18

Metode

penelitian

pada

dasarnya merupakan fungsi dari permasalahan dan tujuan


17Sumber:http://lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/40%20
Lince%20 Magriasti.pdf, (Tanggal 03 Oktober 2014)

penelitian,

oleh

karena

itu

pembicaraan

dalam

metode

penelitian tidak lepas bahkan selalu berkaitan erat dengan


permasalahan dan tujuan penelitian.
Soerjono Soekanto berpendapat

bahwa

penelitian

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan


analisa dan konstruksi yang dilakukkan secara metodologis,
sistematis, dan konsisten.19Penguasaan metode penelitian
akan bermanfaat secara nyata bagi seorang peneliti dalam
melakukan tugas penelitian. Peneliti akan dapat melakukan
penelitian lebih baik dan benar, sehingga hasil yang diproleh
tentu berkualitas prima.20
Dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan unsur yang
mutlak

untuk

melakukan

suatu

penelitian,

maka

dalam

penyusunan tesis ini penulis menggunakan beberapa metode


penelitian yaitu:
1. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan socio legal. Suteki menyatakan
bahwa pendekatan socio-legal research berarti terdapat dua
aspek penelitian. Pertama aspek legal research, yakni objek
penelitian tetap ada yang berupa hukum dalam arti norm
(peraturan perundang-undangan) dan kedua, socio research
yaitu digunakannya metode dan teori ilmu-ilmu social
tentang hukum untuk membantu peneliti dalam melakukan

18 Bambang Waluyo, Op.Cit, hlm. 17


19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986)
hlm. 4
20 Bambang Waluyo, Op Cit, hlm. 17.

analisis. Pendekatan ini tetap berada dalam ranah hukum,


hanya persfektifnya yang berbeda.21
Pendekatan socio legal digunakan agar dapat memahami
hukum dalam konteks, dalam arti menangkap makna
kontekstual dari teks-teks/bahasa-bahasa peraturan, karena
disini hokum merupakan human action dimana untuk
memahaminya harus dilakukan pencapaian dibalik makna,
sebuah peraturan tidak akan terlepas dari konteks yang
dimainkan oleh pelaku-pelaku dalam konteks sosial yang
melingkupinya.22
2.Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi
penelitian

penelitian

deskriptif

pada

analitis

penelitian

yang

ini

diperkuat

adalah
dengan

preskriptif yaitu suatu penelitian yang berusaha memberikan


gambaran

mengenai masalah hukum, dari sisi hukum

normatif hukum dan mengkajinya atau menganalisisnya


sesuai dengan fakta sosial yang ada dalam penelitian ini.
Penulis dalam penelitian ini menyusun dan mengumpulkan
data serta merumuskan suatu tindakan pemecahan masalah
untuk kemudian penulis analisis agar dapat ditarik suatu
kesimpulan

mengenai

pertanahan

nasional

implementasi
terhadap

kebijakan
pengawasan

badan
dan

21 Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas


Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial: Studi Terhadap Privatisasi
Pengelolaan Sumber Daya Air, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP,
Semarang, 2008, hlm. 34
22 Esmi Warassih, Penelitian Socio-legal, Dinamika Sejarah dan
Perkembangannya, Majalah Workshop Pemutakhiran Metodologi Penelitian
Hukum, Bandung: Forum Kajian Dinamika Hukum dan Majalah Ombudsman,
2006, hlm. 6

pengendalian penguasaan hak atas tanah di Kabupaten


Banyumas.
3.Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
sumber

pertama

melalui

studi

lapangan.

Penelitian

lapangan yang dilakukan merupakan upaya memperoleh


data primer melalui wawancara, wawancara yang akan
penulis

lakukan

antara

lain

dengan

informan

yang

meliputi: Aris Munandar sebagai Kepala Kantor Pertanahan


Kabupaten

Banyumas,

Widodo

Hery

Wiyaardayatno

sebagai Kepala Sub Seksi sengketa dan konflik di Kantor


Pertanahan

Banyumas, Hariai Budiono sebagai Kepala

seksi pengendalian dan pemberdayaan masyarakat.


b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
penelitian kepustakaan sebagai bahan pelengkap yang
berkaitan dengan teori-teori yang ada, dimana dalam
penelitian

ini

data

sekunder

antara

lain

mencakup

peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil-hasil


penelitian yang berwujud laporan, dan sumber-sumber
lainnya

yang

berkaitan

dengan

permasalahan

yang

penulis teliti. Data sekunder dibidang hukum dapat


dibedakan menjadi:
1)

Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang


mempunyai

kekuatan

mengikat

sebagai

landasan

utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yang


terdiri dari: Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang
Peraturan

Peraturan
Pemerintah

Dasar

Pokok-Pokok

Nomor

10

tahun

Agraria,
1961

jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang


Pendaftaran Tanah, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerinrah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
2)

Bahan hukum sekunder


Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat
kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari: buku-buku,
hasil-hasil

penelitian

sumber-sumber

yang

lainnya

berwujud

yang

permasalahan yang penulis teliti.


4.Tehnik Pengumpulan Data

laporan

berkaitan

dan

dengan

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui kegiatankegiatan observasi, interview visual,23 interpretasi dokumen
(teks) dan material, serta personal experience.24 Sesuai
dengan

paradigma

penelitian

ini,

dalam

melakukan

observasi peneliti akan mengambil posisi peneliti dalam hal


terbatas

sebagai

quasi

participant

(mengamati

secara

langsung maupun menggunakan informan kunci).


Peneliti adalah instrumen utama (key instrument)25
dalam pengumpulan data.

Indepth interview dilakukan

dengan

pertanyaan-pertanyaan

namun

tidak

menutup

terbuka

kemungkinan

(open
akan

ended),
dilakukan

pertanyaan-pertanyaan tertutup (closed ended) terutama


23Menurut Amanda Coffey, Interview sangat cocok untuk menggali data kualitatif
khususnya untuk ilmu-ilmu sosial (termasuk hukum yang sempat dimasukkan sebagai
ilmu humaniora). Ia mengatakan: Interviewing is perhapasal the most common social
science research methode. Interviews can generate life and oral histories, narratives, and
information about current experiences and opinions. Lihat, Amanda Coffey,
Reconceptualizing Social Policy: Sociological Perspective on Contemporary Social
Policy, Open University Press, McGraw-Hill Education, Berkshire-England, 2004, hlm.
120.

24Dalam metode penelitian kualitatif, jenis dan cara observasi dipakai sebagai
jenis observasi yang dimulai dari cara kerja deskriptif, kemudian observasi terfokus dan
pada akhirnya observasi terseleksi. Lihat, Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasardasar & Aplikasinya, Yayasan Asah Asih Asuh, Malang, 1990, hlm. 80, dalam Widhi
Handoko, Rekonstruksi Kebijakan Hukum Pertanahan Berbasis Nilai Keadilan Sosial
(Studi Tentang Stelsel Publisitas Negatif Berunsur Positif Pada Sistem Birokrasi dan
Pelayanan Publik Badan Pertanahan Nasional), Desertasi Program Doktoral Ilmu Hukum,
Undip, 2010, hlm. 46-47.

25Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1992, hlm. 9.


Dikatakan sebagai instrument utama karena peneliti sendiri langsung melakukan
observasi partisipatif (participant observer), artinya ia menyatu dengan apa yang
ditelitinya yang berakibat peneliti dekat dengan obyek yang dikajinya. Lihat, Robert
Bogdan dan Steven J. Taylor, Kualitatif: Dasar-dasar Penelitian, Usaha Nasional,
Surabaya, 1993, hlm. 31-32, dalam Widhi Handoko, Rekonstruksi Kebijakan Hukum
Pertanahan Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Tentang Stelsel Publisitas Negatif
Berunsur Positif Pada Sistem Birokrasi dan Pelayanan Publik Badan Pertanahan
Nasional), Desertasi Program Doktoral Ilmu Hukum, Undip, 2010, hlm. 46-47.

untuk informan yang memiliki banyak informasi tetapi ada


kendala dalam mengelaborasi informasinya tersebut. Bisa
dari interview atau observasi dapat terjadi dalam penelitian.
Untuk ini diperlukan filter dengan cara menggunakan optik
pengalaman

hidup

informan/responden

terkait

dengan

bahasa, gender, keragaman tradisi, kelas sosial, etnis, dan


hal-hal lain seperti pendidikan, usia.
Adapun
key
person(s)26
Informan
ditentukan

secara

snowball

sesuai

selanjutnya

dengan

kebutuhan

penelitian ini. Akan dilakukan kajian hukum secara socio dan


legal pada proses penyidikan terhadap notaris atas tugas
kewenangannya dalam menjalankan jabatannya, terhadap
akta yang dibuatnya, dengan menggunakan tehnik-tehnik:
Survei lapangan (field surveys), observasi perbandingan
(comparative observation).27 Tradisi penelitian yang dipilih
adalah penelitian kualitatif sehingga wujud data penelitian
bukan

berupa

angka-angka

kuantitatif-statistik
informasi

yang

akan
berupa

untuk

tetapi

keperluan

data

kata-kata

analisis

tersebut

atau

adalah

disebut

data

kualitatif.28
Tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian

ini

adalah

triangulasi

data.

Sugiyono

26Informan kunci adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki informasi pokok
tentang objek penelitian.Informan kunci biasanya menjadi sumber fenomena budaya dan
sekaligus pendukung (protagonist) budaya setempat. Informan protagonist adalah
seorang pendukung berat fenomena budaya. Lihat, Suwardi Endraswara, Metode, Teori
dan Teknik Penelitian Kebudayaan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, 2006, hlm.121.

27Teguh Prasetyo, dan Abdul Hlmim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, Studi
Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman, Pustaka Pelajar Yogyakarta, Cetakan ke III,
Maret 2009, hlm.122, dalam Widhi Handoko, Rekonstruksi Kebijakan Hukum Pertanahan
Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Tentang Stelsel Publisitas Negatif Berunsur Positif
Pada Sistem Birokrasi dan Pelayanan Publik Badan Pertanahan Nasional), Desertasi
Program Doktoral Ilmu Hukum, Undip, 2010, hlm. 46-47.

mengemukakan bahwa triangulasi diartikan sebagai teknik


pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Peneliti yang melakukan pengumpulan data
dengan

triangulasi,

maka

sebenarnya

peneliti

mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas


data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai
teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.29
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data
itu.30Triangulasi data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Triangulasi

metode,

dilakukan

dengan

cara

membandingkan informasi atau data dengan cara yang


berbeda. Penulis dalam hal ini menggunakan informan
yang berbeda yang terdiri dari Kepala Kantor, Kepala
seksi

sengketa

konflik

dan

perkara,

Kepala

seksi

pengendalian dan pemberdayaan masyarakat,

untuk

28Menurut Chedar Alwasilah, data dapat dipahami sebagai informasi yang digunakan
untuk memutuskan dan membahas suatu obyek kajian. Lihat, Chedar Alwasilah,
Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif,
Pustaka Jaya, Jakarta, 2002, hlm. 67. Sedangkan mengenai sumber data kualitatif,
menurut Heribertus Sutopo dapat berupa manusia dengan tingkah lakunya, peristiwa,
dokumen, arsip dan benda-benda lain. Lihat, Heribertus Sutopo, Pengantar Penelitian
Kualitatif: Dasar-dasar Teoritis dan Praktis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1988,
hlm. 23.

29 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2011, hlm. 330
30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009, hlm. 330

mengecek kebenaran informasi mengenai permasalahan


yang penulis teliti.
b. Triangulasi

antar

peneliti,

dilakukan

dengan

cara

menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan


dan analisis data. Teknik ini untuk memperkaya khasanah
pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek
penelitian. Penulis dalam hal ini menggunakan hasil-hasil
penelitian yang terkait dengan permasalah yang penulis
teliti.
c. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran
informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber
perolehan data. Penulis dalam hal ini menggali informasi
melalui

wawancara

dan

melalui

dokumen

tertulis.

Dokumen tertulis berupa peraturan perundang-undangan


dan buku-buku.
d. Triangulasi

teori,

dilakukan

dengan

membandingkan

rumusan informasi yang diperoleh dengan perspektif teori


yang relevan untuk menghindari bias individual atas
kesimpulan yang dihasilkan. Teori yang penulis gunakan
dalam hal ini adalah teori kemanfaatan, teori keadilan,
teori kepastian hukum dan teori kebijakan.
5.Tehnik Analisis Data
Data yang diperoleh

dalam

penelitian

dianalisis

dengan menggunakan metode analisis triangulasi data.


Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu
metode akan berbeda jika dilihat dengan menggunakan
metode yang lain. maka akan sangat bermanfaat apabila
kedua sudut pandang yang berbeda tersebut digunakan
secara

bersama-sama

dalam

penelitian

ini.

Penelitian

dengan menggunakan metode triangulasi, peneliti dapat


menekankan pada metode kualitatif, metode kuantitatif dan
dapat juga dengan menekankan pada kedua metode.
Widhi Handoko31 memberi penjelasan bahwa bentuk
dan strategi penelitian terarah pada penelitian kualitatif ini
bersifat deskriptif yang mengarah pada pendeskripsian
secara rinci dan mendalam baik pada kondisi maupun
proses, dan juga hubungan atau saling keterkaitannya
mengenai hal-hal pokok yang ditemukan pada sasaran
penelitian. Metode ini dipilih karena adanya ketepatan
strategi dengan hasil yang ingin dicapai dan kesesuainnya
dengan

paradigma

yang

digunakan.

Penelitian

yang

digunakan merupakan penelitian lapangan yang berjenis


penelitian kebijakan dengan bentuk studi kasus terpancang
tunggal karena karakteristik lokasi atau konteksnya yang
seragam.
Penulis dalam hal ini menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan data sesuai dengat fakta yang ada di
lapangan, yang mana dalam penelitian ini peneliti bertolak
pada suatu data yang di peroleh dari lapangan dan dari
kepustakaan serta memanfaatkan teori yang ada sebagai
bahan penjelas untuk menarik suatu kesimpulan mengenai
jawaban dari permasalahan yang penulis teliti mengenai
Impelementasi

kebijakan

Badan

Pertanahan

Nasional

31 Widhi Handoko, Rekonstruksi Kebijakan Hukum Pertanahan Berbasis Nilai Keadilan


Sosial (Studi Tentang Stelsel Publisitas Negatif Berunsur Positif Pada Sistem Birokrasi
dan Pelayanan Publik Badan Pertanahan Nasional), Desertasi Program Doktoral Ilmu
Hukum, Undip, 2010, hlm. 46-47, lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007. lihat dalam Dalam Norman K. Denzin dan Y. Vonna
S. Lincoln, Introduction: Entering The Field of Qualitative Research, Sage Publikation,
California, 1994, lihat pula dalam H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta:
Penerbit Universitas Sebelas Maret, 2006,hlm. 11-23

terhadap pengawasan dan pengendalian penguasaan hak


atas tanah di Kabupaten Banyumas.
G. Orisinalitas Penelitian
Penegasan tentang orisinalitas studi ini dimaksudkan untuk
menghindari duplikasi terhadap sebuah tema dengan fokus
kajian yang sama. Duplikasi kajian seperti itu justru tidak akan
memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan
ilmu hukum baik secara teoritis maupun praktis.
Penelitian

dalam

penulisan

tesis

ini

memfokuskan

kajiannya pada impelementasi kebijakan badan pertanahan


nasional terhadap pengawasan dan pengendalian penguasaan
hak atas tanah. Meski telah banyak studi tentang kebijakan
badan pertanahan nasional yang telah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya, namun kajian yang menukik sampai
kepada pencarian makna dibalik di implementasikannya
kebijakan badan pertanahan nasional terhadap pengawasan
dan

pengendalian

berdampak

pada

penguasaan
belum

hak

terciptanya

atas
tertib

tanah

yang

administasi

pertanahan sampai saat ini sepengetahuan peneliti belum


dijumpai dan belum pernah dikaji secara mendalam oleh para
penstudi hukum atau sosial lainnya.
Penelusuran terhadap studi-studi terdahulu baik yang
telah dilakukan oleh para penstudi hukum sendiri maupun
diluar

hukum

kepustakaan,

dilakukan
internet

dan

dengan
sumber

cara

penelurusan

informasi

lainnya.

Penelusuran menunjukkan bahwa beberapa penelitian atau


setidak-tidaknya hasil studi (kajian) yang telah dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya itu memiliki relevansi dengan tesis
ini.

Guna menentukan orisinalitas, penuangan karya ilmiah


yang telah dilakukan oleh penstudi sebelumnya dimaksudkan
untuk

memberikan

gambaran

kebaruan

tesis

ini

baik

kebaharuan metode, kebaharuan pendekatan, kebaharuan


teori,

kebaharuan

temuan,

ditunjukkan

dengan

membandingkannya antara hasil penemuan terdahulu dengan


temuan serta hasil analisis dalam tesis ini. Beberapa kajian
yang relevan dengan tesis ini yang berhasil dihimpun sebagai
perbandingan dapat dilihat pada matrik berikut ini:

Tabel 2:
Daftar Karya Ilmiah (tesis, Penelitian) sebagai
Pembanding yang Memiliki Relevansi dengan Tesis ini

Penelitian Sebelumnya
Peneliti
/
Penulis

Penelitian Sekarang

Fokus
Judul

Studi/Permasalahan

Unsur Kebaharuan

/
Temuan

Ariska

Peran Kantor

Penelitian ini

Penelitian yang penulis

Dewi,

Pertanahan

menggunakan metode

lakukan menggunakan

SH.

Dalam

pendekatan yuridis

metode pendekatan

Mengatasi

sosiologi dengan fokus

socio legal. Fokus studi

Kepemilikan

studi:
Faktor-faktor yang

penulis mengenai

Tanah

menyebabkan

Absentee/Gunta

terjadinya

i di Kabupaten

pemilikan tanah

Banyumas.

secara
-

absentee/guntai.
Peran kantor
pertanahan dalam
mengatasi masalah
tanah
absentee/guntai.

kebijakan Badan
Pertanahan Nasional
terhadap pengawasan
dan pengendalian
penguasaan hak atas
tanah. Penelitian ini
tidak ada hubungannya
dengan kepemilikan
tanah secara
absentee/guntai seperti
pada penelitian yang
dilakukan oleh Ariska
Dewi tersebut,
penelitian yang
dilakukan adalah
dengan menggunakan
metode pendekatan
yuridis sosiologis. Fokus
studi mengenai peran

kantor pertanahan
dalam mengatasi
kepemilikan tanah
absentee/guntai. Dalam
Pasal 3 ayat (1) PP
Nomor 224 Tahun 1961
jo Pasal 1 Nomor 41
Tahun 1964 mengatur
adanya larangan
pemilikan tanah secara
absentee/guntai. Pada
kenyataannya masih
banyak terdapat orang
yang memiliki tanah
secara absentee/guntai
sehingga dalam
prakteknya adanya
peraturan mengenai
larangan tanah belum
bisa diterapkan secara
efektif. Hal ini terjadi
karena kurangnya
kesadaran hukum
masyarakat. Untuk itu
kantor pertanahan
melakukan upaya untuk
mengatasi terjadinya
pemilikan tanah
absentee/guntai
dengan melakukan

administrasi.
Mayasa

Impelementasi

Penelitian ini

Penelitian yang penulis

ri

Kebijakan Badan

menggunakan metode

lakukan lebih kepada

Pertanahan

socio Legal dengan

mengapa kebijakan

fokus studi:
Menekankan pada

Badan Pertanahan

Nasional
tentang Layana
Rakyat Untuk
Sertifikat Tanah
(LARASITA) pada
Kantor
Pertanahan
Nasional

ukuran dengan
melihat dimensi
komunikasi melalui
indikator dan
transmisi kejelasan
kebijakan.

Nasional di Kabupaten
Lombok Barat terhadap
pengawasan dan
pengendalian
penguasaan hak atas
tanah belum mencapai
tertib administrasi

Kabupaten

pertanahan dan konsep

Bintan

kebijakan Badan
Pertanahan Nasional
terhadap pengawasan
dan pengendalian
penguasaan hak atas
tanah tersebut.
Berbeda halnya dengan
penelitian yang
dilakukan oleh Mayasari
yang terfokus pada
layanan rakyat untuk
sertifikat tanah dengan
dimensi komunikasi
melalui indikator dan
transmisi kejelasan dari
impelementasi
kebijakan Badan

Pertanahan Nasional
tersebut.
Amin

Peranan Badan

Penelitian ini

Penelitian yang penulis

Handok

Pertanahan

menggunakan

lakukan terfokus pada

Nasional

metode yuridis

impelementasi

Kabupaten

empiris dengan

kebijakan Badan

Demak Dalam
Upaya

fokus studi:
- - peranan badan
pertanahan nasional

Meningkatkan

dalam upaya

Pendaftaran Hak

meningkatkan

Atas Tanah

pendaftaran hak atas


tanah
- -. Penyebab
rendahnya
pendaftaran hak atas

Pertanahan Nasional
terhadap pengawasan
dan pengendalian
penguasaan hak atas
tanah. dalam hal ini
mengenai tertib
administrasi
pertanahan yang sering
terjadi adanya
pungutan-pungutan

tanah
- -upaya yang dilakukan

tambahan dan konsep

badan pertanahan

dari kebijakan badan

nasional dalam

pertanahan nasional.

mengatasi minimnya
pendaftaran tanah
-

Berbeda halnya dengan


penelitian yang
dilakukan oleh Amin
Handoko yang terfokus
pada peningkatan
pendaftaran hak atas
tanah dan penyebab
rendahnya pendaftaran
hak atas tanah dan ia
memberikan solusi
dalam mengatasi

minimnya pendaftaran
tanah

H. Jadwal Penelitian

Agustu
Kegiatan

April

Mei

Juni

Juli
s

Penyusunan
Proposal
Ujian
Prpoposal
Pelaksanaa
n Penelitian
Pengumpul
an Data
Analitis
Penyusunan
Hasil
Penelitian

Ujian Tesis
Revisi Tesis

I. Sistematika Penulisan
Agar penulisan ini lebih terarah dalam penyusunan
penelitian nantinya, maka sistematika penulisan yang disusun
antara lain sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Merupakan

bagian

pendahuluan

yang

memberikan

informasi yang bersifat umum dan menyeluruh secara


sistematis yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, kerangka
pemikiran, dan metode penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini penulis menguraikan mengenai Tinjauan Umum
tentang Kebijakan Badan Pertanahan Nasional, Tinjauan
Umum Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penguasaan
Pendaftaran Atas Tanah, Tinjauan Umum tentang Penguasaan
Hak Atas Tanah, Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian mengenai hasil penelitian dan
pembahasan mengenai permasalahan yang diteliti khususnya
mengenai

Impelementasi

Nasional

terhadap

Kebijakan

Pengawasan

Badan
dan

Pertanahan
Pengendalian

Penguasaan Hak Atas Tanah (Studi Kasus Pendaftaran Tanah


di Kabupaten Banyumas) yang meliputi kebijakan Badan

Pertanahan Nasional terhadap pengawasan dan pengendalian


penguasaan

hak

atas

administrasi

pertanahan

tanah
dan

belum
konsep

mencapai
kebijakan

tertib
Badan

Pertanahan Nasional terhadap pengawasan dan pengendalian


penguasaan hak atas tanah.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian terakhir yang berisikan
tentang simpulan yang merupakan jawaban umum dari
permasalahan yang ditarik dari hasil penelitian, selain itu
dalam bab ini juga berisi tentang saran yang diharapkan
berguna bagi pihak terkait.

Anda mungkin juga menyukai