Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Manual Kapasitas Jalan Indonesia ini dapat diterapkan sebagai sarana dalam
perancangan, perencanaan dan analisa operasional fasilitas lalu-lintas. Pengguna manual
akan meliputi para Perancang Transportasi, para Akhli Teknik Lalu-lintas dan Teknik
Jalan Raya yang bertugas dalam Badan Pembina Jalan dan Transportasi, juga Perusahaan-
perusahaan pribadi dan Konsultan. Manual direncanakan terutama agar pengguna dapat
memperkirakan perilaku lalu-lintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalu-lintas, geometrik
dan keadaan Iingkungan tertentu. Nilai-nilai perkiraan dapat diusulkan apabila data yang
diperlukan tidak tersedia. Karena itu Manual dapat dipergunakan dalam berbagai keadaan
Perencanaan Penentuan rencana geometrik detail dan parameter pengontrol lalu-lintas
dari suatu fasilitas jalan baru atau yang ditingkatkan berdasarkan kebutuhan arus lalu-
lintas yang diketahui
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ukuran Kendaraan Maksimum Untuk Tiap Kelas Jalan

1. Status Jalan
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, maka
sesuai dengan kewenangan/status, maka jalan umum dikelompokkan sebagai berikut:

1.  Jalan Nasional
2.  Jalan Provinsi
3.  Jalan Kabupaten
4.  Jalan Kota
5.  Jalan Desa

Pengertian dari masing-masing status jalan tersebut adalah sebagai berikut:

1.  Jalan Nasional
Jalan Nasional terdiri dari:

 Jalan Arteri Primer


 Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi
 Jalan Tol
 Jalan Strategis Nasional

Penyelenggaraan Jalan Nasional merupakan kewenangan Kementerian Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu di Direktorat Jenderal Bina Marga yang dalam
pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk Balai Besar Pelaksanaan
Jalan Nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. Sedangkan untuk
wilayah Jawa Tengah dan DIY dilaksanakan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional  VII yang berkantor di Jalan Murbei Barat I Sumurboto Banyumanik
Semarang.

2
Sesuai dengan kewenangannya, maka ruas-ruas jalan nasional ditetapkan oleh
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam bentuk Surat Keputusan (SK)
Menteri PUPR.

2.  Jalan Provinsi

Penyelenggaraan Jalan Provinsi merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi.


Jalan Provinsi terdiri dari:

 Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota


kabupaten atau kota
 Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota
 Jalan Strategis Provinsi
 Jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ruas-ruas jalan provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan (SK)
Gubernur.

3.  Jalan Kabupaten

Penyelenggaraan Jalan Kabupaten merupakan kewenangan Pemerintah


Kabupaten. Jalan Kabupaten terdiri dari:

 Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi.
 Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa.
 Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota.
 Jalan strategis kabupaten.

Ruas-ruas jalan kabupaten ditetapkan oleh Bupati dengan Surat Keputusan (SK) Bupati.

4.  Jalan Kota

Jalan Kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota,
merupakan kewenangan Pemerintah Kota. Ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh
Walikota dengan Surat Keputusan (SK) Walikota

5.  Jalan Desa

Jalan Desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak
termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum
yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa.

3
2. Kelas Jalan
Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu
lintas dan Angkutan Jalan. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:

a.  Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas angkutan jalan.

b.  Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.

Pengelompokan jalan menurut Kelas Jalan terdiri dari:

a.  Jalan Kelas I

Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu
terberat 10 ton.

b.  Jalan Kelas II

Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter,
dan muatan sumbu terberat 8 ton.

c.   Jalan Kelas III

Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 milimeter, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.

Dalam keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan
sumbu terberat kurang dari 8 ton.

d.  Jalan Kelas Khusus

Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari
10 ton.

Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu
Lintas dilakukan oleh:

4
 Pemerintah Pusat, untuk jalan nasional
 Pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi
  Pemerintah Kabupaten, untuk jalan kabupaten
 Pemerintah kota, untuk jalan kota.

B. Muatan Sumbu Terberat untuk Tiap Kelas Jalan

Setiap pengemudi wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan
yang ditentukan. Jangan sampai jalan rusak dan berlubang dikarenakan banyaknya para
pengemudi yang mengabaikan batas maksimal Over Dimensi dan Over
Load (ODOL) berdasarkan jenis kelas jalan yang telah diatur oleh pemerintah.
Inilah tugas kita bersama untuk menjaga agar jalan yang sudah dibangun oleh
Pemerintah bisa dimanfaatkan dengan baik. Bagi seorang pengemudi mengetahui
pengelompokan jenis jalan bisa menjadikan lebih berhati-hati ketika berkendara. Selain
menghindari pelanggaran lalu lintas, mematuhi aturan tentang berkendara sesuai kelas
jalan yang telah ditentukan artinya kamu telah menggunakan fungsi jalan sebagaimana
mestinya sehingga kelancaran berlalu lintas dapat tercipta.

Kelas jalan dibagi menjadi 5 menurut Pasal 11 PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan, yaitu kelas jalan I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Dan peraturan
terbarunya adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

5
Berikut bagannya untuk lebih memudahkan pemahaman bagi pembaca terkait
pembagian jenis-jenis kelas jalan berdasarkan PP No. 43 tahun 1993:

 Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi
18 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.
 Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi
18 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan kurang dari 10 ton. Jalan kelas
II ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas; 
 Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran
panjang tidak melebihi 18 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan kurang
dari 8 ton;  
 Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak
melebihi 12 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan tidak melebihi 8 ton; 
 Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 m,
ukuran panjang tidak melebihi 9 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
kurang dari 8 ton. 

Sementara itu peraturan terbaru terkait dengan kualifikasi kelasa jalan ada pada UU 22
Tahun 2009 Pasal 19 ayat 2 dan Pasal 125 yang menyebutkan klasifikasi kelas jalan
dijelaskan sebagai berikut:

6
1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri atau jalan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor. Ukuran standar yang diperbolehkan melewati jalan
kelas 1 ini adalah kendaraan bermotor dengan lebar kurang dari 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 ton;
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui oleh Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 12 m, ukuran paling
tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
3. Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2,1 m, ukuran panjang tidak melebihi 9 m, ukuran paling tinggi
kendaraan 3,5 m, dan muatan sumbu terberat 8 ton; dan
4. Jalan Kelas Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor yang memiliki ukuran lebar melebihi 2,5 m, ukuran
panjangnya melebihi 18 m, ukuran paling tinggi kendaraan 4,2 m, dan
muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.

C. Klasifikasi Kendaraan Menurut MKJI 1997

Menurut MKJI (1997), kendaraan bermotor di jalan perkotaan dibedakan menjadi


tiga bagian, yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan kendaraan berat
(HV), sedangkan kendaraan tidak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah
dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Data volume kendaraan dihitung secara
terpisah sesuai dengan golongan atau tipenya. Maka dari itu dalam proses perhitungan,
data volume tersebut perlu dikalikan dengan koefisien satuan mobil penumpang (smp).
Berikut penggolongan atau klasifikasi dan ekivalensi mobil penumpang (emp)
kendaraan motor menurut MKJI (1997)

 MC (Motor Cycle) atau sepeda motor Kendaraan motor dengan dua atau tiga
roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi
Bina Marga).
 LV (Light Vehicle) atau kendaraan ringan Kendaraan bermotor beroda empat,
dengan dua gandar berjarak 2,0 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang,
opelet, mikro bis, angkot, mikro bis, pick-up, dan truk kecil).
 HV (Heavy Vehicle) atau kendaraan berat Kendaraan bermotor dengan jarak
as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat, (meliputi : bis, truk dua
as, truk tiga as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)

D. Nilai Satuan Mobil Penumpang Jalan Kota Tak Terbagi Menurut MKJI 1997
Ekivalensi terhadap satuan mobil penumpang dibedakan berdasarkan banyaknya
jalur, lajur, serta ada atau tidaknya median jalan. Ekivalensi mobil penumpang
digunakan untuk mengkonversikan volume kendaraan dari berbagai jenis golongan
kendaraan bermotor menjadi satuan mobil penumpang. Berikut tabel tentang nilai
ekivalensi mobil penumpang

7
Tabel Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tidak Terbagi

E. Nilai Satuan Mobil Penumpang Jalan Kota Terbagi Menurut MKJI 1997
Pada jalan perkotaan faktor pengali tergantung dari fungsi dan kondisi jalan serta
jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan pada satu satuan periode waktu
(jam) yaitu:
Tabel Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tidak Terbagi

emp
Arus lalu lintas per jalur
Tipe Jalan H
LV MC
(kend/jam) V

Dua Lajur satu arah (2/1)


dan 0 1,3 0,4
Empat Lajur dua arah (4/2) ≥ 1050 1,2 0,25
D
1,0
Tiga Lajur satu arah (3/1)
dan 0 1,3 0,4
≥ 1100 1,2 0,25
Enam Lajur dua arah (6/2) D

Pada Jalan perkotaan Penentuan faktor pengali menggunakan


cara interpolasi nilai, sebagai contoh untuk tipe jalan 2/2 UD dan lebar jalur lalu lintas
kurang dari 6 meter serta jumlah kendaraan yang melintas pada satu titik pengamatan
selama satu jam yaitu 900 kendaraan maka faktor pengali yang didapat berturut-turut
untuk LV, HV dan MC yaitu 1,0; 1,3; dan 0,5.

8
BAB  III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat dilihat bahwa Manual Kapasitas Jalan Indonesia ini dapat
diterapkan sebagai sarana dalam perancangan, perencanaan dan analisa operasional
fasilitas lalu-lintas.
Dan diatur dalam Undang-undang yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai