Anda di halaman 1dari 30

45

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Bontang secara geografis terletak di pesisir pantai wilayah

timur di Propinsi Kalimantan Timur, dengan luas wilayah 497,57 Km²

atau kurang lebih 1,57% dari luas Propinsi Kalimantan Timur. Terdiri

dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Bontang Utara, Bontang Selatan

dan Bontang Barat serta 15 desa / kelurahan. Jumlah penduduk Kota

Bontang berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah 99.617

jiwa dan dalam kurun waktu tujuh tahun meningkat menjadi 129.700

jiwa.

Pertumbuhan depot air minum isi ulang di Kota Bontang

semakin bertambah tiap tahunnya. DAM merupakan badan usaha

yang mengelola air minum dalam kemasan dalam bentuk curah tanpa

kemasan. Disamping bertambahnya depot air minum isi ulang

diwilayah Kota Bontang yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kota

Bontang, masih banyak depot air minum isi ulang baik yang sudah

lama beroperasi maupun baru yang belum terdaftar di Dinas

Kesehatan Kota Bontang, hal ini tentu saja merupakan permasalahan

dimana semestinya setiap depot air minum isi ulang perlu dilakukan

pengawasan dari instansi terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota

bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat

Kota Bontang sebagai konsumen. Dengan adanya depot air minum

yang berada di Kota Bontang perlu adanya pembinaan dan


46

pengawasan dari Dinas Kesehatan. Pengawasan dan pembinaan ini

dilakukan atas dasar Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492 tahun

2010 Tentang persyaratan kualitas air minum.

Tujuan dilakukannya pengawasan dan pembinaan depot air

minum oleh Dinas kesehatan Kota Bontang adalah sebagai berikut:

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari resiko penggunaan air

produksi depot air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

2. Agar air yang digunakan oleh masyarakat terjamin kualitasnya

sesuai dengan persyaratan kualitas air minum.

3. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bontang bahwa

depot air minum yang terdaftar berjumlah 117 depot yang tersebar

di 3 kecamatan di Kota Bontang.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Depot Air Minum

Hasil penelitian yang dilakukan di Kota Bontang tentang

analisis kualitas air pada depot air minum isi ulang yang terdaftar

dan belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang Tahun 2010

maka diperoleh distribusi sampel yang terlihat pada tabel berikut :

a. Terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang

Karakteristik depot air minum yang terdaftar dan belum

terdaftar di Dinas Kesehatan kota Bontang dapat dilihat pada

tabel berikut :
47

Tabel 4.1 Distribusi Depot Air Minum Yang Terdaftar di


Dinkes Kota Bontang Tahun 2010

No Status Depot Frekuensi (%)


1 Terdaftar 15 50
2 Tidak terdaftar 15 50
Total 30 100

Data pada tabel 4.1 diatas menunjukkan distribusi jumlah

depot air minum isi ulang yang terdaftar sebanding dengan

depot yang belum terdaftar. Hal ini sesuai dengan sampel yang

diinginkan untuk melihat perbandingannya yaitu sebesar 15

depot (50%) yang terdaftar dan 15 depot (50%) yang belum

terdaftar.

b. Aspek administrasi DAM

Karakteristik depot air minum berdasarkan aspek

administrasi DAM meliputi kepemilikan surat keterangan laik

hygiene, izin operasi, konsumen terbanyak dan jumlah

karyawan ditribusinya dapat dilihat pada tabel berikut:


48

Tabel 4.2 Distribusi Depot Air Minum Berdasarkan


Kepemilikan Surat Keterangan laik Hygiene, Izin
Operasi, Konsumen Terbanyak dan Jumlah
Karyawan di Kota Bontang Tahun 2010

Terdaftar di Dinkes Kota Bontang


No Karakteristik Total %
Ya % Tidak %
Kepemilikan Surat
Keterangan Laik Hygiene
1 Ya 15 100 0 0 15 50
2 Tidak 0 0 15 100 15 50
Surat Izin Operasi
1 Ya 15 100 0 0 15 50
2 Tidak 0 0 15 100 15 50

Konsumen Terbanyak
1 RT 14 93,3 14 93,3 28 93,3
2 TPM 1 6,7 0 0 1 3,3
3 Lainnya 0 0 1 3,3 1 3,3

Jumlah Karyawan
1 1-3 orang 10 66,7 0 60 19 63,3
2 > 3 orang 1 6,7 9 0 1 3,3
3 Dikelola sendiri 4 26,7 6 40 10 33,3

Pada tabel 4.2 diatas diketahui karakteristik depot air

minum berdasarkan aspek administrasi DAM meliputi

kepemilikan surat keterangan laik hygiene dan izin operasi pada

depot air minum di kota bontang hasilnya sesuai dengan jumlah

sampel, yakni dari 15 depot air minum yang terdaftar semua

memiliki surat keterangan laik hygiene dari Dinas Kesehatan

Kota Bontang dan memiliki Izin operasi dari Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi Kota Bontang. Sebaliknya pada 15

depot air yang belum terdaftar, semua tidak memiliki surat

keterangan laik hygiene dan izin operasi dikarenakan depot-

depot ini belum terdaftar di Dinkes Kota bontang, hal ini

dikarenakan untuk mendapatkan izin operasi diperlukan surat


49

keterangan laik hygiene dari Dinas Kesehatan. Sementara itu

untuk konsumen terbanyak adalah rumah tangga sebanyak 28

depot (93,3 %), baik pada depot yang terdaftar maupun yang

belum masing-masing sama besarnya yakni sebanyak 14 depot

(93,3 %). Sedangkan untuk jumlah karyawan sebanyak 10

depot (66,7 %) yang terdaftar dan 9 depot (60 %) yang belum

terdaftar memiliki karyawan 1 – 3 orang dan hanya 1 depot (3,3

%) yang terdaftar memiliki karyawan lebih dari 3 orang, sisanya

dikelola sendiri atau tanpa karyawan sebesar (33,3 %) yakni

sebanyak 4 depot (26,7 %) yang terdaftar dan sebanyak 6 depot

(40 %) yang belum terdaftar.

c. Aspek Hygiene Personal Karyawan

Karakteristik depot air minum berdasarkan hygiene

personal karyawan meliputi pernah mengikuti kursus penjamah,

kepemilikan sertifikat kursus penjamah, Rutin melakukan

pemeriksaan kesehatan, tiga bulan terakhir pernah menderita

penyakit menular dan perilaku hidup bersih sehat karyawan

dapat dilihat pada tabel berikut:


50

Tabel 4.3 Distribusi Depot Air Minum Berdasarkan Pernah


Mengikuti Kursus Penjamah dan Kepemilikan
Sertifikat Kursus Penjamah, Rutin Melakukan
Pemeriksaan Kesehatan, Tiga Bulan Terakhir
Pernah Menderita Penyakit Menular dan Perilaku
Hidup Bersih Sehat karyawan

Terdaftar di Dinkes Kota


Total
No Karakteristik Bontang

Ya % Tidak % N %
Pernah Mengikuti Ya 10 66,7 0 0 10 33,3
1
Kursus Penjamah Tidak 5 33,3 15 100 20 66,7

Memiliki Sertifikat Ya 7 46,7 0 0 7 23,3


2
Kursus Penjamah Tidak 8 53,3 15 100 23 76,7

Rutin Melakukan Ya 12 80 6 40 18 60
3
Pemeriksaan kesehatan Tidak 3 20 9 60 12 40
Tiga Bulan Terakhir
Ya 2 13,3 1 6,7 3 10
4 Pernah Menderita
Tidak 13 86,7 14 93,3 27 90
Penyakit Menular
Perilaku Hidup Bersih Ya 10 66,7 0 0 10 33,3
5
(PHBS) Karyawan Baik Tidak 5 33,3 15 100 20 66,7

Data pada tabel 4.3 menunjukkan distribusi dari 30

sampel depot air minum yang diambil sebanyak 20 depot

(66,7%) yang karyawannya tidak pernah mengikuti kursus

penjamah, yakni terdapat 5 depot (33,3 %) yang terdaftar dan

seluruh depot (100 %) yang belum terdaftar. Dan untuk

kepemilikan sertifikat kursus penjamah terdapat 23 depot

(76,7%) yang tidak memiliki sertifikat. Jadi hanya 7 depot

(23,3%) yang karyawannya pernah mengikuti kursus penjamah

dan memiliki sertifikat kursus penjamah yang ketujuh depot

tersebut adalah depot yang terdaftar. Sementara itu sebanyak


51

12 depot (80 %) yang terdaftar dan sebanyak 6 depot (40 %)

yang belum terdaftar, karyawannya rutin melakukan

pemeriksaan kesehatan. Dan sisanya tidak rutin atau jarang

memeriksakan kesehatan karyawannya. Sementara itu, untuk

responden yang mengaku tiga bulan terakhir pernah menderita

penyakit menular adalah sebanyak 3 responden (10,0%), 2

diantaranya dari depot yang terdaftar. Sedangkan 27 responden

lainnya (90,0%) mengaku tiga bulan terakhir tidak pernah

menderita penyakit menular. Untuk perilaku hidup bersih sehat

(PHBS) karyawan depot, diketahui 22 depot (73,3%) memiliki

perilaku hidup bersih dan sehat, yakni sebanyak 12 depot yang

terdaftar dan 10 depot yang belum terdaftar, sedangkan 8 depot

lainya (26,7%) tidak berperilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini

dilihat dari kondisi fisik karyawan pada saat berjualan dan

kondisi fisik depot pada saat observasi penelitian.

d. Aspek Fasilitas Sanitasi Depot Air Minum

Karakteristik depot air minum berdasarkan aspek fasilitas

sanitasi DAM meliputi keberadaan tempat sampah, tersedia

sikat gallon, tersedia tutup gallon, dan tersedia tissue gallon

dapat dilihat pada tabel dibawah ini;


52

Tabel 4.4 Distribusi Fasilitas Sanitasi Depot Air Minum Isi


Ulang di Kota Bontang Tahun 2010

Terdaftar di Dinkes Kota


Total
No Karakteristik Bontang
Ya % Tidak % N %
Ya 6 40 6 40 12 40
1 Terdapat tempat sampah
Tidak 9 60 9 60 18 60
Ya 10 66,7 10 66,7 20 66,7
2 Tersedia sikat gallon
Tidak 5 33,3 5 33,3 10 33,3
Tersedia tutup gallon
3 Ya 15 100 15 100 30 100
yang baru dan bersih
Ya 15 100 14 93,3 29 96,7
4 Tersedia tissue galon
Tidak 0 0 1 6,7 1 3,3
Memajang hasil uji lab Ya 11 73,3 0 0 11 36,7
5
terbaru Tidak 4 26,7 15 100 19 63,3
Terdapat stock gallon
Ya 2 13,3 7 46,7 9 30
6 yang telah diisi lebih dari
Tidak 13 86,7 8 53,3 21 70
1x24 jam

Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari hasil diatas

diketahui sebanyak 18 depot (60,0%) tidak memiliki dan

menyediakan tempat sampah, yakni 9 depot terdaftar dan 9

depot tidak terdaftar, sehingga resiko tercecernya sampah lebih

besar baik itu dari penjual maupun dari konsumen yang datang.

Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 12 depot (40,0%)

menyediakan tempat sampah. Keberadaan tempat sampah

pada suatu depot tentunya diperlukan untuk selalu menjaga

kebersihan depot. Sementara itu, untuk ketersediaan sikat

gallon diketahui sebanyak 20 depot (66,7 %) menyediakan sikat

gallon, yakni 10 depot yang terdaftar dan 10 depot yang belum

terdaftar. Sedangkan 10 depot lainnya (33,3 %) tidak

menyediakan. Sikat gallon diperlukan untuk membersihkan sisi


53

dalam gallon sebelum dilakukan pembilasan. Untuk

ketersediaan tutup gallon yang baru dan bersih serta

ketersediaan tissue gallon yang akan diberikan kepada

konsumen, diketahui seluruh depot yang menjadi sampel

menyediakan (100 %). Selain itu, memajang hasil uji lab terbaru

untuk diketahui konsumen hanya 11 depot (36,7 %) yang

terdaftar saja yang memajang, sisanya sebanyak 19 depot (63,3

%) baik dari 4 depot yang terdaftar dan 15 depot yang belum

terdaftar tidak memajang, hal ini dikarena masih ada yang

belum melakukan pemeriksaan, tidak tahu dan tidak mau

memajang karena akan mengganggu keindahan. Dan sebanyak

9 depot (30,0 %) menyediakan stock gallon yang telah diisi lebih

dari 24 jam untuk dijual, yakni 2 depot yang terdaftar dan 7

depot yang belumterdaftar padahal hal ini tidak diperbolehkan

sedangkan sisanya sebanyak 21 depot (70,0 %) tidak terdapat

stock gallon yang telah diisi lebih dari 24 jam.

e. Aspek Bangunan Depot Air Minum

Karakteristik depot air minum berdasarkan aspek

bangunan DAM meliputi kebaradaan pintu atau tertutup,

ventilasi, pencahayaan diruangan, lantai rapat air, atap dan

langit-langit tidak bocor, kebersihan dan kerapian depot, dan

tandon air baku dapat dilihat pada tabel dibawah ini;

Tabel 4.5 Distribusi Bangunan Depot Air Minum Isi Ulang di


Kota Bontang Tahun 2010

No Karakteristik Terdaftar di Dinkes Kota Total


54

Bontang
Ya % Tidak % N %
Kondisi depot tertutup/ Ya 4 26,7 2 13,3 6 20
1
terdapat pintu Tidak 11 73,3 13 86,7 24 80
Ya 5 33,3 6 40 11 36,7
2 Terdapat ventilasi
Tidak 10 66,7 9 60 19 63,3
Pencahayaan diruangan Ya 12 80 11 73,3 23 76,7
3
baik Tidak 3 20 4 26,7 7 23,3
Lantai rapat air/ tidak
4 Ya 15 100 15 100 30 100
licin
Atap dan langit-langit
5 Ya 15 100 15 100 30 100
tidak bocor dan bersih
Keadaan depot dalam Ya 14 93,3 10 66,7 24 80
6
keadaan bersih dan rapi Tidak 1 6,7 5 33,3 6 20
Tandon air baku
terlindung dari sinar
7 matahari langsung dan Ya 15 100 15 100 30 100
terbuat dari bahan food
grade
Membersihkan peralatan Ya 15 100 12 80 27 90
8 pengolahan air minum
secara rutin Tidak 0 0 3 20 3 10

Dari tabel 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa hanya 6

depot (20,0%) saja yang dalam kondisi tertutup atau memiliki

pintu, yakni 4 depot yang terdaftar dan 2 depot yang belum

terdaftar, sedangkan 24 depot (80,0%) lainnya dalam keadaan

terbuka. Kebanyakan depot air minum di Kota Bontang dalam

keadaan terbuka dan langsung berhubungan dengan luar

ruangan atau badan jalan.

Adanya ventilasi pada suatu ruangan akan membuat

udara dapat berputar sehingga suhu, cahaya dan kelembaban

dapat selalu terjaga. Dari 30 depot yang menjadi sampel, hanya

11 depot (36,7%) yang memiliki ventilasi yang baik, yakni 5

depot yang terdaftar dan 6 depot yang belum terdaftar

sedangkan sisanya sebanyak 19 depot (63,3%) tidak memiliki


55

ventilasi, hal ini kebanyakan disebabkan kondisi depot yang

terbuka dan langsung berhadapan dengan udara luar.

Sementara itu untuk pencahayaan diruangan, hampir semua

depot memiliki pencahayaan ruangan yang baik, yaitu sebanyak

23 depot (76,7%), yakni 12 depot yang terdaftar dan 11 depot

yang belum terdaftar. Hal ini juga terpengaruh dari kondisi depot

yang terbuka, sedangkan 7 depot (23,3%) sisanya memiliki

pencahayaan yang kurang.

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa seluruh

depot yang menjadi sampel semuanya atau 100% depot

memiliki lantai yang rapat air atau tidak licin dan memiliki atap

serta langit-langit yang tidak bocor dan bersih. Sementara itu

untuk keadaan depot yang rapi dan bersih hanya sebanyak 24

depot (80,0%), yakni 14 depot yang terdaftar dan 10 depot yang

belum terdaftar sementara sisanya yang 6 depot (20,0%) tidak

dalam keadaan bersih dan rapi, hal ini dilihat dari banyaknya

barang yang berserakan atau tidak rapi dan ruangan depot

yang tidak bersih.

Sedangkan tandon penyimpanan air baku seluruh

sampel atau sebesar 100% memenuhi syarat yaitu tidak terkena

sinar matahari langsung atau terlindung dan terbuat dari bahan

food grade seperti stainless steel atau poly-vinyl-carbonate.

Dan untuk kebersihan peralatan pengolahan air minum,

hampir semua sampel atau sebanyak 27 depot (90,0%), yakni


56

15 depot yang terdaftar dan 12 depot yang belum terdaftar

mengaku rutin membersihkan peralatan pengolahan air minum

seperti membersihkan peralatan sterilisasi/ disinfeksi sebulan

sekali dan mengganti mikrofilter seminggu 2kali tergantung

banyaknya pemesanan. Sedangkan 3 depot (10,0%) lainnya

merupakan depot yang belum terdaftar mengaku hanya

membersihkan seperlunya, bahkan ada depot yang tidak pernah

membersihkan dan mengganti mikro filter dari awal pemakaian,

hal ini dikarenakan ketidaktahuan responden.

f. Aspek Teknis

karakteristik depot air minum berdasarkan aspek teknis

meliputi sumber air baku, system transaksi air baku, dan

kapasitas tandon dapat dilihat pada tabel distribusi dibawah ini:

Tabel 4.6 Distribusi Sumber Air Baku, System Transaksi


Air Baku dan Kapasitas Tandon Depot Air Minum
Isi Ulang di Kota Bontang Tahun 2010

Terdaftar di Dinkes Kota


N
Karakteristik Bontang Total %
o
Ya % Tidak %
57

Sumber Air Baku


1 PDAM 14 93,3 12 80 26 86,7
2 Air tanah/ Sumur bor/ 1 6,7 3 20 4 13,3
Non PDAM
System Transaksi
Air Baku
1 Membeli air 15 100 0 0 30 0
2 Milik sendiri 0 0 15 100 0 0
Kapasitas Tandon
1 1000 – 3000 lt 13 86,7 15 100 28 93,3
2 > 3000 lt 2 13,3 0 0 2 6,7

Data pada tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa

sebanyak 26 depot (86,7 %) menggunakan air PDAM sebagai

sumber air baku, yakni 14 depot yang terdaftar dan 12 depot

yang belum terdaftar. Sedangkan sisanya 4 depot (13,3 %),

yakni 1 depot yang terdaftar dan 3 depot yang belum terdaftar

menggunakan air Non PDAM sebagai sumber air baku.

Sementara itu, untuk system transaksi air baku seluruh depot

(100 %) membeli air untuk air baku. Sedangkan sebanyak 28

depot (93,3 %), yakni 13 depot yang terdaftar dan 15 depot

yang belum terdaftar, menggunakan tandon dengan kapasitas

1000 – 3000 lt, dan sisanya sebanyak 2 depot (6,7 %)

menggunakan tandon > 3000 lt dan kedua depot tersebut

adalah depot yang sudah terdaftar di Dinkes Kota Bontang.

2. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran deskripsi

tiap-tiap variable yang digunakan dalam penelitian, data dianalisis

berasal dari distribusi frekuensi :


58

a. Kondisi Fisik Air Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Wilayah

Kota Bontang Tahun 2010

Kondisi fisik air minum yang diukur meliputi kejernihan

air, kekeruhan air, ada tidaknya endapan/ partikel-partikel di

dalam air, air tidak berbau, suhu air, dan air terasa segar atau

tidak berasa. Distribusi observasi peneliti tentang kondisi fisik air

minum isi ulang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7 Distribusi Observasi Penelitian Tentang Kondisi


Fisik Air Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota
Bontang Tahun 2010

No Hasil Observasi N (%)


1 Kondisi fisik air jernih 30 100
2 Air tidak keruh 30 100
3 Tidak terdapat endapan/
30 100
partikel-pertikel didalam air
4 Air tidak berbau 30 100
5 Suhu air < suhu ruangan 30 100
6 Air tidak berasa 30 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa seluruh sampel atau

sebesar 100% dari depot yang terdaftar dan belum terdaftar,

hasil observasi kondisi fisik air minum memenuhi syarat yaitu air

jernih, tidak keruh, tidak terdapat endapan/ partikel-partikel

didalam air, air tidak berbau, suhu air < suhu ruangan, dan air

terasa segar atau tidak berasa. Observasi dilakukan dengan

mengambil sedikit sampel air untuk diamati dan dirasakan oleh

peneliti.
59

Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas maka tidak ada

perbedaan kualitas fisik air pada depot air minum isi ulang yang

terdaftar dan belum terdaftar.

b. Kualitas Bakteriologis Air Pada Depot Air Minum Isi Ulang di

Wilayah Kota Bontang Tahun 2011

Kualitas bakteriologis air minum isi ulang dilihat dari hasil

uji laboratorium yang meliputi ada tidaknya total coliform dan

fecal coli pada 100ml sampel air isi ulang yang diperiksa.

Distribusi kualitas bakteriologis air minum isi ulang dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Kualitas Bakteriologis Air Pada Depot


Air Minum Isi Ulang di Kota Bontang Tahun 2011

Terdaftar di Dinkes
N
Kondisi Bakteriologis Kota Bontang Total
o
Ya Tidak
0 5 5
1 Tidak Memenuhi Syarat
0% 33,3 % 16,7 %
15 10 25
2 Memenuhi Syarat
100 % 66,7 % 83,3 %
15 15 30
Total
100 % 100 % 100 %

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 30 sampel yang

diperiksa terdapat 16,7% atau sebanyak 5 sampel yang tidak

memenuhi syarat dimana Total Koliformnya lebih dari 0, dimana

kelima sampel tersebut berasal dari sampel depot yang belum

terdaftar di Dinkes. Sedangkan sisanya sebesar 83,3% atau

sebanyak 25 sampel Total Koliformnya 0. Sementara itu untuk

fecal Coli atau adanya bakteri e.coli pada 100 ml sampel air
60

minum menunjukkan semua sampel (100 %) air minum tidak

mengandung E.Coli.

Hasil laboratorium yang menunjukkan angka total

koliform dan fecal koliform pada air minum disesuaikan dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/ Menkes/ Per/ IV/

2010, dimana batas maksimum cemaran total koliform dan fecal

koliform pada air minum yakni 0 coloni/ 100 ml dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Total Coliform dan Fecal Coliform Air


Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Bontang
Tahun 2011

Total Coliform Fecal Coliform


No Kode DAMIU Ket
(coloni/ 100 ml) (coloni/ 100 ml)
1 Depot 1 0 0 MS
2 Depot 2 0 0 MS
61

3 Depot 3 0 0 MS
4 Depot 4 0 0 MS
5 Depot 5 0 0 MS
6 Depot 6 0 0 MS
7 Depot 7 0 0 MS
8 Depot 8 0 0 MS
9 Depot 9 0 0 MS
10 Depot 10 0 0 MS
11 Depot 11 0 0 MS
12 Depot 12 0 0 MS
13 Depot 13 0 0 MS
14 Depot 14 0 0 MS
15 Depot 15 0 0 MS
16 Depot 16 0 0 MS
17 Depot 17 2 0 TMS
18 Depot 18 0 0 MS
19 Depot 19 0 0 MS
20 Depot 20 2 0 TMS
21 Depot 21 13 0 TMS
22 Depot 22 2 0 TMS
23 Depot 23 33 0 TMS
24 Depot 24 0 0 MS
25 Depot 25 0 0 MS
26 Depot 26 0 0 MS
27 Depot 27 0 0 MS
28 Depot 28 0 0 MS
29 Depot 29 0 0 MS
30 Depot 30 0 0 MS
* 1-15 : DAMIU terdaftar di Dinkes Kota Bontang
16-30 : DAMIU belum terdaftar di Dinkes Kota Bontang
* MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak memenuhi Syarat

Data pada tabel 4.9 menunjukkan terdapat 5 depot yang

tidak memenuhi syarat dikarenakan jumlah koloni pada Total

Koliform > 0. Dan semua yang tidak memenuhi syarat tersebut

pada depot air minum isi ulang yang belum terdaftar di Dinas

Kesehatan Kota Bontang.

C. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas air

pada depot air minum isi ulang yang terdaftar dan belum terdaftar di

Dinas Kesehatan Kota Bontang berdasarkan standar fisik dan standar


62

bakteriologis menurut Permenkes Nomor 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010

Tentang persyaratan kualitas air minum dengan menggunakan

identifikasi syarat fisik air minum, bakteri Koliform dan E. coli. Dengan

desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional,

peneliti ingin mengetahui kondisi fisik air minum serta ada tidaknya

bakteri Koliform dan E. coli yang terkandung didalam air minum isi

ulang yang berada di wilayah Kota Bontang yang diambil secara acak.

Sampel depot air minum isi ulang yang diambil yakni 15 depot

yang terdaftar dan 15 depot yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan

Kota Bontang untuk dilihat perbedaannya. Berdasarkan hasil penelitian

yang diperoleh, dapat diketahui salah satunya dari aspek administrasi

DAM maka diketahui bahwa seluruh depot yang terdaftar telah

memiliki surat keterangan laik hygiene dan izin operasi. Hal ini

dikarenakan sebelum usaha depot ini memiliki izin operasi yang

diperoleh dari Disperindagkop, depot tersebut harus lebih dahulu

memiliki surat keterangan laik hygiene yang dapat diperoleh di Dinas

Kesehatan Kota dan pastinya akan langsung terdaftar di Dinas

Kesehatan Kota. Sebaliknya depot yang belum terdaftar seluruhnya

tidak memiliki surat keterangan laik hygiene dan izin operasi.

Sedangkan untuk konsumen terbanyak adalah rumah tangga, hal ini

dikarenakan lokasi depot-depot tersebut yang berada di lingkungan

pemukiman. Kemudian dari aspek hygiene personal karyawan depot,

dapat dilihat pada depot yang terdaftar masih ada yang tidak mengikuti

kursus penjamah dan tentunya tidak memiliki sertifikat kursus


63

penjamah, namun diketahui ada depot yang karyawannya pernah

mengikuti kursus penjamah namun tidak memiliki sertifikat, hal ini

dapat disebabkan salah satunya karena mereka tidak mengambil

sertifikat dari tempat dilaksanakannya kursus penjamah.

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data maka dilakukan

pembahasan hasil penelitian sesuai dengan variabel yang diteliti.

1. Kualitas fisik air pada depot air minum isi ulang yang terdaftar

dan belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang Tahun

2010

Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat langsung diminum. Standar mutu air

minum ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang

Persyaratan Kualitas Air Minum. Hal tersebut bertujuan untuk

memelihara, melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan

masyarakat.

Kualitas fisik air minum (tidak berbau, tidak berasa, tidak

berwarna, suhu dibawah suhu udara diluarnya dan jernih)

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan

organik dan anorganik yang terkandung di dalam air seperti

lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari buangan. Dari segi

estetika, kekeruhan di dalam air dihubungkan dengan

kemungkinan pencemaran oleh air buangan.


64

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurdjaman, 2005 mengenai kualitas air minum isi ulang ditinjau

dari Hasil pemeriksaan fisik air minum (bau,rasa,warna, suhu

dan kekeruhan) di Kebumen, seluruhnya memenuhi syarat

Kepmenkes RI No.907/Menkes/SK/VII/2002.

Dan juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sadtiwi, 2004 mengenai kualitas produksi air minum isi ulang

pada depot air minum isi ulang di Kota Kudus, dimana Pada

pemeriksaan fisik (bau, rasa, warna, suhu, kekeruhan, DHL)dan

kimia (pH, TDS, nitrat)serta total bakteri coliform, pada semua

depot sesuai dengan Kepmenkes No.

907/MENKES/SK/VII/2002.

Berdasarkan hasil observasi mengenai uji kualitas fisik

pada sampel air pada depot air minum isi ulang yang terdaftar

dan belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang maka

diketahui bahwa semua sampel (100%) air minum memenuhi

syarat yakni air minum tidak berwarna atau jernih, tidak berbau,

tidak berasa atau terasa segar, tidak keruh, suhu air < suhu

ruangan, serta tidak mengandung zat padatan atau tidak

terdapat endapan dan partikel-partikel didalamnya.

Observasi ini dilakukan dengan mengambil sedikit air

minum olahan dari masing-masing depot yang menjadi sampel

penelitian dalam hal ini yang terdaftar dan belum terdaftar di


65

Dinkes Kota Bontang untuk diamati dan dirasakan oleh peneliti,

berdasarkan syarat fisik air minum yang telah ditentukan.

Dari hasil observasi diketahui tidak ada perbedaan

kualitas fisik air pada depot air minum yang terdaftar maupun

yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang. Hal ini

dapat disebabkan oleh proses dan peralatan pengolahan (filtrasi

dan sterilisasi) yang baik. Namun pada penelitian ini dalam

penentuan kualitas fisik air minum yang baik hanya sebatas

observasi yang dilakukan peneliti tanpa menggunakan alat

bantu yang semestinya atau hanya berdasarkan panca indra

yakni penglihatan, penciuman, dan perasa.

2. Kualitas Bakteriologis air pada depot air minum isi ulang yang

terdaftar dan belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang

Tahun 2010

Kualitas air yang digunakan masyarakat haruslah

memenuhi standar kesehatan agar dapat terhindar dari

berbagai penyakit maupun gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh air. Untuk mengetahui kualitas air yang

dimaksud perlu pemeriksaan laboratorium yang mencakup

antara lain pemeriksaan bakteriologi air. Pemeriksaan

bakteriologi air meliputi pemeriksaan MPN. MPN ini merupakan

tabel indeks yang memperkirakan jumlah bakteri yang ada

dalam tabung yang diperiksa.


66

Bakteri yang digunakan untuk standarisasi air minum

adalah Koliform dan E.coli ini dikarenakan kedua bakteri ini

digunakan sebagai indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi

adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan

menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah

tercemar oleh feses manusia. Bakteri - bakteri indikator sanitasi

umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada

usus manusia dan hewan berdarah panas. Jadi, adanya bakteri

tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam

satu atau lebih tahap pengelolaan air atau makanan pernah

mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus

manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri

pathogen lain yang berbahaya.

Kolifrom merupakan suatu grup bakteri yang digunakan

sebagai salah satu indikator adanya polusi kotoran dan kondisi

yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk –

produk susu. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai

bakteri berbentuk batang, gram negative, tidak membentuk

spora, aerobic dan anaerobic fakultatif yang memfermentasikan

laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48

jam pada suhu 35OC. Lebih dari 60 % dari total Koliform dan

fecal Koliform, dan lebih dari 90 % dari fecal koliform adalah

anggota dari Escherichia. Fecal Koliform adalah kelompok yang

sering digunakan sebagai suatu indikator dari ada tidaknya


67

bakteri pathogen. Suatu peningkatan konsentrasi atau jumlah

dari fecal koliforms menandakan suatu indikator dari potensi

resiko kesehatan dan pencemaran kuman. Disamping itu fecal

koliform, organisme lain yang bertindak sebagai indikator dari

potensi resiko kesehatan dan pencemaran kuman meliputi

Enterococcus, Escherichia coli, Streptococcus (fecal

streptococci), dan total koliforms. Organisme ini semua adalah

indikator kualitas yang baik untuk hal tersebut. Yang

menandakan kegagalan dalam perawatan air, dan kesalahan

dalam integritas dari system distribusi, atau pencemaran

pathogen yang mungkin terjadi.

Selain itu toksin yang dihasilkan E.coli dapat

menyebabkan diare akut yang tidak memiliki waktu untuk

inkubasi yang lama, ini yang membedakan dengan Salmonella

yang memiliki waktu inkubasi selama 10 – 14 hari baru dapat

menimbulkan sakit kepala, demam konstipasi dan lemah. Selain

itu Salmonella ini habitat hidupnya tidak pada saluran

pencernaan manusia, jadi tidak dapat diketahui pencemaran air

minum tersebut berasal dari kotoran manusia atau tidak.

Berdasarkan hasil tes laboratorium mengenai uji

bakteriologis sampel air pada depot air minum isi ulang yang

terdaftar dan belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang

maka diketahui dari 30 sampel air minum terdapat 5 sampel

yang tidak memenuhi syarat, sampel ini terkontaminasi oleh


68

bakteri total koliform, hal ini disesuaikan oleh Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010 tentang batas

cemaran mikroba pada air minum dimana syarat bakteri Total

koliform dan Fecal koliform pada air minum yakni 0 coloni/ 100

ml air minum, dengan jumlah Total koliform dan Fecal koliform

yang diuji dengan metode MPN (Most Probable Number) sangat

bervariasi dimana terdapat 25 (83,3 %) sampel air minum

jumlah Total koliform dan Fecal koliform 0 koloni per 100 ml

yang artinya 25 sampel tersebut tidak terkontaminasi oleh

bakteri atau memenuhi syarat untuk diminum, sedangkan 5

(16,7 %) sampel lainnya meskipun jumlah Fecal koliform 0

koloni per 100 ml atau dalam hal ini tidak tercemar e.coli namun

memiliki jumlah Total koliform > 0 koloni per 100 ml atau

melebihi ambang batas maksimum cemaran coliform pada air

minum dimana diantaranya ada yang berjumlah 2 koloni/ 100

ml, 16 koloni/100 ml, dan yang paling tinggi yakni 33 koloni/ 100

ml, yang artinya dalam 100 ml air minum terdapat 33 koloni

coliform yang tumbuh di dalamnya. Dari kelima sampel tersebut

kandungan Koliform tertinggi adalah dalam 100 ml didapatkan

dari sampel nomor 23 dan kandungan terendah adalah dalam

100 ml yang didapatkan pada sampel nomor 17, 20 dan 22.

Berdasarkan Permenkes nomor 492 tahun 2010

disebutkan bahwa standar air minum kandungan Koliform dan

E.coli dalam 100 ml adalah 0, jadi berdasarkan permenkes


69

tersebut maka kelima depo tersebut tidak memenuhi standar

kelayakan untuk air minum, karena walaupun tidak didapatkan

kandungan E.coli dalam air tersebut tetapi didapatkan

kandungan Koliform.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sintara, 2007 mengenai kelayakan air minum isi ulang ditinjau

dari standar bakteriologis di Kota Samarinda yang layak untuk

dikonsumsi sebanyak 27 depot.

Dan juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oeh

Maharani, 2007 mengenai kajian hygiene sanitasi depot dan

kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang

di Kabupaten Wonogiri yang sebagian besar atau sebanyak 7

depot (77,78%) air minum isi ulang yang ada di Kabupaten

Wonogiri telah memenuhi syarat kesehatan.

Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini

digunakan botol yang terbuat dari kaca, ini dikarenakan

sterilisasi botol yang menggunakan suhu yang tinggi diatas

100OC, dengan menggunakan botol kaca sterilisasi dapat

dilakukan dengan baik, apabila menggunakan botol plastik titik

didihnya kurang dari 100OC. selain itu botol yang dipakai juga

harus yang gelap sehingga pertumbuhan bakteri dalam sampel

dapat terhambat ini dikarenakan air sampel tidak langsung

terpapar sinar matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan

bakteri (Suriawiria, 2000).


70

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya

sampel air minum dengan kandungan bakteri yang cukup tinggi

antara lain disebabkan oleh sumber air baku yang telah

tercemar atau tercemarnya air baku saat pengangkutan dari

sumber air kelokasi depot. Dari hasil wawancara dan observasi

dengan petugas depot diperoleh informasi bahwa air baku depot

ada yang berasal dari sumur bor atau non PDAM atau swasta

dan ada pula yang langsung ditampung dari air PDAM.

Pencemaran dimungkinkan pada saat pengisian air baku

kedalam tandon mobil pickup pengangkut atau pada saat

pemindahan air baku dari mobil pengangkut kedalam tandon

penampungan air di depot air minum isi ulang. Selain itu

penyimpanan air baku yang terlalu lama (lebih dari tiga hari)

dapat berpengaruh terhadap kualitasnya, yaitu dapat

menimbulkan pertumbuhan organisme. Selain itu terjadinya

pencemaran juga dapat terjadi pada saat pengolahan (filtrasi

dan sterilisasi) yang kurang sempurna. Ini dikarenakan tabung

filtrasi dan sterilisasi yang digunakan sudah tidak dapat lagi

memfilter kotoran dan membunuh bakteri dalam air baku,

disebabkan tabung yang jarang dibersihkan atau diganti yang

seharusnya diganti dan dibersihkan dalam periode tertentu.

Kondisi ini diperburuk oleh cara pembilasan gallon yang

tidak steril dan operator yang tidak memperhatikan hygiene

perorangan dan kebersihan lingkungan sekitar depot. Selain itu


71

masih terdapat depot yang tidak rutin membersihkan peralatan

pengolahan (filtrasi dan sterilaisasi) bahkan masih ada depot

yang tidak pernah membersihkan dan mengganti filter. Hal ini

dikarenakan tingkat pengetahuan mengenai sanitasi depot air

minum isi ulang yang masih kurang dan lama bekerja atau

pengalaman responden dalam mengelola depot air minum isi

ulang. Semua ini akan menimbulkan dampak buruk terhadap

kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air minum ini.

Selain itu masih rendahnya kesadaran bagi pemilik depo air

minum isi ulang tersebut untuk melakukan pemeriksaan rutin air

minum produksinya ke laboratorium yang ditunjuk yang

seharusnya untuk uji fisik dan kimia dilakukan 6 bulan sekali

serta uji bakteriologis 3 bulan sekali, ini dibuktikan dari

banyaknya depot – depot tersebut yang memiliki sertifikat yang

telah kadaluarsa bahkan tidak memiliki sertifikat atau belum

terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang.

Dalam hal ini juga dapat diketahui dari kelima sampel

depot yang tidak memenuhi syarat seluruhnya adalah depot air

minum isi ulang yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota

Bontang. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya pengawasan

dari instansi terkait karena depot-depot ini belum terdaftar

sehingga luput dari pengawasan Dinkes kota. Padahal dengan

terdaftarnya depot air minum isi ulang dapat mengantisipasi dan

menanggulangi munculnya depot yang air minumnya tidak


72

memenuhi syarat kesehatan, karena dalam pengawasan

tersebut ada pengambilan sampel air untuk di uji secara kimiawi

dan bakteriologis, sehingga jika tidak memenuhi syarat pihak

dinkes dapat memberitahukan kepada pemilik depot untuk

segera memperbaiki dan membersihkan peralatan pengolahan

air minumnya hingga diperoleh air minum yang memenuhi

syarat kesehatan untuk diminum.

Dengan hasil 16,6% air isi ulang di Kota Bontang

tercemar Koliform ini menunjukkan angka yang cukup tinggi.

Jika peneliti mengasumsikan tiap depo tersebut memproduksi

rata – rata 10 galon perhari yang mana 1 galon terdiri dari 19

liter air minum, dan jika rata – rata kebutuhan air minum sehari

adalah 5 liter maka ada 190 orang akan terancam tiap harinya,

ada 5.700 orang tiap bulannya dan dalam satu tahun akan ada

85.500 orang terancam terinfeksi waterborne diseases. Hal ini

tentunya dapat mempengaruhi meningkatnya kasus diare pada

daerah sekitar lingkungan depot air minum isi ulang yang air

minumnya tercemar atau tidak memenuhi syarat. Dimana

berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bontang, penyakit

diare termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Kota Bontang,

yang pada tahun 2009 adalah 2524 kasus, hal ini meningkat

dibandingkan kasus tahun 2008 yaitu sebesar 1296 kasus.

Penyebab adanya bakteri Escherichia Coli pada air

minum dapat dikarenakan antara lain penggunaan ultraviolet


73

yang tidak sesuai antara kapasitas air dengan kecepatan air

yang melewati penyinaran ultraviolet, akibat terlalu cepat maka

bakteri tidak mati. Penyinaran UV (ultraviolet) akan merusak

DNA bakteri tertentu dari Escherichia Coli tetapi DNA yang

semula rusak dapat mengalami mekanisme perbaikan kembali

setelah disinari visible light sehingga bakteri menjadi aktif

kembali. Kurangnya kebersihan depot dan ingkungan sekitar.

Peralatan yang digunakan dibawah standar minimum peralatan,

antara lain tabung berisi pasir silica, karbon aktif, ultraviolet

minimal type 5GPM dan penyaringan micro filter. Kurangnya

kesadaran pemilik depot untuk memeriksakan depotnya 3 bulan

sekali ke dinas kesehatan setempat (Yusuf, 2008).

Air yang tercemar oleh Koliform dan E.coli tidaklah aman

untuk kita konsumsi ini dikarenakan akan menimbulkan

beberapa penyakit yang dikarenakan bakteri tersebut antara lain

diare akut hingga kronik sampai infeksi saluran kemih terutama

pada bayi yang rentan terhadap diare. Ada beberapa faktor

yang menyebabkan antara lain ketahanan host yang sangat

baik terhadap serangan bakterti tersebut. Ini dimungkinkan

karena host tersebut memiliki kekebalan yang sangat baik dan

memiliki anti body terhadap toksin yang dihasilkan oleh bakteri

tersebut sebagai contoh bayi akan lebih rentan E.coli

dikarenakan bayi tersebut tidak memiliki antibody IgM ini juga

yang sering menyebabkan sepsis pada bayi (Suriawiria, 2000).


74

Pada hasil uji laboratorium juga diketahui terdapat 10

depot yang memenuhi syarat padahal depot- depot tersebut

belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Bontang, hal ini dapat

disebabkan dari setiap tahap mulai dari pengangkutan air baku,

peralatan pengolahan (filtrasi dan sterilisasi), hygiene personal,

hygiene sanitasi depot, hingga proses pengolahan sampai

ketangan konsumen semua dalam kondisi baik dan sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana semua

dalam kondisi steril, bersih dan sehat. Meskipun demikian,

depot-depot yang belum terdaftar ini sangat diharapkan untuk

dapat segera mendaftarkan depot ke Dinas Kesehatan Kota

Bontang agar tetap ada pengawasan untuk menjaga kualitas air

yang dikonsumsi masyarakat. Kebanyakan dari depot yang

belum terdaftar ini mengaku tidak mengetahui adanya dan

perlunya untuk mendaftarkan depot ke Dinas Kesehatan Kota,

sehingga perlu adanya kerjasama dari Dinas Kesehatan kota

bersama dengan instansi terkait untuk dapat menindaklanjuti

adanya depot air minum isi ulang yang belum terdaftar di Dinas

Kesehatan Kota agar dapat dilakukan pengawasan guna

menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai