KERANGKA TEORETIK
A. Deskripsi Konseptual
a. Hasil Belajar
bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan. Menurut Gagne bahwa
manusia, yang dapat bertahan dalam waktu yang lama dan perubahan itu
1
Robert Mills Gagne, The conditions of learning, Third Edition (New York: Holt, Rinehart and
Winston, 1977), h. 3.
19
20
oleh sikap refleks, spontan, atau perilaku yang bersifat naluriah.Sesuai hal
responses that results from prior experience with those or similar stimuli and
serupa.
2
Robert E. Slavin, Educational Psychology: Theory and Practice, Twelfth Edition (New York:
Pearson, 2018), h. 98.
3
Michael Domjan, The Principles of Learning and Behavior, Seventh Edition (Stamford:
Cengage Learning, 2015), h. 14
4
Susan Wallace, Teaching, Tutoring and Training in the Lifelong Learning Sector, Third
Edition (Glasgow: Learning Matters Ltd, 2007), h. 93.
21
yang bertahan lama, atau dalam kapasitas untuk berperilaku dengan cara
terhadap semna situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses
5
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan,Cetakan Ketiga (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
(2016), h. 50.
6
Dale H. Schunk, Learning Theories: An Educational Perspective, Sixth Edition (Boston:
Pearson Education, Inc., 2012), h. 3.
7
Muhammad Fathurrohman, Belajar dan Pembejaran Modern Konsep Dasar, Inovasi dan
Teori Pembelajaran (Yogyakarta: Garudhawaca, 2017), h. 5.
22
dalam hasil belajar adalah pembelajaran yang harus dicapai agar peserta
didik dapat lulus atau mencapai tujuan pembelajaran. Meskipun tidak secara
Pada dasarnya, hasil belajar ditulis untuk membedakan antara yang lulus dan
8
Patrick Werquin, Recognising Non-Formal and Informal Learning: Outcomes, Policies and
Practices (Paris: OECD Publishing, 2010), h. 26.
9
Jennifer Moon, The Module and Programme Development Handbook: A Practical Guide To
Linking Levels, Learning Outcomes and Assessment (London: Kogan Page, 2001), h. 71.
23
kemampuan yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut juga
motorik, sikap.10 Hasil belajar ialah perubahan perilaku individu. Individu akan
yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan motorik. 11 Oleh karena itu,
mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh
10
A. Wahab Jufri, Belajar dan Pembelajaran Sains: Modal Dasar Menjadi Guru Profesional,
Cetakan II (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2017), h. 73.
11
Mohammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cetakan 3 (Jakarta:
Mahaputra Adidaya, 2003), h. 25.
24
atau panduan hidup bagi umat manusia. Banyak ilmu yang lahir dari Al-
namun terinspirasi dari Al-Qur’an seperti ilmu alam, ilmu ekonomi dan yang
dalam masyarakat.13
keislaman untuk merujuk kepada teladan dan otoritas Nabi saw atau sumber
istilah tersebut tidaklah serta merta sudah jelas dan dapat dipahami dengan
berbeda pula.
Kata hadits merupakan isim (kata benda) yang secara bahasa berarti
12
Manna Khalil al-Qattan, “Mabahist fi Ulum al-Qur’an” diterjemahkan oleh Muzdakkir AS.
Dalam Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1987), h. 10.
13
Tim Badan Litbang dan Diklat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an
Tematik: Al-Qur’an dan Pemberdayaan Kaum Du’afa, (Jakarta: Departemen Agama RI,
2008), h. xii.
25
lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits yang lebih populer di kalangan Ulama
hadits ini dengan makna pembicaraan, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan
ahadits.
sumber utama ajaran Islam, dalam arti keduanya merupakan sumber akidah
tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan
Al-Qur’an Hadis yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs. Peningkatan
14
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang,
1991), h. 20.
26
terkandung dalam Al-Qur’an Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam dan
kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an dan Hadis, (2) membekali peserta
didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis sebagai
Hadis sebagai sumber ajaran agama islam dan mengamalkan isi kandungan
tentang Al-Qur’an dan Hadis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Al-
15
Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada
Madrasah, h. 49.
27
isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis sehingga dapat diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari sebagai perwujudan iman dan taqwa kepada Allah
SWT.
Hadis, maka dapat dirumuskan sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar Al-
penilain. Berikut ini pada tabel 2.1 diketengahkan Kompetensi Inti (KI),
dijadikan dasar dalam pelaksanaan tes hasil belajar Al-Qur’an Hadis yang
Tabel 2.1.
Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator Mata Pelajaran
Al-Qur’an Hadis Kelas XI Semester Ganjil Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1
Soppeng
2. Model Pembelajaran
mengemukakan bahwa:
16
Richard I. Arends, Learning to Teach, Ninth Edition (New York: McGraw-Hill Companies,
2012), h. 27.
17
Bruce Joyce, Marsha Weil, and Emily Calhoun, Models of Teaching, Eighth Edition
(Boston: Pearson Education, Inc., 2009), h. 24.
30
classroom, and the kinds of life views likely to be generated as teacher and
akan diterima di kelas dan jenis pedoman interaksi antara guru dan siwa
18
B. C. Mahapatra, Models of Teaching in Education (New Delhi: Sarup & Sons, 2004), h.
26.
19
Mujibul Hasan Siddiqui, Excellence of Teaching: A Model Approach (New Delhi: LP.H.
Publishing Corporation, 2008), h. 7.
20
R. P. Pathak and Jagdeesh Chaudhary, Educational Technology (New Delhi: Dorling
Kindersley, 2012), h. 50.
31
adalah instrumen fleksibel yang dimodifikasi agar sesuai dengan jenis materi
petunjuk dan gagasan baru yang berguna untuk menangani berbagai jenis
tidak jauh berbeda dengan model pembelajaran yang digagas oleh Alex
Osborn. Model Treffinger ini dikenal juga dengan model creative problem
32
solving (CPS).21 Treffinger mengemukakan bahwa “this model deals with the
dan praktik, baik di dalam maupun di luar konteks dan konten pembelajaran.
masalah.23
pertama kali dikembangkan oleh Osborn (1963) dan kemudian ditangani oleh
model CPS yang berkembang menjadi proses enam langkah, yakni mess
21
Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan
Paradigmatis, Cetakan V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 317.
22
Donald J. Treffinger, Practice Problems for Creative Problem Solving, Third Edition (Waco,
TX: Prufrock Press Inc., 2000), h. 2.
23
Scott G. Isaksen, K. Brian Dorval, and Donald J. Treffinger, Creative Approaches to
Problem Solving: A Framework for Innovation and Change, Third Edition (Los Angeles:
Sage Publications, 2011), h. 26.
33
konsensus dengan hanya memilih ide yang paling tepat untuk memecahkan
sasaran.
24
Melissa K. Demetrikopoulos and John L. Pecore, Interplay of Creativity and Giftedness in
Science, Eds. (Rotterdam: Sense Publishers, 2016), h. 139.
25
Kristin Puccio, Susan Keller-Mathers, and Donald J. Treffinger, Adventures in Real
Problem Solving: Facilitating Creative Problem Solving with Primary Students (Waco, TX:
Prufrock Press Inc., 2000), h. 1.
34
perkataan lain, bahwa selain proses yang bermakna juga digunakan proses
banyak solusi alternatif) dan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang
Treffinger meliputi dua aspek, yaitu aspek kognitif dan afektif. Sementara
informasi dalam waktu yang terbatas untuk suatu solusi yang bermakna; (2)
26
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Cet. 3 (Jakarta: Rineka
Cipta, 2016), h. 172.
27
Hafizh Nizham, Suhendra, and Bambang Avip P., “Improving Ability Mathematic Literacy,
Self-efficacy and Reducing Mathematical Anxiety with Learning Treffinger Model at Senior
High School Students”, International Journal of Science and Applied Science: Conference
Series, Vol. 2 No. 1 (2017), h. 132.
28
Toshiharu Taura and Yukari Nagai, Design Creativity 2010, Eds. (London: Springer
Science & Business Media, 2011), h. 106.
35
yang baru.29
pembelajaran kreatif yang dapat memberi kondisi belajar aktif bagi siswa.
29
Toshiharu Taura and Yukari Nagai, op.cit., h. 106.
30
Anggia Amanda Lukman, Gurniwan Kamil Pasha, and Wahyu Erdiana, "The Difference of
Learning Model Think-Talk-Write (TTW) and Treffinger in Improving Students Critical
Thinking Skills in Sociology Subject”, Proceeding The 5th International Conference
Oneducation & Social Sciences (ICESS), Semarang, 26-27 July 2017, h. 45.
36
masalah masa kini dan masa depan bukan sebagai penghalang untuk
menemukan banyak jawaban, berpikir kritis atau fokus pada satu pilihan. Di
dasar dalam proses belajar dan model tersebut dapat digunakan untuk
31
Joel E. McIntosh and April W. Meacham, Creative Problem Solving in the Classroom:
Effectively Using CPS in Any Classroom (Waco, TX: Prufrock Press Inc., 1991), h. 11.
32
Ashari, Lusy Rahmawati dan Eko Setyadi Kurniawan, “Pengaruh Model Pembelajaran
Treffinger Terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Suhu dan Kalor Siswa Kelas X SMA
Negeri 3 Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015”, Jurnal Radiasi, Vol.7 No.1.September
2015, h. 27.
33
Donald J. Treffinger, Scott G. Isaksen, and K. Brian Dorval, Creative Problem Solving: An
Introduction, Third Edition (Waco, TX: Prufrock Press Inc., 2000), h. 12.
37
dalam pembelajaran agar berpikir kreatif (yang juga sering disebut berpikir
suatu masalah dan kemudian berpikir kritis (yang juga sering disebut berpikir
konvergen)35, yakni memilih ide atau gagasan berdasarkan fakta, baik secara
melibatkan proses berpikir. Model pembelajaran ini dirancang agar siswa aktif
pengembangan tiga langkah untuk membantu siswa belajar agar lebih mahir
34
Ahmed Fathelrahman, Mohamed Izham Mohamed Ibrahim, Alian A. Alrasheedy, Albert
Wertheimer, Pharmacy Education in the Twenty First Century and Beyond: Global
Achievements and Challenges, Eds. (London: Academic Press, 2018), h. 35.
35
Donald J. Treffinger, Scott G. Isaksen, and K. Brian Dorval, op.cit., h. 3.
38
yaitu understanding the challenge, generating ideas, dan preparing for action.
Dalam proses komponen ini, mencakup enam tahap secara spesifik, yakni
exploring data (menggali data), yaitu menjelajahi banyak aspek tugas dan
menentukan aspek mana yang harus menjadi fokus utama dalam upaya
36
Ronald A. Beghetto, “Creative Learning: A Fresh Look”, Journal of Cognitive Education and
Psychology, Volume 15, Number 1, 2016, h. 4.
37
Donald J. Treffinger, Creative Problem Solver's Guidebook, Third Edition (Waco, TX:
Prufrock Press Inc., 2000), h. 1.
39
permasalahan.
penerimaan, yaitu: guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan
dan Reis mengemukakan bahwa model pembelajaran kreatif terdiri atas tiga
problem solving models; and dealing with real problems and challenges”.40
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh French dan Rhoder bahwa
pembelajaran dengan cara berpikir divergen atau kreatif dan konvergen atau
kritis; (2) learning and practicing problem solving models, siswa menerapkan
ini pembelajaran bersifat holistik; (3) dealing with real problems and
39
Miftahul Huda, op.cit., h. 319.
40
Donald J. Treffinger and Sally M. Reis, Creativity and Giftedness, eds. (Thousand Oaks,
California: Corwin Press, 2004), h. 90.
41
tersebut adalah (1) basic tools, siswa dapat berpikir divergen tanpa takut
salah, (2) practice with process, siswa diberi masalah kompleks yang
menciptakan konflik kognitif, dan (3) working with the real problem,
kreatif meliputi tiga level, yaitu: “levels one, two, dan three” dengan
gagasan. Alat berpikir kreatif adalah metode, strategi, atau teknik yang
41
Joyce N. French and Carol Rhoder, Teaching Thinking Skills: Theory and Practice, Vol.
511 (New York: Routledge, Taylor & Francis, 2011), h. 234.
42
Idrus Alhaddad, et.al., “Enhancing Students’ Communication Skills Through Treffinger
Teaching Model”, Journal on Mathematics Education, Volume 6, No. 1, January 2015, h.
33.
42
b) Level Two. Level ini meliputi proses atau sistem pembelajaran dan
c) Level Three. Tingkat ini merupakan hasil yang paling penting dan
Treffinger untuk mendorong belajar kreatif meliputi susunan tiga tingkat yang
yang lebih majemuk. Model Treffinger terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
situasi praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran,
43
Mark A. Runco, Problem Finding, Problem Solving, and Creativity, Ed. (Noorwod, New
Jersey: Ablex Publishing Corporation, 1994), hh. 231-232.
43
penyusunan sifat, dan hubungan yang dipaksakan. Untuk tingkat II: proses
untuk tingkat III: keterlibatan dalam tantangan nyata, digunakan teknik atau
44
Utami Munandar, op.cit., hh. 172-174.
45
Conny Semiawan, A.S. Munandar, dan S.C.U. Munandar, Memupuk Bakat dan Kreativitas
Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk bagi Guru dan Orang Tua (Jakarta: PT. Gramedia,
1984), h. 41.
44
a) Tingkat I basic tool (1) pendidik memberikan suatu masalah (2) peserta
analog (2) peserta didik membuat contoh yang diminta oleh pendidik.
c) Tingkat III working with real problems (1) pendidik memberikan suatu
46
Titin Faridatun Nisa, “Pembelajaran Matematika dengan Setting Model Treffinger untuk
Mengembangkan Kreativitas Siswa”, Pedagogia: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 1, No. 1,
Desember 2011, hh. 44-45.
45
situasi seperti ini, maka memicu siswa untuk mengeluarkan potensi kreatifnya
sehari-hari. Agar kegiatan siswa lebih efektif, maka guru melakukan metode
dengan tujuan agar siswa terdorong untuk aktif dan kreatif dalam
pembelajaran.
langkah pembelajaran model Treffinger seperti pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2.
ini menunjukkan bahwa belajar kreatif mempunyai tingkatan dari yang relatif
dari semua subjek yang diajarkan di sekolah. Oleh karena itu, model ini dapat
diterapkan pada semua segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan
model ini memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting,
yaitu: (1) belajar kreatif membantu anak menjadi berhasil guna ketika guru
tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dalam upaya
diprediksi yang timbul di masa depan; (3) belajar kreatif dapat menimbulkan
47
Utami Munandar, op.cit., h. 174.
48
akibat yang besar dalam kehidupan. Banyak pengalaman kreatif yang lebih
48
Conny Semiawan, A.S. Munandar, dan S.C.U. Munandar, op.cit., h. 37.
49
Miftahul Huda, op.cit., h. 320.
49
masalah.
lapangan.
c) Model ini mungkin tidak terapkan untuk siswa taman kanak-kanak atau
specifically to help students master academic and social skills and to acquire
50
Ibid., h. 320-321.
51
Jeffrey P. Bakken, Festus E. Obiakor, and Anthony F. Rotatori,Behavioral Disorders:
Practice Concerns and Students with EBD, First Edition, Eds. (Bingley: Emerald Group
Publishing, 2012), h. 159.
52
Dick Arends and Ann Kilcher, Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished
Teacher (New York: Routledge, 2010),h. 188.
50
can be implemented across content areas and grade levels”. Bahwa explicit
dan menerima umpan balik dan penguatan yang korektif. “Explicit instruction
melihat apa yang harus dipelajari. 54 Sesuai dengan hal tersebut Schwarzer
53
Ervin F. Sparapani, Differentiated Instruction: Content Area Applications and Other
Considerations for Teaching in Grades 5-12 in the Twenty-first Century, Ed. (Lanham,
Maryland: University Press of America, 2013), h. 8.
54
Paul J. Riccomini and Bradley S. Witzel, Response to Intervention in Math (Thousand
Oaks, California: Corwin Press, 2009), h. 11.
51
terstruktur.
(piece-by-piece) process, with the students actively engaged with the material
kepada siswa dalam proses bottom-up (sepotong demi potong), dan siswa
menurut Archer dan Hughes salah satu model yang tersedia untuk guru
efektif. Hal ini disebut eksplisit karena pendekatan pengajaran yang meliputi
55
D. Schwarzer and J. Grinberg, Successful Teaching: What Every Novice Teacher Needs to
Know, Eds. (Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield, 2017), h. 69.
56
Daniel J. Moran and Richard W. Malott, Evidence-Based Educational Methods, Eds. (San
Diego, California: Elsevier Academic Press, 2004) h. 96.
52
informasi dengan cara yang jelas, sistematis, dan terorganisasi dengan baik.
bahwa materi disajikan sedikit demi sedikit dengan penjelasan dan contoh
yang beroirientasi akademik dan juga terstruktur serta siswa harus terlibat
57
Anita L. Archer and Charles A. Hughes, Explicit Instruction: Effective and Efficient
Teaching (New York: Guilford Press, 2010), h. 1.
58
Mang Li and Yong Zhao, Exploring Learning and Teaching in Higher Education, Eds.
(Heidelberg: Springer, 2015), h. 194.
53
diarahkan oleh guru secara kontekstual dan tepat. Materi pelajaran dalam
yang mencakup: (1) set pra-instruksional, 'hook', atau 'why'; (2) prosedur
(3) penutup yang mencakup data penilaian yang nyata (bukan perasaan atau
59
Bruce R. Joyce, Marsha Weil, and Emily Calhoun, Models of Teaching,Ninth Edition (New
Jersey: Pearson Education, Inc., 2015), h. 341.
54
setahap.
instruction sebagai model yang sangat terorganisir dan diarahkan oleh guru,
maka model ini memiliki langkah secara berurutan untuk mengajarkan materi
(2) instruction and modeling of the target skill or concept, (3) opportunities for
guided practice, (4) opportunities for independent practice, (5) the use of a
60
D. Schwarzer and J. Grinberg, Successful Teaching: What Every Novice Teacher Needs to
Know, Eds. (Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield, 2017), h. 67.
61
Kathleen Lynne Lane, et.al, Managing Challenging Behaviors in Schools: Research-Based
Strategies That Work (New York: Guilford Press, 2010, h. 52.
55
kelompok setelah menerima materi, dan (6) menilai kinerja atau pemahaman
b) Tahap II: Presentasi, yang meliputi: (1) guru menjelaskan konsep atau
c) Tahap III: Praktik Yang Terstruktur, yang meliputi: (1) guru menuntun
d) Tahap IV: Praktik di Bawah Bimbingan Guru, yang meliputi: (1) siswa
secara mandiri di rumah atau di kelas, (2) guru menunda respons balik
berikut ini:
Tabel 2.3.
62
Bruce R. Joyce, Marsha Weil, and Emily Calhoun, op.cit., h. 348.
57
a) Guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh
b) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
diungkapkan.
waktu yang relatif singkat dan dapat diakses oleh seluruh siswa.
e) Adanya bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang
64
Ibid., hh. 188-189.
59
aktivitas dalam suatu tugas atau suatu penilaian atas perilaku seseorang.
perilaku yang diinginkan yang menghasilkan produk atau layanan yang dapat
kinerja yang efektif. Sedangkan berpikir adalah suatu kegiatan mental yang
melibatkan kerja otak. Walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja
otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak.
produk baru. Ciptaan tidak perlu seluruhnya baru, mungkin saja gabungan,
menemukan unsur baru tersebut termasuk orang yang kreatif. 68 Jadi, kreatif
untuk menciptakan suatu hal atau cara baru dari hal-hal yang sudah ada
dari kecerdasan karena tidak terbatas pada kognitif atau fungsi intelektual
atau perilaku.
68
Conny Semiawan, A.S. Munandar, dan S.C.U. Munandar, op.cit., h. 8.
69
Ai-Girl Tan, Creativity: A Handbook for Teachers, Ed. (Singapore: World Scientific
Publishing, 2007), h. 311.
61
situasi-situasi baru. Berpikir kreatif lebih luas daripada berpikir kritis. Kalau
sesuatu yang berguna dan baru atau lebih baik, baik dalam bidang seni,
(2) convergent, dan (3) emergent thinking.71 Berpikir divergen (juga disebut
70
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Cetakan ke-4 (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), h. 109.
71
Melissa K. Demetrikopoulos and John L. Pecore, op.cit., h. 351.
72
Utami Munandar, op.cit., h. 167.
62
generasi atau saran dari perspektif yang unik atau alternatif, desain produksi
material yang belum pernah terjadi sebelumnya atau dapat juga tidak secara
73
Kathryn Geldard, David Geldard, and Rebecca Yin Foo, Counselling Adolescents: The
Proactive Approach for Young People,Fourth Edition (London: Sage Publications, 2016), h.
8.
74
Debra McGregor, Developing Thinking; Developing Learning (New York: McGraw-Hill
Education, 2007), h. 172.
75
Ayman Amer, Analytical Thinking (Cairo: Pathways to Higher Education, 2005),h. 13.
63
dorongan ingin tahu yang besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik,
sering banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam
orang lain, daya imajinasi kuat, memiliki tingkat orisionalitas yang tinggi,
dapat bekerja sendiri, dan senang mencoba hal-hal yang baru. 76 Berdasarkan
(2) flexibbility, berpikir luwes, (3) originality, berpikir orisinil, dan (4)
sebagainya;
76
Conny Semiawan, A.S. Munandar, dan S.C.U. Munandar, op.cit., h. 29.
77
Ibid., h. 39.
78
Kenneth D. Moore, Effective Instructional Strategies: From Theory to Practice, Fourth
Edition (Los Angeles: Sage Publications, 2015), h. 380.
64
diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak
pra-sadar;
4) Verifikasi: tahap evaluasi ialah tahap di mana ide atau kreasi baru
cognitive ability to generate ideas that are unusual and of high quality”.81
ide yang tidak biasa dan bermutu tinggi. Kemampuan kreatif secara umum
berbagai macam ide atau gagasan yang baru, mengamati sesuatu dari
baik fisik maupun mental, dicapai atau tidak dengan pelatihan dan
individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor: intelektual dan fisik.
82
John B. Carroll, Human Cognitive Abilities: A Survey of Factor-Analytic Studies (New York:
Cambridge University Press, 1993), h. 4.
66
seseorang, atau tentang prediksi yang berkaitan dengan cuaca; atau tentang
memahami teks tertulis. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit
yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetap
dan kreatif dari apa yang tertulis agar memperoleh pemahaman yang
situation where reading, writing and learning seem to follow, one from the
untuk belajar dan karenanya untuk berprestasi, apalagi dalam situasi sekolah
dimana membaca, menulis dan belajar nampaknya mengikuti, satu dari yang
lain dalam urutan yang sama. Kemampuan membaca adalah “a complex skill
83
Shantilata Sahu, Psychology Of Reading: Role Of Orthographic Features (New Delhi:
Concept Publishing Company, 2000), h. 15.
84
Farida Rahim, Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar, Cet. I (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005), h. 2.
85
Suraj Balram Kakkar, Readings in Educational Psychology (New Delhi: Atlantic Publishers
& Dist, 1993) h. 151.
67
mengakses maknanya.
bentuk simbol huruf dan angka sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafaz dan maknanya
yang berbeda dengan kitab-kitab lain buatan manusia. Oleh karena itu,
dalam artian luas, bukan hanya melisankan huruf, akan tetapi mengerti apa
dalam melafalkan dan menuli huruf, kata, dan kalimat yang tertulis dalam Al-
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hastri Rosiyanti dan Esti Wijayanti 90 yang
90
Hastri Rosiyanti dan Esti Wijayanti, “Implementasi Model Pembelajaran Treffinger
Terhadap Hasil Belajar”, Jurnal Pendidikan Matematika & Matematika,Volume 1 Nomer 2,
Desember 2015.
91
Hafizh Nizham, Suhendra, dan Bambang Avip P., “Improving Ability Mathematic Literacy,
Self-Efficacy and Reducing Mathematical Anxiety with Learning Treffinger Model at Senior
High School Students”, International Journal of Science and Applied Science, Vol. 2 No. 1
(2017) .
70
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tia Agusti Annuuru, Riche Cynthia Johan,
peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah
berpikir tingkat tinggi aspek analisis (C4), evaluasi (C5) dan aspek
C. Kerangka Teoretik
92
Tia Agusti Annuuru, Riche Cynthia Johan, Mohammad Ali,“Peningkatan Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi dalam Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Peserta Didik Sekolah
Dasar Melalui Model Pembelajaran Treffinger”, Edutcehnologia, Tahun 3, Vol 3 No. 2,
Agustus 2017.
71
agama yang lebih mendalam. Oleh karena itu, model pembelajaran Treffinger
diduga bahwa hasil belajar Al-Qur’an Hadis siswa yang diajar dengan
faktor kondisi belajar, metode dan media belajar, serta hasil belajar.
interaksi guru dan siswa, atau interaksi siswa antara satu sama lain dan
dengan bahan ajar serta lingkungan. Model pembelajaran yang baik harus
hal ini berpikir kreatif yang dapat menentukan hasil belajar siswa. Berpikir
gagasan pada suatu masalah dan kemudian berpikir kritis (konvergen), yakni
memilih ide atau gagasan berdasarkan fakta, baik secara konten maupun
berpikir kreatif adalah cara siswa dalam merespon masalah yang diberikan
yang dialami sendiri oleh siswa, sehingga dengan kemampuan bepikir kreatif
yang digunakan dengan berpikir kreatif siswa terhadap hasil belajar Al-Qur’an
suatu permasalahan.
cenderung teacher centered, akan sangat sulit bagi siswa yang memiliki
bahwa untuk siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi, hasil belajar
akan lebih tinggi daripada hasil belajar Al-Qur’an Hadis siswa yang diajar
tulis Al-Qur’an.
76
suasananya akan sangat membosankan bagi siswa. Oleh karena itu, guru
materi pembelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep tertentu
yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir keras; selain
itu tujuan utama pembelajaran adalah fokus pada penguasaan materi dengan
kembali materi yang telah diuraikan. Karakteristik ini sangat identik atau
77
oleh guru.
diduga bahwa untuk siswa dengan kemampuan berpikir kreatif reandah, hasil
D. Hipotesis Penelitian
1. Hasil belajar Al-Qur’an Hadis antara kelompok siswa yang diajar dengan
3. Hasil belajar Al-Qur’an Hadis antara kelompok siswa yang diajar dengan
4. Hasil belajar Al-Qur’an Hadis antara kelompok siswa yang diajar dengan