Anda di halaman 1dari 40

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar Ekonomi

a. Belajar

Belajar dapat diartikan sebagai proses yang menghasilkan perubahan yang

bersifat menetap dan menyeluruh sebagai hasil dari adanya respon individu terhadap

situasi tertentu. Perubahan tersebut tidak hanya berkaitan dengan bertambahnya ilmu

pengetahuan, namun juga berwujud keterampilan, kecakapan, sikap, tingkah laku,

pola pikir, kepribadian dan lain-lain (Restasari, Dkk, 2016:6).

Belajar adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku,

baik potensial maupun actual.Perubahan-perubahan itu berbentuk kemampuan-

kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan).Serta

perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh

individu yang sedang belajar (Hermina, 2013:5).

Belajar adalah suatu proses atau kegiatan perubahan tingkah laku individu

dalam memperoleh suatu pengetahuan setelah ia mendapatkan suatu pembelajaran

atau pengalaman, hal ini sudah tentu perubahan kearah yang lebih baik (positif),

misalnya yang tadinya tidak tahu setelah mengalami proses belajar setidaknya

menjadi tahu. Untuk menuju ke hal yang lebih baik lagi dalam proses belajar ini akan
9

memerlukan waktu yang lama dan perlu adanya urutan-urutan yang sistematis

didalam proses belajar (Firmansyah, 2015:36).

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah

laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri. Belajar adalah kegiatan yang

berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam jenis dan jenjang

pendidikan. Berhasil atau tidaknya pencapaian pendidikan tergantung pada proses

belajar yang dialami peserta didik dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.

b. Hasil Belajar

Wasti (2013:3) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil penilaian

terhadap kemampuan yang dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka yang

diperoleh siswa dari serangkaian tes atau ujian akhir yang diberikan guru setelah

siswa mengikuti proses pembelajaran.

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dalam proses kegiatan

belajar mengajar, dan hasil belajar tersebut dapat berbentuk kognitif, afektif, dan

psikomotorik yang penilaiannya melalui tes (Maisaroh, 2010:162).

Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu yang belajar,

bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi kemampuan untuk pembentukan

kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian penguasaan dan penghargaan dalam diri

individu yang belajar.Hasil belajar merupakan suatu hasil yang dicapai oleh siswa

setelah pembelajaran dalam selang waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan

alat evaluasi tes (Melvin, 2017: 3).


10

Hasil belajar adalah puncak dari kegiatan belajar yang menghasilkan

perubahan dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan tingkah laku

(psikomotor) yang berkesinambungan dan dinamis serta dapat diukur atau diamati

(Suhendri, 2011:32).

Yusuf (2016:87) berpendapat bahwa Hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku yang diperoleh pembelajar setelah melakukan proses belajar. Perolehan aspek

perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah

melakukan aktifitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.Hasil belajar juga

adalah hasil yang dicapai oleh peserta didik berupa angka atau skor setelah

menyelesaikan tes yang diberikan.Untuk mengetahui tercapainya tujuan

pembelajaran, maka pendidik dapat melihat hasil belajar yang diperoleh pembelajar.

Oleh karena itu hasil belajar dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau patokan untuk

mengembangkan keterampilan dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan

belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku

seseorang (Stevani, 2016:310).

Yanuarti (2016:13) berpendapat bahwa Hasil belajar merupakan perubahan

tingkah laku siswa yang terjadi berdasarkan pengalaman belajar serta kemampuan

siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu

kompetensi dasar.
11

Menurut Pangestu, Dkk, (2015:20), Hasil belajar adalah puncak dari kegiatan

belajar yang menghasilkan perubahan dan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan

tingkah laku (psikomotorik) yang berkesinambungan dan dinamis serta dapat diukur

dan diamati.

Sjukur (2012:372) berpendapat bahwa Hasil belajar adalah suatu penilaian

akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang serta akan

tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya

karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin

mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta

menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang dapat dicapai oleh seorang

siswa berdasarkan pengalaman yang diperoleh stelah dilakukan evaluasi berupa tes

ang menyebabkan terjadinya perubahan yang meliputi remember (mengingat),

understand (memahami), apply (menerapakan), analyze (menganalisis), evaluate

(mengevaluasi), create (mencipta). Selain itu juga dilihat dengan penilaian praktikum

Wulandari, (2013:183).

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang diperoleh siswa setelah

mengikuti proses belajar dalam setiap mata pelajaran dalam selang waktu tertentu.

Juga dapat diartikan sebagai suatu tingkat keberhasilan yang dicapai pada akhir suatu

kegiatan pada setiap mata pelajaran (Daud, 2012:251).

Lestari (2015: 118) berpendapat jika Hasil belajar merupakan akibat dari

proses belajar seseorang. Hasil belajar terkait dengan perubahan pada diri orang yang
12

belajar.Bentuk perubahan sebagai hasil dari belajar berupa perubahan pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan dan kecakapan.Perubahan dalam

arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan tidak dianggap sebagai

hasil belajar.Perubahan sebagai hasil belajar bersifat relatif menetap dan memiliki

potensi untuk dapat berkembang.

Hasil belajar merupakan akumulasi pembelajaran yang didapatkan oleh siswa

selama proses pembelajaran. Hasil belajar adalah tujuan pendidikan yang

diejawantahkan dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengetahui,

memahami, serta mengaplikasikan pengetahuan yang diterimanya (Ricardo, 2017:

86).

c. Mata Pelajaran Ekonomi

Istilah ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu Oikonomia yang terdiri dari

dua suku kata yaitu oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, sedangkan nomos

berarti aturan. Sehingga oikonomia mengandung arti aturan rumah tangga.

Oikonomia mempunyai arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup

dalam suatu rumah tangga Sukwiaty, (2007:101). Seiring denganperkembangan

zaman dan ilmu pengetahuan muncullah ilmu yang disebut ilmu ekonomi.

Menurut Dasim Budimansyah (2003:1) “Ilmu ekonomi merupakan ilmu atau

seni tentang upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang banyak,

bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan kegiatan

produksi, konsumsi, dan distribusi”.Pembelajaran ekonomi ialah ilmu yang

mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.


13

Menurut Adam Smith, secara sistematis ilmu ekonomi mempelajari tingkah

laku manusia dalam usahanya untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang

terbatas guna mencapai tujuan tertentu. Ini yang banyak dikenal sebagai teori

ekonomi klasik. Dalam analisisnya, Adam Smith banyak menggunakan istilah-istilah

normatif seperti: nilai (value), kekayaan (welfare), dan utilitas (utility) berdasarkan

asumsi berlakunya hukum alami.

Berdasarkan pendapat di atas, maka mata pelajaran ekonomi dapat diartikan

sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang mempelajari usaha manusia

memenuhi kebutuhan.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas

yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan

dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.Model tersebut merupakan pola umum

perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang

diharapkan. Dalam suatu model pembelajaran yang ditentukan bukan hanya apa yang

harus dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi

guru dan siswa serta sistem penunjang yang disyaratkan.

Trianto, (2010:22) mengatakan, “Model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

kurikulum, dan lain-lain”.


14

Suprijono (2009:45-46) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat

diartikan sebagai landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi

pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap

implementasi pada tingkat operasional kelas yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan kegiatan pembelajaran.

Menurut joice dan weil dalam Rusman (2012:133) berpendapat bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat di gunakan dalam

membentuk kuriku lum ( rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan

bahan pembelajaran, di kelas atau yang lain.

3. Model pembelajaran Problem Based Learning

a. Pengertian Problem Based Learning

Menurut Nisa, (2015: 3).Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based

Learning (PBL) adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang memberikan

kondisi belajar aktif kepada peserta didik.

Menurut Tan dalam (Rusman, 2010:229) “pembelajaran berbasis masalah

merupakan inovasi dalam pembelajaran, karena dalam PBM kemampuan berpikir

siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang

sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”.

Menurut mohamad saleh (2013:190-220) Model pembelajaran PBL

merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik

tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan
15

atau jawabannya oleh mahasiswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan

dosen kepada mahasiswa, dari mahasiswa bersama dosen, atau dari mahasiswa

sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai

kegiatan-kegiatan belajar mahasiswa

Menurut widodo dan lusi (2013:33) Problem based learning dikembangkan

untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, mengatasi masalah,

keterampilan penyelidikan, kemampuan mempelajari peran sebagai orang dewasa

melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi

pembelajar yang mandiri dan independen

Hosnan dalam (nurlaeli 2014:147) mengemukakan bahwa PBL adalah

pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik), tidak terstruktur, dan

bersifat terbuka sebagai konteks bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan

menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta membangun pengetahuan baru.

Menurut Dutch dalam (Amir 2010:21) Problem-based learning merupakan

metode instruksional yang menantang siswa agar belajar untuk belajar, bekerja sama

dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata masalah ini diguakan

untuk mengingatkan rasa keingintahuan serta kemampuan analitis dan inisiatif atas

materi pelajaran.

Menurut Khoirun Nisak ( 2017:97) Problem Based Learning (PBL) adalah

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata atau masalah pada kehidupan

sehari-hari dan penyelesaiannya menekankan kepada proses penyelesaian ilmiah


16

supaya siswa dapat berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan masalah yang

dihadapinya.

Menurt Aci Primartadi (2012:143) Metode PBL adalah pembelajaran dengan

berbasis masalah. Dalam metode pembelajaran ini masalah dapa diperoleh dari

lapangan atau pengalaman dar siswa, selain itu masalah juga bisa didapatkan dari

ketidak tahuan siswa akan kompetensi yang akan diajarkan. Setalah masalah

diperoleh maka selanjutnya melakukan perumusan masalah, dari masalah masalah

tersebut kemudian dipecahkan secara bersama sama dengan didiskusikan.

Menurut Trianto, (2007:67) pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

Learning/PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada

banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni

penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata.

Rahyubi, (2012: 245) PBL adalah model pembelajaran yang mengakomodasi

keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan

informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar

bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan

menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta,

mengkonstruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual

atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah.

Menurut F. Fakhriya (2014:96) Model pembelajaran problem based learning

(PBL) atau dikenal dengan model pembelajaran berbasis masalah merupakan model

pembelajaran yang menggunakan permasalahan nyata yang ditemui di lingkungan


17

sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan

berpikir kritis dan memecahkan masalah.

Menurut Trianto (2009: 90) “Problem Based Learning merupakan suatu

model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan

penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata”.

Menurut dedy aryanto (2017:78) Model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) adalah metode mengajar dengan fokus pemecah masalah yang nyata,

proses dimana peserta didik melakssanakan kerja kelompok, umpan balik, diskusi,

yang dapat berfungsi sebagai batu loncatanuntuk investigasi dan penyelidikan dan

laporan akhir

Menurut Wena (2010:91) Problem Based Learning, “Problem Based

Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada

permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata

lain siswa belajar melalui permasalahan”.

Menurut Wulandari (2013:181) “PBL adalah pemberian masalah yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kepada peserta didik

kemudian peserta didik secara berkelompok mencari alternatif solusi untuk

menyelesaikan masalah tersebut”.

Etherington dalam aandi auliya (2011:37) menyatakan Problem-based

learning is a student-centered method of teaching that involves learning through

solving unclear but genuine problems. It is a constructivist, student-focused


18

approach that promotes reflection, skills in communication and collaboration, and it

requires reflection from multiple perspectives. (Pembelajaran berbasis masalah adalah

metode dalam poses pembelajaran yang berpusat pada siswa yang melibatkan

pembelajaran melalui pemecahan masalah yang tidak jelas tapi asli. Ini adalah

konstruktivis, pendekatan yang berfokus pada siswa yang medorong pada refleksi,

keterampilan dalam komunikasi dan kolaborasi, dan memerlukan refleksi dari

berbagai perspektif).

Menurut Pelawi (2016:33) menyatakan bahwa model pembelajaran PBL

dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan antara lain sosial, yang diperoleh

dalam bekerja kelompok atau kolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi

dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Utrifani (2014:47) PBL merupakan model pembelajaran yang

melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap metode

ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan

dengan masalah tersebut serta memiliki keterampilan untuk memecahkan.

Menurut Egen dan Kauchak (2012: 307) PBL merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan

masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran.

Menurut Barrow dalam Huda (2015:271), PBL adalah pembelajaran yang

diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.


19

b. Langkah-langkah Atau Sintaks Model Pembelajaran Problem Based

Learning

Sintak dalam Tahap-tahap Problem based learning menurut Sugiyanto dalam

Wulandari (2012:2) mengemukakan ada 5 tahap yang harus dilaksanakan dalam PBL,

yaitu: (1) memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, (2)

mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan

kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis dan

mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Menurut Trianto (2011) sintak pembelajaran berbasis masalah yaitu : 1)

Tahap-1 Orientasi peserta didik Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, hasil pada

menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau

cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam

pemecahan masalah yang dipilih. 2) Tahap-2 Mengorganisasi peserta didik untuk

belajar Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3) Tahap-3 Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok Guru mendorong peserta didik untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4) Tahap-4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil Guru membantu peserta didik dalam hasil merencanakan dan

menyiapkan karya hasil yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta

membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5) Tahap-5 Menganalisis

dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu peserta didik untuk
20

melakukan hasil refleksi atau evaluasi terhadap hasil penyelidikan mereka dan

prosesproses hasil yang mereka gunakan.

Aris Shoimin (2014:130) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu: a.)

Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan

kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori

konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan

pengetahuannya sendiri b.) Autenthic problems from the organizing focus for

learning Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik

sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat

menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. c.) New information is

acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin

saja belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga

siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau

informasi lainnya. d.) Learning occurs in small group Agar terjadi interaksi ilmiah

dan tukar pemikiran dalam usaha mengembangkan pengetahuan secara kolaboratif,

PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut

pembagian tugas yang jelas dan penerapan tujuan yang jelas. e.) Teachers act as

facilitators Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan

mendorong mereke agar mencapai target yang

Menurut Istarani (2014:139) menyatakan bahwa terdapat lima langkah utama

dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yaitu: (1) mengorientasikan


21

siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu

menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan

hasil kerja; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

Menurut Kunandar (2008:358) Langkah-langkah PBL adalah sebagai berikut.

1.) Orientasi peserta didik kepada masalah. Dalam langkah ini mahasiswa diberi

suatu masalah sebagai titik awal untuk menemukan atau memahami suatu konsep. 2.)

Mengorganisasikan peserta didik. Langkah ini membiasakan mahasiswa untuk belajar

menyelesaikan permasalahan dalam memahami konsep. 3.) Membimbing

penyelidikan individu dan kelompok. Dengan langkah ini mahasiswa belajar untuk

bekerja sama maupun individu untuk menyelidiki permasalahan dalam rangka

memahami konsep. 4.) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta

memamerkannya. Mahasiswa terlatih untuk mengomunikasikan konsep yang telah

ditemukan. 5.) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Langkah

ini dapat membiasakan mahasiswa untuk melihat kembali hasil penyelidikan yang

telah dilakukan dalam upaya menguatkan pemahaman konsep yang telah diperoleh.
22

Tabel 1. Sintaks model PBL

Fase Perilaku Guru


Memberikan orientasi tentang Guru membahas tujuan pembelajaran,
permasalahan kepada siswa mendeskripsikan berbagai kebutuhan
logistik penting, dan memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah
Mengorganisasikan siswa untuk Guru membantu siswa untuk
Meneliti mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahannya
Membantu investigasi mandiri dan Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
kelompok informasi yang tepat, melaksanakan
eksperimen dan mencari penjelasan dan
solusi.
Mengembangan dan mempresentase Guru membantu siswa dalam merencanakan
kan artefak dan exhbit dan menyiapkan artefak-artefak yang sesuai
seperti laporan, rekaman video, dan
modelmodel, serta membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang lain.
Menganalisis dan mengevaluasi pros Guru membantu siswa untuk melakukan
es mengatasi masalah refleksi terhadap investigasinya dan proses-
proses yang mereka gunakan.

c. Karakterristik model Pembelajaran Problem Besed Learning

Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing untuk

membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang diungkapkan

Menurut Amir (2009:22) menyatakan karakteristik PBL sebagai berikut. a.) Masalah

digunakan untuk mengawali pembelajaran. Dengan demikian, mahasiswa merasa

tertarik dengan konsep yang dipelajari. b.) Masalah yang digunakan merupakan

masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang. Diharapkan mahasiswa

lebih mudah menerima konsep dan merasa lebih bermakna, karena masalah yang
23

digunakan dekat dengannya. c.) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Hal

ini melatih mahasiswa untuk mengembangkan konsep yang diperoleh. d.) Masalah

membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan pembelajaran yang baru.

Mahasiswa tentu tidak mudah menyerah dalam mempelajari suatu konsep apabila

mendapat masalah yang menantang. e.) Sangat mengutamakan belajar mandiri.

Kemandirian mahasiswa dalam belajar tentu membuat mahasiswa aktif dalam

menemukan ataupun memahami konsep. f.) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang

bervariasi. Dengan berbagai macam sumber pengetahuan yang digunakan, maka

mahasiswa mudah untuk mempelajari maupun mengembangkan konsep. g.)

Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Karakteristik ini

memungkinkan mahasiswa untuk mampu memahami konsep secara berkelompok,

serta mengomunikasikannya dengan orang lain.

Menurut abidin (2014:161) model problem based learning memiliki karakter

ristik sebagai berikut: a) masalah menjadi titik awal pembelajaran. b) masalah yang di

gunakan dalam masalah bersifat konsektual dan otentik. c) masalah mendorong

kemampuan siswa berpendapat multipresektif. d) masalah yang di gunakan dapat

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta kompetensi siswa. e)

model problem based learning berorentasi pada pengembangan belajar mandiri. f)

model problem based learning memanfaatkan berbagai sumber belajar. g) model

problem based learning di lakukan melalui pembelajaran yang menekankan aktivitas

kolaboratif, komunikatif, dan koperatif. h) model problem based learning

menekankan pentingnya pemerolehan keterampilan meneliti, memecahkan masalah,


24

dan penguasaan pengetahuan. i) model problem based learning mendorong siswa

untuk berpikir tingkat tingg: analisis, sintesis, dan evaluatif. j) model problem based

learning di akhiri dengan evaluasi, kajian pengalaman belajar dan kajian proses

pembelajaran.

d. Kelebihan model pemblajaran problem based learning

Sanjaya dalam (Wulandari,2012:2), menyebutkan bahwa keunggulan PBL

antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami

pelajaran, 2) PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan

untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) PBL dapat meningkatkan

aktivitas pembelajaran, 4) melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa setiap

mata pelajaran (matematika, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan

cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar

belajar dari guru atau buku-buku saja, 5) PBL dianggap PBL dianggap lebih

menyenangkan dan disukai siswa, 6) PBL dapat mengem-bangkan kemampuan

berpikir kritis, 7) PBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengaplikasikan pengetahuan yang mereka milik dalam dunia nyata, 8) PBL dapat

mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terus-menerus sekalipun belajar

pada pendidikan formal telah berakhir

Menurut Bekti Wulandar (2013:182) kelebihan PBL adalah sebagai berikut:

(a) pemecahan masalah dala PBLcukup bagus untuk memahami isi pelajaran; (b)
25

pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran menantang kemampuan

siswa serta memberikan kepuasan kepada siswa; (c) PBLdapat meningkatkan

aktivitas pembelajaran; (d) membantu proses transfer siswa untuk memahami

masalah masala dalam kehidupan sehari hari; (e) membantu siswa mengembagkan

pengetahuannya dan membantu siswa untuk bertanggungjawab atas pembelajarannya

sendiri; (f) membantu siswa untuk memahami hakekat belajar sebagai cara berfikir

bukan hanya sekedar mengerti pembelajaran oleh guru berdasarkan buku teks; (g)

PBLmenciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan disukai siswa; (h)

memungkinkan aplikasi dalam dunia nyata; dan (i) merangsang siswa untuk belajar

secara kontinu.

Menurut Warsono dan Hariyanto (2012:152), mengemukakan bahwa

kelebihan PBL yaitu: ,1). Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem

solving) 2). Tidak hanya terkait dengan pembelajaran di kelas tetapi juga menghadapi

masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world),3.) Memupuk solidaritas

sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman, Membiasakan peserta didik

melakukan eksperimen. 5.) Peserta didik dapat melakukan pekerjaan dengan mandiri,

peserta didik dapat aktif dalam proses belajar, peserta didik dapat mengerjakan secara

berkelompok dan bekerjasama dengan baik menggunakan gaya fikir masingmasing

sehingga mendapatkan pemecahan masalah.

Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran

harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun

kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model


26

discovery learning yakni sebagai berikut. a.) Membantu siswa untuk memperbaiki

dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. b.)

Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena

menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. c.) Dapat meningkatkan kemampuan

siswa untuk memecahkan masalah. d.) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya,

karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain. e.) Mendorong

keterlibatan keaktifan siswa. f.) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan

hipotesis sendiri. g.) Melatih siswa belajar mandiri. h.) Siswa aktif dalam kegiatan

belajar mengajar, karena ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk

menemukan hasil

e. Kelemahan model pembelajaran problem based learning

Menurut Sanjaya dalam Wulandari (2012:2), kelemahan model PBL antara

lain: 1) siswa tidak mempunyai minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa

masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa ragu untuk

mencoba, 2) keberhasilan model pembelajaran PBL membutuhkan cukup waktu

untuk persiapan, 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan

masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin

mereka Kelemahan

Zabit (2010:23). PBL adalah sebagai berikut: (a) apabila siswa mengalami

kegagalan atau kurang percaya diri dengan minat yang rendah mala siswa enggan

untuk mencoba lagi; (b) PBL membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan; dan
27

(c) pemahaman yang kurang tentang mengapa masalah masalah yang dipecahkan

maka siswa kurang termotivasi untuk belajar

Sanjaya dalam Sutirman, (2013:42) Kekurangan dalam model PBL yaitu: a.)

Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan

untuk mencoba; b.) Keberhasilan strategi pembelajaran melalu problem solving

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; c). Tanpa pemahaman mengapa mereka

berusaha untuk memcahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan

belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Menurut Ngatiatun (2013:2) mendefinisikan model pembelajaran PBL sebagai

berikut: Model pembelajaran berdasarkan masalah bercirikan penggunaan masalah

kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari peserta didik untuk melatih

dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah, serta

mendapatkan konsep-konsep penting.

Berdasarkan teori yang di kemukakan para ahli model pembelajaran problem

based learning adalah suatu proses adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya

permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis

dan keterampilan memecahkan masalah, dan mempeeroleh pengetahuan.

4. Discovery Learning

a. Pengertian model pembelajaran discovery learning

Suhana (2014: 44) menya-takan bahwa Discovery Learning melibatkan secara

maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sendiri secara
28

sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan,

si-kap, dan keterampilan yang terwujud dari a-danya perubahan perilaku.

Menurut sujarwo (2011:73) Model pembelajaran Discovery Learn-ing adalah

model yang menekankan penga-laman langsung

Menurut Firosalia Kristin (2016:91) Discovery learning merupakan metode

memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai

kepada suatu kesimpulan.

Menurut Yatti Sugiarti (2014:29) Model pembelajaran discovery learning

adalah suatu model dimanapeserta didik diharapkandapatmencari jawaban dari suatu

masalah atau sebuah konsep baru dengan menggunakan peralatan bantuan dan

informasi yang disediakan oleh pendidik

Menurut Saifuddin, (2014:108) Discovery learning adalah strategi

pembelajaran yang cenderung meminta siswa untuk melakukan observasi,

eksperimen, atau tindakan ilmiah hingga mendapatkan kesimpulan dari hasil tindakan

ilmiah tersebut

Djamarah dalam (Burais 2016:79) menyatakan bahwa “Model Discovery

Learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri”. Dengan pembentukan

pengetahuannya sendiri, diharapkan siswa dapat lebih memahami konsep dari materi

yang dipelajari. Dengan begitu, siswa tidak mengalami kesulitan lagi saat

mengerjakan soal. Selain itu, dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa

diharuskan memecahkan suatu masalah dengan temannya melalui diskusi kelompok.


29

Pada saat melakukan diskusi kelompok, terjadi interaksi antar siswa, dimana siswa

harus bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah.

Mulyasa dalam (Takdir, 2012:32) menyatakan bahwa discovery merupakan

strategi pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung di lapangan, tanpa

harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku

pelajaran.

Menurut Nichen Irma Cintia (2018:71) Discovery learning merupakan model

yang mengarahkan siswa menemukan konsep melalui berbagai informasi atau data

yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

Menurut Sani (2014:97-98), discovery learning merupakan proses dari inkuiri.

Discovery learning adalah metode belajar yang menuntut guru lebih kreatif

menciptakan situasi yang membuat peserta didik belajar aktif dan menemukan

pengetahuan sendiri.

Menurut Hanifah & Wasitohadi (2017:95), discovery learning merupakan

rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk belajar aktif

menemukan pengetahuan sendiri. Dengan belajar penemuan, siswa dapat berpikir

analisis dan mencoba untuk memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

Menurut Depdikbud (2014: 14) juga menyebutkan bahwa Discovery Learning

mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang

prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada

ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.


30

menurut Alma dkk (2010:59) Model pembelajaran discovery learning yang

juga disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak pada suatu keyakinan dalam

rangka perkembangan murid secara independen. Model ini membutuhkan partisipasi

aktif dalam penyelidikan secara ilmiah

menurut Fitri (2015:91) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa

Discovery Learning merupakan model pembelajaran mngembangkan kemampuan

fikir dalam pemecahan masalah dan membantu siswa dalam proses belajar dengan

cara melibatkan siswa secara aktif untuk memperoleh penemuan pribadi Komponen

yang terdapat dalam model pembelajaran Discovery Learning, yaitu 1) Sintak.

Menurut Roestiyah (2008:20) discovery learning adalah cara untuk

menyampaikan idea atau gagasan lewat penemuan.

Menurut Illahi (2012:70) pada penggunaan discovery learning, pengalaman

langsung yang dialami siswa akan menarik perhatian peserta didik dan

memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak, penyerapan materi yang lebih

mudah, motivasi yang meningkat, serta pembelajaran yang lebih realistik dan

bermakna.

Menurut Bambang Sri Anggoro (2016:17) Discovery Learning adalah model

pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas peserta didik dalam belajar. Model

pembelajaran ini menekankan guru untuk memberikan masalah pada peserta didik

kemudian peserta didik disuruh memecahkan masalah tersebut melalui melakukan

percobaan, megumpulkan data dan menganalisis dan mengambil kesimpulan.


31

Menurut Djamarah (2002:7) menyatakan bahwa “Model pembelajaran

discovery learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri”. Discovery

learning dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan

bebas di kemudian hari. Dalam pembelajaran ini guru menyajikan bahan.

Menurut Maharani & Hardini (2017: 552), discovery learning adalah proses

pembelajaran yang penyampaian materinya tidak utuh, karena model discovery

learning menuntut siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan menemukan

sendiri suatu konsep pembelajaran.

Cahyo (2013:100) juga berpendapat bahwa model pembelajaran penemuan

(Discovery Learning) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian

rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya

tidak melalui pemberi tahuan, namun ditemukan sendiri.

Menurut Hamalik (2001) menjelaskan bahwa model discovery merupakan

proses pembelajaran yang menitikberatkan mental intelektual para siswa dalam

memecahkan berbagai persoalan yang dihadap, sehingga menemukan suatukonsep

atau generalisasi yang dapat diterapkan siswa di lapangan. termasuk persoalan belajar

yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika mengikuti

proses pembelajaran. pelajaran tidak dalam bentuk akhir, seperti rumus yang instan

tetapi siswa berpeluang untuk mencari dan menemukan sendiri inti dari pembelajaran

yang ingin dicapai. Guru hanya memfasilitasi, membantu dan mengarahkan sehingga

proses dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

b. Ciri-ciri model pembelajaran discoveri learnng


32

Menurut (Kristin, 2016:92), Ciri utama model discovery learning adalah (1)

berpusat pada siswa; (2) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk

menciptakan, menghubungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; serta (3) kegiatan

untuk menggabungkan pengetahua baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Menurut syamsul Ma arif ciri ciri (2012:80-81) sebagai berikut: (1)

pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran

pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan peserta didik dalam kegiatan belajar

mengajar, (2) merupakan kombinasi antra pemelajaran langsung dan tidak langsung,

(3) ada hubungan yang kuat antara dominasi guru dan peserta didik, (4) pembelajaran

yang menempatkan peserta didik sebagai pelaksa sedangkan guru bertindak sebagai

fasilitator (5) pembelajaran menitipberatkan pada pemecahan masalah oleh peserta

didik dengan bimbingan guru

c. Langka langka model pembelajaran discovery learning

Darmadi (2017:113-114) menyebutkan langkahlangkah pengaplikasian model

discovery learning yaitu (1) menentukan tujuan pembelajaran; (2) melakukan

identifikasi karakteristik siswa; (3) menentukan materi pelajaran; (4) menentukan

topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif; (5) mengembangkan bahan-

bahan dengan memberikan contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari

siswa; (6) mengatur topik-topik pelajaran berawal dari yang sederhana ke yang

kompleks, dari yang konkret ke abstrak, dan dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

tahap simbolik; serta (7) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
33

menurut Kadri (2015:32) Sebagai suatu model, discovery learning memiliki

langkah praktis dalam pembelajaran. Ada-pun langkah tersebut menurut Kadri adalah

(1) Stimulasi, (2) Pernyataan Masalah, (3) Pengumpulan data, (4) pengolahan data,

dan (5) verifikasi atau generalisasi. Sejalan dengan Kadri Supriyadi (2011: 62) juga

menjelaskan prosedur pelaksanaan model ini adalah (1) Stimulation (Stimulasi/ Pem-

berian Rangsangan), (2) Problem Statement (Per-nyataan/Identifikasi Masalah), (3)

Data Collection (Pengumpulan Data), (4) Data Processing (Peng-olahan Data), (5)

Verification, (6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi).

d. Kelebihan model pembelajaran discovery learning

Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran

harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun

kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model

discovery learning yakni sebagai berikut. a.) Membantu siswa untuk memperbaiki

dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. b.)

Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena

menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. c.) Dapat meningkatkan kemampuan

siswa untuk memecahkan masalah. d.) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya,

karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain. e.) Mendorong

keterlibatan keaktifan siswa. f.) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan

hipotesis sendiri. g.) Melatih siswa belajar mandiri. h.) Siswa aktif dalam kegiatan
34

belajar mengajar, karena ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk

menemukan hasil

Menurut Hanafiah (2012:79) beberapa kelebihan metode discovery learning

sebagai berikut: a.) Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta

penguasaan keterampilan dalam proses kognitif b.) Peserta didik memperoleh

pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam

pikirannya c.) Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk

belajar lebih giat lagi d.) Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai

dengan kemampuan dan minat masing-masing e.) Memperkuat dan menambah

kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran

berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sang at terbatas.

Menurut kurniasi dan sani (2014:66-67) mengemukakan kelebihan dari

discovery learning, yaitu sebagai berikut: a.) menimbulkan rasa senang pada siswa,

karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasi. b.) siswa akan mengerti konsep

dasar dan ide ide lebih baik. c.) mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif

sendiri. d. siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

e. Kelemahan model pembelajaran discovery learning

Hosnan (2014: 288-289) mengemukakan beberapa kekurangan dari model

discovery learning yaitu (1) menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah

kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator,

motivator, dan pembimbing, (2) kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih

terbatas, dan (3) tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap
35

model pembelajaran pasti memiliki kekurangan, namun kekurangan tersebut dapat

diminimalisir agar berjalan secara optimal.

Menurut Kemendikbud (2013), Kelemahan Model Pembelajaran Discovery

Learning (1) metode ini menimbulka asumsi bahwa ada kesiapan pikiran belajar. bagi

siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau

mengungkapkan hubungan atau konsep konsep, yang tertulis atau lisan sehingga pada

giliranya akan menimbuklan frustasi. (2) metode ini tidak efisien untuk megajar

jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu

mereka menemukan teori atau permsalahan lainya. (3) harapan harapan yang

terkandung dalam metode ini dapat buyer berhadapan denan siswa dan guru yang

telah terbiasa dengan cara belajar yang lama. (4) pengajaran discovery lebih cocok

untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep,

ketermpilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. (5) tidak

menyediakan kesempatan kesempatan untuk berpikir yang akan di temukan oleh

siswa karena tlah di pilih terlebih dahulu oleh guru.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti

menyimpulkan bahwa kelebihan dari model discovery learning yaitu dapat melatih

siswa belajar secara mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan

siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan

memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.

f. Sintaks Model Pembelajaran discovery learning


36

Dalam menerapkan metode pembelajaran terdapat beberapa kegiatan yang

harus dilakukan oleh seorang guru. Penerapan metode pembelajaran meliputi empat

kegiatan utama, yaitu kegiatan awal yang bersifat orientasi, kegiatan inti dalam proses

pembelajaran, penguatan dan umpan balik serta penilaian. Menurut Suprihatiningrum

(2013:248) tahap-tahap pembelajaran discovery learning dapat dilihat ditabel berikut:

Tahap Aktivitas guru dan peserta didik


1) Stimulation Siswa di hadapkan pada suatu permasalahan

(stimulasi/pemberian agar timbul ke inginan untuk menyelidiki

rangsangan). sendiri. Dalam proses belajar mengajar guru

dapat memulai dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan

aktifitas belajar lainya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah


1. ProblemStatement Guru memberikan kesempatan kepada siswa

(pernyataan/ identifikasi untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

masalah). masalah yang relewan dengan bahan pelajaran.

Kemudian di pilih salah satu untuk di

rumuskan dalam bentuk hipotesis


2. Datacollection Guru meberi kesempatan pada siswa untuk

(pengumpulan data) mengumpulkan data/informasi sebanyak

banyaknya. Pada tahap ini berfungsi untuk

menyatakan/membuktikan benar atau tidaknya

hipotesis.kegiatan yang di lakukan bisa dengan


37

membaca literature,mengamati obyek

wawancara dengan nara sumber, melakukan uji

coba sendiri dan sebagainya


3. Dataprocessing Data yang di peroleh siswa melalui membaca

( pengolahan data) literature,mengamati obyek,wawancara dengan

nara sumber,melakukan uji coba sendiri, dan

sebagainya di olah, di acak,di klasifikasikan, di

tabulasi bahkan di hitung dengan cara tertentu,

serta di tafsir pada tingkat kepercayaan tertentu


4. Verification ( pembuktian) siswa melakukan pemeriksaan secara cermat

untuk membuktikan benar atau tidaknya

hipotesis, verivikasi akan berjalan dengan

normal dan kreatif jika guru memberi

kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu

konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui

contoh contoh yang ia lalui dalam kehidupanya.


5. Verification ( pembuktian) Proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat

di jadikan prinsip umum dan berbaku untuk

semua kejadian masalah yang sama

Model pembelajaran discovery learning adalah suatu proses pembelajaran

yang penyampaian materinya di sajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa
38

terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip yang belum

di ketahinya.

B. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian oleh Yulia Indra Siregar (2015) dengan judul Studi

Komparasi Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem

Based Learning Dengan Discovery Learning Pada Mata Pelajaran Akuntansi Di Smk

Negeri 2 Nganjuk Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil

belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

dengan Discovery Learning pada mata pelajaran akuntansi. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis true experiment design menggunakan desain Pretest

Postest Control Group Design dimana terdapat kelas eksperimen dengan model

pembelajaran Discovery Learning dan kelas kontrol dengan model pembelajaran

Problem Based Learning yang selanjutnya diberikan posttest untuk mengetahui hasil

belajar siswa setelah diberikan perlakuan yang berbeda. Tempat penelitian ini adalah

di SMK Negeri 2 Nganjuk sedangkan subjek yang diteliti adalah siswa kelas X prodi

Akuntansi. Kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas X AK 1 sebagai

kelas eksperimen dan X AK 4 sebagi kelas kontrol, dengan jumlah siswa kedua kelas

tersebut sebesar 34 siswa.Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa

hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari

hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning dengan nilai

rata-rata kelas eksperimen 91,17 dan nilai rata-rata kelas kontrol 85,29. Hasil uji

hipotesis dengan menggunakan uji independent sample t-test menunjukan hasil


39

sebesar 0,026 atau kurang dari 0,05. Hasil tersebut menunjukan taraf signifikan

kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima ini berarti terdapat perbedaan

hasil belajar antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Discovery

Learning dengan Problem Based Learning

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Romasi Gultom (2016) dengan

judul Perbandingan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan Model Problem Based

Learning Dan Discovery Learning Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan Pada

Manusia Di Kelas Viii Smp Swasta Brigjend Katamso penelitian ini merupakan quasi

experiment. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar

biologi siswa yang di ajarkan dengan menggunakan model pembelajaran problem

based learning dengan model discovery learning pada materi system pencernaan

makanan pada manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka

dapat disimpulankan bahwa: Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa

yang diberikan pengajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL)

dengan model Discovery Learning pada materi sistem pencernaan makanan pada

manusia Hasil belajar siswa menggunakan model Problem Based Learning (PBL)

(80 ± 11,49) dan keterampilan proses (76,5/ Sangat Baik) lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil belajar siswa menggunakan model Discovery Learning (68 ± 12,65) dan

keterampilan proses (72,75/ Baik) pada materi sistem pencernaan makanan pada

manusia.

Berdasarkan penelitian oleh Trioki Ningsih dengan judul Perbedaan Hasil

Belajar Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Mengunakan Model


40

Pembelajaran Discovery Learning Dengan Problem Based Learning Pada Materi

Pokok Pencemaran Lingkungan Kelas X Ipa Sma Negeri 1 Sunggal tahun

pembelajaran 2014/2015. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sunggal yaitu sebanyak 4 kelas dengan jumlah

siswa seluruhnya sebanyak 156 orang siswa. Sampel diambil secara acak (random

sampling) sebanyak dua kelas yaitu kelas X2 sebagai kelas yang diajar menggunakan

model pembelajaran discovery learning dan kelas X1 sebagai kelas yang diajar

menggunakan model pembelajaran problem based learning yang masing-masing

berjumlah 39 orang siswa, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 78

orang siswa. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran discovery learning adalah 82,05 ± 8,25; sedangkan hasil belajar siswa

yang diajar menggunakan model pembelajaran problem based learning adalah 76,41

± 8,15. Dari hasil Uji-t pada taraf α = 0,05 dengan th sebesar 3,044; tt sebesar 1,995;

dan dk 76 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar

siswa yang diajarkan dengan menggunakan model discovery learning dan problem

based learning pada materi pencemaran lingkungan kelas X IPA di SMA Negeri 1

Sunggal tahun pembelajaran 2014/2015

Berdasarkan penelitian Penelitian ini dilakukan oleh Kiki Riski Mutia Sari

dengan tujuan menguji signifikansi perbedaan hasil belajar fisika antara kelompok

siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning

dengan kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran discovery learning
41

kelas VII SMP Negeri 12 Sigi. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen

kuasi dengan desain “Non ekivalen pretest-posttest design”. Sampel dipilih dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes hasil

belajar dalam bentuk pilihan ganda. Berdasarkan data hasil belajar fisika pada materi

tekanan yang diperoleh, menunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk kelas eksperimen A

yaitu 20,38 dan standar deviasi sebesar 3,46, dan nilai rata-rata hasil belajar siswa

untuk kelas eksperimen B yaitu 16,92 dan standar deviasi sebesar 4,12. Hasil uji t

dua pihak dengan dk = 50 dan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 diperoleh nilai thitung 3,65

dan nilai ini lebih besar dari ttabel (2,01). Nilai thitung berada di luar daerah

penerimaan H0, dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar fisika

antara siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran problem based

learning dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran discovery learning.

C. Kerangka Pikir

Proses belajar mengajar sebagai peristiwa penting dalam sebuah pendidikan

perlu ditingkatkan terutama dari segi kualitas, karena kualitas proses pembelajaran

akan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Sudah saatnya pembelajaran diarahkan

pada pembentukan mandiri, cerdas, kreatif, dan dapat menghadapi segala

permasalahan hidup yang nyata, baik yang menyangkut dirinya maupun masyarakat,

bangsa dan negaranya. Oleh karena itu, sudah saatnya pula terjadi perubahan

pemikiran dengan menekankan pada aktivitas siswa untuk mengembangkan


42

kemampuan berpikir, kecakapan mencari, menemukan, dan memecahkan masalah

sehingga siswa lebih dominan dan peranan guru bergeser pada merancang atau

mendesain suatu pembelajaran.

Menurut Trianto (2009:90) “Problem Based Learning merupakan suatu model

pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan

penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari

permasalahan yang nyata”.

Rahyubi, (2012: 245) PBL adalah model pembelajaran yang mengakomodasi

keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan

informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar

bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan

menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta,

mengkonstruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual

atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah.

Menurut Trianto (2009:90) “Problem Based Learning merupakan suatu model

pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan

penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari

permasalahan yang nyata”.

Menurut dedy aryanto (2017:78) Model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) adalah metode mengajar dengan fokus pemecah masalah yang nyata,

proses dimana peserta didik melakssanakan kerja kelompok, umpan balik, diskusi,
43

yang dapat berfungsi sebagai batu loncatanuntuk investigasi dan penyelidikan dan

laporan akhir

Menurut Wena (2010:91) Problem Based Learning, “Problem Based

Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada

permasalahan permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata

lain siswa belajar melalui permasalahan”.

Menurut Wulandari (2013:181) “PBL adalah pemberian masalah yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kepada peserta didik kemudian peserta

didik secara berkelompok mencari alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah

tersebut”.

Sedangkan model Discovery Learning merupakan suatu model yang pertama

kali dikembangkan oleh Bruner pada tahun 1961. Pengembangan model ini didasari

oleh pemikiran bahwa jika keunggulan intelektual yang dimiliki seseorang terhadap

semua yang dia tahu bergantung pada kelengkapan pemahaman masing-masing,

maka hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan keunggulan pribadi seseorang

terhadap semua yang dia tahu bergantung pada apa yang ia ditemukan untuk dirinya

sendiri Bruner, (1961:21). Bruner berpikir bahwa individu akan menjadi dirinya

sendiri dengan belajar esensi budaya di mana mereka hidup, dan esensi budaya ini

memiliki potensi untuk memotivasi anak-anak secara intrinsik. Dia juga berpikir

bahwa struktur kedisiplinan akan memfasilitasi proses pembelajaran; serta

discoverylearning akan memungkinkan anak-anak untuk berpartisipasi secara aktif

dalam pembelajaran. Oleh karena itu, akan menciptakan pembelajaran yang


44

bermakna Takaya, (2008:7). Discovery Learning didefinisikan sebagai model

pembelajaran yang tidak menyampaikan keseluruhan materi. Materi disampaikan

secara terpisah hanya sebagian saja yang disampaikan secara langsung, sedangkan

yang lainnya di temukan sendiri oleh siswa. Siswa didorong untuk aktif dalam

menemukan bagian pengetahuan yang belum disampaikan. Secara utuh siswa

membangun suatu konsep dan generalisasi dari pecahan temuan – temuan yang

mereka dapatkan. Tentunya proses tersebut tetap memerlukan bimbingan guru. Guru

membimbing siswa untuk menemukan dan membangun konsep serta generalisasi.

Model Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk

finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Kemendikbud,2013:2). Supriyadi

(2011:62) juga mendukung definisi tersebut melalui pernyataan bahwa, proses

mengajar-belajar dengan sistem instruksional discovery menghendaki guru untuk

menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final (utuh dari awal hingga

akhir) atau dengan kata lain, guru hanya menyajikan sebagian. Selebihnya diserahkan

kepada siswa untuk mencari dan menemukannya sendiri.

Berdasarkan uraian yang telah dituliskan maka model discovery learning

adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Dengan

menerapkan model ini siswa akan menguasai teknik-teknik penemuan diri individu

yang bersangkutan. Penerapan model ini merubah situasi belajar dimana siswa yang

pasif belajar menjadi aktif belajar.


45

Variabel dalam penelitian ini adalah variable bebas dan variable terikat.

Dimana variable bebasnya adalah model pembelajaran Problem Based Learning dan

model pembelajaran discovery learning sedangkan variable terikatnya adalah hasil

belajar ekonomi siswa. Hubungan antara variable itu digambarkan dalam diagram

dibawah ini.

Model Pembelajaran PBL Model Pembelajaran Discovery learning


1. Pemberian rangsangan
1. Mengamati, mengorientasikan 2. Pernyataan/identifikasi masalah
siswa terhadap masalah 3. Pengumpulan data
2. Menanya, memunculkan 4. Pengelolaan data
masalah 5. Pembuktian
3. Menalar, mengumpulkan data 6. Menarik kesimpulan
4. Mengasosiasi, merumuskan Kadri (2015:32)
jawaban
5. Mengkomunikasikan.
Menurut Istarani (2014:139)

Hasil Belajar Ekonomi

1. Lembaga jasa keuangan perbankan


2. Pengertian bank
3. Fungsi bank
4. Jenis bank
5. Prinsip kegiatan usaha bank
6. Produk bank
7. Lembaga penjamin simpanan
46

Gambar 1: Kerangka Pikir

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah terdapat perbedaan yang

signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran problem basic learning (PBL) dan hasil belajar siswa yang diajar

dengan menggunakan model pembelajaran Discovery learning


47

Anda mungkin juga menyukai