Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN EKSTRAK BUNGA MELATI ( Jasminum sambac Ait ) SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA

SOSIS TEMPE

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang

sangat melimpah. Diantara beragam jenis flora yang tumbuh di Indonesia,

terdapat banyak tumbuhan yang berpotensi sebagai obat dan telah digunakan

untuk pengobatan tradisional. Pemanfaatan herbal di Indonesia saat ini mulai

dikembangkan kembali dalam upaya back to nature, yaitu upaya penggalian

potensi alam untuk mencari bahan baku obat-obatan dengan memanfaatkan

tanaman yang telah diketahui faedahnya oleh masyarakat (Euis, 2007).

Bunga melati (Jasminum sambac Ait) adalah tumbuhan semak berbunga

yang sangat dikenal luas karena keindahannya serta memiliki aroma yang khas.

Dibudidayakan untuk tanaman hias, untuk keperluan obat dan industri.

Bunga melati tumbuh dengan cepat di tempat teduh, dan tumbuh lebih

baik di daerah cerah dan berangin. Selama ini, orang mengenal bunga melati

hanya sebatas tanaman hias, kosmetika, dan bahan campuran pembuat parfum

atau teh. Lebih dari itu, bunga melati sebenarnya menyimpan banyak manfaat

sebagai obat. Melati adalah salah satu obat herbal yang paling dikenal di wilayah

Mediterania dan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat selama berabad-abad. Tanaman melati
terdapat hampir disetiap daerah di Indonesia, terutama di Pulau

Jawa, misalnya di daerah Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan Tegal. Zheng,
et al., (2004) mengatakan bahwa pemanfaatan bunga melati

(Jasminum sambac Ait) sebagai obat tradisional disebabkan kandungan senyawa

aktif yang dimilikinya. Penapisan senyawa aktif pada bunga melati putih

(Jasminum sambac Ait) mengungkapkan adanya senyawa dotriacontanol,

oleanolic acid, daucosterol hesperidin yang diisolasi dari akar. Kandungan

senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin pada Jasminum

sambac Ait juga dapat berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan sehingga

diyakini bahwa tanaman yang mengandung senyawa-senyawa tersebut dapat

digunakan sebagai antibakteri (Krishnaveni et al., 2011)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian


mengenai ekstrak bunga melati putih (Jasminum sambac Ait) sebagai bahan

antimikroba alami. Penelitian mengenai ekstraksi bunga melati belum banyak

dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ekstraksi senyawa aktif

antimikroba pada bunga melati putih dan melihat pengaruhnya dalam

menghambat pertumbuhan mikroba. Salah satu pengujian dapat dilakukan dengan

melihat pengaruh ekstrak tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroba

seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus.

Jenis-jenis mikroba yang diteliti pada penelitian ini, dalam jumlah

abnormal dapat bersifat patogen bagi manusia seperti penyakit diare oleh

Escherichia coli dan infeksi kulit, bisul dan koreng oleh Staphylococcus aureus

(Feriyanto, 2009) serta Bacillus cereus yang dapat mengakibatkan diare kronis

yang sangat berbahaya bagi manusia. Disamping itu, penelitian ini juga melihat

secara langsung pengaplikasian ekstrak alami dari bunga melati ke dalam produk

olahan sosis yang berbahan dasar tempe.

PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA

Bunga Melati (Jasminum sambac Ait)

Bunga melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang

tegak yang hidup menahun. Di Italia melati casablanca (Jasmine officinalle), yang

disebut Spansish Jasmine ditanam tahun 1692 untuk di jadikan parfum. Tahun

1665 di Inggris dibudidayakan melati putih (Jasminum sambac Ait) yang

diperkenalkan oleh Duke Casimo de’ Meici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati

Jasmine Parkeri di kawasan India Barat Laut, Kemudian dibudidayakan di Inggris

pada tahun 1923. Di Indonesia nama bunga melati dikenal oleh masyarakat di

seluruh wilayah Nusantara (Suyanti et al., 2003)

Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu cut atau

Meulu Cina (Aceh), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru

(Menado), Mundu (Bima dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), serta Malete

(Madura). Sebagian besar jenis melati tumbuh liar di hutan-hutan karena belum

terungkap potensi ekonomis dan sosialnya. Kedudukan tanaman melati dalam

sistematika/taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:


Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Oleaceae

Genus : Jasminum

Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait

Jenis, Varietas dan Ciri-ciri penting (karakteristik) tanaman melati adalah sebagai

berikut (Rukmana,1997):

1. Jasmine sambac Ait (melati putih, puspa bangsa)

2. Jasmine multiflora Andr (melati hutan: melati gambir, poncosudo, star

jasmine, jasmine pubescens Willd).

3. Jasmine officinale (melati Casablanca, Spanish jasmine) sinonim dengan

J. floribundum =Jasmine grandiflorum). Tumbuh perdu setinggi 1, 5

meter.

4. Jasmine rex (King Jasmine).

5. Jasmine parkeri Dunn (melati pot).

6. Jasmine mensyi (Jasmine primulinum, melati pimrose).

7. Jasmine revolutum Sims (melati Italia)

8. Jasmine simplicifolium (melati Australia, J. volibile, melati bintang)

9. Melati hibrida (bunga pink dan harum).

Penampilan bunga melati dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Bunga Melati Putih

(Jasminum sambac Ait)


Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat

Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat barat.

Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, akan tetapi yang biasanya dikenal oleh

masyarakat pada umumnya adalah tempe yang terbuat dari kacang kedelai. Di

Indonesia tempe dikonsumsi oleh semua tingkatan masyarakat terutama didaerah

Jawa dan Bali.

Tempe dibuat dengan kedelai kupas yang bersih tanpa dicampur bahan

lain, tetapi banyak juga produsen yang mencampurkan bahan lain seperti kulit

kedelai, parutan buah papaya muda, onggok (ampas tapioka), dan ampas kelapa.

Tempe dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu : a) Hidrasi dan pengasaman

biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira

semalam), b) Sterilisasi sebagian (bukan merupakan sterilisasi mutlak) terhadap

biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan, dan c) Fermentasi oleh

jamur tempe yang diinokulasikan segera setelah sterilisasi, jamur tempe yang

banyak digunakan adalah Rhizopus oligusporus (Kumalaningsih, 2007).

Manfaat tempe banyak sekali ditemukan, diantaranya tempe dapat

menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Senyawa protein, asam lemak PUFA

(poly unsaturated fatty acid), serat, niasin, dan kalsium di dalam tempe dapat

mengurangi jumlah kolesterol jahat. Dampak positifnya, penyumbatan pembuluh

darah oleh kolesterol dan pengerasan pembuluh yang sering menyebabkan

penyakit jantung, hipertensi, dan stroke dapat dicegah. Senyawa dalam tempe juga

dapat menghambat aktivitas HMG-CoA-reduktase si pembentuk kolesterol,

dengan terhambatnya aktivitas enzim ini, tahap awal pembentukan kolesterol dapat dicegah.
Senyawa yang terdapat dalam tempe, yang diduga memiliki

aktivitas antipenyakit degenaratif antara lain: vitamin E, karotenoid, superoksida

deismutase, dan isoflavon (Kumalaningsih, 2007).

Sosis

Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi yaitu diatas

pH isoelektrik (4-4,5). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai

dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998).
Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air

(oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang

bertindak sebagai emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan

membuat matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang

stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yang berhubungan

dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang ditambahkan, jenis

minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak atau minyak

tersebut.

Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar berupa

daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat

dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber

protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama

berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam

(Brandly et al.,1966).

Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis daging yang

kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk,
daging dada serta daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994).

Proses perebusan yang dilakukan pada pembuatan sosis ini dilakukan sebagai

langkah terakhir untuk mendapatkan produk sosis. Pemasakan sosis ini menurut

Effie (1980) bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis, memantapkan

warna dan menonaktifkan mikroba.

Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan

pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim

bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI 01-3020-1995 adalah

maksimal 67.0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air yang

ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air

yang tinggi.

Menurut Acton dan Saffle (1970), lemak dapat memepengaruhi kestabilan

emulsi. lemak menghailkan fase dispersi (diskontinue) dari emulsi daging

sehingga lemak merupakan komponen struktural utama. Lemak yang mengandung

asam lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam lemak tak jenuh. Menurut
Sulzbacher (1973), penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging olahan

dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Sosis

masak harus mengandung lemak maksimum 30%. Nitrit pada sosis berfungsi

sebagai pengawet dan pencerah warna merah. Namun penggunaan nitrit pada

sosis ternyata bersifat karsinogenik jika dikonsumsi terlalu sering.

Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan

asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat

dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan Ekstrak adalah

alkaloid, flavonoid dan lain - lain (Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini

adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat - zat yang

memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut

dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat

adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah

cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan

penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar,

sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000).

Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata “colare”, artinya menyerkai dan “per” =

through, artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara

penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam

cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara

beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode

perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih

sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan


peralatan yang digunakan mahal (Agoes, 2007).

Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan

kembali ke labu (Depkes, 2000).

Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana

pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi

dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut

mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulangulang (Depkes, 2000).

Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air ,

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih) pada suhu 90°C selama 15

menit (Depkes, 2000).

Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang

merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan

menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibakteri

termasuk kedalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan

bakteri. Menurut Pelczar and Chan (1988), antimikroba merupakan bahan atau

senyawa yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Dalam

penggunaan umum, istilah ini menyatakan penghambatan pertumbuhan dan bila

dimaksudkan untuk kelompok-kelompok organisme yang khusus, maka seringkali

digunakan istilah-istilah seperti antibakterial dan antifungal, Berdasarkan sifatnya

maka bahan antimikrobial dapat bersifat bakterisida (suatu bahan yang dapat

mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri) dan bakteriostatis (suatu bahan yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri).

Bakteri

Bakteri merupakan penghasil bermacam-macam zat organik dan obatobatan antibiotik. Bakteri
merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran
mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga

10 mikron (1 mikron - 10-3 mm). Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya

perlu diisi dengan zat warna, pewarna ini disebut pengecatan bakteri (Irianto,

2006), ada kalanya suatu bakteri perlu diwarnai dua kali. Setelah zat warna yang

pertama (ungu) terserap, maka bakteri dicuci dengan alkohol, kemudian

ditumpangi dengan zat warna berlainan, yaitu dengan zat warna merah. Zat warna

tambahan terhapus, sehingga yang nampak adalah zat asli (ungu). Dalam hal ini

bakteri disebut Gram positif. Jika zat warna tambahan merah yang bertahan

sehingga zat warna asli tidak tampak, dalam hal ini bakteri disebut Gram negatif.

Escherichia coli

Escherichia berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus manusia dan

hewan. Escherichia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat

dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami

pencemaran (Gaman, 1992). Bakteri ini tumbuh pada suhu 10-40oC, dengan suhu

optimum 37oC, nilai aw minimum untuk pertumbuhan Escherichia coli adalah

0,96. Pertumbuhan optimum terjadi pada pH 7,0-7,5 dengan kisaran antara 4,0

dan 9,0. Bakteri ini relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada

suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan (Fardiaz dan Jenie,

1989). Jenis Escherichia hanya mempunyai satu spesies yaitu Escherichia coli,

dan disebut koliform fecal karena ditemukan didalam saluran usus hewan dan

manusia, sehingga sering terdapat dalam feses. Escherichia. coli merupakan flora

normal yang terdapat dalam usus pencernaan manusia yang umumnya

menyebabkan diare di seluruh dunia bila jumlahnya melebihi normal atau terlalu

banyak di dalam saluran pencernaan (Brooks et al., 2001). Bentuk sel vegetatif

Escherichia. Coli dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Escherichia coli

(Sumber: Wikipedia 2016)

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat yang terdapat

dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad, atau berkelompok seperti anggur.

Beberapa spesies memproduksi pigmen berwarna kuning sampai oranye, misalnya

S.aureus. Bakteri ini membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk

pertumbuhannya, dan bersifat anaerobik fakultatif. Suhu optimum untuk

pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35-37oC, dengan suhu minimum

6,7oC dan suhu maksimum 45,5oC. Staphylococcus aureus membutuhkan aw

minimal 0,86 untuk pertumbuhannya, dengan aw optimum 0,990-0,995. Bakteri

ini dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,5

(Fardiaz dan Jenie, 1989). Bentuk sel dari bakteri Staphylococcus aureus dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Escherichia coli

(Sumber: Wikipedia 2016)

Anda mungkin juga menyukai