Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MANAJEMEN MUTU TERPADU KESEHATAN


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SYOK ANAFILAKTIK

Fauzie Rahman, SKM., MPH

Disusun Oleh:

Kelompok III

Amalia Ahdiah 2120930320026

Happy Nurani 2120930320034

Juhairiyah 2120930320003

Nadila 2120930320005

Putri Dwi Andriyani 2120930320023

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Standard Operating Procedure (SOP) merupakan serangkaian panduan yang
terdokumentasi secara jelas, lengkap, dan rinci mengenai proses, tugas, dan peran
setiap individu atau kelompok yang dilakukan sehari-hari di dalam suatu organisasi.
SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis,
serta dapat dipertanggungjawabkan; dan menggambarkan bagaimana tujuan
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku
(Rachmi et al., 2014).

Tujuan pembuatan SOP adalah untuk menjelaskan perincian atau standar yang
tetap mengenai aktivitas pekerjaan yang berulang-ulang yang diselenggarakan
dalam suatu organisasi. Menurut Nur’Aini (2016:38) tujuan pembuatan standar
operasional prosedur yaitu konsisten, kejelasan tugas, kejelasan alur, melindungi
organisasi, meminimalisasi kesalahan, efesiensi, penyelesaian masalah, dan batasan
pertahanan.

Pembuatan SOP terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut mulai dari
tahap persiapa, tahap penilaian kebutuhan, tahap pengembangan, tahap intergrasi
dalam manajemen, tahap monitoring dan evaluasi. Dalam makalah ini akan di bahas
tentang SOP Syok Anafilaktik.

Anafilaktik merupakan salah satu penyakit alergi dengan gejala yang timbul
segera setelah terpajan allergen serta dapat mengancam nyawa. Syok anafilaktik
ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps sirkulasi, merupakan
kondisi gawat darurat yang seyogyanya mendapatkan penanganan yang tepat dan
cepat (Karnen, 2006 dalam Pemayun & Suryana, 2019).

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menyusun SOP Syok Anafilatik pada
pelayanan rawat jalan di Puskesmas sesuai dengan standar tahap penyusunan SOP.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Syok Anafilatik


Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis dan
merupakan bagian dari syok distributifyang ditandai oleh adanya hipotensi yang
nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada
sirkulasi darah yang menyebabkan terjadinya sinkop dan kematian pada beberapa
pasien. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk
menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat
terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran napas merupakan gejala
utamanya (Rengganis & Sundaru, 2009).

Pada renjatan yang berat (syok anafilaktik), penatalaksanaan pada dasarnya


ditujukan untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat, dan memberikan ventilasi
yang bagus, dan bila mungkin dilakukan upaya pencegahan (Rengganis & Sundaru,
2009). Penanganan yang cepat, tepat dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan,
reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun pasien yang pernah
mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resikountuk memperoleh reaksi yang sama
bila terpajan oleh pencetus yang sama (Ewan, 1998).

2.2 Tahap Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP)


Tahap penyusunan standard operating procedure (SOP) terdiri dari beberapa
tahap, sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Tahap persiapan dimulai dari membentuk tim dan kelengkapannya.
Tim terdiri dari medis dan paramedis, tiap-tiap poli terdiri dari 1 penanggung
jawab medis yaitu seorang dokter dan minimal 1 orang perawat.
b. Melakukan pelatihan-pelatihan bagi anggota tim.
Untuk keperluan gawat darurat minimal medis dan paramedis sudah
melakukan pelatihan, untuk dokter yaitu ATLS dan ACLS, untuk perawat
adalah perawat yang sudah training BTCLS. Sertifikat harus ada dan
disimpan di administrasi kegawatdaruratan.
c. Memberitahukan kepada seluruh unit tentang kegiatan penyusunan SOP.
Penyusunan SOP harus duduk berembuk antara dokter sebagai pengampu
medis dan para perawat sebagai paramedis dan menyesuaikan dengan
keilmuan. Karena akan ditentukan tatacara, urutan dan aturan serta dosis
pemberian obat yang sudah masuk dalam anafilaktik syok kit.

2. Penilaian Kebutuhan
Tahap penilaian kebutuhan dimulai dari :
a. Menyusun rencana tindak penilaian kebutuhan
Yaitu melakukan diskusi dan rapat apa saja bahan dan alat yang diperlukan
saat pembuatan SOP.
b. Melakukan penilaian kebutuhan
Sesuai dengan tindakan penatalaksanaan.
c. Membuat sebuah daftar mengenai SOP yang akan dikembangkan
Dalam sebuah pelayanan ada beberapa daftar tentang SOP yang harus di
susun dan dipahami serta dikembangkan. Salah satunya pemilihan SOP
tentang syok anafilaktik.
d. Membuat dokumen penilaian kebutuhan SOP
Dokumen penilaian ini dibuat untuk menilai kualitas mutu dari SOP masing-
masing unit.

3. Pengembangan
Tahap pengembangan SOP dimulai dari :
a. Pengumpulan informasi dan identifikasi alternatif
b. Analisis dan pemilihan alternatif penulisan SOP
c. Pengujian dan review
d. Pengesahan SOP
Pengesahan SOP dilakukan apabila sudah ada dasar yang kuat seperti
Permenkes, jurnal dan buku penunjang pendidikan dan SDM yang memadai
yang sudah dilatih melakukan penanganan.
SOP dinyatakan sah apabila sdh tertuang dalam SK pimpinan puskesmas
yaitu SK pelayanan yang merupakan SK payung untuk Tindakan medis dan
sudah masuk dalam lembaran SOP akreditasi. (contoh SK pelayanan dan
SOP penanganan syok anafilaktik dilampirkan)
4. Integrasi dalam Manajemen
Adapun Integrasi dalam managemen penyusunan SOP adalah keputusan
SOP ini dibuat untuk semua tindakan pelayanan. contoh pada pembuatan SOP
syok anafilaktik ini dapat digunakan untuk di rawat jalan dan di rawat inap.

5. Monitoring dan Evaluasi


Pelaksanaan penerapan SOP harus dipantau secara berkelanjutan sehingga
proses penerapannya dapat berjalan baik. Masukan-masukan dalam setiap upaya
monitoring akan menjadi bahan berharga dalam evaluasi sehingga
penyempurnaan SOP dapat dilakukan secara cepat sesuai kebutuhan. Baik
monitoring maupun evaluasi adalah proses yang digunakan untuk menilai
perkembangan (progress)penerapan standar operasional prosedur. Monitoring
digunakan untuk menilai penerapan secara rutin untuk mengumpulkan data yang
diperlukan agar pelaksanaan SOP tetap berada dalam kerangka yang diinginkan
(on track progress assessment). Evaluasi digunakan untuk menilai akhir
pelaksanaan penerapan SOP dalam kurun waktu tertentu (one-off event)
sehingga dapat diidentifikasi berbagai hal yang masih memerlukan peningkatan
atau yang harus dipertahankan kualitas pelaksanaannya untuk peningkatan
kualitas secara berkelanjutan (continuous improvement).
Monitoring dan evaluasi SOP dilakukan oleh program atau tim unit per 1
bulan, implementasi SOP dilakukan masing-masing elemen per enam bulan.
Dalam monitoring dan evaluasi dibutuhkan formulir checklist. Formulir
checklist ini digunakan untuk menilai benar atau tidaknya tindakan yang
dilakukan sudah sesuai dengan SOP (contoh formulir terlampir).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pedoman penyusunan SOP dalam akreditasi puskesmas memiliki format dan


syarat khusus yang harus dipatuhi oleh seluruh petugas maupun pihak yang ditunjuk
untuk membuat SOP. Format penyusunan SOP dan syarat penyusunan SOP
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang diputuskan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan. SOP diterbitkan oleh puskesmas sebagai acuan baku
dalam melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan sasaran tiap dokumen SOP yang
telah distandarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, V. K., & Sutapa, I. N. (2017). Perancangan Standar Monitoring Pelayanan Di


Puskesmas. Jurnal Titra, 5(1), 9–14.

Ewan, P. W. (1998). Anaphylaxis Aetiology. Management, 316(7142), 1442–1445.

Nur’Aini, Fajar. (2016). Pedoman Praktis Menyusun SOP. Quadrant. Yogyakarta.

Pemayun, T. P. D., & Suryana, K. (2019). Penderita syok anafilaktik dengan manifestasi
takikardi supraventrikular. Penyakit Dalam Udayana, 3(2), 41–45.
https://jpdunud.org/index.php/JPD/article/view/71

Rachmi, A., Susanto, T. D., & Herdiyanti, A. (2014). Pembuatan Standard Operating
Procedure (SOP) Service Desk Berdasarkan Kerangka Kerja ITIL V3 dengan
Menggunakan Metode Analisis Gap Layanan (Studi Kasus : PT XZY Tangerang). Jurnal
Teknik Pomits, 3(2), 175–180.

Rengganis, I., & Sundaru H. (2009). Renjatan Anafilaktik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Interna Publishing. Jakarta.
Lampiran 1. Keputusan SK

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS

NOMOR : …………………………..

TENTANG

PELAKSANAAN JENIS PELAYANAN DI POLI GIGI DAN MULUT

KEPALA PUSKESMAS

Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan akreditasi diperlukan penyusunan pelaksanaan


pelayanan yang ada di poli gigi dan mulut;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun kebijakan
Kepala Puskesmas tentang pelaksanaan pelayanan di poli gigi dan
mulut;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter, dan Tempat
Praktek Mandiri Dokter, Dokter Gigi;
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG PELAKSANAAN JENIS


PELAYANAN DI POLI GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS;

Pelaksanaan pelayanan di poli gigi dan mulut sebagaimana tercantum dalam


lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini.
KESATU :
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan/perubahan
sebagaimana mestinya.

KEDUA : Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila ternyata
terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini akan diadakan perbaikan
seperlunya.

Ditetapkan di :

Pada tanggal :

KEPALA PUSKESMAS ,

.................................
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN KEPALA
PUSKESMAS
NOMOR :
TENTANG PELAKSANAAN
JENIS PELAYANAN DI POLI
GIGI DAN MULUT

PELAYANAN DI POLI GIGI DAN MULUT


No Pelayanan di Poli Gigi dan Mulut

1. Pelayanan Umum Poli Gigi

2. Penulisan Informed Consent

3. Penggunaan Dental Unit


4. Penanganan Syok Anafilaktik

5. Karies Enamel

6. Karies Dentin

7. Pulpitis

8. Tambalan Sementara

9. Peambalan dengan Komposit

10. Pencabutan Gigi Sulung

11. Pencabutan Gigi Permanen

12. Penanganan Abses

13. Penambalan GIC

14. Pembersihan Karang Gigi

15. Pendelegasian Wewenang

Ditetapkan di :
Pada tanggal :

KEPALA UPTD
PUSKESMAS ,
Lampiran 2. SOP Penanganan Syok Anafilaktik

PENANGANAN SYOK ANAFILAKTIK

No.Dok :
No. Rev :
SOP Tanggal
:
Terbit
Halaman : 1/2
Pimpinan Puskesmas
Puskesmas NIP
1. 1. Pengertian Syok anafilaktik adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang berlebihan
terhadap masuknya protein/ zat asing ke dalam tubuh.
1. 2. Tujuan Pemberian suntikan secepatnya ini ditujukan untuk menstabilkan kondisi
pasien, meredakan gejala, mencegah berulangnya syok anafilaktik dan
mencegah komplikasi
2. 3. Kebijakan 1. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor : …./SK-
UKP/…./…../….. tentang Jenis Pelayanan
2. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor
…………/……/…………/….. tentang Pelayanan Klinis
3. 4. Referensi 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
2. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer Edisi I 2013, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta : 2013.
4. 5. Alat Dan Syok anafilaktik set
5. Bahan
1. Epinephrine Vial
2. Dexamethason Vial
3. Difenhidramin Vial
4. NaCl 0.9 Infusion
5. Syringe 3cc/ml
6. Syringe 1cc/ml
7. Infus Set
6. Prosedur 1. Hentikan pemberian obat/ antigen penyebab.
2. Baringkan penderita dengan posisi tungkai lebih tinggi dari kepala
(trendelenburg) dan cek tanda vital pasien.
3. Berikan Oksigen 3-5 L/menit.
4. Pasang infus dengan cairan plasma expander (Dextran). Jika cairan
tersebut tidak tersedia, Ringer Laktat (RL) atau NaCl fisiologis dapat
diberikan sebagai cairan pengganti sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
5. Adrenalin : 0,3-0,5 ml dari larutan 1 : 1000 IM, dapat diulangi 5-10
menit.
Jika tidak respon, diberikan Adrenalin 0,1-0,2 ml dilarutkan dalam 10
ml larutan NaCl fisiologis diberikan secara IV perlahan-lahan.
6. Aminofilin : 250 mg diberikan perlahan-lahan selama 10 menit IV,
dilanjutkan 250 mg lagi melalui drip infus bila dianggap perlu,
diberikan apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian
adrenalin
7. Antihistamin : Difenhidramin HCl 5-20 mg IV
8. Kortikosteroid : Deksametason 5-10 mg IV, Hidrokortison 100-
250mg IV.
9. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung
(cardiac arrest).
10. Jika syok sudah teratasi, penderita diawasi / diobservasi selama
kurang lebih 4 jam
11. Pengecekan tanda vital secara berkala
12. Penderita yang tidak membaik dirujuk ke RS terdekat dengan
pengawasan tenaga medis.
13. Setiap tindakan dicatat dalam rekam medis pasien

7. Diagram Alir -
8. Unit Terkait Poli Gigi, Poli Umum, IGD, Rawat Inap
Lampiran 3. Form Monitoring SOP

Form Monitoring
Tanggal :
Kesesuaian
Bagian / Penanggung Jawab Petugas
No Bahasan Monitoring Sesuai Tidak Sesuai
Unit Bagian / Unit Monitoring
(v) (x)

Disetujui oleh,

………………

(Sumber : Aditya & Sutapa, 2017)

Anda mungkin juga menyukai