Anda di halaman 1dari 4

NAMA : AGISTA AMALIA FIRDAUS

NIM :2008010093

KELAS :B2

1. Nikotin
Nikotin merupakan bahan alami dalam daun tembakau yang bertindak sebagai
insektisida botanikal.Nikotin merupakan amina yang terdiri dari cincin piridin dan
pirolidin.Nikotin adalah amina tersier yang memiliki dampak terhadap sistem
saraf dengan mengaktifkan reseptor nicotinic acetylcholine (nAChRs) yang
terletak di ganglia perifer dan sistem saraf pusat.
Nikotin mudah diserap dalam aliran darah meskipun dengan berbagai cara
seperti ketika dihirup sebagai komponen asap rokok kemudian memasuki ruang
alveoli paru lalu diserap oleh epitel pernapasan untuk cepat memasuki aliran
darah. Setelah memasuki sirkulasi, nikotin yang berada di vaskularisasi otak
dapat dengan mudah menembus sawar darah otak, sehingga mencapai sistem
saraf pusat. Dengan rute ini, nikotin yang terinhalasi dikirim ke otak dalam
hitungan detik (Hukkanen 2005).
Nikotin merupakan salah satu zat berbahaya yang ada dalam rokok, diabsorpsi
dengan cepat dari paru-paru ke dalam darah(Benowitz 2009). Bahaya dari nikotin
yaitu dapat merangsang pembentukan kanker karsinogenesis paru paru karena
variasi genetik pada CYP2B6. Penentu utama dari ketergantungan tembakau
adalah nikotin dan tar yang merupakan total partikel dari asap rokok.
Lebih dari 80% nikotin yang diserap mengalami metabolisme di hati, terutama
oleh CYP2A6, UDP-glucuronosyltransferase, dan monooxygenase yang
mengandung flavin. Rokok dengan baik diabsorpsi melalui mulut, dan ketika asap
tembakau sampai ke saluran napas kecil dan alveoli paru nikotin secara cepat
diabsorpsi. Penyerapan nikotin secara cepat dari asap rokok melalui paru-paru
mungkin karena permukaan alveoli yang besar dan saluran napas, serta bentuk
nikotin dalam cairan di tubuh manusia dengan pH 7.4 melintasi membrane. Rata-
rata sekitar 1 mg (0,3-2 mg) nikotin diabsorpsi secara sistemik selama merokok.
Setelah dihisap, tingkat nikotin mencapai otak dalam waktu 10- 20 detik,
memproduksi penguatan perilaku yang cepat melalui aktifasi dopaminergic
(Benowitz 2009). Nikotin dimetabolisme di dalam hati menjadi berbagai bentuk
metabolitnya, seperti N-oksida nikotin dan N-oksida kotinin. Sebanyak 85- 90%
nikotin dimetabolisme sebelum eliminasi melalui urin, feses, empedu, saliva,
cairan lambung, keringat, dan cairan payudara (Yildiz 2004).
2. Asbes
 Asbes merupakan senyawa toksik yang bersumber dari lingkungan. Pada
umumnya, asbes digunakan untuk pembangunan gedung untuk atap bangunan.
• Kerusakan pada material yang mengandung serat asbes ini akan menimbulkan
debu asbes. Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan
penggilingan, konstruksi dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja
asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Serat asbes yang terinhalasi akan terdeposisi di dinding bronkus (dari cabang
bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius dan alveoli). Serat asbestos akan
menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag alveolar yang berusaha memfagosit
serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam jaringan intersisium melalui penetrasi
yang dibawa oleh makrofag atau epitel. Makrofag yang telah rusak akan
mengeluarkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak jaringan dan
beberapa sitokin, termasuk tumor necrosis factor (TNF), interleukin 1, dan metabolit
asam arakidonat yang akan memulai inflamasi alveoli (alveolitis). Sel epitel yang
terganggu juga mengeluarkan sitokin. Gangguan asbestos berskala kecil tidak akan
menimbulkan gangguan setelah inflamasi terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam
kadar lebih tinggi, alveolitis akan terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan
yang lebih hebat. Reaksi jaringan ini menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu
pengeluaran sitokin profibrosis seperti fibronektin, fibroblast growth factor, platelet-
derived growth factor, dan insulin-like growth factor yang akan menyebabkan
sintesis kolagen.
• Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dalam
paru-paru dan dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-
paru) karena tergores oleh serat asbes bagian yang terkena yaitu pada bagian pleura.
Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan
mengempis sebagaimana mestinya. Penyakit ini bersifat kronis dan tidak ada
obatnya. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh asbes yaitu: asbesitosis, kanker
paru-paru dan mesothelioma. Beratnya penyakit tergantung pada lamanya
pemaparan dan jumlah serat yang terhirup
3. Ammonia
 Gas ammonia adalah suatu gas yang tidak berwarna, dan menimbulkan bau yang
sangat kuat. Dalam udara, ammonia dapat bertahan kurang lebih satu minggu.
Gas ammonia terpajan melalui pernapasan dan dapat mengakibatkan iritasi yang
kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya yang iritasi, polutan ini dapat
merangsang proses peradangan pada saluran pernapasan bagian atas yaitu
saluran pemapasan mulai dari hidung hingga tenggorokan. Terpajan gas
ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
paru-paru dan sensitivitas indera penciuman.
 Pemaparan ammonia bisa di temukan di industri peternakan, Industri peternakan
merupakan penghasil emisi amonia di atmosfer. Amonia memiliki dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, yang dikeluarkan banyak
terkandung ammonia dalam bentuk gas. Apabila dibuang langsung ke udara
ambien dan langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernafas maka hal ini
akan mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan
manusia, tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap para pekerja,
melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar indutri
 Amonia masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi, oral, kulit dan atau
mata. Amonia yang terhirup dapat merusak saluran pernapasan terutama
saluran pernapasan bagian atas. Saluran pernapasan yang terkena amonia akan
mengalami pembengkakan sehingga terjadi penyempitan pada saluran
pernapasan. Hal ini menyebabkan terganggunya pernapasan manusia. Jika yang
terangsang amonia adalah saluran lendir maka akan keluar sekret (cairan getah)
sehingga menghambat pernapasan dan mengakibatkan sesak napas. Pendarahan
pada saluran pernapasan dapat terjadi jika jaringan yang terangsang mengalami
kerusakan dan darah dapat keluar bersama batuk. Iritasi karena amonia dapat
terjadi pada hidung dan faring namun tidak terjadi pada trakea, hal ini
menunjukkan bahwa amonia disimpan pada saluran pernapasan atas (Health
Protection Agency, 2007)
 Pajanan melalui oral bukan jalur yang relevan untuk amonia dalam bentuk gas
namun amonia dalam bentuk cair dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
oral. Orang yang menelan amonia (amonium hidroksida) dapat menimbulkan
gejala atau tanda-tanda gangguan kesehatan termasuk nyeri pada mulut,
tenggorokan dan dada, air liur berlebihan dan luka bakar alkali dengan cepat dan
luas pada saluran aerodigestive. Hal tersebut terjadi pada beberapa kasus bunuh
diri dengan mengonsumsi sedikitnya 20–25 ml larutan amonia 6% (Health
Protection Agency, 2007). Telah banyak penjelasan mengenai efek iritasi akibat
pajanan amonia tetapi belum ditemukan korelasinya dengan tingkat pajanan
(Swotinsky dkk, 1990). Dampak negatif dari amonia dapat diperkirakan besar
risiko kesehatannya. Untuk mengetahui seberapa besar risiko kesehatan yang
ditimbulkan oleh pajanan gas pencemar udara tersebut, perlu adanya
pendekatan yang disebut dengan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL).

Referensi
Afiani D, 2017 . Profil Nikotin, Kotinion dan Trans-3’ – Hidroksikotinin di Urin Pada Perokok
Aktif. Tesis . Medan : Universitas Sumatera Utara
Akhadi M., 2015. Dampak Kesehatan Emisi Serat Asbes Dari Cerobong Asap. Jurnal Energi
dan Kelistrikan. 7 (1): 19-27.
Benowitz, NL 2009, ‘ Nicotine chemistry, metabolism, kinetics and biomarkers. Handb Exp
Pharmacol vol.92:29–60
Casarett LJ, Doull J. 2013. Toxicology : The Basic Science of Poisons. 8th ed. Klaassen
D, editor. United States of America: McGraw-Hill Education, LLC.
Fitri Dwirani,20
Health Protection Agency, 2007. Ammonia Toxicological Overview. J D Pritchard CHAPD
HQ, HPA
Hukkanen, J, Jacob, P, Benowitx, NL 2005, ‘Metabolism and disposition kinetics of
nicotine’, American Society for Pharmacology and Experimental
Therapeutics, vol. 57, pp: 79-115.
Swotinsky, Robert B., K.H Chase, 1990. Health Effect of Exposure to Ammonia: Scant
Information. American Journal of Industrial Medicine 17:515-521 (1990)
Umi salama, Retno Adriyani, 2018 . ANALISIS RISIKO KESEHATAN PEKERJA DI RUMAH
PEMOTONGAN HEWAN AKIBAT PAJANAN GAS AMONIA . Surabaya :
Universitas Airlangga
Yildiz D, 2004. Nicotine its metabolism and an overview of its biological
effects. Elsevier, pp: 619-632

Anda mungkin juga menyukai