Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TOKSIKOLOGI SALURAN PERNAPASAN

DISUSUN OLEH :

1. DOWIYAHTUSOFA
2. DEWI ANGGITA
3. ELSA SIBARANI
4. FAHMIL RIZKY
5. INDAH MARBUN
6. NOVIA ANDINI
7. RANI SULAM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada Kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ TOKSIKOLOGI SISTEM PERNAFASAN“ tepat waktu. Makalah “TOKSIKOLOGI SISTEM
PERNAFASAN “ disusun guna memenuhi tugas Ibu Anggi Isnani Parinduri, SKM, M.Kes pada bidang studi
Toksikologi Industri di Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. Selain itu, kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Toksikologi Industri khususnya
“TOKSIKOLOGI SISTEM PERNAFASAN “.

kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Anggi Isnani Parinduri, SKM, M.Kes selaku
dosen bidang studi Toksikologi Industri. Tugas yang diberikan ini dapat pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Lubuk pakam, 11 Juni 2021


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and
Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme
(hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari
racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan
mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi
dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi
lingkungan dan ekotoksikologi. Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang
hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah
ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas
termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler,
1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari : Proses Modernisasi yang akan
menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi
dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan
menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya
akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran,
sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat. Hal tersebut juga akan mengganggu kesehatan
manusia .
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan toksikologi ?


2. Bagaimana proses dan cara kerja toksik dalam tubuh melalui saluran pernafasan
(inhalasi)?
3. Bagaimana dampak dan cara penanggulangan keracunan yang diakibatkan oleh saluran
pernafasan (inhalasi) ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui lebih dalam toksikologi


2. Untuk mengetahui proses masuknya toksik dalam tubuh melalui saluran pernafasan
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak dan cara penanggulangan keracunan yang
diakibatkan oleh saluran pernafasan
BAB 2

PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN TOKSIKOLOGI


Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia
terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif
tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya. Efek
toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh
bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat
yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk
menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah
jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan. Suatu kerja toksik pada
umumnya merupakan hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat
rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu: fase
eksposisi toksokinetik dan fase toksodinamik. Macam-macam Jalur Masuk Toksik seperti
pernafasan , oral (pencernaan) , kulit dan injeksi . Salah satu contoh adalah Keracunan Gas
Karbon Dioksida (CO2) Karbon dioksida memiliki ciri berbentuk gas yang tidak berwarna
dan juga tidak berbau. Kasus keracunan gas karbon dioksida (CO2) umumnya terjadi di
dalam ruangan seperti di dalam mobil, rumah, kantor dan pabrik dengan kondisi jumlah
oksigen (O2) yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah karbon dioksida (CO2).
Kandungan karbon dioksida pada udara normal berkisar antara 0,03% (300 ppm) sampai
dengan 0,06% (600 ppm) yang tergantung pada lokasi. CO2 dianggap sebagai racun yang
potensial dan dapat menyebabkan asfiksia yang terjadi karena kurangnya jumlah oksigen
pada pernapasan dan pada tahap awal dipercepat karena efek CO2 yang dapat menyebabkan
pernapasan semakin cepat dan dalam. Gas CO2 yang masuk melalui paru – paru akan
didistribusikan ke darah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan asam – basa atau
asidosis dengan deperesi Susunan Saraf Pusat. 2,4 Konsentrasi CO2 dalam darah
meningkatkan dan bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam karbonat (H2CO3) didalam
darah kemudiam terpisah menjadi ion hidrogen (H+) dan bikarbonat (HCO3). Kelebihan
CO2 menciptakan suasana asam di dalam darah dan menyebabkan pH darah menjadi kurang
dari 7,35. 11,12 Apabila gas ini dihirup pada konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan
rasa asam di mulut dan juga dapat menyengat hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan
oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva yang membentuk asam karbonat yang
lemah. Hal seperti ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah minum air
karbonat (misalnya : air soda). Gejala keracunan akibat CO2 diantaranya yaitu sakit kepala
yang berat, lemah, telinga berbunyi (tinnitus), mual, kesadaran menurun, tekanan darah
tinggi, dan pernapasan cepat.

1.2 TOKSIKOLOGI MELALUI SALURAN PERNAFASAN


Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat
(NIOSH : The National Institute for Occupational Safety & Health).Inhalasi adalah proses
pernapasan/inspirasi udara ke dalam paru-paru yang melalui saluran napas atas (rongga
hidung, nasofaring, orofaring, dan laringofaring) dan bawah (laring, trakea, bronkhi, paru-
paru. Toksikologi Inhalasi adalah proses atau jalan masuknya zat-zat beracun (toksik) ke
dalam tubuh melalui proses pernapasan (saluran pernapasan).
Kebanyakan penyakit akibat kerja disebabkan oleh menghirup bahan-bahan kimia yang
digunakan di dalam industri maupun yang terdapat di udara lingkungan kerja dan hampir
semua bahan toksik dapat diisap.Bahan toksik yang masuk melalui saluran pernapasan
menuju paru-paru akan diserap oleh alveolus paru-paru.Jumlah seluruh senyawa beracun
yang diabsorbsi (diserap) melalui saluran pernapasan, tergantung dari kadarnya di udara,
lamanya waktu pemajanan, dan volume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik setiap
beban kerja menjadi lebih besar.Apabila bahan beracun juga dalam bentuk aerosol, maka
pengendapan dan penyerapan dapat terjadi dalam saluran pernapasan.
 Fase Eksposisi
Pemaparan xenobiotik yang terdapat di udara dapat terjadi melalui penghirupan
xenobiotik tersebut. Udara yang tercemar baik secara alamiah (asap kebakaran hutan, akibat
gunung berapi) ataupun akibat aktivitas manusia (transportasi, industri pembuangan
sampah) dapat menjadi tokson bagi tubuh apabila masuk ke dalam saluran pernafasan.
Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat
dengan ukuran yang berbeda-beda. Contoh tokson yang berada dalam udara adalah NOx,
SOx, CH4, CO2, CO, H2S, partikel asbes, debu dll. Efek toksik dari tokson yang dihirup
tidak hanya bergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga dari sifat fisiknya karena saluran
pernafasan memiliki sistem kompleks yang secara alami dapat menyeleksi partikel
berdasarkan ukurannya.
Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring, saluran trakea, bronkus, bronkeolus dan
alveolus. Nasofaring berfungsi membuang partikel besar (>10 mikron) dari udara yang
dihirup, menambahkan uap air, dan mengatur suhu. Umumnya partikel tersebut tidak masuk
ke dalam saluran pernafasan apabila masuk akan diendapkan di hidung dan dibuang dengan
cara diusap, dihembuskan dan berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berungsi sebagai
saluran udara menuju alveolus yang dilapisi oleh lendir, lapisan ni dapat mendorong naik
partikel yang mengendap pada permukaan menuju mulut. Partikel yang mengandung lendir
kemudian dibuang dengan diludahkan atau ditelan. Partikel-partikel yang dapat terlarut
mungkin disera lewat epitel ke dalam darah. Alveoli merupakan tempat utama terjadinya
absorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperti karbon monoksida, oksida nitrogen,
belerang dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan karbontetraklorida. Kemudahan
absorbsi ini berkaitan dengan luas permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan dekatnya
darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung pada daya larut gas dalam darah.
Semakin mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.
Karbon Monoksida (CO) merupakan salah satu xenobiotik yang dapat menhasilkan efek
toksik dalam tubuh. CO dihasilkan dari aktivitas vulkanik gunung berapi, proses industri,
pembakaran, asap transportasi dll. CO memiliki ukuran partikel yang kurang dari 1 µm
sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam pernafasan. CO yang ada pada udara bebas
akan dihirup oleh manusia melalui rongga hidung kemudian masuk ke dalam faring, trakea,
bronkus, bronkeolus dan alveolus. Karena ukurannya yang sangat kecil CO akan bebas dari
sistem pertahanan yang ada pada saluran pernafasan hingga mencapai alveolus yang
kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh.

 Fase Toksokinetik
Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam
proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkkan evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsisuatu xenobiotika adalah
pengambilan xenobiotika dari permukaan tubuh (disinitermasuk juga mukosa saluran cerna)
atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke aliran darah atau sistem pembuluh
limfe. Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik, xenobiotika akan ditranspor
bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. WEISS (1990) membagi distribusi ke dalam
konveksi (transpor xenobiotika bersama peredaran darah) dan difusi (difusi xenobiotika di
dalam sel atau jaringan).Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semua proses yang dapat
menyebabkan penurunan kadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuhorganisme, proses
tersebut reaksi biotransformasi dan ekskresi. Sederetan proses tersebut sering disingkat
dengan ADME, yaitu: adsorpsi, distribusi,metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akan
menentukan jumlah xenobiotika (dalam bentuk aktifnya) yang dapat masuk ke sistem
sistemik atau mencapai tempat kerjanya. Jumlah xenobiotika yang dapat masuk ke sistem
sistemik dikenal sebagai ketersediaan biologi / hayati. Keseluruhan proses pada fase
toksokinetik ini akan menentukan menentukan efficacy (kemampuan xenobiotika
mengasilkan efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor, dan
durasi dari efek farmakodinamiknya.Farmakokinetik dapat juga dipandang suatu bidang
ilmu, yang mengkaji perubahan konsentrasi (kinetika) dari xenobiotika di dalam tubuh
organisme sebagai fungsi waktu. Secara umum toksokinetik menelaah tentang laju absorpsi
xenobiotika dari tempat paparan ke sistem peredaran darah, distribusi di dalam tubuh,
bagaimana enzim tubuh memetabolismenya, dari mana dan bagaimana tokson atau
metabolitnya dieliminasi dari dalam tubuh.
 Proses Absorpsi
Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson berupa Gas Karbon Monoksida
(CO) dari tempat kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe.
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru, terutama berlaku
untuk gas seperti karbon monoksida ”CO”. Sistem pernapasan mempunyai kapasitas
absorpsi yang tinggi. Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,
laju aliran darah yang cepat, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Oleh sebab itu jalur
eksposisi ini merupakan hal yang menarik bagi farmasis untuk mengembangkan produk
sediaan farmaseutika untuk mendapatkan efek farmakologi yang akut, guna menghindari
pemakaian secara injeksi. Absorpsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran ”nasal
cavity” atau absorpsi melalui alveoli paruparu. Kedua membran ini relativ mempunyai
permeabilitas yang tinggi terhadap xenobiotika. Sebagai contoh senyawa amonium
quarterner, dimana sangat susah diserap jika diberikan melalui jalur oral, namun pada
pemberian melalui ”nasal cavity” menunjukkan tingkat konsentrasi di darah yang hampir
sama dibandingkan dengan pemakaian secara intravena. Luas permukaan alveoli yang
sangat luas, ketebalan diding membran yang relativ tipis,permeabilitas yang tinggi, lanju
aliran darah yang tinggi, dan tidak terdapat reaksi ”first-pass-efect” merupakan faktor yang
menguntungkan proses absorpsi xenobiotika dari paru-paru. Namun pada kenyataannya jalur
eksposisi ini sedikit dipillih dalam uji toksisitas dari suatu xenobiotika, karena; (1) 10
kesulitan mengkuantisasikan dosis yang terserap, (2) partikel dengan ukuran tertentu akan
terperangkap oleh rambut silia atau lendir dimana selanjutnya dibuang melalui saluran
cerna, sehingga absopsi justru terjadi melalui saluran cerna, (3) senyawa volatil (mudah
menguap) pada umumnya melalui jalur ini terabsorpsi sebagian, bagian yang tidak terabsorsi
akan dihembuskan menuju udara bebas, hal ini tidak seperti jalur eksposisi saluran cerna.
 Proses Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan diedarkan/
didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih
jauh melewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringanjaringan tubuh. Distribusi
suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang sebagai suatu proses transpor reversibel
suatu xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam tubuh. Di beberapa buku reference
juga menjelaskan, bahwa distribusi adalah proses dimana xenobiotika secara reversibel
meninggalkan aliran darah dan masuk menuju interstitium (cairan ekstraselular) dan/atau
masukke dalam sel dari jaringan atau organ.Distribusi xenobiotika di dalam tubuh umumnya
melalui proses transpor, yang pada mana dapat di kelompokkan ke dalam dua proses utama,
yaitu konveksi (transpor xenobiotika bersama aliran darah) dan transmembran (transpor
xenobiotika melewati membran biologis).
Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh: tercampurnya xenobiotika
di dalam darah, laju aliran darah, dan laju transpor transmembran. Umumnya faktor
tercampurnya xenobiotika di darah dan laju aliran darah ditentukan oleh faktor psikologi,
sedangkan laju transpor transmembran umumnya ditentukan oleh faktor sifat fisiko-kimia
xenobiotika. Transpor transmembran dapat berlangsung melalui proses difusi pasif, difusi
terpasilitasi, difusi aktif, filtrasi melalui poren, atau proses fagositisis.
Secara kesuluruhan pelepasan xenobiotika dari cairan plasma menuju cairan intraselular
ditentukan berbagai faktor, dimana faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok yaitu:
a) faktor biologis:
- laju aliran darah di organ dan jaringan,
- sifat membran biologis
- perbedaan pH antara plasma dan jaringan
b) faktor sifat molekul xenobiotika
- ukuran molekul
- ikatan antara protein plasma dan proteinjaringan
- kelarutan
- sifat kimia

 Metabolisme/Biotransformasi

Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh,
sehingga senyawa tersebut akan mengalami perubahan struktur kimia dan pada akhirnya dapat
dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami oleh ”xenobiotika” dikenal dengan
reaksi biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi metabolisme. Biotransformasi atau
metabolisme pada umumnya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti:
ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah.Secara umum proses
biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi fungsionalisasi) dan fase II
(reaksi konjugasi). Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami pemasukan gugus fungsi
baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi
(dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida, hidroksilasi, oksidasi
alkohol dan oksidasi aldehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau
keton) dan hidrolisis(hidrolisis dari ester amida). Pada fase II ini tokson yang telah siap atau
termetabolisme melalui fase I akan terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis
dengan senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam amino, asam
sulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam merkaptofurat.

Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang dimaksud proses
eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh organisme. Eliminasi suatu
xenobiotika dapat melalui reaksi biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi xenobiotika
melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringan, kelenjar
mamai,kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi
melalui hati (reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal. Pada proses ini molekul xenobiotik
diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak
sehingga mudah dieksresi melalui ginjal. Pada proses ini molekul xenobiotik diubah menjadi
lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga mudah
dieksresi melalui ginjal.
 Ekresi

Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh, xenobiotika/tokson dapat


dikeluarkan dengan capat atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk asalnya
maupun sebagai metabolitnya. Jalus ekskresi utama adalah melalui ginjal bersama urin, tetapi
hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting bagi tokson tertentu. Disamping itu ada
juga jalur ekskresi lain yang kurang penting seperti, kelenjar keringan, kelenjar ludah, dan
kelenjar mamai.

Ekskresi urin

Ginjal sangat memegang peranan penting dalam mengekskresi baik senyawa eksogen
(xenobiotika) maupun seyawa endogen, yang pada umumnya tidak diperlukan lagi oleh tubuh.
Proses utama ekskresi renal dari xenobiotika adalah: filtrasi glumerula, sekresi aktiftubular, dan
resorpsi pasif tubular. Pada filtrasi glumerular, ukuran melekul memegang peranan penting.
Molekul-molekul dengan diameter yang lebih besar dari 70 Å atau dengan berat lebih besar dari
50 kilo Dalton (k Da) tidak dapat melewati filtrasi glumerular. Oleh sebab itu hanya senyawa
dengan ukuran dan berat lebih kecil akan dapat terekskresi. Xenobiotika yang terikat dengan
protein plasma tentunya tidak dapat terekskresi melalui ginjal. Resorpsi pasiv tubular ditentukan
oleh gradien konsentrasi xenobitika antara urin dan plasma di dalam pembuluh tubuli.Berbeda
dengan resorpsi tubular, sekresi tubular melibatkan proses transpor aktif. Suatu tokson dapat juga
dikeluarkan lewat tubulus ke dalamurin dengan difusi pasif.

Ekskresi empedu

Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi xenobiotika, terutama untuk
senyawa-senyawa dengan polaritas yang tinggi (anion dan kation), kojugat yang terikat pada
protein plasma, dan senyawa dengan berat molekul lebih besar dari 300. Umumnya, begitu
senyawa tersebut terdapat dalam empedu, mereka tidak akan diserap kembali ke dalam darah dan
dikeluarkan lewat feses. Namun terdapat pengecualian konjugat glukuronida, dimana konjugat
ini oleh mikroflora usus dapat dipecah menjadi bentuk bebasnya dan selanjunya akan diserap
kembali menuju sistem sirkulasi sistemik. Peran pentingnya ekskresi empedu telah ditunjukkan
oleh beberapa percobaan, dimana toksisitas dietilstibestrol meningkat 130 kali pada tikus
percobaan yang saluranempedunya diikat.

Ekskresi paru-paru

Zat yang pada suhu badan berbentuk gas terutama diekskresikan lewat paruparu. Cairan yang
mudah menguap juga mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang sangat mudah larut lemak
seperti kloroform dan halotan mungkin diekskresikan sangat lambat, karena mereka 13 tertimbun
dalam jaringan lemak dan karena keterbatasan volume ventilasi. Ekskresi xenobiotika melalui
paru-paru terjadi secara difusisederhana lewat membran sel.

Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik)
dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik / farmakologik.
Kerja sebagian besar tokson umumnya melalui penggabungan dengan makromolekul khusus di
dalam tubuh dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika dari makromolekul tersebut.
Makromolekul ini dikenal dengan istilah reseptor,merupakan komponen sel atau organisme yang
berinteraksi dengan tokson dan yang mengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju
terjadinya suatu efek toksik dari tokson yang diamati.

Jika konsetrasi suatu obat pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti dengan sendirinya
berlaku sebagai tempat sasaran yang sebenarnya, tempat zat tersebut bekerja. Jadi konsentrasi
suatu tokson/obat pada tempat kerja ”tempat sasaran” umumnya menentukan kekuatan efek
biologi yang dihasilkan.

FASE TOKSODINAMIKA

A. Interaksi molekul tokson (obat) dengan reseptor


Interaksi obat-reseptor sama halnya dengan interaksi anatar enzim dan subtratnya, yaitu
konsep interaksi “kunci dan gembok”. Suatu reseptor dapat berikatan dengan suatu
senyawa yang sejenis . setiap senyawa tersebut dapat menunjukkan afinitas yang berbeda
terhadap reseptor (ikatan kuat atau lemah) dan akan menghasilkan efikasi yang berbeda
pula. Reseptor adalah suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung
berikatan dengan ligan (obat, hormon, neutrotransmiter) untuk memicu signaling kimia
antara dan dalam sel menimbulkan efek. Fungsi resptor adalah mengenal dan mengikat
14 suatu ligan atau obat dengan spesifisitas yang tinggi dan meneruskan signal ke dalam
sel. Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor. Ikatan
kovalen akan menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan irevesibel. Ikatan
elektrostatik dapat menghasilkan afinitas kuat/lemah, biasanya bersifat reversible. Letak
reseptor neuro(hormon) umumnya di membransel dan terdiri dari suatu protein yang
merupakan komplemen ”gembok” daripada struktur ruang dan muatan-ionnya dari
hormon bersangkutan ”kunci”. Setelah hormon ditangkap dan terikat oleh reseptor,
terjadilah interaksi yang mengubah rumus dan pembagian muatannya. Akibatnya adalah
suatu reaksi dengan perubahan aktivitas sel yang sudah ditentukan (prefixed) dan suatu
efek fisiologik. Beberapa efek toksik suatu tokson muncul melalui mekanisme interaksi
tokson dengan enzim, baik dia menghambat atau memfasilitasi interaksi tersebut, yang
pada akhirnya akan menimbulkan efek yang merugikan bagi organisme.
Ada 2 kelompok interaksi tokson-reseptor, yaitu :
1. Interaksi reversible. Merupakan interaksi yang bolak balik. Hal ini mengakibatkan
perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempat
kerjanya (reseptor).
2. Interaksi irreversible. Merupakan interaksi yang tak bolak-balik antara xenobiotika
dengan substart biologic. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika
dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat irreversibel
atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia
dari xenobiotika. Efek irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkan kerusakan sistem
biologi, seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga
pertumbuhan sel yang tidak normal, seperti karsinoma, mutasi gen. Umumnya efek
irreversibel ”nirpulih” akan menetap atau justru bertambah parah setelah pejanan tokson
dihentikan.
Berdasarkan mekanisme munculnya efek akibat interaksi obat-reseptor, interaksi ini
secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok, yaitu :
1. Interaksi agonis (menimbul efek yang searah) obat yang berinteraksi dengan dan
mengaktifkan reseptor, mempunyai afinitas dan efikasi (aktivitas intrinsik). Bila
berinteraksi dapat menghasilkan efek (efek maksimum). Agonis dalam menghasilkan
respon fisiologi (seluler) melalui dua cara, yaitu agonis secara langsung dan tak langsung.
Istilah agonisme (sinergisme) menunjukkan kombinasi dua zat, minimal merupakan
penjumlahan efek masing-masing (sinergisme aditif) atau lebih besar dari penjumlahan
efek masing-masing (sinergisme supraaditif).
2. Interaksi antagonis (menimbulkan efek yang berlawanan). Peristiwa dimana suatu
senyawa menurunkan aksi suatu agonis atau ligan dalam menghasilkan efek. Istilah
antagonisme digunakan pada keadaan yang menunjukkan kombinasi efek lebih kecil
daripada jumlah efek zat masingmasing.

B. MekanismekerjaEfektoksik.

Bila memperhatikan kerumiatan system biologi, baik kerumitan kimia maupun fisika,
maka jumlah mekanisme kerja yang mungkin praktis tidak terbatas, terutama sejauh ditimbulkan
efek toksik. Pada kenyataanya kebayakan proses biokimiawi di dalam tubuh organism
berlangsung melalui peranata enzim atau kebanyakan kerja biologi disebabkan oleh interaksi
dengan enzim. Interaksi xenobiotika terhadap enzim yang mungkin dapat mengakibatkan
menghambat atau justru mengaktifkan kerja enzim. Tidak jarang interaksi xenobiotika dengan
system enzim dapat menimbulkan efektoksik. Inhibisi (hambatan) enzim dapat menimbulkan
blockade fungsi saraf (Wirasuta,2006).

Farmakolog menggolongkanefek yang mencul berdasarkan manfaat dari efek tersebut, seperti:

a. Efekterapeutis,efek hasil interaksi xenobiotika dan reseptor yang diinginkan untuk tujuan
terapeutis (keperluanpengobatan)

b. Efekobat yang tidak diinginkan, yaitu semua efek / khasiat obat yang tidak diinginkan untuk
tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan

c. Efektoksik,pengertian efek toksik sangatlah bervariasi, namun pada umumnya dapat


dimengerti sebagai suatu efek yang membahayakan atau merugikan organism itu sendiri.

Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efektoksik) dapat disebabkan
karena dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi
karena dosis yang diberikan memang besar, atau karena adanya perbedaan respons kinetic atau
dinamik pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada pasien dengan gangguan faal ginjal,
gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetikdsb., sehingga dosis yang
diberikan dalam takaran lazim, menjadi relative terlalu besar pada pasien-pasien tertentu.

Interaksi kimia langsung pada jaringan

Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat mudah bereaksi
dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena
langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama berhubungan. Jaringan atau organ yang
terlibat terutama adalah mata, hidung, tenggorokan, trakhea, bronkus, epitel, alveolus,
esofagusdankulit Misalnya pada kasus keracunan melalui inhalasi yaitu karbonmonoksida ”CO”.
Karbonmonoksida mempunyai tempat ikatan yang sama dengan oksigen pada heme. Kompleks
hemoglobin dengan karbonmonoksida disebut karboksi hemoglobin. Komplek ini menujukkan
kecendrungan ikatan yang lebih kuat daripada ikatan oksigen pada heme. Pendudukan CO pada
heme berarati dapat menurunkan bahkan meniadakan kemampuan eritrosit untuk
mentranporoksigen. Keracunan CO dapat mengakibatkan dari efek perasaan pusing, gelisah
sampai kematian.

EFEK AKUT DAN KRONIS

Efek keracunan pada tubuh manusia dibagi menjadi duayaitu:

1. Efek Akut: pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan
dalam waktu pendek. Contoh :keracunan fenol menyebabkan diaredan CO dapat menyebabkan
hilang kesadaran atau kematian dalam waktu singkat.

2. Efek Kronis: suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus-
menerus dan efeknya baru bias dirasakan dalam jangka panjang (minggu,bulandantahun).
misalnya: menghirup udara benzene dan senyawa hidrokarbon terklorinasi seperti
kloroform ,karbontetraklorida dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan
penyakit pada hati (lever) setelah beberapa tahun.
DAMPAK TOKSIKOLOGI

Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik.

Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia,
situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan toksisitas
suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta
keterangan mengenai paparan dan sasarannya.

Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari paparan
sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam
dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan pertama melalui
intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan
yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang
diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan
masuk kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih
rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan
untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi. Efek toksik didalam tubuh tergantung
pada :

1. Reaksi alergi Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau
toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai “
hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai untuk menjelaskan
paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi alergi timbul pada dosis yang
rendah sehingga kurve dosis responnya jarang ditemukan.
2. Reaksi ideosinkrasi Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau
bahan polutan.

3. Toksisitas cepat dan lambat Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul
setelah pemberian bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi
yang timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu dari waktu timbul
pemberian.

4. Toksisitas setempat dan sistemik Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi
manifestasinya. Efek setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang
pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan masuk
toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba pada beberapa tempat.
Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat kemudian sistem sirkulasi dan
sistem hematopoitik, organ viseral dan kulit, sedangkan otot dan tulang merupakan target yang
paling belakangan Respon toksik tergantung pada :

1. Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut

2. Situasi pemaparan

3. Kerentanan sistem biologis dari subyek.

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :

1. Jalur masuk ke dalam tubuh Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya
melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain
tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang
berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari
industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian
“keracunan” biasanya melalui proses tertelan.

2. Jangka waktu dan frekuensi paparan

 Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam


 Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1 bulan
atau kurang
 Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3 bulan
 Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3
bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat berbeda bila
dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan
benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan ulangannya
akan dapat menyebabkan leukemia. Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu
bahan polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan
menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang
terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya
sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya
tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung
pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam
sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena
sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari
bahan toksik.

TINDAKAN PREVENTIF TERHADAP DAMPAK TOKSIKOLOGI

Pada prinsipnya tindakan pencegahan adalah berusaha untuk tidak menyebabkan


terjadinya pencemaran, misalnya antara lain :

1. Membuang sampah pada tempatnya. Setiap rumah tangga dapat memisahkan sampah atau
limbah atas dua bagian yakni organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (biodegradable)
dan anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) dalam dua
wadah yang berbeda sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir.

2. Mengolah sampah organik menjadi kompos. Sistem pengomposan memiliki beberapa


keuntungan, antara lain: Kompos merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak merusak
lingkungan, Bahan yang dipakai tersedia (tidak perlu dibeli), Masyarakat dapat membuatnya
sendiri (tidak memerlukan peralatan yang mahal), dan Unsur hara dalam pupuk kompos lebih
tahan lama jika dibandingkan dengan pupuk buatan.

3. Sampah organik yang mudah rusak dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak

4. Untuk bahan-bahan yang dapat didaur ulang, hendaknya dilakukan proses daur ulang, seperti
kaca, plastik, kaleng, dan sebagainya.

5. Mengurangi penggunaan bahan-bahan yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme


(nonbiodegradable). Misalnya mengganti plastik sebagai bahan kemasan/pembungkus dengan
bahan yang ramah lingkungan seperti dengan daun pisang atau daun jati.

6. Melakukan proses pemurnian terhadap limbah industri sebelum dibuang ke sungai atau ke
tempat pembuangan.

7. Penggunaan pupuk, pestisida sesuai dengan aturan, misalnya hindari teknik penyemprotan
yang salah, misalnya menyemprot berlawanan dengan arah angin, Tidak menggunakan obat
melebihi takaran, Pilihlah tempat yang cocok untuk mengubur atau membakar bekas wadah,
jangan membuang di tempat sampah, atau tempat lain yang dapat terjangkau anak-anak, Jangan
membuang wadah bekas ke sumber air atau selokan, Jangan membakar wadah yang bertekanan
tinggi, Tidak mencuci peralatan penyemprot di sungai atau di dekat sumur, agar tidak mencemari
sungai atau sumur penduduk.

Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran
tanah, diantaranya adalah :

A. Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Hal yang
perlu diketahui sebelum dilakukan remidiasi adalah sebagai berikut:
 Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,
 Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
 Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
 Jenis tanah,
 Kondisi tanah (basah, kering),
 Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
 Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).

Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.Pembersihan off-site
meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman.
Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu,
tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian
diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan
rumit.

B. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air).
Jenis jenis biomerasi :
 Biostimulasi Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air
atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi
yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut. Bioaugmentasi
 Bioremediasi Intrinsik Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah
yang tercemar. Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :
a) Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi ph, dsb
b) Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus
c) Penerapan immobilized enzymes
d) Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
PENANGGULANGAN

1. Segera jauhi tempat yang diduga menjadi sumber gas tersebut, misalnya knalpot
mobil. Bawa ke tempat terbuka yang banyak udara segar. Hindari ruangan tertutup.
Jika berada di ruang tertutup buka jendela agar oksigen bisa masuk.
2. Bila penderita tidak bernapas, segera lakukan pernapasan buatan.
3. Jika korban tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti tidak bergerak,
bernapas, atau batuk, segera lakukan resusitasi jantung (CPR). CPR atau
Cardiopulmonary Resuscitation dalam bahasa Indonesianya berarti Resusitasi
Jantung Paru atau disebut juga dengan napas buatan adalah tindakan pertolongan
pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR
bertujuan untuk membuka kembali jalan nafas yang menyempit atau tertutup sama
sekali.
4. Jika korban muntah, miringkan kepalanya ke samping untuk mencegah tersedak.
5. Penderita diistirahatkan dan diusahakan tenang
6. Jika korban tak sadarkan diri, maka periksa terlebih dahulu kondisi fisiknya apakah
ada luka atau tidak.
7. Salah penanganan awal akan berakibat fatal.
8. Hubungi layanan kesehatan darurat
9. Cek pernapasan dan juga detak jantungnya sampai petugas kesehatan datang.
10. Jika korban tak sadarkan diri namun masih bernapas, maka posisikan mereka dalam
recovery position (pertolongan pertama posisi pemulihan) untuk menjaga jalan napas
korban yang tak sadar agar tetapterbuka. Posisi pemulihan adalah posisi dengan satu
lengan diluruskan dan tangan lainnya di area pipidekat tangan lurus.

BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap
organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-
organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya. Efek merugikan/ toksik pada
system biologis dapat disebabkan oleh bahankimia yang mengalami biotransformasi dan dosis
serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik . Respon terhadap bahan toksik
tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan system
biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam
efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara laboratorium dengan
peneltian lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Annonim, (2006, acsessed), “Enviromental toxicology and ecotoxicology”,
http://www.bio.hw.ac.uk/edintox/enviro.htm
2. Kusnoputranto, H. (1996), Pengantar Toksikologi Lingkungan, BKPSL, Jakarta Pagoray, H. (2001),
“Kandungan Merkuri Dan Kadmium Sepanjang Kali Donan KawasIndustriCilaca”,FRONTIR(33)
3. Widianarko, B., (1997), “Pencemaran Lingkungan Mengancam Keamanan Pangan”,
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/11/0040.html
4. Niruri & Wirasuta(2006).BukuAjarTOKSIKOLOGI UMUM.FA 324620
5. Louise W Kao, Kristine A Nanagas. Carbon Monoxide Poisoning. Emerg MedClin N Arn22 (2004)
985-1018.
6. Peter MC DeBlieux, VanDeVoort, John G Benitez, Halamka, Asim Tarabar. Toxicity, Carbon
Monoxide. 2006 [cited 2007 jan 02]. Availabel from :URL :HYPERLINK http:/lwww.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai