Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal
pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Wahit Iqbal Mubarak, 2012).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali
bernapas (Wartonah Tarwanto, 2011).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia,
dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh.
Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya
adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin
pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam
pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri,
oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan
oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tesebut.

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
a. Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan,
humidifikasi, dan penghangatan
b. Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan
makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan
jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan dan menghancurkan kuman
pathogen yang masuk bersama udara.
c. Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisa
disebut jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi
mempertahankan kepatenan dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan
makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang
dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan
pleura.
a. Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin
kartilago yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
b. Paru. Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-
masing paru terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2
lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan-jaringn paru sendiri terdiri
atas serangkain jalan nafas yang bercabang-cabang, yaitu alveoulus,
pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru
dilapisi oleh dua lapis pelindung yang disebut pleura. Pleura pariental
membatasi toralk dan permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral
membatasi permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi
selama bernafas.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara
umum proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1) Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus.
Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang
bersih, system saraf pusat dan system pernapasan yang utuh, rongga toraks
yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians
paru yang adekuat.
2) Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area
berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus
dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta
perbedaan tekanan gas.
3) Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas pernapasan.
Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon
dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
4) Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme
intra sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen
dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien.
Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh
tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2
dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru,
pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien
tekanan parsial.

C. Proses Kebutuhan Manusia


Sebagaimana diketahui bahwa penyebab Kanker / Tumor Mediastenium
dimulai dengan :
1. Merokok Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat
dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berkaitan
dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang
digunakan setiap hari dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai
merokok (semakin muda individu mulai merokok, semakin besar resiko
terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga dipertimbangkan termasuk
didalamnya jenis rokok yang diisap (kandungan tar, rokok filter, dan kretek).
2. Polusi udara. Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya
adalah sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar didaerah
perkotaan sebagai akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan.
3. Polusi lingkungan kerja. Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik
tampaknya merupakan suatu penyakit akibat polusi di lingkungan kerja. Klien
sendiri berkerja di Pabrik Mebel, di mana pabrik tersebut memproduksi Lemari,
Kursi dan Peralatan Lainnya. Dari berbagai bahaya industri, yang paling
berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan digunakan pada
bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau
lingkungannya mengandung asbes ±10 kali lebih besar daripada masyarakat
umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan
uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian),
besi, dan oksida besi. Resiko kanker paru akibat kontak dengan asbes maupun
uranium akan menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen.
Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari
salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu
sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris,
berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah berlanjut akan ada
gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5
tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke
daerah limfatik dan lainnya.
Ketika sudah timbul gejala tersebut hal yang muncul adalah sesak nafas,
batuk, Nyeri pada bagian dada. Dari situ Penanganan yang di Berikan sesuai
Kebutuhan Dasar Manusia adalah Pemberian Oksigenasi berupa Kanul Nasal, Masker
dan Nebulezer. Tindakan ini membantu memperbaiki pola nafas yang kurang efektif
di samping itu juga memberikan Obat anti Analgesik untuk mengurangi Nyeri pada
pasien

D. Patway
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
1. Patologi
a. Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
b. Infeksi, Fibrosis kritik, Influensa
c. Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel miastania
gravis)
d. Depresi SSP / Trauma kepala
e. Cedera serebrovaskuler (stroke)
2. Maturasional
a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan taddler, adanya resiko infeksi saluran pernafasa dan merokok
c. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok
d. Dewasa muda dan pertengahan. Diet yang tidak sehat, kurang aktifitas stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arterios klerosis, elastisitasi menurun, ekspansi pann menurun.
3. Situasional (Personal, Lingkungan)
a. Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat : pembedahan atau trauma
nyeri, ketakutan, ancietas, keletihan.
b. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah
c. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respons
inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat rokok,
pernafasan mulut.

E. Manifestasi Klinis/ Batasan Karakteristik


1. Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya)
2. Perubahan nadi (frekuensi, Irama dan kualitas)
3. Dispnea pada usahan napas
4. Tidak mampu mengeluarkan sekret dijalan napas
5. Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
6. Ortopnea
7. Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi
8. Pernafasan sukar / berhati-hati
9. Bunyi nafas abnormal
10. Frekuensi, irama, kedalaman. Pernafasan abnormal
11. Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (dukuk, lengan pada lutut,
condong kedepan)
12. Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
13. Penurunan isi oksigen
14. Peningkatan kegelisahan
15. Ketakutan
16. Penurunan volume tidal
(Diagnosa keperawatan, Lynda Tuall Carpennito, hal 383 – 387)

Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu
presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien
menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih
mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan
penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada
pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum
mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas.

Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi
tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa
membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :

1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.

3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.

4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.

5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.

Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan
massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi
oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.

Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang
serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus
interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti
dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.

F. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


2. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) yang berhubungan dengan invasi kanker ke
pleura, atau dinding dada.
3. Perubahan nutria kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan Anoreksia
4. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau ke bagian utama paru, perubahan membran alveoli

G. Intervensi Keperawatan

Tgl No TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL


dx
1. Setelah di1. Kaji frekuensi, 1. Untuk mengetahui
lakukan tindakan kedalaman pernafasan frekuensi & kedalan
keperawatan dan ekspansi dada. pernafasan karena
1x24 jam di kedalamam pernafasan
harapkan pola bervariasi tergantung
nafas klien derajat gagal nafas.
efektif dengan2. Auskultasi bunyi nafas, 2. Perubahan bunyi nafas
KH: dan catat adanya bunyi menunjukan obstruksi
- Klien nafas tambahan. sekunder
mengungkapkan 3. Observasi pola batuk 3. Kongesti alveolar
sesak berkurang/ dan karakter secret mengakibatkan batuk
tidak sesak. kering/iritatif
- Respirasi dalam4. Berikan pada klien 4. Posisi membantu
batas normal. posisi semi fowler. memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan
- Tidak upaya pernafasan
menggunakan 5. Memaksimalkan
otot bantu pernafasan dan
pernafasan 5. Kolaborasi dalam menurunkan kerja nafas.
pemberian oksigen 6. Memberikan kelembaban
tambahan. pada membran mukosa
6. Berikan humidifikasi dan membantu
tambahan. pengenceran secret

2. Setelah 1. Kaji frekluensi dan 1. Berguna dalam evaluasi


dilakukan kedalaman pernafasan. derajat distress pernafasan
tindakan dan kronisnya proses
keperawatan penyakit.
2x24 diharapkan 2. Area yang tak terventilasi
pasien 2. Auskultasi paru untuk dapat diidentifikasikan
menunjukkan penurunan bunyi nafas dengan tak adanya bunyi
perbaikan dan adanya bunyi nafas.
ventilasi dan tambahan 3. Menunjukan hipoksemia
oksigenasi sistemik.
jaringan yang 3. Observasi ferfusi
adekuat dan daerah akral dan sianosis
Pertukaran gas ( daun telinga, bibir, 4. Jalan nafas
efektif.dengan lidah dan membran lidah lengket/kolaps
KH: ) menurunkan jumlah
- Tidak bingung 4. Lakukan tindakan untuk alveoli yang berfungsi
dan gelisah memperbaiki jalan nafas. Secara negatif
- TTV normal mempengaruhi pertukaran
- Tidak sesak gas.
- Nilai GDA 5. Meningkatkan ekspansi
normal dada maksimal, membuat
5. Tinggikan mudah bernafas
kepala/tempat tidur meningkatkan
sesuai dengan kenyamanan.
kebutuhan. 6. Takikardia, disritmia dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukkan efek
6. Kaji TTV hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung
7. PaCO2 biasanya
meningkat, dan PaO2
menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat
7. Monitor GDA lebih besar/kecil.
8. Dapat
memperbaiki/mencegah
buruknya hipoksia.

8. Berikan o2 tambahan
sesuai dengan indikasi
hasil GDA.

3 Seteh di lakukan1. Tanyakan pasien 1. Membantu dalam


tindakan tentang nyeri, Tentukan evaluasi gejala nyeri
keperawatan karaktersitik nyeri kanker yang dapat
selama 1x24 jam melibatkan visera, saraf
Nyeri hilang/ atau jaringan tulang
berkurang 2. Buat skala nyeri 0-10 2. Penggunaan skala
dengan KH: rentang intensitasnya rentang membantu pasien
- TTV normal dalam
- Klien nampak mengkaji tingkat nyeri
rileks. 3. Observasi tanda-tanda 3. Untuk mengetahui
- Klien dapat vital Penurunan tekanan darah :
tidur. peningkatan nadi dan
- Klien dapat pernafasan
berpartisi dalam 4. Ketidaksesuaian antara
aktivitas. 4. Kaji pernyataan verbal verbal dan non verbal
dan non verbal nyeri menunjukan.derajat nyeri
pasien. 5. Memberikan obat
berdasarkan aturan.
5. Evaluasi keefektifan 6. Meningkatkan relaksasi
pemberian obat dan pengalihan perhatian..
6. Berikan tindakan 7. Penurunan stress,
kenyamanan, ubah menghemat energy
posisi, dll. 8. Mempertahankan kadar
7. Berikan lingkungan obat, menghindari puncak
tenang. periode nyeri
8. Kolaborasi: Berikan
analgesik rutin s/d
indikasi.
4. Setelah di 1. Catat ststus nutrisi 1. Berguna dalam
lakukan tindakan pasien pada penerimaan, mengidentifikasi derajat
keperawatan catat turgor kulit, berat kurang nutrisi dan
sselama 2x 24 badan dan derajat menentukan pilihan
jam Nutrisi klien kekurangan berat badan intervensi
terpenuhi. 2. Berikan penjelasan 2. Meningkatkan
Dengan KH: tentang pentingnya pengetahuan dan
- Berat badan makanan yang adekuat kepatuhan untuk
bertambah dan. dan bergizi menjalankan program diet
- Menunjukan sesuai atura
perubahan pola 3. Pastikan pola diet 3. Pertimbangan keinginan
makan. pasien yang disukai/tidak individu dapat
disukai memperbaiki masukan
diet.
4. Awasi 4. Mengukur kefektifan
pemasukan/pengeluaran nutrisi dan dukungan
dan berat badan secara cairan.
periodic 5. Peningkatan pemenuhan
5. Dorong klien untuk kebutuhan dan kebutuhan
makan diet TKTP
pertahanan tubuh
6. Pertahankan higiene 6. Akumulasi partikel
mulut makanan di mulut
menambah rasa
ketidaknyamanan pada
mulut dan menurunkan
nafsu makan
7. Kolaborasi dengan Ahli7. Meninkatkan kemampuan
gizi dalam pemberian asupan sesuai dengan
makanan kemampuan klien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol:1. Jakarta: EGC


NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku saku diagnosis kperawatan diagnosis
nanda, intervensi NIC, kriteria hasil Noc edisi 9. Alih bahasa NS. Esti Wahyuningsih,
S.Kep dan Ns. Dwi Widiari, S.Kep. EGC. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal. 2012. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi
dalam praktek. Jakarta: EGC.
Willkinson. Judith M. 2011. Diagnosa Keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Kozier. Fundamental of Nursing
Tarwanto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan
Carperito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC: Jakarta
Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai