Teacher and Lawyer in short story ‘‘Guru‘‘ (Teacher) and “Peradilan Rakyat”
(People Justice) by Putu Wijaya: Moral Analyst
NURWENI SAPTAWURYANDARI
Pusat Pembinaan Bahasa
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
wenisaptawuryandari@yahoo.com
Naskah masuk: 1 Juli 2015, disetujui: 26 November 2015, revisi akhir: 4 Desember 2015
Abstrak: Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana nilai moral
diungkapkan dalam cerpen “Guru” dan “Pengadilan Rakyat” karya Putu Wijaya. Selain itu,
juga untuk mengetahui nilai moral apa saja yang diungkapkan dalam cerpen tersebut.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yang memaparkan tulisan berdasarkan
isi karya sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam cerpen “Guru” dan “Peradilan
Rakyat”, terdapat nilai-nilai moral yang diungkapkan melalui sikap, watak, dan perbuatan
para tokoh. Melalui cerpen “Guru”, Putu Wijaya menggambarkan bagaimana kegigihan dan
keteguhan tokoh Taksu untuk menjadi guru. Meskipun cita-citanya menjadi guru ditentang
oleh ayah dan ibunya, Taksu tetap gigih dan konsekuen. Cerpen “Peradilan Rakyat” juga
menggambarkan kegigihan dan konsekuennya tokoh pengacara muda dengan
profesionalisme sebagai pengacara.
Abstract: The aim of this written is to know how moral value discribed was in short story
“Guru (Teacher)” and “Peradilan Rakyat (People Justice)” by Putu Wijaya. Also we want
to know what moral value discribed was. We used qualitative descriptive method in this
research. This method described written based on lecture content. Result of this research
showed that in short sory “Guru (Teacher)” and “Peradilan Rakyat (People Justice)” we
found moral values. The moral values shown in person by attitude, character, and what
person did. By short short story “Guru (Teacher)” Putu Wjaya draw person Taksu became
a teacher with persistently beside his father and his mother did not agree. But Taksu was still
consistently. “Peradilan Rakyat (People Justice)” also drawn young lawyer did professional
with persistently and consistently.
91
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
dalam karya sastra itu ditulis oleh serta sumber inspirasi dan motivasi
pengarang dengan menawarkan model kekuatan moral bagi perubahan sosial
kehidupan yang diidealkannya. Misalnya, budaya dari keadaaan yang terpuruk
sebuah karya sastra mengungkapkan menjadi keadaan yang mandiri dan
penerapan moral melalui sikap dan merdeka.
tingkah laku para tokohnya. Sejalan dengan itu, Putu Wijaya
Penerapan moral dalam karya adalah salah seorang penulis yang dalam
sastra merupakan produk ciptaan seorang menuliskan karya sastranya ingin
sastrawan, dimaksudkan ada sesuatu yang mengajak pembaca untuk mendapatkan
ingin disampaikan kepada pembacanya. hal-hal baru yang bermanfaat. Putu
Karya sastra ditulis atau diciptakan oleh mengungkapkan karya sastra selalu
sastrawan bukan untuk dibaca sendiri, “bertolak dari yang ada” . Kata-kata
melainkan ada ide, gagasan, pengalaman, “bertolak dari yang ada” adalah kata-kata
dan amanat yang ingin disampaikan yang selalu menjadi dasar pijakan Putu
kepada pembaca. Dengan harapan, apa Wijaya dalam berkreativitas
yang disampaikan itu menjadi masukan mengungkapkan karya-karyanya, baik
sehingga pembaca dapat mengambil dalam bentuk tulisan seperti cerpen,
kesimpulan dan menginterpretasikannya novel, drama, maupun pertunjukan
sebagai sesuatu yang dapat berguna bagi monolog atau drama.
perkembangan hidupnya. Hal ini Putu Wijaya merupakan
membuktikan bahwa karya sastra dapat sastrawan yang pernah meniti karier di
mengembangkan kehidupan dan majalah Tempo dia mendapat beasiswa
kebudayaan manusia. belajar drama (Kabuki) di Jepang (1973)
Sebuah karya sastra akan selama satu tahun. Pada tahun 1974, dia
dianggap bernilai dan bermanfaat, jika mengikuti International Writting Program
karya sastra itu isinya mengungkapkan di Iowa, Amerika Serikat. Sebelum
nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi pulang ke Indonesia, mampir ke Perancis,
pembacanya. Suryaman mengatakan ikut main di Festival Nancy. Selain itu,
(2010:18), sastra tidak hanya memberikan dia juga pernah meniti karier di majalah
kemenarikan dan hiburan serta mampu Zaman (1979—1985), dan dia tetap
menanamkan dan memupuk rasa produktif menulis cerita pendek, novel,
keindahan, tetapi juga mampu lakon, dan mementaskannya lewat Teater
memberikan pencerahan mental dan Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping
intelektual. Selain itu, karya sastra dapat itu, dia pernah mengajar pula di Institut
dipandang sebagai bentuk dari Kesenian Jakarta (IKJ)
perwujudan keinginan seorang pengarang Beragam pengalaman yang
untuk dan menyampaikan sesuatu. pernah dialaminya menjadikan seorang
Sesuatu itu dapat berupa pandangan Putu Wijaya dengan mudah dan apik
tentang suatu hal, gagasan, moral atau mengungkapkan masalah politik, sosial,
amanat yang dapat bermanfaat bagi dan ekonomi dalam karya sastranya,
pembaca. Penulisan karya sastra juga seperti novel, cerpen, dan naskah drama.
memiliki banyak tujuan, seperti sastra Karya sastra yang ditulisnya juga
ditulis dapat untuk menyampaikan nilai mempunyai ciri khas dan nilai-nilai
moral, agama dan lain sebagainya. tertentu yang banyak menyiratkan pesan-
Herfanda (dalam Suryaman, pesan moral. Pesan-pesan tersebut tidak
2008: 31), sastra secara tidak langsung secara langsung diungkapkan atau ditulis
memiliki potensi yang besar untuk sehingga harus dipahami lebih dahulu.
membawa masyarakat ke arah perubahan, Pesan-pesan itu diselipkan melalui
termasuk perubahan karakter. Sastra dapat simbol-simbol yang tak terduga. Jadi,
menjadi spirit bagi munculnya gerakan karya sastra dapat digunakan untuk
perubahan masyarakat, bahkan menyampaikan tujuan tertentu kepada
kebangkitan suatu bangsa ke arah yang pembaca.
lebih baik, penguatan rasa cinta tanah air,
92
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
“Guru” adalah karya cerpen sangat baik dan kuat, kemudian diakhiri
Putu Wijaya yang mengungkapkan sosok dengan anti klimaks yang terkesan sangat
dan gambaran kehidupan manusia yang sederhana.
ingin dan berprofesi sebagai guru. Selanjutnya, berdasarkan
Alasan-alasan klasik yang mengemuka pengalaman yang dilihat dan dialaminya
mengenai profesi guru diungkapkan berkaitan dengan maraknya kasus politik
secara gamblang dalam cerpen tersebut. yang terjadi di Indonesia sehingga
Orang tua Taksu beranggapan bahwa berdampak terhadap peradilan Indonesia.
menjadi guru itu bukanlah sebuah cita-cita Akibat dari kasus politik tersebut,
dan tidak menjanjikan apa-apa. Menjadi keadilan moral menjadi tumbal politik
guru itu terpaksa agar tidak menganggur. yang belum tentu bersih. Akibat lain lagi
Gaji sedikit yang tidak sesuai dengan adalah degradasi moral yang sangat tajam.
pekerjaannya yang menguras pikiran, Hal ini menunjukkan bahwa peradilan
tenaga dan waktu. Ibarat kasta, guru ini moral di Indonesia goyah akibat adanya
berada pada urutan yang paling bawah. kasus suap menyuap dalam kegiatan
Namun, di sisi lain, guru digambarkan politik. Oleh sebab itu, salah satu hal yang
mempunyai arti dan makna yang luas. menggelisahkan adalah masalah moral.
Guru, bukanlah sekadar mengajar di Terlebih moral yang dijadikan kedok
depan kelas terhadap anak didik. Guru peradilan. Untuk itu, masalah keadilan
juga dapat dianggap sebagai suatu profesi moral dalam kehidupan di masyarakat
yang membina dan membimbing orang- sangat penting untuk diperhatikan.
orang yang ada di sekelilingnya. Guru Atas dasar pengalaman itulah,
dapat dijadikan sebagai seseorang yang Putu Wijaya melalui cerpen “Peradilan
menjadi inspirasi untuk orang lain. Rakyat”, mengungkapkan masalah
Menjadi motivasi untuk semangat hidup intergritas moral dalam peradilan di
orang lain. masyarakat. Cerita dikemas dalam sebuah
Gambaran lain yang digambarkan konflik secara singkat dan lugas, tetapi
dalam cerpen “Guru” adalah gambaran memiliki unsur-unsur sastra yang
tokoh yang sangat konsekuen akan pilihan menarik. Ada dua tokoh, yaitu tokoh
hidupnya, yaitu memilih profesinya pengacara muda dan tua. Pengacara muda
sebagai guru. Profesi guru, digambarkan sangat profesional dan pengacara tua
sudah menjadi pilihan hidup tokoh Taksu. sangat terkenal dan dihormati sebagai ahli
Guru yang dicita-citakan Taksu adalah hukum. Dalam cerpen itu juga, Putu
guru bukan dalam kapasitasnya sebagai Wijaya mengungkapkan profesionalisme
guru yang mengajar kepada murid-murid pengacara muda ketika menghadapi
di sekolah, tetapi guru yang membina dan tawaran dan tindakan yang harus diambil
membimbing orang-orang yang dalam menjalani tugasnya. Pengacara tua
melakukan suatu pekerjaan sehingga yang dijuliki “singa lapar” karena ia tidak
memberikan dampak yang lebih baik dan pernah berhenti memburu pencuri-pencuri
bermanfaat bagi masyarakat. yang banyak bersarang di lembaga-
Dalam cerpen ini, Putu Wijaya lembaga tinggi negara dan gedung-
menjadikan konflik untuk memaparkan gedung-gedung bertingkat.
nilai sosial seorang guru. Dengan Yang menarik dari cerpen ini
menggunakan konflik sebagai senjata adalah adanya pergulatan batin para
dalam cerpennya, dipaparkan disepanjang tokohnya, yaitu pengacara tua dan muda.
alur cerita dengan lugas dan apik. Alur Meskipun mereka adalah seorang bapak
yang digunakan adalah alur maju dan dan anak, tetapi dalam kapasitasnya
flasback. Melalui kedua alur itu, Putu sebagai pengacara, mereka berdiskusi dan
Wijaya berhasil membuat pembaca terus mengemukakan pendapat sangat
ingin membaca dan penasaran. Alur maju profesional. Pengacara muda menganggap
dengan klimaks perlahan-lahan bahwa membantu memberikan pembelaan
digambarkan dalam pertengkaran antara kepada seorang penjahat kelas kakap
ayah dan Taksu. Klimaks yang disajikan adalah hal yang sulit dan pasti akan
93
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
94
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
apa yang diungkapkan dalam cerpen sikap para tokoh. Dengan cara seperti
“Guru” dan “Peradilan Rakyat”. itu, diharapkan pembaca dapat
menangkap pesan-pesan moral yang
KAJIAN TEORI disampaikan oleh pengarang dalam
Sebuah karya sastra, seperti cerpen karya sastranya. Pesan moral yang
dapat digunakan sebagai sarana untuk ditawarkan selalu berhubungan dengan
menyampaikan tujuan tertentu kepada sifat luhur manusia dalam
pembaca. Tujuan tersebut dapat memperjuangkan hak dan martabat
berupa tujuan politik, pendidikan, manusia (Nurgiyantoro, 2007:322).
moral, agama, atau tujuan lainnya. Norma moral adalah tolak ukur yang
Penelitian ini akan menggunakan teori dipakai oleh masyarakat untuk
sosiologi sastra. Sosiologi sastra mengukur kebaikan seseorang.
adalah penelitian terhadap karya Dengan norma-norma moral itulah
sastra yang mempertimbangkan segi- kita betul-betul dinilai.
segi kemasyarakatan. Welleck dan Kenny (dalam Nurgiyantoro,
Warren (1990:111) mengungkapkan 2009: 321) menyatakan moral dalam
bahwa sosiologi sastra yang cerita sebagai suatu sarana yang
mempermasalahkan suatu karya sastra berhubungan dengan ajaran moral
yang menjadi pokok telaah adalah apa tertentu yang bersifat praktis yang
yang tersirat dalam karya sastra dapat diambil dan ditafsirkan lewat
tersebut dan apa tujuan yang hendak cerita yang bersangkutan oleh
disampaikan. Tujuan yang hendak pembaca. Moral merupakan petunjuk
disampaikan dapat berupa nilai moral. yang sengaja diberikan oleh pengarang
Nilai moral disampaikan melalui sikap tentang berbagai hal yang
tokoh terhadap peristiwa dan konflik berhubungan dengan masalah
yang diungkapkan dalam sebuah karya kehidupan, seperti sikap, tingkah
sastra. laku, dan sopan santun dalam
Moral dalam karya sastra pergaulan. Moral bersifat praktis
biasanya mencerminkan pandangan sebab petunjuk itu dapat ditampilkan
hidup pengarang yang bersangkutan atau ditemukan modelnya dalam
dan pandangan lain tentang nilai-nilai kehidupan nyata, sebagaimana model
kebenaran yang ingin disampaikan yang ditampilkan dalam cerita lewat
kepada pembaca (Nurgiyantoro, sikap dan tingkah laku tokoh-
2009:321). Selain itu, Semi (1993:49) tokohnya.
menyatakan bahwa karya sastra
dianggap sebagai medium yang paling PEMBAHASAN
efektif membina moral dan
kepribadian dalam suatu kelompok Cerpen “Peradilan rakyat”,
masyarakat. Moral dalam karya sastra menggambarkan pergulatan batin para
dipandang sebagai amanat dan pesan. tokohnya yaitu pengacara tua (ayah)
Bahkan, unsur amanat itu sebenarnya yang sangat terkenal dan dihormati
merupakan gagasan yang mendasari oleh para penegak hukum serta
diciptakannya karya sastra sebagai pengacara muda (anak) yang cerdas
pendukung pesan. dan profesional. Putu Wijaya melalui
Selanjutnya, cerpen sebagai tokoh pengacara muda
bentuk karya sastra dapat mengungkapkan kritikannya terhadap
mengandung penerapan moral yang mafia peradilan yang telah
diungkapkan melalui tingkah laku dan membudaya. Keadaan negeri yang
95
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
96
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
97
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
itu lolos dari jeratan hukum. Namun, melindungi rakyatnya sesuai aturan
akibat dari diputuskan dan dan norma hukum. Selain itu, rakyat
dibebaskannya penjahat itu, rakyat juga hendaknya harus patuh pada
marah karena menganggap negara aturan atau norma yang dibuat oleh
tidak adil. Mereka melampiaskan negara serta jangan bersikap brutal.
kemarahannya dengan cara yang liar Pengacara tua yang mendengar
dan tidak terkendali. Pengacara muda pengacara muda disiksa dan
tidak berpikir kalau akhir dari meninggal dunia karena kemarahan
tugasnya membela penjahat, dia harus rakyat, menjadi sedih dan merasa
mengorbankan nyawanya. Pengacara kehilangan. Dia menganggap bahwa
muda juga tidak peduli jika orang itu anaknya telah melakukan
nanti orang akan menembaknya pekerjaannya dengan sangat
dengan cara yang tidak manusiawi. profesional. Kejujuran dan keadilan
Selanjutnya, pengacara muda diculik, yang dibelanya secara profesional
disiksa, dan dikembalikan sesudah membuahkan hasil yang menyedihkan
menjadi mayat kepada orang tuanya. dan yang diterimanya juga tidak
sesuai dengan harapan. Sebagai orang
“Rakyat pun marah. tua (ayah), pengacara tua dihinggapi
Mereka terbakar dan
mengalir bagai lava panas ke
rasa kangen dan kehilangan terhadap
jalanan, menyerbu dengan pengacara muda, yang juga anak
yel-yel dan poster-poster kandungnya sangat besar. Kutipan
raksasa. Gedung pengadilan berikut menggambarkan kasih sayang
diserbu dan dibakar. orang tua terhadap anaknya.
Hakimnya diburu-buru.
Pengacara muda itu diculik, "Setelah kau datang
disiksa dan akhirnya baru sebagai seorang pengacara
dikembalikan sesudah jadi muda yang gemilang dan
mayat. Tetapi itupun belum meminta aku berbicara
cukup. Rakyat terus sebagai profesional, anakku,"
mengaum dan hendak rintihnya dengan amat sedih,
menggulingkan pemerintah "Aku terus membuka
yang sah”. pintu dan mengharapkan kau
datang lagi kepadaku sebagai
Emosi rakyat yang meluap sangat seorang putra. Bukankah
besar karena negara dianggap tidak sudah aku ingatkan, aku rindu
dapat bersikap adil membuat kepada putraku. Lupakah
pengacara muda menjadi sasaran kamu bahwa kamu bukan
saja seorang profesional,
kemarahan rakyat. Meskipun tetapi juga seorang putra dari
pengacara muda sudah bersikap ayahmu. Tak inginkah kau
profesional dan bertanggung jawab mendengar apa kata seorang
sesuai norma yang ada, tetapi rakyat ayah kepada putranya, kalau
menganggap bahwa pembelaan yang berhadapan dengan sebuah
perkara, di mana seorang
dilakukan tidak adil. Penjahat yang penjahat besar yang
jelas-jelas melakukan kejahatan terbebaskan akan menyulut
dibebaskan. Akibatnya, pengacara peradilan rakyat seperti
muda menjadi amukan rakyat hingga bencana yang melanda negeri
dia diculik dan disiksa hingga kita sekarang ini?"
meninggal dunia. Nilai moral yang
Kutipan tadi mengungkapkan
diungkap melalui kutipan tadi adalah
kesedihan dan penyesalan seorang
sebaiknya negara bersikap adil dan
ayah kepada anaknya seorang
98
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
99
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
100
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
101
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
102
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
103
Guru dan Pengacara: … (Nurweni Saptawuryandari)
sudah menjadi tanggung jawabnya. etika dalam cerpen ini adalah seorang
Cerpen ini juga menggambarkan anak sangat menghargai, hormat, dan
keadaan hukum yang buruk karena sopan menghadapi kedua orang tuanya
tidak ada keadilan dan kejujuran. yang emosi dan arogan. Sebaliknya,
Banyaknya mafia peradilan orang tua juga sebaiknya bersikap
merupakan bukti kebrobrokan moral bijak terhadap pilihan hidup anak.
dan hukum. Selain itu, diungkapkan Keinginan dan cita-cita anak harus
juga beberapa nilai moral yang didukung.
terkandung dalam cerpen “Peradilan Dari kedua cerpen “Guru” dan
Rakyat”. “Peradilan rakyat”, karya Putu Wijaya,
Nilai moral yang terungkap dapat ditarik benang merah bahwa
dalam cerpen “Peradilan Rakyat” karya sastra, cerpen mengungkapkan
adalah bahwa dalam bersikap dan suatu ide, gagasan, atau pandangan
bertindak seharusnya adil, konsekuen pengarang, dapat berupa pesan atau
serta jujur dalam melakukan suatu amanat moral yang bermanfaat
pekerjaan Dengan cara dan sikap sehingga dapat digunakan untuk
seperti itu, tergambar profesionalisme kehidupan sehari-hari.
tugas dan kewajiban seseorang dalam
pekerjaannya. Nilai moral lainnya
adalah bersikap hormat dan santun DAFTAR PUSTAKA
terhadap orang tua karena kasih
Moleong, J. 2005. Metodologi
sayang orang tua terhadap anak
Penelitian Kualitatif. Bandung:
sepanjang masa dan tidak mengenal
Remaja Rosda.
waktu.
Melalui cerpen “Guru”, Putu Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori
Wijaya berusaha menggambarkan Pengkajian Fiksi. Yogyakarta :
perjalanan kehidupan manusia dengan Gadjah Mada University Press
usaha dan keteguhan dalam
berpendirian. Semua tuduhan yang --------------------------. 2009. Teori
dilontarkan kedua orang tua Taksu Pengkajian Fiksi. Yogyakarta :
tentang masa depan guru mungkin ada Gadjah Mada University Press.
benarnya benar. Namun, guru tetaplah
Putu, Wijaya. 2006. Peradilan Rakyat.
guru yang selalu hidup karena ilmu
Jakarta: Kompas
yang diajarkan. Inilah yang
digambarkan pengarang melalui tokoh Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori,
Taksu dengan dialog-dialognya yang Metode, dan Penelitian Sastra.
sederhana dan mengena di hati Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
pembaca.
Cerpen “Guru” Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian
menggambarkan perjalanan kehidupan Sastra. Bandung: Angkasa
manusia (tokoh Taksu) yang gigih,
Siswoyo, Dwi, Sidharto, Suryati,
teguh, dan kokoh akan prinsip
Sulistyono, T, dkk. 2008. Ilmu
hidupnya untuk menjadi guru. Alasan-
pendidikan. Yogyakarta : UNY
alasan yang dikemukakan orang
Press.
tuanya agar tidak menjadi guru
dijawabnya dengan sopan. Dia selalu Suryaman, Maman. 2010. Diktat Mata
menjawab bahwa pendiriannya tetap Kuliah Strategi Pembelajaran
untuk menjadi guru. Nilai moral dan
104
BÉBASAN, Vol. 2, No. 2, edisi Desember 2015: 91—105
Sumber Internet:
Abeedee. Blogspot. Com/2011/12.
Cerpen Guru karya Putu Wijaya.
Html.
105