Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Suatu hasil karya manusia dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya

terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya (Maryani, 2005:253). Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam bagi pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai suatu karya seni. Dengan kata lain, untuk menentukan apakah sebuah karangan dapat disebut sebagai karya sastra atau bukan, kita dapat melihatnya melalui kesejajaran antara bentuk dan isinya. Apabila isi tulisan cukup baik, tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat dikatakan sebagai cipta sastra. Begitu pula sebaliknya. Sumber karya sastra adalah kenyataan yang hidup di alam dan masyarakat. Peristiwa-peristiwa yang terjadi diangkat dan diungkapkan melalui daya imajinatif, berupa penafsiran-penafsiran daya imajinatif itu sehingga menjadi suatu karya sastra yang bernilai tinggi dan agung. Penderitaan, perjuangan, kegembiraan, cinta kasih, kebencian, keberanian, dan segala peristiwa yang dialami manusia, dari yang berarti hingga tidak berarti, diungkapkan pengarang secara artistik dan imajinatif sebagai wujud kehidupan. Pada umumnya, sifat suatu karya sastra banyak dipengaruhi oleh sifat pada

zamannya. Seperti masyarakat lama mempengaruhi kesustraan lama. Demikian pula sebaliknya, sifat masyarakat baru turut mempengaruhi kesustraan baru. Tidaklah dapat diingkari bahwa karya adalah fenomena sosial, karena pada hakekatnya sastra adalah produk sosial. Itulah sebabnya, apa yang tergambar dalam karya sastra merupakan entitas masyarakat, baik yang berkaitan pola struktur, fungsi maupun aktivitas dan kondisi sosial budaya sebagai latar belakang kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu diciptakan. Ditinjau dari karya itu sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Zerafta (Zainuddin Panane, 2000 : 194), bahwa bentuk dan isi karya sastra sebenarnya memang lebih banyak diambil dari fenomena sosial dibandingkan dengan seni yang lain, kecuali film. Karenanya, karya sastra sering kali terikat oleh momentum khusus dalam sejarah masyarakat Michel Zerafta, (Elizabeth, 1973 : 35). Dalam hal ini, karya-karya mempunyai suatu fungsi pewahyuan dalam pengertian aspek-aspek kehidupan sosial, pendidikan, ekonomi, atau pun budaya. Itulah sebabnya, karya sastra dapat merupakan pencarian dan sekaligus ungkapan pengertian dan esensinya. Unsur ektrinsik adalah unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Unsur ektrinsik merupakan nilai subjektif pengarang berupa nilai pendidikan, agama, budaya, sosial, yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Cukup membantu para penelaah sastra dalam memahami dan menikmati karya yang dihadapi. Pengalaman mendalam dan pengenalan nilai-nilai tersebut memungkinkan seseorang penelaah mampu menginterpretasi karya sastra dengan lebih tepat.

Pengarang memasukkan nilai pendidikan dalam karya sastra sebagai upaya menyampaikan pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan manusia. Nilai pendidikan yang akan disampaikan itu menyatu padu dengan alur cerita. Dalam cerita itu pembaca akan bertemu dengan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan oleh pengarang dalam berbagai peristiwa. Dengan sendirinya pembaca akan memahami perilakuperilaku baik, sekaligus perilaku-perilaku buruk. Melalui alur cerita itulah sebanarnya pengarang akan memberikan petunjuk, nasihat, atau pesan tentang nilai-nilai pendidikan kepada para pembaca. Unsur pendidikan menghendaki sastra menjadi medium perekam keperluan zaman, yang memiliki semangat menggerakkan masyarakat ke arah budi pekerti yang terpuji. Karya sastra dalam hal ini dinilai sebagai guru yang dapat dijadikan panutan. Novel Rifaat Sang Penebus karya Najib Mahfuzh. Dikisahkan tentang seorang tokoh bernama Rifaat, anak seorang tukang kayu, yang bercita-cita ingin memperbaiki masyarakat kampungnya yang rusak karena pengaruh Jin Ifrit. Namun cita-cita Rifaat menuntut bayaran yang tinggi yaitu nyawanya sendiri. Ia dibunuh oleh warga kampung yang tidak menginginkan perubahan. Untungnya ia masih memiliki empat orang murid, yang ia didik untuk mengalahkan Jin Ifrit. Setelah berhasil menumbangkan pengaruh Jin terkutuk itu, para murid Rifaat selalu terkenang akan guru mereka, yang telah menjadi tumbal perjuangan memperbaiki kampungnya.

Dalam rangkaian kisah Aulad Haratina---setelah Adham yang melambangkan Nabi Adam dan Jabal yang mewakili sosok Nabi Musa--Rifaat seolah menjadi simbol gambaran sosok Yesus, yang mengorbankan hidupnya untuk memperbaiki masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Nilai-nilai Pendidikan Novel Rifaat Sang Penebus karya Najib Mahfuzh. Batasan Masalah Seperti judul yang diangkat, Nilai-nilai Pendidikan Novel Rifaat Sang Penebus Karya Najib Mahfuzh, peneliti hanya membatasi masalah tentang Nilai-Nilai Pendidikan. Jadi maksud nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra adalah pengarang memasukkan nilai pendidikan dalam karya sastra sebagai upaya

menyampaikan pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan manusia. Nilai pendidikan yang akan disampaikan itu menyatu padu dengan alur cerita. Dalam cerita itu pembaca akan bertemu dengan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan oleh pengarang dalam berbagai peristiwa. Dengan sendirinya pembaca akan memahami perilaku-perilaku baik, sekaligus perilaku-perilaku buruk (Zulfanhur, 2007;6.51).

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terdapat pada novel Rifaat Sang Penebus karya Najib Mahfuzh? Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian yaitu : Untuk mengetahui Nilai-nilai Pendidikan Novel Rifaat Sang Penebus KaryaNajib Mahfuzh. Manfaat Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia, sehingga selain mereka menikmati novel sebagai sebuah hiburan, juga dapat memotivasi mereka mengarungi kehidupan. Hasil penelitian ini kiranya juga dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama bagi ilmu sastra. Manfaat Praktis Mamfaat bagi peneliti. Menambah teori tentang kajian nilai-nilai pendidikan yang diterapkan ke dalam karya sastra seperti Cerpen, Novel, dan lain lain. Dapat meningkatkan pengetahuan untuk meneliti kajian nilai-nilai pendidikan untuk diterapkan ke dalam karya sastra. Manfaat bagi pembaca.

Menambah wawasan tentang nilai-nilai pendidikan pada novel Menambah teori format dan sistematika karya ilmiah. Memotifasi peneliti-peneliti muda, agar menggali karya-karya sastra pada umumnya. Sistematika Pembahasan Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, maka komposisi skripsi ini ditulis menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut: Bab I pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar, pada bagian ini disajikan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan pengertian istilah dan sistematika penulisan. Bab II kajian kepustakaan, pada bagian ini berisi penegasan pengertian istilah, penelitian yang relevan dan landasan teori. Bab III metodelogi penelitian, yang berfungsi untuk

menguraikan jenis penelitian, data penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Bab IV hasil penelitian, yaitu menyajikan hasil penelitian yang menguraikan secara rinci analisis data secara deskriptif kualitatif. Bab V sebagai penutup dari keseluruhan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran sebagai hasil data atau jawaban dari rumusan masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penegasan Pengertian Istilah Sastra Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-, yang dalam kata kerja turunannya diartikan mengarahkan, dan member petunjuk atau intruksi. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat, sehingga sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran (Zulfanhur, 2007:2.4). Novel Sebutan Novel dalam bahasa Inggris - dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia yang berasal dari bahasa Italia novella (dalam bahasa Jerman : Novella ), yang berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam

bentuk prosa (Abrams, 1981 : 119). Dawasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris : Novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, lebih rinci, lebih detil dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang

membangun novel itu (Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 10). Nilai-nilai Pendidikan Nilai-nilai pendidikan merupakan unsur ektrinsik pada novel. Unsur ektrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra (Zulfanhur, 2007;6.50), merupakan nilai subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi seseorang. Penelitian Yang Relevan Hasil Penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta masukan pada penelitian ini adalah: 1. Ririh Yuli Atminingsih dalam penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Dalam kesimpulannya gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Laskar Pelangi antara lain: personifikasi, hiperbola, antitesis, simile, metafora, epizeukis, eponim, anadipsis, repetisi, parifrasis, tautologi, koreksio, pleonasme, ironi, paradoks, satire, hipalase, innuendo, metonomia, sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum pro parte, alusio, epitet, antonomasia, ellipsis, asidenton, tautotes, anaphora, pertanyaan retoris. Ririh juga menyatakan alasan pengarang menggunakan gaya bahasa pada novel Laskar Pelangi adalah untuk mengungkapkan menunjukkan ekspresi kreativitas jiwa seni atau dalam perasaan bentuk tertentu, bahasa, untuk untuk yang mendorong dan mempengaruhi kepengrangan

membangkitkan

inajinasi

pembaca,

untuk

memberikan

kesan

keindahan pada novel, untuk memperjelas makna kata, untuk menampilkan variasi dan gaya yang berbeda dengan karangan novel lain. Nilai pendidikan yang digunakan adalah nilai religius, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan karya ilmiah Ririh Yuli Atminingsih dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa dan nilai pendidikan dengan judul novel yang berbeda. Perbedaannya adalah terdapat dalam simpulan penelitian. Karya ilmiah Ririh dalam simpulannya terdapat nilai religious, moral, dan sosial; sedangkan dalam karya ilmiah penulis juga ditemukan nilai budaya. 2. Novita Rihi Amalia: Analisis Gaya Bahasa Dan Nilai-Nilai Pendidikan Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Dalam kesimpulannya nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusis melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusis sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya Landasan Teori Sastra Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-, yang dalam kata kerja turunannya
9

diartikan mengarahkan, dan member petunjuk atau intruksi. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat, sehingga sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran (Zulfanhur, 2007:2.4). Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam mengungkap penghayatannya dengan menggunakan bahasa

(Rusyana, 2007 : 90). Jika kita teliti difinisi tersebut, terdapat dua pernyataan yang menjelaskan istilah sastra. Pertama

mengungkapkan penghayatannya dan yang kedua kegiatan kreatif. Mengungkapkan penghayatannya menyiratkan bahwa sastra itu berawal dari penghayatan terhadap sesuatu yang kemudian diungkapkan dengan menggunakan bahasa. Penghayatan itu bisa terhadap benda-benda atau hal lain yang termasuk karya sastra. Pada tahap tertentu penghayatan terhadap sesuatu itu perlu diungkapkan. Di dalam sastra, pengungkapan itu menggunakan bahasa, mengungkapkan penghayatan yang menghasilkan karya sastra, diperlukan kreatifitas. Tanpa kreatifitas tidak akan lahir karya seni. Mungkin lahir karya, tetapi bukan karya seni (Efendi, Durachman, Rumini, 2001 : 13). Dengan ungkapan yang berbeda Hickman (1989 : 6) menggambarkan bahwa sastra adalah himpunan imajinasi tentang hidup yang diwujudkan ke dalam bentuk dan dan struktur bahasa. Selanjutnya ia menambahkan bahwa sastra sastra meliputi kondisi

masyarakat yang berupa kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan. Di dalam batasan yang dikemukakan

Hickman disebutkan tentang himpunan imajinisi tentang hidup. Disini jelas bahwa sastra berbicara tentang hidup. Hidup yang dilukiskan di dalam sastra, telah diproses dengan bantuan imajinasi penulisannya. Jika demikian, kedua batasan tersebut, sebenarnya menunjukkan kesamaan, lebih-lebih dalam hal alat yang

digunakan, yaitu bahasa. Tujuan yang ingin dicapai oleh orang-orang yang memilih bidang sastra sebagai lahan kegiatan yaitu: pertama, tujuan yang bersipat apresiatif. Apresiatif maksudnya bahwa melalui kegiatan bersastra orang dapat mengenal, menyenangi, menikmati dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam sastra dengan caranya sendiri, serta memamfaatkan berbagai hal tersebut dalam kehidupannya yang nyata. Dan yang kedua tujuan yang bersifat Ekspretif, dalam arti bahwa kita dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau hal-hal yang bergejala dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain melalui karya sastra, sebagai sesuatu yang bermakna (Jabrohim, Anwar, Sayuti, 2001: 71). Keorisinalan, merupakan tuntutan-tuntutan etis dari proses kreatif dan ini ditentukan oleh integrasi serta identitas dari orang pencipta, yakni sang seniman itu sendiri. Untuk meninjau sumber variasi dari

11

kreativatas, atau dengan perkataan lain, sumber dari orisinalitas karya seni. Seperti yang dikemukakan oleh William F. Lynch dalam bukunya Christ and Apollo, yakni perlu kita kenal adanya dua kecendrungan pola pikir manusia bahwa pada satu pihak ada

kecendrungan manusia untuk berpikir equivokal, yakni untuk melihat semua unit objek sebagai individu yang sama sekali terpisah satu sama lain dan sederajat (Endraswara Suwardi, 2008 : 234). Sedang pada pihak lain ada kecendrungan manusia untuk berpikir secara univokal, yakni melihat segala sesuatu sebagai berasal dari satu yang sama. William F. Lynch mengingatkan bahwa hanya dengan berpikir analogis kita bisa melihat perbedaan dan persamaan objek-objek (Endraswara Suwardi, 2008 : 234). Novel Novel mampu menyampaikan permasalahan yang

kompleks secara penuh, mengkreasikan dunia yang jadi. Hal ini berarti membaca sebuah Novel menjadi lebih mudah sekaligus menjadi lebih sulit dari pada membaca cerpen, karena tidak menuntut kita memahami masalah yang kompleks dalam bentuk waktu yang sedikit. Sebaliknya juga lebih sulit karena berupa penulisan dalam skala yang besar yang berisi unit organisasi atau bangunan yang lebih besar dari pada cerpen (Robert Stanto, 1965 : 37- 52).

Novel umumnya terdiri dari sejumlah bab yang masingmasing berisi cerita yang berbeda. Hubungan antar bab kadangkadang merupakan hubungan sebab akibat, atau hubungan kronologis biasa saja, bab yang satu merupakan kelanjutan dari bab yang lain. Novel bersipat realistis, mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh yang berangkat dari relaitas sosial. Jadi, ia merupaka tokoh yang lebih memiliki derajat lifelike, disamping merupakan tokoh yang bersipat ekstrover (Burhan Nurgiantoro, 2005 : 14-15). Oleh karenanya bentuknya yang panjang, novel tidak dapat mewarisi kesatuan padat yang dimiliki cerpen. Novel juga tidak mampu menjadikan topiknya menonjol seperti prinsip mikrokosmis cerpen. Sebaliknya, novel mampu menghadirkan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetil. Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Ini berarti novel lebih mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan dengan Cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan lebih sulit karena Novel ditulis dalam skala besar sehingga mengandung satuan-

13

satuan organisasi yang lebih luas ketimbang Cerpen (Robert Stanto, 2007 : 900). Teori Sastra Struktural Sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh (Zulfanhur:2007:8.37). Unsur pembentuk karya sastra ada dua yaitu: Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra dari dalam. Unsur-unsur tersebut secara bersama-sama membentuk kepaduan cerita. Unsur intrinsik terdiri dari: Tema Tema merupakan ide atau gagasan, pandangan hidup, pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Tema dapat di pandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya fiksi. Pengarang harus kreatif memilih dan menentukan tema bagi karangannya. Tema dapat dipilih dari berbagai pengalaman hidup yang dihayati pengarang. Panuti Sudjiman (1992:6.25) mengemukakan,

pengarang tidak sekedar ingin menyampaikan sebuah cerita

saja. Ada sesuatu yang dibungkusnya dengan cerita, ada suatu konsep sentral yang dikembangkan di dalam cerita itu, ialah hendak mengemukakan suatu gagasan. Gagasan ide, atau pokok piker yang disebut tema. Burhan Nurginyantoro (1995:46) memberi penjelasan bahwa dalam suatu karya fiksi, tema novel adakalanya lebih dari satu. Tema merupakan makna yang dikandung cerita. Makna cerita dalam suatu karya fiksi, novel, mungkin lebih dari satu, atau lebih tepatnya; lebih dari satu interpretasi, yaitu disebut tema mayor (artinya makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya). Sedangkan tema minor adalah makna tambahan. Alur Menurut Semi (1988:54) alur adalah rentetan kegiatan dalam karya fiksi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam pengertian ini, alur merupakan jalur tempat lewatnya kajadian yang berusaha memecahkan konflik. Walaupun berbagai corak cerita bermunculan, tetapi secara umum ada pola-pola tertentu dalam alur. Seperti yang dikemukakan oleh Panut Sudjiman (1988:57), bagian awal meliputi paparan, rangsangan, gawatan. Bagian tengah meliputi tikaian, rumitan, klimaks. Bagian akhirnya meliputi leraian dan selesaian.

15

Tokoh Sebuah cerita tidak akan bergerak tanpa adanya tokoh. Oleh sebab itu, tokoh dalam suatu cerita merupakan hal yang sangat penting. Panuti Sudjiman (1992:154)

mengemukakan tokoh sentral, yaitu tokoh yang memegang perana penting yang disebut tokoh utama atau Protagonis. Perwatakan/penokohan dijelaskan oleh Atar Asmi (1988:75), bahwa salah satu yang membedakan fiksi narasi dan fiksi deskripsi adalah aksi, prilaku, tindak tanduk. Leberatus Tengsue (1979:82) berpendapat bahwa

perwatakan adalah cara melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya. Latar/Seting Latar adalah tempat secara umum dan waktu atau masa di mana peristiwa-peristiwa terjadi atau seluruh keterangan mengenai tempat (ruang), waktu, dan suasana sebagai lokasi dan situasi yang melingkungi tokoh-tokoh dalam karya sastra (Zulfahnur:2007;6.30) Pembagian latar Berdasarkan jenisnya a. latar tempat: mencakup masalah geografis b. latar waktu : mencakup masalah hirtoris c. latar social : mencakup kehidupan masyarakat

Berdasarkan tipenya a. latar netral : sebuah desa, hutan, pasar dan lain-lain b. latar rekaan: nirwana, surga, kayangan c. latar tipikal: menonjolkan kekhasan, sifat pada tempat tertentu, contoh: Jln. Malioboro, masa G. 30 S. PKI Berdasarkan fungsinya Sebagai metapora Sabagai atmosfir Sebagai penonjolan e. Poin Of View (Sudut Pandang) Poin of view atau sudut pandang adalah teknik, siasat, strategi yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Dalam karya fiksi, segala sesuatu yang dikemukakan pengarang adalah milik pengarang, baik tentang pandangan hidup dan

penafsirannya terhadap kehidupan. Namun semuanya itu disalurkan lewat sudut pandang tokoh. (Zulfanhur,

2007:6.34). Oleh karena itu, sudut pandang ini dapat disamakan dengan istilah focus of narration atau pusat pengisahan. Ada 3 jenis sudut pandang, yaitu: Aku (Pesona Pertama) Seorang narrator akan memakai gaya aku bila

17

narrator secara lansung ikut terlibat dalam cerita, aku adalah tokoh yang bercerita, berkisah tentang dirinya sendiri, peristiwa dan tindakan yang diketahui. Dia (Pesona Ketiga) Sudut pandang dia jika seorang narrator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, kata ganti ia, dia, mereka. Campuran Campuran aku dan dia dalam sebuah cerita fiksi dipergunakan narrator secara bergantian. Mulamula cerita dikisahkan dari sudut aku namun kemudian terjadi pergantian ke dia, dan kemudian lagi ke aku (Zulfanhur, 2007:6.34). f. Gaya Gaya diambil dari istilah bahasa Inggris style yang berasal dari kata bahasa Latin stilus yang memiliki arti dasar alat untuk menulis, sedangkan secara konsepsional gaya berarti cara, teknik, maupun bentuk yang digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menciptakan nuansa makna dan suasana yang dapat menyentuh pikiran dan perasaan pembaca (Zulfanhur,

2007:6.36). Amanat Amanat adalah hal-hal yang ingin disampikan pengarang kepada pembaca setelah membaca ceritanya. Ada pengarang yang menyampaikan amanat secara implicit, dan ada pula yang secara ekplisit (Zulfanhur, 2007:6.36). Dengan karangannya, setiap pengarang mempunyai

tujuan/amanat yang ingin disampaikan. Kalau pengarang seorang guru, maka dengan karangannya ia ingin mendidik para penikmat karyanya. Kalau seorang pendeta atau kiai, maka dengan karya-karyanya ia ingin membawa pembaca ke jalan yang diridhoi Tuhan. Unsur Ektrinsik Unsur ektrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi 2007;6.50). Unsur penciptaan ektrinsik karya sastra (Zulfanhur, subjektif

merupakan

nilai

pengarang yang bisa berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengrangan seseorang. Unsur-unsur ektrinsik karya sastra, antara lain: Unsur Sosiologis/Kemasyarakatan Sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial. Sastra tidak dapat terlepas dari

19

lembaga-lembaga sosial, agama, keluarga, dan pendidikan, atau sosial budaya. Hal ini dapat dipahami karena pengarang mempunyai latar belakang sosial budaya pada saat dia menciptakan karya sastra itu. Latar belakang budayanya menjadi sumber penciptaan, yang

mempengaruhi teknik dan isi karya sastranya. Selain itu, karya sastra diciptakan bukan untuk disimpan tetapi untuk dibaca oleh masyarakat yang tentu saja akan berpengaruh dalam kehidupan, pandangannya, sikap, dan

pengetahuannya (Zulfanhur, 2007:6.50). Unsur Kesejarahan Masa lampau sekarang dan masa yang akan datang merupakan rangkaian kesinambungan yang tidak pernah terputus. Kenyataan yang ada pada ruang dan waktu hilang dan datang silih berganti, susul menyusul, yang kemudian diganti lagi oleh kenyaan yang lebih baru. Semuanya itu terekam dan berpengaruh di dalam penciptaan karya sastra karena para penulis merupakan bagian dari kenyataan zamannya. Unsur Moral/Akhlaq/Budi Pekerti Pengarang memasukkan unsur dalam karya sastra sebagai upaya menyampaikan pandangannya tentang nilainilai kebenaran dalam kehidupan manusia. Nilai

pendidikan yang akan disampaikan itu menyatu padu dengan alur cerita. Dalam cerita itu pembaca akan bertemu dengan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan oleh pengarang dalam berbagai peristiwa. Unsur Psikologi/Kejiwaan Unsur ini bertolak dari asumsi bahwa karya sastra berkaitan erat dengan peristiwa kehidupan manusia. Keinginan mengetahui kejiwaan manusia, menyebabkan orang mencari unsur psikologi dalam berbagai bidang, termasuk bidang sastra. Penjelajahan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui seluk-beluk manusia, konflik dalam diri manusia, melalui kesuksesan pendekatan manusia, psikologi dapat sastra

dilaksanakan

(Zulfanhur, 2007: 6.52). Nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel antara lain: Nilai Pendidikan Religius Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religious bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik

21

menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut

mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal. Kehadiran unsur religi dalam sastra adalah sebuah keberadaan sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2005: 326). Semi (1993: 21) menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita batu memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami agamanya. Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk

yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu
23

kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila. Nilai Pendidikan Sosial Kata sosial berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka

menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya,

pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut

nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74)

merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada sutu masyarakat dan
25

kebudayaannya.

Nilai budaya merupakan tingkat yang

paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental, yakni penelitian yang mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan. (Arikunto, 2006). Data Penelitian Sebagaimana yang menjadi judul penelitain ini yaitu Nilai-nilai Pendidikan Novel Rifaat Sang Penebus Karya Najib Mahfuzh, identitas novel tersebut adalah: Judul Novel Pengarang Penerjemah Penerbit Cetakan Tahun Terbit : 2011 : 201 Halaman : Rifaat Sang Penebus : Najib Mahfuzh : Drs. Joko Suryatno : Fajar Pustaka Baru : Pertama adapun

Jumlah Halaman

Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa penemuan teori, menggambarkan realitas yang kompleks,

27

dokumentasi, peneliti sebagai instrument dan singkat. Sumber data yang dipakai adalah novel itu sendiri yaitu Novel Rifaat Sang Penebus Karya Najib Mahfuzh, buku-buku refrensi dan buku-buku panduan lainnya. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Data penelitian dikumpulkan menggunakan metode dokumenter dan metode telaah. Studi Pustaka Studi pustaka sebagai telaah teoritik suatu disiplin ilmu, yang perlu dilanjutkan dengan uji empirik. Studi pustaka adalah studi teks yang berupaya mempelajari teori linguistik atau studi kebahasaan atau studi perkembangan bahasa, yang biasa disebut sebagai studi sosiolinguistik (Noeng Muhadjir, 2000:296). Metode Dokumenter Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi (Dokumenter) adalah tiap bahan yang tertulis dalam bentuk data atau dalam bentuk film, (Meleong, 2001:161) dalam metode dokumentasi peneliti berusaha mengumpulkan data-data tertulis berupa dokumen atau catatan penting dalam bentuk tertulis, arsip-arsip, yang berkenaan dengan penelitian yang diteliti. Langkah yang ditempuh dalam metode dokumentasi ini adalah Mengambil petikan-petikan

langsung untuk memperjelas dan sebagai bukti terhadap sasaransasaran yang diteliti. Metode Telaah Metode telaah adalah suatu cara pengumpulan data yang teratur berdasarkan pemikiran yang cermat/bersistem untuk memudahkan melaksanakan penyelidikan, kajian, dan

pemeriksaan terhadap berbagai hal di dalam penelitian dan pengkajian data selanjutnya. Teknik Analisis Data Sesuai dengan sifat penelitian ini yaitu penelitian kualitatif, maka peneliti melakukan analisis terhadap data-data yang ada dengan

mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang dikaji secara khusus (Atar Semi, 1993). Teknik analisis data dalam suatu penelitian sangatlah penting guna untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penelitian dalam hal ini peneliti menganalisis data yang diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut: Melakukan proses pembacaan pada teks cerita Rifaat Sang Penebus secara berulang-ulang. Memahami secara mendalam serta menginterpretasikan secara lansung dari aspek sosial dalam cerita Rifaat Sang Penebus. Mengklasifikasi data-data yang berkenaan dengan nilai-nilai pendidikan Mendiskripsikan serta menganalisis data-data yang menunjukkan aspek nilainilai pendidikan pada novel tersebut

29

BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Sinopsisis Cerita Novel Rifaat Sang Penebus Dalam novel ini, Najib Mahfuzh mengangkat kisah kepahlawanan tokoh Rifaat dalam memimpin perlawanan terhadap ketidak-adilan penguasa serta orang-orang kaya di kampugnya. Rifaat sebenarnya masih keturunan AlJabalawi, dari kakeknya yang bernama Jabal. Ia lahir di pasar Muqtham, tempat di mana Jabal pernah berdiam saat menghindari kejaran penguasa pada masanya. Ayahnya melarikan diri bersama ibunya yang saat itu sedang mengandungnya, menghindari kekejaman Zanfal. Dua puluh tahun kemudian mereka kembali ke Pedukuhan Jabal, yang telah dikuasai oleh Aihab dan Bayumi bersama antek-anteknya seperti Khanfas, Jabir, Khalid dan lain-lain. Ambisi terhadap harta dan kekuasaan mengaburkan pandangan mereka dari sikap adil. Di tengah keinginannya untuk membela rakyat tertindas Rifaat justru secara tidak sengaja bertemu dengan Al-Jabalawi, nenek moyangnya yang sebelumnya hanya menjadi legenda hidup. Rifaat kemudian mendapat pertintah untuk melawan kezaliman di kampungnya tidak dengan kekerasan, tapi dengan cinta dan kasih sayang. Tentu misi yang akan dijalankan Rifaat akan membenturkannya dengan para pemuka dukuh yang bengis. Rifaat adalah seorang remaja tampan, berperawakan tinggi. Wajahnya bersih, memanncarkan kesucian dan kesalehan. Sinar matanya terang,

menandakan kehalusan budi bahasa. Rifaat hadir sebagai orang asing di bumi yang sedang dipijaknya. Tiga hari kemudian Rifaat keluar dari persembunyiannya, ada kabar bahwa ibunya sakit di rumah. Malam pun tiba, ada keramain yang terjadi di pedukuhan. Khanfas bertanya dengan marah, Yasaminah telah menodai harga diri kami beberapa suara serempak. Zaitunah menyambung, aku melihat mulutnya berbusa, sampai jatuh ke lantai halaman. Mulutnya bau arak yang sangat menusuk hidung. Sebaiknya wanita sundal itu kita usir dari kampung ini, kita cambuk sampai mati, ya kita bunuh saja seru salah seorang yang berbadan kekar. Yasaminah mendekatinya, ketakutan tolonglah, mendengar kalian ancaman-ancaman menyakitinya! itu. Rifaat

jangan

Kasihanilah

perempuan lemah seperti dia, pintanya penuh harap, baiklah, apakah kalian setuju jika aku mengawini perempuan itu?. Seketika terdengar suara kemarahan bercampur penghinaan terhadap Rifaat. Itu tidak penting, rifaaat sahut Zaitunah tiba-tiba. Yang jelas pelacur ini harus mendapatkan hukuman. Mendengar ucapan Rifaat, Khanfas teriak, pemuda di hadapan kita ini sudah bersedia menikahi Yasaminah. Ia telah menyatakan di hadapan kita semua. Maka, dia hendak mendapatkan perempuan ini, dan aku merestuinya. Rifaat rupanya tetap ingin menikahi Yasaminah. Padahal, kedua orang tuanya tidak begitu menyukai wanita itu. Ibunya rifaat sering kelihatan sedih, dia selalu menitikkan air mata saking kesedihan yang tiada terkira memikirkan nasib anak lelakinya satu-satunya.

31

Berhari-hari mereka diliputi aneka perasaan yang tak menentu. Sampai pada suatu hari Yasaminah pergi ke rumah paman Syafii, guna menyampaikan permintaan maaf, dengan sepenuh hati, lalu duduk bersimpuh di dekat kaki kedua orang tua Rifaat, menyampaikan kata-kata tobatnya diiringi isak tangis. Tetapi Rifaat sudah mengumumkan keinginannya di depan anak keturunan Jabal. Dan akhirnya kedua orang tuanya mengerti bahwa, rupanya pernikahan Rifaat dengan Yasaminah harus segera dilaksanakan. Sungguh pun begitu, akhirnya pesta pernikahan Rifaat dilaksakan juga. Dengan sarana dan prasarana yang tidak muluk-muluk. Tak lupa paman Syafii mengundang beberapa sahabat dan anak-anak miskin, tidak banyak yang datang karena sedikit yang diundang. Akhir-akhir ini dia sering berjalan-jalan menemui siapapun dari keturunan Jabal, lalu menutarakan keinginannya bahwa jin Ifrit harus dibersihkan dari kampung. Semua bentuk kezaliman penganiayaan yang ada di sini merupakan tingkah laku jin Ifrit, katanya kepada mereka, dengan sungguh-sungguh. Dia tandaskan pula, bahwa hanya dengan cara itu keadaan kampung jadi bersih dan akhirnya tercipta kebahagiaan sejati, rakyat hidup dalam kedamaian, ketentraman, dan ketenangan. Mereka menyangka bahwa Rifaat telah gila, dan sinting. Rifaat hanya ingin menarik perhatian warga kita saja, komentar salah seorang. Berita tersebut sampai ke telinga Bayumi, Bayumi marah besar dan mangutus anak buahnya untuk mengundang Rifaat kerumahnya.

Sampai di rumah Bayumi, Rifaat disambut dengan penuh kebencian oleh pemuka dukuh. Kau orang lemah dan tidak berdaya! Seru Bayumi dengan nada tinggi, bukan begitu maksud saya, tuan Batikh yang terhormat, sahut Rifaat. Saya hanya menginginkan kebahagiaan warga kampung itu menjadi kenyataan. Aku tidak percaya kata-katamu, seru Bayumi. Aku tahu kau adalah anaknya Syafii si penghianat. Engkau mengira bahwa masyarakat itu sakit, kau merasa paling benar. Dasar anak sialan. Kenapa para pemuka dukuh selalu membenciku? Padahal aku tidak pernah membenci sedikitpun kepada mereka. Ujar Rifaat. Rifaat khawatir dengan ancaman-ancaman para pemuka dukuh dan memutuskan untuk segera pulang. Sampai di rumah Rifaat lansung dipeluk oleh kedua orang tuanya. Kini para pemuka dukuh sudah mengancam keselamatanmu, Rifaat. Maka kupikir kau segera melarikan diri. Hati kecilku mengatakan bahwa jika kau keluar rumah, pasti mereka akan

menghalangimu. Maka langkah terbaik bagimu adalah pergi kerumahku. Ayahnya menyambung itu ide bagus. Langsung malam itu Rifaat berkemas mempersiapkan segala sesuatu. Waktu terus berjalan, terdengar kokokan ayam jantan. Sebelum fajar, mereka akan meninggalkan kampung. Kawan-kawannya sudah siap. Selamat tinggal kampung jahannam, ujar Khusain seraya memanggul tas besarnya. Di tengah perjalanan, kawan-kawanya terkejut. Semua menoleh ke belakang. Tiba-tiba terdengar suara Bayumi. Hai anak sundal, semuanya

33

berhenti. Setelah itu muncul Bayumi dan kawannya Jabir, Khalid dan Handusah. Yasaminah tidak menduga jika mereka sudah datang . Ia menjerit keras, lalu ia melepaskan diri dari tangan Rifaat, lantas lari menjauh dari mereka. Dengan cemas Ali berkata kepada Rifaat: perempuan itu telah menghianatimu, Rifaat. Dengan kejam ia menempeleng Karim, hingga terjerembab ke tanah, ia meringis kesakitan, ia segera bagun dan berlari ke arah perumahan, mencari tempat persenbunyian. Diikuti oleh Husain dan Zaki, mereka takut jika menjadi sasran amukan Bayumi. Rifaat berjalan di depannya, seakan pasrah terhadap nasibnya, apapun yang hendak menimpanya. Sementara di belakangnya Bayumi dan kawan-kawanya siap menghajar Rifaat sampai babak belur. Mereka terus mendorongnya untuk berjalan, sampai padang pasir, Bayumi segera mengangkat tongkatnya, lalu memukul kepalanya. Begitu ia mengaduh kesakitan, Bayumi berkata, Tuan Khanfas, mari kita hajar anak ini sampai tamat. Kenapa kalian tega menyiksaku, tanya Rifaat sambil kesakitan. Mereka mereka mendorong Rifaat sampai terjatuh lalu memukulnya dengan tongkat masing-masing. Kenapa kalian ingin membunuhku? Tetapi mereka tidak berhenti memukulnya, dari kepalanya sudah mengalir darah. Al-Jabalawi! Wahai Al-Jabalawi jerit Rifaat. Khanfas terus memukuli lehernya, berkali-kali, disusul Bayumi dan kawan-kawannya, sampai akhirnya Rifaat tidak berkutik sama sekali. Darah mengalir dari hidung, mulut, dan telinganya. Setelah beberapa tongkat memukulinya, untuk

kesekian kalinya, ia tidak bergerak sama sekali. Mereka segera menggali lobang untuk memendam mayat Rifaat, yang berlumuran darah. Pada suatu hari, warga gang An-Nasher dikejutkan oleh suara Abdah yang menjerit keras. Sehingga para tetangganya berdatangan, Abdah menjerit lagi, Anakku telah mati.anakku dibunuh orang, sahutnya sambil

menghapus air mata. Kawan-kawan, kita harus meneruskan perjuangan Rifaat, karena dia orang yang telah menunjukkan kita kebenaran dan kebahagiaan, ujar Karim, masih diliputi kesedihan. Aku setuju dengan ide itu, sahut Ali. Orang-orang yang telah membunuh Rifaat harus kita beri hukuman setimpal. Ya, kini semua kampung membenci Bayumi dan kawan-kawannya. Setelah itu, hari-hari seterusnya satu-persatu kawan-kawan Bayumi dibunuh oleh sahabat Rifaat dan warga kampung yang membelanya. Keesokan harinya, semua sepakat supaya untuk menyerang Bayumi. Mereka menghujani Bayumi dengan batu, sehingga kepalanya berdarah. Ia menjerit kesakitan. Para pendukung Ali terus melemparinya. Akhirnya Bayumi tak bisa berkutik lagi. Para pendukung Ali masih belum puas. Mereka memukuli kepala Bayumi dengan tongkat. Kepalanya pecah, darah mengucur deras membasahi ke tanah. Dengan segera orang-orang Bayumi melarikan diri, takut akan jadi korban. Dengan perintah Ali, akhirnya kampung Al-Jabalawi jadi tenang dan damai, tidak ada kerusuhan. Dengan tulus ikhlas, pengurus warisan

35

menyerahkan kekuasaan kepada Ali agar memimpin kampung. Ali menjadi pemimpin yang adil, bijaksana dan tak berbuat sewenang-wenang. Ia memberikan hak rakyat kecil tanpa membedakan satu dengan yang lainya. Sedemikian rupa sehingga tercipta masyarakat adil, makmur, damai dan sentosa dalam mengatur dan memimpin kampung Al-Jabalawi.

Biografi Pengarang Novel Rifaat Sang Penebus Karya Najib Mahfuzh Najib Mahfuzh adalah satu-satunya Novelis Arab berkebangsaan Mesir yang berhasil meraih penghargaan Nobel di bidang sastra tahun 1988, dan termasuk salah seorang penulis sastra Arab terkenal disamping tokohtokoh lainnya, seperti Taufiq Al-Hakim. Namanya ditempatkan dalam jajaran tokoh sastra dunia yang telah berhasil menghasilkan karya spektakuler, seperti Orhan Pamuk (Turki), Nadine Gordimer (Afrika Selatan), Kenzaburo Oe (Jepang) dan masih banyak yang lainnya. Penulis Biografi Mahfuzh, Raymond Stock pernah menulis,Menurut saya, ia melampaui kehebatan para (penulis) Barat. 4.2.1 Biografi Mahfuzh dilahirkan di Distrik Gamaliyah, belakang makam Sayyidina Husein, di Cairo Lama pada tanggal 11 Desember 1911, dari sebuah keluarga miskin Muslim. Beliau adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara, ayah beliau seorang pegawai negeri yang dilukiskannya sebagai Seorang yang Jumud. Di waktu kecil, Beliau sering diajak oleh ibunya ke Museum Sejarah Mesir, yang kemudian menjadi tema utama dalam setiap

buku-bukunya. Revolusi Mesir yang terjadi pada tahun 1919 mempunyai pengaruh yang kuat pada seorang Najib Mahfuzh, meskipun baru berumur tujuh tahun. Dari jendela rumahnya, dia sering melihat tentara Inggris menembaki para demonstran. Ini yang menjadikan karya-karyanya yang tidak pernah sepi dari unsur politik. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Mahfuzh masuk Universitas Raja Fuad I yang dikenal sekarang dengan nama Universitas Cairo, di mana dia belajar Filosofi dan lulus pada tahun 1934. Tahun 1936, Mahfuzh memutuskan untuk menjadi penulis professional. Ini dibuktikan dengan menjadi wartawan di Koran Ar-Risalah dan memiliki kontribusi yang luar biasa untuk Koran Al-Hilal dan AlHaram. Karir selanjutnya yang dirintis adalah menjadi staf pada Kantor Kementerian Agama dan Urusan Wakaf, kemudian dipindah tugaskan ke Kantor Kementerian Kebudayaan sebagai penanggung jawab untuk industri perfilman. Beliau juga pernah menjabat sebagai Konsultan pada Kementerian Kebudayaan dan pensiun pada tahun 1972, serta pernah pula menjadi Anggota Dewan di penerbit Dar Al-Maarif. Beliau memilih hidup dalam keadaaan bujang sampai umur 43 tahun, dan menikah setelah itu pada tahun 1954, serta menghasilkan dua anak perempuan. Najib Mahfuzh dalam perjalanan hidupnya pernah menentang Ayatullah Khomeini karena mengeluarkan fatwa Hukum Mati terhadap

37

Salman Rushdie pada tahun 1989, yang mencaci maki Islam dalam Satanic Verses. Karena dalam pandangannya, seseorang memiliki kebebasan dalam berekspresi, namun ia juga mengkritik tulisan Salman Rushdie karena dianggap menghina Islam. Di samping itu, karya-karyanya juga banyak yang berisi kritikan termasuk yang berhubungan dengan agama, seperti Awlad Haaratina yang kemudian dilarang terbit oleh AlAzhar. Tindakannya ini, membuat kelompok Islam Radikal marah, dan pernah melakukan percobaan pembunuhan terhadap dirinya tahun 1994, dengan menikam pundaknya. Setelah kejadian tersebut, Mahfuzh mengalami masa-masa sulit dari hidupnya sebagai penulis. Sehingga menghasilkan karya yang sangat sedikit. Pada awal tahun 1996, karyanya kembali muncul yang ditulis oleh Ahmad Kamal Abu Al-Majd. Sampai kematian menjemput dirinya, Mahfuzh hidup dalam keadaan fisik yang sangat sulit, tetapi semangat yang terpancar dari dirinya adalah gambaran kekuatan seorang penulis besar.

4.2.2 Karya dan Pandangan Tahun 1950, Beliau bekerja untuk karyanya yang spektakuler yang dikenal dengan Trilogi Cairo (Bayn Al-Qashrain, Qashr Al-Syawq, AlSukkariyyah), yang melambungkan namanya di Seantero dunia Arab. Berkat karya trilogi itu, ia dikenal sebagai pemerhati kehidupan masyarakat urban tradisional. Di era pasca Revolusi 1952, ia kerap menyusupkan pandangan politiknya secara terselubung dalam wujud kiasan dan simbol di

setiap tulisannya. Awlad Haaratina (anak-anak Gabalawi) yang terbit tahun 1959 merupakan karya terbaiknya. Novel ini menceritakan seorang Gabalawi yang memutuskan untuk beristirahat dan menyerahkan pengaturan tanah wakaf kepada seorang anaknya. Tanah itu adalah sumber kehidupan orang kampung sekaligus pangkal malapetaka. Wakaf bukan untuk dikuasai sepihak, tapi dimanfaatkan bersama, sebagaimana dunia adalah wakaf Tuhan untuk manusia. Dan petaka mulai ketika muncul hasrat tamak ingin menguasai tanah wakaf, dan ketika terjadi pelanggaran terhadap sepuluh syarat yang telah ditetapkan oleh Gabalawi sebagai pemilik asal, sebagaimana pelanggaran manusia terhadap sepuluh perintah Tuhan. Novel ini dilarang di seluruh dunia Arab kecuali di Libanon, karena dianggap menggambarkan Allah dalam perilaku manusia. Tsartsarah Fauqa An-Nil (Terombang-ambing di Nil) yang terbit tahun 1966 adalah salah satu novelnya yang populer. Dan pernah diangkat ke layar lebar yang dibintangi oleh Super Star Mesir seperti Imad Hamdi, Ahmad Ramzi, dan Adel Adham. Alur ceritanya adalah bagian dari kritik sosial pada masa Gamal Abdul Naser. Lalu pada masa Anwar Sadat, dilakukanlah pembredelan terhadap karyanya ini untuk mencegah timbulnya provokasi terhadap orang-orang Mesir yang masih mencintai Gamal Abdul Naser. Sebagian besar dalam tulisan Mahfuzh selalu berisikan tentang politik, sebagaimana yang dikatakannya,Dalam semua tulisan saya, Anda akan

39

menemukan politik. Anda dapat menemukan sebuah cerita yang mengabaikan cinta atau lainnya, tetapi tidak politik. Beliau dalam karyakaryanya juga menggabungkan pengaruh intelektual budaya Timur dan Barat serta juga tertarik dengan sosialis demokratis.

4.2.3. Meninggal Dunia Najib Mahfuzh menghembuskan nafas terakhir pada usia 94 tahun, tepatnya pada pagi hari ini (Rabu, 30 Agustus 2006) di Rumah Sakit Kepolisian Mesir, di Agouzah. Mahfuzh dirawat di Rumah Sakit Kepolisian sejak 10 Agustus akibat sakit paru-paru dan ginjal. Dari keterangan teman dekatnya, Mahfuz diketahui mengalami gagal jantung. Meski dokter berhasil membuatnya siuman, jantungnya benarbenar berhenti berfungsi. Kondisi Mahfuz memang merosot drastis sejak dua bulan sebelum kematiannya. Pada pertengahan Juli 2006, ia sempat dilarikan ke rumah sakit lantaran mengidap masalah ginjal, pneumonia, dan berbagai penyakit terkait dengan usianya. Kemudian, pada 14 Agustus 2006 ia dibawa ke ruang gawat darurat dengan kondisi kritis kendati sempat membaik beberapa hari. Mahfuzh dimakamkan ala militer di Masjid Al-Rashdan, Nasr City, Cairo, dan dihadiri Presiden Husni Mubarak. Sumber: tokohpapyrusz.blogspot.com

4.3 Nilai-Nilai Pendidikan Novel Rifaat Sang Penebus Pengarang memasukkan nilai pendidikan dalam karya sastra sebagai

upaya menyampaikan pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan manusia. Nilai pendidikan yang akan disampaikan itu menyatu padu dengan alur cerita. Dalam cerita itu pembaca akan bertemu dengan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan oleh pengarang dalam berbagai peristiwa. Dengan sendirinya pembaca akan memahami perilakuperilaku baik, sekaligus perilaku-perilaku buruk. Nilai-nilai Pendidikan yang dapat kita petik dari Novel Rifaaf Sang Penebus Karya Najib Mahfuzh adalah: Nilai Pendidikan Religius Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan. Nilainilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut : Ternyata Rifaat melaksanakan keinginannya. Dia jadi mengunjungi para warga kampung yang tergolong miskin. Dia ingin mengusir sifat jin ifrit dari mereka. Tentu saja tekat itu sangat mengejutkan kedua orang tuanya, paman Syafii dan Abdah. (Mahfuzh, 2001:71) Cuplikan lain yang menggambarkan hal tersebut adalah sebagai berikut : Bertaubatlah kalian! Orang-orang yang lapang dada akan mendapat kemuliaan ujarnya, diliputi kekagetan. (Mahfuzh, 2001:74) ku harapkan kau menjadi orang yang pertama di kampung ini yang bisa membersihkan dari jin Ifrit, ya mudah-mudahan kalian bisa membahagiakan kampung ini, tambanhnya penuh harap (Mahfuzh, 2001:89).

41

mudah-muhan Tuhan Yang Maha Kuasa melapangkan dadamu, Nak. Lalu setelah diam sejurus, dia bertanya: apakah kau merobohkan rumahku, semoga Allah mengampunimu Rifaat. (Mahfuzh, 2001:97) Nilai Pendidikan Moral Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut : Rifaat pemuda cerdas, bersih tidak punya aib, suka menolong dan ramah, Rifaat sang pembebas! tutur paman penyair. Dituturkan pula bahwa Rifaat seorang laki-laki sejati, bukan penakut serta bertanggung jawab (Mahfuzh, 2001:85). Ali menjadi pemimpin yang adil, bijaksana dan tak berbuat sewenang-wenang. Ia memberikan hak rakyat kecil tanpa membedaka satu dengan yang lain. Dalam menjalankan tugas Ali tidak angkuh atau sombong. Ia senantisa bersikap arif terhadap permasalahan fakir miskin (Mahfuzh, 2001:200). Cuplikan lain yang menggambarkan hal tersebut adalah sebagai berikut : Apakah kau merasa bertanggung jawab dengan kebahagiaan manusia?! Pertanyaanya, kuat. Tanpa takut sedikit pun, Rifaat menjawab, ya, aku merasa bertanggung jawab merealisasikan kebahagiaa mereka, selama ada kemampuan. Yang jelas usahaku ini untuk membuktikan bahwa kebahagiaan bukanlah angan-angan bagi mereka, melainkan harus menjadi kenyataan. Dan aku akan berusaha, berjuang dengan sekuat tenaga guna merealisasikannya. (Mahfuzh, 2001:108) apakah kalian sudah lupa siapa saya? Saya ini orang yang berkuasa di

sini, maka tak seorangpun boleh membantah atau melawan! ada nada sombong dalam suaranya (Mahfuzh, 2001:134). Ya. Aku tahu. Yasaminah memang seorang pengkhianat, ucap seseorang yang sering memperhatikannya. Dia tidak lebih dari perempuan pelacur yang suka bersenggama dengan Bayumi. Benar. Perempuan pelacur itu selalu pergi ke rumah Bayumi saat Rifaat keluar rumah, kawan orang tadi melengkapi. (Mahfuzh, 2001:182). Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut : Ternyata Rifaat melaksanakan keinginannya. Dia jadi mengunjungi para warga kampung yang tergolong miskin. Dia ingin mengusir sifat jin Ifrit dari mereka. Tentu saja tekat itu sangat mengejutkan kedua orang tuanya, (Mahfuzh, 2001:)

Dengan perintah Ali, akhirnya kampung Al-Jabalawi jadi tenang dan damai, tidak ada kerusuhan. Dengan tulus ikhlas, pengurus warisan menyerahkan kekuasaan kepada Ali agar memimpin kampong. pimpinlah kampong ini, Ali, dan jadikanlah sebuah masyarakat yang adil, tentram, serta bahagia, kata pengurus warisan (Mahfuzh, 2001:199) Cuplikan lain yang menggambarkan hal tersebut adalah sebagai berikut : Baiklah saudara-saudara, janganlah kalian sakiti perawan itu! Kasihanilah dia! Kalian boleh melakukan apa saja terhadapku. Apakah hati kalian tidak tergerak untuk menolongnya? (Mahfuzh, 2001:78)

43

Sudahlah, jangan khawatir! sahutnya kemudian. Rifaat pasti akan kubunuh, supaya Tuant tenang dan tenteram. Bayumi berteriak, geram, lalu menyurh Khanfas untuk menjenguk Rifaat ke rumahnya. jemputlah anak sinting itu dan bawa ke sini,, kita akan menghajarnya sampai mampus! (Mahfuzh, 2001:138). Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut : Paman Syafii keheranan, Kedai kita lebih baik dari kidai lainnya di seluruh kampung. Tetapi saya ingin tahu apa yang diceritakan penyair di sana? mereka juga melantunkan hikayah-hikayah itu. Tetapi kau nanti tidak dapat mendengarkannya seperti cerita di sini.! (Mahfuzh, 2001:15).

BAB V SIMPULAN Simpulan Dari hasil analisis data yang diperoleh, maka peneliti dapat menyimpulkan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Rifaat Sang Penebus adalah sebagai berikut: Nilai Pendidikan Religius Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Seperti yang tergambar dalam novel tersebut. Rifaat bercita-cita ingin memperbaiki rusak karena pengaruh Jin Ifrit Kedua orang tua, keluarganya selalu mendoakan Rifaat supaya berhasil dalam perjuangannya Para sahabatnya juga menjalani dan meninggalkan apa yang diperintah oleh Rifaat Nilai Pendidikan Moral Nilai moral lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Seperti yang terkandung dalam novel tersebut, Rifaat pemuda yang lemah lembut, sopan santun, baik di kalangan warga masyarakat, sahabat maupun di kalangan musuh. masyarakat kampungnya yang

45

Nilai Pendidikan Sosial Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Seperti yang terkandung dalam novel tersebut, a. Rifaat selalu membantu, menolong terhadap warga kampungnya Keluarga dan sahabatnya meniru sikap prilaku Rifaat Nilai Pendidikan Budaya Kebudayaan merupakan kebiasaan suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa. Seperti yang terkandung dalam novel tersebut: Kampung Al-Jabalawi merupakan kampung yang ramai dengan suara-suara penyair, hampir di semua kedai tempat para penyair melantunkan hikayah-hikayahnya.

Saran Di dalam penelitian ini, peneliti menyarankan beberapa hal, yaitu: Saran kepada para peneliti hendaknya dalam membaca novel memperhatikan nilai-nilai positif antara lain tentang semangat, tekad, perilaku pantang menyerah untuk selalu memperjuangkan cita-cita dan mencontohi hal-hal positif yang terdapat dalam novel tersebut. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa untuk menerapkannya dalam berperilaku di

kehidupan di masyarakat. Saran kepada peneliti yang akan datang, peneliti sastra dalam mengkaji karya sastra harus dilengkapi teori atau refrensi yang mapan. Khususnya teori dan refrensi yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan.

47

Daftar Pustaka Efendi, Anwar, Durachman, Memen, Rumini, Mien, 2001, Pengajaran Apresiasi Sastra. Universitas Terbuka, Jakarta. Maryani, Yani, 2005, Setia, Bandung Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Pustaka

Jorgensen, Marianne W, Phillip, J. Louise. 2007. Analisis Wacana Teori Dan Metode. Pustaka Pelajar : Ciliban Timur Yogyakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian, Gadjah Mada University Press. Bulak Sumur Yogyakarta. Panane, Zainuddin. 2000. Telaah Pustaka. Muhammadiyah University Press: Surakarta. Pamungkas.1972. Pedoman Umum EYD Giri Surya.Surabaya Stanto, Robert, 2007. Teori Fiksi. Pustaka Pelajar. Ciliban Timur Yogyakarta Zulfanhur, Z.F, 2007. Teori Sastra. Universitas Terbuka. Jakarta. Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta. Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Proposal Dan Skripsi,Yayasan Pendidikan Darul Mujahiddin NW Mataram. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

Anda mungkin juga menyukai