Anda di halaman 1dari 16

Rangkuman

UNDANG - UNDANG DAN ETIKA FARMASI


(29/04/2022)

Dosen : Apt. Drs. H. Fauzi Kasim., M.m.

DISUSUN OLEH :
Leni Puspita Dewi
21340280
kelas C

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2022
RingkasanPMK No.14 Tahun 2021
Standar Kegiatan Usaha untuk Rumah Sakit

1. Ruang Lingkup : Standar ini mengatur kegiatan Rumah Sakit dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat baik di Rumah Sakit Pemerintah maupun Rumah Sakit Swasta
termasuk Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Rumah Sakit
Penanaman Modal Asing (PMA).

2. Istilah dan Definisi :


a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
b. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah Sakit berdasarkan kemampuan
pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.
c. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
d. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.

e. Rumah Sakit Pemerintah adalah rumah sakit yang didirikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten, Pemerintah Daerah Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, Kementerian atau Lembaga
Pemerintah yang berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
atau Instansi tertentu dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Rumah Sakit Swasta adalah rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat/swasta.
g. Rumah Sakit dengan Penanaman Modal Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Rumah Sakit
PMDN adalah rumah sakit dengan penanam modal dalam negeri, meliputi perseorangan warga
negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang
melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.
h. Rumah Sakit dengan Penanaman Modal Asing yang selanjutnya disebut Rumah Sakit PMA
adalah rumah sakit dengan penanam modal asing, meliputi perseorangan warga negara asing,
badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
negara Republik Indonesia.
i. Rumah Sakit Publik adalah Rumah Sakit yang dikelola oleh Badan Hukum publik dan Badan
Hukum nirlaba dengan tujuan non profit.
j. Rumah Sakit Privat adalah Rumah Sakit yang dikelola oleh Badan Hukum berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero dengan tujuan profit.

k. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

3. Penggolongan Usaha :
a. Penggolongan usaha Rumah Sakit berdasarkan jenis pelayanan dan klasifikasi, terdiri atas:
1) Rumah Sakit Umum, terdiri atas:
a) Rumah Sakit Umum kelas A;
b) Rumah Sakit Umum kelas B;
c) Rumah Sakit Umum kelas C; dan
d) Rumah Sakit Umum kelas D.
2) Rumah Sakit Khusus, terdiri atas:
a) Rumah Sakit Khusus kelas A;
b) Rumah Sakit Khusus kelas B; dan
c) Rumah Sakit Khusus kelas C.
Jenis Rumah Sakit Khusus terdiri atas:
a) Rumah Sakit Khusus ibu dan anak;
b) Rumah Sakit Khusus mata;
c) Rumah Sakit Khusus gigi dan mulut;
d) Rumah Sakit Khusus ginjal;
e) Rumah Sakit Khusus jiwa;
f) Rumah Sakit Khusus infeksi;
g) Rumah Sakit Khusus telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher;
h) Rumah Sakit Khusus paru;
i) Rumah Sakit Khusus ketergantungan obat;
j) Rumah Sakit Khusus bedah;
k) Rumah Sakit Khusus otak;
l) Rumah Sakit Khusus orthopedi;
m) Rumah Sakit Khusus kanker;
n) Rumah Sakit Khusus jantung dan pembuluh darah; dan
o) Rumah Sakit Khusus lainnya yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil kajian
kebutuhan pelayanan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.

b. Penggolongan Rumah Sakit berdasarkan kepemilikannya, terdiri atas:


1) Rumah Sakit Pemerintah; dan
2) Rumah Sakit Swasta. Rumah Sakit Swasta terdiri atas:
a) Rumah Sakit PMDN; dan
b) Rumah Sakit PMA.
c. Penggolongan Rumah Sakit berdasarkan pengelolaannya, terdiri atas:
1) Rumah Sakit Publik, terdiri atas:
a) Rumah Sakit Pemerintah; dan
b) Rumah Sakit Swasta dengan badan hukum yang bersifat nirlaba
2) Rumah Sakit Privat, terdiri atas Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
4. persyaratan Umum Usaha

a. Persyaratan umum
1) Berbadan Hukum
a) Badan hukum publik, untuk Rumah Sakit Pemerintah.
b) Badan hukum yang bersifat nirlaba dan profit berupa perkumpulan, yayasan, dan perseroan
terbatas, untuk Rumah Sakit Swasta.

Badan hukum yang bersifat profit, jenis kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
2) Profil Rumah Sakit, paling sedikit meliputi:
a) visi dan misi;
b) lingkup kegiatan;
c) rencana strategi;
d) struktur organisasi Rumah Sakit;
e) perencanaan pemenuhan ketersediaan Tenaga Kesehatan dan tenaga nonkesehatan terhadap
jumlah, spesialisasi, dan kualifikasi sumber daya manusia;
f) perencanaan kebutuhan sarana, prasarana dan alat kesehatan terhadap jumlah, jenis, dan
spesifikasi.

3) Dokumen Komitmen untuk melakukan akreditasi oleh Lembaga Akreditasi Rumah Sakit
untuk Rumah Sakit baru.
4) Surat keterangan kesesuaian peruntukan lokasi dan lahan serta pertimbangan kebutuhan
rumah sakit dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
5) Durasi pemenuhan standar oleh pelaku usaha untuk perizinan baru selama 2 (dua) tahun, sejak
NIB terbit.
b. Persyaratan Perpanjangan
1) Dokumen Izin Berusaha Rumah Sakit yang masih berlaku.
2) Dokumen Bukti Akreditasi.
3) Self assessment Rumah Sakit yang meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia,
fasilitas kesehatan, peralatan dan sarana penunjang.
4) Dokumen/bukti uji fungsi dan/atau uji coba untuk alat kesehatan baru.
5) Dokumen kalibrasi untuk alat kesehatan yang wajib kalibrasi.
6) Durasi pemenuhan persyaratan oleh pelaku usaha selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak
diterbitkannya izin perpanjangan aktivitas Rumah Sakit.
c. Persyaratan Perubahan
1) Dokumen Izin Berusaha Rumah Sakit yang masih berlaku;
2) Dokumen surat pernyataan penggantian badan hukum, nama Rumah Sakit, kepemilikanmodal,
jenis Rumah Sakit, klasifikasi Rumah Sakit, dan/atau alamat Rumah Sakit, yang ditandatangani
pemilik Rumah Sakit;

3) dokumen perubahan NIB; dan/atau


4) Self assessment Rumah Sakit yang meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia, fasilitas
kesehatan, peralatan dan sarana penunjang.

Rumah Sakit harus melakukan perubahan izin usaha dalam hal terdapat perubahan:
1) badan hukum;
2) nama Rumah Sakit;
3) kepemilikan modal;
4) jenis Rumah Sakit;
5) klasifikasi Rumah Sakit; dan/atau
6) alamat Rumah Sakit.

5. Persyaratan Khusus Usaha


a. Feasibility Study

Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan Studi Kelayakan (Feasibility Study) pada saat awal
perizinan usaha untuk pertama kali. Feasibility Study/studi kelayakan ini merupakan hasil analisis
dan penjelasan kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan
suatu Rumah Sakit yang terdiri atas:
1) kajian kebutuhan pelayanan Rumah Sakit yang meliputi:
a) kajian demografi yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan penduduk serta
karakteristik penduduk yang terdiri dari umur, jenis kelamin, dan status perkawinan;
b) kajian sosio-ekonomi yang mempertimbangkan kultur/kebudayaan, tingkat pendidikan,
angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan domestik rata-rata bruto;
c) kajian morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan sekurang-kurangnya sepuluh
penyakit utama, angka kematian (GDR, NDR), dan angka persalinan;

d) kajian kebijakan dan regulasi, yang mempertimbangkan kebijakan dan regulasi


pengembangan wilayah pembangunan sektor nonkesehatan, kesehatan, dan perumahsakitan.
e) kajian aspek internal Rumah Sakit merupakan rancangan sistem-sistem yang akan
dilaksanakan atau dioperasionalkan, yang terdiri dari sistem manajemen organisasi termasuk
sistem manajemen unit-unit pelayanan, sistem unggulan pelayanan, alih teknologi peralatan,
sistem tarif, serta rencana kinerja dan keuangan.

2) kajian kebutuhan lahan, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, dan peralatan sesuai
kriteria klasifikasi Rumah Sakit, meliputi :
a) rencana cakupan, jenis pelayanan kesehatan, dan fasilitas lain
b) jumlah, spesialisasi, dan kualifikasi sumber daya manusia
c) jumlah, jenis, dan spesifikasi peralatan
3) kajian kemampuan pendanaan/pembiayaan yang meliputi:
a) prakiraan jumlah kebutuhan dana investasi dan sumber pendanaan;
b) prakiraan pendapatan atau proyeksi pendapatan terhadap prakiraan jumlah kunjungan dan
pengisian tempat tidur;
c) prakiraan biaya atau proyeksi biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap prakiraan sumber
daya manusia;
d) proyeksi arus kas 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun; dan
e) proyeksi laba atau rugi 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun.
b. Detail Engineering Design
Detail Engineering Design (DED) merupakan gambar perencanaan lengkap Rumah Sakit yang
akan dibangun yang meliputi gambar arsitektur, struktur dan mekanika elektrik sesuai dengan
persyaratan teknis. Detail Engineering Design (DED) ini menjadi persyaratan yang harus dipenuhi
rumah sakit pada saat awal perizinan usaha untuk pertama kali.

c. Master Plan
Master plan memuat analisis kondisi umum dengan aspek internal dan eksternal termasukanalisis
dampak lingkungan dan lalu lintas, Master Program (dalam rencana pengembangan SDM, rencana
pengembangan pelayanan Rumah Sakit, rencana layanan unggulan terintegrasi), Program Fungsi
(aktivitas layanan hubungan fungsional, pengelompokan/zonasi, zonasi masa pandemik, pola
sirkulasi kegiatan Rumah Sakit, kebutuhan pembiayaan, rencana blok bangunan dan konsep
utilitas Rumah Sakit, dan rencana pentahapan pengembangan.
d. Dokumen/bukti uji fungsi dan/atau uji coba untuk alat kesehatan baru.
e. Dokumen kalibrasi untuk alat kesehatan yang wajib kalibrasi.

6. Sarana

a. Lokasi dan Lahan


1) Secara geografis tidak berada di lokasi area berbahaya (di tepi lereng, dekat kaki gunung yang
rawan terhadap longsor, dekat anak sungai atau badan air yang dapat mengikis fondasi, dekat
dengan jalur patahan aktif/gempa, rawan tsunami, rawan banjir, berada dalam zona topan/badai
dan lain-lain).
2) Tidak berada di lokasi yang mengganggu kegiatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit antara
lain: berada dalam jalur take off dan landing pesawat, TPA sampah, stasiun pemancar, kawasan
industri berat, SUTT dan SUTET.
3) Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan tersedia
infrastruktur dan fasilitas transportasi umum, jalur komunikasi, pedestrian, jalur-jalur difabel.
4) Tersedia lahan untuk parkir, dengan asumsi perhitungan kebutuhan lahan parkir minimal 20%
dari luas total bangunan (sudah termasuk jalur sirkulasi kendaraan). Penyediaan lahan parkir tidak
boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan.
5) Tersedia utilitas publik antara lain, air bersih, listrik, drainase kota, jalur telepon.
6) Lokasi harus berada pada lahan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana tata bangunan lingkungan kabupaten/kota setempat, dan peruntukan lahan untuk fungsi
Rumah Sakit (zona hijau sesuai Peraturan Daerah setempat).
7) Lahan harus memiliki batas yang jelas dan dilengkapi akses/pintu yang terpisah dengan
bangunan fungsi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bangunan
1) Bangunan harus memenuhi prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan serta
kemudahan.
2) Rencana blok bangunan Rumah Sakit harus berada dalam satu area yang terintegrasi dan saling
terhubung.
3) Bangunan dan prasarana harus memenuhi peryaratan teknis bangunan Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melibatkan tim ahli bangunan.
4) Bangunan untuk masing-masing jenis Rumah Sakit dibutuhkan dalam rangka menjamin
pelayanan kesehatan diberikan secara aman dan bermutu untuk setiap layanan di masing-masing
jenis Rumah Sakit.

c. Nama Rumah Sakit harus memperhatikan:


1) Nilai dan norma agama, sosial budaya, dan etika;
2) Menyesuaikan dengan kepemilikan, jenis, dan kekhususannya;
3) Nama Rumah Sakit khusus harus mencantumkan kekhususannya;
4) Larangan menambahkan kata internasional, international, kelas dunia, world class, global,
dan/atau sebutan nama lainnya yang bermakna sama; dan/atau
5) Larangan menggunakan nama orang yang masih hidup.
d. Prasarana
1) Prasarana harus memenuhi prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan serta
kemudahan.
2) Prasarana untuk masing-masing jenis Rumah Sakit dibutuhkan dalam rangka menjamin
pelayanan kesehatan diberikan secara aman dan bermutu untuk setiap layanan di masing-masing
jenis Rumah Sakit.

e. Peralatan
Peralatan medis dan peralatan nonmedis yang memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan, dan laik pakai.
f. Tempat Tidur
1) Rumah Sakit Umum
a) Ketersediaan tempat tidur rawat inap:
(1) Rumah Sakit Umum kelas A paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) tempat tidur.
(2) Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur.
(3) Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit 100 (seratus) tempat tidur.
(4) Rumah Sakit Umum kelas D paling sedikit 50 (lima puluh) tempat tidur.
(5) Rumah Sakit Umum dengan Penanaman Modal Asing paling sedikit 200 (dua ratus) tempat
tidur atau sesuai dengan kesepakatan/kerja sama internasional. Jumlah tempat tidur tersebut
dihitung meliputi tempat tidur ruang perawatan, tempat tidur kelas standar, perinatologi, intensif
(ICU, NICU, PICU), ruang bersalin, intermediate ward (IW) yang ada di IGD (apabila lebih dari
6 (enam) jam). Tempat tidur ruang gawat darurat, ruang rawat jalan dan ruang kamar operasi tidak
dihitung dalam total jumlah tempat tidur. Total jumlah tempat tidur yang dimiliki Rumah Sakit
harus ditetapkan oleh pimpinan atau kepala Rumah Sakit yang dilakukan peninjauan ulang setiap
tahun.

b) Tempat Tidur Kelas Standar

Jumlah tempat tidur kelas standar sebagai berikut:


(1) 60% (enam puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
(2) 40% (empat puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.

Rumah Sakit wajib menerapkan pelayanan rawat inap kelas standar


c. Tempat tidur intensif

Kriteria penilaian jumlah tempat tidur intensif meliputi persentase sesuai ketentuan terhadap
jumlah total tempat tidur, yaitu:
(1) Jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh
jumlah total tempat tidur.
(2) Jumlah tempat tidur perawatan intensif terdiri atas 6% (enam persen) untuk tempat pelayanan
unit rawat intensif (ICU), dan 4% (empat persen) untuk perawatan intensif neonates (Neonatal
Intensive Care Unit/NICU) dan perawatan intensif pediatrik (Pediatric Intensive Care
Unit/PICU).

(3) Dikecualikan untuk ketersediaan ruangan ICU/PICU/NICU, dapat dipenuhi paling lambat 1
Januari 2023.
d) Tempat tidur isolasi
(1) Rumah Sakit harus memiliki ruang yang dapat digunakan sebagai tempat isolasi dengan
kapasitas paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau swasta.
(2) Dalam kondisi wabah atau kedaruratan kesehatan masyarakat, kapasitas ruang yang dapat
digunakan sebagai tempat isolasi paling sedikit:
(a) 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik pemerintah; dan
(b) 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
2) Rumah Sakit khusus
a) Ketersediaan tempat tidur rawat inap bagi Rumah Sakit Khusus, selain Rumah Sakit Khusus
gigi dan mulut, Rumah Sakit Khusus mata, dan Rumah Sakit Khusus telinga hidung tenggorok
dan bedah kepala leher yaitu:
(1) Rumah Sakit Khusus kelas A yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus)
buah.
(2) Rumah Sakit Khusus kelas B yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh puluh
lima) buah.
(3) Rumah Sakit khusus kelas C yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh
lima) buah.
b) Ketersediaan tempat tidur rawat inap dan dental unit bagi Rumah Sakit khusus gigi dan mulut
yaitu:
(1) kelas A paling sedikit 14 (empat belas) tempat tidur rawat inap dan 75 (tujuh puluh lima)
dental unit;
(2) kelas B paling sedikit 12 (dua belas) tempat tidur rawat inap dan 50 (lima puluh) dental unit;
dan
(3) kelas C paling sedikit 10 (sepuluh) tempat tidur rawat inap dan 25 (dua puluh lima) dental
unit.
c) Ketersediaan tempat tidur rawat inap bagi Rumah Sakit khusus mata dan Rumah Sakit khusus
telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher yaitu:
(1) kelas A paling sedikit 40 (empat puluh) tempat tidur rawat inap;
(2) kelas B paling sedikit 25 (dua puluh lima) tempat tidur rawat inap; dan
(3) kelas C paling sedikit 15 (lima belas) tempat tidur rawat inap.
d) Total tempat tidur dihitung meliputi tempat tidur ruang perawatan, tempat tidur kelas standar,
perinatologi, intensif, ruang bersalin, intermediate ward (IW) yang ada di IGD (apabila lebih dari
6 (enam) jam). Tempat tidur ruang gawat darurat, ruang rawat jalan dan ruang kamar operasi tidak
dihitung dalam total tempat tidur. Total tempat tidur yang dimiliki Rumah Sakit harus ditetapkan
oleh pimpinan atau kepala Rumah Sakit yang dilakukan peninjauan ulang setiap tahun atau ketika
ada perubahan.
e) Tempat Tidur Kelas Standar

Kriteria penilaian jumlah tempat tidur kelas standar sebagai berikut:


(1) 60% (enam puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
(2) 40% (empat puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah
Rumah Sakit wajib menerapkan pelayanan rawat inap kelas standar paling lambat 1 Januari
2023.
f) Tempat tidur intensif
Jumlah tempat tidur intensif meliputi persentase sesuai ketentuan terhadap jumlah total tempat
tidur, yaitu:
(1) Jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh
jumlah total tempat tidur.
(2) Rumah Sakit yang tidak menyediakan layanan PICU, NICU, ICCU dan RICU maka wajib
menyediakan TT ICU sejumlah 10% (sepuluh persen).
(3) Rumah Sakit Khusus mata, Rumah Sakit Khusus gigi dan mulut, Rumah Sakit Khusus THT-
KL tidak wajib memenuhi kriteria tempat tidur intensif.
(4) Untuk Rumah Sakit Khusus jiwa, tempat tidur intensif berupa Unit Pelayanan Intensif
Psikiatri sebesar 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah total tempat tidur.
(5) Untuk Rumah Sakit Khusus jiwa yang menyelenggarakan pelayanan diluar kekhususannya
wajib menyediakan tempat tidur:
(a) Unit Pelayanan Intensif Psikiatri sejumlah 10% dari total jumlah tempat tidur yang
dipergunakan sesuai dengan kekhususannya; dan

(b) intensif sejumlah 6% dari total jumlah tempat tidur yang dipergunakan di luar
kekhususannya.
(6) Dikecualikan untuk ketersediaan ruangan intensif, dipenuhi paling lambat 1 Januari 2023.
g) Tempat tidur isolasi
(1) Untuk tempat tidur isolasi (tekanan negatif dan tekanan normal/natural air flow), Rumah Sakit
harus memiliki ruang yang dapat digunakan sebagai tempat isolasi dengan kapasitas paling sedikit
10% (sepuluh persen).
(2) Dalam kondisi wabah atau kedaruratan kesehatan masyarakat, kapasitas ruang yang dapat
digunakan sebagai tempat isolasi paling sedikit:

(a) 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik pemerintah;dan
(b) 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
(3) Rumah Sakit Khusus mata, Rumah Sakit Khusus gigi dan mulut, Rumah Sakit Khusus THT-
KL tidak wajib memiliki ruang yang dapat digunakan sebagai tempat isolasi.
3) Rumah Sakit dengan Penanaman Modal Asing (PMA):
a) Rumah Sakit dengan PMA harus memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit sesuai kategori
Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Khusus, atau kesepakatan/kerja sama internasional.
b) Jumlah tempat tidur untuk Rumah Sakit Umum paling sedikit sesuai dengan jumlah tempat
tidur Rumah Sakit Umum kelas B.
c) Jumlah tempat tidur untuk Rumah Sakit Khusus paling sedikit sesuai dengan jumlah tempat
tidur Rumah Sakit Kelas A pada setiap jenis Rumah Sakit khusus.
g. Ketentuan teknis bangunan, prasarana, dan peralatan kesehatan Rumah Sakit mengacu pada
persyaratan teknis bangunan dan prasarana Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.

7. Struktur dan organisasi

a. Pimpinan Rumah Sakit


1) Pimpinan Rumah Sakit tidak boleh merangkap jabatan manajerial di Rumah Sakit lain.
2) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala atau direktur Rumah Sakit.
3) Kepala atau direktur Rumah Sakit dan pimpinan unsur pelayanan medik di Rumah Sakit harus
seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
4) Kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan dapat diperoleh melalui pendidikan
formal, pelatihan, dan/atau pengalaman bekerja di Rumah Sakit.
5) Kepala, direktur medis, direktur SDM harus berkewarganegaraan Indonesia.
b. Sumber daya manusia pada Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus merupakan tenaga
tetap.

b. Sumber daya manusia pada Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus merupakan tenaga
tetap.

c. Rumah Sakit harus memiliki sumber daya tenaga tetap yang bekerja secara purna waktu,
minimal 80% (delapan puluh persen) dari jumlah total SDM. Tenaga tetap tersebut diangkat dan
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
d. Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum merupakan tenaga tetap meliputi:
1) tenaga medis;
2) tenaga psikologi klinis;
3) tenaga keperawatan;
4) tenaga kebidanan;
5) tenaga kefarmasian;
6) tenaga kesehatan masyarakat;
7) tenaga kesehatan lingkungan;
8) tenaga gizi;
9) tenaga keterapian fisik;
10) tenaga keteknisian medis;
11) tenaga teknik biomedika;
12) tenaga kesehatan lain;
13) tenaga manajemen Rumah Sakit; dan
14) tenaga nonkesehatan.
e. Sumber daya manusia pada Rumah Sakit Khusus berupa tenaga tetap meliputi:

1) tenaga medis;
2) tenaga keperawatan dan/atau tenaga kebidanan;
3) tenaga kefarmasian;
4) tenaga kesehatan lain;
5) tenaga manajemen Rumah Sakit; dan
6) tenaga nonkesehatan,

sesuai dengan pelayanan kekhususan dan/atau pelayanan lain selain kekhususannya.


f. Selain tenaga tetap, Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan/atau konsultan
berdasarkan kebutuhan dan

kemampuan Rumah Sakit.


g. Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja,
kebutuhan, dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit, dalam bentuk dokumen ketersediaan.
h. Rumah Sakit dapat mendayagunakan tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan warga negara
asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan (antara lain Undang-Undang mengenai ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing).
i. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan lain selain tenaga kesehatan sesuai
dengan jenis pelayanan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai