Anda di halaman 1dari 8

Tugas Individu

Organisasi Manajemen
dan Perilaku Organisasi Rumah Sakit

SPESIFIKASI DAN PERBEDAAN ANTAR ORGANISASI RUMAH


SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT KHUSUS

Dosen:
Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS.

Oleh:
FOURENTY KUSUMA K022211031

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Cari spesifikasi dan perbedaan antar organisasi rumah sakit umum (Tipe A, B, C, D)
dan Rumah Sakit Khusus (Tipe A, B, C).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang


Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan (Pasal 6):
a. Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum paling sedikit
terdiri atas (Pasal 7,8,9,10):
 Pelayanan medik dan penunjang medik
o Pelayanan medik umum → pelayanan medik dasar
o Pelayanan medik spesialis → pelayanan medik spesialis dasar (penyakit dalam,
anak, bedah dan obstetri dan ginekologi dan spesialis lain
o Pelayanan medik subspesialis → pelayanan medik subspesialis dasar dan
subspesialis lain
 Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis dan/atau
asuhan keperawatan spesialis, dan asuhan kebidanan.
 Pelayanan nonmedik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu,
pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi
dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.

Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum berupa tenaga tetap meliputi (Pasal
11):
 tenaga medis: dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan/atau dokter
subspesialis;
 tenaga psikologi klinis;
 tenaga keperawatan;
 tenaga kebidanan;
 tenaga kefarmasian;
 tenaga kesehatan masyarakat;
 tenaga kesehatan lingkungan;
 tenaga gizi;
 tenaga keterapian fisik;
 tenaga keteknisian medis;
 tenaga teknik biomedika;
 tenaga kesehatan lain; dan
 tenaga nonkesehatan
Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, kebutuhan, dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.

b. Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya. Rumah sakit khusus dapat menyelenggarakan pelayanan lain di luar
kekhususannya meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan. Terdiri
atas (Pasal 12,13):
1) ibu dan anak;
2) mata;
3) gigi dan mulut;
4) ginjal;
5) jiwa;
6) infeksi;
7) telinga-hidung-tenggorok kepala leher;
8) paru;
9) ketergantungan obat;
10) bedah;
11) otak;
12) orthopedi;
13) kanker; dan
14) jantung dan pembuluh darah.
Selain Rumah Sakit khusus di atas, Menteri dapat menetapkan Rumah Sakit khusus
lainnya, dapat berupa penggabungan jenis kekhususan yang terkait keilmuannya atau jenis
kekhususan baru. Penetapan Rumah Sakit khusus lainnya dilakukan berdasarkan hasil
kajian dan rekomendasi asosiasi perumahsakitan serta organisasi profesi terkait.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit khusus paling sedikit terdiri
atas (Pasal 14):
 Pelayanan medik dan penunjang medik terdiri atas pelayanan medik umum, pelayanan
medik spesialis sesuai kekhususan, pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan,
pelayanan medik spesialis lain, dan pelayanan medik subspesialis lain
 Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis, asuhan
keperawatan spesialis, dan/atau asuhan kebidanan, sesuai kekhususannya
 Pelayanan nonmedik meliputi pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan
makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan
komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.

Sumber daya manusia pada Rumah Sakit khusus berupa tenaga tetap meliputi (Pasal
15):
 tenaga medis terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis sesuai kekhususannya,
dokter gigi spesialis sesuai kekhususannya, dokter spesialis lain, dokter subspesialis
sesuai kekhususan, dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan sesuai
kekhususannya, dokter subspesialis lain, dan dokter spesialis lain dengan kualifikasi
tambahan;
 tenaga keperawatan dan/atau tenaga kebidanan;
 tenaga kefarmasian;
 tenaga kesehatan lain; dan
 tenaga nonkesehatan,
sesuai dengan pelayanan kekhususan dan/atau pelayanan lain di luar kekhususannya.
Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, kebutuhan, dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Khusus


Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas (Pasal 16, 17):
a. Rumah Sakit umum kelas A merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.
b. Rumah Sakit umum kelas B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah;
c. Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 100 (seratus) buah;
d. Rumah Sakit umum kelas D dan Rumah sakit kelas D pratama (diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan) merupakan Rumah Sakit umum yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.
Tidak ada perbedaan dalam jenis pelayanan (pelayanan medik umum dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan nonmedik), sumber manusia, bangunan
dan prasarana serta jenis peralatan (kecuali jumlah tempat tidur rawat inap) pada tiap
kelas Rumah Sakit Umum.

Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas (Pasal 18,19):


a. Rumah Sakit khusus kelas A merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah;
b. Rumah Sakit khusus kelas B merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah; dan
c. Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah.
Tidak ada perbedaan dalam jenis pelayanan (pelayanan medik umum dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan nonmedik), sumber manusia, bangunan
dan prasarana serta jenis peralatan (kecuali jumlah tempat tidur rawat inap) pada tiap
kelas Rumah Sakit Khusus.

Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap, Rumah Sakit harus memiliki:


a. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit (Pasal 43):
1) 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah;
2) 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
b. Jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I paling banyak 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan swasta.
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan persen) dari seluruh
tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
swasta. Jumlah tempat tidur perawatan intensif untuk Rumah Sakit umum, terdiri atas 5%
(lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga persen) untuk
pelayanan intensif lainnya. Ketentuan ini dikecualikan untuk Rumah Sakit khusus mata
dan Rumah Sakit khusus gigi dan mulut.

Izin Rumah Sakit


Izin Rumah Sakit meliputi (Pasal 27):
a. Izin Mendirikan merupakan izin yang diajukan oleh pemilik Rumah Sakit untuk
mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan yang telah ada menjadi Rumah
Sakit. Izin Mendirikan berlaku selama Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan
b. Izin Operasional merupakan izin yang diajukan oleh pimpinan Rumah Sakit untuk
melakukan kegiatan pelayanan kesehatan termasuk penetapan kelas Rumah Sakit dengan
memenuhi persyaratan dan/atau komitmen. Izin Operasional berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan dan klasifikasi Rumah
Sakit.
Dalam hal Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan tertentu berupa pelayanan
radioterapi, kedokteran nuklir, kehamilan dengan bantuan atau kehamilan di luar cara
alamiah, transplantasi organ, dan sel punca untuk penelitian berbasis pelayanan terapi,
Rumah Sakit harus mendapatkan izin dari Menteri (Pasal 28).

Izin Mendirikan dan Izin Operasional merupakan perizinan berusaha sektor kesehatan
yang diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota berdasarkan kewenangan
masing-masing melalui Lembaga OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 29).
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dalam menerbitkan izin harus
mempertimbangkan sebaran Rumah Sakit secara merata di setiap wilayah provinsi dan
kabupaten/kota berdasarkan pemetaan dengan memperhatikan jumlah dan persebaran
penduduk, rasio jumlah tempat tidur, dan akses masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 29).
 Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman
modal asing diberikan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
 Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh gubernur
setelah mendapatkan notifikasi dari kepala dinas yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah provinsi.
 Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D
diberikan oleh bupati/walikota setelah mendapatkan notifikasi dari kepala dinas yang
berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Rumah sakit yang menambah jumlah tempat tidur, dan memenuhi jumlah tempat
tidur minimal kelas Rumah Sakit diatasnya harus melakukan perubahan Izin
Operasional sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dan Pasal 19. Selain ketentuan tersebut, perubahan Izin Operasional harus dilakukan apabila
terjadi perubahan: badan hukum; nama Rumah Sakit; kepemilikan modal; jenis Rumah Sakit;
dan/atau alamat Rumah Sakit (Pasal 41).

Kesimpulan dan Perbedaan dari Undang-Undang sebelumnya


1. UU No 44 Tahun 2009 Pasal 24 dan Penjelasan Ayat 2, rumah sakit
umum perbedaan klasifikasi didasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik. Permenkes No 3 Tahun 2020 menghilangkan perbedaan itu , pembedaan
kelas rumah sakit didasarkan jumlah tempat tidur. Permenkes No 3 Tahun 2020
tidak sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009.
2. UU No 36 Tahun 2009 Pasal 30, sistem rujukan berjenjang melalui Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, kemudian fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua dan
terakhir Fasilitas Kesehatan Tingkat Tiga. sistem rujukan memastikan pelayanan
tingkat kedua memiliki kemampuan standar, dan pelayanan tingkat tiga memiliki
kemampuan menerima rujukan. Permenkes No 3 tahun 2020, meniadakan
perbedaan pelayanan. Kelas rumah sakit hanya dibedakan berdasarkan jumlah
tempat tidur. sehingga permenkes No 3 tahun 2020 tidak sesuai dengan pola
rujukan dalam UU No 36 Tahun 2009. UU No 44 Tahun 2009 memberikan celah,
agar dibuat sistem rujukan baru.
3. Permenkes No 3 Tahun 2020, memberikan kebebasan dokter, dokter spesialis dan
dokter subspesialis untuk berpraktik pada seluruh kelas rumah sakit namun proses
masuknya dokter ke rumah sakit di ikuti kajian analisa kebutuhan kerja,
kebutuhan pelayanan dan kemampuan pelayanan, artinya dokter berpraktik
didukung oleh kebutuhan masyarakat, didukung sarana prasarana sesuai kompetensi
nya. kajian kajian tersebut bila disetujui dinas kesehatan, maka diterbitkan SIP,
demikian sebaliknya.
4. Permenkes No 3 tahun 2020 bersifat otomatis dalam hal kenaikan kelas . bila
tempat tidur rumah sakit menyentuh minimal tempat tidur klasifikasi kelas rumah
sakit diatas nya maka reviu klasifikasi kelas rumah sakit secara nasional atau
laporan BPJS Kesehatan dapat otomatis menaikkan kelas rumah sakit.
5. Permenkes No 3 tahun 2020 memposisikan setiap rumah sakit untuk bersaing
secara terbuka, persaingan tersebut dimungkinkan terjadi karena dokter sebagai
komponen utama pelayanan dapat berada pada seluruh klasifikasi kelas rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai