Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam menjalankan tugas, seorang dokter seharusya melakukan tindakan
pemeriksaan hingga tuntas.Diawali dari anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan bila perlu, menegakkan diagnosa, pemberian resep obat
dan salah satu yang terpenting adalah evaluasi pengobatan.
Dewasa ini para dokter sering kali mengabaikan salah satu tindakan yang
semestinya dilakukan yaitu evaluasi pengobatan. Hal ini ditimbulkan oleh dua hal
yaitu asumsi dokter senior bahwa evaluasi pengobatan itu tidak diperlukan lagi
setelah pemberian obat kepada pasien dan ketidak pahaman dokter baru tentang arti
dan aplikasi dari evaluasi pengobatan itu sendiri.
Para dokter tidak menyadari apa akibat yang dapat ditimbulkan apabila seorang
dokter mengabaikan tentang evaluasi pengobatan, sehingga masyarakat merasa
bahwa dokter tidak tuntas dalam melakukan pengobatan.
Evaluasi pengobatan adalah suatu permasalahan yang sangat luas dan umum,
sehingga kami akan membahas evaluasi pengobatan dalam makalah kami ini dengan
menggunakan contoh kasus yaitu kasus tonsillitis.

1.2. Tujuan
Penulisan makalah evaluasi pengobatan selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Farmakologi 462, juga bertujuan untuk menambah informasi mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan evaluasi pengobatan.

1
BAB II
CONTOH KASUS TONSILLITIS

2.1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan akut pada parenkim dari tonsila palatinum yang
ditandai dengan pembesaran tonsil, berwarna merah dan sering bermembran
(sebagian atau keseluruhan) yang berwarna kuning, abu-abu, atau putih. Tonsillitis
biasanya merupakan bagian dari pharyngitis (infeksi tenggorokan). Tonsillitis
biasanya ditandai dengan sakit tenggorokan dan sakit menelan.
Kadang-kadang tonsillitis menyebabkan kesulitan bernafas. Tonsillitis dapat
ditularkan dengan cara kontak langsung dengan tenggorokan atau sekret hidung dari
satu orang yang terinfeksi. Biasanya terjadi pada masa kanak-kanak.

2.2. Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh 2 faktor yaitu bakteri (50 %) golongan Streptococcus β
hemlyticis, Streptococcus viridans, Streptococcus pyogenes dan oleh infeksi virus
melalui percikan lidah.

2.3. Patogenesis
Adanya infiltrasi pada lapisan epitel yang disebabkan oleh bakteri atau infeksi
virus. Epitel terkikis sehingga menimbulkan reaksi pada jaringan limfoid superfasial.

2.4. Tanda dan gejala


Tonsilitis ditandai dengan sakit dan gatal tenggorokan, sakit menelan, temperatur
meningkat, menggigil/ demam, tonsil berwarna lebih merah dari yang normal,
terdapat membran berwarna kuning/putih, suara serak, kelenjar limfe leher
membengkak dan sulit bernafas.

2
2.5. Terapi pengobatan
Dalam mengatasi tonsillitis terapi pilihan utama yang digunakan adalah Penicillin
V dengan penggunaan dua kali sehari sebanyak 1-1,5 mega unit selama 10 hari.
Namun apabila tidak dapat menggunakan penicillin karena satu dan lain hal maka
bisa digunakan terapi pilihan kedua yaitu generasi pertama sefalosporin yaitu
sefaloxin dua kali sehari dengan dosis 750 mg atau sefaloxil satu kali sehari
sebanyak 1 mg. Bisa juga digunakan prokain penicillin satu kali sehari sebanyak
1,2-1,5 mega unit selama 10 hari atau menggunakan macrolides.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Evaluasi pengobatan


Evaluasi adalah suatu sikap yang secara terus menerus mempertanyakan dan
mengumpulkan informasi.Pengobatan adalah proses yng dimulai sewaktu pasien
datang kepada dokter dan bisa berlanjut sampai perawatan. Evaluasi pengobatan
dapat disimpulkan sebagai suatu sikap yang mempertanyakan dan mengumpulkan
informasi tentang proses yang dialami seorang pasien. Evaluasi pengobatan adalah
sebagai mekanisme umpan balik tentang suatu prosedur yang telah terjadi. Evaluasi
pengobatan penting karena pelayanan kesehatan sangat meningkat dan evaluasi
pengobatan meningkatkan kualitas perawatan serta menghemat uang untuk berobat
sehingga hasilnya efektif.

3.2. Tahap evaluasi pengobatan


1. Entry Visit
Informasi yang diperoleh dari kunjungan pertama meliputi tanggal pasien
datang, tanda dan gejala klinis dari dugaan penyakit, dan hasil dari pemeriksaan
klinis.
2. On-Therapy Visit
Jika seandainya terdapat kesalahan terapi kepada pasien, maka seharusnya
memberhentikan segera obat yang diberikan dan berikan obat pilihan kedua. Jika
pasien masih melakukan terapi maka rekam medis harus didokumentasikan
(contoh: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan hasil tes laboratorium). Jika
pasien menghubungi dokter melalui telepon sehendaknya ditanyakan pertanyaan
yang spesifik dan jawaban harus dimasukan kedalam rekam medis.
3. End-of-Therapy Visit
Tidak diaplikasikan
4. Post-Therapy (Test-of-Cure) Visit
Kunjungan ini harus dilakukan sekitar 14-18 hari setelah permulaan terapi
yang pemberian terapinya selama 10 hari tetapi kunjungan ini dilakukan 4 -8 hari

4
setelah penyelesaian terapi. Hasil dari evaluasi klinik termasuk status dari tanda
dan gejala harus didokumentasikan.
5. Late Post-Therapy Visit
Kunjungan ini harus dilakukan sekitar 38-45 hari setelah permulaan terapi
yang pemberian terapinya selama 10 hari tetapi kunjungan ini dilakukan 28-35
hari setelah penyelesain terapi.Tujuan dari kunjungan ini untuk mengetahui
apakah pasien akan menjadi relaps atau carier dari suatu penyakit atau malah akan
berkembang menjadi infeksi lanjutan. Hasil dari evaluasi klinik ini harus
didokumentasikan lagi termasuk seluruh status pasien.

3.3. Evaluasi pengobatan tonsillitis


1. Entry Visit
Pasien datang pada tanggal 24 Maret 2005 dengan tanda dan gejala klinis
yang meliputi pemeriksaan telinga , hidung, tenggorokan, kultur, tes sensitivitas
dan hasil laboratorium.
2. On-Therapy Visit
Terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama jika obat pilihan
pertama cocok maka terapi dilanjutkan. Kemungkinan kedua jika obat pilihan
pertama tidak cocok atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan maka terapi
obat tersebut langsung dihentikan dan diberikan obat pilihan kedua.
Selama kunjungan terapi segala bentuk anamnese, pemeriksaan fisik dan
hasil tes laboratorium yang dicatat didalam rekam medis hendaknya
didokumentasikan.
3. End-of-Therapy Visit
Tidak diaplikasikan.
4. Post-Therapy (Test-of-Cure) Visit
Kunjungan ini harus dilakukan sekitar 14-18 hari setelah permulaan terapi
yang pemberian terapinya selama 10 hari tetapi kunjungan ini dilakukan 4 -8
hari setelah penyelesain terapi. Hasil dari evaluasi klinik meliputi status dari
semua tanda dan gejala yang muncul seperti halnya kemunculan tanda dan

5
gejala baru dari tonsilitis yang didokumentasikan, begitu juga dengan hasil dari
kultur dan tes sensitivitas antimikroba.
5. Late Post-Therapy Visit
Kunjungan ini harus dilakukan sekitar 38-45 hari setelah permulaan terapi
yang pemberian terapinya selama 10 hari tetapi kunjungan ini dilakukan 28-35
hari setelah penyelesain terapi.Tujuan dari kunjungan ini untuk mengetahui
apakah pasien akan menjadi relaps atau carier dari s.pyogenes atau malah akan
berkembang menjadi infeksi lanjutan, seprti nefritis atau karditis. Hasil dari
evaluasi klinik ini harus didokumentasikan lagi seperti halnya kemunculan
tanda dan gejala baru tonsillitis misalnya kultur dan tes sensitivitas.

6
BAB IV
KESIMPULAN

 Evaluasi pengobatan merupakan salah satu unsur penting dalam prosedur


pemeriksaan kesehatan.
 Didalam evaluasi pengobatan terdapat lima tahapan yang harus dilakukan.
 Dengan melakukan evaluasi pengobatan maka dokter dapat menghindari
kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi
 Apabila dokter telah melakukan evaluasi pengobatan maka pasien akan
merasa puas atas diagnosis, terapi dan perawatan yang dilakukan kepadanya.

7
DAFTAR PUSTAKA

WHO , 2000, http://whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_MSD_MSB_002a


U.S.Department of Health and human, Streptococcal Pharyngitis and tonsillitis, 21
Juli 1998, http://216.239.57.104/sea.../2562dft.pdf+evaluation+treatment++
+tonsillitis&hl=id&ie=UTF
S.Mc Kerrow,Williem, Recurrent Tonsillitis, 1 November 2002,
http://www.aafp.org/afp/20021101/british.html

Anda mungkin juga menyukai