Anda di halaman 1dari 7

Machine Translated by Google

COUNS-EDU The International Journal of Counseling and Education Vol.3,


No.3, September 2018, hlm. 86-92 | p-ISSN: 2548-348X- e-ISSN: 2548-3498

http://journal.konselor.or.id/index.php/counsedu
DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730

Diterima pada 28/08/2018; Direvisi pada 09/09/2018; Diterima pada 20/09/2018; Dipublikasikan pada: 30/09/2018

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda

Alizamar Alizamar *) 1 , Gusni Dian Suri2 , Mudjiran Mudjiran3 , Syahniar Syahniar4 , Afdal Afdal5
12345
Universitas Negeri Padang
* )Penulis koresponden, e-mail: alizamar@konselor.org

Abstrak
Pencapaian masa depan remaja di lembaga pemasyarakatan juga dituntut untuk menempuh pendidikan
atau pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan belajar narapidana
remaja di Lembaga Pemasyarakatan Remaja Tanjung Pati. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode deskriptif-kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 32 narapidana muda.
Analisis data menggunakan instrumen keterampilan belajar narapidana muda dan analisis yang digunakan
adalah presentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan belajar narapidana muda pada tingkat
sedang sebanyak 17 orang dengan 73,91%, tingkat sangat tinggi sebanyak 5 orang dengan 21,74%, tingkat
rendah sebanyak 1 orang dengan 4,35%. Implikasi dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
keterampilan belajar narapidana muda. Agar hasil penelitian ini dapat menjadi data untuk membantu para
narapidana dan pembinaan untuk memecahkan masalah mereka dalam belajar.

Kata Kunci: Keterampilan Belajar, Narapidana Muda

Cara Mengutip: Alizamar, A, Suri, GD, Mudjiran, M, Syahniar, S, Afdal, A . (2018). Tingkat keterampilan
belajar pada narapidana muda. Counts-Edu: Jurnal Internasional Konseling dan Pendidikan, 3(3): pp.
86-92. DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730

Ini adalah artikel akses terbuka yang didistribusikan di bawah Lisensi Atribusi Creative Commons, yang mengizinkan penggunaan, distribusi, dan reproduksi
tanpa batas dalam media apa pun, asalkan karya aslinya dikutip dengan benar. ©2017 oleh penulis.

pengantar
Masa remaja merupakan masa perubahan (Santrock, 2002; Linamarliyah, 2004; Kurniawan, 2009;
Maslihah, 2011) dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Kartono, 2005; Laksmiwati, 2011; Batubara, 2016)
yang mengalami perkembangan ke segala aspek atau fungsi (Qomariyah, 2016). , 2009). Masa remaja juga
dikenal sebagai masa storm and stress, yaitu masa pergolakan dan konflik serta perubahan suasana hati
(Payne, 2012; Arnett, 2006) sebagian remaja belum mampu mengendalikan diri dengan baik yang berujung
pada perilaku menyimpang. Remaja yang berperilaku menyimpang karena kurang atau tidak mendapatkan
kasih sayang, perhatian, bimbingan dalam mengembangkan sikap, perilaku, penyesuaian, dan pengawasan
dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret arus pergaulan dan lingkungan yang tidak sehat
dan merugikan. untuk mengembangkan pengalaman pribadi (Syamsiah, 2010). Pengalaman negatif yang
dihadapi remaja yang berhadapan dengan hukum sangat beragam (Astuti, 2011; Fitriani, 2017). Anak yang
berkonflik dengan hukum (Sinaga, 2010; Sudarti, 2014).
Prestasi masa depan remaja (Shofia, 2009; Nasimah, 2009) yang berada di lembaga pemasyarakatan
juga dituntut untuk melaksanakan pendidikan atau pembelajaran, karena pendidikan harus dilaksanakan pada
semua lapisan masyarakat dari usia dini, remaja, dewasa, hingga tua. usia, termasuk pendidikan kecakapan
hidup bagi narapidana yang menjalani hukuman di Lapas. Hal ini sesuai dengan Widari (2012) bahwa hak
pendidikan siswa di penjara harus diberikan meskipun mereka menjalani pembinaan, hak kebebasan dicabut.
Pada akhirnya, Akbar, Wijaya, & Alkonia (2014) dalam penelitiannya menyebutkan non-formal

86
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Jurnal Internasional Konseling dan Pendidikan Vol.3, No.3, 2018

program pendidikan di lembaga pemasyarakatan, memberikan kontribusi yang sangat besar, terutama bagi narapidana anak yang seharusnya pada
usia pendidikan formalnya, tetapi karena suatu tindak pidana, mereka harus berada di lembaga pemasyarakatan.

Upaya memfasilitasi narapidana dalam menyelesaikan masalah belajar dapat melalui layanan bimbingan belajar. Dalam penelitian ini,
tujuan yang ingin dicapai terkait aspek pembelajaran difokuskan pada pengembangan keterampilan belajar.
Dalam penelitiannya, Sirait & Sewu (2015) menemukan adanya kekhawatiran anak binaan ketika mereka ditolak oleh masyarakat setelah
menyelesaikan masa konstruksi, apalagi jika anak tersebut tidak dibekali dengan keterampilan. Kemudian dari segi pendidikan yang terganggu
mengakibatkan kurangnya informasi yang diperoleh, ditambah lagi LPKA tidak diperbolehkan menggunakan alat komunikasi dengan dunia luar. Ini
juga merupakan faktor penting bagi narapidana muda dalam mengembangkan keterampilan belajar. Permasalahannya saat ini adalah belum
adanya implementasi pembelajaran keterampilan di LPKA Tanjung Pati yang merupakan bagian penting dari proses pembelajaran di LPKA.
Wawancara awal yang dilakukan dengan empat narapidana di LPKA Tanjung Pati pada tanggal 20 Juli 2017 menemukan bahwa secara umum
mereka kurang dapat mengembangkan keterampilan belajar untuk bekal masa depannya setelah meninggalkan/menjalani masa pidana dan juga
kurangnya informasi dan pembelajaran yang diperoleh mereka dalam mengembangkan kemampuan belajar.

Menghayati proses belajar merupakan bagian penting (Tahar, 2006; Hakim, 2005) dalam kegiatan pembelajaran agar dapat memahami
dan menguasai materi pelajaran dengan baik (Chrisnajanti, 2002, Muhson, 2009). Keterampilan setiap individu sangat dibutuhkan agar prosesnya
menjadi maksimal dan memberikan hasil yang memuaskan (Rahayu, dkk, 2011; Kriswoyowati, 2011). Marshak & Burkle (dalam Juneja, 2016)
menyatakan “Keterampilan belajar dapat didefinisikan sebagai kemampuan belajar yang penting untuk memperoleh pengetahuan dan kompetensi.
Keterampilan belajar menekankan pada proses belajar.” Lebih lanjut, Gall (1990: 17) menyatakan “Keterampilan belajar sebagai efektif penggunaan
teknik yang tepat untuk menyelesaikan tugas belajar”. Lebih lanjut Surya (dalam Adiningtiyas, 2016; Sulistyowati, 2015) mengungkapkan bahwa
keterampilan merupakan aktivitas neoromuskular. Keterampilan belajar adalah kemampuan untuk mengembangkan kerangka berpikir, sikap, dan
keterampilan secara terarah dan terarah dengan melakukan suatu kegiatan atau perbuatan.

Keterampilan belajar sangat efektif (Darmayanti, 2015) dalam memahami pelajaran sehari-hari dan untuk meningkatkan minat belajar. Hal
ini juga ditemukan dalam penelitian Juneja (2016) yang menyatakan, "Bukti menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara aplikasi dan
masalah akademik dan kinerja siswa dengan masalah pembelajaran di kelas. Kelompok yang terdiri dari 354 siswa berusia antara 12 tahun. dan
15, ditemukan bahwa siswa yang berprestasi tinggi mampu mengenali penggunaan strategi yang baik baik dan keterampilan yang baik atas
pembelajaran efektif yang efektif “Aspek-aspek keterampilan belajar menurut Prayitno (1997: 89) yaitu (1) membuat catatan tentang waktu guru
mengajar (Siagian, 2015; Buzan, 2007), (2) membuat rangkuman dari materi yang dibaca (Warouw, 2010), (3) membuat laporan (resensi laporan,
diskusi, pelaksanaan kegiatan tertentu), (4) mengembangkan cara menjawab/menyelesaikan soal ulangan/ujian, (5) menyusun makalah, membaca
efektif efektif (lisan dan menulis), (7) bertanya secara efektif.

Konsep Dasar Remaja Dan Narapidana Muda


Masa remaja merupakan salah satu tahapan atau fase perkembangan manusia, yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau berkembang
menjadi dewasa. Menurut WHO (dalam Sarwono, 2012), masa remaja adalah masa dimana seorang individu berkembang sejak pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda kematangan seksual sekundernya; individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi anak mencapai
dewasa; ada pergeseran dari ketergantungan sosial ekonomi penuh ke kondisi yang relatif lebih mandiri.

Selanjutnya De Brun (dalam Jahja, 2013) mendefinisikan masa remaja sebagai masa pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Senada dengan pendapat tersebut, Papalia, Olds & Feldman (2009: 8) juga menjelaskan bahwa “Masa remaja merupakan masa peralihan dari
masa perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial,
yang umumnya dimulai pada usia dini. usia 11 atau 12 tahun dan berakhir pada akhir belasan tahun atau awal dua puluhan.” Pada masa
perkembangan remaja yang mengalami banyak perubahan dan perkembangan, tidak jarang remaja terjerumus ke arah negatif, dimana mereka
melakukan tindakan yang mereka tidak boleh melakukan atau berperilaku menyimpang.

Perilaku menyimpang tersebut dapat dikatakan sebagai kenakalan anak yang didefinisikan oleh Sarwono (2012:252) sebagai suatu
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa yang dengan sengaja melanggar hukum, dan perbuatan tersebut diketahui oleh petugas
hukum dapat digunakan dengan hukuman. Perilaku menyimpang atau kenakalan anak berupa penggunaan dan peredaran narkotika, pemerasan
dan ancaman, pemerkosaan, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, pelecehan seksual, kepemilikan senjata api, perjudian dan
penggelapan, yang biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda | 87


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Vol.3, No.3, 2018
Tersedia online: http://journal.konselor.or.id/index.php/counsedu Alizamar Alizamar, Gusni Dian Suri, dkk…

seperti pengabaian orang tua dalam mendidik, perselisihan atau konflik orang tua, perceraian orang tua, kehidupan ekonomi
keluarga yang berantakan, kehidupan pengangguran, kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan waktu luang, hubungan negatif,
dan sebagainya. Kasus-kasus tersebut menjadi penyebab seorang remaja masuk lembaga pemasyarakatan karena perilaku yang
melanggar hukum dan dikenakan sanksi berupa hukuman.

Keterampilan Belajar Tahanan Muda

Keterampilan belajar narapidana muda di LPKA Tanjung Pati dapat dikatakan masih rendah, narapidana belum
memanfaatkan perpustakaan yang telah disediakan dengan baik di LPKA Tanjung Pati. Narapidana jarang datang ke perpustakaan
karena tidak memiliki kemampuan belajar yang baik. Narapidana muda di LPKA Tanjung Pati menjelaskan bahwa keinginan untuk
belajar ada dalam wawancara. Namun kurang terampil dalam memanfaatkan perpustakaan, sedangkan di perpustakaan narapidana
bingung bagaimana cara membaca, menulis atau berkonsentrasi dengan baik.

metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (Arikunto, 2010; Yusuf, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
keterampilan belajar para narapidana muda di LP remaja Tanjung Pati Lima Puluh Koto. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode deskriptif-kuantitatif. Sampel penelitian ini terdiri dari 32 narapidana muda. Analisis data instrumen
pembelajaran keterampilan belajar dengan aspek belajar, belajar, keterampilan membaca, keterampilan merekam, keterampilan
mendengarkan, keterampilan menghafal/mengingat, keterampilan berbicara, keterampilan berpikir kritis, keterampilan mengatur
waktu, keterampilan konsentrasi narapidana muda dan analisis yang digunakan adalah presentasi.

Hasil dan Diskusi


Berdasarkan hasil pengolahan data, hasil penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Deskripsi Hasil Pembelajaran Keterampilan Narapidana Muda

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, hasil penelitian disajikan dan dianalisis dengan tujuan untuk melihat
gambaran keterampilan belajar narapidana muda. Hasil penelitian terhadap 23 narapidana di LPKA Tanjung Pati diketahui bahwa;
narapidana muda secara keseluruhan memiliki keterampilan belajar dalam kategori sebanyak 17 orang dengan persentase 40,48%.
Narapidana yang memiliki keterampilan belajar dalam kategori tinggi sebanyak 5 orang dengan persentase 11,90%. Narapidana
yang memiliki keterampilan belajar dalam kategori rendah sebanyak 1 orang dengan persentase 2,38%. Narapidana ini membutuhkan
bimbingan dari konselor untuk meningkatkan keterampilan belajarnya, Konselor dapat meningkatkan keterampilan belajar dengan
memberikan berbagai layanan. karena keterampilan belajar sangat dibutuhkan oleh narapidana muda.

Deskripsi Hasil Pembelajaran Keterampilan Narapidana Muda Sub Variabel

Hasil pengolahan kuesioner kepada 23 narapidana muda sebagai berikut.

Ideal _ %
Tidak Aspek Keterampilan Belajar Skor _ Kategori
Skor Berarti

1 Keinginan untuk belajar (10) 1150 883 76,78 tinggi


2 Keterampilan membaca (9) 1035 632 61,06 Cukup
3 Keterampilan merekam (7) 805 419 52,05 Cukup
4 Keterampilan mendengarkan (7) 805 517 64,22 Cukup
5 Keterampilan menghafal/mengingat (3) 345 186 53,91 Cukup
6 Keterampilan berbicara (2) 230 146 63,48 Cukup
7 Keterampilan berpikir kritis (3) 345 227 65,80 Cukup
8 Keterampilan mengelola waktu (8) 920 601 65,33 Cukup
9 Keterampilan konsentrasi (4) 460 230 50.00 Rendah

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda | 88


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Jurnal Internasional Konseling dan Pendidikan Vol.3, No.3, 2018

Tabel tersebut menggambarkan keterampilan belajar narapidana LPKA Tanjung Pati berada pada kategori cukup.
Aspek keterampilan belajar siswa memperoleh skor 883 dengan persentase 76,78, aspek keterampilan membaca siswa
memperoleh skor 632 dengan persentase 61,06. Hasil penelitian Zakopoulou di London menemukan bahwa kesulitan belajar
dianggap sebagai faktor paling menentukan dalam perkembangan narapidana (Zakopoulou et al., 2013). Simonoff, Elander,
Pickles, Murray & Rutter (2004) mengemukakan bahwa masalah membaca adalah prediktor yang lemah dalam kaitannya
dengan kejahatan, tetapi prediktor membaca atau masalah kognitif dalam jangka panjang akan mempengaruhi perilaku antisosial
karena terkait dengan masalah kognitif. meningkatkan keterampilan membaca untuk mengembangkan kognitif narapidana muda.
Aspek keterampilan merekam berada pada skor 419 dengan persentase 60,72, aspek keterampilan mendengarkan berada pada
skor 517 dengan persentase 64,22, aspek keterampilan menghafal/mengingat berada pada skor 186 dengan persentase 53,91,
aspek keterampilan berbicara pada skor 146 dengan persentase 63,48, aspek keterampilan berpikir kritis pada skor 227 dengan
persentase 65,80, aspek keterampilan mengelola waktu pada skor 601 dengan persentase 65,33, aspek keterampilan konsentrasi
pada skor 230 dengan persentase 50,00..

Permasalahan narapidana muda secara keseluruhan berada pada kategori cukup, hal ini menjelaskan bahwa narapidana
belum memiliki kemampuan belajar yang baik. Keterampilan membaca termasuk dalam kategori cukup. Membaca dalam konteks
pembelajaran merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi dari sesuatu yang tertulis. Membaca merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan dan meningkatkan efektifitas narapidana (Hastarita, 2013). Selanjutnya aspek keterampilan mencatat/
mencatat berada pada kategori cukup, artinya mereka belum menjadikan belajar sebagai hal terpenting dalam hidup.

Selanjutnya aspek keterampilan menyimak narapidana muda berada pada kategori cukup. Aspek keterampilan menghafal
berada pada kategori cukup, aspek keterampilan berbicara berada pada kategori cukup. Aspek keterampilan berpikir kritis
berada pada kategori cukup. Aspek keterampilan berada pada kategori cukup. Artinya narapidana kurang memanfaatkan waktu
di LPKA untuk masuk ke perpustakaan. Sumber belajar sebagai keterampilan berpikir seperti keterampilan memecahkan
masalah dan sumber belajar seperti perpustakaan, belajar dengan menggunakan sumber daya memberikan kesempatan kepada
siswa dalam hal ini yaitu narapidana muda untuk meningkatkan motivasi belajar, pengembangan diri dalam hal pembelajaran
yang memungkinkan mereka untuk terus belajar sepanjang hidup (Sudjana, 2007).

Di negara-negara Nordik (Denmark, Swedia, Finlandia dan Norwegia), Amerika Utara, Australia, Inggris dan Irlandia,
sistem penjara umumnya mengakui kebutuhan untuk memberikan tahanan pendidikan dasar, seperti: membaca (mengetahui
huruf) dan berhitung. Di negara-negara Nordik, fokusnya adalah memastikan bahwa narapidana memiliki hak yang sama atas
pendidikan seperti halnya orang-orang di luar penjara, dan narapidana memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam semua
bentuk pendidikan, termasuk pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi.
Di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Inggris, dan Irlandia, fokusnya adalah pada narapidana yang memperoleh keterampilan
membaca dan berhitung dasar untuk memungkinkan mereka berpartisipasi dalam pelatihan yang akan memberi mereka prospek
terbaik untuk bekerja ketika mereka pergi (Dawe, Wynes , & Misko, 2010).

Namun aspek kemampuan konsentrasi narapidana muda berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
keterampilan belajar narapidana terindikasi rendah. Keterampilan belajar sangat penting dan memiliki peran besar dalam
meningkatkan kekayaan intelektual seseorang. Sukmadinata (2013) menyatakan bahwa keberhasilan belajar seseorang
dipengaruhi oleh keterampilannya, seperti keterbacaan, diskusi, pemecahan masalah, mengerjakan tugas.

Di negara berkembang, model program kognitif-perilaku ini sangat mempengaruhi sistem pemasyarakatan di Amerika
Utara, Inggris dan Australia. Pengalaman di negara-negara Amerika Utara, Inggris dan Australia menunjukkan bahwa intervensi
Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (VET) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan setiap narapidana, dengan menciptakan
kegiatan yang memungkinkan narapidana untuk terlibat dalam pembelajaran. Dengan cara ini, dapat membantu mendukung
pengembangan pribadi narapidana dan membekali mereka untuk melanjutkan pendidikan dan pekerjaan lebih lanjut ketika
mereka meninggalkan penjara (Dawe, Wynes, & Misko, 2010). Di Queensland, lembaga pemasyarakatan menjelaskan
keberhasilan penggunaan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (VET) dalam mengurangi narapidana yang masuk kembali ke
fasilitas penjara (Callan & Gardner, 2005). pembelajaran sangat dibutuhkan oleh narapidana muda untuk bekal selama di lapas
dan melanjutkan pendidikan, ada beberapa hal yang dapat diberikan kepada narapidana remaja untuk meningkatkan keterampilan
belajar, dengan memberikan layanan pembelajaran dan pelatihan.

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda | 89


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Vol.3, No.3, 2018
Tersedia online: http://journal.konselor.or.id/index.php/counsedu Alizamar Alizamar, Gusni Dian Suri, dkk…

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, sebagian besar keterampilan belajar narapidana muda berada pada tingkat sedang.
Hal ini kemudian menunjukkan pentingnya keterampilan pembelajaran bagi narapidana muda yang dapat dijadikan bekal bagi
narapidana muda setelah menyelesaikan masa tahanan atau meninggalkan lembaga pemasyarakatan agar dapat melanjutkan
pendidikan formal dengan baik. Untuk itu adanya pembelajaran keterampilan di LPKA yang nantinya diharapkan dapat
mempengaruhi keinginan narapidana muda untuk tetap belajar dan belajar meskipun berada di dalam Lapas. Keterampilan
belajar yang dimiliki narapidana muda juga dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik dan belajar secara efektif.
Keterampilan belajar adalah kemampuan individu untuk melakukan dan memecahkan masalah dalam suatu proses atau kegiatan.
Selanjutnya saran untuk meningkatkan keterampilan belajar bagi narapidana remaja dengan mengembangkan model Pendidikan
dan Pelatihan Vokasi (VET) di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan narapidana, dengan membuat kegiatan yang memungkinkan
narapidana untuk terlibat dalam pembelajaran, sehingga setelah narapidana remaja bebas dari lembaga pemasyarakatan. institusi
dapat melanjutkan pendidikannya dan diterima di dunia kerja.

Referensi
Adiningtyas, S. W. (2016). Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa Melalui Layanan Penguasaan Konten. Jurnal Dimensi, 5(3).

Afrida, Y. 2013. “Pengaruh Keterampilan Belajar terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Koperasi FKIP
Universitas Riau" (online). (http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2151/JURNAL%20FITRI%20

AFRIDA%20YANTI.pdf?sequence=1) diakses 30 Agustus 2017.


Akbar, Wijaya, & Alkonia. (2014). “Kontribusi Pendidikan Alternatif untuk meningkatkan Soft Skills
Narapidana Anak di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Kabupaten Jember”. Artikel Ilmiah. Vol I (1):1-4.

Alizamar, A., Fikri, M., & Afdal, A. (2017). Social Anxiety of Youth Prisoners and Guidance and Counseling Services for Prevention.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling: Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling, 30-36.

Arikunto, S. (2010). Research Procedure A Practical Approach. Jakarta: PT Rineka Reserved.


Arnett, JJ (2006). Masa Remaja G. Stanley Hall: Kecemerlangan dan omong kosong. Sejarah psikologi, 9(3), 186.
Astuti, M. (2011). Anak berhadapan dengan hukum ditinjau dari pola asuhnya dalam keluarga. Sosio
Laporan, 16(1).
Batubara, J. R. (2016). Adolescent development (perkembangan remaja). Sari Pediatri, 12 (1), 21-9.
Buzan, T. (2007). Buku pintar mind map untuk anak: agar anak jadi pintar di sekolah. Gramedia Pustaka
Utama.
Callan, V. dan Gardner, J. (2005). Penyediaan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan dan Residivisme di Lembaga Pemasyarakatan
Queensland, Pusat Penelitian Pendidikan Kejuruan Nasional (Juga tercakup dalam Dawe, 2007), Adelaide

Chrisnajanti, W. (2002). Pengaruh Program Remedial terhadap Ketuntasan Belajar Siswa. Jurnal
Pendidikan Penabur, 1(1), 81-86.
Darmayanti, T., Rachmatini, M., Karim, F., & Nurhayati, R. (2015). Studi jangka panjang tentang efektivitas intervensi psikologis
dalam meningkatkan kemampuan belajar mandiri dan prestasi belajar mahasiswa pendidikan jarak jauh. Jurnal Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh, 12(1), 1-18.
Dawe, S., Wynes, SH, & Misko, J. (2010). Pendidikan dan pelatihan narapidana. Dalam Ensiklopedia Pendidikan Internasional
(hlm. 300–305). Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-044894-7.00766-1.
Fahri, I. (2010). Memahami Urgensi Keterampilan Belajar dalam pendidikan [online] Vol 4 (12), 110 halaman..
dari
Diakses http://www.scribd.com/doc/35820391/Memahami-Urgensi Keterampilan-Belajar-Dalam-
Pendidikan pada tanggal 21 Agustus 2017.
Fitriani, I. L. (2017). Islam dan Keadilan Restroratif pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum. In right: Jurnal Agama dan Hak
Azazi Manusia, 2(1).
Gall, MD (1990). Alat untuk Belajar: Panduan untuk Mengajar Keterampilan Belajar. Asosiasi Pengawasan dan Pengembangan
Kurikulum, Alexandria, VA. (http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED320126.pdf).
Hakim, T. (2005). Belajar secara efektif. Niaga Swadaya.
Hastarita, R. D. (2012). Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Keterampilan Belajar.
Bandung: UPI.
Jahja, Y. 2013. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Media Grup.

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda | 90


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Jurnal Internasional Konseling dan Pendidikan Vol.3, No.3, 2018

Juneja, C. (2016). “Keterampilan Belajar Peserta Didik yang Kesulitan Belajar”. Jurnal Internasional Ilmu Sosial
dan Penelitian Humaniora. Vol.4, Edisi 3, hal: (490-494).
Kartono, M. (2005). Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja yang Berasal dari Keluarga Bercerai
dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi Vol, 3(1), 1.
Khairina. 2014. “Pelaksanaan Pola Pembinaan Narapidana Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan”. Laporan penelitian tidak dipublikasikan. Batusangkar: STAIN Batusangkar.

Kiswoyowati, A. (2011). Pengaruh motivasi belajar dan kegiatan belajar siswa terhadap kecakapan hidup siswa.
Portal Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, 2(1), 12-16.
Kurniawan, T. (2009). Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dan Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Seks
Pranikah Pada Remaja (Doctoral dissertation), Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Laksmiwati, A., & Ayu, I. (2011). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja. Jurnal Studi Jender
SRIKANDI, 3(1).
Linamarliyah, F., & Dewi, R. (2004). Persepsi terhadap dukungan orangtua dan pembuatan keputusan
karir remaja. Jounal Provitae, 200459.
Maslihah, S. (2011). Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dan
prestasi akademik siswa smpit assyfa boarding school subang jawa barat. Jurnal Psikologi Undip, 10(2),
103-114.
Miasari, A. (2013). Hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri
2 Depok Yogyakarta. EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 1(1)
Muhson, A. (2009). Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem
Based Learning. Jurnal Kependidikan, 39(2).
Nasimah, S. (2009). Hubungan self esteem dengan orientasi masa depan pada remaja
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Payne, MA (2012). "semua gas dan tidak ada rem!": Metafora yang membantu atau stereotip berbahaya?. Jurnal dari
Penelitian Remaja, 27 (1), 3-17.
Pratama, R., Syahniar, S., & Karneli, Y. (2016). Perilaku Agresif Siswa dari Keluarga Broken Home.
Konselor, 5(4), 238-246.
Prayitno, Alizamar, Taufik, Syahril dan Elida Prayitno. (1997). Seri Latihan Keterampilan Belajar. Program Studi dan
Beban Studi. Satgasus 3SCPD. Tim Pengembangan 3SCPD Proyek PGSM Dikti Depdikbud.

Qomariyah, A. N. (2009). Perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan. Universitas Airlangga
Surabaya.
Rahayu, E., Susanto, H., & Yulianti, D. (2011). Pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses untuk
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(2).

Santrock, J. W. 2002. Life-span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid II. Penerjemah
Chusairi dan Damanik. Jakarta.
Sardiman, A. M. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Bandung. Rajawali Pers.
Sarwono, S.W. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siagian, R. E. F. (2015). Pengaruh Minat Dan Kebiasaan Belajar Siswa Terrhadap Prestasi Belajar
Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(2).
Simonoff.E., Elander, J,. Acar, A,. Murray, R,. & Rutter, M. (2004). Prediktor Kepribadian Antisosial. Kontinuitas dari
Masa Kecil hingga Kehidupan Dewasa. Jurnal Psikiatri Inggris, 184, 118-127.
Sinaga, S. M., & Lubis, E. Z. (2010). Perlindungan Hukum terhadap Anak Yang Melakukan Kejahatan
dalam Persidangan Anak. Jurnal Mercatoria, 3(1), 52-57.
Sirait, Y. H., & Sewu, P. L. S. (2015). Pendidikan Kemandirian dan Keterampilan bagi Anak Binaan di Lembaaga
Khusus Pembinaan Anak Sukamiskin. Prosiding SNaPP: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, 5(1), 301-308.

Sistem Database Pemasyarakatan. (2017). http://smslap.ditjenpas.go.id. (online). Diakses tanggal 15


Agustus 2017.
Shofia, F. (2009). Optimisme masa depan narapidana (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).

Tingkat keterampilan belajar pada tahanan muda | 91


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730
Machine Translated by Google

COUNS- EDU
Vol.3, No.3, 2018
Tersedia online: http://journal.konselor.or.id/index.php/counsedu Alizamar Alizamar, Gusni Dian Suri, dkk…

Sudarti, E. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Ajudikasi. Jurnal Ilmu Hukum
Jambi, 2(2).
Sudjana, N., & Rivai, A. 2007. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sulistyowati, A. N. L. (2015). Layanan BimBingan KeLompoK UntUK meningkatka KeterampiLan
BeLajar SiSwa. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 10(2).
Syamsiah, N. (2010). Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi
Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Tahar, Irzan. "Hubungan kemandirian belajar dan hasil belajar pada pendidikan jarak jauh." Jurnal
Pendidikan dan Jarak Jauh 7.2 (2006): 91-101.
UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemenjaraan.
Yusuf, A. M. 2005. Metodologi Penelitian (Dasar-Dasar Penyelidikan. Ilmiah). Padang: UNP Press.
Warouw, Z. W. (2010). Pembelajaran Cooperative Script Metakognitif (CSM) yang Memberdayakan Keterampilan
Metakognitif dan Hasil Belajar Siswa. In Prosiding Seminar Biologi (Vol. 7, No. 1).
Widari, T. M. (2012). Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga
Pemasyarakatan Anak. DIH: Jurnal Ilmu Hukum, 8 (15).
Zakopoulou, V., Pashou, T., Tzavelas, P., Christodoulides, P., Anna, M., & Iliana, K. (2013). Kesulitan belajar: Sebuah
studi retrospektif tentang komorbiditas dan kontinuitas mereka sebagai indikator perilaku kriminal dewasa di
tahanan berusia 18-70 tahun. Penelitian Disabilitas Perkembangan, 34(11), 3660–3671. https://doi.org/10.1016/
j.ridd.2013.08.033

Belajar tingkat keterampilan pada tahanan muda| 92


Ikatan Konselor Indonesia (IKI) | DOI: https://doi.org/10.23916/0020180317730

Anda mungkin juga menyukai