Anda di halaman 1dari 5

HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS BINA BANGSA


(HIMIP)
Jl. Raya Serang-Jakarta, Km. 03 No. 1 B (Pakupatan)

Nomor : 01/HMJ/I/2022
Perihal : Undangan Diskusi
Lampiran : ToR

Hidup Mahasiswa!!!
Hidup Rakyat!!!
Menanggapi situasi dan gejolak ekonomi politik yang berkembang di tengah-tengah rakyat, kami
Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMIP) mengundang rekan dan kawan sekalian dalam agenda
“Diskusi Publik” yang akan dilaksanakan pada :

Hari/Tgl : Kamis/19 Mei 2022


Pukul : 14.00
Tempat : Universitas Bina Bangsa ( gedung B lantai 2 )
Tema : “Rezim Jokowi-Amin Gagal Sejahterakan Rakyat”

Pemateri :
Anang Nasrullah (Sekolah Mahasiswa Progresif)

Moderator :
Eji Maulana ( Departemen Media Informasi HIMIP )

Demikian Undangan ini kami sampaikan, atas kehadiran dan kerjasamanya kami ucapkan terimaksih.

Hormat Kami

Ketua Pelaksana Ketua Umum

Eji Maulana Garnis Ramintha Hasibuan


HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
(HIMIP)
Jl. Raya Serang-Jakarta, Km. 03 No. 1 B (Pakupatan)

MAY DAY DAN HARDIKNAS 2022


“REZIM JOKOWI-AMIN GAGAL SEJAHTERAKAN RAKYAT”

Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMIP) dengan ini menyampaikan salam hormat setinggi-
tingginya kepada kelas pekerja di Seluruh Dunia. Dua tahun terakhir menjadi masa-masa dimana kelas
pekerja banyak diterpa kesulitan, namun bukan menjadi penghalang bagi kelas pekerja terus memproduksi
semua komoditas-komoditas penting untuk kelangsungan hidup umat manusia. Tuas-tuas kehidupan yang
terus bergerak, kemajuan peradaban yang tiada tara, serta ilmu pengetahuan yang berkembang begitu
pesatnya merupakan maha karya berjuta-juta rakyat pekerja di seluruh dunia. Hidup Kelas Pekerja Seluruh
Dunia!

Ketidakpastian Global; Perang Antar Imperialis, Nestapa Bagi Rakyat Pekerja Se-Dunia

Paska Pandemi Covid-19, dunia diambang ketidakpastiaan perekonomian global. Harga-harga terus
berfluktuasi, negara-negara di dunia banyak mencabut subsidi dan jaminan sosial untuk rakyatnya, upah
dipotong, buruh-buruh di pusat-pusat industri di-rumahkan atas nama efisiensi. Dalam kondisi krisis
ekonomi yang terus berkepanjangan itu, persaingan antar negara-negara Imperialis-pun semakin ketat,
perang menjadi arena tarung bagi mereka untuk memperebutkan pasar-pasar baru. Derita-pun semakin
bertambah bagi rakyat pekerja di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Ketidakpastiaan ekonomi global
akibat perang dan harga minyak yang terus berfluktuasi menjadi batu sandungan bagi pemulihan ekonomi
nasional paska pandemic Covid-19. Menurut perhitungan INDEF, dampak perang Rusia Vs Ukraina
menjadikan harga minyak mengalami kenaikan sebesar 1.14%. Kenaikan itu sudah terjadi bahkan sebelum
perang dan kini diperparah dengan adanya perang. Untuk mengatasi gejolak kenaikan harga-harga tersebut
Pemerintah Rezim Jokowi-Amin justru menaikan harga BBM non-subsidi Pertamax, mulai April 2022,
disesuaikan harganya menjadi Rp. 12.500/liter dari harga semula Rp. 9000/liter.

Lindungi Kepentingan Oligarki; Rezim Jokowi-Amin Gagal Sejahterakan Rakyat!

Kebijakan Pemerintah Rezim Jokowi Amin menaikan bahan bakar non-subsidi tersebut ber-efek domino
terhadap harga-harga bahan pokok di pasaran. Tidak cukup sampai disitu, nestapa bagi rakyat terus
berlanjut. Paska mengeluarkan kebijakan kenaikan bahan bakar non subsidi, Pemerintah juga berupaya
untuk menanggulangi inflasi dengan menaikkan harga pertalite-solar, LPG 3 Kg, listrik serta menaikan
beban PPN sebesar 12%. Kebijakan pengetatan subsidi kebutuhan pokok tersebut dilakukan disaat
mayoritas rakyat mengalami penurunan pendapatan akibat kelesuan ekonomi berkepanjangan paska
pandemi Covid-19. Di tengah kondisi krisis multidimensi tersebut, alih-alih melahirkan kebijakan yang
memproteksi pemenuhan hajat hidup rakyat banyak, Pemerintah rezim Jokowi-Amin justru secara ambisius
melanjutkan mimpi proyek besar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur yang
membutuhkan anggaran sebesar Rp. 466 Triliun. Tak ayal kondisi ini mendapat respon dari gerakan rakyat
dengan melakukan demonstrasi besar-besaran di berbagai kota.
HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
(HIMIP)
Jl. Raya Serang-Jakarta, Km. 03 No. 1 B (Pakupatan)

Disisi lain, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dan massal semakin menggerogoti nasib para
pekerja. Seperti yang dirilis oleh Kumparan.com, dari Januari hingga Agustus 2021, jumlah pekerja yang
terkena PHK tercatat 538.305 orang; bahkan Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan

Kemenaker telah memproyeksikan hingga akhir tahun 2021, jumlah pekerja yang di PHK bisa mencapai
894.579 orang. Sekalipun belum ada data ter-update jumlah PHK pekerja pada tahun 2022, namun
kerentanan tersebut akan selalu mengancam klas pekerja. Apalagi paska di-sahkannya UU Omnibuslaw
Cipta Kerja tentu praktik-praktik tersebut akan terus terjadi secara massif. Pasalnya, UU Omnibuslaw Cipta
Kerja yang digadang-gadang dapat mengundang investasi sebesar-besarnya untuk kemudian menciptakan
lapangan kerja seluas-luasnya, telah terbukti gagal. Justru, aturan tersebut malah melanggengkan skema
fleksibelitas kerja dan pelemahan perlindungan terhadap pekerja sehingga menjadi tameng bagi pengusaha
untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Alih-alih membuka lapangan kerja, UU Cipta
Kerja justru menjadi pintu masuk bagi investor dan korporasi untuk merampas tanah rakyat secara besar-
besaran melalui kemudahan pengadaan tanah. Tahun 2021, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
mencatat terjadi kenaikan letusan konflik agraria secara signifikan di sektor pembangunan infrastruktur dan
pertambangan. Dua sektor yang menjadi bagian dari prioritas pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi
Covid-19. Situasi di atas semakin menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak lebih dari sekedar re-formulasi
kebijakan untuk memuluskan upaya-upaya pencaplokan tanah oleh badan-badan usaha skala besar tersebut.
Meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa UU tersebut cacat konstitusional dan
merekomendasikan untuk di-revisi, watak culas Pemerintah Rezim Jokowi-Amin justru malah berencana
merevisi aturan UU tentang Pedoman Penyusunan Perundang-undanagan serta me-revisi UU 21/2000
tentang Serikat Pekerja demi meloloskan ‘jalan busuk’ UU omnibuslaw Cipta Kerja.

Anak Muda Diambang Ketidakpastian Masa Depan

Hampir dua tahun berselang paska disahkannya Omnibuslaw Cipta Kerja, investasi dan kemudahan bisnis
yang dibayangkan akan mampu menyerap banyak tenaga kerja, nyatanya tidak membawa dampak pengaruh
yang cukup signifikan. Berdasarkan data World Employment and Social Outlook (WSEO) edisi 2022, angka
pengangguran di Indonesia pada tahun ini diperkirakan menyentuh di angka 6,1 juta orang, atau 1,2 juta
orang lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelum disahkannya Omnibuslaw Cipta Kerja. Dari sisi
usia, anak muda berumur 19-24 tahun dan 25-29 tahun masih menjadi angkatan penyumbang Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar per-periode 2021, masing-masing 17,66% dan 9,27%. Berdasarkan
tingkat pendidikan, lulusan SMA, SMK dan perguruan tinggi masih menjadi penyumbang Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi. Masing-masing sebesar 8,55%, 11,45% dan 6,97% pada tahun
2021.

Omnibuslaw Cipta Kerja terbukti tidak mampu merubah kondisi krisis yang dialami oleh kaum muda, yaitu
ketidakpastian kerja dan kerentanan masa depan. ‘Atas Nama Anak Muda’, ‘Demi Generasi Unggul Di
Masa Mendatang’ yang selalu menjadi alasan suatu kebijakan ekonomi politik yang dilahirkan oleh rezim
Jokowi-Amin, hanya-lah merupakan bualan mimpi di siang bolong. Jika kenyataannya justru, kebijakan
HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
(HIMIP)
Jl. Raya Serang-Jakarta, Km. 03 No. 1 B (Pakupatan)

ekonomi politik yang dilahirkan oleh Rezim Jokowi-Amin justru semakin mendorong anak-anak muda
Indonesia terjerumus dalam jurang ketidakpastiaan masa depan.

Omong Kosong Merdeka Belajar; Yang Tidak Benar-Benar Merdeka

Bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional 2022, Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
(HIMIP) juga menyoroti berbagai macam persoalan dan isu di sektor pendidikan Indonesia. Sebabnya,
bukan hanya kemudahan bisnis dan investasi yang di-’obral’ oleh Omnibuslaw Cipta Kerja, tapi semua
‘input dan output’ dunia pendidikannya pula disiapkan untuk melayani kepentingan bisnis dan investasi.
Paska diberlakukannya skema merdeka belajar, banyak anak-anak muda pelajar dan mahasiswa terjerumus
dalam program pemagangan. Alih-alih mampu menyiapkan tenaga kerja yang terampil di masa mendatang,
program tersebut justru menjerumuskan anak-anak muda pelajar dan mahasiswa dalam skema eksploitasi
tenaga kerja murah, tanpa perlindungan jaminan sosial, tanpa upah, tanpa kenyamanan dan keselamatan
kerja.

Selain itu, program skema belajar merdeka justru ‘di-implementasikan’ di berbagai instansi pendidikan
menengah hingga perguruan tinggi dengan Surat Edaran dari dinas terkait dan pemangku kebijakan
pendidikan yang berisi pelarangan pelajar dan mahasiswanya untuk menyampaikan aspirasi dan terlibat
dalam demonstrasi-demonstrasi. Di Banten, pelarangan tersebut termaktub dalam Surat Edaran (SE) yang
dikeluarkan oleh rektorat UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten. Di Jawa Barat, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menyebarkan surat himbauan dan larangan siswa/i terlibat dalam
demonstrasi dengan ancaman diberi sanksi. Di Jakarta, pelajar yang ketahuan terlibat dalam demonstrasi
diancam dicabut dari daftar penerima subsidi Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Memang tak seharum namanya, program skema belajar merdeka juga tidak dibarengi dengan kemerdekaan
bagi pelajarnya dalam menyampaikan pendapat, kemerdekaan pelajarnya dari bahaya kekerasan seksual
dilingkungan dunia pendidikan, serta tidak dibarengi dengan kemerdekaan atas akses pendidikan yang
gratis, adil, dan setara. Data yang dilansir oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbud
menyebutkan bahwa sepanjang dua tahun terakhir, lebih dari setengah juta anak-anak muda putus kuliah.

Hari ini, diam-diam Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencanangkan revisi UU
Sistem Pendidikan Nasional tanpa partisipasi publik yang luas. Dalam draft yang banyak beredar, revisi
UU SISDIKNAS kembali mengadopsi di dalamnya semangat untuk melepas tanggung jawab negara
dalam menghadirkan pendidikan yang layak, untuk kemudian diserahkan dan dibebankan sepenuhnya
kepada masyarakat atau peserta didik. Liberalisasi dan komersialisasi pendidikan masih menjadi
semangat utama dalam agenda revisi UU SISDIKNAS secara diam-diam.

Waktu Pelaksanaan :
Hari/Tgl : Kamis/19 Mei 2022
Waktu : 14.00
Tempat : Universitas Bina Bangsa ( gedung B lantai 2 )
HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
(HIMIP)
Jl. Raya Serang-Jakarta, Km. 03 No. 1 B (Pakupatan)

Pokok Pembahasan :
1. Pembacaan Situasi Kondisi Objektif
2. Rekomendasi Agenda Bersama Menjelang MayDay Hardiknas
Tujuan :
1. Membedah bersama secara objektif problematika rakyat Indonesia
2. Menemukan kesimpulan untuk memajukan perspektif perjuangan rakyat dan Gerakan Kaum
Muda, Pelajar dan Mahasiswa
3. Menguatkan dan mempermudah persatuan dalam menyambut momentum Perjuangan Hari Buruh
Internasional, Hari Pendidikan Nasional dan 24 Tahun Reformasi yang akan diselenggarakan
secara nasional oleh gerakan rakyat multisektoral pada 21 Mei 2022

Penutup :

Demikian kerangka acuan diskusi publik ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kehadirannya kami
ucapkan terimakasih.

Hormat Kami
Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Narahubung :
Eji Maulana (085779565709)

Anda mungkin juga menyukai