Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338630506

MANAJEMEN SUPERVISI DALAM PEMBERDAYAAN GURU Baso Intang


Sappaile 1) dan Rusmawati 2)

Preprint · January 2020

CITATIONS READS

0 518

1 author:

Baso Intang Sappaile


Universitas Negeri Makassar
94 PUBLICATIONS   64 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Hasil Belajar dari Perspektif Dukungan Orangtua dan Minat Belajar Siswa View project

GeoGebra Application Utilization in Computer-Based Interactive Instructional Media Development Oriented of Creative Problem Solving Model View project

All content following this page was uploaded by Baso Intang Sappaile on 16 January 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

MANAJEMEN SUPERVISI DALAM


PEMBERDAYAAN GURU
1 2)
Baso Intang Sappaile ) dan Rusmawati
Abstrak
Guru merupakan jabatan profesional yang memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial, serta memiliki kualifikasi akademik
minimal. Disamping itu, guru memegang peranan dan fungsi, yaitu: sebagai
instruktur, manajer dan pimpinan kelas, tauladan, penyuluh, motivator, dan
fasilitator. Manajemen supervisi merupakan suatu proses tatap muka antara
supervisor dengan guru yang membicarakan hall mengajar dan aspek yang
berhubungan dengan mengajar, mulai dari merencanakan, mengorganisa-
sikan, memimpin, melaksanakan tujuan organisasi dengan menggunakan
seluruh sumber yang ada. Pemberdayaan guru merupakan upaya untuk
membangun daya dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki guru serta berupaya untuk mengembangkan kompetensi
pedagogik, kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial.

Kata kunci: Manajemen, Supervisi, Pemberdayaan Guru.

A. PENDAHULUAN
Salah satu peluang yang masih sangat terbuka dan luas dalam meningkatkan
pendidikan adalah pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan
profesional untuk bersaing di era pasar bebas. Kualitas SDM Indonesia yang diukur
dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi Pendapatan Daerah
Bruto (PDB) perkapita real, angka harapan hidup, angka melek hidup, dan angka
partisipasi pendidikan.
Keberhasilan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusianya, baik pengambil keputusan, pemerhati,
maupun para praktisi pendidikan, serta para pelaku fungsi kontrol atau pengawas.
Unsur manusia menjadi ujung tombak dan pelaku utama pendidikan dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Dengan SDM sebagai aset nasional yang harus ditingkatkan kualitasnya
secara berkesinambungan. Hal ini merupakan kunci utama dalam menghadapi
tantangan global. Namun demikian, berdasarkan Human Development Report 2004,
IPM Indonesia menempati urutan ke-111 dari 177 negara.
Membangun pendidikan yang berkualitas tidak cukup hanya melengkapi
sarana fisik seperti membangun gedung dan peralatan laboratorium, tetapi
seyogianya disertai dengan penyediaan guru yang berkualitas.
Guru sebagai unsur pelaksana dalam proses pendidikan sangat menentukan
keberhasilan proses belajar-mengajar di sekolah dan guru memegang peranan dan
fungsi, sebagai: (1) instruktur, (2) manajer dan pimpinan kelas, (3) tauladan, (4)
penyuluh, (5) motivator, dan (6) fasilitator. Disamping itu, guru dituntut mampu
mengimplementasikan berbagai kecakapan dan keterampilan mendidik dan

Guru Besar dalam bidang Kalkulus, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar.
1

Guru SMK Negeri 3 Makassar.


2

Baso Intang Sappaile_Pemberdayaan Guru ...


2
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

mengajar, antara lain: kemampuan menguasai dan menyajikan materi pelajaran,


kemampuan memilih dan meggunakan berbagai metode mengajar dan alat bantu
mengajar, sumber-sumber belajar, kemampuan membuka dan menutup pelajaran,
kemampuan bertanya, kemampuan memberikan penguatan, kemampuan membim-
bing, kemampuan mengelola kelas, kemampuan menilai proses dan hasil belajar
peserta didik, serta mampu membangkitkan semangat belajar para peserta didik.
Untuk mencapai kecakapan dan keterampilan yang optimal, diperlukan
supervisi pembelajaran, namun supervisi yang dijalankan oleh supervisor baik kepala
sekolah maupun pengawas pada umumnya lebih bersifat administratif. Hal ini
mengakibatkan guru menjadi takut untuk disupevisi oleh para pengawas. Oleh karena
itu, untuk perbaikan proses pembelajaran peserta didik perlu perhatian yang
sungguh-sungguh utamanya pengawas sebagaii petugas fungsional yang dlserahi
tugas untuk menjalankan tugas supervisi. Berdasarkan uraian di atas, maka
masalahnya adalah bagaimana supervisi pembelajaran dalam pemberdayaan guru.

B. PEMBAHASAN
1. Manajemen Supervisi
Pengertian manajemen sudah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan
definisi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya sama. Manajemen adalah
kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan bersama
dengan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.
Pencapaian tujuan organisasi akan tergantung pada manusia sebagai
pengelolanya, baik pada tingkat pimpinan maupun pada tingkat staf. Kemampuan
pimpinan akan mewujudkan suatu sistem dan iklim organisasi yang membawa
organisasi menjadi dinamis dalam menghadapi tuntutan dan perkembangan zaman.
Hamalik (2000: 10) berpendapat bahwa manajemen adalah keseluruhan
proses kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih secara formal untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, dikatakan bahwa
kegiatan-kegiatan manajemen dilaksanakan dalam beberapa fungsi, yaitu:
perencanaan, penggerakan, pengorganisasian, koordinasi, supervisi, pemantauan,
ketenagaan, penilaian, serta kepemimpinan yang diperlukan untuk melaksanakan
fungsi tersebut.
Secara etimologi manajemen bermakna “penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran”. Rumusan tersebut mengandung makna bahwa
manajemen merupakan kegiatan bagaimana kita menggunakan seluruh sumber yang
ada baik berupa manusia benda maupun nonbenda, agar yang menjadi tujuan
organisasi dapat tercapai. Selanjutnya, Terry dan Leslie (2001: 10) mengemukakan
bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan organisasi.
Dengan lain kata, manajemen adalah suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaanya
adalah managing atau pengelolaan, dan pelaksananya disebut manajer atau
pengelola.
Definisi di atas juga menunjukan bahwa manajemen merupakan suatu proses
untuk menggerakkan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi kunci sukses dalam
pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, manajemen juga dapat diartikan sebagai
proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi
dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
3
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

Manajemen pada dasanya adalah mencapai tujuan organisasi secara efektif


efisien. Efektif dalam pengelolaan kegiatan manajemen (perencanaan, pengorgani-
sasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian). Efisien atau hemat dalam
penggunanan sumberdaya organisasi (orang, uang, alat, dan waktu).
Supervisi pernbelajaran merupakan salah satu aspek manajemen supervisi
pendidikan yang berkaitan langsung dengan proses pembelalaran di kelas. Supervisi
pembelajaran mengandung prinsip kerja demokratis dan kolaboratif dalam
memberikan pelayanan, bantuan dan bimbingan kepada guru. Prinsip kerja ini
teraktualisasikan dalam proses supervisi yang diawali dengan adanya kesadaran guru
akan berbagai kelemahan dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam
membelajarkan siswa. Kesadaran tersebut direalisasikan dalam bentuk adanya
permintaan terhadap supervisor untuk bekerja sama melakukan perbaikan-perbaikan
dan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian seorang supervisor dituntut
memahami makna dan proses supervisi pembelajaran. Supervisi pembelajaran
digunakan untuk membantu guru memahami dan memperbaiki serta meningkatkan
kemampuan dan katerampilan guru dalam melakukan proses pembelajaran, namun
demikian tampaknya belum sesuai apa yang diharapkan.
Supervisi pada dasarnya merupakan bagian dari supervisi pendidikan.
Perbedaan prinsipil antara keduanya terletak pada aspek yang disupervisi dan cara
pelaksanaannya. Supervisi merupakan bentuk bantuan profesional yang diberikan
kepada guru dalam meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah. Prinsip yang
dianut dalam supervisi adalah pengakuan terhadap potensi dan kemampuan yang
dimiliki guru. Potensi dan kemampuan tersebut harus dikembangkan dan
ditingkatkan untuk dapat memahami eksistensi dirinya yang pada gilirannya dapat
menumbuhkan sikap kreatif, inisiatif, responsif dan inovatif dalam upaya pencapaian
tuiuan pembelajaran. Dengan demikian, sasaran utama supervisi adalah guru sebagai
pengelola dan pelaksana proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, supervisi pembel-
ajaran muncul dengan penekanan tujuan pada usaha membantu guru memperbaiki
penampilan mengajar mereka di kelas.
Keith Acheson dan Meredith D. Call (1995: 3) mengemukakan bahwa
supervisi adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku
mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar yang ideal. Sejalan dengan Sulo
(1985: 5), bahwa supervisi merupakan suatu bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar melalui sarana siklus yang sistematis dalam perencanaan,
pengamatan, serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar
yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang optimal.
Raka Joni (1992: 17) mengemukakan bahwa supervisi merupakan suatu bentuk
bantuan profesional yang diberikan secara sistematis kepada guru dengan tujuan
membina keterampilan mengajar.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah proses tatap
muka antara supervisor dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan aspek
lain yang berhubungan dengan mengajar, dengan tujuan membantu pengembangan
profesional guru untuk perbaikan proses mengajar berdasarkan hasil observasi.
Dalam kaitan dengan ciri supervisi tersebut, Goldhammmer, Anderson dan
Krajewski (1987: 273) mengernukakan 9 (sembilan) karakteristik supervisi pembel-
ajaran, yaitu: (1) supervisi merupakan teknologi memperbaiki pengajaran, (2)
supervisi merupakan intervensi secara sengaja ke dalam proses pembelajaran, (3)
supervisi berorientasi kepada tujuan, mengkombinasikan tujuan sekolah dan
4
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

kebutuhan pribadi untuk tumbuh, (4) supervisi mengandung pengertian hubungan


antara guru dan supervisor, (5) supervisi pembelajaran memerlukan kepercayaan
yang tercermin dalam pengertian, dukungan dan komitmen untuk tumbuh dari guru,
(6) supervisi adalah suatu usaha yang sisternatis, namun mernerlukan keluwesan dan
perubahan metodologi yang terus menerus, (7) supervisi pernbelajaran menciptakan
ketegangan yang kreatif untuk menjembatani kesenjangan antara keadaan real dan
ideal, (8) supervisi mengasumsikan bahwa supervisor mengetahui lebih banyak
dibandingkan dengan guru, dan (9) supervisi memerlukan latihan untuk supervisor.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen supervisi
merupakan suatu proses tatap muka antara supervisor dengan guru yang
membicarakan hal mengajar dan aspek lain yang berhubungan dengan mengajar,
mulai dari merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, melaksanakan tujuan
organisasi dengan menggunakan seluruh sumber yang ada.

2. Prosedur Pelaksanaan Supervisi


Cogan (1993: 10-11) mengemukakan langkah yang ditempuh dalam
pelaksanaan supervisi, yaitu: (1) pembinaan hubungan guru dengan supervisor, (2)
perencanaan bersama dengan guru, (3) perencanaan strategi observasi, (4)
mengobservasi pembelajaran, (5) analisis proses belajar-mengajar, (6) perencanaan
strategi pertemuan, (7) pertemuan balikan, dan (7) perencanaan ulang. Sedang
McNergney dan Carier, Goldharnmer, Anderson dan Krajewski (1987: 299-317)
mengemukakan bahwa tahap dalam pelaksanaan supervisi, yaitu: (1) tahap
praobservasi (pendahu!uan), (2) tahap melaksanakan observasi, (3) tahap analisis dan
interpretasi hasil supervisi, dan (4) tahap pembicaraan akhir.
a. Tahap praobservasi
Tahap ini diadakan sebelum pelaksanaan supervisi. Prosedur yang dilakukan
adalah guru yang akan disupervisi dilakukan diskusi dengan supervisor tentang
rencana aspek-aspek yang akan disupervisi, cara dan alat yang akan digunakan untuk
mengamatl penampilan. Pada tahap ini memberikan kesempatan kepada guru, dan
supervisor mengidentifikasi perhatian utama guru mengenai aspek-aspek yang
dirasakan memerlukan perbaikan, kemudian ke dalam bentuk tingkah laku yang
dapat diamati. Menurut Bolla, secara teknis pertemuan awal adalah menciptakan
suasana akrab antara guru dan supervisor, mereview rencana pelajaran, mereview
komponen keterampilan yang akan diamati, mengembangkan suatu instrumen
observasi yang akan dipilih. Hal ini dipakai untuk merekam tingkah laku guru secara
bersama antara guru dan supervisor. Pertemuan awal ini diharapkan berakhir dengan
terjadinya kesepakatan antara guru dan supervisor.

b. Tahap observasi
Komponen keterampilan yang telah disepakati pada pertemuan awal
dilatihkan pada tahap ini. Sementara guru melaksanakan pembelajaran, supervisor
mengadakan observasi dengan menggunakan instrumen observasi. Supervisor
mengamati, mencatat secara obyektif, lengkap apa adanya tentang tingkah laku guru
ketika mengajar. Proses belajar-mengajar dilakukan guru secara keseluruhan, fokus
observasi atau pusat perhatian adalah pada keterampilan yang telah disepakati.

c. Tahap diskusi balikan


5
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

Tahap ini dilaksanakan segera kegiatan mengajar selesai. Hal ini dimaksud-
kan untuk menjaga agar segala sesuatu yang tedadi masih segar dalam ingatan guru
maupun supervisor. Langkah awal dalam tahap ini menurut Bolla adalah (1)
menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum guru ketika mengajar, (2)
mereview tujuan pelalaran. (3) mereview target keterampilan serta perhatian utama
guru, (4) menanyakan perasaan guru tentang jalannya pembelajaran berdasarkan
target dan perhatian utama, (5) menunjukkan data hasil rekaman dan memberi
kesempatan kepada guru untuk menafsirkan data tersebut, (6) bersama-sama
menganalisis dan menginterpretasi data rekaman, (7) menanyakan perasaan guru
setelah melihat rekaman data, (8) menyimpulkan hal dengan membandingkan target
yang diinginkan guru dengan apa yang telah terjadi atau yang telah dicapai, dan (9)
menentukan bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan aspek-aspek
yang masih perlu dilatih pada kesempatan berikutnya.

d. Tahap pertemuan akhir


Pada tahap ini guru dan supervisor membicarakan tentang kesepakatan waktu
untuk merumuskan kembali aspek-aspek yang masih perlu dilatihkan, serta waktu
untuk berlatih kembali.

3. Pemberdayaan Guru
Guru adalah salah satu komponen manusia dalam proses belajar-mengajar
dalam usaha pengembangan sumber daya manusia yang potensial di bidang
pendidikan. Dalam Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
bahwa guru adalah tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus
diangkat dengan tugas utama mengajar, pada jenjang pendidikan dasar dan mene-
ngah (Depdiknas, 1992). Sedang Hamalik (2002: 8) berpendapat bahwa guru adalah
suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi profesional.
Pendidik atau guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya, kualifikasi akademik sebagai-
mana dimaksud adalah: tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi, yang dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendi-
dikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas, 2005:
27).
Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi
pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d)
kompetensi sosial (Depdiknas, 2005: 28).
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksa-
naan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam hal pemahaman
peserta didik, Mulyasa (2006: 35-36) menyatakan bahwa guru perlu memperhatikan
peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain
memiliki perbedaan yang mendasar. Selanjutya, dikatakan bahwa guru pula yang
memberikan dorongan agar peserta didik berani berbuat benar dan membiasakan
mereka untuk bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Mengingat
6
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

kompleksnya proses penilaian sebagai evaluator, guru perlu memiliki pengetahuan,


keterampilan, dan sikap yang memadai serta memahami teknik, karakteristik dan
prosedur pengembangan serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari
berbagai segi validitas dan releabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Mulyasa (2006: 56) mengemukakan bahwa yang dapat dilakukan oleh guru
dalam pertumbuhan kepribadian yaitu (1) bisa menjadi orang siap dengan pengertian,
seperti konflik antara keinginan untuk tetap dan untuk berubah, serta menyadari dan
tidak menyadari, (2) berusaha keras untuk memberikan pengalaman yang luas,
sehingga memungkinkan peserta didik menilai keberadaannya sehubungan dengan
pengalamamnnya, dan (3) guru juga sebagai “swinger” yang berpindah dari satu
posisi ke posisi lain, khususnya dalam ide. Berkaitan dengan kewibawaan, Mulyasa
(2006: 37) menyatakan bahwa guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan
nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta
memiliki kelebihan dalam pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai
dengan bidang yang dikembangkan.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Blackington dalam Hamalik (2000: 3) menyatakan bahwa: A profession may
defined most simply as a vocation which is organized, incompletely, no doubt, but
genuinly, for the performance of function. Hamalik (2000: 3) menyatakan bahwa
dalam pengertian profesi telah tersirat adanya suatu keharusan kompetensi agar
profesi itu berfungsi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dikemukakan bahwa
profesi pada hakikatnya adalah suatu janji yang memiliki nilai-nilai etis yang
mengandung unsur pengabdian kepada masyarakat, melalui suatu pekerjaan tertentu
yang menuntut keahlian tertentu pula.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar. Dalam hal berkomunikasi, Mulyasa (2006: 52) mengemukakan bahwa guru
harus terampil berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap
langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya.
Dengan demikian, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru.
Terselenggaranya pendidikan yang bermutu, sangat ditentukan oleh guru yang
bermutu pula, yaitu guru yang memiliki keempat kompetensi tersebut. Oleh karena
itu guru yang merupakan salah satu unsur kependidikan harus berperan secara aktif
dalam menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang.
Berbicara tentang pemberdayaan mempunyai arti yang berbeda-beda, tergan-
tung dari sudut pandang orang yang menggunakan istilah tersebut. Banyak ahli yang
membuat definisi pemberdayaan, namun maksudnya mempunyai maksud yang sama.
Pemberdayaan mempunyai makna dan maksud yang tertentu yaitu
memanfaatkan semua faktor dan fasilitas yang ada guna mencapai tujuan seefektif
dan seefisien mungkin.
Selanjutnya Engkoswara (1987: 199) berpendapat bahwa pemberdayaan itu
merupakan pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada dalam hal ini bisa
7
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

memanfaatkan tenaga manusia berupa pembagian tugas dan fungsi dalam organisasi
yang bisa dituangkan dalam bentuk pikiran, pendapat atau karya ilmiah dan
sebagainya. Pemberdayaan merupakan upaya menggerakkan kekuatan, tenaga dan
pengaruh yang dimiliki seseorang atau kelompok sehingga menghasilkan sesuatu
yang lebih bermanfaat atau berarti.
Cook dan Macaulay dalam Mulyasa (2006: 32) menyatakan bahwa pember-
dayan sebagai alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran
pembuatan keputusan dan tanggung jawab. Dengan demikian akan mendorong
keterbatasan para pegawai dalam pengambilan keputusan dan tanagung jawab.
Dalam dunia pendidikan pemberdayaan ditujukan kepada para peserta didik,
guru, kepala sekolah, dan pegawai administrasi. Sebagai gambaran pada sebuah
sekolah di mana prestasi belajar para peserta didiknya meningkat tajam karena pihak
manajemen (kepala sekolah) memberikan kewenangan yang leluasa kepada para
guru untuk mengambil peran dalam pengambilan keputusan-keputusan sehubungan
dengan pekerjaannya sehari-hari.
Pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk
mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, guru dan para pegawai. Proses
yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut adalah
dengan membagi tanggung jawab secara proporsional kepada guru. Satu prinsip
terpenting dalam pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses pengambil-
an keputusan dan tanggung jawab. Melalui proses pemberdayaan ini diharapkan para
guru, memiliki kepercayaan diri (self-Reliance).
Kartasasmita dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa pemberdayaan
merupakan upaya untuk membangun daya, dengan memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan.
Korten dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa pemberdayaan
(empowering) adalah pemberian kemampuan untuk mengelola berbagai sumber daya
bagi kepentingan masyarakat.
Pranarka dan Moeljarto dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa
pemberdayaan adalah sebagai upaya menstimuli, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya.
Potensi dan kemampuan tersebut harus dikembangkan dan ditingkatkan untuk
dapat memahami eksistensi dirinya, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan sikap
kreatif, inisiatif, responsif, dan inovatif dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan
pemelajaran. Dengan demikian sasaran utama pemberdayaan guru adalah guru
sebagai fasilitator dan pelaksana proses belajar mengajar dan membelajarkan. Oleh
karena itu, pemberdayaan guru sehubungan dengan pemberdayaan sumber daya
manusia perlu diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan guna peningkatan
dalam kompetensinya dalam mata pelajaran produktif.
Kindervatter dalam Mulyasa (2006: 31) memberikan batasan pemberdayaan
sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan kedudukannya di
masyarakat peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi: (1) akses, memiliki
pejuang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber-sumber daya dan sumber
dana, (2) daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya, (3)
pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap berbagai pilihan, (4) status,
meningkatnya citra diri, kepuasan diri dan memiliki perasaan yang positif atas
identitas budayanya, (5) kemampuan refleksi kritis, menggunakan pengalaman untuk
8
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

mengukur potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan pemecahan


masalah, (6) legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang
pembenaran terhadap alasan-alasan rasional atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat,
(7) disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan
untuk orang lain, dan (8) persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan
inovatif terhadap hubungan dirinya dengan lingkungannya.
Aileen Mitchell Stewart (1998: 22) mengemukakan bahwa pemberdayaan
adalah merupakan cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang
terbaik dan dalam sistem maupun dari luar sistem. Definisi ini jika dikaitkan dengan
kajian penelitian ini, dalam arti menggalang potensi sumber daya, kemampuan dan
potensi yang ada di masyarakat secara praktis dan produktif untuk membantu
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Hal ini berarti bahwa pemberdayaan berkaitan erat dengan fungsi-fungsi
manajer. Selanjutnya, Aileen Mithell Stewart (1998: 22) mempersyaratkan kelakuan
khusus untuk melakukan pemberdayaan masyarakat (emporing people ) adalah
sebagai berikut.

a. Membuat mampu (enabling)


Membuat mampu (enabling) berarti berkeyakinan bahwa staf mempunyai
segala sumber daya yang diperlukan untuk dapat diberdayakan. Sumber daya
tersebut meliputi waktu, personel, uang, gagasan, dan lainnya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Indikator ini dapat diukur dengan: (1) meng-
gali potensi diri sendiri, (2) mengenal kemampuan diri sendiri, (3) menyediakan
waktu untuk membantu pendidikan, dan (4) menyediakan personil pendukung.

b. Memperlancar (facilitating)
Memperlancar (facilitating) merupakan kemampuan/kecakapan yang harus
dimiliki oleh seorang manajer, untuk meniadakan halangan, rintangan dan penundaan
suatu pekerjaan. Dengan demikian memperlancar berarti memperhatikan apa yang
perlu dilakukan oleh orang-orang yang diberdayakan, kemudian menyediakan
berbagai media yang diperlukan untuk berkomunikasi sehingga akan terjadi saling
tukar informasi antara manajer dengan individu atau kelompok yang diberdayakan.
Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) mempermudah aturan organisasi, (2)
mempersingkat prosedur, dan (3) mempermudah memperoleh informasi.

c. Berkonsultasi (consulting)
Berkonsultasi dengan berbagai pihak yang diberdayakan akan terjadi
komunikasi saling memberikan informasi, pemahaman dan saran, sehingga
masing-masing pihak akan menyadari tugas dan fungsinya. Kegiatan ini dapat diukur
dengan: (1) membahas masalah teknis sehari-hari, (2) membahas masalah-masalah
strategis, dan (3) meningkatkan intensitas dialog.

d. Bekerjasama (collaborating)
Bekerjasama (collaborating) sepenuhnya antara pihak yang diberdayakan dan
yang memberdayakan pada hakikatnya merupakan tujuan dari setiap program
pemberdayaan dengan menggunakan seluruh kekayaan, kecakapan dan pengetahuan
dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga terjadi hubungan
kerjasama yang bebas dan terbuka. Kerjasama merupakan hal yang harus dilakukan
9
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

oleh manajer dengan pihak-pihak yang akan diberdayakan untuk memastikan per-
ubahan strategis yang dipikirkan secara matang. Hal ini berarti kerjasama merupakan
kecakapan yang berkembang melalui praktek. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1)
bekerja sama penuh sepanjang berkaitan dengan pendidikan, (2) menyediakan waktu
untuk kerja sama yang berkaitan dengan pendidikan, dan (3) keterbukaan.

e. Membimbing (mentoring)
Membimbing merupakan tahap kegiatan pemberdayaan dan sekaligus
merupakan teknik manajemen. Bertambannya kematangan dan pengalaman akan
sampai kepada kesadaran bahwa sesungguhnya kita dapat mencapai lebih banyak
dan memperluas pengaruh melalui kerjasama dengan orang lain. Proses membimbing
yaitu bertindak sebagai teladan dan pelatih bagi orang yang diberdayakan dengan
cara menyampaikan kecakapan dan pengetahuan serta mendorong mereka untuk
saling melatih. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) memberikan ketauladanan, dan
(2) melatih yang berkaitan dengan teknis manajemen pendidikan.

f. Mendukung (supporting)
Mendukung dan membantu orang yang diberdayakan perlu dilakukan oleh
manajer untuk mendorong dari belakang yang mengarahkan pada kemandirian.
Selanjutnya, Mulyasa (2006: 33) menyebutkan bahwa pemberdayaan adalah untuk
mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya,
dan memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain yang selama ini telah lebih
mapan kehidupannya. Melalui pemberdayaan para pejuang demokrasi, keadilan, dan
hak asasi manusia menginginkan adanya tata kehidupan yang lebih adil demokratis,
serta tegaknya kebenaran dan keadilan. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1)
memimpin dari belakang dan (2) mengarahkan sikap mandiri.
Untuk memberdayakan sekolah perlu ditempuh upaya-upaya memberdayakan
peserta didik dan masyarakat setempat serta mengubah paradigma pendidikan yang
dimiliki oleh para guru dan kepala sakolah, yaitu untuk lebih dahulu tahu akan
hakikat, manfaat, dan proses pemberdayaan.
Dapat dikatakan bahwa pemberdayaan berkaitan dengan pengendalian yang
menuntut persiapan dan perencanaan yang matang. Pemberdayaan justru dapat
mendatangkan pengendalian yang lebih baik atas hasil-hasilnya dalam jangka
panjang. Keuntungan yang diperoleh antara lain: waktu, mutu, komitmen, gagasan,
dan sebagainya.
Manajemen reaktif berfokus ke belakang dan bekerja dalam serangkaian
penundaan. Sedangkan manajemen yang fleksibel memberdayakan seluruh potensi
untuk mengambil keputusan secara cepat berdasarkan visi, misi serta sasaran yang
jelas. Ringkasnya pemberdayaan memungkinkan organisasi-organisasi untuk
menanggapi pelanggan dan tuntutan pasar secara cepat, fleksibel, dan efisien.
Hasilnya adalah berkurangnya pemborosan, penundaan dan kesalahan, serta
terbangunnya suatu tim kerja dengan sumber daya yang dimanfaatkan secara
optimal.
Untuk menciptakan iklim pemberdayaan dalam suatu organisasi sekurang-
kurangnya perlu memperhatikan dua hal, yaitu kepercayaan dan keterbukaan.
Kepercayaan tampak pada kemampuan seorang manajer untuk mentolerir kesalahan.
Seorang manajer harus mempercayai staf untuk berinisiatif dan membuat keputusan
sendiri. Sedangkan keterbukaan dapat kita lihat dari sikap manajer dalam
10
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

berkomunikasi dengan staf. Jika staf merasa bahwa mereka dapat bicara terbuka
dengan manajer, ini pertanda bahwa manajer telah mengambil langkah maju menuju
iklim yang memberdayakan.
Dalam proses pemberdayaan manusia dirangsang untuk dapat memotivasi
dirinya dan orang lain agar mempunyai kemampuan untuk menentukan, memenuhi
apa yang menjadi pilihan hidupnya dan selanjutnya diaktualisasikan terhadap
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dalam tatanan kemanusiaan,
kehidupan politik, ekonomi dan sebagainya.
Pemberdayaan tidak hanya penguatan terhadap individu atau kelompok
semata, menanamkan budaya seperti etos kerja yang tinggi, kerja keras, hemat,
keterbukaan dan rasa tanggungjawab. Cara yang biasa dilakukan dalam pemberda-
yaan adalah memberikan kewenangan kepada pihak-pihak yang diberdayakan untuk
mengambil bagian dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kewenangannya.
Pemberdayaan dapat dipahami sebagai perubahan yang terjadi pada falsafah
manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap
individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan
organisasi. Ini merupakan suatu cara untuk mendorong timbulnya inisiatif sehingga
permasalahan yang dihadapi dapat diatasi secepatnya.
Berdasarkan uraian di atas, pemberdayaan guru merupakan upaya untuk
membangun daya dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimiliki guru serta berupaya untuk mengembangkan, baik pada kompetensi
pedagogik, kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial.

4. Tahapan Pemberdayaan Guru


Pemberdayaan telah merambah pada berbagai bidang dan aspek kehidupan
manusia, termasuk pendidikan antara lain dikeluarkannya kebijakan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. MBS
merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam peningkatan mutu dan kemandirian
sekolah. Dengan MBS diharapkan para kepala sekolah, guru dan personil lain di
sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan, dan tuntutan global.
Kondisi-kondisi tersebut dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan.
Dalam MBS pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah agar
dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Pada sisi lain untuk
memberdayakan guru harus ditempuh upaya-upaya memberdayakan kepala sekolah
dan masyarakat setempat, disamping mengubah paradigma pendidikan yang dimiliki
oleh para kepala sekolah. Kepala sekolah perlu lebih dahulu memahami akan
hakikat, manfaat dan proses pemberdayaan guru. Manajemen Berbasis Sekolah
sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan
potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.
Menurut Mulyasa (2006: 33) pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui
beberapa tahap yaitu: pertama, masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal
bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan
memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik, melalui
upaya tersebut pada tahap kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan
ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri, akibatnya ketiga
seiring dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri masyarakat bekerja-
11
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber
daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.

C. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka dikemukakan beberapa kesimpulan berikut.
Pertama. Guru adalah salah satu komponen dalam proses belajar-mengajar
dalam usaha pengembangan sumber daya manusia yang potensial di bidang
pendidikan dan memegang peranan dan fungsi, yaitu: sebagai instruktur, manajer
dan pimpinan kelas, tauladan, penyuluh, motivator, dan fasilitator. Disamping itu,
guru merupakan jabatan profesional yang memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan soasil, serta memiliki kualifikasi akademik minimal.
Kekua. Manajemen supervisi merupakan suatu proses tatap muka antara
supervisor dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan aspek lain yang
berhubungan dengan mengajar, mulai dari merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, melaksanakan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber
yang ada.
Ketiga. Tahap dalam pelaksanaan supervisi, yaitu: tahap praobservasi
(pendahuluan), tahap melaksanakan observasi, tahap analisis dan interpretasi hasil
supervisi, dan tahap pembicaraan akhir.
Keempat. Pemberdayaan guru merupakan upaya untuk membangun daya
dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru
serta berupaya untuk mengembangkan, baik pada kompetensi pedagogik,
kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial.
Kelima. Pemberdayaan terjadi melalui tiga tahap yaitu: (1) masyarakat
mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan
untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar
mampu bekerja lebih baik, (2) mereka akan mengalami pengurangan perasaan
ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri, dan (3) dengan
tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri masyarakat bekerjasama untuk
berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang
akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Berdasarkan kesimpulan di atas dan sebagai rekomendasi, maka dikemukakan
beberapa saran berikut.
Pertama. Disarankan kepada supervisor bahwa yang paling dipentingkan dalam
supervisi adalah pelaksanaan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber
yang ada.
Kedua. Dalam pemberdayaan guru, disarankan kepada supervisor upaya
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru dan berupaya mengem-
bangkan keempat kompetensi yang dimiliki guru.
Ketiga. Disarankan kepada guru mengimplementasikan berbagai kecakapan
dan keterampilan mendidik dan mengajar termasuk penggunaan alat bantu mengajar,
sumber-sumber belajar, serta membangkitkan semangat belajar para peserta didik.
12
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

DAFTAR PUSTAKA
Cogan, Morries L. Clinical Supervison. Boston: Houghton Mifflin Company: 1993.

Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1999. Jakarta:


Depdiknas, 1999.

Depdiknas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang


Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas, 2005.

Departemen Pendidikan Nasional. Rencana Strategis Departemen Pendidikan


Nasional Tahun 2005-2009. Jakarta: Depdiknas, 2005.

Engkoswara. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti, 1987.

Goldhammer, Robert. dkk. Clinical Supervision: Special Methods for the supervision
ofteacher. New York: I Lolt Rinehart and Winston, 1987.

Hamalik, Oemar. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara,


2000.

Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:


Bumi Aksara, 2002.

Joni, T. Raka. Supervisi Pembelajaran. Jakarta: P3 LP 1992.

La Sulo, S Lipu. Pendekatan dan Teknik Supervisi Pembelajaran (Jakarta: P3G


1985.

McNergney, Robert F. dan Carol A. Carvil. Teacger Development. New Yok:


McMillan Publishing Co., 1981

Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Padmiati Etty. Pemberdayaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat dalam


Meningkatkan Ketahanan Sosial Masyarakat, Jurnal Informasi Kajian
Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, Volume 9, No. 1.
Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2004.

Stewart Aileen Mitchell. Empowering People. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Terry Geoge R. dan Leslie W Rue. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara,
2001.
13
Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399

Keith davis and John N, Human Behavior at work Organizational Behavior,


Terjemahan oleh Agus Darma, Perilaku Dalam Organisasi Jakarta : Erlangga
1998.

* Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd. adalah Dosen Pascasarjana UNM Makassar dan
Dra. Rusmawati adalah Guru SMA Negeri 1 Makassar.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai