Anda di halaman 1dari 22

RESUME BUKU MANAJEMEN PENDIDIKAN

Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Manajemen Pendidikan

Dosen Pengampu: Eko Yudianto, M.Pd

Disusun Oleh:

Neila Churriyatin (1808101287)

Kelas/Semester: Pendidikan Agama Islam-G/6

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKHNURJATI CIREBON

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM

TAHUN 2021
RESUME BUKU

A. Data Buku

Judul : Manajemen Pendidikan

Penulis : Siti Farikhah dan Wahyudhiana

Penerbit : Aswaja Pressindo

Edisi Kedua : 2018

Tebal Buku : 383 Halaman

B. Hasil Resume

BAB I KONSEP DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN

Makna manajemen pendidikan adalah suatu proses pengelolaan


sumberdaya pendidikan baik personal maupun material secara sistematis dan
kontinuitas sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan dengan cara efektif dan
efisien. yang mana manajemen pendidikan ini lebih menyangkut kepada
kemampuan mengendalikan kegiatan operasionalisasi pendidikan.

Adanya manajemen pendidikan itu sendiri sangat penting dikarenakan


untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan pendidikan juga menempatkan posisi
personal sesuai dengan keahliannya, sehingga tujuan pendidikan akan tercapai
secara optimal

Dalam prakteknya, melakukan manajerial dapat menggunakan


kemampuan dengan mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan ada pula
berdasarkan pengalaman. dan pada hakekatnya model-model manajemen dapat
diterapkan pada semua bentuk organisasi termasuk lembaga pendidikan. Made
Pidarta mengemukakan gajian model manajemen berdasarkan perspektif tujuan
dan tinjauannya, yakni management by objective, manajemen berdasarkan
struktur, manajemen berdasarkan teknik, manajemen berdasarkan personal
organisasi, manajemen berdasarkan informasi, manajemen berdasarkan
lingkungan.

Adapun prinsip-prinsip pengelolaan dalam manajemen menurut hikmat itu


ada lima, yaitu prinsip efisiensi dan efektivitas, prinsip pengelolaan, prinsip
pengutamaan tugas pengelolaan, prinsip kepemimpinan efektif, prinsip kerjasama.
Dan jika dilihat dari sejarah perkembangan teori manajemen itu terdiri dari tiga
fase, yaitu fase pra sejarah (sebelum tahun 1 Masehi), fase sejarah (tahun 1
Masehi dengan 1886), dan fase modern.

BAB II RUANG LINGKUP MANAJEMEN PENDIDIKAN

Di dalam buku ini dijelaskan bahwa untuk mempelajari ruang lingkup


manajemen pendidikan akan dilihat dari dua sudut pandang yaitu pertama ditinjau
dari objek, kedua berdasarkan bidang garapan manajemen pendidikan.

BAB III PELAKSANAAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM


LEMBAGA PENDIDIKAN

Adapun dalam mengoperasionalisasikan fungsi-fungsi manajemen,


pendidikan membutuhkan perencanaan pengelolaan yang baik, sebagaimana
adanya pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk semua kegiatan
pendidikan. Fungsi-fungsi manajemen yang lazim diterapkan pada lembaga atau
organisasi termasuk pendidikan mengacu pada pendapat Henry Fayol, seorang
pakar ilmu manajemen yang memerinci secara sistematis, yaitu meliputi (1)
Planning (perencanaan), (2) Organizing (pengorganisasian), (3) Coordinating
(pengoordinasian), (4) Commanding (pengarahan), dan (5) Controlling
(pengawasan). Di samping memaparkan fungsi manajemen, Henry Fayol juga
memunculkan azas-azas manajemen yang meliputi (1) Azaz pembagian kerja, (2)
Azas wewnang dan tanggung jawab, (3) Disiplin, (4) Kesatuan perintah, (5)
kesatuan arah, (6) Azas kepentingan umum, (7) Pemberian janji yang wajar, (8)
Pemusatan wewenang, (9) Azas keteraturan, (10) Azaz keadilan, (11) Kestabilan
masa jabatan, (12) Inisiatif, (13) Azas kesatuan.
BAB IV MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school


based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan


sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara
langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua
siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola
sumber daya dengan mmengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan
serta agar lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat. masyarakat
dituntut partisipasinya agar mereka lebih memahami kompleksitas pendidikan,
membantu serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan.

Dan tujuan dari MBS ini, yaitu untuk meningkatkan mutu pendidikan,
untuk meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat, meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah tentang
mutu sekolahnya, serta meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah.

Adapun MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya dapat


meningkatkan kesejahteraan guru, keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan
dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, guru didorong untuk
berinovasi, dan rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat
serta menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah
dan peserta didik.

Maka untuk prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan


MBS antara lain, yaitu komitmen kepala sekolah dan warga sekolah harus kuat,
kesiapan warga sekolah baik fisik ataupun mental, ketertiban, kelembagaan,
keputusan yang dibuat oleh pihak yang benar mengerti tentang pendidikan,
kesadaran guru-guru yang membantu dalam pembuatan keputusan program
pendidikan dan kurikulum, kemandirian sekolah dalam membuat keputusan
pengalokasian dana, dan ketahanan sekolah.

Untuk menerapkan MBS ini maka sekolah perlu memenuhi prasyarat


seperti MBS harus mendapat dukungan staf sekolah, diterapkan, diterapkan secara
bertahap, staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan
penerapannya, harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan
penyediaan waktu bagi staf, serta pemerintah pusat dan daerah harus
mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah dan kepala sekolah selanjutnya
berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid. Sedangkan
langkah-langkah penerapan MBS meliputi sepuluh tahap berikut ini, yakni
sosialisasi, identifikasi tantangan sekolah, visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah,
identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan, analisis SWOT, alternatif pemecahan
masalah.

Berikut ini hambatan-hambatan yang mungkin dapat dihadapi pihak-pihak


berkepentingan dalam penerapan MBS yaitu tidaknem berniat untuk terlibat, tidak
efisien, pikiran kelompok, memerlukan pelatihan, kebingungan atas peran dan
tanggung jawab baru,

BAB V KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Banyak definisi pemimpin dan kepemimpinan dari para ahli menurut cara
pandang yang berbeda-beda. pada dasarnya pemimpin dan kepemimpinan
merupakan seni dan keterampilan seseorang dalam memanfaatkan kekuasaannya
untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Semua manusia menurut kontrakan irodat nya
dilahirkan menjadi pemimpin, minimal pemimpin bagi dirinya sendiri, karena
mempunyai akal dan hati. Akal dan hati perlu dipimpin ke jalan yang lurus
dengan mengacu pada sistem nilai yang berlaku dan ilmu pengetahuan. Nabi
Muhammad SAW juga bersabda bahwa semua manusia adalah pemimpin dan
kelak diminta bertanggungjawab dari kepemimpinannya.

Pengertian kepemimpinan dari beberapa ahli diantaranya yaitu


kepemimpinan adalah suatu kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan
pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang
memancarkan suatu pengaruh tertentu, suatu kekuatan atau wibawa yang
sedemikian rupa, sehingga membuat sekelompok orang mau melakukan apa yang
dikehendakinya.

Mengacu pada Pengertian tersebut pada dasarnya dalam kepemimpinan


mengandung beberapa indikator. Yang pertama proses mempengaruhi orang lain,
yang kedua mengarahkan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, yakinkan
orang lain untuk memperoleh dukungannya, faktor kepribadian sebagai perilaku
yang bisa mengarahkan aktivitas organisasi, proses realisasi visi organisasi.
Dengan demikian, maka kepemimpinan merupakan pelaksanaan keterampilan
mengelola orang lain, mengolah sumber daya manusia dan organisasi dalam
tinjauan secara umum. Oleh karenanya setiap pemimpin harus memiliki
manajerial skillyang sangat berpengaruh pada kekuasaan yang dimilikinya.
Dengan demikian antara pemimpin dan kepemimpinan dapat dipahami bahwa
pemimpin adalah orang yang memiliki kedudukan utama dalam menjalankan
suatu organisasi sebagai motivator, stabilisator, katalisator, kreator dalam
organisasi.

Dalam studi kepemimpinan terdapat beberapa pendekatan atau teori


kepemimpinan. Engkoswara dkk merangkum pendekatan-pendekatan tersebut
menjadi tiga pendekatan, yaitu pendekatan sifat (Thraits approach), pendekatan
perilaku (behavioral approach), dan pendekatan situasional (kontingensi).

Adapun sifat-sifat kepemimpinan yang dikemukakan oleh hikmah yaitu itu


teh energik, emosinya stabil, mampu membangun relasi dengan semua
bawahannya, memiliki motivasi yang kuat dalam jiwanya untuk memimpin
dengan baik, idealis, mampu membimbing dan mengarahkan bawahannya,
rasional dalam memecahkan masalah, memiliki moralitas tinggi yang patut
diteladani, inovatif, kreatif, konstruktif, berwawasan luas, sehat jasmani dan
rohani, memiliki keahlian tehnis, konseptor andal, jujur, amanah, bertanggung
jawab, dan juga demokratis.

Fungsi utama kepemimpinan yaitu pertama berhubungan dengan tugas


atau fungsi pemecahan masalah, dan berhubungan dengan pembinaan kelompok
atau fungsi sosial. Fungsi tugas untuk memudahkan koordinasi kelompok dan
memecahkan masalah secara mufakat. Sedangkan fungsi sosial untuk membantu
kegiatan kelompok lebih lancar, menjembatani perbedaan pendapat, meredam
konflik, dan dapat memberikan perasaan bahagia dan empati kepada anggota.

Istilah gaya sering diidentikkan dengan kata model, tipe, style ataupun
sikap, kata mana yang dipilih dari semua kata tersebut, mengandung makna dan
maksud yang sepadan, yaitu pola perilaku pemimpin dalam memperagakan
kepemimpinannya. Kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik,
karena dalam kepemimpinan diperlukan gaya yang sesuai dengan situasi dan
kondisi organisasi atau lembaga.

Sejumlahahli teori kepemimpinan mengemukakan gaya kepemimpinan


yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang masing-masing seperti gaya
dengan orientasi tugas, dan gaya dengan orientasi pada anggota.

Gaya kepemimpinan berorientasi tugas berkeinginan untuk menyelesaikan


pekerjaan dengan memuaskan, tepat waktu, dan sempurna. pemimpin dalam hal
ini benar-benar mengendalikan anggotanya agar konsisten dan serius dalam
pekerjaannya, bahkan kadang-kadang tidak peduli dengan urusan pribadi
anggotanya.

Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada anggota, pemimpin


berusaha memberikan motivasi, membimbing dan mengarahkan secara empati dan
mempercayai anggota untuk bekerja dengan karya sendiri.

Dalamkonsepnya sendiri pemimpin pendidikan secara hakiki mencakup


semua orang yang bergerak di bidang penanaman pengaruh dan bimbingan serta
ajakan dalam mengelola pendidikan. Dalam pendidikan formal maupun
nonformal, pemimpin pendidikan meliputi guru, kepala sekolah, dosen, rektor,
kyai, ulama, uztadz, kepala kantor ke pemerintahan pendidikan dan kebudayaan
dari jenjang paling bawah sampai atas, pemilik sekolah, pengawas sekolah, dan
sebagainya. Kepemimpinan dalam pendidikan mempunyai figur tersendiri
dibandingkan dengan kepemimpinan pada umumnya.hal tersebut mempunyai
makna bahwa pemimpin pendidikan harus lampu mengedepankan uswah
Hasanah, berjiwa penuh kasih sayang dan bijaksana.

BAB VI TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) DALAM


PENDIDIKAN

Manajemen yang berorientasi kepada kualitas dan memenuhi kepuasan


pelanggan adalah Total Quality Management (TQM) atau manajemen mutu
terpadu merupakan pilihan yang tepat dalam pengelolaan lembaga pendidikan saat
ini. Dengan falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, team
work produktivitas serta kepuasan pelanggan, pendekatan ini nanti akan
menggunakan posisi manajemen konvensional. Dengan terus mencoba untuk
memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan atau produk jasa,
manusia, proses, dan lingkugan.

Sebagai pencetus TQM Deming (Sashkin dan Kiser, 1993: 56)


mengemukakan bahwa “Quality is What the custom ers says it is”. Dalam konteks
pendidikan, TQM adalah suatu cara untuk menjamin kualitas standar dalam
pendidikan . Lembaga pendidikan mempunyai peran.yang sangat penting dan
strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan
global pada melinium ke tiga ini. Sejalan dengan pendapat diatas, Feigenbaum
mengatakan bahwa faktor kunci dalam menentukan kualitas lulusan adalah
kualitas pendidikan yang diperolehnya selama belajar, sedangkan kualitas
pendidikan ditentukan oleh kualitas lembaga tempat lulusan belajar.

Deming juga mengajarkan bahwa barang atau jasa yang berkualitas adalah
yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, dalam usaha
mengadakan barang atau jasa yang berkualitas, kebutuhan pelanggan harus
diketahui lebih dahulu dengan sebaik-baiknya.

Menurut Tjiptono, Total Quality Management (TQM) adalah “Suatu


pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya
saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, dan
lingkungan”.

Tiga aspek medasar dalam TQM sebagai philosopy of management yaitu


counting, customers, and culture. Counting meruapakan alat, teknik, dan pelatihan
yabg digunakan untuk penganalisasian, pemahaman, dan pemecahan masalah-
masalah yang berkaitan dengan kualitas. Customers merupakan kualitas untuk
pelanggan sebagai pendorong (driving force) dan menjadi konsentrasi utamanya.
Culture menyangkut nilai-nilai dan keyakinan bersama, yang diekspresikan oleh
pemimpin untuk mendukung kualitas.

Adapun prinsip-prinsip yang oerku diperhatikan dan dijadikan acuan


untuk mencapai produktivitas yang berfokus pada kepuasan pelanggan yaitu
memiliki tekad yang kuat, gunakan filosofi kerja dalam segala hal, hentikan
pemeriksaan kualitas pekerjaan yang hanya diakhirnya saja, jangan terkecoh oleh
bewar biayanya saja, komitmen dan konsisten dalam meningkatkan kualitas,
membentuk on the job training untuk semua orang demi meningkatkan kualitas
kerja, hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam
organisasi, hilangkan segala yang menghambat komunikasi, hilangkan slogan dan
peringatan untuk kerja lebih keras kepada para pelaksana, hilangkan target kerja
bagi para pelaksana, singkirkan penghalang yang merebut hak para pemimpin
para pemimpin dan pelaksana untuk bangga atas hasil kerjanya, membuat program
lembaga yang kuat untuk pendidikan, pelatihan, dan pengembangan, ciptakan
struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha
memperbaiki kualitas.

Untuk keberhasilan penerapan Total Quality Management (TQM) dalam


pendidikan memang tidak mudah, diperlukan kebutuhan dan kerja sama yang baik
antara pihak terkait lembaga pendidikan setempat sebagai pihak yang
berhubungan langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya kejelasan
secara sistematis dalam memberikan kewenangan antar institusi terkait. Jika
manajemen ini diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada dan dengan segala
dinamika serta fleksibilitasnya, maka akan menjadi perubahan yang cukup efektif
bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Adapun langkah-langkah
penting dalam penerapan TQM yaitu kepemimpinan dan komitmen mutu,
menggembirakan pelanggan, menentukan fasilitator mutu, membentuk kelompok
pengendali dan koordinator mutu, seminar manajemen senior untuk evaluasi
program, merencanakan strategis mutu, melibatkan konsultan eksternal, pelatihan
mutu bagi staf, menghitung biaya mutu, mengoptimalkan alat dan teknik mutu
melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif, evaluasi program secara
rutin.

Pada sekolah yang menerapkan TQM, kepala sekolah memiliki peran


yang kuat dalam mengkoordinasikan menggerakkan, dan menyerasikan sumber
daya pendidikan yang tersedia.kepemimpinan kepala sekolah juga merupakan
salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi,
misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan
secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk
memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu
mengambil keputusan dan inisiatif atau prakarsa untuk meningkatkan mutu
sekolah.

Demikian pentingnya peran kepala sekolah dalam implementasi TQM,


sehingga menjadikannya sebagai motor penggerak proses peningkatan mutu
secara kontinu. Untuk menjalani proses tersebut memimpin perlu memainkan
gaya kepemimpinan dalam konteks TQM. Gaya kepemimpinan yang tepat dalam
tqm menurut Fandi Tjiptono dkk adalah kepemimpinan partisipatif yang lebih
tinggi tingkatannya.

BAB VII MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DAN NON


FORMAL
1. Pendidikan Formal

Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN)


Nomor 20 Tahun 2003, telah disebutkan secara jelas pada bab 4 pasal 13 ayat
1, disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal,
pendidikan non formal dan pendidikan informal, di mana satu sama lain itu
saling melengkapi dan memperkaya. pengertian ini menjadi komprehensif dan
menambah wacana dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Pendidikan formal dalam UU SPN dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan


bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi.

Dari orang yang tersebut jelas bahwa pendidikan formal yaitu kegiatan
yang sistematis, berjenjang dimulai dari sekolah dasar atau madrasah
ibtidaiyah sampai dengan perguruan tinggi atau yang setara dengannya,
termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis, umum
dan studi yang berorientasi pada program spesialisasi, kemudian latihan
profesional yang diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu dan
berkelanjutan.

Adapun jenis dan macam dari pendidikan formal, berdasarkan


Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010, yakni meliputi Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), jalur formal meliputi Taman Kanak-kanak (TK) dan
Raudhatul Atfal (RA), Pendidikan Dasar, meliputi Sekolah Dasar (SD),
Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama(SMP), dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), pendidikan menengah meliputi : Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah 'Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah 'Aliyah Khusus (MAK), Pendidikan Tinggi, berupa Program
Diploma, Sarjana (S1), Magister (S2), Spesialis dan Doktor (S3). Sedangkan
penyelenggara pendidikan formal adalah dapat terdiri dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah dalam hal ini dapat berupa departemen suatu kementerian,
maupun organisasi atau kelompok masyarakat ataupun perorangan yang
berminat dan berorientasi pada kegiatan yang bersifat nirlaba (tidak mencari
profit atau keuntungan).

2. Pendidikan Non Formal

Definisi pendidikan non-formal menurut pasal 1 ayat 12 UU SPN


adalah jalur pendidikan di jalur formal yang dapat dilaksanakan secara
berjenjang. Selanjutnya dalam peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan khususnya pendidikan
non-formal diatur dalam pasal 100 ayat 2 dan 3 bahwa. Penyelenggara satuan
pendidikan nonformal meliputi satuan pendidikan lembaga kursus dan
lembaga pelatihan. kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat
majelis taklim. Pendidikan Anak usia Dini jalur nonformal.

Adapun penyelenggaraan program pendidikan non-formal meliputi


pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, misalnya kelompok
bermain, taman penitipan anak, pendidikan kepemudaan, organisasi
keagamaan, organisasi pemuda, organisasi kepanduan atau kepramukaan,
organisasi palang merah, organisasi pecinta alam dan lingkungan, organisasi
kewirausahaan, organisasi seni dan olahraga, Pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja pendidikan kesetaraan: Program Paket A setara SD/MI, Program paket B
setara SMP/MTs, Program paket C setara SMA/MA, Paket C Kejuruan setara
SMK/MAK.

Pendidikan non-formal berfungsi sebagai penambah pada pendidikan


formal, apabila pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa
pada satuan pendidikan formal dirasa belum memadai. Pendidikan non-formal
berfungsi sebagai pelengkap, apabila peserta didik Pada satuan pendidikan
formal merasa perlu untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap
melalui jalur pendidikan non-formal.

3. Pendidikan Informal
Dalam pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, telah termaktub secara jelas Apa yang
dimaksudkan dengan pendidikan informal, pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Kemudian pertanyaannya: bagaimana
bentuk penyelenggaraan pendidikan informal.

Penyelenggaraan operasional pendidikan informal telah termaktub


pada pasal 27 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,dan juga pasal 116
peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010, yaitu bahwa pendidikan informal
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Salah satu contoh pendidikan informal adalah pendidikan anak
usia dini.

Pendidikan Anak usia Dini jalur pendidikan informal yaitu berbentuk


pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan oleh lingkungan,
pendidikan yang dilakukan keluarga adalah salah satu dasar yang akan
membentuk watak, kebiasaan dan perilaku anak di masa depannya nanti.

Manajemen atau pengelolaan pendidikan non formal yaitu perencanaan


penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha untuk memanfaatkan secara
efektif, material dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan.

Seorang pakar manajemen Henry Fayol merumuskan bahwa prinsip yang


dapat diterapkan sebagai prinsip manajemen pendidikan tersebut meliputi
pembagian kerja, pendelegasian wewenang, disiplin, kesatuan komando dan
kesatuan tujuan, penghargaan atas prestasi dan sanksi atas kesalahan, keahlian dan
kejujuran, stabilitas dan regulasi, keselarasan dan persatuan.

BAB VIII MANAJEMEN DI LEMBAGA PENDIDIKAN MADRASAH

Madrasah dalam pengertian bahasa diartikan sebagai tempat belajar para


pelajar. Dalam perkembangannya Madrasah mempunyai beberapa pengertian,
seperti aliran mazhab, kelompok filosof,dan ahli pikir tertentu pada metode dan
pemikiran yang sama. Penggunaan nama madrasah sebagai lembaga pendidikan
memiliki sejarah yang sangat panjang.
Munculnya Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam pada awalnya
berupa pendidikan informal dakwah islamiyah dan berlangsung di rumah-rumah
yang dikenal dengan Al Arqomsebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama.
selanjutnya pendidikan berlangsung di masjid-masjid yang dikenal dengan
halaqah. Dalam halaqah ini tidak dikenal sistem klasikal, tidak dibedakan antara
usia dan jenjang dalam masa kebangkitan pendidikan Islam, lembaga
pendidikandalam masa kebangkitan pendidikan Islam, lembaga pendidikan
diselenggarakan di lingkungan pesantren berbentuk klasikal yang dikenal dengan
sebutan madrasah.

Pada awal kemunculannya, Madrasah di Indonesia lebih memfokuskan


perhatian pada pengajaran agama Islam sebagaimana dipraktikkan dalam
pendidikan di masjid, surau, dan pesantren, sehingga pelajaran yang bersifat
kemasyarakatan, seperti sosial, politik, ekonomi, dan budaya tidak mendapatkan
perhatian yang sewajarnya. hal itu disebabkan antara lain karena tekanan penjajah
yang sengaja menutup kesempatan bagi umat Islam untuk maju.akibatnya,
Madrasah kurang mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum,
lulusan Madrasah tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan lulusan
sekolah umum dalam masalah kesempatan kerja baik di instansi pemerintah
maupun swasta. Disamping itu lulusan Madrasah juga mengalami kendala yang
cukup berat, tidak dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang lebih
tinggi.

Dan akhirnya keberadaan Madrasah mendapat pengakuan resmi


pemerintah sejak terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yakni
menteri agama, menteri pendidikan dan menteri kebudayaan, dan menteri dalam
negeri pada tanggal 24 Maret 1975 yang menegaskan, bahwa kedudukan
Madrasah adalah sejajar dengan sekolah formal lain dengan maksud berada di
bawah naungan kementrian Agama diakui dan disejajarkan kedudukannya dengan
sekolah dibawah naungan kementerian Pendidikan dan kebudayaan.

Adapun eksistensi lembaga Madrasah itu sudah berkembang sejak masa


Islam klasik, dan terus berkembang hingga masa modern dengan segala bentuk
penyesuaian dan pembaharuannya. Ia menjelaskan pula bahwa perkembangan dan
pertumbuhan Madrasah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
masyarakatnya.

Selanjutnya mengenai kualitas pembelajaran, Fathul Arief melakukan


penelitian dengan judul Kontribusi Orientasi Profesional dan Persepsi Tentang
Sumber Belajar Terhadap Perilaku Pembelajaran. Dari hasil kajiannya Arief
menjelaskan, bahwa guru yang profesional memiliki pengetahuan yang luas serta
memiliki persepsi yang baik tentang metode dan sumber belajar. Hal ini
menunjukkan, bahwa semakin profesional seorang guru, maka ia akan semakin
baik mengelola pengajaran dan pada akhirnya akan menghasilkan prestasi belajar
yang baik pula.

Terutama dengan perkembangan masyarakat yang semakin modern ini


menuntut madrasah untuk menyesuaikan diri, baik dari aspek perubahan filosofi
pemikiran, kurikulum, maupun aksinya dalam kegiatan pembelajaran. tuntutan
perubahan tersebut adalah sesuai dengan harapan masyarakat terhadap keberadaan
Madrasah sesuai tuntutan zamannya.

Proses manajemen dalam madrasah sendiri sebenarnya tidak berbeda


dengan organisasi atau lembaga-lembaga lainnya, yaitu dimulai dari proses
perencanaan dan diakhiri evaluasi proses manajemen pada dasarnya tidak dapat
dilepaskan dari fungsi manajemen itu sendiri. Setiap tahapan-tahapan yang ada
pada proses manajemen selalu menunjukkan fungsi dari proses manajemen
masing-masing. Fungsi si manajemen secara sederhana dibedakan menjadi dua
yaitu fungsi perencanaan dan fungsi kontrol.

Sebagaimana diketahui bahwa tingkat kemajuan suatu lembaga pendidikan


sangat ditentukan oleh sejauh mana kualitas output atau keluaran madrasah yang
bersangkutan. Kemudian kualitas keluaran suatu lembaga pendidikan terkait erat
dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen, seperti efektivitas, transparansi
demokratis, peningkatan mutu dan tepat waktu.
Namun Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan agama
Islam harus mengutamakan dan selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral
dan etika ajaran agama dalam segala aspeknya, termasuk pengelolaan
manajemennya. Etika dan moral yang dimaksud adalah etika yang dikembangkan
oleh Rasulullah yang tertuang dalam Alquran dan al-Hadits dengan keimanan dan
ketaqwaan sebagai landasannya. Keberhasilan lembaga pendidikan Madrasah
dalam mengembangkan manajemen berbasis moral dan etika sosial keagamaan
akan melahirkan dan memperkokoh keberadaan Madrasah sebagai lembaga
pendidikan alternatif bagi masyarakat masa depan.

BAB IX MANAJEMEN DI LEMBAGA PENDIDIKAN

Pondok pesantren pada hakekatnya adalah pendidikan keagamaan yang


mempunyai tujuan yang searah dengan pendidikan lainnya yaitu mewujudkan
tujuan pendidikan nasional melalui jalur keagamaan.

Kondisi pesantren dewasa ini khususnya pesantren tradisional masih


menghadapi problem yang nyata baik secara internal maupun external. Karena itu,
upaya maksimal untuk mencari solusinya dari berbagai pihak selalu diperlukan.
Dalam kaitannya dengan hal ini, akan dicoba mencermati manajemen pembinaan
santri di pondok pesantren. sehingga perkembangan pesantren di masa datang
akan sangat ditentukan oleh kemampuannya mengantisipasi dan mengatasi
kesulitan, tantangan dan dilema yang selama ini menyelimutinya. Oleh karena itu,
agar tidak terpaku pada kondisi status quo dan bahkan mundur ke belakang, maka
satu-satunya kemungkinan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah adanya
kesadaran langkah antisipasi ke depan dengan melakukan inovasi dan
pengembangan pesantren. Dengan demikian, pesantren akan semakin eksis dalam
mengantisipasi perubahan sosial dan bahkan berperan mengarahkan perubahan
yang terjadi seiring dengan menggelinding nya era modernisasi dan globalisasi.

Kegiatanperencanaan dalam fungsi manajemen pendidikan islam ini dapat


disusun berdasarkan rumus 5W dan 1H yaitu what, why, when, where, who, dan
how.
What : apa program kegiatan yang akan dilaksanakan

Why : mengapa kegiatan dilaksanakan

When : kapan kegiatan dilaksanakan

Where : dimana kegiatan dilaksanakan

Who : siapa yang melaksanakan

How : bagaimana melaksanakan kegiatan itu.

Maka dengan ini kyai dituntut mempunyai kemampuan mengelola semua


komponen pendidikan Islam. Prinsip pendidikan Islam adalah pembinaan
terhadap segenap kebutuhan santri selama mereka belajar di pondok pesantren.
Hal tersebut mencakup sarana prasarana, sumber daya manusia, dan
pendanaannya

Adapun tujuan pendidikan di pondok pesantren memuat gambaran tentang


nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Karena itu
tujuan pendidikan di pondok pesantren mempunyai dua fungsi yaitu yang pertama
memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan yang kedua merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan pondok pesantren.
Sehingga tujuan pendidikan di pesantren menduduki posisi terpenting, sebab
segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata
terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan pendidikan yang
berwawasan demokrasi dan kebangsaan dalam perspektif siyasah islamiyah.

Sebagaimana halnya Pada pelaksanaan pembelajaran di sekolah umum,


pelaksanaan pembelajaran terhadap santri di pondok pesantren dapat digunakan
kombinasi dari beberapa metode sekaligus agar Pembelajaran dapat berjalan
secara efektif. Metode pembelajaran mempunyai peranan yang amat penting
karena dapat membangkitkan perhatian minat belajar.

Selain daripada itu pengorganisasian adalah suatu proses pembentukan


hubungan perilaku efektif antara dua orang atau lebih dalam bekerjasama sama
dengan menggunakan suatu cara cara yang terstruktur guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Berkenaan dengan pengorganisasian dalam manajemen
pendidikan Islam, maka perlu ditentukan dulu bidang apa yang akan diorganisir.
Misalnya dalam hal pembelajaran, maka perlu diorganisir mulai dari materi,
fasilitas yang diperlukan, kyai yang akan melakukan pembelajaran, siapa yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan pembelajaran itu, dan sebagainya.

Pelaksanaan pengorganisasian ini diperlukan adanya koordinasi yang baik.


koordinasi merupakan proses mempersatukan kontribusi berbagai orang, bahan
dan sumber lainnya ke arah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Koordinasi memegang peranan penting dalam pelaksanaan pekerjaan bila
dilakukan secara kelompok. Peran pimpinan menjadi sentral dalam menggerakkan
setiap orang ataupun unit tertentu sehingga koordinasi diantara mereka
berlangsung secara baik.

Dalam lembaga ke pesantren dan juga dibutuhkannya seorang pemimpin


atau kepemimpinan. fungsi ini sebagai tindakan mengarahkan pekerjaan yang
perlu dilaksanakan di dalam sebuah organisasi. Karena itu, menggerakkan harus
dikaitkan dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, misalnya perencanaan,
organisasi, dan pengawasan agar tujuan organisasi tercapai. Jadi, pada dasarnya
kepemimpinan itu mengarahkan dan mempengaruhi yang mana lebih ditunjang
oleh perilaku lebih banyak bekerja dari pada berbicara dari pimpinannya.

BAB X MANAJEMEN PERPUSTAKAAN

Perpustakaan adalah tempat buku aku yang yang dijaga oleh petugas yang
berkacamata tebal, yang dengan setia menjaga buku dan memberikan peluang
kepada siapa saja yang meminjam buku. Perpustakaan juga dijadikan sebagai
pusat sumber daya informasi menjadi tulang punggung gerak majunya suatu
institusi terutama institusi pendidikan, di mana tuntutan untuk adaptasi terhadap
perkembangan informasi yang sangat tinggi. Perpustakaan menurut fungsinya,
memposisikan diri sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi baik
yang berkaitan dengan sosial, politik maupun ekonomi, dan informasi lainnya. Di
perguruan tinggi, perpustakaan sering diistilahkan sebagai “Jantungnya perguruan
tinggi”. Hal ini berarti perpustakaan memiliki peran penting di dunia pendidikan.
Jika jantungnya lemah, tubuh lainnya juga akan menjadi lemah. Ini artinya jika
perpustakaan lemah, akan berpengaruh pula terhadap institusi tempat
perpustakaan bernaung. Sebaliknya jika jantungnya baik, maka akan membuat
baik pula tubuhnya s sehingga jika perpustakaan baik, maka akan baik pula
lembaga atau institusinya.

Perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat sumber daya informasi,


dituntut harus siap menyediakan koleksi bahan pustaka yang up to date bagi
pemustakanya. Adapun sebuah paradigma baru yang menyimpulkan, salah satu
kriteria penilaian layanan perpustakaan yang bagus adalah dilihat dari kualitas
koleksinya. koleksi yang dimaksud tentu saja mencakup berbagai format bahan
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan alternatif para pemakai perpustakaan
terhadap media rekam informasi.

Agar pengadaan bahan pustaka benar-benar sesuai dengan kebutuhan


informasi masyarakat, maka perpustakaan harus mampu :

1. Mengkaji dan mengenali siapa masyarakat pemakainya dan informasi apa


yang diperlukan,
2. Berusaha menyediakan layanan jasa yang diperlukan saat itu, serta
3. mendorong pemakainya untuk menggunakan fasilitas yang disediakan
oleh perpustakaan. Sehingga pengadaan koleksi yang akan dilakukan
benar-benar mutakhir dan relevan dengan kebutuhan informasi masyarakat
tersebut.

Adapun pengadaan bahan perpustakaan dapat dilakukan dengan berbagai


cara diantaranya yaitu pembelian, tukar-menukar, hadiah, sumbangan, dan
kerjasama. Cara-cara pengadaan bahan pustaka ini dapat dilakukan dengan catatan
tetap memperhatikan kebutuhan informasi masyarakat dengan cara memberikan
bahan pustaka yang up to date, mutakhir dan relevan sesuai dengan kebutuhan
pengguna perpustakaan.
BAB XI PENYUSUNAN VISI, MISI, RIP, RENSTRA RENOP DAN STAKE
HOLDER

1. Visi

Visi adalah keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau
rujukan dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam membawa gerak
langkah organisasi menuju masa depan yang lebih baik, sehingga eksistensi
organisasi dapat diakui oleh masyarakat. Jadi, visi merupakan gambaran tentang
masa depan yang realistis dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu.

Dengan adanya rumusan visi dalam sebuah organisasi, baik itu perusahaan
pabrikan maupun sekolah maka akan mendorong para manajer, unsur pimpinan
perusahaan maupun kepala sekolah untuk mengarahkan semua kegiatan organisasi
sesuai visi yang telah disepakati dan dirumuskan bersama-sama seluruh anggota
pimpinan maupun segenap guru ataupun karyawan.

2. Misi

Misi adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh organisasi agar tujuan
organisasi atau korporasi maupun sekolah dapat terlaksana kan dan berhasil
dengan baik. Adapun tujuan dari perumusan misi adalah merupakan pangkal dari
perencanaan dan suatu strategi sebuah organisasi, misi suatu organisasi akan
menggiring penentuan tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh organisasi. Oleh
karena itu misi harus dirumuskan secara cermat dan memungkinkan untuk
dicapai, serta dapat diukur ketercapaiannya. Perumusan misi ini merupakan hal
yang mendasar, meskipun sulit untuk dicapai tetapi harus diupayakan semaksimal
mungkin. Kriteria misi yang baik mempunyai kriteria atau ciri-ciri sebagai
berikut:

a. Perumusan misi sejalan dengan visi satuan organisasi atau satuan kerja.
b. Rumusan jelas, dengan bahasa yang lugas.
c. Rumusan misi menggambarkan pekerjaan atau fungsi yang harus
dilaksanakan.
d. Dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
e. Memungkinkan untuk adanya perubahan atau penyesuaian dengan
perubahan visi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi antara lain yaitu
hal-hal dibawah ini:

a. Pernyataan misi harus menunjukkan secara jelas mengenai Apa yang


hendak dicapai oleh sekolah.
b. Rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan”
dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagaimana rumusan
visi.
c. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi.
d. Misi menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat atau siswa.
3. Rencana Induk Pengembangan Sekolah (RIPS)

RIPS adalah kependekan dari Rencana Induk Pengembangan Sekolah, ada


juga yang menggunakan dengan istilah cukup RPS atau Rencana Pengembangan
Sekolah. Pengertian RIPS atau RIP sendiri adalah rencana kerja yang disusun
bersama oleh sekolah dengan komite sekolah.

Maka dengan adanya RIPS yang jelas, semua pihak yang berkepentingan,
baik orang tua, guru, pegawai sekolah, komite sekolah, warga disekitar sekolah
dan kepala sekolah sendiri, akan mengetahui hal-hal berikut ini:

a. Apa yang dibutuhkan sekolah.


b. Apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan sekolah.
c. Maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilakukan selama 1 tahun yang
akan datang.
d. RIPS penting sebab akan memberi arah atau panduan bagi para pelaku
sekolah dalam rangka menuju perubahan dan peningkatan sekolah enggan
terkena resiko kecil dan mewujudkan kepastian masa datang.

Pada umumnya RIPS atau RIP berbentuk sebuah buku yang berisi antara lain :
1. Visi ,misi, dan tujuan sekolah
2. Strategi pencapaian program
3. Beberapa kunci sukses program
4. Indikator keberhasilan
5. Identifikasi fungsi dan analisis SWOT.
4. Rencana Strategi (Renstra) Sekolah6

Rencana strategis dalam teori manajemen sering disebut dengan istilah


“Manajemen strategis”. Konsep manajemen strategis pada umumnya di
gunakan di dunia bisnis. Dalam sistem manajemen modern implementasi
konsep tersebut sering digunakan istilah “Rencana Strategis” yaitu strategi
yang direncanakan atau didesain sesuai dengan kondisi lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai