Disusun Oleh:
Pendamping:
NIP. 198805102019022006
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah
Mengetahui,
Dokter Pendamping,
NIP. 198805102019022006
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan Mini
Project “Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Desa Karang Pucung
tentang Pandemi Covid-19 dan Vaksinasi Covid-19” ini dengan baik sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.
Hananingtyas Idasa selaku dokter pendamping internsip Puskesmas Purwokerto
Selatan beserta staf puskesmas terkait yang membantu kami menyelesaikan Mini
Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan
menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar Mini Project yang kami tulis ini
berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber
informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................7
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8
A. Gambaran Umum Covid-19..........................................................................8
B. Vaksin Covid-19.........................................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................38
A. Rancangan Penelitian..................................................................................38
B. Populasi, Sampel dan Subjek......................................................................38
C. Variabel Penelitian......................................................................................39
D. Metode Pengumpulan Data.........................................................................39
BAB IV HASIL PENELITIAN.............................................................................41
A. Karakteristik Subyek Penelitian..............................................................41
B. Distribusi Pengetahuan Masyarakat........................................................43
C. Distribusi Kategori Pengetahuan Masyarakat.........................................44
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................49
A. Kesimpulan.................................................................................................49
B. Saran...........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
China melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya pada
tanggal 31 Desember 2019. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus tersebut berjumlah
44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada
awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan
dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok.
Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi
coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus
(2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization
memberi nama virus baru tersebut SARS-CoV-2 dan nama penyakitnya sebagai
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Virus corona ini menjadi patogen
penyebab utama outbreak penyakit pernapasan. Virus ini adalah virus RNA rantai
tunggal (single-stranded RNA) yang dapat diisolasi dari beberapa jenis hewan,
terakhir disinyalir virus ini berasal dari kelelawar kemudian berpindah ke
manusia. Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat
melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan
waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari
manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa
COVID-19 menjadi pandemi di dunia. Kasus COVID-19 pertama di Indonesia
diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama
di Cina (Pedoman Tatalaksana Covid-19 ed.3, 2020).
Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan
setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kini kasus
terkonfirmasi COVID-19 di dunia mencapai 112.891087 kasus, sedangkan di
Indonesia mencapai 1.831.771 kasus. Indonesia menempati peringkat kelima
dalam penambahan kasus baru. Provinsi Jawa Tengah hingga kini mencapai
205.071 kasus dan menempati peringkat 3 di Indonesia dibawah Provinsi DKI
Jakarta dan Jawa Barat. Kabupaten Banyumas menempati peringkat 2 di Jawa
Tengah dengan jumlah kasus sebanyak 11.203 kasus terkonfirmasi positif per
5
tanggal 2 Juni 2021 (Pedoman Tatalaksana Covid-19 ed.3, 2020; KPC-PEN,
2021; Pemda Banyumas, 2021; Tanggap Covid Jateng, 2021).
Berdasarkan Permenkes RI nomer 10 tahun 2021 pemerintah sedang
menggencarkan proses vaksinasi dengan tujuan mengurangi transmisi covid-19,
menurunkan angka kesakitan atau kematian akibat covid-19, mencapai herd
imunity dan melindungi masyarakat agar tetap produktif secara sosial dan
ekonomi. Vaksinasi telah berlangsung selama hampir 5 bulan. Sasaran vaksinasi
diawali dari Tenaga Kesehatan, Pelayan Publik hingga kini lansia (Permenkes RI,
2021).
Walaupun pemerintah sangat gencar melakukan program vaksinasi masih
banyak hoax tentang pandemi covid-19 dan vaksinasi covid-19 yang
menyebabkan masyarakat ragu untuk melakukan vaksinasi. Jumlah kasus Covid-
19 di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Selatan sepanjang tahun 2020-2021
sebanyak 440 kasus. Sejak bulan Januari 2021, Puskesmas Purwokerto Selatan
telah melaksanakan vaksinasi Covid-19 dengan sasaran tenaga kesehatan pada
tahap 1, serta pelayan publik dan lansia pada tahap kedua. Pada pelaksanaan
vaksinasi di Puskesmas Purwokerto Selatan untuk tenaga kesehatan didapatkan
cakupan vaksinasinya mencapai 458 orang, sedangkan pelayan publik mencapai
829 orang. Lansia juga menjadi orang yang berhak mendapat vaksinasi dan
sampai Mei 2021 mencapai 1137.
Pengetahuan mengenai pandemi Covid-19 dan vaksin Covid-19 yang benar
sebagai upaya mencegah penularan Covid-19 penting untuk disampaikan kepada
masyarakat luas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran pengetahuan masyarakat Desa Karang Pucung tentang pandemi Covid-
19 dan vaksinasi Covid-19.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu
Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan masyarakat Desa Karang Pucung
tentang pandemi Covid-19 dan vaksinasi Covid-19?
C. TUJUAN PENELITIAN
6
1. Tujuan Umum
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai landasan dalam
mengembangkan ilmu kedokteran pada kegiatan Vaksinasi Covid-19.
2. Manfaat Praktis
a. Pihak Instansi Kesehatan / Puskesmas
Sebagai masukan bagi instansi kesehatan terutama Puskesmas
Purwokerto Selatan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kualitas
kegiatan Vaksinasi Covid-19 yang dijalankan serta sebagai salah satu
bahan data dan pertimbangan untuk melakukan intervensi.
b. Dunia Akademik
Sebagai bahan referensi dan data dasar bagi peneliti selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2. Etiologi
Pengurutan genom dan filogenetik secara menyeluruh
mengungkapkan bahwa penyebab Covid-19 adalah beta coronavirus yang
sama dengan virus yang menyebabkan SARS (begitu pula coronavirus pada
kelelawar). Virus corona ini menggunakan reseptor yang sama dengan virus
penyebab SARS yaitu reseptor angiotensin converting enzyme-2 (ACE-2)
untuk masuk ke dalam sel. The Coronavirus Study Group of the International
Committee on Virus Taxonomy telah mengusulkan virus ini sebagai SARS-
Cov-2. Berdasarkan urutan RNA, virus corona ini mirip dengan virus corona
yang menjangkiti kelelawar sehingga sumber utama penularan kemungkinan
berasal dari kelelawar (Bunyan et al, 2021). Saat ini terdapat beberapa varian
baru dari virus corona diantaranya varian dari India (B.1.167), Afrika Selatan
(B.1.351) dan Inggris. Ketiganya disinyalir sudah memasuki wilayah
Indonesia. Varian afrika selatan sudah menjangkiti minimal 83 negara dan
varian ini terbukti meningkatkan risiko penularan covid-19 sebesar +/- 50%.
Varian ini diduga meningkatkan derajat keparahan bila terinfeksi. Sedangkan
varian India belum terbukti meningkatkan derajat keparahan bila terinfeksi
(NERVTAG; Pearson, 2021). Keduanya perlu diwaspadai karena lebih
menular, berpotensi meningkatkan keparahan dan menurunkan kemampuan
antibodi (Deng, 2020).
3. Patofisiologi
Siklus hidup coronavirus pada sel inang melalui 5 tahap : perlekatan,
penetrasi, biosintesis, pematangan dan pelepasan. Setelah virus mengikat sel
inang melalu proses endositosis atau fusi membrane. Setelah isi virus masuk
ke dalam sel inang, RNA virus memasuki nukleus sel untuk melakukan
replikasi. MRNA virus digunakan untuk membuat protein virus (biosintesis).
Kemudian, partikel virus yang baru dibuat (pematangan) dan dilepaskan (Yuki
et al, 2020). Angiotensin Converting Enzym-2 (ACE-2) diidentifikasi sebagai
reseptor fungsional SARS Cov-2. Analisis struktural dan fungsional
menunjukkan bahwa spike SARS Cov 2 terikat pada ACE2. Ekspresi ACE2
terdapat di jantung, ileum, paru-paru, ginjal dan vesika urinaria. Pada paru-
9
paru ACE2 banyak diekspresikan di sel epitel paru. Setelah SARS Cov2
berikatan dengan protein sel inang, selanjutnya akan mengalami pembelahan
protease (Letko et al, 2020; Zou et al, 2020).
Gejala pasien yang terinfeksi Covid-19 terdiri dari gejala minimal
hingga gagal napas dengan gagal multiorgan. Pada pemeriksaan CT Scan
terlihat pulmonary ground glass opacification bahkan pada pasien tanpa
gejala. Akibat ACE2 banyak diekspresikan di sisi apical sel epitel paru di
ruang alveolar, virus ini dapat masuk dan menghancurkannya. Ini sesuai
dengan fakta bahwa inflamasi paling banyak pada distal airway. Sel epitel, sel
dendritik dan makrofag berperan sebagai imunitas bawaan saluran pernapasan,
sampai imunitas adaptif bisa terbentuk (Guan et al, 2020).
10
Kriteria Klinis:
Demam akut (≥ 38 C)/riwayat demam dan batuk; ATAU
Terdapat 3 atau lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat
demam, batuk, kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri
tenggorokan, coryza/ pilek/ hidung tersumbat, sesak nafas,
anoreksia/mual/muntah, diare, penurunan kesadaran DAN
Kriteria Epidemiologis:
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan; ATAU
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi lokal; ATAU
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas
peklayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non-
medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi,
pemantauan kasus dan kontak; ATAU
b. Seseorang dengan ISPA Berat,
c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak memenuhi
kriteria epidemiologis dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2
positif.
2. Kasus Probable
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut :
a. Seseorang yang memenuhi kriteria klinis DAN memiliki riwayat
kontak erat dengan kasus probable; ATAU terkonfirmasi; ATAU
berkaitan dengan cluster COVID-19.
b. Kasus suspek dengan gambaran radiologis sugestif ke arah COVID-19.
c. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan indra
penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra perasa) dengan
tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi.
d. Orang dewasa yang meninggal dengan distres pernapasan DAN
memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi,
atau berkaitan dengan cluster COVID-19.
11
3. Kasus Konfirmasi:
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Seseorang dengan hasil RT-PCR positif
b. Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif DAN
memenuhi kriteria definisi kasus probable ATAU kasus suspek (kriteria
A atau B)
c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid antigen
SARS-CoV-2 positif DAN Memiliki riwayat kontak erat dengan kasus
probable ATAU terkonfirmasi.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)
4. Kontak Erat:
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus
konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau
lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi
(seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable
atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi
setempat (Pedoman Tatalaksana Covid-19 Ed.3 , 2020).
12
Transmisi kontak dan droplet
Transmisi SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung,
kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi
melalui sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet
saluran napas yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin,
berbicara, atau menyanyi. Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter
> 5-10 μm sedangkan droplet yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut
sebagai droplet nuclei atau aerosol. Transmisi droplet saluran napas dapat
terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1
meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan
(seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi;
dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung virus
dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat
menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi
kontak antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan yang
terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat terjadi (dibahas di bawah).
Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen
infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang
tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang
jauh. Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat terjadi selama
pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosol (“prosedur yang
menghasilkan aerosol”).WHO, bersama dengan kalangan ilmuwan, terus
secara aktif mendiskusikan dan mengevaluasi apakah SARS-CoV-2 juga
dapat menyebar melalui aerosol, di mana prosedur yang menghasilkan
aerosol tidak dilakukan terutama di tempat dalam ruangan dengan ventilasi
yang buruk. Laporan-laporan klinis baru di mana tenaga kesehatan yang
terpapar kasus indeks COVID-19 di mana prosedur yang menghasilkan
aerosol dilakukan tidak menemukan transmisi nosokomial jika
kewaspadaan kontak dan droplet digunakan secara tepat, seperti
mengenakan masker medis sebagai bagian dari alat pelindung diri (APD).
Di luar fasilitas medis, beberapa laporan kejadian luar biasa (KLB) terkait
13
tempat dalam ruangan yang padat mengindikasikan kemungkinan transmisi
aerosol, yang disertai transmisi droplet, misalnya pada saat latihan paduan
suara, di restoran, atau kelas kebugaran.
Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang
yang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga
terbentuk fomit (permukaan yang terkontaminasi). Virus dan/atau SARS-
CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RTPCR dapat ditemui di
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari,
tergantung lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan
jenis permukaan. Konsentrasi virus dan/atau RNA ini lebih tinggi di
fasilitas pelayanan kesehatan di mana pasien COVID-19 diobati. Karena
itu, transmisi juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui lingkungan
sekitar atau benda-benda yang terkontaminasi virus dari orang yang
terinfeksi (misalnya, stetoskop atau termometer), yang dilanjutkan dengan
sentuhan pada mulut, hidung, atau mata. Orang yang berkontak dengan
permukaan yang mungkin infeksius sering kali juga berkontak erat dengan
orang yang infeksius, sehingga transmisi droplet saluran napas dan
transmisi fomit sulit dibedakan. Namun, transmisi fomit dipandang sebagai
moda transmisi SARS-CoV-2 yang mungkin karena adanya temuan-
temuan yang konsisten mengenai kontaminasi lingkungan sekitar kasus-
kasus yang terinfeksi dan karena transmisi jenis-jenis coronavirus lain dan
virus-virus saluran pernapasan lain dapat terjadi dengan cara ini.
Moda transmisi lain
RNA SARS-CoV-2 juga telah dideteksi di sampel-sampel biologis,
termasuk urine dan feses beberapa pasien. Namun, hingga saat ini belum
ada laporan yang diterbitkan tentang transmisi SARS-CoV-2 melalui feses
atau urine. Beberapa penelitian melaporkan deteksi RNA SARS-CoV-2 di
dalam plasma atau serum darah; virus ini dapat bereplikasi di sel darah.
Namun, peran transmisi melalui darah masih belum dipastikan; dan
rendahnya konsentrasi virus di plasma dan serum mengindikasikan bahwa
risiko transmisi melalui rute ini mungkin rendah. Saat ini, belum ada bukti
14
terjadinya transmisi intrauterin SARS-CoV-2 dari ibu hamil yang terinfeksi
kepada fetusnya, tetapi data masih terbatas. Baru-baru ini WHO
menerbitkan pernyataan keilmuan tentang menyusui dan COVID-19.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa fragmen-fragmen RNA ditemukan
melalui tes RT-PCR di sejumlah kecil sampel air susu ibu dari ibu yang
terinfeksi SARS-CoV-2, tetapi penelitian-penelitian yang menyelidiki
apakah virus ini dapat diisolasi tidak menemukan virus yang hidup.
Transmisi SARS-CoV-2 dari ibu ke anak memerlukan virus yang dapat
bereplikasi dan infeksius di dalam air susu ibu yang dapat mencapai situs
sasaran pada bayi dan juga mengalahkan sistem pertahanan bayi. WHO
merekomendasikan agar para ibu yang suspek atau terkonfirmasi COVID-
19 didorong untuk mulai atau lanjut menyusui (WHO, 2020).
15
c. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia
berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan atau
Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk
atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan
tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia 5 tahun,
≥30x/menit.
d. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan. ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini: sianosis
sentral atau SpO25 tahun, ≥30x/menit.
e. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok sepsis (Pedoman Tatalaksana Covid-19 Ed.3 , 2020).
16
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran kompos mentis atau penurunan kesadaran yang tidak
membutuhkan ventilator.
b. Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat > 38 C.
c. Dapat disertai retraksi otot pernapasan.
d. Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial, ronki kasar (PDPI, 2020).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks
b. Pemeriksaan swab orofaringeal, nasofaringeal dan aspirat saluran napas
bawah seperti sputum untuk RT-PCR virus, sequencing bila tersedia
(COVID-19).
c. Pemeriksaan darah : Darah perifer lengkap, analisis gas darah, fungsi
hepar, fungsi ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit
d. Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
e. Asam laktat serum
f. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah (PDPI, 2020).
Pemeriksaan PCR Swab
Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis.
Bila pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan
di hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan
pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua). Pada pasien yang dirawat inap,
pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga kali selama perawatan. Untuk
kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan PCR
untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien yang
berat dan kritis. Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat
dilakukan setelah 10 hari dari pengambilan swab yang positif. Bila diperlukan,
pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan disesuaikan kondisi
kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di fasilitas kesehatan masing-
17
masing. Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas
demam selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang
positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh
terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.
Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius atau
tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa PCR
karena nilai cut off berbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat yang
digunakan (PAPDI, 2020).
18
Gambar 3. Rangkuman alur penatalaksanaan pasien COVID-19
berdasarkan beratnya kasus (PAPDI, 2020)
TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah. Pasien dipantau melalui telepon
oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kontrol di
FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis.
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk
dibawa ke rumah):
• Pasien :
Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga.
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing).
Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah.
Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis).
Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.
19
Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci.
Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari).
Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga
jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38o C.
• Lingkungan/kamar:
Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.
Membuka jendela kamar secara berkala.
Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
• Keluarga:
Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
Anggota keluarga senanitasa pakai masker.
Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien .
Senantiasa mencuci tangan .
Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih.
Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar.
Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dll
20
c. Farmakologi
• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-
inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke
Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung
• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,
serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari
sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala.
Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik
yang dipersiapkan pemerintah.
• Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi
pasien.
• Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
21
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi
tanpa gejala).
c. Farmakologis
• Vitamin C dengan pilihan:
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E,
zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,
serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU) • Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
• Antivirus :
- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari (terutama
bila diduga ada infeksi influenza)
- ATAU
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
• Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
22
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
•Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam
1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
• Vitamin D
• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU) Diberikan terapi farmakologis berikut:
• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7
hari).
• Salah satu antivirus berikut :
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau Remdesivir 200
mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau
hari ke 2-10)
• Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
23
DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara
kohorting
• Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai ketentuan
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi
(terapi cairan), dan oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
• Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
• Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
• Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik (alur gambar 1)
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau noninvasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru
luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
24
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
• Terapi oksigen:
- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 < 93% mulai dari nasal
kanul sampai NRM 15 L/m lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
• Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
• Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena koinfeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
• Antivirus :
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip
(hari ke 2-5 atau hari ke 2-10) • Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan
evaluasi DPJP
25
• Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman
tatalaksana syok yang sudah ada
- Inisiasi resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mengatasi
hipotensi dalam 1 jam pertama.
- Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250 – 500 mL (15 – 30
menit) sambil menilai respon klinis. Respon klinis dan perbaikan target
perfusi (MAP >65 mmHg, produksi urine >0,5 ml/kg/jam, perbaikan
capillary refill time, laju nadi, kesadaran dan kadar laktat). Penilaian tanda
overload cairan setiap melakukan bolus cairan. Hindari penggunaan
kristaloid hipotonik, gelatin dan starches untuk resusitasi inisiasi.
Pertimbangkan untuk menggunakan indeks dinamis terkait volume
responsiveness dalam memandu resusitasi cairan (passive leg rising, fluid
challenges dengan pengukuran stroke volume secara serial atau variasi
tekanan sistolik, pulse pressure, ukuran vena cava inferior, atau stroke
volume dalam hubungannya dengan perubahan tekanan intratorakal pada
penggunaan ventilasi mekanik)
- Penggunaan vasopressor bersamaan atau setelah resusitasi cairan, untuk
mencapai target MAP >65 mmHg dan perbaikan perfusi. Norepinefrin
sebagai first-line vasopressor. Pada hipotensi refrakter tambahkan
vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) atau epinephrine. Penambahan
vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) dapat mengurangi dosis norepinephrine.
Pada pasien COVID-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi persisten,
tambahkan dobutamin. Jika memungkinkan gunakan monitor parameter
dinamis hemodinamik. Baik invasif, seperti PiCCO2, EV1000, Mostcare,
maupun non-invasif, seperti ekokardiografi, iCON, dan NICO2.
• Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi (PAPDI, 2020).
26
B. VAKSIN COVID-19
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme
atau bagiannya atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa
sehingga aman, yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksin bukanlah
obat, vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh agar terhindar
dari tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada obat yang
defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan efektif
serta perilaku 3M (memakasi masker, mencuci tangan dengan sabun dan
menjaga jarak) adalah upaya perlindungan yang bisa kita lakukan agar
terhindar dari penyakit COVID-19 (Kemenkes RI, 2020).
Jenis vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/12758/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk
Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, jenis vaksin COVID-19 yang dapat
digunakan di Indonesia adalah:
a.Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero)
b. AstraZeneca
c. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)
d. Moderna
e. Novavax Inc
f. Pfizer Inc. and BioNTech, dan
g. Sinovac Life Sciences Co., Ltd.
Jenis-jenis vaksin tersebut merupakan vaksin yang masih dalam tahap
pelaksanaan uji klinik tahap 3 atau telah selesai uji klinik tahap 3. Penggunaan
vaksin tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin edar atau
persetujuan penggunaan pada masa darurat dari BPOM (Kemenkes RI, 2020).
27
SU/0.5 mL, alumunium hydroxide, dsodium hydrogen phosphate, sodium
dihydrogen phosphate dan sodium chloride. Vaksin ini tersedia dalam 3 juta
dosis yang dialokasikan untuk SDM Kesehatan pada gelombang 1. Keamanan
vaksin Sinovac sudah diteliti sejak uji klinis fase 1 dan 2 yang dikerjakan di
China (Jiangsu & Hebei). Keamanan juga dinilai pada uji klinis fase 3 di
Bandung, Turki, Brazil, dan Chile. Berdasarkan laporan interim uji klinis fase
3 yang diterima oleh BPOM didapatkan bahwa efek simpang vaksin Sinovac
umumnya ringan hingga sedang. Pada uji klinis di Bandung frekuensinya
hanya 0.1% hingga 1%. Tidak ada satupun yang mengalami efek simpang
serius. Efek simpang lokal terdiri dari nyeri pada tempat suntikan, kemerahan
(eritema), bengkak pada tempat suntikan, gatal, indurasi. Efek samping
sistemik yang dapat muncul yaitu nyeri otot, demam >38C, rasa lelah
(fatigue), mual muntah dan nyeri kepala. Sejauh ini disimpulkan bahwa
produk vaksin yang akan digunakan di Indonesia tersebut tidak berasal atau
tidak mengandung bahan yang haram atau najis, dan dalam proses
produksinya tidak terkontaminasi oleh bahan haram atau najis (Soegiarto,
2021).
Pada uji klinis fase 3 di Bandung (1620 subyek), dan Turki (13.000
subyek) subyek penelitian adalah individu sehat dengan usia 18-59 tahun. Uji
klinis fase 3 di Brazil (13.060 subyek) juga melibatkan subyek usia >60 tahun
tanpa atau dengan penyakit komorbid. Uji klinis fase 3 di Chile (3000 subyek)
melibatkan subyek usia 18-65 tahun. Berdasarkan laporan interim uji klinis
fase 3 yang diterima oleh BPOM didapatkan bahwa efikasi dari uji klinis di
Turki adalah 91.25%. Laporan interim uji klinis fase 3 di Bandung
melaporkan bahwa imunogenisitas hingga 3 bulan setelah vaksinasi adalah
99.23%. Hasil evaluasi selama 3 bulan setelah vaksinasi: pada kelompok
vaksin (dari 810 subyek) terjadi 7 kasus infeksi COVID-19. Pada kelompok
plasebo (dari 810) subyek): terjadi 18 kasus infeski COVID-19. Efikasi dapat
dihitung sebesar 65.3%. Berdasarkan laporan interim uji klinis fase 3 yang
diterima oleh BPOM dari Turki, Brazil, dan Bandung; dengan mengkaji
semua data keamanan, fasilitas pada pabrik di China maupun PT Bio Farma,
mutu produk dll, maka dengan didukung oleh ITAGI, PERALMUNI,
28
KomNas Penelitian Obat, dan IDI pada tanggal 11 Januari 2021 BPOM
mengeluarkan sertifikat EUA untuk vaksin Sinovac (CoronaVac)
(Soegiarto, 2021).
29
Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group) (Kemenkes
RI, 2020).
Dosis Vaksin
Dosis dan cara pemberian harus sesuai dengan yang direkomendasikan
untuk setiap jenis vaksin COVID-19. Tabel di bawah ini menjelaskan dosis
pemberian untuk setiap jenis platform vaksin COVID-19 (Kemenkes RI,
2020).
Tabel 1. Dosis Pemberian Vaksin Covid-19
30
b. Untuk individu dengan usia >59 tahun, kelayakan vaksinasi Coronavac
ditentukan oleh kondisi frailty (kerapuhan) dari individu tersebut yang
diperoleh dari kuesioner RAPUH (keterangan dibawah). Jika nilai
yang diperoleh lebih dari 2, maka individu tersebut belum layak untuk
dilakukan vaksinasi COVID-19. Jika ragu dengan nilai dari individu
lansia tersebut, maka dapat dikonsulkan ke dokter ahli di bidangnya
(Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri (SpPD-KGer)
atau Spesialis Penyakit Dalam Umum (SpPD) khususnya di lokasi
yang tidak memiliki konsultan geriatri.
Kuesioner RAPUH
Penapisan Sindrom Kerapuhan/Kerentaan/Frailty (ICD Code :
R54) –Adaptasi dan validasi kuesioner FRAIL
R = Resistensi (Resistance)
Dengan diri sendiri atau tanpa bantuan alat, apakah anda mengalami
kesulitan untuk naik 10 anak tangga dan tanpa istirahat diantaranya?
Skor 1 = Ya, 0 = Tidak
A = Aktifitas (Fatigue)
Seberapa sering dalam 4 minggu ada merasa kelelahan?
1: Sepanjang waktu
2: Sebagian besar waktu
3: Kadang – kadang
4: Jarang
Bila jawab 1 atau 2 skor = 1 dan selain itu skor = 0
P = penyakit lebih dari 4 (Illnesses)
Partisipan ditanya, apakah dokter pernah mengatakan kepada anda
tentang penyakit anda (11 penyakit utama: hipertensi, diabetes, kanker
(selain kanker kulit kecil), penyakit paru kronis, serangan jantung,
gagal jantung kongestif, nyeri dada, asma, nyeri sendi, stroke dan
penyakit ginjal)?
Bila jawaban jumlah total penyakit skor yang tercatat 0-4 penyakit
= 0 dan 5-11 penyakit=1
31
Usaha berjalan : (Ambulatory)
Dengan diri sendiri dan tanpa bantuan, apakah anda mengalami
kesulitan berjalan kira – kira sejauh 100 sampai 200 meter? Skor Ya =
1, dan Tidak = 0
H = Hilangnya berat badan : (Loss of Weight)
- Berapa berat badan saudara dengan mengenakan baju tanpa alas
kaki saat ini?
- Satu tahun yang lalu, berapa berat badan anda dengan mengenakan
baju tanpa alas kaki?
- Keterangan perhitungan berat badan dalam persen : [(berat badan 1
tahun yang lalu – berat badan sekarang)/Berat badan satu tahun
lalu)]x 100%.
- Bila hasil >5% (mewakili kehilangan berat badan 5%) diberi skor
1.
Intepretasi : Skor 1-2 : Pre-Frail (Pra-Rapuh). Skor >2 : Frail
(Rapuh/Renta)
c. Penyintas COVID-19 jika sudah sembuh minimal 3 bulan, maka layak
diberikan vaksin COVID-19.
d. Penggunaan obat-obatan rutin tidak berhubungan dengan pembentukan
antibodi pasca vaksinasi Coronavac (misalnya statin, antiplatelet, dll).
e. Individu yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 saat ini tidak
direkomendasikan untuk menjadi pendonor terapi plasma konvalesen.
f. Apabila terdapat keraguan, maka konsultasikan dengan dokter yang
merawat.
g. Individu dengan kondisi dibawah ini pada dasarnya LAYAK untuk
diberikan vaksinasi COVID-19 sesuai dengan keterangan yang tercantum
pada tabel di bawah ini:
32
Tabel 2. Daftar rekomendasi kelayakan beberapa penyakit berkaitan
dengan vaksinasi Covid-19 (PAPDI, 2020).
NO PENYAKIT CATATAN
1. Penyakit autoimun Individu dengan penyakit autoimun layak untuk
mendapatkan vaksinasi jika penyakitnya sudah
dinyatakan stabil sesuai rekomendasi dokter yang
merawat.
2. Reaksi anafilaksis (bukan akibat Jika tidak terdapat bukti reaksi anafilaksis terhadap
vaksinasi COVID-19) vaksin COVID-19 ataupun komponen yang ada dalam
vaksin COVID-19 sebelumnya, maka individu tersebut
dapat divaksinasi COVID-19. Vaksinasi dilakukan
dengan pengamatan ketat dan persiapan
penanggulangan reaksi alergi berat. Sebaiknya
dilakukan di layanan kesehatan yang mempunyai
fasilitas lengkap.
3. Alergi obat Perlu diperhatikan pada pasien yang memiliki riwayat
alergi terhadap antibiotik neomicin, polimiksin,
streptomisin, dan gentamisin agar menjadi perhatian
terutama pada vaksin yang mengandung komponen
tersebut. Namun, vaksin COVID-19 tidak mengandung
komponen tersebut sehingga dapat diberikan vaksinasi
COVID-19.
4. Alergi makanan Alergi makanan tidak menjadi kontraindikasi
dilakukan vaksinasi COVID-19.
5. Asma Asma yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi
COVID-19
6. Rinitis alergi Rinitis tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan
vaksinasi COVID-19.
7. Urtikaria Jika tidak terdapat bukti timbulnya urtikaria akibat
vaksinasi COVID-19, maka vaksin layak diberikan.
Jika terdapat bukti urtikaria, maka menjadi keputusan
dokter secara klinis untuk pemberian vaksinasi
COVID-19. Pemberian antihistamin dianjurkan
sebelum dilakukan vaksinasi.
8. Dermatitis atopik Dermatitis atopik tidak menjadi kontraindikasi untuk
dilakukan vaksinasi COVID-19.
9. HIV Pasien HIV dengan kondisi klinis baik dan minum obat
ARV teratur dapat diberikan vaksin COVID-19.
10. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi
33
(PPOK) COVID-19.
11. Interstitial Lung Disease (ILD) Pasien ILD layak mendapatkan vaksinasi COVID-19
jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut.
12. Penyakit hati - Vaksinasi kehilangan keefektifannya sejalan
dengan progresifisitas penyakit hati. Oleh
karena itu, penilaian kebutuhan vaksinasi pada
pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya
dinilai sejak awal, saat vaksinasi paling
efektif/respons vaksinasi optimal.
- Jika memungkinkan, vaksinasi diberikan
sebelum transplantasi hati.
- Inactivated vaccine (seperti Coronavac) lebih
dipilih pada pasien sirosis hati
13. Transplantasi hati Pada individu yang sudah dilakukan transplantasi hati
dapat diberikan vaksinasi COVID-19 minimal 3 bulan
pasca transplan dan sudah menggunakan obat-obatan
imunosupresan dosis minimal.
14. Hipertensi Selama tekanan darah <180/110 mmHg dan atau tidak
ada kondisi akut seperti krisis hipertensi.
15. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Penyakit ginjal kronik non dialisis dan dialisis dalam
non dialisis kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin
COVID-19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko
16. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada
dialisis (hemodialisis dan dialisis populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
peritoneal)
Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami
komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik, atau
tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian
dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani
vaksinasi.
17. Transplantasi ginjal Pasien resipien transplantasi ginjal yang mendapatkan
imunosupresan dosis maintenance dan dalam kondisi
stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID-19
mengingat risiko infeksi yang tinggi dan risiko
mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi pada
populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
Catatan:
Pasien resipien transplantasi ginjal yang sedang dalam
kondisi rejeksi atau masih mengkonsumsi
imunosupresan dosis induksi dinilai belum
layak untuk menjalani vaksinasi COVID-19.
18. Gagal jantung Gagal jantung yang berada dalam kondisi stabil dan
34
tidak sedang akut dapat diberikan vaksinasi
19. Penyakit jantung koroner Penyakit jantung koroner yang berada dalam kondisi
stabil dan tidak sedang akut dapat diberikan vaksinasi
20. Aritmia Aritmia yang dalam kondisi stabil dan tidak sedang
dalam keadaan akut/ maligna dapat diberikan vaksinasi
21. Gastrointestinal - Penyakit-penyakit gastrointestinal
selain Inflammatory Bowel Disease (IBD) akut
layak mendapatkan vaksinasi COVID-19.
- Pada kondisi IBD yang akut misal BAB
berdarah, berat badan turun, demam, nafsu
makan menurun sebaiknya vaksinasi ditunda.
- Pendataan dan skrining pasien dengan
penyakit autoimun di bidang gastrointestinal,
seperti penyakit IBD (Kolitis Ulseratif
dan Crohn's Disease) dalam skrining terdapat
pertanyaan terkait gejala gastrointestinal seperti
diare kronik (perubahan pola BAB), BAB
darah, penurunan berat badan signifikan yang
tidak dikehendaki.
22. Diabetes Melitus Tipe 2 Kecuali dalam kondisi metabolik akut.
23. Obesitas Pasien dengan obesitas tanpa komorbid yang berat.
24. Hipertiroid dan Hipotiroid (baik Dalam pengobatan jika secara klinis sudah stabil maka
autoimun ataupun non-autoimun) boleh diberikan vaksin COVID-19.
25. Nodul tiroid Diperbolehkan diberikan vaksin COVID-19 jika secara
klinis tidak ada keluhan.
26. Kanker darah, kanker tumor padat, Kelayakan dari individu dengan kondisi ini ditentukan
kelainan darah seperti talasemia, oleh dokter ahli di bidang terkait, konsulkan terlebih
imunohematologi, hemofilia, dahulu sebelum pemberian vaksin COVID-19.
gangguan koagulasi dan kondisi
lainnya
27. Donor darah (Darah Penerima vaksin Sinovac dapat mendonorkan darah
lengkap/ Whole blood) setelah 3 hari pasca vaksinasi apabila tidak terdapat
efek samping vaksinasi.
28. Penyakit gangguan psikosomatis Sangat direkomendasikan dilakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi
yang cukup lugas pada penerima vaksin.
Dilakukan identifikasi pada pasien dengan
masalah gangguan psikosomatik, khususnya
ganggguan ansietas dan depresi perlu dilakukan
35
edukasi yang cukup dan tatalaksana medis.
Orang yang sedang mengalami stress
(ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki
kondisi klinisnya sebelum menerima vaksinasi.
Perhatian khusus terhadap
terjadinya Immunization Stress-Related
Response (ISRR) yang dapat terjadi sebelum,
saat dan sesudah imunisasi pada orang yang
berisiko:
1. Usia 10-19 tahun
2. Riwayat terjadi sinkop vaso-vagal
3. Pengalaman negatif sebelumnya terhadap
pemberian suntikan.
4. Terdapat ansietas sebelumnya.
KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
Kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dapat berupa reaksi vaksin,
reaksi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsidens sampai ditentukan
adanya hubungan kausal. KIPI diklasifikasikan serius jika menimbulkan
kematian, kebutuhan untuk rawat inap, dan gejala sisa yang menetap serta
mengancam jiwa. KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus
diwaspadai. Penapisan status kesehatan sasaran yang akan divaksinasi harus
dilakukan seoptimal mungkin (Winulyo, 2021).
Beberapa penyebab reaksi adalah antigen yang terkandung dalam vaksin,
komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet).
Jenis – jenis reaksi yang muncul dan antisipasinya antara lain :
1. Reaksi Lokal
Nyeri, kemerahan,bengkak pada tempat suntikan, dan reaksi lokal lain
yang berat, misalnya selulitis. Antisipasi yang dapat dilakukan adalah
kompres dingin pada lokasi dan paracetamol.
2. Reaksi Sistemik
Demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan
lemah, dan sakit kepala. Antisipasi yang dapat dilakukan adalah minum
36
lebih banyak, pakaian nyaman, kompres dingin pada lokasi dan
paracetamol.
3. Reaksi Lain
Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem, reaksi anafilaksis, serta syncope
(pingsan) (Winulyo, 2021).
Berdasarkan derajatnya reaksi akibat vaksin dibedakan menjadi reaksi ringan dan
berat. Reaksi ringan diantaranya rasa sakit & bengkak di tempat suntikan, demam,
irritability, malaise. Reaksi tersebut dapat sembuh sendiri, hampir tidak
memerlukan perawatan simtomatik. Penting untuk meyakinkan dan menjamin
bahwa pasien/ orang tua memahami reaksi tersebut. Reaksi berat jarang terjadi.
Reaksi tersebut termasuk kejang, trombositopenia, episode hipotonik
hiporesponsif, persistent inconsolable screaming. Dalam banyak kasus self
limiting dan tidak mengarah ke masalah jangka panjang. Reaksi anafilaksis dapat
juga terjadi, meski berpotensi fatal, dapat diobati tanpa efek jangka panjang.
Efek Samping Vaksin Sinovac
Efek samping vaksin inaktif seperti vaksin sinovac adalah salah satu yang
terendah dibandingkan platform lain. Negara brazil menyatakan efek samping
Sinovac yang terendah. Turki dan Bandung menunjukkan angka yang juga rendah
dibandingkan dengan Pfizer dan Moderna yang bisa minimal 70%. Efek samping
lain vaksin mRNA yaitu alergi berat, anafilaksis, pembengkakan di lokasi filler
bedah plastik di wajah. Kasus yang sempat dilaporkan pada uji klinik mRNA dan
Oxford adalah Bell’s palsy dan transverse myelitis (Winuyo, 2021).
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
1. Populasi
Banyumas.
2. Sampel
8 Mei 2021.
3. Subjek
sebagai berikut:
38
b. Pasien bersedia menjadi subjek penelitian.
C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel
pilihan jawaban benar dan salah. Benar diberikan skor 1 dan salah
70 dianggap kurang.
kategorik.
1. Intrumentasi Data
39
2. Jenis Data
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
41
Tabel 3 menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (72%),
berusia lebih dari 60 tahun (100%), dan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah
tangga (28%) dan tidak bekerja (28%). Peserta penelitian mayoritas
berpendidikan tamat SD/sederajat (32%) dan Akademi/ Perguruan Tinggi (32%).
42
13. Vaksin Covid-19 dapat membuat 18 51,5% 17 48,5%
penerima vaksin positif Covid-19
14. Orang dengan tekanan darah 25 71,4% 10 28,6%
>180/110 saat dilakukan skrining
tidak boleh menerima vaksin
covid-19
15. Orang yang sedang mengalami 24 68,5% 11 31,5%
batuk dan atau pilek serta demam
boleh menerima vaksin
16. Orang yang mempunyai penyakit 28 80% 7 20%
DM terkontrol atau minum obat
DM rutin dapat menerima vaksin
17. Tidak ada vaksin yang sama sekali 14 40% 21 60%
tidak menyebabkan efek simpang
18. Peristiwa yang terjadi setelah 7 20% 28 80%
vaksinasi sampai kurun waktu 1
bulan setelah vaksinasi disebut
KIPI
19. Reaksi lokal dan sistemik seperti 23 65,7% 12 34,3%
nyeri pada tempat suntikan atau
demam dapat terjadi sebagai
bagian dari respon tubuh
20. Nyeri, kemerahan, bengkak di 32 91,4% 3 8,6%
tempat suntikan merupakan reaksi
lokal akibat vaksin
21. Orang yang mengalami alergi 17 48,5% 18 51,5%
seperti biduran, kelopak mata
bengkak, sesak napas setelah
vaksin dosis 1, tidak boleh
menerima vaksin ke 2
22. Persiapan mental sangat penting 33 94,2% 2 5,8%
sebelum dilakukan vaksin untuk
mencegah terjadinya gejala reaksi
stress akut
23. Orang yang mengalami demam, 34 97,1% 1 2,9%
nyeri otot, sakit kepala merupakan
reaksi yang dapat muncul setelah
vaksin, akan tetapi tidak berbahaya
dan dapat hilang
24. Reaksi vaksin dapat berupa gejala 21 60% 14 40%
ringan, sedang ataupun berat
25. Segera ke fasilitas layanan 31 88,5% 4 11,5%
kesehatan terdekat apabila terjadi
efek samping dari vaksin
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar masyarakat menjawab 19 pertanyaan dari 25
pertanyaan dengan jawaban benar lebih banyak dibandingkan jawaban salah
sehingga rasio perbandingannya sebesar 3:2.
43
C. DISTRIBUSI KATEGORI PENGETAHUAN MASYARAKAT
Tabel 5. Distribusi kategori pengetahuan masyarakat tentang
pandemi Covid-19 dan vaksinasi Covid-19
Pengetahuan f %
Baik 32 91,4
Kurang 3 8,5
Tabel 5 menunjukkan mayoritas masyarakat Desa Karang Pucung memiliki
tingkat pengetahuan tentang pandemi COVID-19 yang baik (91,4%).
44
BAB V
PEMBAHASAN
Pengetahuan adalah salah satu hal yang penting diperhatikan dalam rangka
penanganan kasus COVID-19. Pengetahuan masyarakat khususnya dalam
mencegah transmisi penyebaran virus SARS-CoV-2 sangat berguna dalam
menekan penularan virus tersebut (Law, Leung, & Xu, 2020). Dengan memiliki
pengetahuan yang baik terhadap suatu hal, seseorang akan memiliki kemampuan
untuk menentukan dan mengambil keputusan bagaimana ia dapat menghadapinya
(Purnamasari, Ika; Raharyani, 2020). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian klinis lainnya, dimana dari 1.102 responden di Indonesia, mayoritas
responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik terkait social distancing dalam
rangka pencegahan penularan COVID-19 dengan prevalensi mencapai 99%
(Yanti et al., 2020). Selain itu, penelitian lain di Provinsi DKI Jakarta juga
memberikan hasil yang sejalan dengan penelitian ini yaitu 83% responden
memiliki pengetahuan yang baik dalam pencegahan COVID-19 (Utami, Mose, &
Martini, 2020). Dari beberapa penelitian tersebut, maka dapat dilihat bahwa
pengetahuan menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemecahan terhadap permasalahan khususnya terkait COVID-19.
45
(pengendalian sumber penularan) atau memberikan perlindungan kepada
pemakainya terhadap infeksi (pencegahan) (WHO, 2021).
Tatalaksana reaksi pasca imunisasi merupakan salah satu hal yang penting
pula, apabila terlambat dalam penanganan maka prognosisnya akan makin buruk
pula. Pada item nomor 25 menyatakan segera ke fasilitas layanan kesehatan
terdekat apabila terjadi efek samping dari vaksin, mayoritas peserta menjawab
jawaban benar hal ini sejalan dengan teori yang ada agar mengunjungi fasilitas
kesehatan bila ada efek samping vaksin. Faktanya, tidak ada vaksin yang tidak
mempunyai efek samping. Efek samping vaksin inaktif seperti vaksin sinovac
adalah salah satu yang terendah dibandingkan platform lain. Negara brazil
menyatakan efek samping Sinovac yang terendah. Turki dan Bandung
menunjukkan angka yang juga rendah dibandingkan dengan Pfizer dan Moderna
yang bisa minimal 70% (Winulyo, 2020)
46
Sebanyak 33 orang menjawab jawaban benar artinya, masyarakat sudah
mengetahui persiapan mental yang baik akan menunjang dapat dilakukannya
vaksinasi dan menurunkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
Selain item yang mayoritas dijawab benar oleh masyarakat, terdapat item
yang mayoritas di jawab salah. Salah satunya yaitu item nomor 4 yang isinya
adalah, Covid-19 menular melalui percikan cairan tubuh penderita. Dari
pertanyaan tersebut, 91,5% peserta menjawab salah. Pada faktanya, transmisi
SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung, atau
kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi seperti air liur dan
sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat orang yang
terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Transmisi droplet saluran napas
dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter)
dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan (seperti batuk
atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi; dalam keadaan-keadaan
ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut, hidung,
mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak
langsung di mana terjadi kontak antara inang yang rentan dengan benda atau
permukaan yang terkontaminasi. Penularan melalui cairan tubuh seperti darah,
urine belum dapat dipastikan karena konsentrasi virus dalam serum atau plasma
serta urine sangat sedikit mengindikasikan bahwa risiko transmisi melalui rute ini
mungkin rendah (WHO, 2020).
47
Covid-19 dan vaksinasi Covid-19 91,4% masyarakat memiliki pengetahuan baik.
Sehingga dapat dilihat bahwa pengetahuan masyarakat mengenai pandemi Covid-
19 sudah baik namun masih memerlukan adanya edukasi terkait COVID-19 agar
lebih menyadari pentingnya pengetahuan dalam rangka pencegahan penularan
virus. Efek samping yang dimiliki oleh vaksin Covid-19 dalam hal ini Sinovac
mempunyai efek samping yang lebih minimal dibandingkan manfaatnya yang
jauh lebih besar. Masyarakat diharapkan mau mengikuti dan dapat mengajak
masyarakat lain untuk program vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan oleh
pemerintah.
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan
masyarakat Desa Karang Pucung tentang pandemi Covid-19 dan vaksinasi
Covid-19, didapatkan kesimpulan bahwa 91,4% masyarakat Desa Karang
Pucung memiliki pengetahuan yang baik terkait pandemi Covid-19 dan
vaksinasi Covid-19. Sebagian besar masyarakat menjawab 19 pertanyaan dari
25 pertanyaan dengan jawaban benar lebih banyak dibandingkan jawaban
salah. Pengetahuan masyarakat mengenai pandemi Covid-19 dan vaksinasi
Covid-19 sudah baik, namun edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat
atau kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi
COVID-19 tetap harus dilakukan terus menerus.
B. Saran
Untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut kami menyarankan hal-hal
sebagai berikut :
1. Perlu memperbanyak jumlah sampel dan populasi agar hasil penelitian
dapat lebih aplikatif untuk masyarakat wilayah kerja Puskesmas
Purwokerto Selatan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Guan W.J., Ni Z.Y., Hu Y., Liang W.H., Ou C.Q., He J.X., Liu L., Shan H., Lei
C.L., Hui D.S.C., Du B., Li L.J., Zeng G., Yuen K.Y., Chen R.C., Tang C.L.,
Wang T., Chen P.Y., Xiang J., Li S.Y., Wang J.L., Liang Z.J., Peng Y.X., Wei
L., Liu Y., Hu Y.H., Peng P., Wang J.M., Liu J.Y., Chen Z., Li G., Zheng Z.J.,
Qiu S.Q., Luo J., Ye C.J., Zhu S.Y., Zhong N.S., C China Medical Treatment
Expert Group for Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in
China. Journal. 2020 doi: 10.1056/NEJMoa2002032.
Law, S., Leung, A. W., & Xu, C. (2020). Severe acute respiratory syndrome
(SARS) and coronavirus disease-2019 (COVID-19): From causes to
preventions in Hong Kong. International Journal of Infectious Diseases, 94,
156–163. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.03.05 9
Letko M., Marzi A., Munster V. Functional assessment of cell entry and receptor
usage for SARS-CoV-2 and other lineage B
betacoronaviruses. Journal. 2020;5:562–569.
50
PAPDI. 2020. Buku Saku : Protokol Tatalaksana Covid-19 Ed.2. Jakarta :
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
Tanggap Covid-19 Jateng. 2021. Kabar Terkini : Jumlah Kasus Covid-19 di Jawa
Tengah. https://corona.jatengprov.go.id/
51
Utami, R. A., Mose, R. E., & Martini, M. (2020). Pengetahuan, Sikap dan
Keterampilan Masyarakat dalam Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta.
Jurnal Kesehatan Holistic, 4(2), 68–77. https://doi.org/10.33377/jkh.v4i2.85
Winulyo, EB. 2021. Teknis Pelaksanaan Vaksin Covid dan Antisipasi KIPI.
Jakarta : SatGas Imunisasi Dewasa PB PAPDI
Yanti, B., Wahyudi, E., Wahiduddin, W., Novika, R. G. H., Arina, Y. M. D.,
Martani, N. S., & Nawan, N. (2020). Community Knowledge, Attitudes, and
Behavior Towards Social Distancing Policy As Prevention Transmission of
Covid-19 in Indonesia. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 8(2), 4.
https://doi.org/10.20473/jaki.v8i2.2020. 4-14
Zou X., Chen K., Zou J., Han P., Hao J., Han Z. Single-cell RNA-seq data
analysis on the receptor ACE2 expression reveals the potential risk of
different human organs vulnerable to 2019-nCoV infection. Journal. 2020
doi: 10.1007/s11684-020-0754-0.
52