Anda di halaman 1dari 208

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGALAMAN DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN


KEPERAWATAN KAITANNYA DENGAN INTEGRITAS
PERAWAT

TESIS

MARTHA EVI RIANA PURBA


1706096393

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPERAWATAN
DEPOK
2019

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGALAMAN DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN


KEPERAWATAN KAITANNYA DENGAN INTEGRITAS
PERAWAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar


Magister Keperawatan

MARTHA EVI RIANA PURBA


1706096393

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPERAWATAN
DEPOK
2019

ii
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan
Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari Ibu Dr. Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc selaku pembimbing I dan Ibu
Kuntarti,S.Kp., M.Biomed selaku pembimbing II, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Bapak Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
(2) Ibu Dr. Hany Handiyani,S.Kp., M.Kep selaku Ketua Program Studi Magister/Ketua
Departemen DKKD yang memberikan dukungan dalam tugas belajar ini
(3) Ibu Dr. Enie Novieastari, S.Kp., MSN dan Ibu Sugih Asih, S.Kp., M.Kep selaku
penguji sidang tesis yang memberikan maasukan dalam menyempurnakan tesis menjadi
lebih baik
(4) Suami tercinta, seluruh keluarga tercinta yang memberikan dukungan moril dan
material sehingga penulis dapat melanjutkan studi Magister di FIK UI
(5) PPSDM Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan dalam tugas belajar
(6) Rekan-rekan seperjuangan Program Magister FIK UI Angkatan 2017 terutama
kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Depok, 10 Juli 2019

Penulis

v
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
ABSTRAK
Nama : Martha Evi Riana Purba
Program Studi : Magister Keperawatan
Judul : Pengalaman Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Kaitannya Dengan Integritas Perawat
Pembimbing : 1. Dr. Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc
2. Kuntarti,S.Kp., M.Biomed

Pendokumentasian asuhan keperawatan dalam pelaksanaannya merupakan hal yang


rumit. Beberapa upaya telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan
pendokumentasian. Namun belum ada penelitian yang menggali pendokumentasian
dikaitkan dengan integritas perawat. Tujuan penelitian mengeksplorasi pengalaman
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas.
Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif melibatkan 10 perawat
di salah satu RS pemerintah. Metode dilakukan dengan wawancara mendalam. Data
dianalisis menggunakan analisis Colaizzi. Hasil penelitian mendapatkan tujuh tema
meliputi 1) Menuliskan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai proses asuhan
keperawatan, pendokumentasian terintegrasi oleh perawat yang berperan sesuai SPO, 2)
Mendokumentasikan asuhan keperawatan belum sesuai SPO dan pedoman
pengorganisasian pelayanan keperawatan yang dipengaruhi oleh faktor dari SDM
perawat, metode penugasan, dan, material RS, 3) Merasakan beragam perasaan senang
jika berhasil mendokumentasikan dan beragam perasaan bersalah jika belum
mendokumentasikan 4) Mendapatkan manfaat pendokumentasian asuhan keperawatan,
5) Mengalami hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam pendokumentasian
asuhan keperawataan, 6) Memahami integritas dalam pendokumentasian sebagai
kemampuan kognitif, memiliki prinsip nilai, kejujuran, bertanggung jawab, dapat
diperhitungkan, sesuai SPO, berkomitmen, kompeten, konsisten, sesuai identitas diri
dan mengimplementasikan asuhan yang aman 7) Mengharapkan perawat semakin
pintar, terampil dengan pendidikan berkelanjutan, adanya sistem JCI, akreditasi
menertibkan pendokumentasian dan pendokumentasian yang lebih spesifik dan
terkomputerisasi Secara umum belum semuanya partisipan melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan secara berintegritas. Perawat perlu
meningkatkan integritas dalam pendokumentasaian asuhan keperawatan. Perawat dapat
melakukan pendokumentasian secara berintegritas harus didikukung oleh manajemen
rumah sakit dan tim keperawatan.

Kata kunci : asuhan keperawatan, integritas, pendokumentasian

vii
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


ABSTRAC
Name : Martha Evi Riana Purba
Study Program : Magister of Nursing
Title : Experience In Documenting Nursing Care Related To Nurse
Integrity
Counsellor : 1. Dr. Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc
2. Kuntarti,S.Kp., M.Biomed

Documentation of nursing care in its implementation is a complicated matter. Several


efforts have been made in overcoming documentation problems. However, no research
has been conducted to explore the documentation associated with nurse integrity. The
purpose of the study explores the nurse's experience in documenting nursing care in
relation to integrity. Qualitative research with descriptive phenomenology approach
involved 10 nurses in one of the government hospitals. The method is done by in-depth
interviews. Data were analyzed using Colaizzi's analysis. The results of the study
obtained seven themes including 1) Writing down the documentation of nursing care
according to the nursing care process, integrated documentation by nurses who acted
according to SPO, 2) Documenting nursing care not in accordance with SPO and
guideline for organizing nursing services that were influenced by factors from nurses'
human resource, assignment methods, and, hospital material, 3) Feeling a variety of
happy feelings when successfully documenting and varying feelings of guilt if it has not
documented 4) Getting the benefits of nursing care documentation, 5) Experiencing
obstacles and efforts to overcome obstacles in nursing care documentation, 6)
Understanding integrity in documentation as an ability cognitive, has the principle of
value, honesty, is responsible, can be calculated, according to SPO, is committed,
competent, consistent, in accordance with self-identity and implements safe care 7)
Expects nurses to be smarter, skilled with educators continuous, the existence of a JCI
system, accreditation in order to document and more specific and computerized
documentation In general, not all participants have documented nursing care with
integrity. Nurses need to improve integrity in documenting nursing care. Nurses can
document with integrity must be supported by hospital management and the nursing
team.

Keywords: nursing care, integrity, documentation

viii
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………….…ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................ vi
ABSTRAK………………………………………………………………………………vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..…ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...……..…xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………....xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………...xiii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………….…1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 13
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 14
1.4.1 Bagi Pimpinan Rumah Sakit ..................................................................... 14
1.4.2 Komite Keperawatan ................................................................................. 14
1.4.3 Manajemen Asuhan dan Pelayanan Keperawatan .................................... 14
1.4.4 Perawat Pelaksana ..................................................................................... 14
1.4.5 Perkembangan Ilmu................................................................................... 15

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR .............................................................................. 17


2.1 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ........................................................ 177
2.1.1 Pengertian Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ............................. 177
2.1.2 Rasionalisasi pentingnya pendokumentasian asuhan keperawatan ......... 177
2.1.3 Prinsip Pendokumentasian ...................................................................... 199
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendokumentasian Keperawatan .... 22
2.2 Integritas ............................................................................................................ 23
2.2.1 Pengertian Integritas .................................................................................. 23
2.2.2 Model Integritas ........................................................................................ 26
2.2.3 Integritas sebagai salah satu nilai profesional perawat ............................. 29
2.3 Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan ...................................................... 31
2.4 Kerangka Berpikir .............................................................................................. 37

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ...................................................................... 39


3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 42
3.3 Partisipan............................................................................................................ 43
3.4 Pertimbangan Etik .............................................................................................. 44
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 48
3.6 Alat Pengumpul Data ......................................................................................... 48
3.7 Langkah Pengumpulan Data .............................................................................. 49
3.8 Analisis Informasi ............................................................................................. 52
3.9 Keabsahan Data................................................................................................. 55

ix
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 4 HASIL PENELTIAN ....................................................................................... 57

4.1 Analisis Tema ..................................................................................................... 57

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................... 83

5.1 Pengalaman dalam pendokumentaasian kaitaanya dengan integritas perawat..83

5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 109

5.3 Implikasi Bagi Keperawatan ............................................................................ 110

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ……………………………………………………36

xi
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik partisipan yang melakukan pendokumentasian


asuhan keperawatan di satu RS pemerintah di Jakarta..……………….55
Tabel 4.2 Kategori, sub tema dan tema satu ………………………..………….….57
Tabel 4.3 Kategori, sub tema dan tema dua ………..………………….……….….60
Tabel 4.4 Kategori, sub tema dan tema tiga…………………………………….….63
Tabel 4.5 Kategori, sub tema dan tema empat…..………………………….……. 66
Tabel 4.6 Kategori, sub tema dan tema lima……………………………………....69
Tabel 4.7 Kategori, sub tema dan tema enam …………………………………..…73
Tabel 4.8 Kategori, sub tema dan tema tujuh ……………………………….….…78

xii
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 penjelasan penelitian


Lampiran 2 lembar persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 3 pedoman wawancara mendalam
Lampiran 4 lembar catatan lapangan
Lampiran 5 skema 4.1 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema satu
Lampiran 6 skema 4. 2 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema dua
Lampiran 7 skema 4. 3 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema tiga
Lampiran 8 skema 4.4 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema empat
Lampiran 9 skema 4.5 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema lima
Lampiran 10 skema 4.6 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema enam
Lampiran 11 skema 4.7 Pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema tujuh
Lampiran 12 daftar riwayat hidup

xiii
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dn
manfaat penelitian. Bab ini juga menjelaskan fenomena yang menjadi landasan
dalam penelitian ini.

1.1 Latar Belakang


Perawat merupakan seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan,
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan sesuai Undang-Undang (UU) Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pasal 1 ayat 2. Perawat
menjadi salah satu Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Perawat mencakup
perawatan mandiri dan kolaboratif yang memberikan pelayanan kesehatan untuk
mendukung program kesehatan, mencegah penyakit dan memberikan pelayanan
kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan dasar pendekatan pelayanan
kesehatan utama (WHO, 2015). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2014 pasal 37 butir d menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan
asuhan keperawatan, perawat berkewajiban mendokumentasikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar (Kementerian Hukum dan HAM, 2014).

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bukti pencatatan asuhan


keperawatan yang telah diberikan ke pasien dan merupakan dokumen resmi yang
menjadi bagian dari rekam medis pasien. Dokumentasi asuhan keperawatan
sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang
akurat dan benar. Dokumentasi asuhan keperawatan menjadi hal yang penting
untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan pelayanan kesehatan. Ciri
dokumentasi asuhan keperawatan yang berkualitas adalah berdasarkan fakta,
akurat, lengkap, ringkas, terorganisir, tepat waktu, dan bersifat mudah dibaca
(Potter & Perry, 2009) dan adanya kesinambungan dalam asuhan pasien (Vabo,
Slettebø, and Fossum, 2016). Dokumen yang lengkap dan akurat mencerminkan

1 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


2

asuhan yang berkesinambungan dan menginformasikan asuhan pelayanan


kesehatan yang diberikan kepada pasien secara utuh dan tanpa terpisah-pisah.
Dokumentasi harus direncanakan dan memberikan asuhan yang aman bagi pasien
dan sebagai alat komunikasi antar profesional pemberi asuhan (PPA).

Komunikasi melalui dokumentasi adalah hal yang penting untuk kesinambungan


asuhan keperawatan (Ross, 2018). Komunikasi melalui dokumentasi
menggunakan istilah yang standar, bahasa yang tidak ambigu sehingga pesan
dapat diterima dan dipahami oleh penerima pesan yakni Profesional Pemberi
Asuhan (PPA). Standarisasi istilah bahasa keperawatan yang diidentifikasi
menggunakan sistem klasifikasi asuhan klinis sesuai proses asuhan keperawatan
yang berkelanjutan. Standarisasi bahasa dalam dokumentasi asuhan keperawatan
memberikan perbaikan dalam pengkajian keperawatan, diagnosis NANDA, dan
intervensi menggunakan Nursing Interventions Classification (NIC) (Thoroddsen
and Ehnfors, 2007).

Dokumentasi asuhan keperawatan seharusnya mengkomunikasikan hasil


observasi, keputusan, tindakan dan hasil yang dicapai berhubungan dengan
asuhan pasien (Blair and Smith, 2014). Berdasarkan hasil audit dokumentasi
asuhan keperawatan di tiga rumah sakit di Jamaica ditemukan hasil dokumentasi
sebagai berikut 81,6% keluhan utama pasien, 78,8% riwayat penyakit saat ini,
79,2 % riwayat penyakit sebelumnya, 11,0% riwayat kesehatan keluarga. Hasil
pemeriksaan fisik terisi dalam waktu 24 jam sejak masuk rumah sakit sebesar
90,6% dan adanya waktu, tanggal dan tanda tangan perawat, hasil pengkajian
pemeriksaan fisik dengan metode sistemik terisi 23,2%, dengan data terfokus
terisi 36,8%, metode head to toe terisi 29,4%, metode kombinasi 10,5%, dan
metode check list 3,9% (Lindo., 2016). Penelitian lainnya audit dokumentasi 10
RS di Belanda oleh Paans, Sermeus, Nieweg (2010) menyimpulkan lebih dari
50% evaluasi diagnosis keperawatan menggunakan kata-kata yang tidak sesuai
dan akurasi evaluasi perkembangan pasien sebesar 65%. Penelitian Novitasari
(2005) pada salah satu RS di swasta ditemukan kelengkapan pengkajian sebesar
33.3%, diagnosis keperawatan 46,7%, intervensi 96,7%, implementasi 46,7% dan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


3

evaluasi 60%. Penelitian lainnya terkait kelengkapan dokumentasi di satu RS


pemerintah di Jakarta dengan sampel berjumlah 173 perawat dari 14 ruang rawat
dan lembar observasi berjumlah 80 dokumen dengan persentase kelengkapan
sebesar 57,2% (Maryam, 2015).

Pendokumentasian asuhan keperawatan dialami sebagai proses yang rumit (Vabo,


Slettebø, and Fossum, 2016). Dikatakan rumit dalam penelitian tersebut karena
mengacu pada ilmu keperawatan, adanya kesinambungan dokumentasi, meliputi
fungsi dokumentasi, dan pengetahuan tentang dokumentasi. Dokumentasi yang
berkesinambungan akan tercapai jika semua tahapan proses asuhan keperawatan
tersebut dilakukan dan didokumentasikan (Paans, Sermeus, Nieweg, 2010). Hal
yang senada diutarakan oleh Cheevakasemsokk & et al (2006) bahwa
kompleksitas dokumentasi keperawatan meliputi tiga aspek meliputi gangguan
pada saat proses pendokumentasian, ketidaklengkapan dan ketidaksesuaian
bagan/formulir. Kompleksitas pendokumentasian mempengaruhi akurasi
dokumentasi asuhan keperawatan.

Akurasi dan prevalensi diagnosis keperawatan dipengaruhi oleh faktor sikap dan
catatan singkat diagnosis, pengalaman mendiagnosis dan mengekspertise, kasus
yang berhubungan dan pengetahuan diagnostik dan ketrampilan mendiagnosis
(Paans, W., 2012). Beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi kelengkapan
dokumentasi asuhan keperawatan meliputi faktor usia perawat, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, tipe ruangan (Maryam, 2015). Berdasarkan penelitian
Maryam tersebut, hubungan yang signikan antar tipe ruangan dinas perawat
dengan kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan. Kelengkapan
pendokumentasian keperawatan di ruang dinas melati bawah (kelas III) yang
menerapkan metode tim dan penggunaan format asuhan keperawatan yang
berbentuk checklist lebih lengkap dibandingkan dengan Ruang Griya Puspa (kelas
VIP). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan meliputi keterbatasan kompetensi, motivasi dan kepercayaan diri,
ketidakefektifan prosedur keperawatan, ketidakadekutan audit, supervisi dan
pengembangan staf (Cheevakasemsook & et al, 2006), jumlah pekerjaan yang ada

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


4

dengan jumlah perawat tidak seimbang, bentuk form terlalu panjang, malas dan
perawat bertugas mendampingi visit dokter (Diyanto, 2007), pelatihan dan beban
kerja (Siswanto, Hariyati, & Sukihananto., 2013a).

Faktor–faktor penghambat sudah banyak diatasi melalui penelitian. Namun ketika


intervensi sudah selesai diberikan maka kemungkinan untuk periode mendatang
ditemukan permasalahan yang sama dalam pendokumentasian. Paans, W., (2012)
menyatakan bahwa sikap dan pendekatan berpikir kritis mempengaruhi cara
mendokumentasikan diagnosis keperawatan. Salah satu cara mengatasi
keterbatasan berpikir kritis dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan
adalah menggunakan pendekatan berorientasi pada masalah (Blair and Smith,
2014). Secara lebih spesifik disebutkan, bahwa dalam menghasilkan diagnosis
keperawatan yang akurat dalam dokumentasi dipergunakannya format Problem
Etiology Symptoms (PES). Penggunaan format PES meningkatkan akurasi 1.5
rata-rata akurasi diagnosis (Paans et al., 2012). Selain cara tersebut, penelitian
kualitatif di Portugal yang menganalisis pernyataan diagnosis keperawatan agar
tidak terjadi pengulangan dan pemborosan kata dengan menggunakan model data
klinik berfokus keperawatan dengan penggunaan istilah manajemen regimen
pengobatan, misalnya manajemen regimen pengobatan mengacu pada dukungan
keluarga. Berdasarkan penelitian tersebut, dari 598 pengulangan pernyataan
diagnosis berhasil diidentifikasi 30 penyataan diagnosis keperawatan yang
menggunakan istilah yang sesuai model manajemen regimen pengobatan (Cruz et
al, 2016).

Menurut Paans, Sermeus, Nieweg (2010) ketidakakuratan dokumentasi asuhan


keperawatan diawali oleh tidak dilakukan proses asuhan keperawatan sesuai
tahapannya secara sistematis. Proses asuhan keperawatan yang diawali
pengkajian hingga evaluasi merupakan suatu rangkaian ilmiah yang logis. Proses
asuhan keperawatan yang diteliti di Yunani menyatakan bahwa persentase tidak
melakukan proses asuhan keperawatan secara utuh sebesar 36,8% dan minimum
melakukan proses keperawatan berupa tidak adanya rencana asuhan keperawatan
sebesar 26,3 % (Patiraki E, 2017).

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


5

Studi pendahuluan yang dilakukan selama praktik residensi mulai dari bulan
September sampai Desember 2018 di salah satu instalasi satu RS pemerintah di
Jakarta dengan observasi, wawancara, telaah dokumen dan kuesioner.
Berdasarkan observasi terhadap beberapa perawat yang dinas pagi di satu RS
pemerintah di Jakarta dalam pemberian obat ditemukan bahwa ada perawat yang
bertugas memberikan obat bagi seluruh pasien dan ada yang bertugas untuk
mendokumentasikan asuhan keperawatan yang bukan dilakukannya. Salah satu
temuan pengkajian nadi pasien didokumentasikan berkisar 75-80x/menit.
Ternyata setelah dilakukan pengkajian ulang ditemukan bahwa nadi pasien
cenderung takikardi sebagai manifestasi klinik pasien tersebut. Padahal pasien
tersebut mengalami hambatan untuk dioperasi menunggu stabilisasi nadinya yang
cenderung takikardi. Sementara itu ancaman terhadap janin yang dikandung
membahayakan karena cairan amnion yang semakin berkurang yang beresiko
mengancam jiwa janin dan ibunya. Perawat yang mendokumentasikan tersebut
tidak melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien sehingga dapat dikatakan
tidak melakukan proses asuhan keperawatan.

Berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa perawat yang melakukan


pengkajian terhadap pasien baru ditemukan bahwa dokumentasi pengkajian diisi
tanpa melakukan pengkajian ke pasien. Temuan observasi berupa pengkajian
tanda-tanda vital tidak dilakukan bahkan penetapan diagnosis keperawatan cemas
berdasarkan asumsi perawat tersebut dengan alasan pasien tersebut mau operasi
sehingga otomatis cemas. Bahkan ditemukan ada pasien yang memiliki cemas
tinggi akan tetapi tidak terdeteksi oleh perawat. Perasaan cemas tinggi tersebut
tergali setelah pasien tersebut selesai operasi dan mengatakan bahwa malam
sebelum operasi pasien tidak bisa tidur. Tahapan proses asuhan keperawatan
didokumentasikan bukan berdasarkan asumsi perawat sehingga menghasilkan
penilaian klinis yang obyektif (Johnson, Jefferies, & Langdon, 2010).

Penilai klinis cemas pasien tersebut belum obyektif karena menggunakan asumsi
perawat. Dampak yang dirasakan pasien cemas tersebut tekanan darahnya
meningkat dan terjadinya stroke pada saat segera pasien dipindahkan ke ruangan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


6

kembali. Temuan observasi terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan


keperawatan yang dilakukan oleh beberapa perawat primer (PP) di pagi hari di
satu RS pemerintah di Jakarta, PP tampak menuliskan pengkajian terhadap pasien
baru tidak berpusat pada pasien misalnya nilai keluhan nyeri pasien pasca operasi
ditentukan oleh asumsi perawat tanpa menanyakan ke pasien secara langsung
bahkan tidak menjumpai pasien baru tersebut ke ruangannya. Dampak yang
diobservasi dari pengkajian yang tidak berfokus pada pasien adalah penetapan dan
perencanaan intervensi keperawatan pun belum mencerminkan kebutuhan asuhan
pasien.

Berdasarkan wawancara terhadap beberapa perawat di satu RS pemerintah di


Jakarta ditemukan bahwa pendokumentasian memang bukan tanggung jawab
perawat pelaksana karena perawat pelaksana telah dibagikan tugas ada yang
memberikan obat, ada yang melakukan perawatan luka pasien dan berkeliling ke
pasien ataupun untuk mengantar pasien untuk operasi atau pemeriksaan fisik.
Berdasarkan wawancara terhadap beberapa perawat primer dikatakan bahwa
metode asuhan yang dikerjakan memang metode fungsional dikarenakan paling
sesuai. PP yang senior mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu dilakukan
metode tim namun pelaksanaannya kembali lagi ke metode fungsional. PP
tersebut tidak merasa bersalah karena menurutnya sudah biasa terjadi hal tersebut.
Kembalinya ke metode fungsional terjadi hanya pada beberapa ruangan dan
dikarenakan tidak adanya monitoring kepatuhan terhadap pedoman tersebut.
Sedangkan berdasarkan wawancara dengan Kasie Monev Bidang Keperawatan
bahwa seharusnya metode perawat primer dengan modifikasi tim bisa dikerjakan
karena jumlah perawat dan BOR pasien yang relative berkisar 66%.

Metode perawat primer dengan modifikasi tim tertulis dalam pedoman


pengorganisasian pelayanan keperawatan. Pedoman tersebut tidak dipatuhi yang
menghasilkan dokumentasi proses asuhan keperawatan tidak sesuai kondisi
pasien. Berdasarkan telaah dokumen asuhan keperawatan Ny. X yang dirawat di
ruangan A ditetapkan data obyektif hasil pengkajian ulang nadi pasien berkisar
75-80 x/ menit. Data hasil pengkajian ulang tersebut divalidasi langsung ke pasien

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


7

maka ditemukan bahwa pasien tersebut cenderung takikardi dan sesuai dengan
manifestasi klinik pasien tersebut. Berdasarkan nadi yang tertulis tidak
mencerminkan kondisi pasien sesungguhnya. Hal ini terjadi karena tidak
dilakukannya proses pengkajian yang berdasarkan kondisi pasien secara nyata dan
mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan bukan oleh perawat
yang bertugas merawat pasien tersebut. Telaah dokumen lainnya bahwa
pemakaian singkatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dan
standarisasi istilah bahasa belum tercantum dalam Panduan Asuhan Keperawatan
(PAK) satu RS pemerintah di Jakarta, misalnya singkatan dalam dokumentasi
belum baku. Bahasa yang terstandarisasi akan memudahkan memahami pesan
asuhan keperawatan dalam dokumentasi yang berkesinambungan oleh
Profesional Pemberi Asuhan (PPA).

Berdasarkan telaah dokumentasi Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi


(CPPT) ditemukan bahwa rencana asuhan keperawatan mandiri yang telah
ditetapkan oleh perawat tidak dilakukan berkesinambungan. Berdasarkan
evaluasi dengan menggunakan metode Subyektif, Obyektif, Analisis dan
Perencanaan (SOAP) terdapat evaluasi dan rencana tindakan keperawatan
mandiri setiap shift yang berbeda menginformasikan ketidaksinambungan asuhan.
Tindakan keperawatan mandiri belum terdokumentasi secara berkesinambungan
dari satu shift ke shift berikutnya. Hal ini mengakibatkan asuhan keperawatan
mandiri yang diberikan kepada pasien tidak diberikan secara utuh melainkan
terpisah-pisah. Dampak dari ketidaksinambungan asuhan menghasilkan asuhan
yang tidak aman bagi pasien.

Hasil kuesioner yang dikategorikan sesuai fungsi manajemen pelayanan


keperawatan, ditemukan bahwa SPO Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
(CPPT) masih belum diketahui oleh perawat sebesar 8,23% dari fungsi
perencanaan. Sedangkan dari fungsi pengorganisasian meliputi kriteria, cara,
dimana, waktu jumlah, yang digunakan dalam melakukan pemantauan
dokumentasi belum ada sistematikanya dan hasil pemantauan oleh PJPP tersebut
belum terverifikasi. Fungsi pengorganisasian lainnya yakni metode pemberian

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


8

asuhan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dokumentasi asuhan


keperawatan dinyatakan sebanyak 3 pernyataan. Sedangkan dari fungsi
pengarahan dalam pendokumentasian dilakukan setiap dinas PJPP melakukannya
dengan cara melihat kesinambungan asuhan keperawatan per hari oleh PJ shift (2
pernyataan), melihat mutu asuhan keperawatannya (3 pernyataan), audit dokumen
Rekam Medis (RM) tiap hari (5 pernyataan). PJPP menyatakan agar tercapai
kesinambungan asuhan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi
supervisi sebanyak 6 pernyataan metode asuhan keperawatan sebanyak 3
pernyataan, SDM sebanyak 3 pernyataan dan 1 pernyataan SPO. Supervisi
pendokumentasian diharapkan oleh perawat/ bidan sebesar 2% dengan
menyatakan harapan adanya role model/ fasilitator/konsultan yang konsen
terhadap dokumentasi. Sedangkan dari fungsi pengendalian belum bisa dinilai
karena instrument terstruktur yakni SPO pemantauan dokumentasi oleh PJPP
belum ada. Sehingga berdasarkan pertemuan bersama PJPP dan Karu ditetapkan
prioritas masalah yang perlu ditangani adalah perlu adanya SPO Pemantauan
Dokumentasi dan SPO CPPT yang disesuaikan dengan KARS 2018. Namun SPO
Pencatatan Keperawatan di CPPT sudah tidak relevan lagi karena evaluasi SOAP
sudah dilakukan tiap shift di Instalasi sehingga perlu disesuaikan dengan KARS
2018 dan juga mendukung QCC Instalasi T yang telah dilakukan namun belum
ditindaklanjut.

Berdasarkan hasil kuesioner dengan pertanyaan terbuka terkait harapan perawat


dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi A ditemukan satu RS
pemerintah di Jakarta bahwa sebesar 14% menyatakan dokumentasi asuhan
keperawatan diharapkan dilakukan tidak mengada-ada/ tidak menggunakan data
siluman, harus sesuai dengan kenyataan, kondisi pasien, data disesuaikan dengan
kondisi pasien secara spesifik. Ketika hasil kuesioner tersebut dipaparkan,
partisipan mengatakan hal tersebut terjadi karena siapa yang melakukan tindakan
bukan yang mendokumentasikannya sehingga dokumentasi belumlah sesuai
kondisi pasien. Hal ini dirasakan sebagai sesuatu yang biasa saja karena dari dulu
memang sudah dicoba untuk dibagikan pasien namun kembali lagi dengan cara
yang lama. Sikap ketidakpatuhan terhadap pedoman pemberian asuhan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


9

keperawatan tidak konsisten dengan harapan perawat yang menyatakan


dokumentasi harus sesuai kondisi pasien sebesar 14 % tersebut.

Penelitian Patiraki E (2017) yang membandingkan sikap sebelum dan sesudah


intervensi pendidikan dalam menggunakan proses asuhan keperawatan dan
pendokumentasian menghasilkan respon yang secara statistik tidak mencerminkan
hasil yang signifikan. Penelitian tersebut menggunakan quasi eksperimen dalam
periode Januari sampai Maret 2015. Hal yang berbeda ditemukan dalam penelitian
Collins (2013) pengaruh pendidikan keperawatan signifikan terhadap sikap
perawat dan akurasi pendokumentasian diagnosis keperawatan. Pendidikan
perawat di satu RS pemerintah di Jakarta memiliki persentase perawat vokasi dan
profesional mendekati 50% : 50%. Persentase ini sudah memenuhi ketentuan
yang diharapkan agar menghasilkan pelayanan yang profesional. Perawat
profesional yang kompeten sangat dibutuhkan dari aspek pengetahuan, sikap dan
ketrampilan.

Menurut Blowers (2018) peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang


mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan dalam memberikan asuhan
keperawatan dapat menumbuhkan integritas profesional mahasiswa keperawatan.
Integritas profesional bermakna bahwa perawat bertindak sesuai kode etik standar
praktik (Shaw, H., Degazon, 2008). Penerapan kode etik oleh perawat
termanifestasi dengan bekerja sesuai standar asuhan dan lingkungan kerja yang
mendukung mutu asuhan (Ridge, 2015). Menurut Ridge (2015) sejak 2005, 80%
orang Amerika merespons dalam jajak pendapat Gallup tahunan tentang persepsi
kejujuran terhadap profesi dan pekerjaan. Hasil jajak pendapat tersebut
menyatakan bahwa perawat memiliki peringkat teratas dalam daftar untuk
kejujuran dan etika. Profesi keperawatan sangat bangga dengan konsistensi ini,
sehingga American Nurses Association (ANA) meluncurkan tahun 2015 sebagai
Tahun Etika. Kode Etik ANA mengakui bahwa perawat menghadapi ancaman
terhadap integritas dalam lingkungan perawatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


10

Integritas berhubungan dengan standar, nilai dan prinsip yang diturunkan dari tiga
hal yang mempengaruhi keputusan dan perilaku meliputi: personal, profesional,
dan organisasi (Ridge, 2015). Integritas organisasi akan membangun budaya
organisasi. Budaya organisasi dan perilaku positif sangat penting mendukung
dalam pendokumentasian (Vabo, Slettebø, and Fossum, 2016). Memberikan
asuhan keperawatan dengan integritas merupakan salah satu inti dari pelayanan
keperawatan. Perawat penting menyadari konsepsi integritas pasien untuk
mengidentifikasi dan menjaga integritas dan memperlakukan pasien sesuai
dengan integritas moral (Wida & Fridlund, 2003).

Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan metode wawancara


mendalam terhadap pasien pria di Swedia dihasilkan konsepsi integritas
mencakup tiga kategori yakni harga diri, martabat, dan kepercayaan diri (Wida &
Fridlund, 2003). Hal ini berarti bahwa pasien yang berintegritas memiliki percaya
diri, memiliki keberanian untuk menetapkan batasan, dan memiliki kendali atas
diri mereka sendiri dan situasi mereka dan kemungkinan untuk sendirian.
Berdasarkan penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa pemberi pelayanan
kesehatan menjaga integritas pasien dengan melihatnya sebagai orang yang dapat
dipercaya dan sebagai pribadi yang utuh dan dengan menunjukkan rasa hormat.

Penelitian yang membahas tentang integritas mahasiswa keperawatan semasa di


akademik maupun di wahana praktik klinik. ditemukan bahwa perilaku klinik
yang tidak jujur meliputi pendokumentasian pengkajian yang tidak dikaji secara
aktual atau pengkajian tersebut salah misalnya mendokumentasikan tanda-tanda
vital yang salah, melakukan tindakan tanpa supervisi, melakukan tindakan tanpa
prinsip steril (Bultas, Schmuke, Davis, & Palmer, 2017). Sedangkan penelitian
kualitatif terkait integritas profesional mahasiswa keperawatan di Inggris sebelum
terdaftar sebagai perawat menjelaskan makna integritas profesional. Makna
integritas tersebut meliputi tindakan mahasiswa perawat berfokus pada kebutuhan
pasien, melakukan hal yang benar, adanya batasan praktik keperawatan,
ketrampilan untuk berbicara atas nama pasien, adanya kemampuan menghadapi
tantangan dan mengatasinya (Blowers, 2018).

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


11

Penelitan yang berkaitan dengan integritas perawat baik sebagai mahasiswa


maupun sebagai profesional pemberi asuhan di Indonesia belum dilakukan. Hal
ini berbeda di Barat yang saat ini meninjau kembali masalah integritas perawatan
kesehatan. Kondisi ini menjadi tantangan bagi keperawatan di Indonesia sehingga
peneliti merencanakan meneliti pengalaman perawat dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan dikaitkan dengan integritas perawat.

Berdasarkan studi pendahuluan selama residensi ditemukan bahwa perawat masih


mendokumentasikan asuhan keperawatan tidak sesuai kondisi pasien dan
menyatakan harapan perawat agar dokumentasi asuhan keperawatan tidak
mengada-ada (tidak menggunakan data fiktif) sebesar 14 % dan berharap adanya
supervisi sebesar 2%. Namun harapan tersebut berbanding terbalik dengan sikap
ketidakpatuhan perawat terhadap pedoman pengorganisasin pelayanan
keperawatan. Sikap ketidakpatuhan tersebut menjadi tidak konsisten dengan
harapan perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan. telah menjadi
suatu kebiasaan dan menumbuhkan perilaku yang tidak profesional. Perawat yang
mendokumentasikan hasil monitoring tanda-tanda vital tidak sesuai dengan jam
monitoringnya merupakan salah satu contoh tindakan tidak berintegritas, misalnya
monitoring direncanakan setiap jam namun dilakukan tiap shif dan dilaporkan
seolah-olah setiap jam (Devine & Chin, 2018).

Menurut Ridge (2015) integritas merupakan tingkat kesesuaian antara keputusan


individu dan perilaku. Hal senada diungkapkan Bultas, Schmuke, Davis, &
Palmer, (2017) bahwa perawat sebagai salah satu profesi yang jujur dan dipercaya
sehingga perawat harus berfungsi dengan integritas tinggi karena merawat pasien
sepanjang waktu yang rentan dalam hidupnya. Fenomena pendokumentasian yang
tidak berfokus kepada pasien telah memberikan dampak yang nyata bagi pasien
yakni tertunda pasien yang akan dioperasi karena ketidaksesuaian dokumen data
nadi dengan manifestasi klinis pasien sehingga kurang diprioritaskan untuk
dikolaborasikan ke tim medis lainnya. Selain itu, pengkajian cemas pasien yang
berdasarkan asumsi perawat dan perawat merasakan hal tersebut sudah biasa.
Dampak yang terjadi berupa adanya pasien dengan cemas tinggi mengalami

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


12

stroke pada saat akan dipindahkan ke tempat tidur di ruangan pasca operasi.
Kelemahan integritas berperan serta dalam meruntuhkan nilai moral dan
penurunan nilai profesional pekerjaan (Hardingham, 2004a).

Integritas menjadi sesuatu konsep yang tidak mudah didefinisikan dan perlunya
penelitian untuk mengklarifikasi beberapa konsep (Wida, Fridlund, and Ma,
2007). Fenomena pendokumentasian asuhan keperawatan yang terjadi di satu RS
pemerintah di Jakarta telah mengakibatkan dampak bagi pasien. Pengalaman
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dikaitkan dengan integritas
perawat akan diteliti dengan mengunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif karena hendak mengidentifikasi secara mendalam pengalaman perawat
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dan dikaitkan dengan variabel yang
tidak mudah diukur yakni integritas perawat.

1.2 Perumusan Masalah


Pendokumentasian asuhan keperawatan yang tidak mengikuti proses tahapan
asuhan keperawatan akan menghasilkan dokumentasi yang tidak akurat dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan dan ditanggung gugat. Fenomena
pendokumentasian yang tidak berfokus kepada pasien telah memberikan dampak
yang nyata bagi pasien yakni tertunda pasien yang akan dioperasi karena
ketidaksesuaian dokumen data nadi dengan manifestasi klinis pasien sehingga
kurang diprioritskan untuk dikolaborasikan ke tim medis lainnya. Selain itu,
pengkajian cemas pasien yang berdasarkan asumsi perawat dan perawat
merasakan hal tersebut sudah biasa. Dampak yang terjadi berupa adanya pasien
dengan cemas tinggi mengalami stroke pada saat akan dipindahkan ke tempat
tidur di ruangan pasca operasi Adanya hubungan antara persalinan dan cemas
mungkin tidak berlaku untuk setiap pasien sehingga harus divalidasi. Perawat
dapat memahami pasien merasa cemas hanya jika pasien memberi tahu
perasaannya sehingga cemas adalah diagnosis keperawatan yang berfokus
masalah yang memerlukan data subyektif dari pasien.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


13

Ketidakpatuhan perawat terhadap pedoman pengorganisasian pelayanan


keperawatan tidak konsisten dengan harapan perawat yang mengharapkan
pendokumentasian asuhan keperawatan menggunakan data yang sesuai kondisi
pasien. Selain itu perawat yang mengharapkan adanya supervisi tidak konsisten
dengan belum terbentuknya sistematika supervisi pendokumentasian asuhan
keperawatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi PJPP.

Integritas perawat dalam melakukan pendokumentasi asuhan keperawatan yang


berkesinambungan di rumah sakit dengan tujuan terciptanya keselamatan pasien,
profesionalisme perawat, dan meningkatkan kepercayaan pengguna jasa
pelayanan kesehatan. Nilai profesional perawat meliputi saling menghargai,
responsive, kasih sayang, kebenaran, dan integritas. Profesionalisme berfokus
terhadap peningkatan mutu pelayanan karena merupakan suatu kewajiban moral
profesi untuk melindungi pasien terhadap praktek yang tidak profesional. Praktek
yang tidak profesional dalam memberikan asuhan keperawatan bisa berupa
mendokumentasian asuhan keperawatan yang tidak berfokus pada pasien.
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang tidak dikerjakan sesuai kondisi
pasien bertentangan dengan sikap profesionalisme perawat dan kaidah tuliskan
apa yang dikerjakan dan kerjakan apa yang dituliskan.

Menggali pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan


kaitannya dengan integritas perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di
pelayanan menjadi penting karena menjadi dasar bagi perawat dalam memahami
dan menerapkan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan prinsip-prinsip
integritas. Oleh karena itu peneliti ingin menggali “Pengalaman perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas
keperawatan”.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengalaman perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


14

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini mempunyai manfaat untuk institusi maupun perkembangan
keperawatan. Manfaat yang teridentifikasi merupakan penjabaran dari manfaat
penelitian secara teoritis, aplikatif dan metodologis.

1.4.1 Bagi Pimpinan Rumah Sakit


Manfaat hasil penelitian ini sebagai masukan dalam penentuan kebijakan program
perbaikan dan peningkatan mutu terutama mutu pendokumentasian asuhan
keperawatan.

1.4.2 Komite Keperawatan


Manfaat hasil penelitian ini dapat memberikan bukti ilmiah dalam upaya menjaga
mutu pendokumentasian asuhan keperawatan melalui audit asuhna keperawatan
dan untuk memperkuat fungsi komite keperawatan dalam menjaga mutu profesi
keperawatan.

1.4.3 Manajemen Asuhan dan Pelayanan Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi manajer asuhan agar
dalam pemberian asuhan keperawatan dan pendokumentasiannya dengan
berintegritas guna keselamatan pasien. Keselamatan pasien akan dapat tercapai
jika dan hanya jika setiap asuhan yang diberikan berpusat pada pasien. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi manajer pelayanan
keperawatan agar dalam perencanaan pembuatan SPO tercantum kalimat perintah
yang menekankan pentingnya sikap yang berintegritas. Manajer pelayanan pun
dapat memasukkan nilai integritas sebagai bagian penilaian Indikator Kinerja
Individual (IKI).

1.4.4 Perawat Pelaksana


Hasil penelitian ini merupakan evaluasi pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas perawat serta memberikan inspirasi bagi
perawat agar mendokumentasikan asuhan keperawatan menghasilkan dokumen
yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuatu yang berharga bagi perawat dan
tim kesehatan lainnya.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


15

1.4.5 Perkembangan Ilmu


Tema-tema yang dihasilkan dapat menjadi bahan kajian keilmuan yang berkaitan
dengan integritas perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil
penelitian dengan desain kualitatif fenomologi ini bisa menjadi dasar
pengembangan penelitian dengan desain kuantitatif.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


16

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka penelitian ini terdiri dari teori yang berkaitan dengan
pendokumentasian, integritas, dan manajemen keperawatan. Teori-teori ini
mendukung dan menjadi dasar daalam pelaksanaan penelitian ini.

2.1 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pengertian Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan proses mendokumentasikan
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana
intervensi keperawatan, implementasi dan asuhan keperawatan. Dokumentasi
asuhan keperawatan merupakan cerminan perilaku atau hasil kinerja perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Pengertian dokumentasi asuhan
keperawatan menurut College of Nurses of Ontario (2008) adalah bagian integral
dari praktik keperawatan yang aman dan efektif. Praktik keperawatan antara
pasien, perawat dan profesional pemberi asuhan lainnya memberikan informasi
tentang asuhan perawatan dan respon pasien terhadap asuhan yang telah
diberikan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan sistem dokumentasi
yang jelas, mengandung logika, dan adanya aspek penting proses pemberian
asuhan keperawatan (Johnson et al., 2010). Dokumentasi asuhan keperawatan
merupakan bagian dari rekam medis pasien. Menurut Austin (2010) rekam medis
merupakan dokumen yang legal yang menjelaskan kondisi asuhan yang diterima
pasien dan tersedianya data yang akurat yang dituliskan oleh perawat dan
profesional asuhan lainnya. Rekam medis seharusnya dituliskan dengan fakta.

2.1.2 Rasionalisasi pentingnya pendokumentasian asuhan keperawatan


Alasan pentingnya pendokumentasi keperawatan adalah bahwa dokumentasi
keperawatan sebagai indikator perkembangan asuhan keperawatan (Alkouri, Just,
& Kawafhah, 2016, Thoroddsen & Ehnfors, 2007). Dokumentasi keperawatan
sebagai bukti legal proses dan hasil asuhan, sebagai instrument mengkaji mutu,
efisiensi dan efektivitas asuhan pasien, sebagai sumber data untuk penelitian,

17 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


18

pembiayaan, mutu etik, infrastruktur pendukung perkembangan pengetahuan baru


keperawatan (Cheevakasemsook & et al, 2006), menciptakan studi banding
pengembangan pendidikan keperawatan, standar praktik klinik, data perbaikan
kinerja keperawatan, mengevaluasi mutu intervensi dan praktik keperawatan dan
partisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan (Thoroddsen & Ehnfors, 2007).
Setiap bentuk pendokumentasian tersebut memiliki tujuan untuk memfasilitasi
arus informasi yang mendukung kesinambungan, kualitas dan keamanan
perawatan antar profesional pemberi asuhan (Lindo., 2016, Ball et al., 2017,
Nykänen, Kaipio, & Kuusisto, 2012, Johnson, Edward, & Giandinoto, 2018,
Vabo et al., 2016). Sistem dokumentasi yang jelas sebagai alat pertukaran
informasi antar profesional pemberi asuhan dan mendukung asuhan kolaborasi
dan divisi kerja antar tim kesehatan (Nykänen et al., 2012, Ross, 2018).
Pertukaran informasi yang jelas tersebut menciptakan komunikasi yang
diharapkan dapat memperbaiki kualitas asuhan keperawatan dan memberikan
gambaran kontribusi perawat dalam perawatan pasien (Collins, 2013).

Rasionalisasi pendokumentasian asuhan keperawatan meliputi (Chelagat & et all,


2013):
a. Sebagai sarana komunikasi antara anggota tim perawatan kesehatan dan
memfasilitasi perencanaan yang terkoordinasi dan kesinambungan
perawatan. Dokumentasi merupakan media utama untuk pertukaran data
antara tim perawatan kesehatan
b. Dokumentasi yang jelas, lengkap, akurat dan faktual memberikan catatan
perawatan pasien yang andal dan permanen.
c. Bertindak sebagai sarana tanggung jawab dan akuntabilitas profesional.
Dokumentasi adalah bagian dari tanggung jawab keseluruhan perawat untuk
perawatan pasien yang membantu dalam mengoordinasi dan evaluasi
perawatan.
d. Ini memberikan bukti praktik atau malpraktek. Dokumentasi keperawatan
dapat memberikan bukti berharga tentang kondisi dan perawatan pasien.
Mungkin penting dalam menentukan apakah standar perawatan terpenuhi.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


19

e. Dokumentasi adalah dokumen hukum. Pembuatan grafik yang tepat waktu,


akurat dan lengkap membantu pasien mendapatkan perawatan yang lebih
baik dan melindungi perawat, rumah sakit, dan penyedia layanan kesehatan
lainnya dari litigasi. Catatan dan rencana asuhan keperawatan perawat sering
kali menjadi satu-satunya bukti di tahun-tahun mendatang bahwa klien /
pasien dipantau dan dirawat.
f. Berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dan kesesuaian
perawatan kesehatan yang diberikan. Ini karena data yang berasal dari catatan
pasien adalah sumber utama informasi tentang karakteristik pasien dan
respons terhadap intervensi dan sangat penting dalam menilai kualitas
perawatan.
g. Memberikan data yang berguna dalam pendidikan penelitian baik itu
retrospektif, longitudinal atau prospektif. Siswa perawat dan disiplin ilmu
terkait kesehatan lainnya menggunakan catatan ini sebagai sumber daya
pendidikan. Catatan klien berisi berbagai informasi termasuk diagnosis, tanda
dan gejala penyakit, terapi yang berhasil dan tidak berhasil.
h. Membantu dalam perencanaan dan penganggaran. Jika rumah sakit harus
menawarkan perawatan yang berkualitas bagi pasien dan kliennya,
perencanaan dan penganggaran yang tepat harus dilakukan. Ini hanya
mungkin jika dokumentasi yang tepat telah dilakukan untuk mengetahui
jumlah pasien yang diharapkan untuk menerima layanan tertentu. Ini pada
gilirannya akan membantu dalam menetapkan jumlah staf yang dibutuhkan
dan jumlah bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
i. Dokumentasi membantu fasilitas perawatan kesehatan dalam mendapatkan
kembali layanan yang diberikan kepada pasien. Sebagian besar fasilitas
perawatan kesehatan memiliki lembar biaya untuk mendokumentasikan
persediaan yang digunakan untuk setiap prosedurs.

2.1.3 Prinsip Pendokumentasian


Prinsip dokumentasi menjelaskan bahwa dalam komunikasi yang tertulis harus
mengikuti petunjuk komunikasi yang baik, sederhana, jelas, berkaitan, akurat.
Perawat harus mengetahui kebijakan organisasi atau prosedur yeng berhubungan
dengan pendokumentasian sehingga dapat diterima dan mencegah masalah.
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


20

Panduan dokumentasi meliputi bersih, ringkas, komplit, kontamporer, berurutan,


benar, komprehensif, kolaborasi, berpusat pada pasien, rahasia, autentik (Chelagat
& et all, 2013). Prinsip pendokumentasian secara elektronik atau tulisan tangan
sama meliputi dokumentasi mudah dibaca, penggunaan istilah, ringkas, cara
koreksi, penghilangan, melengkapi, menandai dan kerahasiaan. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi :
a. Penggunaan istilah diketahui dan dimengerti oleh seluruh anggota tim
perawatan.
b. Mudah dibaca adalah hal yang sangat penting dalam pendokumentasian.
Tulisan tangan yang sulit dibaca oleh orang lain mencerminkan kekurangan
perawat
c. Ringkas yang bermakna mendokumentasikan chart pasien harus sesingkat
mungkin dan lengkap. Walaupun ringkas, catatan harus dapat memberikan
informasi/ kejadian yang penting tiap shift kerja.
d. Berurutan dan tepat waktunya.
Catatan waktu tanggal penting untuk evaluasi perawatan pasien dan
kepentingan legal. Pernyataan yang ditulis juga harus logis sesuai dengan
format pencatatan yang digunakan.
e. Pengkoreksian.
Ada dua cara pengkoreksian yang umum dibuat pada catatan pasien, koreksi
saat penulisan awal dan menambahkan setelah pencatatan dilakukan.
f. Penghilangan. Jangan tinggalkan ruang kosong pada lembar catatan pasien.
Sedapat mungkin menulis sampai baris akhir yang tersedia. Jika ada bagian
yang kosong pada lembaran pencatatan setelah periode 24 jam, beri tanda
silang pada spasi kosong kertas. Catatan harus berurutan dari shift tugas satu
ke shift selanjutnya dan lembar catatan dapat diganti yang baru setelah 24
jam.
g. Tanda tangan.
Cara pemberian tanda tangan yang benar pada catatan pasien adalah
menggunakan initial dan nama akhir diikuti dengan posisi kerja. Bagi
mahasiswa yang sedang praktek juga diharuskan menuliskannya dengan
nomor mahasiswa atau institusi pendidikan asal.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


21

h. Kerahasiaan. Seluruh catatan pasien adalah merupakan dokumen rahasia,


harus ada ijin bila akan menyadur atau mengcopy isinya, catatan ini hanya
berada di ruang perawat atau tim kesehatan yang merawat. Catatan pasien
tidak boleh di akses pihak asuransi, pembayar atau pihak ketiga tanpa
persetujuan dari pasien sendiri. Bila mereka membutuhkan file mereka
dikemudian hari, mereka harus membuat permohonan sendiri dan ditanda
tangani.

Beberapa temuan pendokumentasian asuhan keperawatan meliputi halaman tanpa


identitas pasien, menulis tanggal dan waktu yang salah yang tidak berhubungan
dengan lembaran, narasi yang panjang tanpa kesesuaian, menambahkan tulisan di
atas tulisan yang sudah ada dengan mencorat-coret untuk memperbaiki atau
mengubahnya, tidak seragam tekanan penulisan atau perubahan tinta dalam
tulisan yang sama, menghapus, menambahkan biaya medis yang tidak konsisten
dengan pemeriksaaan; pengobatan; peralatan medis dalam bagan yang dapat
mengindikasikan pasien diberikan salah obat; pemeriksaan atau pengobatan yang
tidak diterimanya tapi dibebankan ke biaya, laporan atau diagnostik yang salah
yang tidak berhubungan dengan pemeriksaaan fisik atau tidak menunjukkan
prosedur medis yang penting (Austin, 2010).

Temuan kelalaian profesional dalam pendokumentasian berupa gagal mengkaji


secara akurat dan memonitor kondisi pasien, gagal memberitahukan kondisi
pasien ke dokter dalam berkolaborasi, gagal berkolaborasi, berkontribusi salah
memberikan obat, gagal memginstruksikan pasien pulang, gagal memastikan
keselamatan pasien, gagal patuh terhadap kebijakan dan prosedur, gagal delegasi
dan supervisi yang sesuai (Austin, 2010).

Cara mencegah temuan dokumentasi manual berupa jangan ada ruang tulisan
yang kosong yang memungkinkan untuk menambahkan catatan di kemudian hari,
dokumentasikan secara akurat semua kejadian yang tidak diharapkan dan
penanganannya, dokumentasikan sesuai dengan kondisi pasien, jangan
menuliskan komentar yang tidak sesuai dan tidak etis dan opini atau asumsi
perawat, jika mengevaluasi kondisi pasien tuliskan secara detail kondisi yang
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


22

tidak berubah, jangan hanya menuliskan hal yang sama dari setiap evaluasi
(Austin, 2010).

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendokumentasian Keperawatan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pendokumentasian meliputi tingkat
pendidikan, supervisi, beban kerja (Murhayati, 2006), usia, pengetahuan tentang
dokumentasi, masa kerja, pelatihan pendokumentasian (Linggardini 2010,
Siswanto et al., (2013a), sikap (Dwi N, 2014). Hartel & et al (2005) berpendapat,
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam pendokumentasian
asuhan yaitu faktor individu, faktor organisasi dan faktor psikologi. Ketiga faktor
tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja personil. Faktor individu
meliputi kemampuan dan keterampilan, mental dan fisik, latar belakang yaitu
keluarga, tingkat sosial, budaya, pengetahuan, demografis: umur, etnis, jenis
kelamin. Faktor psikologis terdiri dari kurangnya pemahaman dasar-dasar
dokumentasi keperawatan, kurangnya kesadaran pentingnya dokumentasi
keperawatan, dokumentasi dianggap beban dan motivasi perawat untuk
mendokumentasikan asuhan keperawatan. Faktor organisasi terdiri dari sumber
daya, kepemimpinan imbalan, struktur dan desain pekerjaan, supervisi dan
kontrol. Hal yang hampir sama dalam penelitian Maryam (2015) faktor yang
paling berkontribusi secara bermakna dengan kelengkapan dokumentasi
keperawatan adalah ruang dinas setelah dikontrol oleh umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan tipe kelas ruangan. Faktor –faktor yang mempengaruhi
kelengkapan tersebut meliputi usia, tingkat pendidikan, lama kerja, ruang dinas,
pelatihan, pengetahuan terkait dokumentasi keperawatan.

Persepsi manfaat pendokumentasian asuhan keperawatan dari aspek legal yang


baik sebesar 93,3 % yang berkaitan erat pendokumentasian tindakan utama di
ruang gawat darurat berupa menyelamatkan nyawa pasien. Sedangkan penelitian
kualitatif oleh Sumaedi (2010) yang mengidentifikasi persepsi perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan disimpulkan bahwa persepsi perawat
dalam pelaksanaan pendokumentasian masih kurang baik. Oleh karena itu

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


23

diperlukan dukungan dari manajemen rumah sakit untuk menghilangkan


hambatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan.

Menurut Kimchi and et all (2008); Wageman (2015), persepsi adalah proses
dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami,
dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Segala
sesuatu yang mempengaruhi persepsi seseorang, nantinya akan mempengaruhi
pula perilaku yang akan dipilihnya. Terdapat tiga unsur utama proses kognisi,
yaitu : proses kognisi, proses belajar, dan proses pemecahan persoalan atau
proses pemilihan perilaku. Ke tiga unsur utama proses kognisi dalam persepsi
perawat dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan berbeda-beda
pula tiap perawat. Menurut penelitian Sinaga and Yemina (2008) bahwa perawat
mempersepsikan baik tentang manfaat pendokumentasian sebesar 53,3% di ruang
rawat inap, dan sebesar 55,6% di ruang gawat darurat. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa persepsi perawat gawat darurat tentang manfaat
pendokumentasian lebih baik dibandingkan dengan persepsi perawat ruang rawat
inap.

2.2 Integritas

2.2.1 Pengertian Integritas


Menurut Oxford English Dictionary tiga arti berbeda untuk integritas
yakni:1.Kondisi tidak memiliki bagian atau elemen diambil atau diinginkan; tidak
terbagi atau tidak terputus; keutuhan material, kelengkapan, keseluruhan. Sesuatu
yang tidak terbagi; keseluruhan yang tidak terpisahkan. 2. Kondisi tidak dirusak
atau dilanggar; kondisi tidak terganggu atau tidak rusak; kondisi sempurna
orisinal; kesehatan. 3. Kondisi secara moral tidak terganggu; kebebasan dari
korupsi moral; tidak bersalah, tidak berdosa,; prinsip moral; karakter kebajikan
yang tidak rusak, dalam kaitannya dengan kebenaran dan transaksi yang adil;
kejujuran, ketulusan.

Menurut Dudzinski (2005), berintegritas mencerminkan satu kondisi yang utuh.


Kondisi utuh mencerminkan hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian dari

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


24

suatu entitas sehingga menciptakan satu keutuhan. Setiap bagian yang ada
berfungsi secara bersama-sama, saling melengkapi secara tepat dan menghasilkan
keseluruhan yang utuh, tidak perpisah-pisahkan. Integritas bermakna juga kondisi
selalu konsisten antara yang dikatakan dan diperbuat, dapat diandalkan dan dapat
diperkirakan. Integritas juga sesuai dengan prinsip moral. Sedangkan menurut
Thomas (2016) integritas merupakan keutuhan diri yang diwujudkan di dalam
struktur harmonis dan koheren di antara elemen-elemen karakter diri individu
seperti nilai dan prinsip. Struktur yang harmonis dan koheren merupakan
koherensi tentang sesuatu yang meliputi tiga hal, yakni koherensi antara prinsip
yang satu dengan prinsip yang lain, konsisten antara prinsip dan motivasi, dan
konsisten antara prinsip dan tindakan. Sehingga ketiga hal tersebut menjadi
elemen-elemen penting yang saling berhubungan dalam menilai integritas
seseorang (Thomas, 2016).

Menurut Hardingham ( 2004) integritas berarti keutuhan dalam hubungan di


antara tindakan, nilai serta keyakinan baik sebagai pribadi atau sebagai
profesional. Integritas juga bermakna tentang konsepsi diri kita yang konsisten.
Menurut filsuf Larry May (1996) dalam Hardingham ( 2004) bahwa ada ada tiga
aspek integritas moral yakni 1.berpikir kritis; 2. koherensi orientasi nilai; dan 3.
disposisi, atau komitmen untuk bertindak secara berprinsip. Berintegritas berarti
dapat diandalkan untuk bertindak secara yang responsif terhadap pandangan yang
dipikirkan. Pikiran tersebut terdapat hubungan antara keyakinan dan tindakan.
Integritas moral bukan sebagai memegang teguh kode perilaku atau aturan itu
yang lain telah disediakan. Akan tetapi integritas disebabkan oleh proses refleksi
berbagai jenis nilai, yang pada gilirannya akan memberikan koherensi kritis
dengan pengalaman seseorang. Pencapaian integritas berarti mengembangkan
perspektif kritis, memeriksa dan mendukung atau menolak pengaruh sosial baru.
Sementara ini berintegritas membutuhkan individu untuk bijaksana dan reflektif
dalam mengembangkan nilai dan menerima standar dan aturan menjalani hidup.
Selain itu wacana bijaksana tentang nilai-nilai dan teori yang memandu tindakan
dan sikap, sesuatu yang tidak bisa dilakukan secara terpisah. Padahal, bagi

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


25

perawat, proses ini harus dimulai dalam pendidikan keperawatan dan melanjutkan
sosialisasi mereka ke dalam profesi.

Prinsip menjadi yang utama dalam elemen integritas (Mcfall, 1987). Prinsip
merupakan aspek praktis dari nilai yang mengarahkan seseorang untuk melakukan
suatu tindakan tertentu. Misalnya ketika berprinsip untuk jujur maka tindakan
kejujuran sebagai nilai dan berkomitmen untuk melakukan kejujuran tersebut.
Komitmen merupakan daya dorong yang mengikat seseorang untuk melakukan
tindakan tertentu sesuai prinsisp tertentu. Sehingga di dalam diri yang
berintegritas mengandalkan komitmen yang kuat terhadap prinsip yang
ditampilkan dalam tindakan nyata.

Menurut Winterich, Mittal, & Aquino (2013) tampilan dalam tindakan yang
nyata merupakan komitmen pembentuk identitas. Prinsip yang menyatu dengan
komitmen disebut juga komitmen pembentuk identitas yaitu kondisi keberadaan
seseorang yang menyatukan keinginan, proyeksi atau ketertarikan terhadap
langkah tindakannya (Williams, 1981). Sehingga berintegritas adalah bertindak
secara akurat yang mencerminkan identitas seseorang melalui tindakan nyata yang
didorong oleh keinginan, motivasi, ketertarikan dan komitmen yang benar-benar
secara mendasar adalah milik dirinya seutuhnya (Williams, 1981).

Integritas pribadi sering dipandang sebagai nilai inti untuk memberikan layanan
kesehatan etis. Menurut Tyreman (2011) integritas dalam sistem layanan
kesehatan multi-profesional memiliki dua argumen yang berlawanan. Argumen
yang pertama adalah bahwa sifat multi-profesional dari perawatan kesehatan
modern berarti bahwa integritas pribadi paling tidak merupakan kemewahan yang
sia-sia dan paling buruk, hambatan untuk memberikan perawatan berkualitas
tinggi yang terjangkau kepada populasi besar. Kebalikannya adalah bahwa tanpa
integritas pribadi, perawatan kesehatan kehilangan kemanusiaannya dan menjadi
rekayasa biologis dan sosial belaka. Integritas merupakan kerangka moral yang
dipegang secara pribadi atau secara konsep sosial. Integritas adalah sifat sosial
dan kompleks yang melaluinya individu yang menjadi anggotanya mampu

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


26

menunjukkan hubungan mereka dengan nilai-nilai dan adat istiadat masyarakat.


Selain itu, integritas merupakan kerangka kerja yang meliputi satu atau lebih set
nilai-nilai yang menjadi ciri komunitas orang tersebut, dapat diekspresikan.
Karena seseorang dapat menjadi bagian dari banyak komunitas - bangsa, jenis
kelamin, agama, keluarga, profesi, perdagangan, olahraga. Masing-masing
individu memiliki meta-set nilai unik mereka sendiri yang menginformasikan rasa
integritas pribadi pribadi.

Integritas, baik pribadi maupun profesional, dianggap sebagai prasyarat bagi


individu yang bekerja secara otomatis dengan pasien yang rentan. Orang dengan
integritas diasumsikan berbudi luhur sehubungan dengan pekerjaan yang mereka
lakukan, hal yang mereka miliki untuk pasien di bawah perawatan mereka dan
memastikan bahwa mereka memberikan perawatan berkualitas tinggi.

2. 2. 2 Model Integritas
Model integritas terdiri dari tiga yakni (Tyreman, 2011):
a..Integritas gambaran diri sendiri
Orang yang berintegritas adalah individu yang utuh, tidak terpisahkan,
sepenuhnya terintegrasi dan lengkap di mana ada konsistensi pandangan dan
tindakan; apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan adalah satu.
Orang yang berintegritas tidak terombang-ambing oleh orang banyak, tetapi akan
tetap berdiri terhadap yang mereka yakini, tidak peduli konsekuensinya (Tyreman,
2011). Individu bertindak berintegritas ketika tindakan dan pernyataannya sesuai
konsisten dan koheren.

Mempertahankan hak untuk menolak menyesuaikan diri dengan satu set nilai dan
adat istiadat budaya merupakan prasyarat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan moral. Individu yang konsisten akan dapat diprediksi, dan
mengalami kekurangan kemampuan untuk merefleksikan kepercayaan dan
tindakan, dan untuk mempertimbangkan kemungkinan bisa salah. Hal ini terjadi
karena pandangan awal salah, atau, karena gagal menanggapi keadaan yang
berubah atau mengakui nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi yang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


27

kompleks. Individu tersebut akan selalu diyakinkan tentang kebenaran tindakan,


karena mereka menganggap bahwa seperangkat nilai mereka harus selalu
mengalahkan semua yang lain. Hasilnya adalah kegagalan untuk belajar dari
kesalahan atau beradaptasi dengan perubahan keadaan dan mengembangkan
kematangan moral. Integritas bukan tentang menjadi benar atau bertindak secara
konsisten tidak peduli apa pun konsekuensinya.

Model ini gagal mendefinisikan alasan yang baik untuk bertindak dengan
integritas karena kekuasaan, uang, atau keserakahan, misalnya, bisa menjadi
motif, yang akan berarti bahwa lalim dan tiran sebagai agen yang berpikiran
tunggal untuk mengejar agenda mereka. Integritas memerlukan kebaikan moral,
bukan hanya niat yang konsisten. Orang yang berintegritas juga orang yang
berprinsip, integritas bukan hanya soal tetap setia pada keyakinan atau prinsip
seseorang.

b. Integritas sebagai identitas


Integritas berarti bahwa tindakan mengungkapkan sesuatu yang penting bagi
orang tersebut. Orang tersebut mengidentifikasi dengan sepenuh hati, menyakini
dan mendukung sesuatu yang diperjuangkan dan diekspresikan. Integritas adalah
inti dari identitas saya. Jika saya seorang pekerja kesehatan, saya memiliki
integritas karena merawat orang yang membutuhkan adalah dasar dari siapa saya.
Makna hidup saya didasarkan pada hal-hal tertentu yang saya lakukan dan jika
gagal melakukannya, atau menyerah maka hidup saya akan kehilangan makna.

Model integritas ini menyatakan bahwa integritas merupakan benar-benar setia


secara mendalam terhadap hal yang diidentifikasikan seseorang. Identitas individu
diekspresikan melalui perilaku, yang pada gilirannya akan cocok dengan
keyakinan dan klaim individu tersebut. Seseorang asli dan bertindak dengan tulus
ketika cara mereka hidup, keputusan, dan pilihan yang mereka buat sesuai dengan
hal yang mereka yakini. Hidup dengan integritas sepenuhnya tentang
mengekspresikan identitas sejati. Seseorang yang menentang aborsi, misalnya

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


28

akan gagal dalam ujian keaslian serta gagal bertindak dengan integritas jika dia
sendiri melakukan aborsi.

Model ini menempatkan karakter individu dan keyakinan yang dipegang teguh
sebagai pusat integritas, sehingga berbeda dengan model integritas sebagai
gambaran diri. Model ini tidak dapat membuat perbedaan amoral antara yang baik
dan yang buruk sehingga seorang lalim atau tiran yang secara pasif percaya bahwa
ia harus menghancurkan semua yang menentangnya guna mencapai tujuannya.

c. Integritas sebagai gambaran tangan yang bersih


Model ini berfokus pada keyakinan inti seseorang dan menekankan hal yang siap
dilakukan atau tidak dilakukan. Model ini mengidentifikasi tidak hanya pada hal
yang diperjuangkan seseorang dan hal yang menjadi pusat rasa identitas mereka,
tetapi hal yang dianjurkan. Orang yang berintegritas tidak menghindari mengotori
tangan mereka dengan melakukan pekerjaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Misalnya manajer dengan sumber daya yang terbatas harus
membuat keputusan yang melibatkan bahaya bagi beberapa pasien atau staf.
Perawat tersebut tidak bertindak dengan integritas ketika melakukan yang
diperintahkan manajer, atau ketika perawat tersebut hanya menanggapi standar
eksternal dan integritas secara pribadi bersifat implisit. Model ini didasarkan pada
seperangkat prinsip dan keyakinan yang dipaksakan secara eksternal yang dapat
ditunjukkan oleh agen moral sebagai alasan tindakan daripada tindakan yang
dihasilkan dari alasan moral yang dihasilkan dan miliki sendiri, yang tersirat
dalam integritas. Bukan prinsip atau kepercayaan individu yang mendorong orang
bertindak dengan integritas dan dipaksakan secara eksternal oleh persyaratan
untuk menjadi rasional. Model ini mengadopsi nilai eksternal dibandingkan
pertimbangan moral pribadi sehingga berupa menghindari kejahatan daripada
melakukan kebaikan secara positif.

Model ini menyatakan integritas bukan hanya masalah menjaga moral bersih.
Bertindak dengan integritas seharusnya memerlukan alasan untuk melakukan
sesuatu yang benar secara moral, daripada alasan untuk menghindari sesuatu yang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


29

jahat. Ini adalah pendirian yang dipilih seseorang karena diyakini sebagai respons
positif secara moral. Misalnya pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan
secara akurat bukan hanya masalah menghindari kejahatan akan tetapi itu harus
menjadi sikap positif karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.

2.2.3 Integritas sebagai salah satu nilai profesional perawat


Nilai-nilai profesionalisme sebagai dasar praktik keperawatan yang dipelajari,
diorganisir menjadi suatu sistem yang memperngaruhi sikap dan perilaku
(Schmidt & Mlis, 2017). Nilai individu dipengaruhi oleh budaya, kelompok
sosial, ekonomi, pendidikan, dan pengalaman. Nilai individu dan profesional
mempengaruhi sikap dan perilaku. Nilai profesionalisme meliputi martabat
manusia, integritas, altruism, keadilan (Schmidt & Mlis, 2017) dan otonomy
(Shaw, H., Degazon, 2008).

Nilai integritas profesi perawat bermakna bahwa perawat bertindak sesuai kode
etik dan standar yang dapat diterima (Shaw, H., Degazon, 2008). Sedangkan
menurut Schmidt & Mlis (2017) integritas dijelaskan sebagai sesuatu yang jujur,
kompeten, aman, dapat dipertanggung jawabkan, dan dapat diperhitungkan. Nilai
integritas profesi juga dipengaruhi oleh nilai pribadi dan diinternalisasikan
melalui proses pembelajaran yang disebut sosialisasi profesi. Bentuk nilai tersebut
mempunyai komponen kognitif dan afektif, pembelajaran afektif yang
membentuk komponen sosialisasi profesi. Nilai profesi perawat mempengaruhi
identitas perawat, sikap dan perilaku.

Perubahan sifat perawatan kesehatan modern menjadi sangat bergantung pada


pekerjaan multi-profesional dan lintas-disiplin. Peran individu yang bertindak
secara profesional saat ini sangat berbeda pada tiga atau empat dekade lalu.
Bahkan dalam perawatan primer, jarang satu individu yang memiliki tanggung
jawab tunggal untuk pasien; praktikkan perawat, apoteker, fisioterapis, dan
sebagainya, bekerja sama dengan dokter dalam tim untuk memberikan perawatan
yang efektif. Jadi bagi individu untuk menunjukkan integritas atau perilaku
perawatan kesehatan harus dikodifikasi dan praktik yang baik hanya didefinisikan
dalam standar birokrasi (Tyreman, 2011).
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


30

Hal yang senada diutarakan Welchman dan Greiner dalam (Hardingham, 2004a)
menyatakan bahwa individu hanya dapat melakukan banyak hal dalam
lingkungan yang ada kesesuaian nilai-nilai pribadi, profesional individu dan nilai-
nilai masyarakat luas tempat bekerja. Integritas memastikan perawatan yang
aman, efektif, dan etis untuk pasien - paling baik dicapai melalui integritas, atau
beberapa cara lain seperti penegakan kode praktik yang ketat. Ketika nilai-nilai
profesional bertentangan dengan pribadi, misalnya, dalam pengobatan aborsi
sementara itu praktisi layanan kesehatan melakukan tugas mereka secara etis,
efektif, dan dengan kemampuan terbaiknya tanpa menggunakan integritas, yang
tersirat dan diasumsikan. Integritas bermasalah ketika tidak mematuhi perintah
atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan harapan normal dibenarkan
oleh klaim bahwa orang tersebut 'bertindak dengan integritas, yang berarti bahwa
apa yang mereka lakukan adalah baik secara moral.

Sedangkan menurut sudut pandang Chambliss (1996) dalam (Hardingham, 2004a)


integritas moralitas berakar kehidupan kolektif yang bermakna bahwa individu
percaya bahwa pada akhirnya, kemampuan untuk memiliki integritas baik sebagai
individu dan sebagai profesional yang merupakan bagian dari masyarakat. Hal
senada dinyatakan oleh (Ridge 2015) bahwa perawat berjuang untuk menjaga
integritas profesional yang cenderung mengalami kesusahan, keraguan diri dan
kebingungan dari stres yang intens. Upaya menjaga integritas tersebut
menghasilkan ketergantungan yang lebih besar pada orang lain sebagai referensi
untuk evaluasi diri. Sehingga standar etika individu dipengaruhi oleh norma-
norma kelompok, dan lingkungan tempat perawat bekerja dan berlatih, serta
dukungan dari kolega perawat yang lebih berpengalaman. Selain itu sangat
penting memelihara nilai-nilai profesional dan identitas profesional.

Upaya mendorong praktik keperawatan yang menghargai integritas (Ridge, 2015)


a. Model perilaku yang sesuai.

Perilaku pemimpin dimodelkan dengan cermat oleh staf sehingga perilaku


pemimpin mempengaruhi staf.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


31

b. Pastikan pendidikan etika yang komprehensif untuk perawat di semua


tingkatan.
Pendidikan tentang kepatuhan, nilai-nilai organisasi, pemahaman tentang kode
etik, pengetahuan tentang standar mendorong praktik profesional dan
pengambilan keputusan yang konsisten dengan nilai dan harapan profesi
keperawatan. Standar praktik dan perilaku etis dikodifikasi adalah salah satu
elemen utama yang mendefinisikan kita sebagai sebuah profesi. Dengan
pemahaman yang lebih baik dan kontrak sosial keperawatan dengan masyarakat,
perawat lebih siap terhadap perubahan lingkungan kerja yang cepat dan fluktuatif.
c. Buat struktur yang efektif dan proses untuk mendukung transparansi.
Pemimpin perawat memiliki tambahan tanggung jawab untuk memastikan
struktur dan proses yang efektif tersedia untuk mendukung etika lingkungan
praktik. Perawat yang efektif berinteraksi secara konsisten dan teratur dengan
memaparkan nilai-nilai dan mengambil keputusan. Berintegritas juga bermakna
bertanggungjawab, menghargai perilaku etis dan konsisten terhadap penerapan
aturan sesuai nilai organisasi. Setiap pelanggaran diselesaikan guna menjamin
integritas.
d. Mendorong akuntabilitas.
Jangan mengungkapkan ekspektasi kinerja dengan cara yang menekankan hasil
dengan mengorbankan cara mencapai hasil itu. Ekspektasi diungkapkan secara
berlebihan menyiratkan izin untuk melakukan apa pun yang perlu dilakukan
mencapai tujuan, misalnya dengan mengatakan bahwa tidak memperdulikan
bagaimana menyelesikan masalah. Jika hanya berfokus pada hasil akhir maka
kemungkinan terjadinya pelanggaran etika dalam prosesnya dan hal ini tidak
mendukung integritas dalam bekerja .

2.3 Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan


Menurut Mintzberg manajer mencakup 10 peran yakni (Gillies, 1996) :
a. Peran Interpersonal (figurehead, pemimpin, liason)
b. Peran Informasional (pemantau, penyebar, juru bicara)
c. Peran Decisional (entrepreuner, pengendali gangguan, penempatan sumber
daya, perunding)

Pengaturan terhadap 10 peran tersebut diperlukan dilakukan secara seimbang agar


tidak terjadi kecenderungan melakukan salah satu peran saja sehingga peran

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


32

lainnya terabaikan. Perngaturan peran tersebut dilakukan karena setiap peran


saling berkaitan. Misalnya saat manajer berpidato di acara resmi memberikan
kesempatan baginya berperan sebagai juru bicara untuk hal yang berbeda tapi
penting.

Fungsi manajer keperawatan meliputi proses manajemen yakni perencanaan,


pengorganisasian, ketenagaan (staffing), pengarahan, dan pengontrolan.
Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama yang sangat menentukan dan
mempengaruhi keberhasilan dari fungsi-fungsi manajemen lainnya. Perencanaan
harus dikerjakan lebih dahulu sebelum mengerjakan fungsi manajemen yang
lainnya. Hierarki dalam perencanaan meliputi perumusan misi, filosofi, tujuan,
sasaran, peraturan, kebijakan dan prosedur (Marquis, B L., & Houston, 2013).
Hasil dari perencanaan adalah sebuah rencana/rencana kerja yang harus berisi
alternatif terbaik untuk mencapai tujuan. Rencana kerja yang baik mengarahkan
pencapaian tujuan yang efektif dan efisien sehingga faktor-faktor produksi yang
ada digunakan sebaik-baiknya. Fungsi perencanaan manajer keperawatan meliputi
:
a. Menyusun rencana kerja jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang
Kepala Ruangan
b. Berperan serta perumusan visi, misi,falsafah dan tujuan pelayanan
keperawatan di ruang rawat yang bersangkutan
c. Menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan dari segi jumlah maupun
kualifikasi untuk di ruang rawat, koordinasi dengan Kepala Bidang
Keperawatan.

Pengorganisasian merupakan mengatur penggunaan seluruh sumber daya baik


manusia maupun bukan manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi atau institusi
agar efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi tercapai (Robbins, S., & Judge,
2017). Pengorganisasian pelayanan keperawatan adalah proses pengelompokan
kegiatan terhadap tugas, wewenang, tanggung jawab dan koordinasi kegiatan baik
vertikal maupun horizontal yang dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi ini mencakup penetapan tugas-

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


33

tugas yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, seperti apa tugas-tugas
dikelompokkan, siapa yang melaporkan ke siapa, dan di mana serta kapan
keputusan harus diambil oleh seorang perawat.

Ketenagaan merupakan fungsi yang memastikan tersedianya SDM yang


kompeten yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Gillies, 1996)
meliputi a) Mengidentifikasi jenis dan jumlah SDM keperawatan, b) Menentukan
kategori dan jumlah SDM keperawatan setiap kategori, c) Merekrut SDM
keperawatan, d) Menyusun jadwal/ daftar dinas tenaga keperawatan dan lain
sesuai kebutuhan pelayanan dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, e)
Melaksanakan orientasi kepada tenaga keperawatan baru/ tenaga lain yang akan
kerja di ruang rawat, f) Membimbing tenaga keperawatan untuk pelaksanaan
pelayanan/ asuhan keperawatan sesuai standar, g) Memberi kesempatan/ ijin
kepada staf keperawatan untuk mengikuti kegiatan ilmiah/ penataran dengan
berkoordinasi dengan Kepala Bidang Keperawatan.

Pengarahan merupakan suatu upaya manajer keperawatan mengelola SDM agar


dapat bekerja efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan menggerakkan staf. Pengarahan manajer keperawatan efektif bila staf
dapat melaksanakan pekerjaan yang secara konsisten dengan aman dan nyaman.
Dalam pengarahan Manajer Keperawatan harus memahami setiap karakter,
kemampuan dan kompetensi (Mugianti, 2016). Pengarahan manajer keperawatan
meliputi :
a. Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat,
melalui kerja sama dengan petugas lain yang bertugas di ruang rawatnya.
b. Memberi orientasi kepada pasien/ keluarganya meliputi penjelasan tentang
peraturan rumah sakit, tata tertib ruang rawat, fasilitas yang ada dan cara
penggunaannya serta kegiatan rutin sehari – hari.
c. Mengadakan pertemuan berkala/ sewaktu – waktu dengan staf keperawatan
dan petugas lain yang bertugas di ruang rawatnya.
d. Mengupayakan pengadaan peralatan dan obat – obatan sesuai kebutuhan
berdasarkan ketentuan / kebijakan rumah sakit.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


34

e. Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan alat agar selalu dalam


keadaan siap pakai.
f. Mengendalikan kualitas system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan
dan kegiatan lain secara tepat dan benar. Hal ini penting untuk tindakan
keperawatan.
g. Memberi motivasi kepada petugas dan memelihara kebersihan lingkungan
ruang rawat.
h. Meneliti/ memeriksa pengisian daftar permintaan makanan pasien berdasarkan
macam dan jenis makan pasien.
i. Meneliti/ memeriksa ulang pada saat penyajian makanan pasien sesuai dengan
program diet.
j. Menyimpan berkas catatan medik pasien dalam masa perawatan di ruang
rawatnya dan selanjutnya mengembalikan berkas tersebut kebagian medical
record bila pasien keluar/ pulang dari rawatan tersebut.
k. Membuat lapoan harian mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan serta
kegiatan lainnya di ruang rawat, disampaikan kepada atasan.

Pengontrolan adalah pemeriksaan apakah segala sesuatu yang terjadi sesuai


dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-
prinsip yang ditentukan. Tujuan pengontrolan adalah untuk mengidentifikasi
kekurangan dan kesalahan agar dapat dilakukan perbaikan. Pengontrolan penting
dilakukan untukmengetahui fakta yang ada, sehingga jika muncul isue dapat
segera direspons dengan cepat dengan cara duduk bersama. Prinsip pengontrolan
yang harus diperhatikan (Mugianti, 2016) :
a. Pengontrolan yang dilakukan oleh manajer keperawatan dapat dimengerti oleh
staf,
b. Hasilnya dapat diukur
c. Fungsi pengontrolan merupakan kegiatan manajemen yang penting untuk
meyakinkan proses mencapai tujuan organisasi tercapai dengan baik
d. Standar unjuk kerja (standart of performance) harus dijelaskan kepada semua
staf pelaksana. Kinerja staf dinilai oleh manajer sebagai bahan pertimbangan
memberikan reward kepada mereka yang mampu bekerja profesional.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


35

Pengontrolan yang dilakukan manajer keperawatan meliputi (Mugianti, 2016) :


a. Mengendalikan dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
ditentukan.
b. Melakukan penelitian kinerja tenaga keperawatan yang berada di bawah
tanggung jawabnya.
c. Mengawasi, mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan,
peralatan dan obat – obatan.
d. Mengawasi, mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan,
peralatan dan obat – obatan.
e. Mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku
secara mandiri atau koordinasi dengan Tim Pengendali Mutu Asuhan
Keperawatan.

Menurut Mugianti (2016) manfaat pengontrolan meliputi:


a. Dapat mengetahui kegiatan program yang sudah dilaksanakan oleh staf dalam
kurun waktu tertentu,
b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf yang
melaksanakan
tugas
c. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya organisasi sudah digunakan
dengan tepat dan efisien
d. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya penyimpangan
e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan (reward)

Proses pengontrolan yang dilakukan seorang manajer dikatakan berhasil bila


mengandung beberapa karakteristik yakni a) menggambarkan kegiatan
sebenarnya, b) melaporkan kesalahan dengan tepat, c) berpandangan ke depan, d)
menunjukkan kesalahan pada hal-hal yang kritis dan penting, e) bersifat obyektif,
f) bersifat fleksibel, g) menggambarkan pola kegiatan organisasi, h) bersifat
ekonomis, i) bersifat mudah dimengerti, j) menunjukkan kegiatan perbaikan
(Mugianti, 2016).

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


36

Berikut ini adalah langkah-langkah pengontrolan:


a. Menetapkan standar dan menetapkan metode mengukur prestasi kerja
b. Melakukan pengukuran prestasi kerja
c. Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar
d. Mengambil tindakan korektif

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


37

2.4 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir dalam penelitian fenomenologi ini adalah sebagai berikut :
Integritas yang mengandung
aspek: Pendokumentasian
Berpikir kritis, koherensi asuhan keperawatan
orientasi nilai, komitmen
bertindak secara berprinsip meliputi pengkajian,
(May, 1996) Dokumentasi
diagnosis, rencana
Konsisten antara pandangan dan intervensi, asuhan
tindakan, perkataan dan
perbuatan implementasi, dan keperawatan
Perilaku sesuai dengan yang akurat
kenyakinan yang menjadi evaluasi
identitas diri
Bertindak secara berintegritas
secara eksternal (Tyreman,
2011)

Bertindak sesuai kode etik


dan standar yang dapat
diterima (Shaw 2008).

Sebagai sesuatu yang jujur,


kompeten, aman, dapat
dipertanggung jawabkan, dan
dapat diperhitungkan
(Schmidt and Mcarthur (2017

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


38

Halaman ini sengaja dikosongkan “

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 3
METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan selama pelaksanan


penelitian yang berisikan desain penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
partisipan, pertimbangan etik, teknik pengumpulan data, alat pengumpul data,
langkah pengumpulan data, analisis informasi.

3.1 Desain Penelitian


Penelitian dengan judul pengalaman dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas perawat menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Pendekatan ini
mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu terhadap berbagai
pengalaman hidup terkait konsep atau fenomena (Creswell, 2014). Pendekatan ini
berusaha menggali secara mendalam pengalaman dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat. Penggalian ini
diperlukan karena adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi variabel-variabel
yang tidak mudah diukur yakni pengalaman dalam pendokumentasian kaitannta
dengan integritas. Pendekatan ini diperlukan karena peneliti membutuhkan suatu
pemahaman yang detail dan lengkap tentang suatu permasalahan dengan cara
menggalinya secara mendalam. Pemahaman permasalahan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di satu RS pemerintah di Jakarta dari
aspek integritas perawat yang melakukan pendokumentasian belum tergali.
Pendekatan fenomenologi deskriptif dipilih untuk mengetahui pengalaman dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat.
Alasan menggunakan desain fenomenelogi deskriptif ini karena fokus dalam
penelitian ini adalah pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
kaitannya dengan integritas perawat dan menggambarkan fenomena yang muncul
terkait integritas dalam pendokumentasian asuhan keperawatan.

Pendekatan fenomenologi berfokus pada pemahaman, perasaan dan pengalaman


seseorang atau sekelompok orang tentang sesuatu hal (Polit, D., & Beck, 2010).

39 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


40

Pada penelitian ini berfokus pada pemahaman, perasaan, dan pengalaman perawat
tentang integritas dalam pendokumentasian asuhan keperawatan secara kualitatif.
Penelitian kualitatif dilakukan apabila masalah pada hasil penelitian sebelumnya
masih belum jelas atau untuk mengetahui makna yang tersembunyi dan yang tidak
didapatkan pada penelitian kuantitatif (Creswell, 2014). Penelitian tentang
pendokumentasian asuhan keperawatan banyak ditemukan, tetapi permasalahan
terkait pendokumentasian masih belum bisa teratasi dengan baik sehingga peneliti
berencana mengidentifikasi aspek integritas perawat dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
dilakukan untuk menggali pengalaman yang dirasakan oleh individu yang terlibat
di dalamnya yang berbentuk deskriptif (Streubert & Carpenter, 2011).

Pendekatan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya


terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Proses tahapan
penelitian ini menggunakan tahapan fenomenologi yaitu : bracketing, intuiting,
analyzing dan describing (Polit, D., & Beck, 2010). Tahapan- tahapan sebagai
berikut:
a. Bracketing adalah tahap yang digunakan untuk memungkinkan peneliti berada
pada situasi tanpa pemahaman tentang fenomena (Creswell, 2014). Pada proses
bracketing, peneliti diharuskan untuk membatasi semua kepercayaan, asumsi,
pemahaman, serta pemikirannya tentang fenomena yang sedang diteliti (Polit, D.,
& Beck, 2010). Pada tahap awal penelitian ini, peneliti berusaha membatasi
semua yang dimiliki baik asumsi-asumsi, pemahaman tentang integritas dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan dan seolah-olah peneliti tidak mengetahui
sama sekali tentang partisipan yang akan dihadapi. Konsep atau teori yang
dipahami hanya merupakan paradigma untuk mempermudah proses pengambilan
keputusan. Sehingga pada penelitian ini, peneliti berusaha tidak menggunakan
kemampuannya dan pemahamannya dalam proses pengumpulan data tentang
pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan
integritas.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


41

b. Intuiting adalah proses peneliti memulai kontak dan memahami fenomena


yang diteliti. Peneliti membutuhkan pemahaman mendalam melalui proses
melihat, mendengar dan bersikap lebih peka terhadap fenomena. Pada proses ini,
peneliti menyatu dengan penelitian sehingga makna fenomena penelitian
merupakan kebenaran yang mewakili pengalaman yang disampaikan oleh
partisipan (Polit & Beck, 2010). Peneliti menyatu dalam penelitian ini dengan
cara mendengarkan pemahaman dengan empati, pengalaman perawat tentang
integritas dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Bersikap mendengarkan
dengan empati bermakna bahwa informasi tentang pengalaman perawat dalam
pendokumentasian kaitannya dengan integritas yang diutarakaan perawat bukan
untuk dinilai benar atau tidak nilai-nilai integritas tersebut. Makna fenomena
tersebut diproses melalui fase analisis misalnya mengumpulkan inti sari
pernyataan yang signifikan, mengkategorisasikan dan membuat kepekaan makna
yang penting dari fenomena. Akhir dari proses intuiting pada penelitian ini,
peneliti memahami dan mendefinisikan fenomena tentang pengalaman dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat. Pada
tahap penelitian ini, peneliti berusaha menghindari sikap kritis, mengevaluasi atau
memberikan pendapat, dan mengarahkan perhatian partisipan secara kaku
terhadap fenomena. Pada tahap ini, peneliti berperan sebagai instrument pada saat
mengumpulkan informasi dan mendengarkan partisipan (Streubert & Carpenter,
2011).
c. Tahap menganalisis merupakan proses identifikasi esensi atau elemen yang
menyusun fenomena serta menggali hubungan fenomena terhadap fenomena yang
lain (Spigelber,1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011). Pada proses ini, peneliti
akan menganalisis dengan menentukan kalimat-kalimat yang dianggap signikan
dari pernyataan partisipan, mengelompokkan makna dari setiap kalimat signifikan
dan memahami inti sari dari persepsi tentang integritas perawat dalam
pendokumentasian. Proses ini dimulai dari peneliti mendengarkan rekaman
tentang pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya
dengan integritas perawat. Kemudian peneliti mempelajari informasi yang telah
ditranskripkan dan selanjutnya ditelaah secara berulang-ulang. Proses selanjutnya
mengidentifikasi kata kunci dari informasi yang ditranskripkan tersebut sehingga

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


42

membentuk tema pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan


kaitannya dengan integritas perawat . Peneliti menganalisis informasi hasil
wawancara mendalam lalu menanyakan ke partisipan sampai informasi yang
terkumpul mengalami saturasi.
d. Tahap deskriptif merupakan tahap memberikan gambaran tertulis dari elemen
kritikal yang didasarkan pada pengklarifikasian dan pengelompokan fenomena.
Elemen atau esensi yang kritikal akan dideskripsikan secara terpisah dan isi
hubungan satu tema terhadap tema lainnya (Streubert & Carpenter, 2011).
Deskripsi elemen atau inti sari fenomena yang tertulis mencerminkan kondisi
kekuatan jumlah pendapat dalam setiap wawancara mendalam terhadap tema yang
terbentuk. Pada penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan elemen atau inti sari
persepsi tentang pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
kaitannya dengan integritas perawat yang didasarkan pada pengklarifikasian dan
pengelompokan fenomena.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di satu RS pemerintah di Jakarta yang telah lulus
akreditasi paripurna dan akreditasi internasional. Pelaksanaan wawancara
dilakukan sesuai dengan kesepakatan peneliti dan partisipan. Tempat pelaksanaan
wawancara mendalam dilaksanakan di salah satu ruangan dan di perpustakaan
dengan pertimbangan memfasilitasi kerahasiaan identitas partisipan, nyaman dan
tidak bising sehingga menghasilkan rekaman yang baik. Ruangan tempat
dilaksanakannya wawancara mendalam merupakan ruangan yang netral, nyaman,
aman, tidak bising, berventilasi cukup dan bebas dari gangguan yang diperkirakan
bisa muncul (Creswell, 2014).

Ruangan pelaksanaan wawancara mendalam memiliki tempat duduk yang


memfasilitasi posisi duduk partisipan berhadapan dengan peneliti. Partisipan
berfokus menghadap peneliti dan tidak disarankan menghadap pintu masuk agar
tidak mengganggu konsentrasi partisipan. Proses pengambilan data partisipan
penelitian dimulai sejak satu minggu setelah surat ijin penelitian dikeluarkan
secara tertulis. Surat ijin tertulis dikeluarkan pada tanggal 29 Maret 2019, dan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


43

diserahkan ke peneliti pada tanggal 5 April 2019. Pengambilan data dilakukan


selama hampir satu bulan. Waktu pelaksanaan wawancara mendalam dilakukan
selama 60 menit dan dihentikan sebelum partisipan merasa jenuh berdiskusi.
Pelaksanaan wawancara mendalam dilaksanakan setelah jam dinas pagi dan
disesuaikan dengan jadual dinas partisipan.

3.3 Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat di satu RS pemerintah di Jakarta.
Partisipan dipilih dengan metode purposive sampling yaitu metode penentuan
partisipan yang didasarkan pada pengetahuan tertentu tentang sebuah fenomena
(Streubert & Carpenter, 2011). Fenomena penelitian adalah pengalaman perawat
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas
perawat. Teknik pemilihan partisipan dilakukan dengan cara : 1) mengidentifikasi
perawat ruangan yang digunakan dalam pelaksanaan wawancara mendalam, 2)
Menemui Komite Keperawatan untuk berdiskusi mengenai pelaksanaan
wawancara mendalam meliputi teknik, tanggal pelaksanaan, pemilihan partisipan
sesuai kriteria inklusi dan ruang pelaksanaan wawancara mendalam, 3) memilih
partisipan yang sesuai dengan hasil diskusi dengan Komite Keperawatan.

Berdasarkan hasil arahan dari Komite Keperawatan maka pengambilan calon


partisipan diserahkan sepenuhnya kepada peneliti untuk mendapatkan hasil tanpa
intervensi Komite Keperawatan dan dianjurkan langsung ke instalasi sesuai
kriteria. Peneliti berkoordinasi dengan Kepala Instalasi untuk menginformasikan
kegiatan penelitian. Kepala Instalasi diberikan surat disposisi terkait kegiatan
penelitian. Partisipan yang berbeda-beda berdasarkan karakteristik ruangan yang
bervariasi mulai dari perawat ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), perawat
Intensif, perawat di ruang rawat inap mulai dari medikal bedah, ruang rawat anak,
ruang rawat bedah dan ruang HD.

Kriteria inklusi pada partisipan penelitian sebagai berikut : 1) perawat di satu RS


pemerintah di Jakarta, 2) partisipan mengalami situasi/ kegiatan
pendokumentasian asuhan keperawatan, 3) sehat jasmani dan rohani, 4) mampu
mengungkapkan pengetahuan, pengalamannya atau memberikan informasi yang
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


44

dibutuhkan, 5) masa kerja perawat minimal 3 tahun. Kriteria minimal 3 tahun


dianggap waktu yang cukup mengalami pendokumentasian asuhan keperawatan
dan sesuai dengan masa dilakukannya proses kredensialing perawat yang
dilakukan di satu RS pemerintah di Jakarta. Tidak ada penelitian yang spesifik
terkait batasan masa kerja perawat dalam memahami dan mengalami integritas
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Kriteria eksklusi partisipan adalah
bila partisipan berhalangan/tidak bisa melanjutkan proses wawancara karena sakit
dan tidak bisa melanjutkan lagi pada wawancara berikutnya karena tidak dapat
mengungkapkan pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas perawat. Beberapa partisipan yang telah
setuju dan telah sepakat untuk diwawancara batal dilakukan karena harus
mengikuti kegiatan persiapan satu RS pemerintah di Jakarta untuk JCI. Hal yang
serupa juga terjadi pada beberapa partisipan yang sudah siap sedia diwawancara
batal karena harus mengikuti rapat mendadak dengan manajemen.

Saturasi data merupakan prinsip dasar sampling partisipan dalam penelitian


kualitatif dimana tidak ada lagi informasi baru yang didapat dan pengulangan
telah tercapai pada titik kejenuhan data (Polit, D., & Beck, 2010). Informasi
tentang integritas perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan digali
sampai informasi tersaturasi. Pada penelitian kualitatif ini jumlah partisipan
tergantung apabila data telah mencapai saturasi. Dukes (1984) dalam Creswell
(2014) menyatakan bahwa jumlah partisipan dalam penelitian satu fenomenologi
disarankan berjumlah 3 hingga 10 partisipan. Jumlah partisipan pada penelitian ini
disesuaikan dengan saturasi data yang terpenuhi. Calon partisipan yang telah
teridentifikasi sebesar 16 perawat. Peneliti mengalami saturasi data ketika
partisipan ke10 sehingga tidak dilakukan wawancara pada partisipan selanjutnya.

3.4 Pertimbangan Etik


Pertimbangan etik dalam penelitian untuk mencegah terjadinya masalah etik
selama penelitian dan setelah penelitian. Pertimbangan etik dalam penelitian
kualitatif berkenaan dengan pemenuhan hak-hak partisipan. Mauthner (2005)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


45

menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak tersebut minimal memiliki prinsip-prinsip


meliputi :
a. Menghargai harkat dan martabat partisipan
Penerapan prinsip dilakukan untuk memenuhi hak-hak partisipan dengan cara
menjaga kerahasiaan identitas partisipan (anonymity), kerahasiaan data
(confidentiality), menghargai privacy dan dignity dan menghormati otonomi
(respect for autonomy).

Prinsip anonymity pada penelitian ini berupa pemberian kode partisipan tanpa
nama pada hasil rekaman untuk selanjutnya disimpan di dalam file khusus dengan
kode partisipan yang sama. Pemberian kode partisipan penelitian ini
menggunakan kode R. Semua bentuk data digunakan untuk keperluan proses
analisis data sampai penyusunan laporan penelitian. Informasi yang diberikan oleh
partisipan wajib dijaga kerahasiaanya. Peneliti menjamin kerahasiaan data
(confidentiality) dengan cara wajib menyimpan seluruh dokumen hasil
pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasi
rekaman dan transkrip wawancara dalam tempat khusus yang hanya boleh
diakses oleh peneliti (Creswell, 2014). Partisipan juga diberitahukan bahwa proses
pengolahan data yang hanya dilakukan oleh peneliti sehingga mengetahui hasil
rekaman tersebut hanyalah peneliti. Hasil transkrip juga tidak berisi nama
partisipan, tetapi kode yang hanya dipahami oleh peneliti dan menunjukkan kode
identitas partisipan. Tape recorder yang berisi rekaman partisipan disimpan di
komputer dengan menggunakan password dan nama file yang hanya diketahui
oleh peneliti. Rekaman akan dimusnahkan setelah 10 tahun penelitian selesai
dilaksanakan PP NO.28 Tahun 2012 tentang Kearsipan (Kementerian Hukum dan
HAM, 2012).

Hak otonomi digunakan partisipan untuk menentukan keputusannya secara sadar


dan sukarela/ tanpa paksaan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti dan
memahami bentuk partisipasi partisipan dalam penelitian. Menghormati otonomi
partisipan bermakna bahwa setiap partisipan memiliki hak untuk menentukan
dengan bebas, secara sukarela, atau tanpa paksaan (autonomous agents) untuk

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


46

berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti memberikan informasi lengkap tentang


tujuan, manfaat, dan proses penelitian sehingga partisipan memahami seluruh
proses penelitian yang akan diikutinya. Partisipan memiliki hak memutuskan tidak
melanjutkan keikutsertaannya dalam proses penelitian tanpa sanksi apa pun dan
dari siapa pun. Partisipan juga memiliki hak untuk dihargai tentang apa saja yang
mereka lakukan dan hal apa saja yang dilakukan terhadap mereka., termasuk
kebebasan dalam memberikan informasi yang bersifat rahasia. Hak kebebasan
partisipan juga menentukan waktu yang melakukan wawancara mendalam.

Ketika proses pengumpulan informasi secara kualitatif, beresiko munculnya


dilema etik ketika mengungkapkan berbagai hal pengalaman partisipan yang
bersifat sangat rahasia. Strateginya dengan menginformasikan ke partisipan
bahwa partisipan berhak untuk tidak menjawab pertanyaan wawancara yang dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman bagi dirinya untuk menceritakan pengalamannya
yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Jika partisipan merasa tidak nyaman
untuk berpartisipasi lebih lanjut, partisipan dengan sukarela dapat mengundurkan
diri dari proses penelitian kapanpun sesuai keinginan partisipan. Hal ini sesuai
dengan menghormati prinsip privacy dan dignity.

b. Memperhatikan kesejahteraan partisipan;


Peneliti menerapkan prinsip ini dengan memenuhi hak-hak partisipan dengan cara
memperhatikan kemanfaatan (beneficence) dan meminimalkan resiko
(nonmaleficience) dari kegiatan penelitian yang dilakukan dengan memperhatikan
kebebasan dari bahaya (free from harm), eksplotasi (free from exploitation), dan
ketidaknyamanan (free from discomfort).

Setiap penelitian harus dapat memberikan kemanfaatan yang lebih besar daripada
risiko/bahaya yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian yang dilakukan.
Peneliti akan menyakinkan partisipan dan memastikan bahwa proses penelitian ini
tidak hanya untuk kepentingan peneliti tetapi juga memastikan tidak
menimbulkan risiko bahaya apa pun terhadap partisipan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan penjelasan secara lengkap proses penelitian yang akan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


47

dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kemungkinan bahaya yang


dapat dialami partisipan. Partisipan memilih sendiri tempat yang aman selama
wawancara. Satu partisipan tampak mengalami batuk saat wawancara diberi
tawaran menghentikan atau melanjutkan wawancara. Partisipan mengatakan
melanjutkan wawancara. Peneliti memberi kesempatan istirahat dan memberi air
minum kepada partisipan. Prinsip ini tampak dari kesungguhan peneliti dalam
menggali pengalaman partisipan dengan mengacu pada tujuan penelitian ini.

c. Keadilan (justice) untuk semua partisipan.


Semua partisipan memiliki hak yang sama untuk dipilih atau berkontribusi tanpa
diskriminasi dalam penelitian. Setiap partisipan pada penelitian ini memperoleh
perlakuan dan kesempatan yang sama dengan menghormati seluruh persetujuan
yang disepakati. Setiap partisipan diperlakukan adil dan tidak dibeda-bedakan
selama proses penelitian dilakukan. Bentuk pemberlakuan keadilan bagi
partisipan berupa penjelasan maksud, tujuan penelitian serta wawancara yang
dilakukan. Peneliti memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam
proses penelitian tanpa memandang suku, agama, etnis, dan kelas sosial (Afiyanti
dan Rachmawati I 2014).

d. Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent)


Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) merupakan proses pendekatan penelitian
yang menyentuh aspek etik yang berkembang sebagai dampak dari proses
penelitian. Proses awal PSP dengan memberikan penjelasan akan tujuan yang
spesifik selanjtutnya terjadi proses memperoleh persetujuan dari partisipan untuk
berpartisipasi dalam proses penelitian. Hal ini penting karena partisipan
merupakan integritas manusia sebagai subyek yang dipelajari perlu dihormati dan
dihargai hak-haknya. Persetujuan partisipan merupakan manifestasi penghargaan
atas harkat dan martabat dirinya sebagai manusia.

Tahapan PSP terdiri duameliputi memberi penjelasan terkait proses penelitian dan
memperoleh pernyataan persetujuan dari partisipan untuk mengikuti proses
penelitian. Peneliti menjelaskan prinsip utama PSP yakni setiap partisipan wajib

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


48

memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya rmengenai tujuan, manfaat, metode,


sumber pembiayaan, kemungkinan konflik kepentingan, afiliasi penelitian dengan
institusi lain, keuntungan dan risiko akibat yang mungkin timbul dari proses
penelitian, upaya meminimalkanya, hak untuk tidak berpartisipasi atau
mengundurkan diri tanpa adanya tekanan dari pihak manapun (Mauthner., 2005).
Pada penelitian ini, peneliti akan memberikan penjelasan penelitian yang tertuang
dan akan memberikan lembar persetujuan bagi partisipan yang setuju dan
partisipan tersebut memberikan tanda tangan sebagai bukti pemahaman akan
penjelasan dan persetujuan terlibat dalam proses penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam.
Wawancara mendalam dilakukan satu per satu partisipan. Wawancara mendalam
ini dilakukan dengan tujuan diperolehnya pengalaman dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat. Pengumpulan data
menggunakan alat yakni: a) Peneliti sendiri sebagai pewawancara; b) Pedoman
wawancara terstruktur yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk
menggali informasi sesuai tujuan penelitian; c) Catatan lapangan (field note)
untuk mencatat pengamatan peneliti selama proses wawancara mendalam. Catatan
lapangan untuk memberikan latar belakang yang lebih mendalam atau untuk
membantu pengamat mengingat peristiwa penting pada saat observasi. Catatan
lapangan harus dibuat secara lengkap dengan diberi keterangan tanggal dan waktu
sehingga informative; d) Alat perekam suara yang dipergunakan untuk
mempermudah pendokumentasian suara yang mengungkapkan informasi dan
sikap partisipan. Alat perekam digital dengan merk Sony.

3.6 Alat Pengumpul Data


a. Pedoman wawancara mendalam
Wawancara mendalam merupakan metode pengumpulan data yang paling sering
digunakan pada penelitian kualitatif.. Sebelum melakukan wawancara mendalam,
disusunlah pedoman wawancara sebagai acuan agar proses wawancara mendalam
saling berkaitan satu sama lainnya. Pedoman wawancara disusun berdasarkan
pada teori-teori yang relevan dengan topik penelitian dengan pertanyaan terbuka,

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


49

tidak bersifat kaku, karena pertanyaan bisa berkembang sesuai dengan proses
wawancara tanpa meninggalkan landasan teori yang telah ditetapkan. Pedoman
wawancara dikembangkan peneliti berdasarkan hasil wawancara mendalam pada
saat pelaksanaan wawancara mendalam sebelumnyalalu berkonsultasi dengan
pembimbing terkait revisi pedoman. Peneliti melakukan latihan wawancara
mendalam dibawah supervisi pembimbing. Peneliti membuat transkrip verbatim
dan menganalisis kata kunci, kategori dan tema yang terbentuk dari wawancara
mendalam tersebut. Hasil tema tersebut menjadi bagian pengembangan pedoman
wawancara mendalam berikutnya.

b. Buku Catatan Lapangan (Field note) dan Alat Tulis


Peneliti melakukan pencatatan pada buku catatan untuk mempermudah mengingat
informasi saat pelaksanaan pengumpulan data. Pencatatan dilakukan terhadap
ekspresi non verbal partisipan dan suasana lingkungan saat wawancara mendalam
seperti tatanan lingkungan, interaksi dan aktivitas yang berlangsung selama
wawancara mendalam (Creswell, 2014). Pelaksanaan wawancara mendalam
selesai setelah peneliti melengkapi catatan lapangan yang ada sehingga
meminimalisir hilangnya data yang ada selama wawancara mendalam.

c. Alat Perekam
Alat perekam ini merupakan suatu alat yang berfungsi merekam suara dan subyek
yang diteliti. Fungsi dari alat perekam ini adalah mempermudah peneliti untuk
mempelajari pengalaman para partisipan selama proses wawancara mendalam.
Alat perekam yang digunakan peneliti menggunakan tape recorder dan sudah
diperiksa terlebih dahulu fungsi alat tersebut sebelum digunakan.

3.7 Langkah Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu
tahap persiapan, pelaksanaan dan terminasi.
3.7.1 Tahap Persiapan
a. Peneliti mengurus perijinan dengan mendapatkan surat pengantar penelitian
dari Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


50

b. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kesatu RS pemerintah di Jakarta.


c. Peneliti bekerja sama dengan satu RS pemerintah di Jakarta dalam persiapan
partisipan sesuai kriteria, waktu dan ruangan dalam kegiatan wawancara
mendalam yang direncanakan. Kepala Instalasi memberikan daftar dinas yang
lengkap kepada peneliti untuk mengidentifikasi calon partisipan. Peneliti bertemu
langsung dan atau berkomunikasi lewat wa untuk menjelaskan tentang penelitian
kepada calon partisipan.
d. Peneliti bersama bersepakat dengan para partisipan mengenai waktu dan
tempat pelaksanaan wawancara mendalam.
e. Pelaksanaan wawancara mendalam diikuti perkenalan antara peneliti dengan
partisipan.
f. Peneliti membina hubungan saling percaya dan menjelaskan tujuan penelitian,
manfaat penelitian, hak dan kewajiban partisipan dalam penelitian.
g. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan agar
terbina hubungan saling percaya antara peneliti dengan calon partisipan, sehingga
mampu memberikan keyakinan, kepercayaan, dan perasaan dilindungi dengan
harapan partisipan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
h. Partisipan menandatangani informed consent sebagai bukti persetujuan dalam
penelitian ini.
i. Peneliti telah membuat pedoman wawancara sebelumnya. Pedoman
wawancara mendalam disusun berdasarkan pada teori-teori yang relevan dengan
masalah yang ingin digali dalam penelitian.
j. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam untuk
mendapatkan lebih dalam informasi dari partisipan.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan


a. Fase Orientasi
Pada fase orientasi peneliti memperhatikan kondisi umum partisipan. Pada
penelitian ini, peneliti berusaha membuat partisipan santai dan terlihat siap untuk
proses wawancara mendalam pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan.
Peneliti menjelaskan kembali mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian.
Peneliti menanyakan kembali persetujuan dari partisipan dan mengecek kembali

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


51

lembar persetujuan partisipan atau informed consent yang telah ditandatangani


partisipan.

b. Fase Kerja
Setelah terjalin hubungan saling percaya, memungkinkan peneliti dapat menggali
secara mendalam pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
kaitannya dengan integritas perawat. Peneliti memperhatikan respon partisipan
dengan mencatat respon non verbal para partisipan dalam lembar catatan lapangan
(Creswell, 2014). Peneliti baru pertama kali melakukan penelitian kualitatif
dengan menggunakan wawancara mendalam, peneliti melakukan ujicoba
wawancara mendalam diluar partisipan yang direncanakan dengan tujuan dapat
lebih mengembangkan diri saat berperan sebagai pewawancara. Wawancara
mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah
disiapkan sebelumnya. Pedoman wawancara merupakan alat untuk memandu
peneliti untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai tujuan
penelitian yang diharapkan. Urutan wawancara tidak tergantung pada pedoman
wawancara, tetapi sesuai dengan arah pembicaraan partisipan dan terfokus.

Apabila partisipan tidak dapat memberikan informasi yang ditanyakan, maka


peneliti memberikan contoh, perumpamaan atau ilustrasi yang memudahkan agar
partisipan bisa menangkap maksud pertanyaan peneliti. Pada proses ini peneliti
tidak memberikan penilaian berdasarkan pemahaman atau pengalaman yang
dimiliki sebelumnya oleh peneliti atau teknik bracketing. Pelaksanaan bracketing
yang dilakukan penulis yaitu menempatkan diri seakan- akan tidak mengetahui
apa yang terjadi pada proses pendokumentasian yang berjalan.

Kegiatan wawancara selesai apabila seluruh informasi yang dibutuhkan telah


sesuai dengan tujuan penelitian. Rerata waktu yang dibutuhkan sekitar 60 menit.
Wawancara yang telah dilakukan direkam dengan alat perekam kemudian
ditranskripkan. Hal ini dilakukan untuk keakuratan data kemudian dilihat lagi
dengan cara mendengarkan kembali wawancara tersebut sambil membaca
transkrip berulang- ulang.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


52

c. Fase Terminasi
Fase terminasi dilakukan setelah pengumpulan data dirasa cukup dan data telah
mengalami saturasi. Pada penelitian ini peneliti juga memperhatikan kondisi fisik
partisipan karena mencegah kelelahan partisipan melaksanakan wawancara
mendalam. Tahap terminasi pada penelitian ini dilakukan peneliti setelah semua
partisipan mengungkapkan persepsinya berdasarkan pertanyaan yang telah
dikembangkan Peneliti melakukan terminasi dengan mengucapkan terima kasih
atas kesediaan partisipan dalam proses wawancara mendalam dan memberikan
souvenir sebagai ungkapan terima kasih kepada partisipan

3.8 Analisis Informasi


Tujuan analisis informasi pada penelitian kualitatif adalah mengorganisasi,
menjadikan informasi lebih terstruktur serta mendapatkan makna dari informasi
yang telah diperoleh. Analisis informasi dilakukan pengumpulan informasi,
interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama-sama (Creswell
2014).

Penelitian ini menggunakan metode Colaizzi karena hendak menggali secara


mendalam pengalaman dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya
dengan integritas perawat yang merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam diri
individu. Analisis data dengan menggunakan metode Colaizzi yang terdiri atas
langkah-langkah seperti yang diutarakan oleh (Polit and Beck 2010) sebagai
berikut: a) mengumpulkan gambaran tentang pengalaman hidup partisipan
tersebut; b) membaca seluruh gambaran tentang pengalaman hidup partisipan
tersebut; c) memilih pernyataan yang signifikan; d) mengartikulasikan makna dari
setiap pernyataan yang signifikan; e) mengelompokan makna-makna ke dalam
tema dan sub tema; f) menuliskan suatu gambaran yang mendalam; g)
memvalidasi gambaran yang mendalam tersebut dengan kembali bertanya kepada
partisipan; dan h) menggabungkan data yang muncul selama validasi ke dalam
suatu deskripsi final yang mendalam.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


53

Peneliti menerapkan proses tersebut dengan melakukan kegiatan sebagai berikut:


a) mengumpulkan data yang diteliti secara jelas dengan menyusun studi literatur
tentang teori dan hasil penelitian terkait pendokumentasian asuhan keperawatan
dan integritas; b) melakukan wawancara dan menyusun catatan lapangan selama
wawancara serta membuat transkrip dari hasil wawancara yaitu dengan cara
merubah dari rekaman suara menjadi bentuk tulisan secara verbatim; c)
mengorganisasi data dengan cara membaca berulang kali data yang ada sehingga
peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitian; d) memilih catatan
yang bermakna dan terkait dengan tujuan penelitian dengan cara memberi kode
untuk kata kunci dari setiap pernyataan partisipan. Selanjutnya memberi warna
pada pernyataan yang penting agar bisa dikelompokkan; e) menyusun kategori
berdasarkan kata kunci yang terdapat dalam pernyataan tersebut dalam tabel
kategorian awal; f) menyusun tabel kisi-kisi tema yang membuat pengelompokan
kategori ke dalam sub tema dan tema; g) menuliskan tema hasil penelitian kepada
partisipan untuk memastikan tentang pengalaman partisipan yang dilaporkan
sebagai langkah terakhir validasi; dan h) menyusun suatu gambaran akhir dari
pengalaman partisipan berupa hasil penelitian dengan cara menggabungkan data
yang muncul selama validasi ke dalam suatu deskripsi final yang mendalam.

Tahapan proses analisis informasi pada metode fenomenologi (Afiyanti &


Rachmawati, 2014; Creswell J, 2014) meliputi:
a. Memberi gambaran pengalaman personal terhadap fenomena yang diteliti
yaitu menggabungkan hasil wawancara mendalam partisipan dan catatan
lapangan yang terkait kondisi serta situasi selama proses penelitian. Peneliti
menggabungkan hasil transkrip lalu dibaca berulang-ulang dengan tujuan
mengidentifikasi pernyataan-pernyataan yang bermakna dari partisipan sesuai
hasil wawancara mendalam dan catatan lapangan. Pernyataan bermakna yang
ditemukan disebut kata kunci yang mengacu pada tujuan penelitian sehingga
jika ditemukan pernyataan yang tidak bermakna maka dapat diabaikan.
Selanjutnya peneliti melakukan transkrip verbatim yang memudahkan
menelaah topik atau tema utama yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


54

Transkrip verbatim yang terdokumentasi tersebut memudahkan peneliti dalam


mengembangkan lebih mendalam topik tersebut.

b. Membuat daftar pernyataan yang signifikan. Pernyataan-pernyataan yang


memiliki makna yang sama atau hampir sama dapat dijadikan sebagai
kategori. Pernyataan- pernyataan signifikan dapat dilakukan kategorisasi jika
sudah membaca berulang-ulang transkrip verbatim yang didokumentasikan.
Pernyataan yang berhubungan dengan tujuan penelitian dipilah untuk
dikategorisasikan.

c. Mengelompokkan pernyataan yang signifikan dikumpulkan dalam satu unit


informasi yang lebih besar atau tema-tema atau unit meaning. Penentuan
kategori yang mempunyai makna dan saling terkait satu dengan yang lainnya
akan dikelompokkan dalam satu tema. Peneliti menggunakan teknik
mengelompokkan kata-kata dengan makna dalam satu kategori.
Pengelompokkan kategori di dalam pengetikan menggunakan perbedaan
warna untuk memudahkan dalam identifikasi asal kelompok partisipan dan
mencegah terjadinya pengulangan proses pengelompokkan.

d. Menuliskan deskripsi lengkap. Pada tahap ini, deskripsi dibuat secara lengkap,
sistematis, dan jelas tentang analisis. Deskripsi secara jelas bertujuan untuk
mengkomunikasikan struktur penting ynag telah berhasil diidentifikasi dari
fenomena pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
kaitannya dengan integritas perawat asuhan keperawatan. Pendeskripsian kata
kunci dilakukan berdasarkan kode partisipan, dikelompokkan berdasarkan
kategori dan tema.

e. Laporan hasil analisis. Tahap ini laporan hasil deskripsi analisis informasi
dianalisis terhadap kebenaran atau kesesuainnya.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


55

3.9 Keabsahan Data


Keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi (Afiyanti & Rachmawati,
2014) :
a. Kredibilitas (kepercayaan) informasi
Kredibilitas informasi merupakan ketepatan dan keakurasian suatu informasi dari
penelitian kualitatif yang menjelaskan derajat atau nilai kebenaran informasi yang
dihasilkan termasuk proses analisis informasi tersebut dari penelitian yang
dilakukan. Informasi yang telah dihimpun oleh peneliti dibaca berulang dan
dilakukan verifikasi terhadap keakuratan informasi. Pada penelitian ini, peneliti
membuat transkrip dari hasil wawancara yang dilakukan. Transkrip berisi tema
kemudian dikembalikan lagi kepada partisipan atau melakukan member check
untuk memastikan bahwa data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan
oleh partisipan. Peneliti juga melakukan verifikasi informasi dengan dosen
pembimbing dan dosen pembimbing akan melakukan konfrontasi jika memang
terdapat informasi yang tidak sesuai dengan konteks yang dimaksud dan peneliti
wajib melakukan perubahan.

b. Transferabilitas atau keteralihan informasi


Keteralihan merupakan validitas eksternal yang dinilai dari dapat atau tidaknya
hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau waktu yang lain konteks situasi
yang sama dengan saat penelitian dilakukan. Hasil pada penelitian kualitatif
memang tidak untuk digeneralisasikan pada keseluruhan populasi, akan tetapi
untuk diterapkan pada situasi dengan konteks yang sama pada saat penelitian
dilakukan. Penilaian keteralihan suatu hasil penelitian kualitatif ditentukan oleh
para pembaca. Untuk mencapai hal ini, peneliti menggali data-data subjektif
melalui pendekatan yang mengutamakan obyektivitas. Obyektivitas diperoleh
melalui penerapan prinsip bracketing. Dalam prinsip bracketing, peneliti telah
mengesampingkan semua interpretasi pribadinya tentang fenomena yang sedang
diteliti, terutama saat melakukan pengumpulan data dan analisis data. Peneliti
sepenuhnya menggunakan sudut pandang partisipan sehingga deskripsi dari
fenomena yang diamati adalah murni dari sudut pandang partisipan tanpa
inferensi dengan sudut pandang peneliti. Peneliti meminta orang lain selain

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


56

partisipan untuk membaca hasil analisis dan meminta sarannya terhadap kejelasan
hasil analisis. Peneliti selanjutnya menuliskan laporan hasil secara jelas dan
terperinci, sistematis dan obyektif sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
c. Dependabilitas (ketergantungan)
Pertanyaan mendasar untuk memperoleh nilai dependabilitas penelitian kualitatif
adalah penelitian yang sama dapat diulang pada saat yang berbeda dengan metode
yang sama, partisipan yang sama dan dalam konteks yang sama. Dependabilitas
mempertanyakan tentang konsistensi dan realibilitas suatu instrument yang
digunakan lebih dari sekali penggunaan. Cara yang dapat dilakukan peneliti untuk
memperoleh hasil penelitian yang konsisten adalah melakukan analisis data yang
terstruktur dan mengupayakan untuk menginterpretasikan hasil dengan benar.
Penelaahan data pada penelitian ini dilakukan dengan melibatkan pembimbing
penelitian dan menyerahkan transkrip hasil wawancara dan kisi-kisi tema yang
telah disusun peneliti kepada pembimbing untuk memperoleh saran dan
perbaikan.

d. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas menggantikan aspek objektivitas pada penelitian kualitatif,
namun tidak persis sama arti dari keduanya, yaitu kesediaan peneliti untuk
mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya. Pada
penelitian ini peneliti mengontrol hasil penelitian dengan merefleksikannya pada
tujuan penelitian, konfirmasi informasi dengan partisipan, jurnal terkait,
konsultasi dengan pembimbing. Peneliti melakukan konfirmasi dengan
menunjukkan transkip yang sudah ditambahkan catatan lapangan, tabel
pengkategorian tema awal dan tabel analisis tema pada pembimbing penelitian..
Hasil transkrip yang sudah dibuat peneliti dikonsultasikan kepada pembimbing.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengalaman perawat


dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas
perawat. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, peneliti memaparkan hasil
penelitian ini yang berisi tentang analisis tema yang dibentuk dengan
menggolongkan hasil penelitian ke dalam tema-tema.

Karakteristik partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, yang berasal dari
9 area pelayanan keperawatan yaitu: ruang rawat inap PD, IGD, HD, ruang rawat
inap bedah, Perina, Intensif, Anak, HCU IGD.
Karakteristik partisipan dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1Karakteristik partisipan yang melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan satu RS pemerintah di Jakarta

Kode Usia Lama Tingkat pendidikan Area kerja


(th) bekerja (th)
R1 42 23 Ners Ruang rawat inap PD
R2 31 9 Ners IGD
R3 45 25 Ners Ruang rawat inap PD
R4 32 9 Ners HD
R5 46 27 D3 Keperawatan Ruang rawat inap PD
R6 32 8 Ners Perina
R7 40 23 Ners Intensif
R8 30 9 Ners dan sedang pendidikan Ruang rawat inap bedah
Magister Keperawatan
R9 31 9 Ners Anak
R10 34 9 Ners HCU IGD

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rentang usia partisipan berada pada usia 30
sampai 46 tahun dan lama kerja berada pada rentang 9 sampai 27 tahun. Tingkat
pendidikan partisipan pada penelitian ini sebanyak 90% adalah Ners, 10 % sedang
melanjutkan pendidikan D3 keperawatan. Salah satu dari 9 ners sedang mengikuti
pendidikan magister keperawatan. Area kerja partisipan bervariasi meliputi IGD,
High Care Unit (HCU) IGD, HD, Intensif, ruang penyakit dalam, ruang bedah,
dan ruang anak.

57 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


58

4.1 Analisis Tema


Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Colaizzi berdasarkan
transkrip data dari hasil wawancara mendalam terkait pengalaman perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas perawat.
Setelah dilakukan proses analisis data, diperoleh tujuh tema yang berhasil
terindentifikasi, yaitu 1) Menuliskan pendokumentasian asuhan keperawatan
sesuai proses asuhan keperawatan, pendokumentasian terintegrasi oleh perawat
yang berperan sesuai SPO, 2) Mendokumentasikan asuhan keperawatan belum
sesuai SPO dan pedoman pengorganisasian pelayanan keperawatan dipengaruhi
oleh faktor SDM perawat, faktor metode penugasan dan material RS, 3)
Merasakan beragam perasaan senang jika berhasil mendokumentasaikan dan
beragam perasaan bersalah jika belum mendokumentasikan 4) Mendapatkan
manfaat pendokumentasian asuhan keperawatan, 5) Mengalami hambatan dan
upaya mengatasi hambatan dalam pendokumentasian asuhan keperawataan, 6)
Memahami berintegritas dalam pendokumentasian meliputi kemampuan kognitif,
memiliki prinsip nilai, kejujuran , bertanggung jawab, dapat diperhitungkan,
sesuai SPO, berkomitmen, kompeten, konsisten, sesuai identitas diri namun belum
mengimplementasikan asuhan yang aman 7) Mengharapkan perawat semakin
pintar, terampil dengan pendidikan berkelanjutan, adanya sistem JCI, akreditasi
menertibkan pendokumentasian dan pendokumentsian yang lebih spesifik dan
terkomputerisasi.

4.1.1 Tema satu: Menuliskan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai


proses asuhan keperawatan, pendokumentasian terintegrasi oleh perawat
yang berperan sesuai SPO
Tema satu terdiri dari tiga sub tema dan tujuh kategori . Rincian tema satu dapat
dilihat pada Tabel 4.2

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


59

Tabel 4.2 Kategori, sub tema dan tema satu


No Kategori Sub Tema Tema
1 Menuliskan keluhan, riwayat kesehatan Menuliskan proses Menuliskan
2 Menuliskan TTV, pemeriksaan fisik head to toe asuhan keperawatan pendokumentas
3 Menuliskan data-data penunjang, misalnya dimulai dari menulis ian asuhan
EKG, rotgen, USG, CT Scan pengkajian, keperawatan
4 Menuliskan evaluasi SOAP atau pengkajian merumuskan masalah sesuai proses
ulang dan diagnosa dan asuhan
5 Merumuskan masalah, menulis diagnosa tindakan keperawatan keperawatan
dan membuat rencana perawatan ,pendokumetasi
6 Menuliskan tindakan keperawatan berbentuk cek an terintegrasi
list dan sesuai dengan instruksi dokter oleh perawat
7 Menuliskan sesuai SPO Menuliskan yang berperan
8 Menuliskan pendokumentasian sebelum pendokumentasian sesuai SPO
terintegrasi sebelum dan sesudah
terintegrasisesuai SPO
9 Menuliskan pendokumentasian sesudah
terintegrasi
10 Menulis dilakukan perawat pelaksana Perawat yang
Menulis dilakukan PN/Katim/PJ shift berperan menulis

Beberapa contoh kutipan pernyataan 9 partisipan dengan kategori menuliskan


menuliskan keluhan, riwayat kesehatan sebagai berikut:
“...Keluhan-keluhan yang menonjol, kesadaran compos mentis …” (R1), (R2),
(R3), (R4), (R5), (R9),(R10)
“....Menulis semua riwayat pasien, apa yang terjadi pasien, keadaannya, tulis
semua ..” (R1)

Contoh kutipan pernyataan tiga partisipan dengan kategori menuliskan TTV,


pemeriksaan fisik head to toe sebagai berikut:
“…Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya bisa juga nanti
pengkajian fisik; pemeriksaan fisik dalam bentuk TTV ataupun head to toe…”
(R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori menuliskan


data-data penunjang, misalnya EKG, rotgen, USG, CT Scan sebagai berikut:
“…Pengkajian terhadap data-data penunjang yang sudah ada sebelumnya,
misalnya rontgen, USG atau CT Scan ...” (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


60

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori menuliskan


evaluasi SOAP atau pengkajian ulang sebagai berikut:
“…Evaluasi SOAP dari dulu per shif; Tapi belakangan itu berubah lagi di revisi
lagi SPOnya penulisan SOAP itu dilakukan setiap shif …” (R8)
“…Pengkajian ulang resiko jatuh, pengkajian ulang nyeri, pengkajian ulang
terhadap kasus nutrisi atau status fungsional, mengisi formulir pengkajian
ulang,....” (R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


merumuskan masalah, menulis diagnosa dan membuat rencana perawatan sebagai
berikut:
“…Merumuskan masalah, mendiagnosis...” (R10)
“…Membuat renpranya sesuai assessmen nya tadi…” (R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori menuliskan


tindakan keperawatan berbentuk cek list dan sesuai dengan instruksi dokter
sebagai berikut:
“…Tindakan yang kita kerjakan baru kita tulis ke lembar perawatan ...” (R3),
(R6), (R9)
“…Ada di pendokumentasian tindakan pemasangan infus jam berapa....” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori menuliskan


sesuai SOP sebagai berikut:
“…Pendokumentasian itu sudah lebih lengkap...” (R5)
“…Sesuai [pendokumentasian yang selama ini dilakukan sudah sesuai dengan
SOP] ...” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan lima partisipan dengan kategori menuliskan


pendokumentasian sebelum terintegrasi sebagai berikut:
“…Mendokumentasi jadi khusus status, kalau di lapangan khusus nyuntik, nensi,
eh nyuntik ngukur suhu pasang infus dan lain sebagainya...” (R10)
“…Dulu kan penulisan S O A P tidak tiap shif hanya pagi saja...” (R7)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


61

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


menuliskan pendokumentasian sesudah terintegrasi sebagai berikut:
“…SOAP ditulis sesuai dengan kondisi pasien here and now nya SOAP ....” (R8)
“…Berbarengan atau mengikuti standar akreditasi ...” (R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori menulis


dilakukan perawat pelaksana, PN/Katim/PJ shiftsebagai berikut:
“…Sekarang kita sudah menggunakan sistm BPJP, jadi yang berhak menulis di
status adalah PPJP yang bener-bener mengetahui kondisi pasien itu adalah PPJP
...” (R7)

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema satu dapat
digambarkan dalam skema 4.1 terdapat dalam lampiran lima.

4.1.2 Tema dua: Mendokumentasikan asuhan keperawatan belum sesuai


SPO dan pedoman pengorganisasian pelayanan keperawatan dipengaruhi
oleh faktor SDM perawat, faktor metode penugasan dan material RS

Tema dua terdiri dari empat sub tema dan duapuluh satu kategori . Rincian tema
dua dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


62

Tabel 4.3 Kategori, sub tema dan tema dua

No Kategori Sub Tema Tema


1 Menuliskan kondisi pasien dengan Mendokumentasikan Mendokumentasikan
hasil yang ditebak belum berpusat pada asuhan keperawatan
2 Mendokumentasikan kurang lengkap kondisi pasien sesuai SPO belum sesuai SPO
3 Mendokumentasikan implementasi dan pedoman
yang tidak dilakukan pengorganisasian
pelayanan
4 Mengimplementasi asuhan Mengimplementasi asuhan keperawatan
keperawatan tapi tidak keperawatan tapi tidak dipengaruhi oleh
mendokumentasikan misalnya mendokumentasikan faktor SDM perawat,
perekaman EKG, mencatat jumlah metode penugasan
urin pasien, edukasi, loading NaCl dan material RS
5 Nursing Care Plan (NCP) tidak
terprint tapi mengimplementasikan

6 Perawat menerapkan metode Mendokumentasikan


fungsional asuhan keperawatan
7 Dipengaruhi oleh faktor pendidikan dipengaruhi oleh SDM
dan pengetahuan, pengalaman perawat
8 Malas mendokumentasikan
9 Lupa mendokumentasikan
10 Jumlah perawat terbatas
11 Dipengaruhi oleh kelemahan fisik /
mental
12 Lalai
13 Tidak fokus, tidak teliti mencatat
14 Memiliki keterbatasan waktu
15 Dipengaruhi oleh kepatuhan
16 Dipengaruhi oleh caring

17 Dipengaruhi oleh distraksi Mendokumentasikan


18 Jumlah pasien berlebih asuhan keperawatan
dipengaruhi oleh metode
19 Tidak membaca secara utuh dan tidak dan material RS
ada operan
20 Belum sesuai SOP
21 Tidak adanya survey sebelum revisi
formulir dan tidak ada sosialisasi
petunjuk pengisian formulir

Beberapa contoh kutipan pernyataan 8 partisipan dengan kategori menuliskan


kondisi pasien dengan hasil yang ditebak sebagai berikut:
“…Yang paling sering nembak itu nafas, nadi, sama suhu , nafas ya, suhu yang
nembak, itu yang suka nembak kalau pasien dewasa …” (R2)
“…Keluhan dengan BAB hitam 5x, cair, datang ke kita. Masuklah di pengkajian
frekwensi BAB 1x, warna kuning…” (R2)
“…Adanya flebitis gak ditulis…” (R7)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


63

“…Yang pernah salah itu misalnya menulis RR 20 nya, ternyata pasienya dengan
retraksi dengan dinding dada, berartikan retraksi RRnya harus lebih dari 30…”
(R9)
“…Kita jujur-jujuran aja ya lapangan begitu banyak manipulasi data, ada
beberapa manipulasi data misalnya dia melakukan pengkajian itu jam 9 tapi jam
10 juga udah ditulis tensinya gitu padahal masih jam 9 juga ada beberapa begitu.
…” (R4)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tiga partisipan dengan kategori menuliskan


kurang lengkap sebagai berikut:
“…Tidak ditulis nama yang melakukan pendokumentasian pengkajian…” (R4)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tigapartisipan dengan kategori menuliskan


implementasi yang tidak dilakukan sebagai berikut:
“…Belum diminum tapi udah dikasih bukti bahwa obat sudah diminum, hanya
nulis tapi tidak dikerjakan secara real...”(R2)
“…Sore atau malam. Waktu bayi lagi crowded-crowded nya banget dan kita
harus minuminnya di jam tertentu dan kita ga mampu laksana, akhirnya kita
akhirnya ya kita tulis…” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan 8 partisipan dengan kategori


mengimplementasi asuhan keperawatan tapi tidak mendokumentasikan misalnya
perekaman EKG, memonitor jumlah urin pasien, edukasi, loading NaCl sebagai
berikut:
“…Banyakan dikerjakan tapi gak ditulis …” (R2)
“…Lembar observasi sudah kita tutup dengan bagus tanda-tanda vital normal
padahal tensinya 80/60 dan loading NaCl, Loading NaCl gak di
dokumentasikan…” (R4)
“…Seringnya itu melakukan tapi tidak didokumentasikan misalnya edukasi-
edukasi pasien …” (R4)
“…Pasti kerjakan tapi kita untuk data, gak nulis, buang urin berapa, warnanya
apa, jam berapa…” (R2)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


64

Beberapa contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori (NCP) tidak
terprint tapi mengimplementasikan sebagai berikut:

“…NCP tidak terprint tapi di integrasi ada…” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori masih


menerapkan metode fungsional sebagai berikut:
“…Ya,[ perawat yang senior lebih fokus ke pendokumentasian, perawat yang
junior] Lebih ke tindakan…” (R5)
“…Berarti disini bukan bagi habis ya kak…”(R9)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan pengetahuan, pengalaman sebagai
berikut:
“…Pendidikannya…” (R1)
“…Pengetahuan …” (R10)
“…Masih belum banyak pengalaman…” (R1)

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema dua dapat
digambarkan dalam skema 4.2 yang terdapat di lampiran 6.

4.1.3 Tema tiga: Merasakan beragam perasaan senang ketika berhasil


mendokumentasikan dan beraagam perasaan bersalah ketika belum
mendokumentasikan

Tema tiga terdiri dua sub tema dan delapan belas kategori. Rincian tema tiga
dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


65

Tabel 4.4 Kategori, sub tema dan tema tiga


No Kategori Sub Tema Tema
1 Takut / Cemas Beragam perasaan bersalah ketika Merasakan beragam
2 Kecewa sudah mendokumentasikan perasaan senang ketika
3 Merasa cuek berhasil
4 Merasa sedih mendokumentasikan dan
5 Menyesal beraagam perasaan
6 Merasa bersalah bersalah ketika belum
7 Merasa berdosa mendokumentasikan
8 Merasa terbeban utang
9 Kepikiran
10 Merasa kesulitan
11 Merasa ditolak, diacuhkan
12 Merasa diragukan
13 Membenarkan diri

14 Merasa ihklas Beragam perasaan senang ketika


15 Merasa senang, tenang sudah mendokumentasikan
16 Merasa bertanggung
jawab
17 Merasa aman
18 Mensosialisasi petunjuk
pengisian formulir

Contoh kutipan pernyataan partisipan dengan kategori takut / cemas sebagai


berikut:
“…Takut salah...” (R1), (R3)

Contoh kutipan pernyataan dari empat partisipan dengan kategori kecewa sebagai
berikut:
“…Rasa kecewa, kecewa pasti ...” (R2) ,(R3) ,(R7) ,(R10)

Contoh kutipan pernyataan daari lima partisipan dengan kategori merasa cuek
sebagai berikut:
“…Bodoh amat...” (R1), (R2), (R5), (R9), (R10))

Contoh kutipan pernyataan dari tiga partisipan dengan kategori merasa sedih
sebagai berikut:
“…Tapi justru kita melakukan tapi tidak didokumentasikan itu yang sedih. ...”
(R4), (R5), (R9)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


66

Contoh kutipan pernyataan duapartisipan dengan kategori menyesal sebagai


berikut:
“…Rasanya bener nyesel banget …”(R1), (R2)

Beberapa contoh kutipan pernyataan daari empat partisipan dengan kategori


merasa bersalah sebagai berikut:
“…Rasanya, sungguh-sungguh bersalah, sungguh ...” (R1), (R2), (R3)
“…Ya merasa salah maksudnya wah saya gak minumin dia tapi saya tulis ...”
(R6)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa berdosa
sebagai berikut:
“…Itu dosa kalian. Kalian ga nyuntikin, orang-orang ga tau tapi itu dosa kalian,
ya bener. ...” (R6)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa terbeban
utang sebagai berikut:
“…Merasa terbeban utang, aku tadi ada ngerjain ini dan itu dirasa adalah hal
yang penting untuk dilaporkan dalam pendokumentasian . ...” (R2)

Contoh kutipan pernyataan dari tiga partisipan dengan kategori kepikiran sebagai
berikut:
“…Kepikiran sih sebenernya, jujur aja kepikiran, gak jadi ya merasa yahhh,
kepikiran, bener aku kepikiran banget, kepikiran banget...” (R2), (R6), (R7)

Contoh kutipan pernyataan dari tujuh partisipan dengan kategori merasa kesulitan
sebagai berikut:
“…Cukup susah untuk mengupgrade mereka ayo lebih menulis ...” (R2),
(R5),(R6), (R8), (R9),(R10)
“…Datanya gak lengkap itukan yang sulit ...” (R7)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


67

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa ditolak,
diacuhkansebagai berikut:
“…Ada yang ga ah. Jadi ada yang malah balik ya udah sih, tinggal tanda tangan
atau apa gitu ...” (R6)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa


diragukansebagai berikut:
“…Ada yang masa sih ...” (R6)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori membenarkan diri
sebagai berikut:
“…Tapi kadang suka pembenaran ...” (R6)

Contoh kutipan pernyataan dari satupartisipan dengan kategori merasa ihklas


sebagai berikut:
“…Pokoknya kita itu kerja tu harus ikhlas seperti itu, jadi kalau kita udah ikhlas
kita ini Insya Allah Tuhan juga ini deh maksudnya juga bantu kita, pokoknya itu
dulu di hati kalau di hati udah nggak udah nggak karuan udah nggak udah nggak
seneng udah udah udah pasti sibuk terus tuh udah pasti bawaan kesananya sibuk
aja terus saya bilang gitu maka gini dulu deh ikhlas dulu deh dihati untuk
menolong, ya itu ibadahlah maksudnya kita tolong ibaratnya kaya ibu kita sendiri
lah mau saudara kita atau siapanya jadi kita bisa timbul rasa empati lebih ke
pasien seperti itu ...” (R3)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa senang,
tenang sebagai berikut:
“…Ya saling kerjasama aja sih supaya supaya pekerjaan hari ini selesai, tidak
masalah gitu aja sebenarnya, pendokumentasian bagus, kerjaan bagus, pulang
juga tenang, kita ga dikejar ...” (R5)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa


bertanggung jawabsebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


68

“…Nulis lengkap-lengkap tapi tidak dibaca dan tidak dilakukan , harus follow up
nih lagi kalau di rumah, sudah berusaha maksimal, engga ngimbangin, ga mau
berusaha...” (R2)

Contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori merasa aman
sebagai berikut:
“…Jadi dengan catatan kita lengkap kita jadi aman, pasti aman bener jadi kamu
nggak akan di telepon-telepon nggak akan dimarahi suka gitu…” (R3)

Contoh kutipan pernyataan dari aatu partisipan dengan kategori merasakan lega
aebagai berikut:
“…Lega [yang dirasakan setelah mengingatkan] Jadi maksudnya kita udah
lakukan, kita udah dokumentasikan apa ya rasa tanggung jawabnya sama
bayinya sudah ga kayak masih ada beban ….”(R6)

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema tiga terdapat di skema
4.3 yang terdapat dalam lampiran 7.

4.1.4 Tema empat: Mendapatkan manfaat pendokumentasian asuhan


keperawatan
Tema empat terdiri dua sub tema dan tujuh kategori . Rincian tema empat dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Kategori, sub tema dan tema empat
No. Kategori Sub Tema Tema
1 Manfaatnya sebagai bukti legal Manfaat Mendapatkan manfaat
2 Sebagai alat mengamankan pendokumentasian bagi pendokumentasian asuhan
perawat perawat keperawatan
3 Manfaatnya sebagai bukti
berkolaborasi dengan dokter
4 Manfaatnya sebagai data
penelitian

5 Menggambarkan kondisi pasien Manfaat


6 Sebagai alat mengamankan pendokumentasian bagi
pasien pasien
7 Manfaatnya mencatat
kesinambungan asuhan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


69

Beberapa contoh kutipan pernyataan dari 9 partisipan dengan kategori manfaatnya


sebagai bukti legal sebagai berikut:
“…Pernah, di PICU dulu pernah. Ya itu di persidangan walau kasus kita dibawa
kemana data lengkapkan kita lebih tenang. Jadi pernah kasusnya ...” (R7)
“…Pendokumentasian asuhan keperawatan itu merupakan aspek legal kita (R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dari empat partisipan dengan kategori


manfaatnya sebagai alat mengamankan perawat sebagai berikut:
“…Untuk saya pribadi saya aman ya …” (R5)
“…Kita safety misalnya terjadi suatu hal yg komplain nih kita udah nyuntikin
obat terus kita udah kasih transfusi nya kok, kita udah edukasi keluarganya,
pendokumentasian pasien itu penting buat kita aman…” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dari lima partisipan dengan kategori


manfaatnya sebagai bukti berkolaborasi dengan dokter sebagai berikut:
“…Dokternya instruksi misalnya dia ya udah ganti antibiotik, kan itu tertulis.
Misalnya tiba-tiba dia bilang ga kemarin saya ga bilang untuk kasih terapi ini,
kan kita bisa kasih lihat ini sudah ditulis sama kita ...” (R6)
“…Bisa dijadikan dasar untuk mengambil suatu keputusan klinis oleh tim medis
itu pastinya ya data yang ada di CPPT baik itu data subjektif maupun objective
yang ada ...” (R8)

Contoh kutipan pernyataan duapartisipan dengan kategori manfaatnya sebagai


data penelitian sebagai berikut:
“…Pendokumentasian kita untuk dijadikan data penelitian...” (R4)

Contoh kutipan pernyataan dari lima partisipan dengan kategori menggambarkan


kondisi pasien sebagai berikut:
“…Riwayat pasien lebih lebih tergambar , Kita bisa lihat riwayat dia HD yang
lalu gitu misalnya kalau HD kita kesulitan yang menentukan berapa nih golnya
yang kita tarik itu bisa kita lihat di lembar observasi observasi yang lalu-lalu gitu
sebagai perbandingan. Dan itu membantu ...” (R4)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


70

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori sebagai alat


mengamankan perawat / pasien sebagai berikut:
“…Menyangkut ini nyawa pasien, pasien safety, data yang kita tulis itu untuk
memang safety untuk pasiennya, sempat salah pendokumentasian, atau memang
datanya gak bener dan gak ditulis juga itu kan pasiennya gak safety ...” (R2)

Beberapa contoh kutipan pernyataan daari empat partisipan dengan kategori


manfaatnya mencatat kesinambungan asuhan sebagai berikut:
“…Kalau pendokumentasian secara lengkap pasien itu untuk mendapat terapi
juga lebih efektif ya karena semuanya saling berkesinambungan jadi nggak akan
ada miss...” (R3)
“…Dan yang terpenting juga adalah keterbacaannya, harusnya dokumentasi
yang kita buat itu gampang dibaca atau gampang terbaca, mudah dibaca oleh
orang lain ...” (R8)

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema empat dapat
digambarkan dalam skema 4.4 yang terdapat pada lampiran 8.

4.1.5 Tema lima: Mengalami hambatan dan upaya mengatasi hambatan


dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
Tema lima terdiri dari tiga sub tema dan enam belas kategori . Rincian tema lima
dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


71

Tabel 4.6 Kategori, sub tema dan tema lima


No Kategori Sub Tema Tema
1 Menegur Mengatasi faktor Mengalami hambatan dan
2 Mengklarifikasi/ Mengkonfirmasi penghambat upaya mengatasi hambatan
/Memvalidasi pendokumentasian dalam pendokumentasian
3 Menggunakan buku catatan secara asuhan keperawataan
perseorangan
4 Harus melengkapinya
5 Aware
6 Fokus

7 Mengoperkan melalui komunikasi Mengatasi faktor


langsung dan media sosial penghambat
8 Mensupervisi pendokumentasian
9 Memotivasi melalui tim
keperawatan
10 Membagi tanggung jawab
memantau kelengkapan
pendokumentasian

11 Meminimalkan pendokumentasian, Mengatasi faktor


fasilitas RS dan perawatannya penghambat
12 Melakukan pelatihan pendokumentasian
13 Mengurangi over kapasitas melalui kebijakan
14 Meminimalkan jam besuk RS
15 Sistem pendukung dari RS berupa
panduan, pelatihan penerapan IKI
dan jangan sering memutasi perawat
16 Mensosialisasi petunjuk pengisian
formulir

Beberapa contoh kutipan pernyataan enam partisipan dengan kategori menegur


sebagai berikut:
“…Tegur lagi sampai tiga kali ...” (R1)
“…Jadi pendokumentasiannya harus bener-bener karena pasien kita cuman 5, 7
kapasitas kita, ruangan VIP; Karena kalau kita salah sedikit ya itu di tegor,
pasien cuman 5 pasien cuman 7. Iya harus bener, kalau pendokumentasiannya
salah kurang, istilah kurang atau apa ...” (R5)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tujuh partisipan dengan kategori


mengklarifikasi/ mengkonfirmasi /memvalidasi sebagai berikut:
“…Kita langsung konfirmasi ke shift sebelumnya ke shif berikutnya, ...” (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


72

“…Kita liat ah ini kayaknya nggak masuk diakal, ini bener nih? Ini bener nih? Ini
bener nih. Kadang sampai beberapa kali saya bilang, ketawa dia, oh ya kak, ya
udah jalan, ukur lagi yang benar, oke kak ...” (R5)

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori menggunakan buku


catatan sebagai berikut:
“…Jadi catatan- catatan di sananya agak penting, pasien-pasien yang perlu
istilahnya perlu diawasin atau ada intruksi yang kita tertinggal misalkan dicatat
di perawatan bisa lihat di buku ...” (R3)

Beberapa contoh kutipan pernyataan 8 partisipan dengan kategori harus


melengkapinya sebagai berikut:
“…Kalau ada dokumen, yang harus diisi aku selengkap mungkin gitu karena
memang selama ini kan kalau ada kolom harus diisi gitu jangan sampe nggak di
isi gitu. Misalnya tadi formulir ee, laboratorium gitu, itu kan nggak kita periksa
gitu gak kita tulis angka ureum 120 gitu itu gak kita tulis tapi kita dokumentasikan
tidak di periksa. Jadi memang dibikin selengkap mungkin sih gitu ...” (R4)
“…Di NCP tidak termuat ke dalam list jenis tindakan ini perawat bisa
menambahkan di bawahnya tindakan apa yang akan dilakukan dan respon pasien
apa....” (R8)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori aware sebagai berikut:
“…Orang-orang berdinas di bagian critical care yang pertama harus aware
dulu terhadap pasiennya ...” (R3)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori fokus sebagai berikut:
“…Fokus di pasien itu, jadi kita lebih termonitor pasien itu dengan kita, kita lebih
difokuskan untuk yang pasien kita yang paham bener dari A sampai Znya pasien
…” (R3)

Contoh kutipan pernyataan tiga partisipan dengan kategori mengoperkan melalui


komunikasi langsung dan media sosial sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


73

“…Sebisa mungkin begitu sampai dirumah atau ketika saya inget tentang hal
yang saya lupa tadi langsung dikomunikasikan pada teman yang dinas berikutnya
...” (R7)

Beberapa contoh kutipan pernyataan 8 partisipan dengan kategori mensupervisi


sebagai berikut:
“…Uda diajarin hari ini, ya nanti besok pasti dia masih salah lagi , lama untuk
adaptasinya, kesalahan yah si dia lagi, dia lagi ...” (R1)
“…Kamu liat nih angkanya sudah ada nih kode-kodenya merah itu kurang dari
sudah itu saya baca, iya seperti itu , nggak akan langsung kita lepas walaupun
dia misalkan udah pengalaman dimana-mana ...” (R3)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


memotivasi sebagai berikut:
“…Kalau gitu diingetin pengisiannya seperti apa ...” (R3)
“…Sebagai penanggungjawab asuhan akan liat hasil dari dokumentasi dari staf
saya yang melakukan pendokumentasian atau pada saat selesai operan atau
hand oper akan saya lakukan feadback apa yang tadi saya temukan, feedbacknya
bisa dalam bentuk mensosialisasikan kembali SPO ...” (R8)

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori membagi tanggung


jawab memantau kelengkapan pendokumentasian sebagai berikut:
“…Dikasih tanggung jawab itu untuk memegang rekam medis pasien satu
perawat tujuh rekam medis pasien gitu. Jadi lengkap tidak lengkapnya menjadi
tanggung jawab si perawat ...” (R4)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dari satu partisipan dengan kategori


meminimalkan pendokumentasian, fasilitas RS dan perawatannya sebagai berikut:
“…Fasilitas rumah sakit, kepedulian untuk merawatnya, kayak komputer apa dan
segala macam kita fasilitas semuanya. Dari institusi kita dari rumah sakit itu
udah minimal mungkin sih untuk untuk kita jadi repot mencatatnya ...” (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


74

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori melakukan pelatihan


sebagai berikut:
“…Pendokumentasian kadang ada [pelatihan pendokumentasian] ; Iya cara
pengisiannya [EWSS] ada ininya kan, ada kita pelatihannya…” (R5)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori mengurangi over


kapasitas sebagai berikut:
“…Kalau sekarang sih udah 26 tapi terkadang over kapasitas tapi setidaknya
sudah lebih baik, pendokumentasiannya sudah lebih baik. PERINA 2A sudah
dibagi jadi pendokumentasiannya lebih baik…” (R6)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori meminimalkan jam


besuk sebagai berikut:
“…Meminimalkan mungkin ada. Seperti jam besuk misalnya 2 jam kita bikin 1
jam. Misalnya ngantar susu ada dari jam segini sampai segitu…” (R6)

Beberapa contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori sistem


pendukung dari RS berupa panduan, pelatihan penerapan IKI dan jangan sering
memutasi perawat sebagai berikut:
“…Kita punya buku PPK kan (Panduan Penulisan Asuhan keperawatan ...” (R7)
“…Pelatihanlah, seminar-seminar, workshop update ilmu supaya
pendokumentasiannya semakin bagus...” (R7)
“…Tiap bulan kita bikin log book kan, dikumpul nah itu yang dinilai jadi IKI
(Indikator kinerja individu), kalau IKI nya turun renumerasinya turun ...” (R7)
“…Kalau bisa perawatnya gak pindah-pindah bukannya mutasi, sering-sering
mutasi...” (R7)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori mensosialisasi


petunjuk pengisian formulir sebagai berikut:
“…Kita sosialisasikan bagaimana mengisinya saya lihat ada perubahan trend ya
dari yang sebelumnya point itu kosong setelah di sosialisasi trendnya berubah
jadi terisi. ...” (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


75

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema lima dapat
digambarkan dalam skema 4.6 pada lampiran 9.

4.1.6 Tema enam: Memahami integritas dalam pendokumentasian sebagai


kemampuan kognitif, memiliki prinsip nilai, kejujuran, bertanggung jawab,
dapat diperhitungkan, sesuai SPO, berkomitmen, kompeten, konsisten,
sesuai identitas diri dan belum mengimplementasikan asuhan yang aman
Tema enam terdiri dari tiga sub tema dan sebelas kategori. Rincian tema enam
dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Kategori, sub tema dan tema enam
No Kategori Sub Tema Tema
1 Kemampuan kognitif dalam Memaknai integritas dalam Memahami
pendokumentasian asuhan pendokumentasian asuhan berintegritas dalam
keperawatan keperawatan sebagai kemampuan pendokumentasian
berpikir kritis (aspek kemampuan meliputi kemampuan
kognitif) kognitif, memiliki
prinsip nilai,
2 Berintegritas memiliki prinsip Berintegritas dalama kejujuran ,
nilai dalam pendokumentasian pendokumentasian asuhan bertanggung jawab,
3 Berintegritas sebagai sesuatu keperawatan meliputi prinsip nilai dapat diperhitungkan,
yang jujur jujur, dapat sesuai SPO,
4 Beriintegritas sebagai sesuatu dipertanggungjawabkan, dan berkomitmen,
yang dipertanggungjawabkan dapat diperhitungkan.(aspek kompeten, konsisten,
5 Berintegritas sebagai sesuatu sikap) sesuai identitas diri
yang diperhitungkan namun belum
mengimplementasikan
6 Berintegritas bermakna Berintegrits bermakna asuhan yang aman
bertindak sesuai dengan mendokumentasikan asuhan
standar SOP keperawatan sesuai dangan
7 Berintegritas sebagai standar (SPO), idnntitas diri
komitmen menyelesaikan (aspek psikomotor)
pendokumentasian
8 Berintegritas sebagai sesuatu
yang kompeten
9 Mendokumentasikan dengan
konsisten mencatat dari awal
pengkajian sampai evaluasi
10 Berntegritas sebagai perilaku
sesuai dengan kenyakinan
yang menjadi identitas diri
11 Mengimplementasi asuhan
keperawatan yang tidak aman

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


76

Beberapa contoh kutipan pernyataan 8 partisipan dengan kategori kemampuan


kognitif dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebagai berikut:
“…Kognitifnya ada, paham, rata-rata sudah bagus, secara kognitif ...” (R2)
“…Jam sekian sudah di GV, jam sekian ni muncul dekubitusnya. Kenapa
dekubitusnya. Albuminnya rendah. Kenapa albuminnya rendah ternyata dia
sepsis, proses sepsisnya. Itu kan kita butuh data untuk menghadapi pertanyaan–
pertanyaan seperti itu. Kalau pengalaman saya kenapa dokumentasi itu harus
lengkap, kenapa pendokumentasian itu harus baik ya salah satunya itu ...” (R7)

“…Pasien yang sulit kita bisa bergaining dengan dokter, dan farmasi, bahwa kita
menunjukan perawat itu yang cerdas dan profesional. Karena sekarang makin
kritis, perawat juga makin cerdas…” (R9)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tiga partisipan dengan kategori berintegritas


memiliki prinsip nilai dalam pendokumentasian sebagai berikut:
“…Pendokumentasian itu harus here and now, kondisi pasien harus bener-bener
sesuai, bukan mengarang ...” (R7)

“…Pasien yang sulit kita bisa bergaining dengan dokter, dan farmasi, bahwa
kita menunjukan perawat itu yang cerdas dan profesional. Karena sekarang
makin kritis, perawat juga makin cerdas…” (R9)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tiga partisipan dengan kategori berintegritas


memiliki prinsip nilai dalam pendokumentasian sebagai berikut:
“…Pendokumentasian itu harus here and now, kondisi pasien harus bener-bener
sesuai, bukan mengarang ...” (R7)
“…Harus menulis pendokumentasian yang baik dan benar, prinsipnya do what
you write and write what you do ...” (R7)
“…Pertanggung jawaban dengan yang Mahakuasa ...” (R9)

Beberapa contoh kutipan pernyataan lima partisipan dengan kategori berintegritas


sebagai sesuatu yang jujur sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


77

“…Sesuai dengan klinis pasien, intruksi, dan proses keperawatannya,


pengkajiannya ada, hasilnya ada ...” (R9)
“…Dalam pendokumentsian kita harus jujur, tidak boleh mengada-ngada, harus
sesuai data pasien yang dimasukkan…” (R10)

Beberapa contoh kutipan pernyataan lima partisipan dengan kategori berintegritas


sebagai sesuatu yang dipertanggungjawabkan sebagai berikut:
“…Integritas itu sangat penting, sangat penting terutama untuk pribadi saya,
untuk aspek legal kita. Jadi apapun misalnya tindakan yang kita kerjakan kaya
pasang DC semuanya harus dimasukin, kan memang sebagai aspek legal kita ...”
(R5)
“…Tanggungjawab kita terhadap pekerjaan. Kan tiap hari kita megang pasien,
kan kita tulis kondisinya sesuai dengan yang kita tahu itu bentuk pekerjaan kita
...” (R7)

Beberapa contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori berintegritas


sebagai sesuatu yang diperhitungkansebagai berikut:
“…Semestinya pendokumentasian asuhan keperawatan itu selain real time...”
(R8)
“…Audit untuk kuantitas kita masih diatas standar RS yang diatas 80% untuk
kelengkapan secara kuantitas; kita masih 89 kelengkapannya ya ...” (R8)

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori berintegritas bermakna


bertindak sesuai dengan standar SPO sebagai berikut:
“…Bekerja sesuai dengan SPO pendokumentasian yang lengkap itu bukan hanya
sekedar mendapatkan dokumentasi saja ...” (R7)

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


berintegritas sebagai komitmen menyelesaikan pendokumentasian sebagai
berikut:

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


78

“…Selagi itu masih bisa aku tulis dan menurut saya sangat-sangat penting untuk
dilaporkan dalam penulisan akan aku kerjakan walaupun bisa ga pulang cepat
atau pulang lama ...” (R2)
“…Prinsipnya pendokumentasian asuhan keperawatan kita lakukan mulai dari
pengkajian sampaipun evaluasi terhadap implementasi yang kita lakukan ...” (R8)

Contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori berintegritas sebagai


sesuatu yang kompeten sebagai berikut:
“…Fokusnya tindakan-tindakan, jadi apa yang udah dilakukan dia ga bisa
tuangkan ke tulisan ...” (R5)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dari empat partisipan dengan kategori


mendokumentasikan dengan konsisten mencatat dari awal pengkajian sampai
evaluasi sebagai berikut:
“…Profesional dalam bekerja. Bisa juga integritas karena kita lakukan semua .
Apa yang kita lakukan kita catat dan benar-benar kita lakukan dari awal
pengkajian sampai akhir. Dari rencana tindakan sampai evaluasi ...” (R6)
“…Konsistensi antara pengkajian, NCP dengan evaluasi terhadap tindakan
keperawatan....” (R8)

Beberapa contoh kutipan pernyataan duapartisipan dengan kategori berntegritas


sebagai perilaku sesuai dengan kenyakinan yang menjadi identitas diri sebagai
berikut:
“…Berjuang supaya formulir bisa direvisi dan memuat aspek-aspek
muskuloskletal yang tadi kita masukkan sebagai data fokus untuk menegakkan
diagnosis-diagnosis keperawatan dalam kasus-kasus muskuloskletal. ...” (R8)
“…Integritas berarti kita menampakkan jati diri kita sebagai perawat ...” (R9)

Beberapa contoh kutipan pernyataan tujuh partisipan dengan kategori belum


mengimplementasi asuhan keperawatan yang aman sebagai berikut:
“…Diambil darah ibunya malah diambil darah bayi nya, diambil darah bayi nya
malah diambil darah ibunya...” (R1)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


79

“…Waktu posisi bayi crowded gitu, pernah bayi yang kondisinya terjadi
No. Kategori Sub Tema Tema
perburukan karena crowdednya ruangan terus mungkin teman habis minumin dan
ga positioning yang benar akhirnya bayinya aspirasi. Akhirnya dia pindah ke
NICU yang harusnya udah lebih baik...” (R6)
“…Ada DL beku tapi tidak dia operkan, tidak tertulis artinyakan ada delay.
Kalau pasiennya anemia, gitu kan. Kalau tidak cepet-cepet kita respon kan fatal
apalagi bayi kayak gitu. Kan HB sangat berpengaruh ke oksigenasi ditubuhnya
seperti itu ...” (R7)
“…Contoh nya kita dibilangnya sudah mem vaksin pasiennya ternyata pasiennya
belum di vaksin...” (R9)
“…Misalnya pasiennya dengan syok atau pasien dengan pendarahan itu wajib
kita liat, jujur kayak tadi malam kita pasien meninggal karena rujukan dari
rumah sakit lain ternyata ada kanker buli dipasang three way, pendarahan hebat
itu gak mampet jadi mungkin dia syok karna nyerikan...” (R10)

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema enam dapat
digambarkan dalam skema 4.6 yang terdapat pada lampiran 10

4.1.7 Tema 7: Mengharapkan perawat semakin pintar, terampil dengan


pendidikan berkelanjutan, adanya sistem JCI, akreditasi menertibkan
pendokumentasian dan pendokumentsian yang lebih spesifik dan
terkomputerisasi

Tema tujuh terdiri dari tiga sub tema dan 9 kategori . Rincian tema tujuh dapat
dilihat pada Tabel 4.8

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


80

1 Berharap semakin pintar Mengharapkan perawat semakin Mengharapkan perawat


dan terampil karena pintar, terampil dengan semakin pintar, terampil
sekolah disekolahkan dengan pendidikan
2 Berharap JCI, akreditasi dan JCI,akreditasi menertibkan berkelanjutan, adanya
mendokumentasikan perawat dalam pendokumentasian sistem JCI, akreditasi
dengan lengkap menertibkan
pendokumentasian dan
3 Mengharapkan Mengharapkan pendokumentasian pendokumentsian yang
pendokumentasian terkomputerisasi lebih spesifik dan
menggunakan istilah yang terkomputerisasi
terstandarisasi
4 Sistem komputer yang
menyimpan data dan bisa
di recall
5 Menggunakan paperless
6 Mudah diisi
7 Tidak mudah untuk
dimanipulasi yang
terintegrasi

8 Mengharapkan Merencanakan pendokumentasian


pendokumentasian yang yang lebih spesifik
simple/ tidak ganda
9 Merencanakan revisi
lembar pengkajian dan
pemantauan yang lebih
spesifik
Tabel 4.8 Kategori, sub tema dan tema tujuh

Beberapa contoh kutipan pernyataan empat partisipan dengan kategori


mengharapkan perawat semakin pintar, terampil dengan disekolahkan
dan JCI, akreditasi menertibkan perawat dalam pendokumentasian sebagai
berikut:
“…Udah di sekolah kita berharap kan dia makin pinter, makin terampil...” (R1)
“…Nggak hanya pada saat ada mau di survey JCI baru didokumentasikan
dengan lengkap…” (R4)

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori mengharapkan


pendokumentasian menggunakan istilah yang terstandarisasi sebagai berikut:
“…Pendokumentasian itu yang pertama kita harus seragam sebenarnya. Semua
istilahnya standar yang memang baik untuk dilakukan untuk keamanan pasien...”
(R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


81

Beberapa contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori sistem


komputer yang menyimpan data dan bisa di recall sebagai berikut:
“…Bisa menyimpan jadi kalau misalkan nanti kita lupa, oh ya tadi nggak ke catat
recall ...” (R3)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori menggunakan


paperless sebagai berikut:
“…Tekhnik pendokumentasian paperless ...” (R2)

Beberapa contoh kutipan pernyataan partisipan dengan kategori mudah diisi


sebagai berikut:
“…Gak ribet ngisinya…” (R2)

Contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori tidak mudah untuk
dimanipulasi yang terintegrasisebagai berikut:
“…Gak mudah dimanipulasi datanya, diedit tanpa tau ini pernah ada mendata,
cut, paste, cut, paste…” (R2)

Beberapa contoh kutipan pernyataan dua partisipan dengan kategori


mengharapkan pendokumentasian yang simple/ tidak ganda sebagai berikut:
“…Kalau misalnya manual seperti TTV di sini udah kita tulis dan dibuat
diintegrasi lagi padahal sudah ada. Terus ada formulir BAB dan BAK ada
tindakan keperawatan misalnya memandikan bayi terus ada urin, maksudnya
yang double disatuin aja kali ...” (R5)

Beberapa contoh kutipan pernyataan satu partisipan dengan kategori


merencanakan revisi lembar pengkajian dan pemantauan yang lebih spesifik
sebagai berikut:
“…Direvisi aksesnya. Kita bikin pilihan cimino atau CDL gitu, terus kalau dia
cimino trial nya kuat gak, trialnya kuat nggak gitu. Kemudian kalau dia CDL ada
tanda infeksi nggak gitu terus letaknya di mana terus ukuran lumennya berapa
gitu jadi lebih spesifik gitu...” (R4)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


82

Secara rinci, pernyataan kunci, kategori, sub tema dan tema tujuh dapat
digambarkan dalam skema 4.7 pada lampiran 11

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 5
PEMBAHASAN

Bab ini membahas secara mendalam tema hasil penelitian dengan


membandingkan hasil penelitian secara teori dengan penelitian sebelumnya yang
terkait dengan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk
mengidentifikasi pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas perawat. Peneliti juga memaparkan
keterbatasan penelitian dalam proses penelitian dan menjabarkan implikasi
keperawatan bagi pelayanan keperawatan dan ilmu keperawatan. Pembahasan
tema-tema hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
pendokumentasian asuhan keperawatan dan konsep-konsep integritas.

5.1.Pengalaman dalam pendokumentasian kaitannya dengan integritas


perawat.
Hasil analisis data penelitian ini mengidentifikasi ada tujuh tema berkaitan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan dengan integritas. Berikut ini adalah
pembahasan masing-masing tema.

Menuliskan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai proses asuhan


keperawatan, pendokumentasian terintegrasi oleh perawat yang berperan
sesuai SPO
Pendokumentasian asuhan keperawatan melibatkan lima tahapan proses asuhan
keperawatan. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan proses
mendokumentasikan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, rencana intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan. Pengkajian asuhan keperawatan meliputi pemeriksaan fisik,
psikologis, sosial kultur, spiritual dan riwayat kesehatan pasien. Sembilan dari
sepuluh partisipan menyatakan lebih terfokus pada pengkajian keluhan pasien.
Menurut Blair and Smith (2014) menyatakan bahwa pendokumentasian asuhan
keperawatan seharusnya mengkomunikasikan hasil observasi, keputusan, tindakan
dan hasil yang dicapai berhubungan dengan asuhan pasien. Pengkajian keluhan

83 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


84

belum mencakup pengkajian secara keseluruhan. Pendokumentasian pengkajian


berupa hasil wawancara, pemeriksaan fisik maupun adanya data penunjang.
Berdasarkan hasil audit dokumentasi asuhan keperawatan di tiga rumah sakit di
Jamaica ditemukan hasil pengkajian asuhan keperawatan terdokumentasi sebagai
berikut 81,6% keluhan utama pasien, 78,8% riwayat penyakit saat ini, 79,2 %
riwayat penyakit sebelumnya, 11,0% riwayat kesehatan keluarga (Lindo., 2016).

Jika dibandingkan hasil audit di RS Jamaica tersebut dengan hal yang dinyatakan
oleh partisipan maka pemahaman sepuluh partisipan terkait pendokumentasian
asuhan keperawatan masih dinyatakan dengan melakukan tindakan dalam
mengatasi keluhan- keluhan pasien. Keluhan- keluhan pasien merupakan data
subyektif yang mendukung proses penetapan diagnosis keperawatan. Data
subyektif tersebut seharusnya juga disertai data obyektif yang didapatkan perawat
dengan melakukan pemeriksaaan fisik. Hanya dua partisipan yakni partisipan
tujuh yang menyatakan bahwa dalam proses pengkajian tersebut ada pemeriksaan
fisik yang dilakukan secara sistematis head to toe. Hal ini senada dengan
penelitian Lindo (2016) yang disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan fisik dengan
metode head to toe yang didokumentasikan hanya sebesar 29,4%. Menurut
KARS (2018) standar Asesmen Pasien poin 1 (AP 1) yang menyatakan bahwa
rumah sakit menentukan isi, jumlah, dan jenis asesmen pada disiplin medis dan
keperawatan yang meliputi pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, pengkajian
pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural, dan spiritual
pasien.

Pengkajian yang sering diulang disebutkan oleh partisipan berupa keluhan pasien,
mengukur TTV dan data penunjang. Sembilan partisipan menyatakan hasil
implementasi asuhan keperawatan akan dievaluasi dengan menggunakan format
yang seragam yakni SOAP. SOAP dirumuskan dengan adanya data subyektif,
obyektif, analisis dan rencana. Hanya satu partisipan yang menyebutkan SOP
untuk evaluasi asuhan keperawatan yang menggunakan format yang sama.
Komponen analisis menghasilkan penetapan diagnosis keperawatan. Padahal
pengkajian yang sistematis akan membantu dalam menegakkan diagnosis

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


85

keperawatan yang akurat. Diagnosis dan rencana asuhan keperawatan yang


menggunakan kata-kata yang sesuai dan akurat akan membantu dalam
memberikan intervensi asuhan keperawatan yang tepat sasaran. Diagnosis
keperawatan merupakan salah satu aspek penting dalam proses pemberian
asuhan keperawatan (Johnson, Jefferies, and Langdon 2010).

Hasil penelitian kategori dua dalam tema satu menyebutkan bahwa partisipan
mampu membandingkan pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum dan
sesudah terintegrasi di CPPT. Pendokumentasian evaluasi SOAP yang dituliskan
di lembaran integrasi merupakan penerapan asuhan yang informatif bagi semua
tim Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Menurut WHO (2018) penerapan
pendokumentasian terintegrasi dilatarbelakangi oleh permasalahan sistem
kesehatan yang semakin meningkat. Permasalahan tersebut meliputi kendala
sistem, seperti model layanan yang terfragmentasi, layanan asuhan yang berfokus
pada perawatan kuratif dan berbasis di rumah sakit dan penyakit tunggal,
kurangnya keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan komunitas dalam merawat
penyakit, pendanaan yang tidak memadai dan tidak selaras, populasi yang menua
yang menyebabkan lebih banyak membutuhkan perawatan rumit bertahun-tahun,
dan meningkatnya harapan warga tentang kesehatan.

Untuk mengatasi tantangan yang berkembang ini, WHO (2018) telah


mengembangkan kerangka kerja untuk layanan kesehatan yang berpusat pada
orang yang terintegrasi. Kerangka kerja tersebut berfungsi sebagai panduan bagi
pemerintah nasional, organisasi penyedia, komunitas dan pemimpin untuk
merancang, mengatur, dan memberikan asuhan keperawatan lebih baik. Kerangka
mengakui bahwa untuk perawatan kesehatan untuk benar-benar universal, relevan
dan responsif terhadap perubahan dunia, perubahan kritis diperlukan. Perubahan
tersebut dari sistem kesehatan yang dirancang untuk mengatasi penyakit tunggal
dan lembaga kesehatan menuju sistem kesehatan yang dirancang secara universal.

Penerapan pendokumentasian terintegrasi memiliki manfaat meliputi peningkatan


efisiensi layanan, menurunnya biaya, peningkatan keadilan dalam layanan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


86

kesehatan secara universaal, kesehatan yang lebih baik dan perawatan diri,
peningkatan kepuasan layanan perawatan, peningkatan hubungan antara pasien
dan pemberi layanan asuhan dan peningkatan kemampuan untuk menanggapi
perawatan kesehatan (Perkins, 2016). Manfaat penerapan pendokumentasian
terintegrasi menjadi tantangan bagi perawat untuk menghasilkan
pendokumentasian yang mencirikan asuhan keperawatan profesional yang dapat
digunakan oleh profesional pemberi asuhan lainnya.

Menurut KARS (2018) pendokumentasian asuhan keperawatan di CPPT


merupakan asesmen ulang bagi semua pasien. Asesmen ulang oleh keperawatan
merupakan faktor penting untuk evaluasi terhadap keputusan tentang asuhan
sudah benar dan efektif. Asesmen ulang dilakukan dengan interval waktu yang
didasarkan atas kebutuhan dan rencana asuhan dan digunakan sebagai dasar
rencana pulang pasien dengan regulasi rumah sakit. Hasil asesmen ulang dicatat di
CPPT sebagai informasi untuk digunakan oleh semua Profesional Pemberi
Asuhan (PPA).

Menurut KARS (2018) asesmen ulang pasien terdiri atas 3 proses utama dengan
metode IAR:
a. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, kultur,
spiritual dan riwayat kesehatan pasien (I-Informasi dikumpulkan)
b. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan radiologi
diagnostik imajing untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan
pasien (A-Analisis data dan informasi)
c. Membuat rencana pelayanan untuk mmenuhi semua kebutuhan pasien yang
telah diidentifikasi (R-Rencana disusun)

Asesmen ulang pasien di rawat jalan dilakukan pada pasien baru dengan diagnosis
baru, pasien dengan diagnosis yang sama pada kunjungan kedua yang jarak
waktunya lama,sesuai regulasi RS lebih dari satu bulan pada diagnosis akut, atau
misalnya tiga bulan pada penyakit kronis atau bergantung pada respon yang aktual
dan saat ini. Asesmen ulang dilakukan oleh perawat minimal satu kali per shift

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


87

atau sesuai respon terhadap perubahan penting kondisi pasien (SNARS, 2018).
Hasil penelitian partisipan menyebutkan bahwa salah satu ruangan perawatan
telah menerapkan evaluasi SOAP setiap shif dan akan diberlakukan hal yang sama
untuk semua ruang perawatan sejak awal 2019. Hal ini sesuai dengan KARS
(2018) standar Asesmen Pasien 2 (AP 2) yang menyatakan bahwa RS
menetapkan regulasi untuk melakukan asesmen ulang bagi semua pasien dengan
interval waktu berdasarkan kondisi, tindakan, untuk melihat respon pasien, dan
kemudian dibuat rencana kelanjutan dan atau rencana pulang. Elemen penilaian
AP 2 yang ketiga menyatakan bahwa ada bukti pelaksanaan asesmen ulang oleh
perawat minimal satu kali per shift atau sesuai dengan perubahan kondisi pasien.

Hasil penelitian pada kategori tiga tema satu yang menyatakan bahwa perawat
menilai formulir yang masih bersifat umum dan belum representative. Hal ini
didasari oleh ruangan khusus seperti Intensif, HD, Stroke, IGD dan GPS yang
belum memiliki formulir secara spesifik, terutama pengkajian spesifik. Bahkan
satu RS pemerintah di Jakarta dengan unggulan spine center belum memiliki
formulir pengkajian yang mencerminkan kebutuhan pasien dengan gangguan
muskuloskeletal. Padahal satu RS pemerintah di Jakarta tersebut menjadikan
unggulan spine center sebagai ikon bisnisnya yang mencirikan rumah sakit
tersebut. Hal tersebut terjadi dikarenakan satu RS pemerintah di mengacu pada
standar Asesmen Pasien 1 (AP 1) KARS (2018) yang menyatakan bahwa
minimal asesmen awal antara lain: a) status fisik, b) psiko-sosio-spiritual, c)
ekonomi, d) riwayat kesehatan pasien, e) riwayat alergi, f) asesmen nyeri, g)
risiko jatuh, h) asesmen fungsional, i) risiko nutrisional, j) kebutuhan edukasi, k)
perencanaan pemulangan pasien.

Pemahaman partisipan terkait perawat yang berperan dalam pendokumentasian


tampak sangat bervariasi sekali. Hal ini dinyatakan oleh partisipan mulai dari
siapa saja yang boleh menulis, Ketua tim (Katim), Primary Nurse (PN), PJ shift
hingga ada yang mengatakan bahwa bukan tugas perawat pelaksana untuk
mendokumentasikan. Bahkan Katim masih berharap semua bisa
mendokumentasikan dan bukan hanya mengandalkan Katim. Jika mengacu pada

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


88

SPO Pencatatan Asuhan Keperawatan Terintegrasi satu RS pemerintah di Jakarta


dengan nomor dokumen HK.01.07/VII. 1/ 976/2018/014/ BYK yang terbit 25 Juli
2018, maka yang melakukan pendokumentasian di lembaran terintegrasi adalah
Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJP) atau perawat pelaksana dengan
verifikasi oleh PPJP. Satu RS pemerintah di Jakarta mengoperasionalkan perawat
penanggung jawab pasien (PPJP) sebagai Katim atau PN atau PJ shift.
Penerapannya beberapa partisipan menyatakan bahwa yang menuliskan dilakukan
perawat senior dan perawat yunior hanya melaksanakan tindakan keperawatan
saja. Ketidakpatuhan terhadap SPO pencatatan asuhan keperawatan terintegrasi
mencerminkan tindakan yang belum berintegritas karena tindakan yang belum
sesuai dengan standar eksternal.

Hal ini berbeda dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38


Tahun 2014 pasal 37 butir d yang menyatakan bahwa dalam
mengimplementasikan asuhan keperawatan, perawat berkewajiban
mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar (Kementerian
Hukum dan HAM, 2014). Secara spesifik dijelaskan bahwa dalam KARS (2018)
standar Asesmen Pasien 1 (AP 1) poin 3 menyatakan bahwa RS menetapkan
regulasi tentang PPA yang kompeten dan diberi kewenangan melakukan asesmen
awal dan asesmen ulang.

Mendokumentasikan asuhan keperawatan belum sesuai SPO dan pedoman


pengorganisasian pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh faktor SDM
perawat, metode penugasan dan material RS.
Mendokumentasikan belum sesuai kondisi pasien mencerminkan bahwa proses
asuhan keperawatan tersebut belum berpusat pada pasien. Asuhan berpusat pada
pasien merupakan pendekatan keperawatan yang didukung sikap saling
menghormati dan pengembangan hubungan terapi antara pasien dan pemberi
asuhan (Mccormack & Mccance, 2006). Asuhan keperawatan yang berpusat pada
pasien adalah nilai inti dalam panduan profesional. Asuhan berpusat pada pasien
menggambarkan lima bidang yang menjadi pusat ketentuannya. Lima ketentuan
tersebut meliputi a) pentingnya mengenal pasien dan menggunakan informasi ini

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


89

untuk memenuhi kebutuhan pasien, b) melibatkan keluarga, c) menyediakan


kegiatan yang bermakna, d) lingkungan yang dipersonalisasi, e) fleksibilitas, dan
kesinambungan (Edvardsson, Fetherstonhaugh, & Nay, 2010).

Ketentuan pertama asuhan yang berpusat pada pasien adalah pentingnya


mengenal pasien. Perawat yang mengenal pasien akan membantu perawat dalam
mendokumentasikan sesuai identitas pasien dan kondisi pasien. Ketentuan
selanjutnya menyatakan bahwa hasil dokumentasi yang berisi informasi tentang
pasien digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini sesuai dengan Joint
Commission International (JCI) for Accreditation Standards for Hospital yang
menetapkan standar 1 yakni identitas pasien dengan tepat (JCI, 2017).

Identitas pasien dengan tepat dapat digunakan ketika memulai proses asuhan
keperawatan. Proses asuhan keperawatan yang diawali dengan pengkajian dimana
ada proses interaksi pasien dengan perawat. Perawat menanyakan keluhan dan
melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang secara umum dilakukan
perawat berupa mengukur tanda-tanda vital. Hasil penelitian menyatakan hal yang
belum sesuai dengan proses asuhan keperawatan.

Partisipan tidak memastikan identitas pasien sesuai dengan dokumen yang akan
didokumentasikan. Alasan yang diutarakan partisipan agar cepat selesai
dilakukan pendokumentasian. Menurut Laitinen and Kaunonen (2010)
dokumentasi yang belum sesuai kondisi merupakan dokumentasi yang tidak
menyuarakan keadaan yang sesungguhnya dan cenderung memprioritaskan
tindakan keperawatan tetapi tidak memprioritaskan untuk
mendokumentasikannya. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Laitinen &
Kaunonen (2010) yang bertujuan menggali dokumentasi yang berfokus pada
pasien. Menurut Laitinen & Kaunonen (2010) terdapat tiga kategori yakni suara
pasien yang berupa pasien telah mengekspresikan pikirannya, yang ditulis oleh
perawat, pandangan perawat berupa perawat menceritakan pikiran pasien sendiri
dan keadaan dalam hubungan pasien-perawat berupa dokumentasi yang
menggambarkan hubungan pasien-perawat.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


90

Menurut Laitinen & Kaunonen (2010) suara pasien yang terekam dalam
dokumentasi elektronik memberi kesan yang lebih jelas tentang pasien. Rekaman
suara menambah dimensi lain dalam dokumentasi berpusat pada pasien. Kesan
yang lebih jelas tersebut dengan mengungkapkan perasaan pasien misalnya
ketakutan, kecemasan, atau harapan. Pendokumentasian dengan rekaman suara
pasien tersebut lebih mewakili pendokumentasian yang lebih lengkap dari kondisi
pasien (Laitinen & Kaunonen, 2010). Hal yang disuarakan oleh pasien dapat
berupa keluhan, manifestasi klinik dari masalah kesehatannya yang dapat dikaji
oleh perawat. Kondisi yang dikeluhkan dan dialami pasien seharusnya menjadi
data yang berharga dan perawat menghormatinya sebagai bentuk hubungan terapi
antara pasien dan pemberi asuhan yang terdokumentasi dengan tepat.
Dokumentasi yang berpusat pada pasien yang lebih baik meningkatkan kesadaran
perawat tentang asuhan berpusat pada pasien dan intervensi psikososial.
(Bjorvell, Wredling and Thorell-ekstrand, 2003a).

Data-data yang didokumentasikan yang tidak sesuai kondisi pasien menjadikan


data tersebut tidak berguna dalam mengambil keputusan klinik pasien. Sehingga
yang terjadi adalah perawat lebih banyak mengerjakan tindakan kolaboratif yang
telah direncanakan oleh dokter dibandingkan dengan tindakan mandiri
keperawatan. Menurut Laitinen & Kaunonen (2010) mendokumentasikan asuhan
keperawatan belum berpusat pada pasien memberi kesan bahwa perawat tidak
memperlihatkan profesinya sendiri. Hal tersebut membuat asuhan keperawatan
seperti tersembunyi. Dalam mendokumentasikan, perawat harus selalu ingat
bahwa dokumentasi asuhan keperawatan merupakan tentang asuhan keperawatan
pasien dan karenanya harus terbuka untuk dibaca oleh pasien. Salah satu cara
memperbaiki pendokumentasian asuhan keperawatan adalah dengan perubahan
peran dari fokus teknis medis kepada hal yang lebih berorientasi keahlian
keperawatan dan dari 'tangan dokter' ke lebih banyak administrator dan sekretaris
(Bjorvell, Wredling, & Thorell-ekstrand, 2003).

Fokus orientasi keahlian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan


merupakan kepedulian. Kepedulian berarti titik awal dasar dan inti dari asuhan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


91

keperawatan (Ka & Eriksson, 2005). Dalam memberikan asuhan keperawatan


sumber daya pasien sendiri didukung sedemikian rupa agar masalah keperawatan
pasien berkurang dan pulih dari masalah kesehatannya. Tanpa inti peduli dengan
perawatan pasien menjadi masalah teknis. Asuhan keperawatan menyiratkan
kegiatan keperawatan praktis berdasarkan proses merawat untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Perawat membutuhkan keterampilan teknis, pengetahuan dan
kepedulian untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Pendokumentasian asuhan keperawatan dibatasin oleh identifikasi dan


implementasi kerangka kerja dokumentasi (Blair and Smith, 2014). Kerangka
kerja dokumentasi asuhan keperawatan mengacu pada proses asuhan
keperawatan. Kerangka kerja yang tidak dilakukan dengan tepat maka
menghasilkan pendokumentasian yang tidak akurat . Pendokumentasian asuhan
keperawatan yang belum sesuai kondisi pasien merupakan hal yang mengancam
keselamatan pasien karena akan mempengaruhi ketepatan pemberian asuhan
keperawatan. Keselamatan pasien merupakan salah satu standar yang ditetapkan
oleh KARS 2018 dan JCI tahun 2017.

KARS (2018) menetapkan standar keselamatan pasien dengan sasaran 1 berupa


identifikasi pasien dengan benar. Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini
keseamatan pasien meliputi memastikan ketepatan pasien yang akan menerima
layanan atau tindakan dan untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien. Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit
mengharuskan terdapat paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi,
yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya
(misalnya, nomor induk kependudukan atau barcode). Nomor kamar pasien tidak
dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini
digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat inap,
unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, danlainnya. Dua (2) bentuk
identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien.
Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memberikan radioterapi,
menerima cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


92

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi


diagnostik, dan identifikasi terhadap pasien koma.

Identifikasi yang tepat pun harus didokumentasikan setelah mengimplementasikan


asuhan keperawatan. Mengimplementasikan asuhan keperawatan tapi tidak
mendokumentasikan tidak sesuai dengan prinsip dalam pendokumentasian yakni
tuliskan apa yang dikerjakan dan kerjakan apa yang dituliskan. Menurut Ka &
Eriksson (2005) perawat yang tidak mendokumentasikan tapi
mengimplementasikan maka perawat tersebut diasumsikan tidak
mengimplementasikan asuhan keperawataan. Keutuhan antara yang dikerjakan
dan yang dituliskan tercermin melalui pendokumentasiannya. Setiap bagian dari
proses asuhan keperawatan tidak dapat dikerjakan secara terpisah-pisah. Perawat
yang mengimplementasikan asuhan keperawatan tapi tidak
mendokumentasikannya belum sesuai dengan sikap berintegritas.

Menurut Dudzinski (2005) berintegritas mencerminkan satu kondisi yang utuh.


Kondisi yang utuh dipastikan selalu konsisten antara yang dikatakan dan
diperbuat. Beberapa partisipan memahami bahwa jika tidak mendokumentasikan
asuhan yang sudah diimplementasikan maka tidak akan ada bukti sudah
melakukannya. Bahkan seorang partisipan mempertegas bahwaa alat rekam
seperti kamera yang terpasang di ruang nurse station tidak akan menggambarkan
hasil kerja perawat. Perawat memahami hal tersebut namun tidak konsisten
dengan tindakan mendokumentasikan asuhan keperawatan. Pemahaman partisipan
yang tidak konsisten dengan tindakan. Menurut (Ka & Eriksson, 2005) asuhan
keperawatan merupakan dasar teori yang dirumuskan dengan jelas, yang
didasarkan secara konsisten untuk mencatat pengetahuan yang peduli. Tanpa visi
yang jelas tentang asuhan keperawatan dan pengetahuan yang terakumulasi untuk
diimplementasikan maka ada risiko bahwa pendokumentasian asuhan
keperawatan pasien dilakukan hanya sebatas memenuhi kelengkapan formulir
pendokumentasian asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


93

Keutuhan proses asuhan keperawatan menjadi hal yang prinsip termasuk dalam
merencanakan asuhan keperawatan. Panduan rencana dan diagnosis keperawatan
merupakan dasar untuk menetapkan tujuan dan memberikan dasar untuk
intervensi (Paans, 2011). Hal yang dinyatakan partisipan bahwa tidak ada rencana
asuhan keperawatan yang dicetak menjadi panduan dalam mengimplementasikan
asuhan keperawatan. Lembaran cetak rencana asuhan keperawatan merupakan
salah satu bagian dari rekam medis pasien. Berdasarkan penelitian evaluasi
implementasi rekam medis terintegrasi di Instalasi Rawat Inapa RSUP DR.
Sardjito Yogyakarta ditemukan bahwa sebanyak 27,6% tidak ada rencana
individual dan komprehensif (Lasmani, Haryanti, & Lazuardi, 2014). Proses
asuhan keperawatan yang diteliti di Yunani menyatakan bahwa persentase tidak
melakukan proses asuhan keperawatan secara utuh sebesar 36,8% dan minimum
melakukan proses keperawatan berupa tidak adanya rencana asuhan keperawatan
sebesar 26,3 % (Patiraki E, 2017). Rencana asuhan keperawatan yang tidak
dipersiapkan juga terjadi di Turki dan diteliti oleh (Can & Erol, 2012). Penelitian
tersebut menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara
rencana asuhan keperawatan awal dan terakhir yang telah disiapkan oleh siswa
selama pelatihan klinis. Enam puluh% siswa melaporkan bahwa mempersiapkan
dan menerapkan rencana asuhan keperawatan dalam implementasi asuhan
keperawatan berdampak positif bagi pengembangan asuhan keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan harus direvisi dan digunakan dengan cara yang lebih
tepat dan praktis untuk mengimplementasikan asuhan keperawatan yang akurat
(Can & Erol, 2012). Perawat yang menggunakan diagnosis dan rencana asuhan
keperawatan meningkatkan kualitas pasien yang terdokumentasi, identifkasi
diagnosis, koherensi antara diagnosis dan intervensi dan hasil asuhan keperawatan
(Mu, Lavin, Needham, & Achterberg, 2006).

Proses asuhan keperawatan yang diawali pengkajian hingga evaluasi merupakan


suatu rangkaian ilmiah yang logis. Menurut Paans et al (2010) ketidakakuratan
dokumentasi asuhan keperawatan diawali oleh tidak dilakukan proses asuhan
keperawatan sesuai tahapannya secara sistematis. Proses asuhan keperawatan
yang diawali pengkajian hingga evaluasi merupakan suatu rangkaian ilmiah yang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


94

logis. Pengkajian dokumentasi yang belum sesuai kondisi pasien akan


mengakibatkan ketidaksesuaian dalam menetapkan diagnosis dan rencana asuhan
keperawatan yang tepat. Can and Erol (2012) berpendapat bahwa hal tersebut
dapat diatasi dengan kemampuan berpikir sistematis dan kritis dalam melakukan
pengkajian pasien. Kemampuan berpikir sistematis dan kritis dapat dilakukan
dengan mengadakan seminar dan pelatihan agar perawat mampu membuat
rencana asuhan keperawatan. Menurut Patiraki E (2017) bahwa intervensi
pendidikan keperawatan berpengaruh signifikan dalam memformulasikan akurasi
diagnosis dan rencana asuhan keperawatan berdasarkan NANDA, Nursing
Interventions Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification (NOC).
Penelitian Mu et al., (2006) juga menyatakan pendidikan berkelanjutan
meningkatkan kemampuan dalam dokumentasi diagnosis, intervensi dan hasil
yang signifikan secara statistik.

Strategi yang berbeda diterapkan di pelayanan kesehatan Bolivia untuk mengatasi


kendala dalam memformulasikan diagnosis dan rencana asuhan keperawatan.
Salah satu strateginya adalah membentuk unit pengembang rencana asuhan
keperawatan (Fernandez-Sola, Gonzales, & Galdeano, 2011). Unit tersebut terdiri
dari dari perawat dari lokal dan profesional. Unit tersebut akan memberikan
pengajaran dan pendidikan tentang proses memformulasikan diagnosis
keperawatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam
memformulasikan diagnosis yang tepat agar dapat digunakan dalam implementasi
asuhan keperawatan.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan bertujuan untuk mengelola


respon pasien terhadap penyakit dan perawatan. Kemampuan mengelola respon
pasien membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan perawat.
Diagnosis keperawatan didasarkan pada kemampuan perawat menganalisis dan
mensintesa setiap informasi pasien. Perumusan diagnosis keperawatan yang
akurat sangat penting, karena menjadi pedoman dalam menetapkan rencana
intervensi asuhan keperawatan. Hal ini merupakan bagian dari peran profesional

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


95

perawat untuk memverifikasi kesesuaian diagnosis dengan masalah kesehatan


pasien/ proses kehidupan yang potensial (Paans, W., 2012).

Menurut Paans (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan akurasi


dokumentasi diagnosis keperawatan dalam praktik klinis terdiri dari empat
domain. Empat faktor yang mempengaruhi prevalensi dan akurasi dokumentasi
diagnosis meliputi (1) perawat sebagai diagnosis, (2) pendidikan dan sumber daya
diagnostik, (3) kompleksitas situasi pasien dan (4) kebijakan dan lingkungan
rumah sakit. Pendapat yang sama menurut Fizran dan Mamdy (2002) bahwa
tingkat pengetahuan berhubungan secara bermakna dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian keperawatan. Begitu pula dengan penelitian Kusumawaty dan
Yani (2001) yang mendapatkan bahwa adanya hubungan bermakna dan berpola
positif antara pemahaman terhadap pendokumentasian proses keperawatan dengan
kompetensi mendokumentasikan proses keperawatan. Hal yang berbeda
dinyatakan (Maryam, 2015) bahwa perawat yang memiliki pengetahuan
dokumentasi asuhan keperawatan yang rendah menghasilkan dokumentasi
keperawatan yang lengkap. Namun berbeda dengan penelitian yang menyatakan
bahwa tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap
kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan (Yanti and Warsito, 2013).

Faktor ketidakpatuhan penerapan metode asuhan keperawatan dan SPO


Pencatatan Asuhan Keperawatan Terintegrasi juga mempengaruhi
pendokumentasian. Ketidakpatuhan terhadap SPO Pencatatan Asuhan
Keperawatan Terintegrasi dinyatakan oleh partisipan karena perawat pelaksana
lebih banyak mengimplementasikan tindakan keperawatan daripada
mendokumentasikannya. Monitoring mutu asuhan keperawatan yang diberikan
dan didokumentasikan mmerupakan tanggung jawab PJPP. Supervisi secara
tersistematis, terstruktur dan terencana belum dilakukan oeh PJPP. Hal ini sejalan
dengan hasil studi pendahuluan yang menyatakan bahwa supervisi diharapkan
oleh perawat sebesar 2% dengan harapan adanya role fasilitator dalam
pendokumenasian asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


96

Metode pemberian asuhan keperawatan yang diberikan berupa metode fungsional.


Hal ini belum sesuai dengan pedoman pengorganisasian pelayanan keperawatan.
Pedoman pelayanan keperawatan RS tempat penelitian secara tertulis metode
primary team (modifikasi primer dan tim). Pedoman tersebut diatur dalam
Keputusan Direktur Utama RS X No. HK.03.05/II.1/1534/2016 (RSX,2016).

Keputusan tersebut menjelaskan bahwa metode pemberian asuhan yang


diterapkan adalah metode primer diterapkan pada pagi hari, dan metode tim
diterapkan pada sore dan malam hari. Perawat primer/PPJP yang bertugas di pagi
hari bertanggung jawab atas pengelolaan klien masuk sampai pulang. Perawat
yang berdinas di sore dan malam hari dipimpin oleh ketua tim yang
berpengalaman dengan beranggotakan beberapa anggota tim. Kualifikasi perawat
primer / ketua tim adalah Ners dengan masa kerja minimal 3 tahun dan perawat
klinik level II.

Partisipan menyatakan bahwa dampak penerapan metode belum sesuai dengan


pedoman pengorganisasian pelayanan keperawatan adalah perawat tidak mau
disalahkan karena tidak bertanggung jawab penuh terhadap pendokumentasian
dan pasien kelolaannya, seperti yang dinyatakan partisipan ―…main salah-
salahan…‖ (R1). Pernyatan satu partispan yang menyebutkan bahwa ada perawat
pelaksana yang menyatakan bahwa perawat yang berperan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan adalah Katim dan bukan perawat
pelaksana. Pendapat satu partisipan yang menyatakan bahwa PPJP yang berhak
menulis pendokumentasian. Pendapat partisipan tujuh ini sesuai dengan SPO
Pencatatan Asuhan Keperawatan Terintegrasi satu RS pemerintah di Jakarta
dengan nomor dokumen HK.01.07/VII. 1/ 976/2018/014/ BYK

Metode fungsional merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang paling


kuno. Metode fungsional berfokus pada tugas masing-masing perawat. Seorang
perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan, tindakan keperawatan
misalnya memasang infus, perawatan luka, memobilisasi pasien ke ruangan lain,
memenuhi kebutuhan dasar pasien misalnya memberi makan/minum, mengganti

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


97

linen dan pakaian dan kebersihan diri pasien, dan mencatat asuhan keperawatan.
Keuntungan metode fungsional adalah dapat menyelesaikan banyak tugas dalam
waktu singkat dan perawat junior dapat langsung mempraktikkan sendiri.
Kekurangannya adalah asuhan keperawatan yang berupa tindakan keperawatan
hanya berfokus pada penyelesaian tugas saja dan belum bersifata komprehensif.
Metode fungsional tidak memberikn kepuasaan bagi pasien dan perawat karena
pasien sering tidak tahu siapa yang perawat yang bertanggung jawab atas asuhan
yang diterima pasien. Hal ini terjadi karena semua perawatan dilaksanakan secara
bersama-sama (Swanburg, 2006).

Metode fungsional yang diterapkan di rumah sakit tempat penelitian berupa


adanya yang bertugas mencatat pendokumentasian dan lebih sering dilakukan
oleh perawat yang senior seperti yang diutarakan oleh partisipan. Perawat yang
junior melakukan tindakan keperawatan mulai dari memenuhi kebutuhan dasar
pasien hingga mengantarkan pasien ke ruangan lain jika ada pemeriksaan dan
tindakan diagnostik. Hal ini sesuai dengan studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti selama residensi yang menemukan bahwa berdasarkan wawancara dengan
beberapa perawat primer dikatakan bahwa metode fungsional yang diterapkan
karena paling sesuai dan sudah terbiasa.

Perawat primer tersebut menyatakan bahwa sudah pernah melakukan metode tim.
Akan tetapi kembali lagi ke metode fungsional. Beberapa ruangan menerapkan
metode fungsional tersebut menurut empat partisipan karena keterbatasan tenaga.
Sedangkan berdasarkan wawncara dengan Kasie Monev bidang keperawatan
selama residensi menyatakan bahwa seharusnya metode perawat primer dengan
modifikasi tim bisa dikerjakan karena jumlah perawat dan BOR pasien yang
relative berkisar 66%. Kemungkinan ketidakpatuhan terhadap pedoman terebut
disebabkan karena tidak adanya sistem yang memonitor penerapan pedoman
pelayanan keperawatan. Sistem yang terstandar akan membantu menumbuhkan
integritas. Integritas profesional bermakna bahwa perawat bertindak sesuai
standar praktik (Shaw, H., Degazon, 2008). Standar praktik yang tidak dipatuhi

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


98

oleh perawat berupa pedoman pelayanan keperawatan yang diatur dalam


Keputusan Direktur Utama RS X No. HK.03.05/II.1/1534/2016 (RSX,2016).

Metode asuhan keperawatan primer merupakan metode dimana perawat primer


bertanggung jawab untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dalam merencanakan
asuhan keperawatan dan perencanaan pasien pulang. Jika perawat primer sedang
tidak berdinas maka kelanjutan asuhan didelegasikan kepada perawat lain.
Metode keperawatan primer mencerminkan adanya kontunitas asuhan
keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggungjawabkan
(Hariyati R., 2014). Perawat primer mengelola 4-6 pasien dan bertaanggung
jawab 24 jam selama pasien dirawat di rumah sakit.

Manfaat penerapan metode asuhan primer menyediakan perawatan yang lebih


efektif, menjamin layanan dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya, melalui
perawatan pasien terintegrasi membangun dialog antara rumah sakit dan layanan
perawatan primer berbasis masyarakat; mengembangkan hubungan kepercayaan
antara dokter dan pasien, mencapai tujuan tim bersama dan meningkatkan
berbagai keterampilan dan peran anggota tim (Cristina & et al, 2018). Kelebihan
metode ini adalah dapat menjamin kontinuitas asuhan keperawatan atau
mengarahkan perawatan sepanjang masih dirawat.

Metode ini memerlukan perawat yang profesional. Model asuhan keperawatan


seharusnya memcerminkan nilai profesional dan tepat guna diterapkan sehingga
rumah sakit lebih adaptif dan kompetitif ( Wenzel, 2004). Metode asuhan
keperawatan yang efektif disesuaikan kebutuhan pelayanan, kemampuan pasien,
ketersediaan sarana dan prasarana termasuk anggaran RS (Ritchey & Pati, 2008).

Merasakan beragam perasaan senang jika berhasil mendokumentasikan dan


beragam perasaan bersalah jika belum mendokumentasikan
Merasakan beragam perasaan senang jika berhasil mendokumentasaikan dan
beragam perasaan bersalah jika belum mendokumentasikan merupakan hal yang
berbeda-beda bagi partisipan. Aspek perasaan memiliki dimensi yang beragam.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


99

(Robbins, S., & Judge, 2017). Kesesuaian antara perasaan yang dialami oleh
partisipan didasari oleh faktor internal yang dimiliki oleh partisipan. Secara umum
partisipan merasakan perasan negative ketika tidak melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan. Salah satu perasaan yang diungkapkan partisipan adalah
merasa berdosa ketika tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Kesesuaian nilai berupa perasaan bersalah karena tidak melakukan


pendokumentasian merupakan sikap berintegritas dalam pendokumentasaian
asuhan keperawatan. Menurut filsuf Larry May (1996) dalam Hardingham (
2004) bahwa ada ada tiga aspek integritas moral yakni 1.berpikir kritis; 2.
koherensi orientasi nilai; dan 3. disposisi, atau komitmen untuk bertindak secara
berprinsip. Integritas disebabkan oleh proses refleksi berbagai jenis nilai, yang
pada gilirannya akan memberikan koherensi kritis dengan pengalaman seseorang.

Berintegritas membutuhkan individu untuk bijaksana dan reflektif dalam


mengembangkan nilai dan menerima standar. Proses refleksi berbagi perasaan
partisipan dipengaruhi oleh nilai yang dianut. Perasaan berdosa yang diutarakan
oleh partisipan enam karena nilai yang dianutnya berupa walaupun pasien bayi
tidak mengetahui obat sudah diberikan atau belum, maka Maha Kuasa tahu dan
tidak memberikan obat atau vaksin pada bayi merupakan dosa. Berintegritas
berarti kondisi secara moral tidak terganggu; tidak bersalah, tidak berdosa.
Perawat yang berintegritas memiliki karakter kebajikan yang tidak rusak. Karakter
kebajikaan tersebut ditampilkaan berdasarkan nilai yang dimiliki perawat.

Mendapatkan manfaat pendokumentasian asuhan keperawatan


Proses asuhan keperawatan adalah proses interaktif yang bertujuan mengatasi
masalah kesehatan dan mencapai kesehatan yang optimal (Karkkainen &
Eriksson, 2004). Keuntungan dari model proses dari sudut pandang dokumentasi
asuhan keperawatan adalah bahwa ia menyediakan struktur logis untuk
pencatatan, yang memandu perawat untuk mendokumentasikan secara sistematis
dan terarah (Karkkainen & Eriksson, 2004). Dokumentasi sangat penting untuk
hasil perawatan pasien dan untuk menunjukkan konten keperawatan. Jika catatan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


100

tertulis tidak dibuat maka tidak mungkin untuk memverifikasi keputusan dan
tindakan terkait dengan asuhan keperawatan yang memiliki bukti legal. Menurut
(Karkkainen & Eriksson, 2004) asumsinya adalah bahwa apa adanya perawat
belum mencatat, mereka juga belum melakukannya.

Pelaksanaan perawatan dilakukan bersama dengan pasien atau orang lain yang
signifikan dengan tujuannya adalah agar perawat mengidentifikasi dan mencatat
fakta yang terkait untuk kesehatan dan penderitaan pasien dan perubahannya.
Asuhan mendorong pemikiran kritis dan memberikan bukti alasan untuk tindakan
keperawatan menggunakan pendekatan berbasis masalah untuk memberikan bukti
akurat tentang perkembangan pasien. Dokumentasi asuhan keperawatan
merupakan bagian dari rekam medis pasien. Menurut Austin (2010) rekam medis
merupakan dokumen yang legal yang menjelaskan kondisi asuhan yang diterima
pasien dan tersedianya data yang akurat yang dituliskan oleh perawat dan
profesional asuhan lainnya. Rekam medis seharusnya dituliskan dengan fakta.

Alasan pentingnya pendokumentasi keperawatan adalah bahwa dokumentasi


keperawatan sebagai indikator perkembangan asuhan keperawatan (Alkouri, Just,
and Kawafhah 2016, Thoroddsen and Ehnfors 2007). Dokumentasi keperawatan
sebagai bukti legal proses dan hasil asuhan, sebagai instrument mengkaji mutu,
efisiensi dan efektivitas asuhan pasien, sebagai sumber data untuk penelitian,
pembiayaan, mutu etik, infrastruktur pendukung perkembangan pengetahuan baru
keperawatan (Cheevakasemsokk and et all 2006), menciptakan studi banding
pengembangan pendidikan keperawatan, standar praktik klinik, data perbaikan
kinerja keperawatan, mengevaluasi mutu intervensi dan praktik keperawatan dan
partisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan (Thoroddsen and Ehnfors 2007).

Menurut penelitian Sinaga and Yemina (2008) bahwa perawat mempersepsikan


baik tentang manfaat pendokumentasian sebesar 53,3% di ruang rawat inap,
dan sebesar 55,6% di ruang gawat darurat. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa persepsi perawat gawat darurat tentang manfaat pendokumentasian lebih
baik dibandingkan dengan persepsi perawat ruang rawat inap. Partisipan secara

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


101

umum mengungkapkan manfaat pendokumentasian sebagai aspek legal. Aspek


legal dapat dipergunakan sebagi bukti secara hukum. Bukti secara hukum
merupakan standar eksternal yang mempengaruhi kepatuhan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Kekuatan manfaat sebagai aspek legal
mendorong perawat perawat secara terpaksa ataupun tidak terpaksa untuk
memenuhi standar eksternal tersebut. Bertindak dengan integritas seharusnya
memerlukan alasan untuk melakukan sesuatu yang benar secara moral, daripada
alasan untuk menghindari sesuatu yang jahat (Tyreman, 2011). Ini adalah
pendirian yang dipilih seseorang karena diyakini sebagai respons positif secara
moral. Misalnya pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara akurat
bukan hanya masalah menghindari kejahatan akan tetapi itu harus menjadi sikap
positif karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.

Menurut JCI (2017) tersedianya informasi yang berhubungan dengan asuhan


pasien untuk menjamin berkesinambungan asuhan yang diberikan ke pasien.
Pendokumentasian CPPT tentang perkembangan pasien (evaluasi keperawatan)
dengan menggunakan metoda pemecahan masalah SOAP (Subyek, Obyek,
Assessment, Planning), yang merupakan rangkaian dari proses keperawatan
(pengkajian, rencana asuhan, implementasi dan evaluasi) yang bertujuan untuk
menjamin kesinambungan asuhan keperawatan. Kesinambungan asuhan
keperawatan yang efektif menghasilkan tindakan segera untuk tindakan darurat,
asuhan terencana, bahkan jika kondisi pasien berubah.

Mengalami hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam


pendokumentasian asuhan keperawataan
Hasil penelitian menyatakan bahwa perawat mengalami beberapa hambatan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Beberapa perawat berupaya mengatasi
hambatan tersebut dengan cara melakukan sendiri, melakukannya dengan bantuan
tim, manajemen RS. Salah satu cara yang diterapkan yang juga melibatkan peran
serta keluaraga berupa adanya pembatasan jam besuk dan ditentukannya jam antar
susu bayi. Hasil peneltian juga menyebutkan bahwa mengkomunikasikan
hambatan dalam pendokumentasian juga dinayatakan dan adanya peran PPJP
dalam mensupervisi perawat dalam pendokumentasian.
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


102

Menurut (Bjorvell, Wredling and Thorell-ekstrand, 2003b) dokumentasi


keperawatan untuk bermanfaat untuk meningkatkan keselamatan pasien. Salah
satu cara yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut adalah adanya fasilitator
dalam dokumentasi keperawatan, harus membantu RN dalam praktik dan
pemimpinnya untuk lebih memperhatikan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai dokumentasi keperawatan yang memuaskan dalam catatan pasien
(Bjorvell, Wredling and Thorell-ekstrand, 2003b). Satu RS pemerintah di Jakarta
memiliki PJPP yang berperan menjamin mutu asuhan keperawatan dan
pendokumentasian. Namun peran mensupervisi belum dilakukan dengan optimal.

Kegiatan mensupervisi yang tersusun dan terjadual dengan baik akan membantu
proses berpikir kritis dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Salah satu
cara mengatasi keterbatasan berpikir kritis dalam mendokumentasikan asuhan
keperawatan adalah menggunakan pendekatan berorientasi pada masalah (Blair
and Smith, 2014). Secara lebih spesifik disebutkan, bahwa dalam menghasilkan
diagnosis keperawatan yang akurat dalam dokumentasi dipergunakannya format
Problem Etiology Symptoms (PES). Penggunaan format PES meningkatkan
akurasi 1.5 rata-rata akurasi diagnosis (Paans et al., 2012).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh partisipan adalah dengan cara mengikuti
pelatihan misalnya pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan. Menurut
Blowers (2018) peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang mempengaruhi
pikiran, perasaan, dan tindakan dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menumbuhkan integritas profesional mahasiswa keperawatan. Kemampuan
perawat mengatasi permasalahan dalam pendokumentasian mencerminkan
kompetensi perawat. Aspek kompetensi merupakaan salah satu perilaku yang
berintegritas. Kompetensi mengatasi tantangan dalam praktik klinik termasuk
taantangan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan mencerminkan perilaku
yang berintegritas (Blowers, 2018).

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


103

Integritas profesional bermakna bahwa perawat bertindak sesuai kode etik standar
praktik (Shaw, H., Degazon, 2008). Penerapan kode etik oleh perawat
termanifestasi dengan bekerja sesuai standar asuhan dan lingkungan kerja yang
mendukung mutu asuhan (Ridge, 2015). Lingkungan kerja yang telah diupayakan
oleh manajemen dengan menetapkan jam besuk dan jam antar susu dirasakan
cukup membantu bagi partisipan yang bekerja di ruang perina dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan.

Memahami berintegritas dalam pendokumentasian meliputi kemampuan


kognitif, memiliki prinsip nilai, kejujuran, bertanggung jawab, dapat
diperhitungkan, sesuai SPO, berkomitmen, kompeten, konsisten, sesuai
identitas diri namun belum mengimplementasikan asuhan yang aman
Pendokumentasian asuhan keperawatan didasarkan pada teori yang konsisten
berpikir kritis, mengandaikan pengetahuan (Ka & Eriksson, 2005). Partisipan
mengutarakan pengalamannya dalam pendokumentasian dipengaruhi oleh
perlunya pemahaman perawat terkaait pendokumentasian yang didasari
pemahaman yang utuh terhadap proses asuhan keperawatan. Pemahaman yang
utuh tersebut didasarkan pada proses asuhan keperawatan. Pendokumentasian
asuhan keperawatan merupakan sistem dokumentasi yang jelas, mengandung
logika, dan adanya aspek penting proses pemberian asuhan keperawatan (Johnson,
Jefferies, and Langdon 2010).Implikasi dari sistem dokumentasi yang logika
tersebut adalah adanya kerangka kerja dalam pendokumentasian. Perawat yang
mendokumentasikan dengan berintegritas memiliki kerangka kerja pikir yang
logis. Integritas merupakan kerangka kerja yang meliputi satu atau lebih set nilai-
nilai yang menjadi ciri komunitas orang tersebut, dapat diekspresikan (Tyreman,
2011).

Pendokumentasian asuhan keperawatan yang belum berpusat pada pasien


cenderung dilakukan karena kurangnya pemahaman perawat dalam memahami
proses asuhan dan kejujuran dalam menuliskan data yang berpusat pada pasien
secara utuh. Hal ini senada dengan penelitian yang membahas tentang integritas
mahasiswa keperawatan semasa di akademik maupun di wahana praktik klinik.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


104

Peneltitian tersebut menemukan bahwa perilaku klinik yang tidak jujur meliputi
pendokumentasian pengkajian yang tidak dikaji secara aktual atau pengkajian
tersebut salah misalnya mendokumentasikan tanda-tanda vital yang salah,
melakukan tindakan tanpa supervisi, melakukan tindakan tanpa prinsip steril
(Bultas et al., 2017). Perawat yang mendokumentasikan hasil monitoring tanda-
tanda vital tidak sesuai dengan jam monitoringnya merupakan salah satu contoh
tindakan tidak berintegritas, misalnya monitoring direncanakan setiap jam namun
dilakukan tiap shif dan dilaporkan seolah-olah setiap jam (Devine & Chin, 2018).

Partisipan yang hanya berperan sebagi perawat yang hanya berfokus


mengimplementasikan asuhan keperawatan juga memiliki dampak yang
membahayakan bagi pasien. Perawat yang hanya bertugas melakukan tindakan
tanpa mendokumentasikannya juga disebabkan karena faktor ketidak tahuan
dalam mendokumentasikan. Ketidaktahuan membutuhkan proses berpikir kritis.
Perawat yang hanya bertindak tanpa disertai proses berpikir kritis berpengaruh
terhadap keselamatan pasien. Hasil penelitian yang menyebutkan bahwa perawat
yang hanya bertindak memberikan obat DM tanpa mengetahui hasil labratorium
pasien terlebih dahulu.

Perilaku perawat seperti yang diutarakan oleh partisipan merupakan cerminan


perawat yang tidak berintegritas. Menurut Hardingham ( 2004) integritas berarti
keutuhan dalam hubungan di antara tindakan, nilai serta keyakinan baik sebagai
pribadi atau sebagai profesional. Integritas juga bermakna tentang konsepsi diri
kita yang konsisten. Menurut filsuf Larry May (1996) dalam Hardingham ( 2004)
bahwa ada ada tiga aspek integritas moral yakni 1.berpikir kritis; 2. koherensi
orientasi nilai; dan 3. disposisi, atau komitmen untuk bertindak secara berprinsip.
Berintegritas berarti dapat diandalkan untuk bertindak secara yang responsif
terhadap pandangan yang dipikirkan. Pikiran tersebut terdapat hubungan antara
keyakinan dan tindakan.

Integritas moral bukan sebagai memegang teguh kode perilaku atau aturan itu
yang lain telah disediakan. Akan tetapi integritas disebabkan oleh proses refleksi

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


105

berbagai jenis nilai, yang pada gilirannya akan memberikan koherensi kritis
dengan pengalaman seseorang. Pencapaian integritas berarti mengembangkan
perspektif kritis, memeriksa dan mendukung atau menolak pengaruh sosial baru.
Sementara ini berintegritas membutuhkan individu untuk bijaksana dan reflektif
dalam mengembangkan nilai dan menerima standar dan aturan menjalani hidup.

Perawat memahami integritas dalam pendokumentasian yang yang dinyatakan


dengan contoh-contoh tindakan keperawatan. Beberapa contoh tindakan
keperawatan tersebut belum dilakukan dengan aman. Menurut Winterich, Mittal,
and Aquino (2013) tampilan dalam tindakan yang nyata merupakan komitmen
pembentuk identitas. Prinsip yang menyatu dengan komitmen disebut juga
komitmen pembentuk identitas yaitu kondisi keberadaan seseorang yang
menyatukan keinginan, proyeksi atau ketertarikan terhadap langkah tindakannya
(Williams, 1981). Sehingga berintegritas adalah bertindak secara akurat yang
mencerminkan identitas seseorang melalui tindakan nyata yang didorong oleh
keinginan, motivasi, ketertarikan dan komitmen yang benar-benar secara
mendasar adalah milik dirinya seutuhnya (Williams, 1981).

Individu yang berintegritas tidak terombang-ambing oleh orang banyak, tetapi


akan tetap berdiri terhadap yang mereka yakini, tidak peduli konsekuensinya
(Tyreman, 2011). Individu bertindak berintegritas ketika tindakan dan
pernyataannya sesuai konsisten dan koheren. Perawat memerlukan konsitensi
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Konistensi berpikir kritis dengan
pendekatan proses asuhan keperawatan. Setiap tahapan proses tersebut secara
konsisten terdokumentasi dengan akurat sehingga bisa dipertanggungjawabkan
sebagai aspek legal. Konsistensi perawat dapat dibatasi oleh adanya standar
eskternal berupa SPO, standar pelayananan keperawatan.

Adanya standar eksternal memaksakan prinsip dan kenyakinan untuk diterapkan


oleh individu. Individu yang bertindak akibat adanya standar eksternal
menjadikan standar eksternal tersebut sebagai alasan dalam bertindak. Bertindak
dengan integritas seharusnya memerlukan alasan untuk melakukan sesuatu yang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


106

benar secara moral, daripada alasan untuk menghindari sesuatu yang jahat. Ini
adalah pendirian yang dipilih seseorang karena diyakini sebagai respons positif
secara moral. Misalnya pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara
akurat bukan hanya masalah menghindari kejahatan akan tetapi itu harus menjadi
sikap positif karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Hal yang berbeda
jika bertindak atas dasar alasan moral yang dihasilkan dan dimiliki sendiri yang
tersirat dalam integritas. JCI dan akreditasi yang telah menertibkan
pendokumentasian menurut partisipan merupakan cerminan tindakan yang
didasari oleh adanya standar eksternal. Namun partisipan mengatakan bahwa
sebaiknya tanpa adanya survey JCI ataupun akreditasi pendokumentasian tetap
lengkap dan tertib. Menurut Tyreman (2011), berintegritas dihasilkan dari alasan
moral yang dimiliki individu daripada dihasilkan dari adanya standar eksternal.
Tanpa adanya standar eksternal maka nilai moral yang telah dimiliki tetap
tercermin dalam sikap yang ditampilkan. Hal ini bisa berupa perawat secara
moral mendokumentasikan dengan lengkap dan akurat walau tanpa atau dengan
adanya standar eksternal. Hal ini bisa terjadi karena kekuatan standar moral yang
mendorong untuk melakukannya sesuai prinsip-prinsip nilai.

Menurut Winterich, Mittal, & Aquino (2013) tampilan dalam tindakan yang
nyata merupakan komitmen pembentuk identitas. Prinsip yang menyatu dengan
komitmen disebut juga komitmen pembentuk identitas yaitu kondisi keberadaan
seseorang yang menyatukan keinginan, proyeksi atau ketertarikan terhadap
langkah tindakannya (Williams, 1981). Sehingga berintegritas adalah bertindak
secara akurat yang mencerminkan identitas seseorang melalui tindakan nyata yang
didorong oleh keinginan, motivasi, ketertarikan dan komitmen yang benar-benar
secara mendasar adalah milik dirinya seutuhnya (Williams, 1981).

Mengharapkan perawat semakin pintar, terampil dengan pendidikan


berkelanjutan, adanya sistem JCI, akreditasi menertibkan
pendokumentasian dan pendokumentsian yang lebih spesifik dan
terkomputerisasi

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


107

Pendidikan berkelanjutan mempengaruhi berpikir kritis yang ditunjukkan dengan


perubahan perilaku dan akurasi diagnosa keperawatan (Collins, 2013). Salah satu
domain yang mempengaruhi prevalensi dan akurasi diagnosa keperawatan adalah
pendidikan (Paans, Sermeus, Nieweg, 2010 dan Paans, 2011). Kemampuan
berpikir kritis juga menjadi salah elemen dalam berintegritas. Menurut filsuf
Larry May (1996) dalam Hardingham ( 2004) bahwa ada ada tiga aspek integritas
moral yakni 1.berpikir kritis; 2. koherensi orientasi nilai; dan 3. disposisi, atau
komitmen untuk bertindak secara berprinsip. Perawat yang berpendidikan akan
menampilkan asuhan berkualitas.

Integritas, baik pribadi maupun profesional, dianggap sebagai prasyarat bagi


individu yang bekerja bagi pasien. Orang dengan integritas diasumsikan berbudi
luhur sehubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan, hal yang mereka miliki
untuk pasien di bawah perawatan mereka dan memastikan bahwa mereka
memberikan perawatan berkualitas tinggi. Menurut Tyreman (2011) integritas
dalam sistem layanan kesehatan multi-profesional memiliki dua argumen yang
berlawanan. Argumen yang pertama adalah bahwa sifat multi-profesional dari
perawatan kesehatan modern berarti bahwa integritas pribadi paling tidak
merupakan kemewahan yang sia-sia dan paling buruk, hambatan untuk
memberikan perawatan berkualitas tinggi yang terjangkau kepada populasi besar.
Kebalikannya adalah bahwa tanpa integritas perawatan kesehatan kehilangan
kemanusiaannya dan menjadi rekayasa biologis dan sosial belaka.

Komunikasi melalui dokumentasi adalah hal yang penting untuk kesinambungan


asuhan keperawatan (Ross, 2018). Komunikasi melalui dokumentasi
menggunakan istilah yang standar, bahasa yang tidak ambigu sehingga pesan
dapat diterima dan dipahami oleh penerima pesan yakni Profesional Pemberi
Asuhan (PPA). Program pendokumentasian asuhan keperawatan berbasis
komputerisasi adalah bagian penting dari perawatan holistik, yang fokusnya
adalah pasien, bukan tugas perawat. Beberapa penelitian menyebutkan sulit untuk
membangun model pendokumentasian asuhan keperawatan terkomputerisasi yang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


108

holistik. Hal ini karena setiap pasien adalah individu dan setiap situasi
keperawatan yang unik .

Menurut (R.Helleso & C.M.Ruland, 2001) definisi standar keperawatan untuk


dokumentasi elektronik menyarankan pendekatan berorientasi tugas. Contoh
untuk ini misalnya Klasifikasi Intervensi Keperawatan, yang berfokus pada
perilaku perawat, dan Klasifikasi Hasil Perawatan, yang menunjukkan keadaan
pasien seperti yang dijelaskan oleh perawat. Menurut (R.Helleso & C.M.Ruland,
2001) model proses paling cocok untuk mendokumentasikan situasi
nonproblematik dan tidak cocok untuk situasi akut.

Menurut Weiskopf, Hripcsak, Swaminathan, & Weng, (2013) pentingnya definisi


eksplisit kelengkapan data catatan kesehatan elektronik (EHR) dan perbedaan
konsep dari kelengkapan dapat mempengaruhi temuan dari set data yang berasal
dari EHR. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat empat definisi prototipe
kelengkapan EHR: dokumentasi, luasnya, kepadatan, dan kelengkapan yang dapat
diperkirakan. Setiap definisi menentukan pendekatan yang berbeda untuk
pengukuran kelengkapan. Proporsi yang memenuhi kriteria untuk kelengkapan
sangat tergantung pada definisi kelengkapan yang digunakan, dan definisi yang
berbeda menghasilkan subset catatan yang berbeda. (Weiskopf et al., 2013)
bahwa konsep kelengkapan dalam EHR kontekstual.

Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering


kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena
itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan
dilarang. Menurut penelitian catatan terintegrasi (Lasmani, Haryanti and
Lazuardi, 2014) bahwa 100% tidak menggunakan singkatan baku; 70,3%
pembetulan kesalahan tidak dicoret dan diparaf; 38,5% catatan perawatan pasien
tidak jelas dan singkat, 14,6 % catatan tidak lengkap, dan 18,7% tidak tertulis
nama dan tanda tangan; 59,4%% catatan tidak tertulis tanggal; 5,0% dokumentasi
tidak komprehensif.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


109

Satu RS pemerintah di Jakarta telah memiliki PPK namun belum mengatur


penulisan singakatan yang lebih sering dipergunakan. Selain itu masih dalam
proses pembuatan perencanaan berdasarkan NIC NOC. Satu RS pemerintah di
Jakarta mengembangkan sistem klasifikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosis yang paling sering. Proses keperawatan yang mereka anggap sebagai
pemenuhan rencana asuhan keperawatan dan intervensi keperawatan. Standarisasi
istilah bahasa keperawatan yang diidentifikasi menggunakan sistem klasifikasi
asuhan klinis sesuai proses asuhan keperawatan yang berkelanjutan. Standarisasi
bahasa dalam dokumentasi asuhan keperawatan memberikan perbaikan dalam
pengkajian keperawatan, diagnosis NANDA, dan intervensi menggunakan
Nursing Interventions Classification (NIC) (Thoroddsen and Ehnfors, 2007).

5.2 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini pada saat pengambilan data sedang ada kegiatan persiapan JCI
di tempat penelitian sehingga waktu pengambilan data menjadi mundur karena
partisipan yang harus mengikuti kegiatan tersebut. Keterbatasan lainnya berupa
ada tiga partisipan yang membatalkan wawancara saat wawancara akan dimulai
karena adanya rapat mendadak. Waktu pengambilan data akhirnya menjadi
mundur sehingga dalam pengolahan data juga menjadi mundur. Peneliti baru kali
pertama penelitian dengan metode kualitatif dan waktu penelitian yang terbatas
sehingga dalam mengeksplorasi partisipan belum terfokus dan dalam. Peneliti
mengatasi keterbatasan pengalaman penelitian adalah dengan melakukan
konsultasi kepakaran untuk melakukan penelitian kualitatif.

5.3 Implikasi Bagi Keperawatan


5.3.1 Implikasi bagi manajemen rumah sakit
Temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan
menjamin mutu pendokumentasian asuhan keperawatan yang berbasis pada
penerapan sikap berintegritas dalam pendokumentasian asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


110

5.3.2 Implikasi Bagi Ilmu Keperawatan


Pendokumentasian asuhan keperawatan dengan prinsip-prinsip integritas belum
banyak yang memberi perhatian. Penerapan pendokumentasian asuhan
keperawatan yang menerapkan perilaku berintegritas akan menumbuhkan
identitas profesionalisme perawat dan menjamin mutu pelayanan keperawatan
terutama pelayanan keselamatan pasien. Keselamatan pasien didukung oleh data-
data yang terdokumentasi dengan berintegritas. Pendokumentasian asuhan
keperawatan berdasarkan pada kejujuran dan kemampuan kognitif menjamin
mutu pendokumentasian bukan hanya sekedar kelengkapan saja. Oleh karena itu
perlunya aspek integritas dalam pendokumentasian digaungkan di institusi
pendidikan daan tatanan pelayanan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini merujuk pada tujuan penelitian yaitu untuk
mengidentifikasi pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas keperawatan

6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian mendapatkan tujuh tema pengalaman perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas keperawatan.
Pemahaman yang utuh membutuhkan berpikir kritis tentang pendokumentasian
asuhan keperawatan menjadi prinsip dasar berintegritas dalam pendokumentasian.
Berpikir kritis menjadi salah satu elemen dalam integritas. Berpikir kritis akan
memiliki nili moral jika pendokumnetasian asuhan keperawatan dilakukan dengan
jujur sehingga data-data yang tertulis dapat dipertanggungjawabkan. Kesatuan
pikir dan kejujuran mempengaruhi kemampuan mengatasi hambatan dalam
pendokumentasian. Hambatan yang dialami dalam pendokumentasian dan upaya
mengatsai hambatan dapat dilakukan perseorangan, melalui tim dan melalui
manajemen RS. Kemampuan perawat dalam mengatasi hambatan dalam
pendokumentasian merupakan salah satu sikap berintegritas.

Beberapa partisipan yakni partisipan satu, tujuh, sembilan,sudah menampilkan


perilaku berintegritas dalam pendokumentasian disertai bahwa partisipan belum
pernah menuliskan kronologis akibat permasalahan dalam pelayanan terutama
dalam pendokumentasian. Partisipan dua memiliki komitmen untuk
menyelesaikan pendokumentasian walau harus pulang malam. Akan tetapi
partisipan dua pernah lupa mendokumentasikan hasil laboratorium kritis sehingga
mengakibatkan perburukan kondisi pasien sehingga tidak tertangani dengan baik.
Kemampuan kognitif perawat sebagai elemen integritas belum menjadi kesatuan
yang utuh dalam penerapan pendokumentasian asuhan keperawatan. Perawat yang
memiliki kemampuan berpikir kritis hendaknnya diikuti dengan sikap dan
ketrampilan yang menunjukkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan
111 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


112

merupakan sesuatu yang berharga dan bernilai. Kesatuan berpikir dengan


bertindak secara konsisten merupakan cerminan perawat yang berintegritas.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Manajemen Rumah Sakit
Manajemen menetapkan regulasi standar rekruitmen perawat minimal Ners karena
elemen kemampuan berpikir kritis dalam pendokumentasian belum terpenuhi,
sistem penilaian audit dokumentasi menjadi salah satu elemen penilaian Indikator
Kinerja Individu dan Indikator Kinerja Unit, regulasi mutasi perawat ruangan
khusus diatur untuk menjamin kompotensi perawat dimana aspek kompetensi
merupakan sikap berintegritas, perijinan pendidikan berkelanjutan disertai syarat
institusi pendidikan yang terakreditasi baik, sosialisasi penggunaan formulir
karena ketidaktahuan akan petunjuk pengisian formulir menghambat
pendokumentasian secara akurat.

Manajemen menetapkan standar pendidikan perawat minimal Ners dalam proses


rekruitmen perawat. Temuan menyatakan bahwa pendidikan dan berpikir kritis
menjadi elemen penting dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dan
elemen dalam berintegritas. Manajemen menetapkan aturan untuk pendidikan
berkelanjutan bagi perawat DIII ke institusi yang terakreditasi dengan baik.

Manajemen rumah sakit agar mengotimalkan sumber daya yang telah dimiliki
denagan menerapkan kepatuhan terhadap standar pedoman pengorganisasian
palayanan keperawatan dan SPO pelayanan keperawatan terutama dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan dan prosesnya.

Manajemen merancang sistem yang memfasilitasi nilai audit pendokumentasian


asuhan keperawatan menjadi salah satu bagian penilaian indikator kinerja individu
dan sekaligus indikator kinerja unit. Perawat yang berupaya secara individu dalam
mengatasi hambatan dalam pendokumentssian dengan cara menegur tidak
berdampak kuat dan menetap dalam perbaikan pendokumentasian asuhan
keperawatn.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


113

Manajemen diminta partisipan agar melakukan sosialisasi dalam proses formulasi


pendokumentasian asuhan keparawatan dan melibatkan perawat selaku pengguna
formulir tersebut dan menetapakan standar mutasi bagi perawat ahli di ruang
khusus.

6.2.2 Bagi Manajer Keperawatan


Manajer keperawatan harus mampu menjadi fasilitator dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan. PPJPP berperan dalam monitoring asuhan keperawatan
disarankan agar secara terencana melakukan supervisi pendokumentasian asuhan
keperawatan. PJPP memastikan kelengkapan dokumentasi sesuai dengan pasien.
Manajer penting berfokus pada aspek integritas dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Manajer keperawatan merancang sistem penghargaan bagi perawat
yang mendokumentasikan asuhan keperawatan secara berintegritas.

6.2.3 Bagi Komite Keperawatan


Nilai audit dokumentasi keperawatan yang dilakukan oleh komite keperawatan
tidak diketahui dengan jelas oleh partisipan. Perlunya hasil audit dokumentasi
tersebut diketauhi oleh perawat. Harapannya setelah mengetahui nilai audit
tersebut dilakukan perbaikan pendokumentasian asuhan keperawatan. Komitmen
dan konsisten dalam perbaikan pendokumentasian asuhan keperawatan
menumbuhkan sikap berintegritas. Komite keperawatan perlu merancang sistem
audit dokumentasi keperawatan yang berbasis pada akurasi kelengkapan
pendokumentasian agar tercapai kesesuaian pendokumentasian yang berpusat
pada pasien.

6.2.4 Bagi perawat pelaksana


Nilai integritas menjadi hal yang penting untuk diterapkan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Aspek berpikir kritis dan bertindak
secara utuh penting diterapkan perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


114

6.2.5 Bagi Penelitian Selanjutnya


Peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian terkait pendokumentasian
asuhan keperawatan dihubungkan dengan integritas dengan pendekatan kuantitatif
untuk mengukur integritas perawat dalam pelayaan kesehatan.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


DAFTAR PUSTAKA

Alkouri, O. A., Just, T., & Kawafhah, M. (2016). Importance And Implementation
Of Nursing Documentation : Review Study. European Scientific Journal,
12(3), 101–106. https://doi.org/10.19044/esj.2016.v12n3p101
Austin, S. (2010). ― Ladies & Gentlemen of the Jury , I Present ... the Nursing
Documentation .‖ Plastic Surgical Nursing, 30(2), 111–117.
Ball, & et al, . (2017). Using logic models to enhance the methodological quality
of primary health-care interventions: Guidance from an intervention to
promote nutrition care by general practitioners and practice nurses.
Australian Journal of Primary Health, 23(1), 53–60.
https://doi.org/10.1071/PY16038
Bjorvell, C., Wredling, R., & Thorell-ekstrand, I. (2003). Improving
documentation using a nursing model.
Blair dan Smith. (2014). Nursing documentation : Frameworks and barriers,
6178(2012). https://doi.org/10.5172/conu.2012.41.2.160
Blowers, E. (2018). An Investigation of Professional Integrity in Pre-Registrasion
Nurse Education : A Modified Grounded Theory Research Study. Nurse
Education Today, #pagerange#. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2018.05.022
Bultas, M. W., Schmuke, A. D., Davis, R. L., & Palmer, J. L. (2017). Nurse
Education Today Crossing the ― line ‖ : College students and academic
integrity in nursing. Nurse Education Today, 56(January), 57–62.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2017.06.012
Can, G., & Erol, O. (2012). Nursing students’ perceptions about nursing care
plans: A Turkish perspective. Nternational Journal of Nursing Practice
2012; 18: 12–19, 18, 12–19. https://doi.org/10.1111/j.1440-
172X.2011.01985.x
Cheevakasemsook, & et al, . (2006). The study of nursing documentation
complexities. International Journal of Nursing Practice, 12, 366–374.
https://doi.org/10.1111/j.1440-172X.2006.00596.x
Chelagat, D., & et all, . (2013). Chelagat D , Sum T , Obel M , Chebor A , Kiptoo
R and Bundotich B , Documentation : Historical Perspectives , Purposes ,
115 Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


116

Benefits and Challenges as Faced by Nurses , International Journal o ...,


(August 2013).
Collins, A. (2013). Effect of Conitnuing Nursing Education on Nurses’ Attitude
Toward and Accuracy of Nursing Diagnosis. International Journal of
Nursing Knowledge, 24(3), 122–128.
Creswell. (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih di Antara Lima
Pendekatan. (Z. Qudsy S, Ed.) (Edisi I). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cristina, M., & et al, . (2018). Strengthening primary care : The Veneto Region ’ s
model of the Integrated Medical Group ଝ. Health Policy, 122(11), 1149–

1154. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2018.08.008
Cruz et al. (2016). Analysis of the Nursing Documentation in Use in Portugal -
Building a Clinical Data Model of Nursing Centered on the Management of
Treatment Regimen. Studies in Health Technology and Informatics, 225,
407–411. https://doi.org/10.3233/978-1-61499-658-3-407
Devine, C. A., & Chin, E. D. (2018). Nurse Education Today Integrity in nursing
students : A concept analysis, 60(September 2017), 133–138.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2017.10.005
Diyanto Y. (2007). Analisis faktor-faktor pelaksanaan dokumentasi asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Universitas
Diponegoro.
Dudzinski, D. M. (2005). Integrity : Principled Coherence , Virtue , or Both ?,
(2004), 299–313. https://doi.org/10.1007/s10790-005-3337-z
Dwi N. (2014). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan. Universitas
Indonesia.
Edvardsson, D., Fetherstonhaugh, D., & Nay, R. (2010). Promoting a continuation
of self and normality : person-centred care as described by people with
dementia , their family members and aged care staff, 2611–2618.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2009.03143.x
Fernandez-Sola, Gonzales, M. H. P., & Galdeano, A. P. (2011). Strategies to
develop the nursing process and nursing care plans in the health system in

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


117

Bolivia, 392–399.
Gillies, D. . (1996). Manajemen Keperawatan : Suatu Pendekatan Sistem. (Y.
Sudiyono, Ed.) (Edisi ke d). Philadelphia: W.B Saunders Company.
Hardingham. (2004a). Original article Integrity and moral residue : nurses as
participants in a moral community. Nursing Philosophy, (May 2003), 127–
134.
Hardingham, L. (2004b). Original article Integrity and moral residue : nurses as
participants in a moral community, (May 2003), 127–134.
Hariyati R. (2014). Perencanaan, pengembangan, dan utiliasasi tenaga
keperawatan (Edisi I). Jakarta: Rajawali Pers.
Hartel, & et al, . (2005). Emotions in Organizational Behavior. (Hartel & E. Al,
Eds.). London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
JCI. (2017). Joint Commission International Accreditation Standards for (6th
editio). USA: Department of Publications Joint Commission Resources.
Johnson, L., Edward, K., & Giandinoto, J. (2018). A systematic literature review
of accuracy in nursing care plans and using standardised nursing language.
Collegian, 25(3), 355–361. https://doi.org/10.1016/j.colegn.2017.09.006
Johnson, Jefferies, & Langdon. (2010). The Nursing and Midwifery Content
Audit Tool ( NMCAT ): a short nursing documentation audit tool, (Gropper
1988), 832–845. https://doi.org/10.1111/j.1365-2834.2010.01156.x
Ka, O., & Eriksson, K. (2005). Recording the content of the caring process ¨,
(Field 1987), 202–208.
Karkkainen, O., & Eriksson, K. (2004). Structuring the documentation of nursing
care on the basis of a theoretical process model. Scandavian Journal Caring
Science, 18, 229–236.
KARS, K. A. R. S. (2018). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS).
Kementerian Hukum dan HAM. UU RI NO.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
(2014). Indonesia.
Kimchi R., et al. (2008). Perceptual Organization In Vision : Behavioral and
Neural Perspectives (second edi). New Jersey: Taylor and Francis e- Library.
Laitinen, H., & Kaunonen, M. (2010). Patient-focused nursing documentation
expressed by nurses, 489–497. https://doi.org/10.1111/j.1365-

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


118

2702.2009.02983.x
Lasmani, P. S., Haryanti, F., & Lazuardi, L. (2014). Evaluation of integrated
medical record implementation case study, 17(1), 3–8.
Lindo., et al. (2016). An Audit of Nursing Documentation at Three Public
Hospitals in Jamaica, 508–516. https://doi.org/10.1111/jnu.12234
Linggardini K. (2010). Hubungan Supervisi Dengan Pendokumentasian Berbasis
Komputer Yang Dipersepsikan Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Banyumas Jawa Tengah. Universitas Indonesia.
Marquis, B L., & Houston, C. J. (2013). Leadership Roles and Management
Function in Nursing: Theory and Application (seventh ed, Vol. 53).
Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Maryam, R. S. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan
Dokumentasi Keperawatan, 18(1), 1–8.
Mauthner., et all. (2005). Ethics in Qualitative (First Edit). London: Sage
Publications.
Mccormack, B., & Mccance, T. V. (2006). Development of a framework for
person-centred nursing. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2006.04042.x
Mcfall, L. (1987). Integrity *, 98(October), 5–20.
Mu, M., Lavin, M. A., Needham, I., & Achterberg, T. Van. (2006). Nursing
diagnoses , interventions and outcomes – application and impact on nursing
practice : systematic review. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2648.2006.04012.x
Mugianti, S. (2016). Manajemen Dan Kepemimpinan Dalam Praktek
Keperawatan (Edisi I). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Murhayati, W. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap jiawa
Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun 2006. Universitas Indonesia.
Novitasari, R. (2005). Gambaran Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Medistra, 2005.
Nykänen, P., Kaipio, J., & Kuusisto, A. (2012). Evaluation of the national nursing
model and four nursing documentation systems in Finland – Lessons learned

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


119

and directions for the future. International Journal of Medical Informatics,


81(8), 507–520. https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2012.02.003
Paans, Sermeus, Nieweg, S. (2010). Prevalence of accurate nursing
documentation in patient records, (2003). https://doi.org/10.1111/j.1365-
2648.2010.05433.x
Paans, W., et all. (2012). Do knowledge , knowledge sources and reasoning skills
affect the accuracy of nursing diagnoses ? a randomised study, 1–12.
Paans, W. et all. (2011). What factors influence the prevalence and accuracy of
nursing diagnoses documentation in clinical practice ? A systematic literature
review, 31(0), 2386–2403. https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2010.03573.x
Patiraki E, et all. (2017). Nursing Care Plans Based on NANDA,Nursing
Interventions Classification, and Nursing Outcomes Classification : The
Investigation of the Effectiveness of an Educational Intervention in Greece,
28(2). https://doi.org/10.1111/2047-3095.12120
Perkins, D. (2016). Editorial People-centred and integrated health services. The
Australian Journal Of Rural Health, 23(2015), 12209.
https://doi.org/10.1111/ajr.12209
Polit, & Beck. (2010). Essesntials Of Nursing Research: Appraising Evidence For
Nursing Practice (Seventh Ed). United States of America: Lippincot William
& Wilkins.
Potter M, & Perry. (2009). Fundamentals of Nursing (2nd ed). Australia: Mosby-
Elseveir.
R.Helleso, & C.M.Ruland. (2001). Developing a module for nursing
documentation integrated in the electronic patient record.
Ridge, B. R. A. (2015). Putting the I in integrity. Nursing Management, 52–54.
https://doi.org/DOI-10.1097/01.NUMA.0000462381.26593.91
Ritchey, T., & Pati, D. (2008). Establishing an Acute Care Nursing Bed Unit
Size : Employing a Decision Matrix Framework, 1(4), 122–132.
Robbins, S., & Judge, T. (2017). Organizational Behavior (sixth edit). United
States of America: Pearson.
Ross, J. (2018). Effective Communication Improves Patient Safety. Journal of
PeriAnesthesia Nursing, 33(2), 223–225.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


120

https://doi.org/10.1016/j.jopan.2018.01.003
Schmidt, B. J., & Mlis, E. C. M. (2017). Professional nursing values : A concept
analysis, 69–75. https://doi.org/10.1111/nuf.12211
Shaw, H., Degazon, C. (2008). Integrating The Core Professional Values Of
Nursing : A Profession, Not Just A Career, 15(1).
Sinaga, L., & Yemina, L. (2008). Persepsi Perawat Tentang Manfaat
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Gawaat Darurat Dan Di
Ruang Rwawat Inap Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusaat.
Siswanto, L., Hariyati, R., & Sukihananto. (2013a). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan, 16(2), 77–
84.
Siswanto, L., Hariyati, R., & Sukihananto. (2013b). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan.
Thomas, L. (2016). Pride, Shame And Guilt : Emotions Of Self Assessment. The
Philosophical Review, 97(4), 585–592.
Thoroddsen, A. (2007). Putting policy into practice : pre- and posttests of
implementing standardized languages for nursing documentation.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2006.01836.x
Thoroddsen, & Ehnfors. (2007). Putting policy into practice : pre- and posttests of
implementing standardized languages for nursing documentation. Journal of
Clinical Nursing, 16, 1826–1838. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2702.2006.01836.x
Tyreman, S. (2011). Original article Integrity : is it still relevant to modern
healthcare ?, 107–118.
Vabo, G., Slettebø, Å., & Fossum, M. (2016). An Evaluation of an Action
Research Nursing Documentation Project. Journal of Clinical Nursing,
(4604), 842–844. https://doi.org/10.1111/jocn.13389
Wageman, J. (2015). The Oxford Handbook Of Perceptual Organization (First
edit). United Kingdom: Oxford University Prss.
Weiskopf, N. G., Hripcsak, G., Swaminathan, S., & Weng, C. (2013). Defining
and measuring completeness of electronic health records for secondary use q.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


121

Journal of Biomedical Informatics, 46(5), 830–836.


https://doi.org/10.1016/j.jbi.2013.06.010
WHO. (2015). Definition of nursing. Diakses dari hhtps://www.icn /nursing-
policy/nursing-definition pada tanggal 10-11-2018.
WHO. (2018). Nursing and Health Policy Perspectives, (September 2015), 2018–
2019. https://doi.org/10.1111/inr.12462
Wida, I., & Fridlund, B. (2003). Self-respect , dignity and confidence :
conceptions of integrity among male patients, (Beauchamp 2001), 47–56.
Wida, I., Fridlund, B., & Ma, J. (2007). Women patients’ conceptions of integrity
within health care: a phenomenographic study ˚.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2007.04552.x
Williams, B. A. R. D. (1981). Moral Luck : Philosophical Papers 1973-1980.
London.
Winterich, Mittal, & Aquino. (2013). Charitable Behavior ? Toward a Moral
Identity-Based Model. Journal of Marketing, 77(May), 121–134.
https://doi.org/10.1509/jm.11.0477

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


122

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


123

Lampiran 1 penjelasan penelitian

PENJELASAN PENELITIAN
PENGALAMAN DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
KAITANNYA DENGAN INTEGRITAS PERAWAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Martha Evi Riana Purba
NPM :1706096393
Email : evi.tond4ng@gmail.com
No.Hp : 085361810797
Mahasiswa Program Studi Magister (S2) di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul pengalaman dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan kaitannya dengan integritas perawat, maka bersama ini saya jelaskan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam pengalaman
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kaitannya dengan integritas
perawat. Ada pun manfaat penelitian secara garis besar adalah untuk
mengidentifikasi secara mendalam pemahaman tentang integritas dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan.
2. Wawancara mendalam akan dilakukan selama satu kali selama 60 menit sesuai
dengan kesepakatan. Jika ditemukan kekurangan informasi maka akan dilakukan
wawancara mendalam kedua dengan kesepakatan waktu yang ditetapkan
kemudian.
3. Selama wawancara mendalam dilakukan, partisipan diharapkan dapat
menyampaikan pengalaman dengan lengkap, terbuka, tanpa ada paksaan dan
bebas menyampaikan segala sesuatu yang dialaminya.
4. Selama penelitian dilakukan peneliti menggunakan alat bantu penelitian berupa
catatan, tape recorder untuk membantu kelancaran pengumpulan data.

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(lanjutan)

5. Penelitian ini jauh dari bahaya dan kerugian bagi fisik maupun psikis, karena
tidak ada perlakuan pada partisipan dan hanya dilakukan wawancara mendalam.
Informasi akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kebutuhan penelitian,
manfaat yang akan didapatkan begitu besar yaitu untuk peningkatan proses
pendokumentasian asuhan keperawatan klien dan untuk perkembangan ilmu
keperawatan.
6. Partisipan berhak mengajukan keberatan pada peneliti jika terdapat hal-hal yang
tidak berkenan bagi partisipan dan selanjutnya akan dicari penyelesaian
berdasarkan kesepakatan peneliti dan partisipan.
7. Jika ada yang belum jelas, partisipan dipersilahkan untuk mengajukan
pertanyaan kepada peneliti.
8. Jika partisipan berkehendak untuk menghentikan proses wawancara mendalam
oleh karena suatu hal (kegiatan atau yang lain), maka hak tersebut akan
diberikan dengan membuat perjanjian penentuan waktu bertemu kembali sesuai
dengan yang disepakati bersama antara peneliti dengan partisipan.
9. Pelaporan hasil penelitian ini nantinya akan menggunakan kode partisipan dan
bukan nama sebenarnya.
Demikian penjelasan ini dibuat untuk memberikan informasi yang akurat dan
jelas kepada calon partisipan, dan atas kerja samanya peneliti sampaikan terima kasih.
Hormat saya,
Peneliti,

Martha Evi Riana Purba

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


125

Lampiran 2 lembar persetujuan menjadi partisipan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PADA PENELITIAN


PENGALAMAN DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
KAITANNYA DENGAN INTEGRITAS PERAWAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :……………………………………………………………………
Umur :……………………………………………………………………
Pekerjaan:…………………………………………………………………
Domisili:……………………………………………………………………
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan penelitian ini dan setelah
mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya tentang manfaat penelitian ini, maka saya
memahami tujuan yang nantinya akan bermanfaat bagi proses pendokumentasian
asuhan keperawatan. Saya mengerti bahwa penelitian ini menjunjung tinggi hak-hak
saya sebagai partisipan. Saya berhak menghentikan pastisipasi dalam penelitian ini jika
suatu saat saya merasa keberatan.

Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi partisipan pada


penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi pendokumentasian asuhan keperawatan
selanjutnya. Dengan menandatangai surat persetujuan ini, berarti saya telah menyatakan
kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Jakarta, ……………………. …..

Tanda Tangan Peneliti Tanda Tangan Partisipan

(………………………) (……..…………………)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 3 pedoman wawancara mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PENELITIAN PENGALAMAN


DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN KAITANNYA
DENGAN INTEGRITAS PERAWAT
Pernyataan Pembuka
Salam, Saya sangat tertarik sekali terhadap upaya teman-teman keperawatan di
satu RS pemerintah di Jakarta dalam upaya melaksanakan pendokumentasian asuhan
keperawatan kepada pasien. Pada kesempatan ini saya ingin bapak/ ibu menceritakan
kepada saya tentang pengalaman perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
kaitannya dengan integritas perawat, pengalaman bapak/ ibu terkait integritas dalam
melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Contoh pertanyaan yang dapat diajukan untuk memfasilitasi wawancara antara
lain :
1. Bagaimana pengalaman saudara dalam pendokumentasian asuhan keperawatan?
(menjawab pertanyaan apa saja yang sudah dilakukan? Kapan melakukan?)
a. Berdasarkan pengalaman, apakah yang dilakukan sudah sesuai dengan SPO?
b. Apakah pernah melakukan tindakan asuhan keperawatan tapi tidak
mendokumentasikan? Bagaimana perasaannya? Apa yang dilakukan setelah
tahu? Apakah pernah melihat teman/ perawat lain melakukan hal tersebut?
Bagaimana perasaan Saudara? Apa yang dilakukan setelah itu?
c. Apakah pernah mencatat tindakan keperawatan yang tidak kita lakukan?
Bagaimana perasaan Saudara? Apa yang dilakukan setelah itu? Apakah pernah
melihat teman/ perawat lain melakukan hal tersebut? Bagaimana perasaan
Saudara? Apa yang dilakukan setelah itu?
d. Apakah pernah mencatat yang berbeda dengan hasil yang didapat (beri contoh
kasus)? Bagaimana perasaannya? Apa yang dilakukan setelah itu? Apakah
pernah melihat teman/ perawat lain yang melakukan hal tersebut?
2. Menurut pengalaman saudara mengapa perawat perlu melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan?

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


127

(lanjutan)
3. Dari pengalaman Saudara apa manfaat yang dirasakan dari pendokumentasian
asuhan keperawatan? Coba sebutkan contohnya yang saudara alami
4. Menurut pengalaman saudara faktor-faktor yang mempengaruhi pendokumentasian
asuhan keperawatan? Yang mendukung pendokumentasian dengan benar? Yang
mendorong pendokumentasian yang salah?
5. Bagaimana upaya Saudara terkait faktor-faktor tersebut? Peran perawat? Peran tim?
Peran institusi?
6. Apa yang Saudara ketahui tentang integritas? Apa yang saudara ketahui tentang
integritas perawat? Coba sebutkan contohnya yang saudara alami dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 4 lembar catatan lapangan

LEMBAR CATATAN LAPANGAN PENGALAMAN DALAM


PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN KAITANNYA DENGAN
INTEGRITAS PERAWAT

Hari / tanggal : ……………………………………………………………..


Pukul : …………………………………………………………….
Tempat : ……………………………………………………………..
Pewawancara : ……………………………………………………………..
Posisi pewawancara :……………………………..……………………………….
Partisipan :…………………………..………………………………….
Posisi Partisipan : ……..…………..…………………………….....................
Dihadiri oleh :………….…..……………… …………………………….

Respon Partisipan Catatan Studi

Ekspresi non verbal partisipan

Sikap partisipan saat wawancara

Kondisi lingkungan saat wawancara

Respon pewawancara saat wawancara

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


129

Lampiran 5

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema

Keluhan-keluhan yang menonjol, kesadaran


compos mentis (R1) Menuliskan
Setiap ada perubahan kondisi itu keluhan,
terdokumentasi biasanya (R7) riwayat
Menulis semua riwayat pasien, apa yang terjadi kesehatan
pasien, keadaannya, tulis semua (R1)
Tanda-tanda vital itu harus terdokumentasikan
di awal (R9)
Timbang berat badan ukur tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar perut, lingkar dada (R9)
Di ruang intensif untuk di O untuk data kita Menuliskan
pakai ABCD, baru kita head to toe (R7). TTV,
Anamnesa baik terhadap pasien maupun pemeriksaa
keluarganya bisa juga nanti pengkajian fisik; n fisik head
pemeriksaan fisik dalam bentuk TTV ataupun to toe
head to toe (R8)
Anamnesa baik terhadap pasien maupun
keluarganya bisa juga nanti pengkajian fisik;
pemeriksaan fisik dalam bentuk TTV ataupun
head to toe (R8)
Pengkajian mulai dari head to toe (R9)
EKG ulang untuk kasus-kasus kardio atau Menuliskan
STEMI mungkin sih akan saya tulis (R2) data-data
Pengkajian terhadap data-data penunjang yang Menuliskan Menuliskan
penunjang, proses asuhan pendokumentasia
sudah ada sebelumnya, misalnya rontgen, USG misalnya
atau CT Scan (R8) keperawatan n asuhan
EKG, rotgen, dimulai dari keperawatan
Pengkajian SOAP dulu atau langsung masuk ke
USG, CT menulis sesuai proses
lembar pemantauan di HD karena kan
Scan pengkajian, asuhan
pengkajian awal tidak ada tadi (R4)
merumuskan keperawatan
Ya sampai pulang ya dievaluasi (R5)
masalah dan secara
Penulisan SOAP itu sudah berjalan dengan diagnosa dan terintegrasi dan
sesuai dengan kondisi pasien here and now nya tindakan sesuai SPO
(R7)
keperawatan
Evaluasi SOAP dari dulu per shif; Tapi Menuliskan
belakangan itu berubah lagi di revisi lagi
evaluasi
SPOnya penulisan SOAP itu dilakukan setiap
shif (R8) SOAP atau
Pengkajian ulang resiko jatuh, pengkajian ulang pengkajian
nyeri, pengkajian ulang terhadap kasus nutrisi ulang
atau status fungsional, mengisi formulir
pengkajian ulang, (R8)
Pengkajian ulang terkait dengan beberapa
indikator –indikator mutu asuhan keperawatan,
terus ada formulir yang disebut dengan
discharge planning (R8)

Menulis
Merumuskan masalah, mendiagnosis (R10) diagnosis
Diagnosis, planningnya, planning itu gak nulis keperawatan
apa apa (R1) sesuai hasil
Diambil memang salah satu diagnosis yang saat pengkajian
itu memang yang dikeluhkan ke pasiennya
memang sekarang (R5)
Membuat renpranya sesuai assessmen nya tadi Menulis
(R8) renpra

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

EKG ulang untuk kasus-kasus kardio atau


STEMI mungkin sih akan saya tulis (R2)
Perekaman EKG dengan enzim jantung seri Menuliskan
ke dua, saya akan tulis, (R2) proses
Keluar instruksi untuk memeriksakan enzim asuhan
jantung sekian jam, saya akan tulis (R2) Menuliskan keperawatan
Nulis tiap jam pelaporannya, trus lapor dok tindakan dimulai dari
sekian suhunya (R2) keperawatan menulis
Tindakan yang kita kerjakan baru kita tulis ke berbentuk pengkajian,
lembar perawatan (R3) cek list dan merumuskan
Ada di pendokumentasian tindakan sesuai masalah dan
pemasangan infus jam berapa. (R6) dengan diagnosa
Seharusnya kan tindakan yang kita lakukan intruksi dan tindakan
harus didokumentasikan (R6) dokter keperawatan
Ada tindakan keperawatan semua, kita
tinggal buat nota penceklisan (R9)
Formulir CPPT ada kolom jam dan tindakan
(R9) Menuliskan
pendokumentasi
Prosesnya dicoret ditandatangan (R5) Menuliskan an asuhan
Pendokumentasian itu sudah lebih lengkap Menuliskan pendokumen keperawatan
(R6) sesuai SPO tasian sesuai proses
Sesuai [pendokumentasian yang selama ini sebelum dan asuhan
dilakukan sudah sesuai dengan SOP] (R6) sesudah keperawatan
terintegrasi secara
sesuai SOP terintegrasi dan
Dulu kan penulisan S O A P tidak tiap shif hanya sesuai SPO
pagi saja (R7)
Sebelumnya, SPOnya masih pagi saja S O A P
nya, tapi sekarang sudah diperbaharui SPO nya
oleh komite keperawatan. Jadi sekarang SOAPya
tiap shif (R7)
Jadi formulir-formulir lama sudah diganti dengan
formulir-formulir yang baru (R8)
Mendokumentasi jadi khusus status, kalau di
lapangan khusus nyuntik, nensi, ngukur suhu
pasang infus dan lain sebagainya (R10)
Tulisan dokter ditulis dengan tinta warna biru Menuliskan
ehh dengan tinta warna hitam. Kalau perawat sebelum
dengan tinta biru tenaga kesehatan lain, entah terintegrasi
gizi entah fisioterapi dengan tinta warna hijau
(R4)
Perawat dan dokter bisa saling melihat sehingga
apa pendokumentasian itu lebih jelas, lebih
terarah dan termonitor itu khususnya terkait
kondisi pasien dan rencana-rencana terlihat jelas
Kita melakukan pengkajian dengan format
SOAP (R4)
Modelnya SOP, hanya subjektifnya aja‖, ya udah
selama ini kita subjektif , kadang-kadang nanti
berubah lagi (R5)
Memang lebih terinci ya, lebih subjeknya apa,
objeknya apa, terus planningnya apa, (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


131
(Lanjutan)

Kalau sekarang-sekarang sudah seragam Menuliskan


kayak di Teratai sudah ada subjek objek sebelum
untuk sore malam tapi kalau yang di kita terintegrasi
baru ini kita seragam (R5)

Sesuai dengan edisi terbaru kan se edisi


SNARS itu harus S O A P nya tiap shif (R7)
SOAP ditulis sesuai dengan kondisi pasien
here and now nya SOAP (R7)
Sudah beberapa kali mengalami pergantian
atau revisi formulir (R8)
Berbarengan atau mengikuti standar
akreditasi (R8)
Ada formulir catatan perkembangan pasien
terintegrasi yang juga mengalami perubahan
beberapa kali sejak 2011 itu, ada formulir
pencatatan vital sign, formulir implementasi
tindakan keperawatan dan beberapa kali Menuliskan Menuliskan Menuliskan
mengalami perubahan atau merenovasi terus pendokumen pendokumen pendokumentasi
berikut juga ada formulir dokumentasi terkait tasian tasian an asuhan
edukasi atau informasi kepada pasien (R8) sesudah sebelum dan keperawatan
Tindakan fungsional, jadi kita selesaikan terintegrasi sesudah sesuai proses
dulu yang pagi siang dan malam, jadi kita terintegrasis asuhan
selesaikan dulu semua tindakan baru kita esuai SOP keperawatan
melakukan pencatatan (R9) secara
Kesulitannya mungkin karena dulu masih terintegrasi dan
fungsional gitu ya jadi, sebetulnya sih sudah sesuai SPO
team namun karena keterbatasan tenaga kita
(R10)
Perawat
Siapa saja boleh menulis (R1) pelaksana
Harusnya dia juga kan (R1)

Katim, (R1) Perawat


Bukan tanggung jawab saya nulis (R1) PN/Katim/ yang
penanggung jawab, Katim, (R1) PJ shift berperan
SOAP kan emang tanggung jawab si ka- menulis
timnya, ada buktinya, SOAP emang tanggung
jawab si PN (R1)
Sekarang kita sudah menggunakan sistm
BPJP, jadi yang berhak menulis di status
adalah PPJP (R7)
Untuk pendokumentasian harus dilakukan
oleh PPJP karena ia yang akan verefikasi
semuanya (R7)
PPJP harus tau dan yang berhak menulis dia
bukan yang ngebantu (R7)

Skema 4.1 Menuliskan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai proses asuhan


keperawatan secara terintegrasi dan sesuai SPO

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 6

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema

Jujur, ada juga orang yang nembak, nembak-


nembak hasil hasil tensi ada (R1)
Yang paling sering nembak itu nafas, nadi,
sama suhu , nafas ya, suhu yang nembak, itu
yang suka nembak kalau pasien dewasa (R2)
Gak nyambung , keluhan dengan BAB hitam
5x, cair, datang ke kita. Masuklah di
pengkajian frekwensi BAB 1x, warna
kuning (R2)
udah skimming, sama rata aja. Nafas 18,
ohh suhu sekian. Ada, pasti ada. (R2)
Sesak misalnya,
Ditulis dibikin gak
tapi datanya RR nya di awal
real.. (R2)18x/
menit, 18 kok kayaknya pasiennya nafasnya
―nah ini kok dari hasil ini beda ya
cepat (R2)
dari klinis pasien‖ gitu jadi ternyata
pas dikonfirmasi ―ini kok nggak
cocok dari situasi pasien sebenarnya Mendokumenta
sampai sekarang‖ gak tahunya iya sikan asuhan
salah (R3) keperawatan
belum sesuai
Palingan ini IO yang in take out put SPO dan
kardeks, palingan yang sering ini pedoman
terus obat, kardeks obat, terus Menuliskan Mendokum pengorganisasi
kardeks yang tanda-tanda vital (R5) kondisi entasikan an pelayanan
pasien belum keperawatan
Intake output kita habis dimarahin, yang
dengan berpusat
intake outputnya nggak bener, hasil yang pada dipengaruhi
kadang-kadang jadi begitulah ditebak kondisi oleh beberapa
pasiennya (R5) pasien faktor SDM
Nggak ada tem ya udah lah 36, perawat dan
metode,
Kadang apa kayak termometernya material RS
rusak, memang jadi asal nebak,
nggak demam kok kak, nggak panas
kak (R5)
Pengen cepat selesai dan buru-buru.
Jadi nulisnya asal-asal gitukan (R7)
Dapet temuan yang tulisannya tidak
sesuai jadi pasiennya (R7)
Data-data fokus yang berkaitan
dengan pasien itu kekhsusannya
orthopedi tidak termuat baik itu
dalam pengkajian maupun CPPT

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


133
(Lanjutan)

Yang pernah salah itu misalnya


menulis RR 20 nya, ternyata
pasienya dengan retraksi dengan
dinding dada, berartikan retraksi
RRnya harus lebih dari 30 (R9)
Data penunjang nya kurang memicu
untuk mengangkat diagnosa tersebut
(R10)
Menambahkan, anggap aja itu semacam
perubahan kondisi pasiennya, data yang
terbaru, kesannya perubahan, sebenernya sih
gak, sama-sama,berkesannya memang,
pasiennya ini memang sudah perburukan,
ada perburukan, bikin data-data palsu, bikin
data-data palsu (R2)
Begitu banyak manipulasi data,
misalnya dia melakukan pengkajian
itu jam 9 tapi jam 10 juga udah
ditulis tensinya gitu padahal masih
jam 9 juga ada beberapa begitu. (R4)
Terminasi jam 12 tapi udah ditutup Mendokumenta
jam 11. Jadi tensi terminasi itu sudah sikan asuhan
di karang indah (R4) keperawatan
belum sesuai
Pasiennya di akhir terminasi itu 80 SPO dan
gitu tapi di pendokumentasian 120 pedoman
tensinya. Yang sebenarnya terjadi Menuliskan Mendokum pengorganisasi
nggak terdokumentasi dengan baik kondisi entasikan an pelayanan
pasien belum keperawatan
(R4)
dengan berpusat yang
Tadi misalnya jam terminasi jam 12 hasil yang pada dipengaruhi
kita bikin tensinya 120/ 80 ternyata ditebak kondisi oleh beberapa
yang real nya 70/ 60. (R4) pasien faktor SDM
Nulis, RR normal itu berapa berarti perawat dan
metode,
range nya di situ aja diambil (R6) material RS
Nadi kan harusnya kita ngitung tu.
Mungkin kita pegang bentar dan kita
ngerasa irama nya bagus kok. Ok
jadi kita ambil range yang aman nya
(R6)
Kondisi bayi yang ini dengan ini
mungkin sama jadi gimana caranya
biar waktu saya ga terbuang (R6)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Kalau tidak dikerjakan sih iya,


lebih ke arah gak dikerjain,
belom diminum tapi udah
dikasih bukti bahwa obat sudah
diminum, hanya nulis tapi tidak
dikerjakan secara real. (R2)
Pernah tindakan yang tidak kita
lakukan tapi saya catat.. (R6)
Pernah [rekan perawat tidak
melakukan tapi
mendokumentasikan]. (R6)
Lebih ke jaga mala, sore atau
malam. Waktu bayi lagi
crowded-crowded nya banget
dan kita harus minuminnya di
jam tertentu dan kita ga mampu
laksana, akhirnya kita akhirnya
Mendokumentasi
ya kita tulis. Saya tulis. (R6) Mendok kan asuhan
Ya, pernah [melihat teman yang umentasi keperawatan
juga tidak mendokumentasikan] Mendoku kan belum sesuai SPO
mentasika belum dan pedoman
(R6) n berpusat pengorganisasian
Menulis pasien terpasangan implemen pelayanan
pada
gelang identitas terkait resiko tasi yang kondisi keperawatan yang
jatuh ya. Kan ada diagnosis tidak pasien dipengaruhi oleh
resiko jatuh. Pasien terpasang dilakukan beberapa faktor
gelang, pasien terpasang reil gitu dari SDM perawat
dan metode,
ya, trus ternyata tak terpasang material RS
reilnya (R7)
Jadi nulis pasien terpasang
gelang identitas berwarna pink
dengan terkaji resiko jatuh
berwarna kuning ditulis, tapi
kajinya gak ada (R7)
Yaitu pernah lah sesekali
[melihat perawat lain
mendokumentasikan tapi tidak
mengimplementasikan],
Misalnya sudah diberikan
vitamin, sudah diberikan terapi
oral, ternyata terapi oralnya
habis gitu. (R7)
Saya sudah pasang infus rapi nih
tapi saya lupa nulis (R1)
Aku takar nih, ooh kalau hanya
untuk rutinitas sehari-hari seperti
EKG rutin tiap pagi aku gak

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


135
(Lanjutan)

pernah tulis (R2)

Hanya sekedar untuk mengulang


saja kadang saya gak akan
kerjakan penulisannya (R2)
Aktif, harus catat dengan detail
urinnya berapa, NGT, EKG (R2)
Gak ditulis juga gak ada bukti
(R2)
Loss aja begitu tanpa ada yang
membuktikan bahwa dia itu
sudah mengerjakan (R2)
Mengimplem
Banyakan dikerjakan tapi gak entasi asuhan
ditulis (R2) keperawatan Mendokum
Gak nulis, buangnya berapa, tapi tidak entasikan
warnanya apa, jam berapa,. Jadi mendokumen asuhan
tasikan keperawata
kadang-kadang suka mis (R2) misalnya n belum
Suatu hal yang bener-bener Mendoku
perekaman sesuai SPO
mentasika
sebagai bukti, dasar, nyata yang EKG, n belum
dan
kita kerjakan (R2) mencatat pedoman
berpusat
jumlah urin pengorgani
pada
pasien, sasian
NCP tidak terprint (R6) kondisi
edukasi, pelayanan
pasien
loading NaCl keperawata
n yang
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor dari
SDM
perawat
dan
metode,
material RS

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Ya, [metode] fungsional , jadi satu juga


penanggung jawabnya ini, yang lain ke
pasien, yang satu diam di ruangan eh,
di nurse station. (R1)
Belum bisa secara murni bagi habis Mendokumenta
(R1) sikan asuhan
Main salah-salahan (R1) keperawatan
Bebannya beda beda, belum boleh belum sesuai
terlalu banyak nulis, (R1) Masih Mendokume SPO dan
Engga mau tuh nulis, cuman lapor menerapkan ntasikan pedoman
metode asuhan pengorganisasia
doang (R1) n pelayanan
fungsional keperawatan
Yang tuanya yang jadi pantengan untuk keperawatan
dipengaruhi
di ininya menulis (R5) oleh SDM yang
Kadang ya mereka yang nulis gitu perawat dipengaruhi
[tindakan yang dilakukan perawat oleh faktor
yunior] (R5) SDM perawat,
Ya,[ perawat yang senior lebih fokus ke metode
pendokumentasian, perawat yang penugasan dan
material RS
junior] Lebih ke tindakan (R5)
Paling kita ya, kita yang PN (R5)
Siapa yang pegang kan kita bagi
kadang-kadang ya dibagi-bagi, kadang
ya dibagi bagi penanggung, cuman
memang tetap aja kita larinya juga ke
PN juga ya PN (R5)
Ya, tergantung, kadang-kadang yang
memasukannya PA nya yah mereka
kalau misalnya ada kesalahan ya
dicoret mereka . Kak ini salah kak,
tanda tangan mereka yang masukin
kadang-kadang. Jadi nggak selalu PN;
(R5)
Dia yang mengerjakan kan jadi yah dia
yang memasukkan sekalian biasanya
seperti itu. Kecuali dia repot ya kita
yang bantu (R5)
Betul [PPJP itu adalah PJ Shif, masih
menerapkan bahwa1 orang melakukan
tindakan, semuanya fungsional] , masih
campur (R7)
Berarti disini bukan bagi habis ya kak,
kalau untuk sore malam tim,
sebenarnya kita sudah membagi PN 1
dan PN 2, tetapi karena kondisi
keterbatasan tenaga, jadi saling
mengingatkan jika tim A penuh dengan
pekerjaan tim B bisa bantu, tetapi tim B
bukan berarti melupakan pekerjaanya.
(R9)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


137

(Lanjutan)

Sesuai dengan tingkat pengetahuan, (R1)

Pendidikannya (R1)

Agak susah ya adaptasinya lama, sering bikin


kayak mis mis (R1)
Masih belum banyak pengalaman (R1)
Pengetahuan yang dia tahu ya, (R3)
Ya udah dia ngaku sendiri, iya aku masih
belum paham (R3)

Jadi dia kalau ga belajar kan dia ga akan bisa-


bisa. Pengaruh sekali [faktor pendidikan] ;
Kalau saya belum ini [S1], yang saya jelaskan
kan hanya berdasarkan pengalaman aja kan.
Tapi kalau S1 pengetahuannya lebih banyak
lagi. D3 kalau yang dia mau belajar tapi dia
orangnya nggak males belajar, cukup, ya udah
sih seadanya. Tapi kan kalau misalnya S1 kan
ada penelitian ini, pada ini lebih luas sih
wawasannya; (R5)
Harus bikin ini coba belajar, nanti besok kamu Mendokumenta
aku liat dulu, ada yang kayak itu besoknya sikan asuhan
begini ya kak? Iya, saya lebih suka orang keperawatan
banyak nanyakan daripada ini kan kadang- belum sesuai
kadang nanya sama yang tua, yang senior jadi SPO dan
jangan merasa kita merasa bisa terus tapi kita pedoman
juga kurang banyak harus belajar juga gitu, Dipengaruhi Mendokume pengorganisasia
saya juga gitu belajar, saya juga nggak bisa tapi oleh faktor ntasikan n pelayanan
saya harus belajar,saya bilang kita harus sama- pendidikan asuhan keperawatan
sama belajar (R5) dan keperawatan yang
pengetahuan dipengaruhi dipengaruhi
Kendala bagi kami sih ketika di ruang pengalaman oleh SDM oleh beberapa
orthopedic saya tidak bisa jamin pemahaman perawat faktor SDM
saya dengan sama sehingga ketika ia akan
perawat dan
melakukan pengkajian data-data fokus itu bisa
metode
saja missing saat mereka mengkaji karena
penugasan,
mengikuti dari formulir yang ada sehingga
material RS
mereka tidak masukkan dalam pengkajian atau
apapun dalam mengangkat diagnose (R8)
Pengetahuan (R10)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Males males nulis (R1)
Malas
Ada yang rajin, ada yang malas, dan ada yang mendok
bodo amat. (R10) umentasi
kan
Lupa menulisnya karena memang bayinya
kondisinya harus seg

Paling kalau lupa untuk tanda tangan padahal


sudah diberikan (R6)
Lupa
Lupa memberikan tapi tanda tangan (R6)
mendokume
Tidak dikomunikasikan…Tapi terkadang ntasikan
karena kesibukan, tingkat kesibukan kemudian
lupa ya itu ada beberapa. Yang terlupakan pasti
ada (R7)

Kayak seperti dinas malam, lupa tadi malam


sudah konsul kedokter ini, ke dokter bedah
syaraf misalnya tapi dokternya belum datang,
instruksi aja (R7)

Cuma dia lupa nulis gitu. Kan itu bukan


sesuatu yang fatal. Masih bisa ditoleransi
ketika shif berikutnya masih bisa dilengkapi
atau kita yang melengkapi masihkan tidak
masalah ya kan (R7)
Lupa mendokumentasikan dan di shift
berikutnya dokter tersebut merasa tidak ada
Itukan
laporankadang
(R9) kita suka lupa tuh, (R3)

Ketinggalan karna
Saya lupa, tadi sayalupa lagi
sudah ke pasien
siapkan ini lohyang
kak, Mendokumenta
ini memang
sebelumnya mungkin karena overlooping, diam
mau mengerjakan tapi terdistraksi dengan yang sikan asuhan
lain jadi
Kalau akulupa (R9) pribadi sih lupa, Itu sering
secara keperawatan
Melakukan
kita lakukantapiedukasi
saya lupa (R10)
tapi giliran untuk di belum sesuai
dokumentasikan di lembartapi
Dioperin pas ngoperin edukasi
suka terintegrasi
lupa nulis SPO dan
(R10)
lupa, justru lupa atau gak ingat gitu, (R4) Mendokume pedoman
Khusus
Kondisi dokumentasi aja terbatas
perawatnya yang ee, edukasi
(R2) aja ee, ntasikan pengorganisasia
terus misalnya ini kita kan ada inform konsen
Hanya itu aja sih pendokumentasian, cuman Jumlah asuhan n pelayanan
per 3 bulan
memang kadang-kadang
kita kadang itu lupa yaatau
kita kendalanya itu
Perawat keperawatan keperawatan
pasiennya banyak (R5)
gimana ya udah nanti aja gitu akhirnya per 6
Terbatas dipengaruhi yang
Sebenernya
Tadi aku lupa‖pasien
kadang20kadang
aja seperti
tidak maksimal
itu; (R5) oleh SDM dipengaruhi
jadinya untuk lebih ini nya sih tidak maksimal
sebenarnya kalau yang manusia
pasien-pasiennya perawat oleh aktor SDM
Kadang suka lupa namanya (R5)
banyak; baru terisi kadang-kadang 13 pasien perawat dan
aja kita udah repot sekali ya, kadang-kadang
Tidak terisi kadang-kadang
trus belum lagi yang sebelahkansini
kitadisini
lupa; (R5)
tu 20 metode ,
ya. Itu kadang, apalagi full itu 20, sekarang aja material RS
18 ya ini
Temen ga ya dengan
nulis berbagai
kadang macam.faktornya
lupa, karena (R5)
itu karena kesibukan
Sementara ya jumlahaja kayanya;
perawat (R5)
ratio perawat
dengan pasien juga tidak sesuai. (R7)
Dia yang gimana oh iya dia lupa (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


139
Beban kerja perawatnya tidak overlooping, jadi
(Lanjutan)
di rumah sakit manapun beban kerja lebih
tinggi dibandingi semestinya. (R9)

Beban kerja terlalu banyak mungkin saja kita


Jumlah
melakukan kesalahan, rata-rata juga
Perawat
mengeluhkan hal yang salah (R9)
Terbatas
Jumlah 1 perawat 4 pasien atau 5 pasien sih
agak kesulitan ya kalau kita sesuai dengan apa
yang kita kerjakan kita tulis itu kayaknya susah
(R10)

Jadi ga harus ke tulisan aja. Pegal juga loh


lumayan, jadi kadang-kadang kalau aku pas 18
dinas pagi nih kaya sekarang nih ya, cenat
cenut. Itu aja sih kendalanya, tangan-tangannya
yang ga kuat (R5)

Faktor menulis tergantung moody, mungkin


kalau dia lagi banyak pikiran penulisannya gak
bagus bisa jadikan, (R7) Dipengaruhi
oleh
Fisik, kesehatan fisik kan mempengaruhikan kelemahan
kesehatan. Kalau orang lagi pusingkan kalau fisik /
nulis banyak yang gak benar(R7) mental
Kondisi lingkungan resource kali, kalau sudah
berkeluarga jadi tidak menanggalkan aribut
saat di rumah ketika dia didatangkan di dunia
kerja. Katanya ada masalah dirumah dibawah
ke tempat kerja , maka tidak konsentrasi, maka
dokumentasinya tidak sesuai dengan
semestinya. (R9)

Mendokumenta
sikan asuhan
Bukan karena faktor tidak ada waktu atau
keperawatan
nggak sempet kalian lagi tapi mungkin karena
belum sesuai
kami, kita sebagai perawat lalai kali ya (R4)
SPO dan
pedoman
Itu mungkin karena bukan karena nggak pengorganisasia
sempat atau bagaimana gitu tapi memang n pelayanan
kayaknya udah budayanya begitu (R4) Mendokume keperawatan
ntasikan yang
asuhan dipengaruhi
Sebenarnya apa ya aduh kok begitu sih gitu keperawatan oleh faktor
tapi ya lama-kelamaan ke bawa arus juga sih Lalai dipengaruhi SDM perawat,
jadi ikut-ikutan juga. Tapi sebenernya nggak oleh SDM metode
baik kayak gitu-gitu aja. Kenapa sih kita harus perawat penugasan, dan
terburu-buru apa sih yang dikejar gitu. Tetapi
material RS
karena udah begitu semua kali ya udah ke
bawa arus kak. (R4)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Ketika kita mau mengisi pengkajian atau
beberapa indikator-indikator lain yang seperti
tadi saya bilang ―kok ini formulirnya sudah
beda lagi ya, perasaan belum ada sosialisasi
pergantian formulir‖ sehingga kita sebelum Belum
mengisinya (R8)
sosialisasi
Belum ada sosialisasi terkait satuan kerja formulir
terkait ataupun unit-unit pelayanan perawatan
yang dilakukan. jadi, itu yang membuat
bingung kadang-kadang, karena kita tidak tahu
kok udah berubah lagi ni formulirnya dengan
yang baru. (R8)

Catatan itu minimal untuk bantu kadang kita


namanya situasi di lingkup kerja itu kadang-
kadang nggak fokus di satu tempat, (R3)

Nggak teliti seperti itu . (R3) Tidak fokus,


tidak teliti
mencatat
Kita mobilisasi nya tinggi pindah ke belakang
langsung ada lagi, kayak gitu kak jadi untuk
fokus itu biasanya sulit (R10)

Waktu yang jauh lebih panjang untuk


memberikan tindakan (R1)

Harus menuliskan apa yang kita kerjakan itu


jauh sangat sedikit waktunya Mendokumenta
sikan asuhan
Waktu kita terbatas (R2)
keperawatan
belum sesuai
Melakukan sebisa mungkin paling tidak data SPO dan
apa yang bisa saya dapatkan ketika mengkaji di pedoman
jam dinas, gak akan sempat nulisnya lagi (R2) pengorganisasia
n pelayanan
Kayaknya gak sempet deh aku nya nulis per keperawatan
setengah jam, dengan maunya dokternya gitu yang
kan, jadi akan ada loss loss untuk dipengaruhi
pendokumentasian yang gak saya kerjakan Memiliki Mendokume oleh faktor
(R2) keterbatasan ntasikan SDM perawat
Musti dilapor, musti ditulis, musti dikerjakan, waktu asuhan dan metode
merasa aku sibuk atau merasa gak punya waktu keperawatan penugasan,
(R2) dipengaruhi material RS
oleh SDM
perawat
Saya nggak sempat mendokumentasikan (R3)

Kadang mereka mereka yang kayak keliling


juga nggak nggak sempet, ya nggak sempet dia
membantu juga kadang mereka udah fokus ke
tindakan; ya karena memang ini ee waktu kita
keliling saja ee ini sekali ya, jadi kadang-
kadang kalau lagi sibuk memang tidak ter
cover (R5)
Banyak memang ini kita jadi kita kejar-kejaran
waktu; palingan intake outputnya ketinggalan
(R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


141
Sebenernya pasien 20 aja tidak maksimal (Lanjutan)
jadinya untuk lebih ininya sih tidak maksimal
sebenarnya kalau yang pasien-pasiennya
banyak ; baru terisi kadang-kadang 13 pasien
Memiliki
aja kita udah repot sekali ya, kadang-kadang
trus belum lagi yang sebelah sini disini tu 20 keterbatasan
ya. Itu kadang, apalagi full itu 20, sekarang aja
waktu
18 ya ini ya dengan berbagai macam. (R5)

Ga tercantum lagi di dokumentasi, karena apa,


sudah wah sudah jam segini saya harus
tindakan ini saya harus mendokumentasikan
lagi nih akhirnya ga lengkap (R6)

Ga sempat nih menulis di laporan saya di


pendokumentasian (R6)
Dipengaruhi
Patuh (R7)
oleh
kepatuhan
Caring (R7)

Kita bekerja dari hati. Bisanya timbul caring ya Dipengaruhi


itu kita pakai hati bekerja itu, bukan sekedar oleh Caring
simpati tapi empati (R7)

Terus terdistraksi, terdistraksi, sering


terdistraksi (R1)

Distraksi jadi lupa ngomong ke dokternya, lupa Mendokumenta


ngasih tau, (R2) sikan asuhan
keperawatan
Ada stigma dari pihak pasiennya, keluarganya, Mendokume belum sesuai
ada komplain, ada keluhan, keluarganya sih ntasikan SPO dan
mikirnya, nulis mulu susternya, stigma-stigma asuhan pedoman
dari pihak luar baik pasien kah atau keperawatan pengorganisasia
keluarganya sendiri, stigma-stigma dari pihak dipengaruhi n pelayanan
luar baik pasien kah atau keluarganya sendiri oleh keperawatan
(R2) metode dan yang
material RS dipengaruhi
Tapi terkendala dengan keluarga pasien yang oleh faktor
datang, Akhirnya mundur atau gak kita yang Dipengaruhi SDM perawat,
apa ya yang saya lakukan apa ya? (R6) oleh metode
distraksi penugasan,
Kondisi yang kita maksudnya nih jam besuk daan material
seharusnya kita bisa menulis dokumentasi tapi RS
kan keluarga pasien pengen tau jadi
menghabiskan waktu dengan keluarga.
Sehingga pendokumentasian belum selesai dan
setelah jam besuk kita harus melakukan
tindakan lain (R6)

Ya memang waktu jam besuk kita bisa nulis


sedikit terganggu lagi (R6)

Kita punya keahlian nulis sambil ngomong tapi


kan kita ga bisa ngomong sambil komunikasi.
Masa sih kita nulis jadi pak gini-gini ga
mungkin kan. Jadi waktunya terbuang tapi kita
harus nulis lagi tapi gimana caranya
meminimalkan waktu (R6)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Jumlah pasiennya banyak, kondisi jumlah


pasien yang tidak terlalu banyak (R2).
Pasiennya itu stagnancy mereka banyak
merasa, ya udah sih mereka udah stagnancy ini
(R2)

Hanya itu aja sih pendokumentasian, cuman


memang kita kadang kita kendalanya ya itu
pasiennya banyak (R5)
Sebenernya pasien 20 aja tidak maksimal
jadinya untuk lebih ini nya sih tidak maksimal Mendokumenta
sebenarnya kalau yang pasien-pasiennya sikan asuhan
banyak; baru terisi kadang-kadang 13 pasien keperawatan
aja kita udah repot sekali ya, kadang-kadang belum sesuai
trus belum lagi yang sebelah sini disini tu 20 SPO dan
ya. Itu kadang, apalagi full itu 20, sekarang aja pedoman
18 ya ini ya dengan berbagai macam. (R5) Jumlah Mendokume pengorganisasia
pasien ntasikan n pelayanan
Crowdednya ruangan, crowdednya pekerjaan berlebih asuhan keperawatan
terus harusnya perawat megang berapa pasien keperawatan yang
akhirnya ga bisa. (R6) dipengaruhi dipengaruhi
oleh oleh faktor
Jadi idealnya 4 sampai 5, jadi crowded itu metode dan SDM perawat,
ketika kita udah megang pasien yang 7 sampai material RS metode
8 terus yang harusnya dia di level 2B atau penugasan dan
NICU karena di sana penuh akhirnya ke kita material RS
itukan crowded karena kita akan untuk megang
dia itu berarti harus mengurangi misalnya yang
tadinya dia harus megang 5 akan ada satu bayi
yang full observasi akhirnya dia megang 3 ya
karena observasi ini penting banget akhirnya
dia nambah lagi . Ya definisi crowded (R6)

Masih kurang baik lah, over kapasitas,


crowded nya ruangan, banyaknya pasien (R6)

Faktor utama nya crowded nya. Kita kan ga


bisa memprediksi. (R6)

Yang kapasitas, kondisi ruangan itu kita ga


bisa prediksi. Misalnya kalau di dewasa udah
full ga bisa masuk lagi kalau di bayi itu beda,
kalau udah lahir bayi dan kondisinya misal nya
butuh ventilator mau ga mau kan kesini, kita
sudah edukasi yang bisa masuk ayah sama ibu
nya tapi nenek nya mau masuk, crowded
kondisi yang ga bisa kita prediksi dan keluarga.
(R6)

Kalo pasien crowded kan jam juga cepat jadi


ya udahlah ikut aja (R10)

Biasanya kalo pasiennya udah tenang baru kita


tulis, kalo pasiennya belum sampe selesai
tenang biasanya gak sempet ketulis tindakan
keperawatannya (R10)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


143 (Lanjutan)
Keterbatasan waktu sama crowdednya karena
kan kita 1 perawat megang 4 pasien atau gak 5
pasien kayak gitu kan, agak lumayan kalau di
high care yang lain kan cuma 3. 1 perawat kan Jumlah
menurut data kayaknya penempatannya itu pasien
untuk pasien high care itu penempatannya itu 3 berlebih
pasien 1 perawat kalau kita itu 4 (R10)
Karena ga ada operannya, (R1)

Ga ngeliat planning pagi nih, gak ngoperin, ya


gue gak kerjain, padahal di pagi saya sudah
nulis rinci nih (R1)
Mendokumenta
Gak melihat tulisan (R1) sikan asuhan
keperawatan
Sore nulisnya kurang lengkap, gak terlalu belum sesuai
lengkap, (R1) SPO dan
Mendokume pedoman
ntasikan pengorganisasia
Ngebaca cuman tulisan yang sore, (R1)
asuhan n pelayanan
keperawatan keperawatan
Jangan cuma ngeliat operan dari verbal, baca
dipengaruhi yang
tulisan-tulisan sebelum sebelumnya (R1)
Tidak oleh dipengaruhi
membaca metode dan oleh faktor
Lapor secara verbal, belum dikerjakan atau SDM perawat,
secara utuh material RS
engga tinggal dioperkan (R1) metode
dan tidak
ada operan penugasan dan
Jadi kita berusaha terbentuk habit bahwa kalau material RS
ada apa-apa baca status, kita seperti itu, kalau
gak jelas baru nanya. Jangan langsung nanya
baru lihat status, kek gitu. Apalagi kalau dapat
ruangan yang suka komplain gitu belum baca,
kayaknya baca dulu kali tulisannya (R2)

Habit kali ya habit, itu habit yang paling susah


(R2)

Mengubah habit itu susah sebenernya (R2)

Sekedar sebuah rutinitas dan itu sudah terpola


(R2)

Beban kerja, Beban kerja, sama tadi stigma


dari pihak luar, keluarga pasien merasa, ahhh
suster nya nulis mulu dari tadi, nulis aja (R2)

Ada miss nya, apa gimana kita telusuri dulu


maksudnya dari pas laporan sebelum kita mulai
kita baca dulu catatan-catatan (R3)

Itu dia sepertinya itu nggak sesuai [belum


sesuai SOP] makanya sekarang kita membuat
formulir pengkajian perawat per 3 bulan itu
nanti ke depannya sekarang sih sedang disusun Belum
gitu (R4)
sesuai SOP
Dokumentasi di formulir pengkajiannya tidak
bisa dimasukkan karena mungkin formulir
pengkajiannya tidak mengakomodir itu (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Keputusan mereka itu kadang-kadang


membuat kita di lapangan itu jadi kewalahan
(R4)
Mendokumenta
Sebelumnya formulirnya belum di
sosialisasikan, tapi ternyata sudah di edarkan di sikan asuhan
ruangan perawatan. Sehingga kita harus keperawatan
mengisinya padahal belum disosialisasikan
(R8) belum sesuai
POKJA mereka belum melakukan survey atau Tidak Mendokume SPO dan
second opinion memintain pendapat di user-
adanya ntasikan pedoman
user dipelayanan kususnya perawat-perawat
yang ada di pelayanan (R8) survey asuhan pengorganisasia
sebelum keperawatan n pelayanan
Beberapa yang dilakukan revsisi terus di
revisi dipengaruhi keperawatan
ujicobakan ke ruangan, sebelum dilakukan uji
coba diruangan itu tidak ada proses sosialisasi formulir dan oleh yang
terlebih dahulu oleh pejabat terkait atau satuan
tidak ada metode dan dipengaruhi
kerja terkait (R8)
sosialisasi material RS oleh beberapa
Ketika kita mau mengisi pengkajian atau
beberapa indikator-indikator lain yang seperti petunjuk faktor
tadi saya bilang ―kok ini formulirnya sudah
beda lagi ya, perasaan belum ada sosialisasi
pergantian formulir‖ sehingga kita sebelum
mengisinya (R8)
Belum ada sosialisasi terkait satuan kerja
terkait ataupun unit-unit pelayanan perawatan
yang dilakukan. jadi, itu yang membuat
bingung kadang-kadang, karena kita tidak tahu
kok udah berubah lagi ni formulirnya dengan
yang baru. (R8)

Skema 4.2 Mendokumentasikan asuhan keperawatan belum sesuai SPO dan pedoman
pengorganisasian pelayanan keperawatan yang dipengaruhi oleh faktor dari SDM
perawat dan metode penugasan dan material RS

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


145

Lampiran 7

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema

Takut salah (R1)


Takut /
Dibegitukan engga nulis, saya takut, di sini Cemas
jadi sedikit sedikit nulis nulis (R1)

Bawaannya udah cemas kayak gitu


biasanya udah nggak kondusif tuh kalau
kerja seperti itu. (R3)
Merasakan
Rasa kecewa, kecewa pasti (R2) Merasakan
beragam
beragam
Ada rasa kecewa sih ada kok susah ya perasaan
diajak bicara tapi namanya manusia itu perasaan
Kecewa senang jika
balik lagi tergantung dari karakter orangkan bersalah jika
beda-beda (R3) berhasil
belum
mendoku-
Ya kecewa pasti (R7) mendokume
mentasikan
ntasikan
Kurang sesuai ya kayak kurang puas dan beragam
sebenarnya (R10)
perasaan
Meningkatnya tanggung jawab, bersalah jika
bertanggung jawab bener sesuai (R2)
belum
Bodoh amat (R7) mendokument
asikan
Ada celah untuk yang masa bodoh,
kecenderungan untuk ya udah lah, gak mau
tau, yang penting dikerjakan dulu (R2)

Mengabaikan isi kualitas


pendokumentasian (R2)
Merasa
Cuek bebek dengan kondisi seperti itu (R2)
cuek
Jauh beda, jaman bahela sama ini, jaman
bahela asal ini aja, kalau dulu-dulu kan
nggak lengkap, ngak kayak seperti
sekarang, kalau sekarang sich lebih banyak
kemajuan sih. Eman kan kalau dulu mah ini
aja, dan belum ada, belum ketat sekali ya,
walaupun kosong juga, cuek kadang-
kadang ya (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Bodoh amat (R10)

Pasien yang biasa-biasa aja dibiarin saja (R10)

Kak ini salah kak, kak ini belum dimasukin


kak jadi yang kritis ada, ada juga yang cuek
bodo amat ada ya dengan berbagai macam
karakter

Merasa cuek
Kak ini salah kak, kak ini belum dimasukin kak
jadi yang kritis ada, ada juga yang cuek bodo
amat ada ya dengan berbagai macam karakter
Aahh ketawa palingan, benar nih, enggak kak,
nebak , ukur sana. Kadang saya bilang sana
jalan. Itu terutama anak-anak baru asal ini, ada
memang (R5)

Merasakan
beragam
perasaan senang
jika berhasil
Tapi justru kita melakukan tapi tidak
mendoku-
didokumentasikan itu yang sedih. (R4)
Merasakan mentasikan dan
Kadang gregetan [perasaan terhadap beragam
perawatyang lambat berubah dalam beragam
pendokumentasian] (R5) perasaan perasaan
Merasa
bersalah jika bersalah jika
sedih
Sedih juga kalau misal nggak ada belum
dokumentasinya ini pernah juga ada gitu, belum
pernah dirasakan juga. Banyaklah sedih juga mendokume mendokumenta
kalau misalkan aduh nggak ketulis ya (R5) ntasikan sikan

Perasan saya sedih (R9)

Sedih (R9)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


147
(Lanjutan)

Rasanya bener nyesel banget


Lebih nyesel yang, aduh tau tadi aku lapor pasti
pasiennya pasti gak kenapa-kenapa pasiennya, Menyesal

(R2)

Merasa nyeselnya itu, nyeselnya, rasa


bersalahnya itu lebih-lebih kok kayaknya
konyol, konyol banget, kecewa sih gak, tapi
lebih nyesel, kok bodoh banget, kesannya
konyol, kayak kayak konyol aja gitu,konyol,
nyesel, terus kalau dibilang kecewa sih gak ,
marah juga gak sih (R2)

Merasakan
Bersalah (R2)
beragam
Rasanya, sungguh-sungguh bersalah, sungguh perasaan senang
(R1) Merasakan
jika berhasil
beragam
Kan bebas [tidak disalahkan karena mendoku-
perasaan
pendokumentasian lengkap] (R3) mentasikan dan
bersalah jika
Karena kita lengkap untuk beragam
belum
pendokumentasiannya jadi kita ya nggak merasa perasaan
disalahkan (R3) mendokume
bersalah jika
Merasa ntasikan
belum
Hanya kadang-kadang itu lebih ininya ke tulisan Bersalah
daripada sebenernya ke tindakan, yang saya mendokumenta
rasakan seperti itu (R3) sikan

Ya merasa salah maksudnya wah saya gak


minumin dia tapi saya tulis (R6)

Kita lakukan tapi tetap gimana ya? Tetap


bersalah aja . (R6)

Rasa bersalah itu ada gitu, ah orang, (R6)

Gak bisa dibohongi ya [perasaan]. (R6)

Itu dosa kalian. Kalian ga nyuntikin, orang- Merasa


orang ga tau tapi itu dosa kalian. Ya bener. (R6)
Berdosa
Berdosa (R6)

Merasa terbeban utang, aku tadi ada ngerjain ini Merasa


dan itu dirasa adalah hal yang penting untuk terbeban
dilaporkan dalam pendokumentasian, (R2)
utang

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Kepikiran sih sebenernya, jujur aja kepikiran,
gak jadi ya merasa yahhh, kepikiran, bener aku
kepikiran banget, kepikiran banget (R2)

Sudah pulang suka kepikiran, udah ga ya (R6)

Hati kita yang ga tenang (R6)

Kepikiran
Kepikiran ga tenang gitu. Kayak ada yang lupa
nih, apa ya apa ya , ga tenang. Pasti kepikiran
kalau memang benar-benar dilakukan ya, pasti
kepikiran . (R6)

Kalau udah peduli itu pasti kepikiran , kalau


kita peduli pasti kepikiran ga mungkin uda
bohong, ga minumin vitamin bayi gitu. Ah ya
udah lah. Pasti kepikiran, Pelajaran nya lebih
aware (R6)
Ada rasa hal yang tidak nyaman.. ya
kepikiranlah pasti. Seharusnya ada delay
pelayanan misalnya ada hasil lab yang harus
dilapor tapi saya gak tulis, kemudian ada
instruksi dokter yang tidak saya tulis, itukan
nanti efek ke pasien (R7)

Untuk senior aku gak berani banget untuk


marah, (R2)

Merasa sungkan untuk menegor (R2)

Tidak henti-hentinya untuk mengingatkan dan


pasang kuping setebal-tebalnya, kalau ada yang Merasakan
komen (R2) beragam
perasaan senang
Cukup susah untuk mengupgrade mereka ayo
jika berhasil
lebih menulis, (R2) Merasakan
mendoku-
Merasa tidak suka [perawat yang diingatkan beragam
mentasikan dan
untuk melengkapi pendokumentasian] (R2) perasaan
Merasa beragam
Dan dia bingung kan terutama pegawai-pegawai Kesulitan bersalah jika
perasaan
baru.. tulisannya seperti ini (R5) belum
bersalah jika
mendokume
Kadang kita bingung dalam mengisinya (R8) belum
ntasikan
mendokumenta
Awalnya sulit tapi ternyata kalau kita renungi
dan resapi ya itu penting (R6) sikan

Datanya gak lengkap itukan yang sulit (R7)

Kadang kita bingung dalam mengisinya. (R8)

Belum tersossialisai dengan baik otomatis


dalam hal pengsisiannya pun temen-temen
dalam ruangan pearawat-pearawt di ruangan ada
kebingungan dalam mengisinya (R8)

Ya itu sih kesulitannya gitu (R10) Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


149
(Lanjutan)

Merasa
Merasakan
Ada yang ga ah. Jadi ada yang malah balik ya ditolak,
beragam
udah sih, tinggal tanda tangan atau apa gitu (R6) diacuhkan
perasaan
Ada yang masa sih (R6) bersalah jika
Merasa
Tapi kadang suka pembenaran (R6) diragukan belum
mendokume
Kadang ada saya suka kayak gini sama temen ntasikan
pokoknya kita itu kerja tu harus ikhlas seperti
itu, jadi kalau kita udah ikhlas kita ini Insya
Allah Tuhan juga ini deh maksudnya juga bantu Merasa
kita, pokoknya itu dulu di hati kalau di hati ikhlas
udah nggak udah nggak karuan udah nggak
udah nggak seneng udah udah udah pasti sibuk
terus tuh udah pasti bawaan kesananya sibuk aja
terus saya bilang gitu maka gini dulu deh ikhlas
dulu deh dihati untuk menolong, ya itu
ibadahlah maksudnya kita tolong ibaratnya kaya
ibu kita sendiri lah mau saudara kita atau
siapanya jadi kita bisa timbul rasa empati lebih
ke pasien seperti itu, (R3)

Merasakan
beragam
Biasa aja sih, seneng sih (R4)
Merasakan perasaan senang
Ya senanglah bahagia ya [tidak disalahkan beragam jika berhasil
karena pendokumentasian lengkap] (R5)
perasaan mendoku-
Ya saling kerjasama aja sih supaya supaya senang jika mentasikan dan
pekerjaan hari ini selesai, tidak masalah gitu aja
berhasil beragam
sebenarnya, pendokumentasian bagus, kerjaan
bagus, pulang juga tenang, kita ga dikejar (R5) Merasa mendoku- perasaan
ikhlas mentasikan bersalah jika
Merasa nggak ya oh ya Alhamdulillah berarti
belum
juga ya ; Semuanya pendokumentasian itu
sangat penting banget; (R5) mendokumenta
sikan
Data lengkapkan kita lebih tenang (R7)

Ya senang (R9)

Kepuasan juga ya, kalau kita sudah melakukan


sesuai dengan apa yang kita kerjakan kita tulis,
tentunya kepuasan secara batin ya, kita sudah
merawat pasien, udah semualah, ataupun ada
yang kurang ya, kita merasakan kaya ada yng
kurang kayak gitu (R10)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Nulis lengkap-lengkap tapi tidak dibaca


dan tidak dilakukan , harus follow up nih Merasa Merasakan Merasakan
lagi kalau di rumah, sudah berusaha Bertang- beragam beragam
maksimal, engga ngimbangin, ga mau gung jawab perasaan perasaan senang
berusaha (R2) senang jika jika berhasil
Meningkatnya tanggung jawab, berhasil mendoku-
bertanggung jawab bener sesuai (R2) mendoku- mentasikan dan
Jadi dengan catatan kita lengkap kita jadi mentasikan beragam
aman, pasti aman bener jadi kamu nggak Merasa perasaan
akan di telepon-telepon nggak akan Aman bersalah jika
dimarahi suka gitu (R3) belum
Lega [yang dirasakan setelah mendokumenta
Merasa
mengingatkan] Jadi maksudnya kita udah sikan
Lega
lakukan, kita udah dokumentasikan apa
ya rasa tanggung jawabnya sama bayinya
sudah ga kayak masih ada beban (R6)

Skema 4.3 Merasakan beragam perasaan senang jika berhasil mendoku-mentasikan dan
beragam perasaan bersalah jika belum mendokumentasikan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


151
Lampiran 8
Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema
Telusurin, [ 3x disebut dengan kata
tunggal] (R1)
Ngelacaknya disitu, obat udah dikasih apa
belum, di contreng apa belum, tertulisnya
tidak ada, buktinya tidak ada (R1)
Legalnya, ditelusurin, di telusur gitu
dokumen si pasien emang kita gak nulis,
tanggung jawab (R1)
Aspek legal, gak ada yang tertulis secara
aspek legalnya (R2) Manfaatnya Manfaat Mendapat
Bukti bahwa kita sudah melakukan, sebagai pendokume manfaat
bahwa kita sudah punya data (R2) bukti legal ntasian bagi pendokumentas
Bukti pencatatan kita memberikan di situ perawat ian asuhan
sesuatu tertulis secara benar itu buat bukti keperawatan
kita kalau nanti terjadi hal, dia bawa ke
pengadilan dengan bukti secara tertulis
secara lengkap (R3)
Ada kewajiban untuk data autentik itu ada
di dalam file-nya pasien (R3)
Sebagai bukti bahwa kita sudah
melakukan sesuai dengan SOP (R4)
Sebagai bukti aspek legal kita bahwa
melakukan udah melakukan ini (R4)
Emang seharusnya begitu ya, ee, ya jadi
memang apa yang kita kerjakan sudah
sewajibnya sudah seharusnya kita
dokumentasikan yaitu sebagai aspek legal
kita terhadap siapa yang kita kerjakan itu
sudah sesuai SOP atau nggak itu kan bisa
di lihat dari pendokumentasian yang kita
tulis (R4)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Nanti kalau ada masalah, kalau ada apa-


apa, kita ada buktinya gitu aja. Jadi
penting sekali, pendokumentasian itu.
Jadi apapun, sekecil apapun ya harus kita
tulis. Itu aja sih, pentingnya
pendokumentasian itu ; (R5)
Kalau saya ngerjainnya benar otomatis
terhindar juga kalau terjadi apa-apa kita
memang ada buktinya gitu (R5)
Kalau misalkan ada masalah dengan
pasien, keluarga kalau ada nggak terima
oh ini dia ada ininya ; saya ini sudah
menulis bahwa jam sekian saya
memberikan ini ini ini gitu. Pernah lagi
komplain kan pasien yang dokter ini
sebenernya kita sudah berbicara sudah
melaksanakan tindakan yang di inikan di
jam-jamnya segala macamnya jadi
memang memang ini sekali berkesannya
itu Alhamdulillah berarti ini ada udah ada
catatannya (R5) Manfaatnya Manfaat Mendapat
Untuk aspek legalnya (R5) sebagai pendokume manfaat
Yang komplain atau dokter yang meminta bukti legal ntasian bagi pendokumentas
informasi, orang yang datang butuh perawat ian asuhan
informasi yaitu gunanya, siapapun mau keperawatan
itu dokter, mau tim dokter yang bertanya
maupun tim medis yang lain bertanya,
mau keluarga pasien yang bertanya, mau
direktur yang bertanya, mau pengadilan
yang bertanya, kan kita punya data yang
lengkap luar biasa, kan gampang jadinya
(R7)
Ketika banyak masalah, ketika ada
komplain itu. Dan ketika ada komplain
saya gampang mencari datanya (R7)
Pernah, alhamdulillahnya itu bukan di
area saya, itu di PICU dulu pernah. Ya itu
di persidangan walau kasus kita dibawa
kemana data lengkapkan kita lebih
tenang. Jadi pernah kasusnya (R7)
Pendokumentasian asuhan keperawatan
itu merupakan aspek legal kita (R8) Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


153 (Lanjutan)

Data-data yang kita dokumentasiakan


otomatis itu akan menjadi acuan dan
dasar hukum bagi profesi lain (R8)
Aspek legalnya adalah dibubuhin ada
tandatangan dan nama jelas dari yang
melakukan pendokumentasian (R8)
Bentuk pelegalan. (R9)
Kelegalan (R9)
Kehatian yang legal itu sudah mencakup
hukum (R9)
Salah satunya ada pasien yang tubuhnya
kejang yang hasilnya hidrosefalus, karena
kebetulan dia anak-anak satunya,
memposisikan daya serang ibu, Manfaat Mendapat
Manfaatnya
bagaimana anak itu harus sembuh, pendokume manfaat
sebagai
memonitoringnya, semua prosedur kita ntasian bagi pendokumentas
bukti legal
lakukan secara baik, dan ketika pasiennya perawat ian asuhan
kondisinya tiba-tiba kejang-kejang dan keperawatan
keturunan kesadaran, kita sudah punya
bukti sesuai dengan SOP, kita sudah
bekerja dengan baik, hingga pasiennya
juga selamat, dan nyaman dengan kita,
dan pulang dan sehat sekarang
berhubungan ritme dengan kita. Itu salah
satu contohya, kelegalan hukumnya juga
ada, (R9)
Untuk kalo terjadi sesuatu dikemudian
hari ada apa yang kita kerjakan kita tulis
(R10)
Dokumentasi itu kan pas legal (R10)
Aspek legal terus kalo terjadi komplain
(R10)
Pasien mengalamai keterburukan sampai
meninggal sudah ada datanya (R10)
Senjata kita itu di catatan perawat, senjata
Sebagai alat
(R1)
mengamank
Menyangkut ini nyawa pasien, pasien
an perawat
safety, data yang kita tulis itu untuk
memang safety untuk pasiennya, sempat
salah pendokumentasian, atau memang
datanya gak bener dan gak ditulis juga itu
kan pasiennya gak safety (R2)
Untuk supaya tidak terjadi kesalahan Universitas Indonesia
dalam tindakan (R5)
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Untuk saya pribadi saya aman ya (R5)
(Lanjutan)

Kita safety
Jadi apa-apamisalnya
yang misalnya
terjadi suatu
kita hal
dokter
yg
komplain
tanya, oh nih
ya ini
kita dok
udahyang
nyuntikin
ini adanya
obat
terus kita udah
disini-disini trus kasih
kemarin
transfusi
misalkan
nyadokter
kok,
kita intruksi
ngasih udah nah
edukasi
itukan kalau
keluarganya,
misalkan
pendokumentasian
besok kadang-kadangkan
pasien itu
saya
penting
ini nggak
buat
kita amantapi
ngerasa, (R6)kan kita ada jamnya jam
sekian ini iniaman
Sebenarnya TBAK, cap.sih
juga (R5)
dari keluarga
pasien, dariberguna
Memang teman kita
sekali
juga, dari
memang,
dokter,
dari partner kita jugaitu
pendokumentasian (R6)terutama untuk
Sebagai alat
yang instruksi-instruksi
Ada tanda tangan kakakdokter yang Jadi
itu juga. pas
mengamank
malam-malam;
dipanggil (R5)
ke managemen,
an perawat
pendokumentasian
Cuman kalau pasienkita
yang
aman.
bener
Kita
ya tulis
kita
bayinya
harus benerpulang
sih, tolong
gimana
ya diobservasi
kondisinya,
ini
ditunjukin
nanti kalausiapa,
ada apa-apa
ID bade
kita
digunting
kalau nggak
ama
siapa, ditunjukin
sesuai pendokumentasian
ga ke keluarga
jugabayinya,
susah
jadi kandokumentasi
nanti dokter juga nggak
itu mausangat
tahu
menyelamatkan
tensinya berapa (R5)
kami (R6)
Pendokumentasian itu sih
kalau
lebih
kitakedengan
safety
kita (R6) misalnya kita lapor misalnya
dokter, Manfaat Mendapat
Manfaatnya
kondisi perburukan
Membahayakan kita kita,
posisi laporbisa
dokter (R6)
menjadi pendokume manfaat
sebagai
masalahsama
Lapor buatdokter,
diri kita,
instruksi
kalaudari
kitadokter
tidak bukti ntasian bagi pendokumentas
dokumentasikan
apa, jadi makanya(R9)
kita lakukan itu (R6) berkolabora perawat ian asuhan
Menjadi suatu
Dokternya instruksi
warning
misalnya
iya, karena
dia yaterkait
udah si dengan keperawatan
dengan
ganti antibiotik,
laporan kan
contohnya
itu tertulis.teman
Misalnya
kita
sudah melaporkan
tiba-tiba dia bilangkondisi
ga kemarin
pasien dan
sayadata
ga
lab (R9)untuk kasih terapi
bilang ini, kan kita
bisa kasih lihat
Kejadian ini sudah
waktu dituliskondisinya
itu pasien sama kita
(R6)
CM, pasien boleh dipindahkan keruangan
biasadikatakan
Bisa di lantaibegitu
enam[lebih
arahkeselatan,nah
kolaborasi
pasiennya
ya, baik sesama
CM,rekan
nah mitra]
teman(R7)
saya juga
sudah mengkaji
Terus informatifkondisi
dalam pasien jam 22:00,
arti dokumentasi Manfaatnya
pasiennya
atau data yangsadar,
kita tulis tetes
di sebagai
thermodinamikanya
pendokumentasi tadi stabil, bagus, data
bisa dijadikan nah bukti
tiba-tibaprofesi
dukung kita transfer ke lantai
lain membuat profesienam
lain berkolabora
mengalamikeputusan
membuat perburukan, nahseperti
pasien dari yang
sana si dengan
mereka
tadi sayamenuntut
bilang (R8)ke kita. satu jam ga
dilihat itu untuk
Tentunya pasiennya kaya gimana-gimana
mengambil catatan klinis
jamterhadap
ya enam (R10)
satu pasien atau terhadap satu
Bukti kita
masalah sudah
pasien mengerjakan apa yang
(R8)
sudah diperintahkan
Bisa dijadikan sama
dasar dokter
untuk (R3)
mengambil
suatu keputusan klinis oleh tim medis itu
Universitas Indonesia
pastinya ya data yang ada di CPPT baik
itu data subjektifPengalaman dalam..., Martha
maupun objective yang Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
155
(Lanjutan)

Penulisan SOAP itu data subjektif dan data


objective itu harus real dan valid yang akan
dijadikan dasar bagi tim medis yang lain
untuk mengambil keputusan (R8) Manfaatnya
Data yang ditulis di subjective dan sebagai
objective bisa digunakan medis dan dalam bukti
hal ini dokter penanggungjawab pasien berkolabora
mana untuk mengambil keputusan si dengan
meskipun nanti dia harus validasi dengan
memeriksa pasien secara langsung (R8)
Informatif dan keterbacaan tentunya juga
pendokumentasian keperawatan (R8)
Untuk data-data penelitian juga sering sih
kak, data-data penelitian dari mahasiswa-
mahasiswa yang sedang ambil S2 gitu. Manfaatnya Manfaat Mendapat

Mereka sering sih lihat pendokumentasian sebagai data pendokume manfaat

kita untuk dijadikan data penelitian. (R4) penelitian ntasian bagi pendokumentas

Buat penilitiaan juga bisa (R10) perawat ian asuhan

Pasiennya ada perbaikan ohya dulu itu keperawatan

ngejainnya gimana yah itu bisa di review


lagi (R10)
Hal-hal yang diragukan kan kita cukup
baca status, bisa dipilah, kemaren apa sih
masalahnya, apa sih kendalanya, seperti
jadi kayak bisa kita tau tentang sejauh mana
perkembangan pasiennya, kondisinya (R2)
Kalau kita gak tulis perubahan yang terjadi
di depan mata kita, tiba-tiba pasien, pasien Menggamba Manfaat
gak mungkin dong dengan data yang bagus rkan kondisi pendokume
banget. Misalnya gini di zona kuning, pasien ntasian bagi
pasiennya CM, kondisi TTVnya bagus, kita pasien
gak ngisi sekian banyaknya waktu yang
sebenernya ada kegiatan kita, atau apakah
mungkin perubahan kondisi, apakah dia
kejang kah, apakah dia muntah kah, atau
melena aktif kah atau sebagainya. Misalnya
tau-tau kesadarannya sopor, maksudnya
kok kayaknya agak konyol ya, dari pasien
CM ke sopor tanpa ada kronologis cerita di
tengah-tengahnya. misalnya ditulis karena
menggambarkan kondisi pasien itu sendiri
(R2)
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Riwayat pasien lebih lebih tergambar , Kita
bisa lihat riwayat dia HD yang lalu gitu
misalnya kalau HD kita kesulitan yang
menentukan berapa nih golnya yang kita tarik
itu bisa kita lihat di lembar observasi
observasi yang lalu-lalu gitu sebagai
perbandingan. Dan itu membantu (R4)
Sebagai dasar kita planning kita ke depannya,
memplanningkan rencana yang ke depannya
bagaimana dari si dokumentasi ini terhadap si
pasiennya (R4)
Dengan melihat dokumentasi per pasien itu
ya akan lebih spesifik per pas pasien kita
rencana intervensi nya bagaimana gitu (R4)
Akses CDL nya nggak lancar itu kan kita
Mendapat
dokumentasikan akses gak lancar gitu itu di
Manfaat manfaat
HD berikutnya temen-temen udah siap siaga Mengga
pendokume pendokument
nih gimana caranya si akses yang gak mbarkan
ntasian bagi asian asuhan
lancarnya jadi agak lancar juga. (R4) kondisi
pasien keperawatan
Kalau untuk hanya cuman berbicara, hanya pasien
ada di tulisan maksudnya hanya ditulis di
kertas secarik kita kan nggak tahu (R4)
Pendokumentasian itu dari awal ampai akhir
nya perlu supaya kita tau perjalanannya
maksudnya dari dia datang dengan kondisi
seperti apa, terus apa yang kita lakukan (R6)
Pasien ada yang bisa sembuh, kenapa dia
semakin memburuk, itu kan kita bisa baca
dari awal sampai akhirnya pendokumentasian
jadi kalau suatu hari misalnya ada terjadi
misalnya apa ya komplain kan di sini sudah
kita jelaskan, (R6)
Pasti langsung ditulis misalnya antibiotik
ditunda karena misalnya keluarga lagi
membeli atau di farmasi kosong (R6)
SOAP itu ibaratkan misalnya nih dari jam 9
sampai jam 2 harusnya kan di jam 2 kita tulis
terima operan jaga. Kan kita tulis SOAP nya
di jam 18 jadi terkendala antara jam 2 dan
jam 18 ketidaktersediaan obat (R6)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


157

(Lanjutan)
Mestinya juga mewakili kondisi pasien saat
itu (R8)
Menggam
Ketika data subjective dan objective perawat
barkan
itu lengkap, real dengan pasiennya sebelum si
kondisi
dokter itu memeriksa pasien tau dari data
pasien
subjective dan objective yang ditulis perawat
(R8)
Pasiennya ada perbaikan ohya dulu itu
ngejainnya gimana yah itu bisa di review lagi
(R10)
Kalau pencatatan secara lengkap pasien itu
untuk mendapat terapi juga lebih efektif ya
karena semuanya saling berkesinambungan
jadi nggak akan ada miss (R3)
Sangat bermanfaat sekali, jadi kalau itu
punya catatan secara lengkap jadi suatu
waktu terjadi hal yang tidak di inginkan
misalkan kontra kompleks atau segala macam
Mendapat
dengan nulis, sekarang suka ada alibi
manfaat
keluarga pasien nih nggak di apa-apain
pendokument
dokternya nggak datang-datang nggak
asian asuhan
dikasih obat segala macam seperti itu tapi
Manfaatnya Manfaat keperawatan
dengan ada pendokumentasian yang secara
mencatat pendokume
jelas jam sekian (R3)
kesinambu- ntasian bagi
Bentuk pencatatan walaupun tidak besar tapi
ngan asuhan pasien
ada lah untuk mengingat setiap shif itu
berkelanjutan kita punya kayak buku laporan,
lapor by phone atau segala macam (R3)
Melaporkan kondisi pasien itu secara lengkap
kita tinggal menunjukkan (R3)
Di buku catatan laporan kita untuk harian itu
juga tetap kita tulis dan uda dilaporkan dapat
terapi sekian apa-apa, butuh proses segala
macam kondisi pasien seperti apa kita catat,
walaupun itu yang tadi sudah saya bilang di
buku laporan itu nggak terlalu detail (R3)
Sudah menulis itu buat data kita, kalau udah
kita berikan baru paraf obat itu (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Pasien rencana ini, rencana ini jadi kita tahu
gitu loh fungsinya pendokumentasian (R5)
Ya memang kalau kita tidak mendokumentasi
ya gimana kita melanjutkan ini rencana
pasien (R5)
Pendokumentasian kurang ini ya, ada yang
difollow up,ada yang ngak, kadang- kadang
enggak, seperti itu. Tapi kebanyakan sih
pasien-pasien operasi sering kita follow up,
yang urgent-urgent sih (R5)
Lihat efek dari apa yang kita lakukan (R6)
Pengkajian kelihatan apa yang udah kita
lakukan (R6)
Bayinya meninggal katanya sebelum pulang
disuntik, ada yang disuntik ke paha bayinya,
Mendapat
pokoknya ada sesuatu yang disuntik. Terus
Manfaatnya Manfaat manfaat
kan didokumentasi, siapa yang
mencatat pendokume pendokumen
memulangkan? Terus saya yang tanda tangan
kesinambu- ntasian bagi tasian
pemulangan, terus siapa yang melihat, ada
ngan asuhan pasien asuhan
kakak saya tunjuin, kak ini bayinya pulang
keperawatan
jadi untuk konfirmasi, bukan hanya saya
yang melihat tapi kakak saya juga melihat.
(R6)
Tidak ada, jadi udah kita tunjukin ke orang
tuanya tidak ada apa-apa, didokumentasi
diintegrasi juga tidak terjadi kenapa-kenapa.
Jadi semua tercatat di pendokumentasian itu
(R6)
Pasti dipahami keluarga. Pertama kita
ngejelasin nanti di rumah seperti ini terus
keluarga bertanya dan kita jelasin. Terus
sambil tulis (R6)
Dan yang terpenting juga adalah
keterbacaannya, harusnya dokumentasi yang
kita buat itu gampang dibaca atau gampang
terbaca, mudah dibaca oleh orang lain (R8)
Informatif dan keterbacaan tentunya juga
pendokumentasian keperawatan (R8)

Skema 4.4 Mendapatkan manfaat pendokumentasian asuhan keperawatan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


159

Lampiran 9

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema

Yang fatal yaa tetap ditegur, ditegur (R1)


Ditegur (R1)
Tegur lagi sampai tiga kali (R1)
Kalau jadi miss ya seperti itu kita tegur
pertama sih kita tegur terus kedua cari solusi
kenapa penyebab terjadi miss nya itu (R3)
Ditegur udah satu dua kali ini tidak ya ini
juga ya bukan wewenang kita lagi ya, kita
serahkan aja lagi ke, kadang ada yang seperti
itu, ternyata ada yang tidak suka kerja disini,
ada yang seperti, itu jadi kita kembalikan lagi
ke bidang perawatan di proses di perawatan
(R3)
Jadi pendokumentasiannya harus bener-bener
karena pasien kita cuman 5, 7 kapasitas kita,
ruangan VIP; Karena kalau kita salah sedikit
ya itu di tegor, pasien cuman 5 pasien cuman
7. Iya harus bener, kalau
pendokumentasiannya salah kurang, istilah
kurang atau apa (R5)
Ada [mengingatkan perawat yang
Menegur Mengatasi Mengalami
pendokumentasiannya belum lengkap]; (R5)
faktor hambatan dan
Ada seperti itu [orang yang sangat care,
sangat peduli, ini kalo perawat ini dinas pasti penghambat upaya
selalu dikomentarin pendokumentasian] ; pendokume mengatasi
Pernah, pernah [pendokumentasian
dicek,diperiksa oleh rekan sejawat secara ntasian hambatan
detail] waktu itu, tapi bukan di ruangan ini. secara dalam
Ini penulisannya harus benar ya (R5)
Kadang pernah adik saya tegur, ini serius nih, perseora- pendokumentas
benar kamu nebak? Benar ya di ukur? (R5) ian asuhan
Dokternya nulis kayak gitu kan, pernah lagi keperawataan
ada dokter yang seperti itu… kadang dokter
suka ingetin aja intake output, jadi jangan
asal . Kadang-kadang pasien ini panas
demam, nggak tahunya dia memang kurang
minum, kadang gitu. Ini kenapa cairannya
lebih, kenapa drip nya nggak berkurang.
Karena memang pasiennya kurang
minumnya, nggak dibatasi, kan seperti itu
kadang-kadang makanya dikasih obat kok
gini ternyata ini ini minumnya pasien CKD
kan seperti itu, minumnya berlebihan ya udah
deh udem. Jadi kadang-kadang ya itu deh,
intake out put harus bener-bener (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Akan menindaklanjutinya lebih lanjut. Kita


akan panggil personanya kita akan
mengingatkan kembali supaya tidak terulang.
Sejauh itu tidak membahayakan pasien dan
Akibatnya tidak fatal ya mungkin kita masih
bisa toleran sih dan responnya secepat
mungkin biar gak delay begitu. (R7)
Kita panggil, kita kasih, kita ingatkan, kita
beritahu ulang (R7)
Kita ingetin lagi personalnya supaya Mengatasi Mengalami
Menegur
penulisannya lebih baik (R7) faktor hambatan dan

penghambat upaya
Saya selalu mengingatkan kalau di morning
pendokume mengatasi
conference (R7)
ntasian hambatan
Penanggungjawab shif, saya ya gitu kan,
secara dalam
perpanjangan tanagan-tangan saya ya PJ Shif.
perseora- pendokumentas
Ya PJ Shif yang ngingetin harusnya nulisnya
ian asuhan
(R7)
keperawataan
Saling mengingatkan hal itu untuk
menghindari mis (R9)
Kalo misalnya pasiennya baik baik aja sih
gak masalah cuma kalo pasiennya jelek kalo
saya suka ngasih tau (R10)
Biasanya diingetin juga udah ditulis belum
(R10)
Melakukan kesalahan membuat kronologis ,
suatu hukuman (R1)
Klarifikasi ulang, (R1)
Kita langsung konfirmasi ke teman Mengklarifi
sebelumnya shift ke shif ke teman kasi/
berikutnya, system dengan TBAK kaya gitu Mengkonfir
di kasih TBAK jadi biar kita konfirmasi masi
paginya ke dokter trus untuk terapi kita /Memvalida
konfirmasi juga
maksudnya ini sudah dikerjakan apa belum
kita punya catatan (R3)
Kita liat ah ini kayaknya nggak masuk diakal,
ini bener nih? Ini bener nih? Ini bener nih.
Kadang sampai beberapa kali saya bilang,
ketawa dia, oh ya kak, ya udah jalan, ukur
lagi yang benar, oke kak; (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


161
(Lanjutan)

Yang terutama kepada pasien-pasien yang ini


yang kesadaran menurun kan itu harus bener-
bener kan. Kita liat hasilnya, kayaknya nggak
masuk akal deh, kok hasilnya segini, kok
heart ratenya segini, kok tensinya segini. Ya
udah kamu bener nih, serius nih, lo benar nih
nggak nebak kan? Karena kita udah ngerti,
dari jaman-jaman kemarin kan suka begitu,
suka nembak (R5)
Sekarang saya posisinya penanggungjawab
ya jadi mereka terkadang lebih cepetnya
meresponnya (R7)
Mohon pagi ini follow up kembali ya bu tapi
saya lupa nulis seperti itu. Kan pasti mereka
kan memberi tindak lanjut ke saya supaya
ditindaklanjuti (R7)
Bicarakan sama komite keperawatan yang
dalam hal ini Kasi Mutunya dan Kepala
Bidang keperawatan untuk mereview lagi
mereview ulang formulir yang ada sekarang Mengklarifi Mengatasi Mengalami
apakah memang sudah cukup representative kasi/ faktor hambatan dan
dengan banyaknya kasus-kasus orthopedic, Mengkonfir penghambat upaya
juga merupakan orthopedic the spain masi pendokume mengatasi
merupakan keunggulan (R8) /Memvalida ntasian hambatan
Mestinya sebelum formulir ini dibuat secara dalam
harusnya minta pendapat dulu ke kita, perseora- pendokumentas
maksudnya melibatkan kita dalam pembuatan ian asuhan
atau perevsisiannya. Tapi itu sudah kita
berikan masukan terhadap POKJA yang
bersangkutan (R8)
Kalau ada missing, misalnya saya
menemukan RR pasien 28 saat itu, dua jam
sebelumnya 20 atau 18 saya akan validasi
sama perawatnya. Apakah benar 2 jam yang
lalu RRnya 20 atau 18. Ada dia ada
kesalahan dalam pendokumentasian. (R8)
Seandainya saya tidak bertemu dengan orang
tersebut maka saya mengkonfirmasi lewat
telefon, atau wa (R9)
Akan mengklarifikasi (R9)
Saya suka memvalidasi dan mengklarifikasi
Universitas Indonesia
misalkan saya akan mengklarifikasikan ke
Pengalaman
teman, apalagi yah yang dalam..., Martha
belum apalagi yah Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
(Lanjutan)
Jadi pasien terselamatkan kita pasang bareng
infus biar pasien tidak dehidrasi dari jadi itu
bentuk hasil klarifikasi. (R9) Mengklarifi
PN yang menjadi pengklarifikasi, kasi/
mengklarifikasi jika pagi ada masalah ini ini Mengkonfir
ini, maka kita selesaikan saat dinas sore, dan masi
sore yang belum selesai terus ke malam an /Memvalida
balik lagi ke pagi. (R9)
Gak sesuai sama diagnosis yang kita bikin
ya? Biasa kita kaji ulang (R10)
Catatan ini makanya itu kita nggak bawa
pulang kita siapkan di loker buku itu jadi
catatan perawat itu kalau misalkan ini bisa
nanti kita operin juga karena dalam satu
tempat itu kita punya buku khusus buat dinas
(R3) Mengalami
Menggunak Mengatasi
Jadi catatan- catatan di sananya agak penting, hambatan dan
an buku faktor
pasien-pasien yang perlu istilahnya perlu upaya
catatan penghambat
diawasin atau ada intruksi yang kita mengatasi
pendokume
tertinggal misalkan dicatat di perawatan bisa hambatan
ntasian
lihat di buku. (R3) dalam
secara
Agar nyambung maksudnya setiap kali dinas pendokument
perseora-
itu kita nyambung, terserah untuk tekniknya, asian asuhan
masih belum terbiasa karena lumayan juga keperawataan
bermanfaat gitu dengan catatan seperti itu
teman bisa ngelihat contek catatan gitu
sebelumnya (R3)
Jadi kadang-kadang kita punya catatan di kita
terus nanti kita operkan ya biasanya agak
menceritakan di situlah kejadian pasien ini
bisa misalkan yang perlu pengawasan yang
sebagaimana nanti langsung kita catat di situ
(R3)
Buku catatan [alat bantu pendokumentasian];
jadi ada buku suntikan ada buku catatan, kita
kan nggak mungkin bawa-bawa status kesana
jadi bawa buku kecil buu operan itu yang
disitu kita ini yang bisa kita buat operkan
kalau mereka nggak sempat (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


163

(Lanjutan)
Minta tolong dong tolong tulisin tadi saya
sudah lapor dokter dapat terapi (R3)
Kalau ada dokumen, yang harus diisi aku
selengkap mungkin gitu karena memang
selama ini kan kalau ada kolom harus diisi
gitu jangan sampe nggak di isi gitu. Misalnya
tadi formulir ee, laboratorium gitu, itu kan
nggak kita periksa gitu gak kita tulis angka
ureum 120 gitu itu gak kita tulis tapi kita
dokumentasikan tidak di periksa. Jadi
memang dibikin selengkap mungkin sih gitu
(R4)
Kita bisa lengkapin ya itulah fungsi PN
kalau bisa; karna kan kerjaan kita bukan
pendokumentasian ini aja, kayak bikin
sensus, bikin segala macam, bikin buku-buku
yang absen dokter segala macem (R5)
Ada juga yang lengkapin kalau yang Mengatasi Mengalami
Harus
ketinggalan, kak belum ini ada yang seperti faktor hambatan
itu (R5) melengkapi penghambat dan upaya
Saya memperbaiki. Harus diperbaiki (R6) pendokume mengatasi
nya
ntasian hambatan
Masih bisa ditoleransi ketika shif berikutnya dalam
masih bisa dilengkapi atau kita yang secara
perseora- pendokumen
melengkapi masihkan tidak masalah ya kan tasian asuhan
(R7) ngan
keperawataa
Untuk pendokumentasiannya harus dibenerin n
(R7)
Yang menulis itu harus tandatangan harus
dicoret dan harus tandatangan kan gitu.
Syaratnya dicoret dan diparaf gitu, ketika
sudah pindah shif masalah belum teratasi ya
dicoret supaya nanti di shif berikutnya yang
berikan obat (R7)
Kalau ketemu dengan personalnya dia yang
paraf, dia yang coret dia yang paraf dan kalau
saya yang verifikasi bisa juga saya yang coret
saya juga yang paraf saya punya kewenangan
untuk itu (R7)
Ketika tidak terakomodir data-data yang
memang di ruang khusus tidak terakomodir
di formulir pengkajian, itu bisa kita
tambahkan di CPPT di data SOAPnya, data
Subjektif dan Data Objektifnya untuk
membantu kita dalam menegakkan satu
masalah keperawatan ataupun diagnosis
keperawatannya (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Dan kalau ada suatu tindakan yang
diprogram di planningkan di NCP tidak
termuat ke dalam list jenis tindakan ini
perawat bisa menambahkan di bawahnya
tindakan apa yang akan dilakukan dan respon Harus
pasien apa (R8) melengkapi

Selama ini jika ada teman saya tidak nya

mendokumentasikan palingan saya


mengklarifikasi atau menulis, contohnya
sudah dilakukan oleh ini jam sekian, tinggal
menunggu hasil ini, Jadi memvalidasi tapi
saya tulis. (R9)
Mengalami
Saat saya mengklarifikasi saat operan ada
hambatan
yang belum terdokumentasikan saya akan
dan upaya
mendokumentasikan (R9)
Mengatasi mengatasi
Saya akan menulis di integrase (R9)
faktor hambatan
Pasien yang warning yang kondisinya jelek
penghamb dalam
tetap diperbaiki; (R10) Aware
at pendokument
Orang-orang berdinas di bagian critical care
pendoku asian asuhan
yang pertama harus aware dulu terhadap
mentasian keperawatan
pasiennya, (R3)
secara
Fokus di pasien itu, jadi kita lebih termonitor
perseora-
pasien itu dengan kita, yang ini lain lagi, jadi Fokus
ngan
walaupun kita kadang harus tahu situasi
semua ruangan itu tapi kita lebih difokuskan
untuk yang pasien kita yang paham bener sa
dari A sampai Znya pasien kita jadi biar tidak
terjadi miss tidak terjadi Jadi biasa kita itu di
kasih tanggung jawab (R3)
Kadang kalau lagi sempet tapi kita Harus
berkesinambungan , kadang-kadang kita ya melengkapi
via WA ―minta tolong dong‖ gitu ―tolong nya
dong ditulisin (R5)
Kadang-kadang minta bantuan sih
sebenernya minta bantuan dengan teman
yang lain ―ini belom, saya minta bantuan‖
(R5)
Komunikasi lewat ya WA membantu (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


165
(Lanjutan)

Kalau ga lengkap, palingan kita nitip ke


teman kita teman operan selanjutnya
(R6)
Ada gantian shift kita akan kasitau nih
apa yang belum saya lakukan nanti saya
Harus Mengatasi
akan operin, (R6)
melengkapi faktor
Jadinya kita wa (R6) nya penghambat
Wa group atau wa pribadi (R6) pendokumentas
Sebisa mungkin begitu sampai dirumah ian secara
atau ketika saya inget tentang hal yang
saya lupa tadi langsung dikomunikasikan
pada teman yang dinas berikutnya (R7) Mengalami
Kalau jaman dulukan lewat telpon, kalau hambatan dan

sekarangkan udah bisa lewat WA. (R7) upaya

Ketika terlupa, ketika ada yang lupa mengatasi


hambatan
ditulis yaitu secepat mungkin respon.
dalam
Pokoknya kita sampaikan ke teman yang
pendokumentas
sedang bertugas supaya delay ke
ian asuhan
pasiennya tidak terlalu Lama kan gitu
keperawataan
(R7)
Uda diajarin hari ini, ya nanti besok pasti
dia masih salah lagi , lama untuk Memsupervi Mengatasi
si faktor
adaptasinya, kesalahan yah si dia lagi,
penghambat
dia lagi (R1)
pendokume
Jangan cuma nerima dari yang shift
ntasian
sebelumnya, (R1)
Capek neranginnya (R2)
Ngerjain ini, mana bang catatannya, dok
ini nya, misalnya tulisan TBAK (R2)
Tulis bang, saya tungguin (R2)
Lebih personal, jadi 1 orang satu
dideketin (R2)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Kalau gitu diingetin pengisiannya seperti apa
kamu liat nih angkanya sudah ada nih kode-
kodenya merah itu kurang dari sudah itu saya
baca, iya seperti itu , nggak akan langsung
kita lepas walaupun dia misalkan udah
pengalaman dimana-mana tapi kan setiap
ruangan kan beda-beda punya kebiasaan dan
formulir-formulir yang khusus (R3)
Jadi saya tanya, nanti kamu cara
pengisiannya bagaimana? Gitu, jadi kamu
udah paham apa belum dalam ngisi ini gitu
trus, jadi sekarang ini yang kamu tulis coba
kamu cek dulu kira-kira yang cek salah yang
mana? (R3)
Mau belajar terus belajar kalau nggak tahu ya
nanya kalau jadi saya selalu gitu ya sama-
Memsuper Mengatasi Mengalami
sama temen kalau misalkan gini pokoknya
visi faktor hambatan dan
jangan malu bertanya deh mau dibilang bego
penghambat upaya
apa daripada kamu salah mendingan nanya
pendokume mengatasi
gitu dari pada jangan sok pinter (R3)
ntasian hambatan
Balik lagi ya kalau senior gimana gitu
secara dalam
[orang-orang yang sulit diajak melengkapi]
perseora- pendokumenta
ya, tapi kalau setara ya saling mengingatkan
sian asuhan
(R6)
keperawataan
Dengan bayi yang crowded itu pasti tapi ya
mungkin waktu itu saya di situ junior ya saya
masih kurang untuk, jadi mending saya
ngomong sama teman-teman saya yang
junior maksudnya yang baik itu seperti apa
nanti kalau ke kakak nya paling saya curhat
ke kakak yang bisa saya percayai ya nanti
kakak nya sesama kakak-kakaknya yang
menegur. (R6)
Sekali dua kali pernah tapi kalau sering ya
gimana gitu. Kita hanya bisa nunggu kakak
senior ngomong atau dia menyadari apa yang
dia lakukan. (R6)
Terkadang teman saya ingat atau gak ya udah
kita ingetin lagi (R7)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


167

(Lanjutan)

Sesama teman kamu udah tandatangani


belum? Label namanya belum kamu bikin.
Kita saling ngingetin. Kalau yang cerewet
ada tapi baik. Semua harus komunikasi (R6)
Diperbaiki ni liat deh pasiennya gak intake
output bagus, urine diuesisnya bagus buat
apa angkat volume cairan. Udahlah di stop
misalnya. Atau ini gak sesuai ni, harusnya
kan prfusi jaringan perifer, perfusi perifer
karena dia ada sianosis, CRT nya memanjang
Kenapa harus cardio pulmo ayodi perbaiki.
Besoknya kita follow-up penulisan dia seperti
apa. (R7)
Nah kita akan kasih liat pada personal itu
begini loh nulisnya yang bener, cara
membuat diagnosis yang bener itu begini. Memsupervi Mengatasi Mengalami

Apa sih pentingnya data ketika ada flebitis, si faktor hambatan dan

atau pasien barunya post op ada luka, ada penghambat upaya

kolostomi post op harus ada diagnosis baru pendokume mengatasi

yang munculkan. Pasti aada nyeri ,bagaimana ntasian hambatan

mengkaji nyeri pasien bayi itu nah itu harus secara dalam

muncul harus ada diagnosis tambahan, kalau perseora- pendokumentas

begitu harus kita ini in, kalau kurang lengkap ian asuhan

ya kita lengkapin. Kita kasih liat, kita baca


bersama supaya dia bisa berubah(R7)
Perawat-perawat di ruang intensif ini ya itu
yang dilatih kritikal thinkingnya. Jadi bukan
hanya sekedar caring, jadi kritikal
thinkingnya juga harus main gitu. Dia
benerin posisi ne ada pasien posisinya gak
enak, miring kemana kaki kemana, betulin,
dibetulin sama dia tapi dia juga harus berpikir
ketika dia habis membetulkan posisi ―o ya ya
habis saya betulin kakinya dia distress ya, o
dia takikardi, kenapa ya gitu‖. Apakah tadi
dia terlalu kasar merubah posisinya sehingga
pasiennya gak nyaman, nah kritikal thinking
yang seperti itu yang belum terbentuk
sebelumya kalau untuk yang baru-baru (R7)
Setelah kita sosialisasikan bagaimana cara
mengisinya ketika besok atau lusanya saya
evaluasi lagi dia udah terisi (R8) Universitas Indonesia

Sebagai penanggungjawab asuhan


Pengalaman akanMartha
dalam..., liat Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
(Lanjutan)

Supervissi terhadap pendokumentasian. Jadi


kita akan ambil pada setiap conference itu
setiap hari, kita akan ambil acak random di
beberapa status dan biasanya kita fokuskan
pada status pasien baru (R8)
Role play juga bagaimana cara penulisan
yang benar (R8)
Pembinannya yang nanti berbeda antara yang
senior dengan yang lebih junior itu akan
berbeda; junior kita bisa waktu untuk
berubahnya dalam 1 bulan biasnya tapi kalau
yang senior memang dia sudah terinformasi
terkait standar-standar dengan SPO kita
lakukan pembinaan atau evaluasi feedback
Memsupervi Mengatasi Mengalami
yang sekarang gitu 2 minggu ke depan (R8)
si faktor hambatan dan
Misalnya pasien harus melakukan tindakan
penghambat upaya
vaksin, kita tidak melakukan tindakan vaksin,
pendokume mengatasi
terus saya saya mau mengklarifikasi dan
ntasian hambatan
memvalidasi, kenapa tidak dilakukan vaksin,
secara dalam
apa alasannya, akhirnya saya bisa
perseora- pendokumentas
menyarankan, lain kali pasien ini tolong di
ian asuhan
vaksin ya gitu. Coba kalau nantinya anak kita
seperti itu gimana, jadi seperti itu, fungsinya
saya memang tidak sempurna, karena ini
adalah tim, jadi mari kita saling
mengingatkan satu dengan yang lainnya,jadi
anggaplah mereka itu sebagai keluarga kita
(R9)
Saya selaku perawat kak,
mendokumentasikan SOAP secara lengkap
kemudian pasien A sudah beres, kakak
sebagai PN akan memvalidasi tulisan saya
itu? Apakah kamu sudah memeriksa pasien
ini, ini sudah ini sudah. Berarti saat tulisan di
Memotivasi
operan pastinys sudah ini ini, dan sudah ter
operkan saya tanda tangan, yang dinas sore
saya operkan tanda tangan (R9)
Udah ada supervisi ka itung kalo misalnya
ada yang gak sesuai dia langsung alarm
(R10)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


169
(Lanjutan)

Pasiennya memang kondisinya tenang ayolah


menulis lebih banyak tapi gak juga (R2)
Detail, teliti, jadi sering banget ngepush
temen-temen yang di tim (R2)
Tindakan-tindakan yang misalnya ini penting
untuk dituliskan ya dituliskan tolong, (R2)
Saling mengingatkan untuk pencatatan (R2) Memotivasi
Pokoknya lebih kritis untuk masalah
pelaporan dan pencatatan kan dia rapih
orangnya, (R2)
Ya paling ngingatin doank (R3)
Jadi kita harus benar-benar melakukan ke
teman-teman juga tolong intake outputnya
kalau pasien yang kira-kira, pasien-pasien
apalagi dokter yang agak gini ya, benar-benar
kalau untuk intake ouput paling gitu (R5)
Jadi biasa kita itu di kasih tanggung jawab
(R3)
Dikasih tanggung jawab itu untuk memegang
rekam medis pasien satu perawat tujuh rekam
medis pasien gitu. Jadi lengkap tidak
lengkapnya menjadi tanggung jawab si Mengatasi Mengalami
Membagi
perawat itu, misalnya aku nih aku dapat tujuh faktor hambatan dan
tanggung
rekam medis pasien yang berbeda-beda. Jadi penghambat upaya
jawab
si rekam medis yang tujuh pasien itu pendokume mengatasi
memantau
tanggung jawabku untuk kelengkapannya ntasian hambatan
kelengkapan
untuk rontsennya edukasinya kelengkapan secara dalam
pendokume
apa lembar pemantauan HDnya gitu itu udah perseora- pendokumentas
ntasian /
menjadi bagianku jadi nanti misalnya suatu ian asuhan
Bertang-
saat ada tracer nggak lengkap ya aku yang
dipanggil (R4) Meminimal
Dilihat lagi dengan fasilitas rumah sakit, kan
kepedulian untuk merawatnya, kayak pendokume
computer apa dan segala macam kita fasilitas ntasian,
semuanya (R3) fasilitas RS
Dari institusi kita dari rumah sakit itu udah dan
minimal mungkin sih untuk untuk kita jadi perawatan-
repot mencatatnya, itu sebenarnya kita nya
pendokumentasian pasien (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Pendokumentasian kadang ada [pelatihan
Melakukan
pendokumentasian] ; Iya cara pengisiannya
pelatihan
[EWSS] ada ininya kan, ada kita
pelatihannya (R5)
Kalau sekarang sih udah 26 tapi terkadang Mengurangi
over kapasitas tapi setidaknya sudah lebih over
baik, pendokumentasiannya sudah lebih baik kapasitas
(R6)
PERINA 2A sudah dibagi jadi Meminimal
Mengalami
pendokumentasiannya lebih baik (R6) kan jam Mengatasi
hambatan dan
Meminimalkan mungkin ada. Seperti jam besuk dan faktor
upaya
besuk misalnya 2 jam kita bikin 1 jam. mengatur penghambat
mengatasi
Misalnya ngantar susu ada dari jam segini jam antar pendokume
hambatan
sampai segitu (R6) ntasian
dalam
Kita punya buku PPK kan (Panduan melalui
pendokumentas
Penulisan Asuhan keperawatan (R7) kebijakan
ian asuhan
Bahas lagi di morning conference, di RS
keperawataan
morning conference di setiap pagi kita akan
bahas kita ingatkan lagi kita ada DRK
(Disscuss Refleksion Casess) (R7)
Sesuai dengan SPO yang terbaru dan
kemudian kita ada panduan PPK yang
diperbaharui, sekarang ada buku SDKI (R7)

Tiap bulan kita bikin log book kan, dikumpul Sistem

nah itu yang dinilai jadi IKI (Indikator pendukung


kinerja individu), kalau IKI nya turun dari RS
renumerasinya turun (R7) berupa

Ruangan khusus harus ada pelatihan khusus panduan,

kalau dia gak belum ikut pelatihan memang pelatihan

kritikal car enya memang belum terbentuk penerapan

secara maksimal ya. Itu yang harus dilatih IKI dan

(R7) jangan

Kalau bisa perawatnya gak pindah-pindah sering

bukannya mutasi, sering-sering mutase (R7)


Pelatihanlah, seminar-seminar, workshop
update ilmu supaya pendokumentasiannya
semakin bagus (R7)
DRK tapi khusus untuk pendokumentasian,
proses pendokumentasian asuhan
keperawatan terbaru, kita update, update
Universitas Indonesia
ilmu tapi lewat DRK semacam CNE lah
Pengalaman
khusus diruang NICU PICU, HCUdalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Perina
171
(Lanjutan)

Harus baca lagi ni point-point apa yang Sistem


berubah supaya tidak ada tumpang tindih pendukung Mengatasi Mengalami
data ketika kita melakukan dari RS faktor hambatan dan
pendokumentasian (R8) berupa penghambat upaya
Kita sosialisasikan bagaimana mengisinya panduan, pendokume mengatasi
saya lihat ada perubahan trend ya dari yang pelatihan ntasian hambatan
sebelumnya point itu kosong setelah di penerapan melalui dalam
sosialisasi trendnya berubah jadi terisi. (R8) IKI dan kebijakan pendokumentas
Tema tujuh : Memaknai jangan RS ian asuhan
sering keperawataan

Skema 4.5 Mengalami hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam


pendokumentasian asuhan keperawataan

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 10

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema

Misalnya diagnosis pada pagi hari, itu


misalnya diagnosis utamanya nyeri tapi
sudah diatasikan kita sudah kolaboratif
dengan dokter misalnyanya dan kemudian
nyeri pada pagi hari diagnosis nyeri karena
efek post op. Jadi karena efek pendarahan
yang banyak pada saat operasi sore HBnya 7
atau HBnya 5, berubah gak diagnosisnya, kan
berubah. Bukan nyeri lagi, nyeri sudah
teratasi. Di sore hari muncullah diagnosis
perfusi (R7)
Misalnya 5 pertama nyeri kemudian pola
nafas kemudian baru perfusi, tiba-tiba sore
itu yang dominan adalah masalah perfusinya,
itu masalah utama yang diangkat pada sore
(R7)
Ketika masalah ini belum teratasi, apanya Memahami
Memahami
yang belum teratasi kita akan cari sumber Kemampuan integritas dalam
integritas pendokumentas
masalahnya, kita bisa cari akar masalahnya kognitif ian sebagai
dalam
dimana. Kok pasien sekian lama masalahnya dalam kemampuan
pendokume kognitif,
pola nafas terus begitu. Sehingga kita bisa pendokume memiliki
ntasian
berkolaborasi dengan dokter, kita cari ntasian prinsip nilai,
asuhan kejujuran,
penyebabnya apa kayak gitu. asuhan bertanggung
keperawatan
Tindaklanjutnya mau bagaimana. Kayak keperawatan jawab, dapat
sebagai diperhitungkan,
pasien-pasien BP yang gak bisa lepas sesuai SPO,
kemampuan
ventilator itu, kan pasien BP kan pulang berkomitmen,
berpikir kompeten,
dengan memakai O2 kan ada yang seperti itu konsisten,
kritis (aspek
(R7) sesuai identitas
kemampuan identitas diri
Jam sekian sudah di GV, jam sekian ni dan belum
kognitif)
muncul dekubitusnya. Kenapa dekubitusnya. mengimplement
asikan asuhan
Albuminnya rendah. Kenapa albuminnya yang aman
rendah ternyata dia sepsis, proses sepsisnya.
Itu kan kita butuh data untuk menghadapi
pertanyaan–pertanyaan seperti itu. Kalau
pengalaman saya kenapa dokumentasi itu
harus lengkap, kenapa pendokumentasian itu
harus baik ya salah satunya itu (R7)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


173(Lanjutan)
Membuktikan bahwa kita ini perawat bekerja
dengan keilmuan, ya kan bekerja dengan
keilmuan kita
Yang mempengaruhinya caring, peduli itu ya,
harus punya prinsip caring, peduli bahwa apa
yang ditulis itu adalah bentuk keilmuan dia
dan penerapan dari ilmu yang dia dapat (R7)
Kritikal care terbentuk kan melalui pelatihan-
pelatihan, bukan hanya sekedar dari ilmu
yang didapat dari kuliah itukan (R7)
HB nya 3 berartikan semua perfusinya gak
bagus, ya sesaknya karena akibat perfusi
yang gak bagus jadi gak perlu lagi kita
angkat pola nafas. Jadi hanya satu diagnosis
utama yang muncul kemudian planningnya
juga hanya satu, management perfusi Kemampuan Memahami Memahami
misalnya seperti itu, pengelolaan perfusi, integritas dalam
kognitif integritas
pendokumentas
pengelolaan sirkulasi, perbaiki HB gitukan, dalam dalam ian sebagai
kolaborasi, pemberian cairan seperti itu. Di kemampuan
pendokume pendokume
kognitif,
malam haripun bisa seperti itu. Malam hari ntasian ntasian memiliki
misalnya telah ditransfuse membaik gitu tapi prinsip nilai,
asuhan asuhan
kejujuran,
ternyata ada masalah lain. Pasiennya gelisah, keperawatan keperawatan bertanggung
kita lihat, kenapa apakah nyeri post op nya jawab, dapat
sebagai
diperhitungkan,
dia lebih dominan, ya mungkin nyerinya kemampuan sesuai SPO,
yang diangkat (R7) berkomitmen,
berpikir
kompeten,
Di CPPT pun harusnya itu kalau emang kritis (aspek konsisten,
datanya berkualitas maksudnya diagnosis sesuai identitas
identitas diri
yang diangkat didukung oleh data subjektif dan belum
dan data objektif yang cukup kuat sehingga mengimplement
asikan asuhan
satu diagnosis itu diangkat (R8) yang aman
Kita tulis jam 10.00 memberikan positioning
miring kiri. Respon pasien setelah diberikan
posisi miring kiri selama 10 menit pertama
pasien mengeluhkan sesak misalnya.
Otomatis itu juga akan bisa gunakan ternyata
kita akan evaluasi sesaknya kenapa, apakah
pasien itu emang tidak tolerat dengan posisi
miring kiri atau ada indikasi lain yang
membuat pasien ini tidak bisa miring kiri
terlalu lama, itu nanti yang akan mendukung
untuk mengambil keputusan untuk planning
berikutnya. (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Memang kebutuhan pasien itu adalah untuk


masalah airway, berarti kita membuat
diagnosis airway, kalau memang masalah
kondisi pasiennya kardio maka kita buat
diagnosisnya kardio, kalau kondisisnya
kearah nutrisi, karena kita lebih banyak 100
persen gizi buruk berarti penangan diagnosis
dengan pasien gangguan nutrisi. (R9)
Kemungkinan perubahan diagnosis jadi kita Kemampuan Memahami Memahami
integritas dalam
tidak menutup kemungkinan ada perubahan kognitif integritas
pendokumentas
diagnose yang sudah kita tetapkan di NCP, dalam dalam ian sebagai
kemampuan
jadi itu tiap hari bisa berupa, jadi untuk pendokume pendokume
kognitif,
selanjutnya untuk dinas sore dan dinas ntasian ntasian memiliki
prinsip nilai,
malam kita bisanya menentukan prioritas asuhan asuhan
kejujuran,
mana yang dari shit pagi, bukan berarti keperawatan bertanggung
jawab, dapat
menutup kemungkinan dinas sore dan dinas sebagai
diperhitungkan,
malam untuk perubahan diagnosis jika pasien kemampuan sesuai SPO,
berkomitmen,
berubah kondisi (R9) berpikir
kompeten,
Perawat itu kan harus cerdas, kita mengikuti konsisten,
sesuai identitas
seminar, kita mencari ilmu, kita harus identitas diri
browsing, dan pelatihan (R9) dan belum
mengimplement
asikan asuhan
yang aman

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


175
(Lanjutan)

Ketika kita ketemu pasien yang sulit kita bisa


bergaining dengan dokter, dan farmasi,
bahwa kita menunjukan perawat itu yang
cerdas dan professional (R9)
Karena sekarang makin kritis, perawat juga
makin cerdas gitu, kehati-hatian nya juga ada
jadi untuk legalnya juga mereka ada (R9)
Misalkan pasien tidak sadar tiba-tiba KLL,
nah ditanya pingsan nya berapa lama ada
muntah atau gak atau gimananya nah biasa
mereka angkat gangguan perfusi jaringan
celebral sama intolerasi nah kayak gitu dan
dilanjutkan di kita apakah data gangguan
perfusi jaringan celebral itu di dukung (R10)
Awal kita nulis SOAP, ternyata pasiennya Kemampuan Memahami Memahami
mengalami heart rate naik kayak gitu kan integritas dalam
kognitif integritas
pendokumentas
timbul demam kayak gitu kan harus dalam dalam ian sebagai
dimunculkan lagi kan. Biasanya saya kemampuan
pendokume pendokume
kognitif,
mengkaji ulang kondisi pasien walaupun ntasian ntasian memiliki
diatasnya udah SOAP karena kan biar gak prinsip nilai,
asuhan asuhan
kejujuran,
bias kan antar kok ini dia tiba-tiba demam keperawatan bertanggung
dan gak muncul diagnosis gitu. Trus biasanya jawab, dapat
sebagai
diperhitungkan,
kita mengkaji ulang trus SOAP Lagi. kemampuan sesuai SPO,
Ataupun misalkan pada pasien yang tiba-tiba berkomitmen,
berpikir
kompeten,
Alo gitu kan, seringnya kan pada pasien kritis (aspek konsisten,
jantung dan over load (R10) sesuai identitas
identitas diri
Direspon pasien biasanya ditulis disitu tidak dan belum
ada peningkatan PTIK dengan hasil TTP nya mengimplement
asikan asuhan
segini tidak ada muntah; hemodinamika nya yang aman
stabil terus tidak muntah, tidak ada kejang
(R10)
Sebelumnya udah ada diagnosis itu kita ikut
aja padahal biasanya itu udah perbaikan
harusnya kan sudah teratasi kayak gitu,
biasanya kadang juga teman teman masih ada
yang mengikuti tapi ada juga yang kritis
maksudnya udah di stop atau mungkin apa
mengangkat diagnosis lagi kalau misalnya
terjadi perubahan atau ada keluhan lain (R10)
Pasien baru 1 hari berarti masih sama nih
diagnosisnya kalo udah 3 hari nih kalo
Universitas Indonesia
misalnya masih sama nah itu suka kena
marah ini kamu ini udah cobadalam...,
Pengalaman ini pasien udah
Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
(Lanjutan)

Liatnya dari kondisi pasiennya misalkan


Kemampuan Memahami
pasiennya pasien dengan ckd pasien dengan
kognitif integritas
ckd over load saya biasanya ngangkatnya
dalam dalam
1x24 jam dulu soalnya kalo udh habis di hd
pendokume pendokume
dia udh perbaikan kalo misalnya pasiennya
ntasian ntasian
penurunan kesadaran tiba-tiba apa nafasnya
asuhan asuhan
cepat dan AGD nya juga kurang bagus itu
keperawatan
biasanya saya 3x24 jam (R10)
sebagai
Harus menuliskan apa yang kita kerjakan,
kemampuan
(R2)
berpikir
Bukan suatu hal yang baik hal yang jelek,
kritis (aspek
pendokumentasian itu jelek, baik dikerjakan
ataupun tidak ditulis atau baik ditulispun
ternyata hasilnya salah, juga sama tidak
bagusnya (R2)
Bukan masalah supaya kita bagus tapi ini
demi pasiennya (R2)
Berintegrita Memahami Memahami
Setiap perawat punya file pribadi dan disitu s memiliki integritas integritas dalam
prinsip nilai dalama pendokumentas
sudah ada bentuk file catatan perilaku.. pendokume ian sebagai
dalam
misalnya kalau kita melakukan teguran (R7) pendoku- ntasian kemampuan
mentasian asuhan kognitif,
Kita panggil, kita kasih, kita ingatkan, kita keperawatan memiliki
beritahu ulang kalau pendokumentasian iu meliputi prinsip nilai,
prinsip nilai kejujuran,
harus here and now, kondisi pasien harus jujur, dapat bertanggung
bener-bener sesuai, bukan mengarang, bukan dipertanggu jawab, dapat
ngjawabkan, diperhitungkan,
AMK lagi ahli manipulasi ya kayak gitu-gitu, dan dapat sesuai SPO,
harus bener-bener data real yang ada saat ini diperhitungk berkomitmen,
an.(as-pek kompeten,
pasien itu seperti apa (R7) sikap) konsisten,
Harus menulis pendokumentasian yang baik sesuai identitas
identitas diri
dan benar, emang itu sudah bagian tugasnya dan belum
kita harus menulis dengan baik dan benar, itu mengimplement
asikan asuhan
prinsipnya do what you write and write what yang aman
you do (R7)
Prinsipnya apa yang saya kerjakan saya
dokumentasikan, kalau tidak saya lakukan
saya tidak dokumentasikan. Karena apa yang
kamu kerjakan harus kamu tulis (R9)
Yang pertama memposisikan pasien jadi
keluarga, kedua itu adalah tugas kita, ketiga
beban secara aspek kelegaan hukum,
keempat pertanggung jawaban dengan yang
mahakuasa (R9)
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


177
(Lanjutan)

Jadi jangan asal nulis tapi harus bener-bener


diperhatikan pasiennya benar-benar minum
(R5)
Harus jujur (R7)
Ketika kita pengkajian kita bertanya pada
sumber data. (R8)
Data primer tentunya, data primer dalam hal
ini adalah si pasien atau keluarganya. ya
nanti kita akan dukung dengan data-data
sekunder apakah itu data penunjang ataukah
pemeriksaan laboratorium itu dalam proses
pengkajiannya (R8) Berintegritas Memahami Memahami
sebagai integritas integritas dalam
Proses pendokumentsiannya semua data yang
sesuatu yang dalama pendokumentas
tadi sudah kita kaji apakah wawancara, jujur pendokume ian sebagai
ntasian kemampuan
pemeriksaan fisik representative atau
asuhan kognitif,
mewakili sesuai dengan kasus pasiennya gitu. keperawatan memiliki
meliputi prinsip nilai,
Misalnya pasiennya kasus fraktur otomatis
prinsip nilai kejujuran,
data-data fraktur didokumentasi di jujur, dapat bertanggung
dipertanggu jawab, dapat
pengkajiannya itu tergambar, dimana lokasi
ngjawabkan, diperhitungkan,
fraktur, dimana derajat fraktur, apakah dia dan dapat sesuai SPO,
diperhitungk berkomitmen,
fraktur terbuka atau tertutup. adakah
an.(as-pek kompeten,
kerusakan di jaringan sekitar fraktur sikap) konsisten,
sesuai identitas
semestinya itu tergambar sehingga data itu
identitas diri
mewakili atau representative terhadap kasus dan belum
mengimplement
pasien itu terkait fraktur (R8)
asikan asuhan
Sesuai dengan klinis pasien, intruksi, dan yang aman
proses keperawatannya, pengkajiannya ada,
hasilnya ada (R9)
Menurut saya sesuai dengan kondisi pasien,
sesuai dengan data penunjang yang
maksudnya data-datanya itu masuk dengan
diagnosis jadi kita mengangkat diagnosis
sesuai dengan S data subjektif objektifnya
data objektif itu juga kan bisa dari penunjang
harusnya sih seperti itu (R10)
Dalam pendokumentsian kita harus jujur,
tidak boleh mengada-ngada, harus sesuai data
pasien yang dimasukkan (R10)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Integritas itu sangat penting, sangat penting
terutama untuk pribadi saya, untuk aspek
legal kita. Jadi apapun misalnya tindakan
yang kita kerjakan kaya pasang DC
semuanya harus dimasukin, kan memang
sebagai aspek legal kita (R5)
Tanggungjawab kita terhadap pekerjaan. Kan
tiap hari kita megang pasien, kan kita tulis
kondisinya sesuai dengan yang kita tahu itu
bentuk pekerjaan kita (R7)
Ada masalah, ada pertanyaan, ada komplain
Memahami
dari siapapun itu kita punya tanggungjawab integritas dalam
pendokumentas
pekerjaan kita (R7)
ian sebagai
Mau memiliki rasa tanggungjawab terhadap kemampuan
Beriintegritas Memahami kognitif,
pendokumentasian asuhan keperawatan yang
sebagai integritas memiliki
baik dan benar sesuai dengan keilmuan, sesuatu yang dalama prinsip nilai,
dipertanggung pendokume kejujuran,
bekerja baik (R7)
ja-wabkan ntasian bertanggung
Bisa juga dipertanggungjawabkan. asuhan jawab, dapat
keperawatan diperhitungkan,
Dipertanggungjawabkan dalam arti data-data sesuai SPO,
meliputi
yang kita masukkan dalam bentuk prinsip nilai berkomitmen,
jujur, dapat kompeten,
pendokumentasian keperawatan tadi artinya konsisten,
dipertanggu
valid (R8) ngjawabkan, sesuai identitas
dan dapat identitas diri
Selain yang tadi saya bilang valid, habis itu dan belum
diperhitungk
bisa dipertanggungjawabkan (R8) an.(as-pek mengimplement
sikap) asikan asuhan
Pendokumentasian yang berkualitas yang aman
pengkajian itu data-datanya bisa
dipertanggungjawabkan (R8)
Kalau teman kita sudah menulis, kita
mencoba memvalidasi ke pasien sudah
ini,dan itu, kalau memang keluarga nya
menuntut, apa yang sudah saya coba validasi
(R9)
Semua datanyakan harus akurat, terus kita
saat operakan, kita buat laporan, pengkaijan
dan laporan sudah ada, ntar ditanda
tangan(R9)
Prinsipnya pendokumentasian asuhan
keperawatan kita lakukan mulai dari
pengkajian sampaipun evaluasi terhadap
implementasi yang kita lakukan (R8)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Semestinya pendokumentasian asuhan


keperawatan itu selain real time (R8)
Audit untuk kuantitas kita masih diatas
standar RS yang diatas 80% untuk Berintegrita Memahami
s sebagai integritas
kelengkapan secara kuantitas; kita masih 89 dalama
sesuatu
kelengkapannya ya (R8) yang pendokume
diperhitu- ntasian
Sehingga data subjektif dan data objektif ngkan asuhan
yang muncul di SOAP atau di CPPT itu bisa keperawatan
meliputi
dijadikan tim asuhan profesional pemberi prinsip nilai
asuhan lain dalam hal ini tim medis maupun jujur, dapat
dipertanggu
non medis lain untuk pengambilan keputusan ngjawabkan,
klinik (R8) dan dapat
diperhitungk
Prinsip ininya prinsip yang harus kita pegang an.(as-pek
kalau memang tidak ada seperti itu, ―hebat sikap)
kamu tidak mau melakukan walaupun dalam
Memahami
tekanan‖ (R3) integritas dalam
Karena memang tidak ada standar, saya pendokumentas
ian sebagai
bilang kita mengerjakan itu harus sesuai kemampuan
dengan standar yang memang berlaku di kognitif,
memiliki
rumah sakit mau siapapun yang prinsip nilai,
Berintegrita Memahami kejujuran,
memerintahkan kalau tidak ada SOP yang
s bermakna integrits bertanggung
sesuai saya tidak mau mengerjakan, saya. Dia bertindak bermakna jawab, dapat
sesuai mendokume diperhitungkan,
memang benar tapi kamu sudah tulis? Sudah,
dengan ntasikan sesuai SPO,
kalau ibu mau baca silahkan kejadian ini standar SOP asuhan berkomitmen,
keperawatan kompeten,
sampe dari menit ke menit sudah saya tulis
sesuai konsisten,
secara lengkap saya bilang oh itu ya udah ya dangan sesuai identitas
standar identitas diri
memang seperti itu maksudnya kita harus ada
(SPO), dan belum
SOP kalau nggak ada SOP kita tidak boleh idnntitas diri mengimplement
(aspek asikan asuhan
mengerjakan gitu kan , nggak ada saya belum
psikomo- yang aman
S1‖ saya bilang ―saya masih D3 tapi nggak tor)
ada pak teori SOP nya itu pas pasien stroke
(R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Saya mohon maaf tidak mengerjakan pak,
nggak ada intruksi, yang kedua tidak ada
SOP saya bilang gitu, temen saya yang sudah
S1 juga nggak ada tuh SOP seperti itu saya
balesnya gitu. Kita nih maksudnya apa sih
Berintegritas Memahami Memahami
yang mesti kita prioritasin, gimana sih lebih bermakna integrits integritas dalam
dari bersangkutan dari perawat ya itu sendiri bertindak bermakna pendokumentas
sesuai mendokume ian sebagai
yang harus tahu, jadi nggak tergantung sama dengan ntasikan kemampuan
orang (R3) standar SOP asuhan kognitif,
keperawatan memiliki
Bekerja sesuai dengan SPO sesuai prinsip nilai,
pendokumentasian yang lengkap itu bukan dangan kejujuran,
standar bertanggung
hanya sekedar mendapatkan dokumentasi (SPO), jawab, dapat
saja (R7) idnntitas diri diperhitungkan,
(aspek sesuai SPO,
Harus ada kepatuhan, kepatuhan dalam psikomo- berkomitmen,
tor) kompeten,
penulisan kemudian harus ada kesadaran
konsisten,
individu bahwa memang harus bekerja sesuai sesuai identitas
dengan SPO (R7) identitas diri
dan belum
Sibuk ya kan, kenapa gak mencoba untuk mengimplement
memberikan waktu telat setengah jam pulang asikan asuhan
yang aman
ke rumah misalnya untuk mengisi kembali
apa yang kurang (R2)
Selagi itu masih bisa aku tulis dan menurut
saya sangat-sangat penting untuk dilaporkan
Berintegritas Memahami
dalam penulisan akan aku kerjakan walaupun sebagai integrits
komitmen bermakna
bisa ga pulang cepat atau pulang lama (R2)
menyelesaik mendokume
Pasiennya banyak aku masih bisa excuse an pendoku- ntasikan
mentasian asuhan
yang ya udah bang , pasien tenang, ya bok ya
keperawatan
lebih rapih, lebih lengkap, gak juga , banyak sesuai
dangan
sedikit, ya sama aja, pola kerjanya, banyak
standar
ya segini, sedikit juga sama aja bentuk isi (SPO),
idnntitas diri
dari pendokumentasiannya sendiri (R2)
(aspek
Lebih ke sense of emergencynya, sense of psikomo-
tor)
emergencynya masih kurang, dia tidak tau
bahwa itu adalah hal yang penting untuk
dilaporkan, ditulis, dikerjakan (R2)
Integritas kita dan loyalitas kita untuk rumah
sakitpun otomatis lebih merasa gimana ya
kita, kita ni hidup ini punya tujuan kayak
gitu. Kita tu bermanfaat buat orang lain gitu.
udah punya komitmen sendiri kalau misalkan
kita bekerja dengan baik kita akan
menghasilkan hasil yang baik (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Pencatatan otomatis segala sesuatunya kita


merencanakan ke depan untuk kemajuan
pasien, kemajuan rumah sakit (R3)
Prinsipnya pendokumentasian asuhan
keperawatan kita lakukan mulai dari Berintegritas
sebagai
pengkajian sampaipun evaluasi terhadap
komitmen
implementasi yang kita lakukan (R8) menyelesaikan
pendoku-
Dokumentasi di formulir pengkajiannya tidak mentasian
bisa dimasukkan karena mungkin formulir
pengkajiannya tidak mengakomodir itu saya
pasti masukkan di CPPT (R8)
Prinsipnya pendokumentasian asuhan
keperawatan kita lakukan mulai dari
pengkajian sampaipun evaluasi terhadap
implementasi yang kita lakukan (R8)
Sebenarnya yah bertolak belakang [prinsip
apa yang saya lakukan saya dokumentasikan,
namun juga sering mendokumentasikan
asuhan yang dilakukan perawaat lain],
sebenarnya ya saya akan menulis apa yang
telah saya kerjakan, tetapi sebagai bukti legal
juga untuk meminimalisir kesalahan salah Memahami
integritas dalam
satu bentuk mengkarifikasi memvalidasi pendokumentas
kepada teman dan harus kita tuangkan ian sebagai
kemampuan
kedalam integrasi adalah hal yang wajar, kognitif,
Memahami memiliki
kembali lagi bentuk kelegalan (R9)
integrits prinsip nilai,
Kalau itu salah satu bagian hal yang Berintegritas bermakna kejujuran,
sebagai mendokume bertanggung
mendukung [merapikan tulisan, merapikan
sesuatu yang ntasikan jawab, dapat
tindakan yang belum beres] (R9) kompeten asuhan diperhitungkan,
keperawatan sesuai SPO,
Terus jadi kita jangan mau disalahkan hanya
sesuai berkomitmen,
karena tidak terisi ya, pendokumentasian dangan kompeten,
standar konsisten,
yang kurang. Kita capek sudah, ibaratnya
(SPO), sesuai identitas
kerja sudah capek-capek tapi tidak ada idnntitas diri identitas diri
(aspek dan belum
buktinya. Itu yang nggak enak kan terus
psikomo- mengimplement
dimarahin pula sama dokter, kita kan nggak tor) asikan asuhan
yang aman
mau kejadian seperti itu, kita kan partner,
istilah nya mau dimarahin, digini in hanya
karena kita ga menulis ; (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Profesional dalam bekerja. Bisa juga
integritas karena kita lakukan semua . Apa
yang kita lakukan kita catat dan benar-benar
kita lakukan dari awal pengkajian sampai
akhir. Dari rencana tindakan sampai evaluasi
(R6)
Kenapa kalau misalnya males menulis, kan
nggak boleh males, bagaimanapun juga siapa
yang kena shif di situ itu tangung jawabnya
dia kalau ada apa-apa, kita bekerja itu ada
resikonya, kalau tidak lengkap, kamu juga
Memahami
akan capek, berdebat terus, ini juga keluarga
integritas dalam
pasien juga, tim yang lainya juga ngikut pendokumentas
ian sebagai
imbasnya (R3) kemampuan
Mendokume Berintegrits
Tapi kalau mereka repot ya kita, kita juga ntasikan bermakna kognitif,
dengan mendokume memiliki
berperan kadang-kadang jadi saya masukin prinsip nilai,
konsisten ntasikan
ya itulah kerjanya berkisanambungan (R5) mencatat asuhan kejujuran,
dari awal keperawatan bertanggung
Nanti tiba-tiba beda lagi terutama kalau sore jawab, dapat
pengkaji-an sesuai
malam (R5) sampai dangan diperhitungkan,
evaluasi standar sesuai SPO,
Ada yang nggak seragam (R5) berkomitmen,
(SPO),
Kemarin- kemarin sih belum sih, jadi ada idnntitas diri kompeten,
(aspek konsisten,
yang kadang-kadang tiap ruangan juga beda- sesuai identitas
psikomo-
beda (R5) tor) identitas diri
dan belum
Ada juga ringkas, berbagai macamlah (R5) mengimplement
Cuman ini banyak satu kadang orang-orang asikan asuhan
yang aman
ada yang sampai sedetil-detilnya, ada yang
seperti itu (R5)
Kayak yang saya lihat sich, kayak dilihat dari
ruangan lain kalau pindahan kan satu lembar,
tulisannya kecil, tapi banyak banget sampai
sedetil-detilnya, setiap itu. (R5)
Jadi kita satu persepsi kok untuk penulisan
pendokumentasian. Cuma atau tidak lengkap
itu kadang-kadang bikin tidak sama (R7)
Saat pembuatan NCP itu kan memang harus
ada SMART, harus ada waktunya, kita bikin
3x 24 jam berharap pola nafas teratasi, tapi
ternyata pasiennya susah di weaning gitukan?
Itu kan akan dievaluasi. Gak sesuai dengan
target waktu (R7)
Begitu data yang kita punya lengkap itu akan
Universitas Indonesia
mempermudah segalanya gitu. Akan sangat
membantu Pengalaman
dalam proses dalam...,
pelayananMarthake
Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
(Lanjutan)

Kalau datanya lengkap, teman-teman menulis


sesuai dengan keilmuannya, menulis yang
baik, menulis yang benar apa yang dikerjakan
ditulis, tidak ada delay-delay, itu membantu
(R7)
Berkesinambungan (R7)
Konsistensi antara pengkajian, NCP dengan
evaluasi terhadap tindakan keperawatan.
Karena di sini ada misalnya di NCP nanti ada
Memahami
kontrol infeksi, pada saat kita melakukan integritas
perawatan infuse di sinikan akan ketemu dalam
pendokumenta
pada saat dilakukan perawatan infuse ada sian sebagai
tanda flebitis atau tidak di daerah infusnya, kemampuan
Mendokume Memahami
kognitif,
atau misalnya perawatan luka akan ntasikan integrits
memiliki
dengan bermakna
tercantum, kondisi lukanya seperti apa. prinsip nilai,
konsisten mendokume
kejujuran,
Apakah ada tanda-tanda infeksi atau tidak mencatat ntasikan
bertanggung
dari awal asuhan
(R8) jawab, dapat
pengkaji-an keperawatan
diperhitungka
Sebetulnya, seharusnya ya kalau sampai sesuai
n, sesuai SPO,
evaluasi dangan
dokumentasinya dilakukan dengan benar itu berkomitmen,
standar
kompeten,
akan sinkron antara NCP, Planning, dan (SPO),
konsisten,
idnntitas diri
Evaluasi dari tindakan. (R8) sesuai
(aspek
identitas
Enggak [pengimplemtasian itu mengacu psikomo-
identitas diri
tor)
kepada NCP]. Yang pertama jujur ada dan belum
mengimpleme
activity daily yang terbiasa karena sudah ntasikan
rutin ya, sama ada yang enggak kalau asuhan yang
aman
misalkan pasien tergantung sama dignosanya
apa kan. Kalau misalkan pasien gangguan
celebral ya salah satu nya high up 30 (R10)
Aku mengevaluasi enggak juga berdasarkan
NCP berdasarkan dari data data sih misalkan
kayak kurang kalo kurang volume cariran Berntegritas
dan elektrolit makanya diangkat kan itu sebagai
perilaku
elektrolitnya udh bagus berarti kita stop sesuai
biasanya kayak gitukan ada perbaikan atau dengan
kenyakinan
nutrisi resiko mual muntah tiba tiba pasien yang
udh nafsu makan udah bagus (R10) menjadi
identitas diri
Kita sedang berjuang untuk supaya formulir
yang sekarang itu bisa direvisi lagi dan bisa
memuat aspek-aspek muskuloskletal yang
tadi kita masukkan sebagai data fokus
muskuloskletal. (R8)
Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)
Integritas berarti kita menampakkan jati diri
kita sebagai perawat (R9)
Prinsipnya pendokumentasian asuhan
keperawatan kita lakukan mulai dari
pengkajian sampaipun evaluasi terhadap
Berntegritas
implementasi yang kita lakukan (R8) sebagai
Audit untuk kuantitas kita masih diatas perilaku
sesuai
standar RS yang diatas 80% untuk dengan
kelengkapan secara kuantitas; kita masih 89 kenyakinan
yang
kelengkapannya ya (R8) menjadi
Sehingga data subjektif dan data objektif identitas diri

yang muncul di SOAP atau di CPPT itu bisa


dijadikan tim asuhan profesional pemberi
asuhan lain dalam hal ini tim medis maupun
non medis lain untuk pengambilan keputusan
klinik (R8)
Memahami
Hipo kenapa obat pagi dikasih lagi obat DM integritas
(R1) dalam
Diambil darah ibunya malah diambil darah pendokument
asian sebagai
bayi nya, diambil darah bayi nya malah
kemampuan
diambil darah ibunya (R1) kognitif,
Belum Memahami
Punya pemahaman bahwa kasus ini itu mengimple integrits memiliki
mentasi bermakna prinsip nilai,
emergency, zona merah, mau kuning, mau
asuhan mendokume
ntasikan
kejujuran,
hijau mah sama aja , hanya merasa, ya udah keperawatan
yang tidak asuhan bertanggung
sih, tau sih gawat, ya udah gitu, Dokternya jawab, dapat
aman keperawatan
gak nyuruh kak, gak lapor dokternya , KAD sesuai diperhitungk
dangan an, sesuai
itu gawat, tapi tidak merasa bahwa ini adalah
standar
(SPO),
SPO,
suatu hal yang mendesak atau mengancam
idnntitas diri berkomitmen
nyawa, ya udah sih dokternya gak nyuruh, , kompeten,
(aspek
CM kok pasiennya, jadi masih ada yang psikomo- konsisten,
tor) sesuai
beberapa hal yang mereka yang CM lah,
identitas
tensinya ya masih keraba dikit lah nadinya,
identitas diri
dokternya juga merasa, dokternya gak ini dan belum
(R2) mengimplem
Itu harus ditangani secara cepat dan tepat dan entasikan
asuhan yang
immediately misalnya gitu, udah hilang-
aman
hilang dengan begitu saja, tau, ini pasien apa,
emergency, gawat gak? Gawat. Tau tapi
untuk memulai-mulainya itu kayaknya, ya
udah, masih menyama ratakan (R2)
Nulis tapi datanya gak real, kalau pasiennya
kenapa-kenapa kan repot (R2)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Ada DL beku tapi tidak dia operkan, tidak


tertulis artinyakan ada delay. Kalau
pasiennya anemia, gitu kan. Kalau tidak
cepet-cepet kita respon kan fatal apalagi bayi
kayak gitu. Kan HB sangat berpengaruh ke
oksigenasi ditubuhnya seperti itu (R7)
Tapi kalau ada lab yang tertinggal itukan
mempengaruhi (R7)
Pasiennya mengalami distensi pada abdomen, Mengim- Memahami Memahami
plementasi integrits integritas
terus ternyata di data subjective nya tidak
asuhan bermakna
muncul keluhan pasiennya itu kembung di mendokume
dalam
keperawatan
yang tidak ntasikan pendokument
data objective nya juga gak muncul data
aman asuhan asian sebagai
perkusinya ataupun palpasi abdomennya keperawatan kemampuan
sesuai kognitif,
seperti apa, sehingga ketika dokter melihat
dangan
catatan perawat subjective dan objective standar
memiliki
(SPO), prinsip nilai,
nyata baik-baik saja dan kebetulan juga
idnntitas diri kejujuran,
dokter gak ke pasien misalnya dia (aspek bertanggung
psikomo- jawab, dapat
menganggap pasien itu baik-baik saja (R8)
tor)
Contoh nya kita dibilangnya sudah mem
diperhitungk
an, sesuai
vaksin pasiennya ternyata pasiennya belum di SPO,
vaksin (R9) berkomitmen
Tadi pagi, pasien itu sudah direncanakan , kompeten,
konsisten,
USG, kita sudah puasakan ahh…. teman
sesuai
yang lain menyatakan sudah terpasang infus, identitas
tapi saat pasien mau diantar saya melihat identitas diri
bahwa pasien belum terpasang infus (R9) dan belum
mengimplem
Misalnya pasiennya dengan syok atau pasien
entasikan
dengan pendarahan itu wajib kita liat, asuhan yang
takutnya terjadi suatu apa-apa, jujur kayak aman
kemarin tadi malam kita pasien meninggal
karena rujukan dari rumah sakit pasar rebo
pos tuh, ternyata ada kanker buli dipasang
three way, pendarahan hebat itu gak mampet
jadi mungkin dia syok karna nyerikan (R10)

Skema 4.6 Memahami integritas dalam pendokumentasian sebagai kemampuan


kognitif, memiliki prinsip nilai, kejujuran, bertanggung jawab, dapat
diperhitungkan, sesuai SPO, berkomitmen, kompeten, konsisten, sesuai identitas
identitas diri dan belum mengimplementasikan asuhan yang aman

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 11

Pernyataan Kunci Kategori Sub Tema Tema


Pendokumentasian itu yang pertama kita
harus seragam sebenarnya. Semua istilahnya
standar yang memang baik untuk dilakukan
untuk keamanan pasien untuk kita juga itu
Mengha-
menurut saya sih lebih awal tuh lebih harus
rapkan
disiapkan karena bagaimanapun juga kita
pendokume
antisipasi resiko-resiko yang memang tidak
ntasian
kita harapkan (R3)
menggunaka
Pasiennya mengalami distensi pada abdomen,
n istilah
terus ternyata di data subjective nya tidak
yang
muncul keluhan pasiennya itu kembung di
terstandarisa
data objective nya juga gak muncul data
si
perkusinya ataupun palpasi abdomennya
seperti apa, sehingga ketika dokter melihat
catatan perawat subjective dan objective
nyata baik-baik saja dan kebetulan juga
dokter gak ke pasien misalnya dia
menganggap pasien itu baik-baik saja (R8) Sistem Mengharapk Mengharapkan
Bisa menyimpan jadi kalau misalkan nanti komputer an perawat
kita lupa, oh ya tadi nggak ke catat recall yang pendokume semakin pintar,
(R3) menyimpan ntasian terampil dengan
Dari institusi kita nih dari rumah sakit itu data dan terkompu- pendidikan
udah minimal mungkin sih untuk untuk kita bisa di recall terisasi berkelanjutan,
jadi repot mencatatnya, itu sebenarnya kita adanya sistem
pendokumentasian pasien—pasien kalau JCI, akreditasi
yang ini kita pake system komputer ya, menertibkan
misalkan untuk pasien baru udah lewat pendokumentas
computer terus kalau untuk yang terjadi
kegawatan ya sudah yang tadi saya bilang
kita punya EWS atau kita liat catatan baru
nanti kita pindahkan yang penting pada ini
untuk monitor GCS segala macam itu udah
dalam satu form ininya jadi kita untuk tensi,
untuk kesadaran, untuk EWS itu bisa kita
kerjakan dalam saat berbarengan jadi nggak
usah nyari-nyari form lagi yang mana jadi
udah rumah sakitpun sudah istilah udah
membuat nih biar dokumentasi itu biar lebih
simple gitu (R3)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Tekhnik pendokumentasian paperless (R2)


Kalau bisa yang nulis-nulis itu lebih
dikurangin gitu jadi kan kalau kita care lebih
ke pasien, jadi kita berpikir nanti deh Menggunak

dokumentasi dan fokus pasien padahal an paperless


Mengharapk
dokumentasi itu sangat penting. Kalau kamu
an
ga catat berarti kamu ga ada lakuin. Satu sisi
pendokume
kita harus care kepada pasien satu sisi kita
Mudah ntasian
harus pendokumentasian (R6)
diisi terkompu-
Gak ribet ngisinya (R2)
terisasi
Gak mudah dimanipulasi datanya, diedit
Tidak
tanpa tau ini pernah ada mendata, cut, paste,
mudah
cut, paste (R2)
untuk
Pengkajian, catatan terintegrasi (R2)
dimanipula
Apa yang didokumentasikan itu simple jadi
si yang
nggak gak membuat ini banyak banget yang
harus di isi gitu, jadi mungkin yang pertama
itu yang formatnya itu yang simple misalnya
itu format ceklist terus ee, tidak terlalu
Mengharap- Merencana- Mengharapk
banyak, tidak terlalu banyak (R4)
kan kan an perawat
Bisa kita kerjakan dalam waktu yang singkat,
pendokume pendokume semakin
maunya sih begitu tapi ya itu mungkin gak ya
ntasian yang ntasian yang pintar,
untuk mencakup sebegitu banyaknya
simple/ lebih terampil
pengkajian yang harus kita kaji (R4)
tidak ganda spesifik dengan
Kalau misalnya manual seperti TTV di sini
pendidikan
udah kita tulis dan dibuat diintegrasi lagi
berkelanjutan
padahal sudah ada. Terus ada formulir BAB
, adanya
dan BAK ada tindakan keperawatan misalnya
sistem JCI,
memandikan bayi terus ada urin, maksudnya
akreditasi
yang double disatuin aja kali (R5)
menertibkan
Keberatan sih ya karena ada formulir untuk
pendokument
TTV terus diintegrasi misalnya hipertermi
asian dan
kan di formulir itu sudah tercatat tapi di
pendokument
integrasi kita harus buat lagi akralnya gimana
asian yang
akan hipertermi, dan tulis suhunya, terus
lebih
misalnya udah ada sesak disini sudah ada RR
spesisfik dan
nya kenapa harus ditulis disini lagi lo. Jadi
kenapa harus 2 kali . (R5)

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


(Lanjutan)

Di lembar pemantauan HD yang sekarang


misalnya tertulis lidocaine nya, heparin
intermiten, itu nggak urgent untuk ada di
lembar pengkajian keperawatan. Jadi itu yang Mengharapka

mau kita hilangkan dan diganti dengan akses n perawat

vaskuler. Kalau di formulir sekarang itu semakin

akses titik dua gitu doang. Jadi kita pintar,

rencanakan nanti direvisi aksesnya. Kita terampil


Merencanak Merencana- dengan
bikin pilihan cimino atau CDL gitu, terus
an revisi kan pendidikan
kalau dia cimino trial nya kuat gak, trialnya
lembar pendokume berkelanjutan,
kuat nggak gitu. Kemudian kalau dia CDL
pengkajian ntasian yang adanya sistem
ada tanda infeksi nggak gitu terus letaknya di
dan lebih JCI, akreditasi
mana terus ukuran lumennya berapa gitu jadi
pemantauan spesifik menertibkan
lebih spesifik gitu (R4)
Pengkajian di unit rawat jalan ke masih yang lebih pendokument

terlalu umum masih terlalu general jadi kita spesifik asian dan

pengen itu membuat pengkajian tuh bener- pendokument

bener spesifik khusus untuk HD apa aja nih asian yang

yang perlu kita kaji supaya lebih mendetail lebih

gitu jadi lebih mudah untuk menentukan spesisfik dan

diagnosis, menentukan rencana tindakan terkomputeris

keperawatannya (R4) asi

Tuntutan SOP , formulir asesment perawat


itu dibuat se simple mungkin. Kalau bisa cek
format ceklist aja gitu jadi nggak butuh
waktu untuk mengisinya terlalu banyak (R4)

Skema 4.7 Mengharapkan perawat semakin pintar, terampil dengan pendidikan


berkelanjutan, adanya sistem JCI, akreditasi menertibkan pendokumentasian dan
pendokumentasian yang lebih spesisfik dan terkomputerisasi

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Lampiran 12
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Martha Evi Riana Purba
Tempat tanggal lahir : Pematangsiantar, 17 April 1981
Status : Menikah
Suami : Janson Saragih
Pekerjaan : PNS
Alamat Kantor : Jl. Sutomo No.235, Kota Pematangsiantar
Alamat Rumah : Jl. Kertas Cetak No. 3 Pematangsiantar
Email : evi.tond4ng@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
S2 Magister Keperawatan 2019
Profesi Keperawatan 2005
S1 Keperawatan 2004
SMU NEGRI 2 2000
SMP Swasta Cinta Rakyat 1 1997
SD Swasta Rk No.4 1994

RIWAYAT PEKERJAAN
1. Ketua Tim Perawat RS Honoris Tangerang 2005 – 2008
2. Anggota Sub Mutu Komite Keperawatan 2006 - 2008
3. Kepala Ruangan Mayapada Hospital Tangerang 2008 - 2010
4. Clinical Care Manajer (CCM) RS R.Syamsudin
Kota Sukabumi 2010 - 2015
5. Sekretaris Sub Mutu Komite Keperawatan RS
R. Syamsudin Kota Sukabumi 2010 - 2013
6. KetuaSub Mutu Komite Keperawatan RS
R. Syamsudin Kota Sukabumi 2013 - 2015
7. Perawat di Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2015 - 2017
8. Tugas Belajar di FIK UI 2017 - 2019

Universitas Indonesia

Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019


Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019
Pengalaman dalam..., Martha Evi Riana Purba, FIK UI, 2019

Anda mungkin juga menyukai