Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN AIR LIMBAH DAN LUMPUR

GASIFIKASI BATUBARA BAWAH PERMUKAAN (UCG)

Ferguson, L.

Prana World Consulting, Australia


Diterima 13 Agustus 2014 Revisi 16 Oktober 2014 Diterima 18 Oktober 2014

ABSTRAK
Gasifikasi batubara bawah permukaan (UCG) merupakan suatu metode nonkonvensioal untuk
mengolah gas dan batubara. Keuntungan utama UCG adalah dapat mengambil gas dari batubara
yang tidak ekonomis atau tidak tertambang, sehingga berpotensi menambah cadangan batubara
dunia sekitar 70%. Sehingga karena alas an ini, UCG telah diterapkan di seluruh dunia.
Walaupun demikian, limbah cair dan limbah padat yang menyertai proses UCG adalah sumber
mutagen, karsinogen dan potensi kontaminasi air tanah. Dengan tidak adanya data yang berarti
tentang limbah UCG, kajian ini berusaha mengidentifikasi sifat kimia organic dan non organic
serta bebauan air limbah UCG dan lumpur dari lokasi UCG di Australia dan meneliti oksidasi,
biostimulasi dan penyerapan logam dalam pengolahan air limbah dan lumpur yang dihasilkan
oleh proses gasifikasi. Temuan menunjukkan bahwa air limbah dan lumpur UCG berasal dari
bau menyengat mengandung konsentrasi benzene, toluene, hidrokarbon dari minyak bumi, fenol
dengan kadar logam berat yang relative rendah dan tidak ada hidrokarbon aromatic polisiklik,
pestisida atau bifenil poliklorinasi. Baik oksidasi dan biostimulasi menghancurkan kontaminan
organic >95% dan mengurangi penyerapan kontaminan anorganik >94%. Hal ini mewakili satu
dari penelitian pertama yang dapat dipercaya untuk menyelediki bau, air limbah dan lumpur
UCG. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami dan mendokumentasikan
dampak lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka pendek dan paparan kronis terkait jenis
limbah ini.

Kata Kunci : gasifikasi batubara bawah permukaan , UCG, air limbah, lumpur, bau
PENDAHULUAN

Meskipun operasi gasifikasi batubara bawah tanah (UCG) pertama digambarkan sebagai
cara yang mungkin untuk membebaskan gas dari batuan yang mudah terbakar pada akhir abad
ke-19 (Siemens, 1868) dan digunakan secara luas di seluruh dunia selama abad ke-20
(Klimenko, 2009; Lamb, 1977), namun implementasi prosesnya sangat rumit. Sebagai contoh, di
Australias dan Inggris banyak kendala di industri UCG seperti perlawanan dari masyarakat
sekitar dan LSM saat teknologi UCG mulai dikenalkan ke masyarakat. Nama-nama kelompok
aksi yang melakukan perlawanan terhadap operasi UCG adalah “Frack Off” dan “Druids Againts
Fracking” di Inggris; serta “Unite to Fight” di Australia.
Masalah yang paling mendasar pada proses UCG adalah mengatasi kerusakan lingkungan
yaitu kontaminan air tanag khususnya benzene dan toluene (Bajkowski, 2014, Sury, dkk 2004;
Badan Perlindungan Lingkungan AS, 1999). Karena alasan ini, pemahaman, pengelolaan gas,
limbah cair dan padat yang dihasilkan proses UCG menjadi prioritas Pemerintah dan Industri.
Secara sederhana, ekstraksi UCG meliputi : 1) pengeboran sumur ke lapisan batubara
yang menjadi target (biasanya pada kedalaman 150 – 1500 m) yang berisi gas, biasanya disebut
dengan metode CRIP (Burton, dkk., 2004); 2) memasukan udara atau oksigen ke dalam sumur;
3) penyalaan udara atau air sehingga mengakibatkan pembakaran bertekanan; 4) hasil dari
pembakaran terkendali mempunyai suhu antara 900o – 1500oC, memungkinkan sebagian gas
terbakar dan mencapai permukaan melalui sumur produksi (terkadang sumur injeksi dan sumur
produksi harus dihubungkan dengan rekahan hidraulik atau retakan batuan sehingga membentuk
panel); 5) memisahkan produk gas menjadi berbagai fraksi dalam fasilitas pemrosesan; 6)
menangkap dan menyimpan produk gas.
Dalam pengertian mendasar, UCG berbeda dengan gas lapisan batubara (CMB). Proses
CSG adalah menekan gas dari lapisan batubara dengan memasukkan cairan ke lapisan batubara
secara rekahan hidraulik menggunakan cairan kimia atau kombinasi air dan cairan dengan
tekanan tinggi. Sementara UCG merupakan metode yang lebih mahal dibandingkan dengan
metode konvensional. Dalam teorinya, UCG memberikan jalan keluar terhadap gas yang
terperangkap dalam lapisan batubara yang tidak tertambang ataupun tidak ekonomis
emnggunakan metode konvensional maupun CMB.
Dengan mengambil batubara yang tidak tertambang, UCG berpotensi menambah
cadangan batubara sebesar 600 milyar ton atau peningkatan 70% cadangan. India berencana
menambang 350 milyar gas dengan metode UCG (Dewan Energi Dunia, 2013 hal 1.7). Dengan
metode UCG produksi gas dapat diproduksi 20 kali lebih banyak daripada menggunakan metode
CBM.
Pada proses CBM hanya menghasilkan gas Metana (CH4). Dalam proses UCG
menghasilkan gas utama yaitu syngas (gas sintetis) yang terdiri dari karbon monoksida (CO),
Hidrogen (H) dan Karbondioksida (CO2). Syngas dapat digunakan sebagai sumber energy untuk
pembangkit listrik berbahan bakar gas, produksi minyak bumi sintetis atau sebagai bahan bakar
mesin. Seperti gas yang dihasilkan dari ekstraksi CBM, manfaat utama dari syngas adalah
sebagai generator listrik yang lebih bersih dari generator batubara. Gas hasil UCG merupakan
gas yang ramah lingkungan, emisinya 21% dari emisi gas rumah kaca dan lebih rendah dari
bahan bakar fosil. Sehingga proses UCG disebut sebagai teknologi batubara bersih.
Pada proses UCG, selain gas yang naik ke permukaan melalui sumur produksi, air limbah
dan padatan (biasanya dikatagorikan sebagai air proses atau air produksi industri) yang
dihasilkan dari gasifikasi batubara bawah tanah pada suhu tinggi sehingga air limbah dan
padatan ini harus dipisahkan dan dikelola. Sekitar 3% - 5% air limbah UCG berupa padatan dan
berubah menjadi endapan setelah dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Selain masalah air
limbah, benzene, toluene, hidrokarbon alkanet dan fenol yang beberapa diantaran termasuk
dalam kelompok karsinogen termasuk masalah utama dalam proses UCG (dan CBM). Cairan
hidrokarbon merupakan cairan beracun yang berada di rongga batubara dan berpotensi
mencemari air tanah dan akuifer dalam jangka panjang.
Kontaminasi air tanah pada proses UCG dapat diabaikan jika tekanan hidrostatik dapat
dikontrol. Tetapi, jika kedalaman gasifier UCG di bawah 150 m, maka sulit kemungkinan terjadi
kontaminasi besar. Hal ini disebabkan karena tekanan hidrostatik transportasi fluida dan air
tanah, dan reaksi kimia tidak dapat diawasi oleh para peneliti pemerintah dan masyarakat luas.
Masalah ini terkait dengan UCG adalah amblesan (penurunan tanah), kontribusi terhadap emisi
gas rumah kaca sebagai akibat gasifikasi bawah tanah (Burton, dkk., 2004). Penelitian ini
sebagian besar berkaitan dengan potensi kontaminasi air permukaan (Sury, dkk., 2004, hal. 62-
65).
Penulis tidak menemukan penelitian yang terpublikasi tentang volume atau sifat kimia
untuk pendekatan pengolahan air limbah dan lumpur UCG (misal, di Queensland Independent
Scientific, hanya membuat panel UCH sebagai referensi untuk saluran air (hal.25), dalam
konteks resiko lingkungan, diman kontaminan seperti arsenic dan merkuri dianggap sebagai gas
yang bisa dipindahkan (Burton, dkk., 2004). Satu-satunya referensi untuk air limbah UCG
berasal dari ulasan konsultan, yang melaporkan bahwa kontaminan yang menjadi konsentrasi
ujicoba Wyoming adalah ammonia 542 mg/L, fenol 288 mg/L dan Sulfat 74 mg/L (Sury, dkk.,
2004, hal 24-28)
Tujuan penelitian adalah menguji karakteristik kimia dan bau-bauan air limbah dan
lumpur UCG serta menilai dampak pengelolaan air limbah dan lumpur UCG berdasarkan standar
industry pengolahan air limbah. Pertanyaan yang memotivasi penelitian ini adalah : 1) sifat kimia
apa yang terbentuk dari air limbah dan unsur UCG? ; 2) apa peran oksidasi biostimulasi dan
penyerapan logam kontaminan organic dan inorganic pada air limbah UCG? ; 3) apa peran
oksidasi, biostimulasi dan penyerapan logam kontaminan organic dan ingorganic pada lumpur
UCG?

BAHAN DAN METODE

Sekitar 6 Kg sampel air limbah (sampel 1) dan lumpur (sampel 2) dikumpulkan dari
tempat pengolahan air limbah UCG di Cekungan Surat, Queensland, Australia. Sampel air
limbah berasal fraksi cair tangki pengendapan dan lumpur berasal dari bagian bawah tempat
pengumpul lumpur. Sampel didinginkan dan diangkut ke tempat pengujian di Gold Coast dan
dilakukan ujjicoba selama 48 jam. Setelah dilakukan pengujian, sample terbagi menjadi 2 yaitu
sample yang bisa diolah dan sampel yang tidak bisa diolah. Selanjutnya kedua sample tersebut
didinginkan dan diangkut ke laboratorium bersertifikat di Brisbane dan dianalisa selama 24 jam.
Sampel air limbah dibagi menjadi 3, masing-masing sampel seberat 2 Kg. Sampel
pertama adalah sampel yang tidak bisa diolah (Sampel 1A) dengan bau yang tajam. Pada sampel
1A dilakukan pengujian menggunakan agen pengoksidasi standar untuk spesies organic dan agen
sekuestrasi untuk spesies inorganic dalam limbah UCG. Sampel kedua (Sampel 1B) merupakan
sampel yang bisa diolah, pengelolaannya dilakukan dengan cara : 1) menambah 3,5 g/L
hydrogen peroksida (H2O2) pH 2 dan diaduk selama 15 menit; 2) menambahkan reagen Viro
Bind 2 g/L dan diaduk. 3)biarkan campuran bahan kimia tersebut selama 24 Jam; 4) tutup rapat
cawan dan titip sampel ke laboratorium bersertifikat dan 5) analisa sampel 1B mengikuti
analisa : pH, konduktivitas listrik, bau, benzene (C6H6), etilbenzena (C8H10), Xylene (C6H4(CH3)2,
hidrokarbon minyak bumi total (TPH), hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH), pestisida total
(termasuk dieldrin [C12H8OCl6], endrin [C12H8Cl6O] dan DDT [C14H9Cl15], poliklorinasi bifenil
(PCB), arsenic total, cadmium, kromium, tembaga, timah, nikel, seng, dan total fenol.
Untuk menguji dampak biostimulasi aditif pada spesies organic dan dampak penambahan
agen sekuestering pada spesies inorganic di limbah UCG, sampel ketiga (1C) pengelolaannya
dengan cara : 1) menambahkan reagen ViroBac sebanyak mL/L dan diaduk selama 15 menit; 2)
menambahkan reagen ViroBind sebanyak 2 g/L dan aduk hingga rata; 3) diamkan larutan selama
24 Jan; 4) tuangkan cairan ke dalam fraksi; 5) tutup rapat cawan dan kirim sampel ke
laboratorium bersertifikat; 6) analisa sampel 1C.
Hidrogen peroksida cair digunakan dalam penelitian ini karena merupakan salah satu
pengoksidasi paling kuat menurut ilmu lingkungan (interstate Technology dan Regulatory
Counci, 2005, hal 10-12), bahkan lebih kuat daripada potassium permanganate (KMnO 4). Selain
itu Sury, dkk. Mempublikasikan penggunaan hydrogen peroksida dalam pengujian air limbah
UCG di Sain (2004, hal 26-28). Dalam air limbah UCG, hidrogen peroksida menyebabkan reaksi
oksidasi sebagai berikut : 2Fe2+ + H2O2 + 2H  2Fe3+ + 2H2O atau dalam reaksi fenton yang
lebih cepat : Fe2+ + H2O2  2Fe3+ + OH + OH. Perlu dicatat bahwa semua senyawa kimia ada
dalam limbah UCG termasuk fenol yang tidak sesuai dengan hydrogen peroksida. Dalam reaksi
ini, jika terlalu banyak oksidan dan terjadi reaksi mendadak berakibat kebakaran atau ledakan
(Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia, US, 1978, hal.2)
Reagen ViroBind merupakan bahan kimia bubuk dengan pH 9 berasal dari kilang
alumina, digunakan untuk menetralkan asam dan mereduksi logam berat pada air limbah dan
padatan industri (Ferguson, 2004, 2009). Tidak seperti ikatan ion sederhana, kation mampu
mengubah pH dan adsorbi normal dengan bahan kimia seperti kalsium hidroksida (CaOH) dan
sodium hidroksida (NaOH) ikatan logam yang dihilangkan dengan reagen ViroBind menjadi
lebih kuat. Peristiwa ini terjadi karena ViroBind terdiri dari campuran logam dan mineral
kompleks, antara lain hematite (Fe2O3), beohmite (Y-AlOOH), gibbsite (Al[OH]3) dan sodalite
(Na4Al3Si3O12Cl) anatase (TiO2), aragonite (CaCo3), brucite (Mg[OH]2), diaspore (ß-Al2O3.H2O),
ferrihydrite (Fe5O7[OH].4H2O), gypsum (CaSO4.2H2O), hydrocalumite(Ca2Al[OH]7.3H2O),
hidrotalsit (Mg6Al2CO3[OH]16.4H2O) dan p-aluminohydrocalcite (CaAl2[CO3]2[OH]4.3H2O).
Paling penting dalam reaksi di atas adalah adanya senyawa hidroksida dan oksihidroksida
yang berkontribusi pada penetral asam reagen ViroBind, besi yang bermuatan postif (+), serta
molekul berbasis aluminium, magnesium dan titanium yang tidak hanya menyerap logam tetapi
juga menyebabkan reaksi presipitasi dan substitusi isomorfik. Reaksi-reaksi tersebut berpengaruh
terhadap peristiwa penyerapan yang diamati secara anorganik. Untuk penjelasan tentang
bagaimana penyerapan dan oksidasi logam bekerja secara sinergi dalam remediasi lingkungan
dan hubungan antara reagen dalam perawatan air minum, air limbah industri dan tanah yang
terkontaminasi dapat dibaca dalam buku Akhurst, dkk (2011), Cark, dkk (2009), Genc-Fuhrman,
dkk (2004), serta Huston Attwood (2008)
Reagen ViroBac, merupakan cairan stimulant biologis yang mempunyai komposisi kimia
anorganik, nutrisi, surfaktan, enzim dan mikroba petrofilik yang digunakan untuk menghancurka
ikatan tunggal alkali, hidrokarbon alkali seperti benzene, hidrokarbon terklorinasi seperti
trikloroetile dan perklorotylene, dan PAHs seperti benzopirene dan naftalene (Fergusson, 2012).
Tidak seperti standar penanganan secara biologi yang merupakan proses jangka panjang yang
memanfaatkan potensi bakteri asli untuk mengurai kontaminan organic (bersamaan dengan udara
atau oksigen yang disuntikkan), biostimulasi menambah proses asli dan merangsang pencernaan
bakteri, khususnya melalui penggunaan nutrisi dan penambahan enzim.
Sampel lumpur dibagi menjadi 3 bagian dengan berat masing-masing 2 Kg. Sampel
pertama, sampel yang tanpa perlakuan apapun (subsample 2A) dengan bau yang sangat tajam.
Untuk menguji damak standar agen pengoksidasi harus bersedia spesies organic dan untuk
menguji dampak non metal pada spesies organic dalam lumpur UCG. Sub-Sample kedua (2B)
menjadi subjek dari penelitian : 1) tambahkan 10% hydrogen peroksida (H2O2) ke dalam lumpur
dan aduk dengan kuat selama 15 menit; 2) tambahkan 25 g/Lreagen ViroBind aduk rata; 3)
diamkan campuran reaksi sub-sampel 2 selama 24 jam; 4) tutup rampat sub-sampel dan kirimkan
ke laboratorium bersertifikat; dan 5) analisa sesuai dengan parameter : pH, bau, benzene,
toluene, ethylbenzene, xylene, TPH, PAH, pestisida total, PCBs, arsenic total, cadmium,
kromium, tembaga, timah, nikel, seng, dan fenol total.
Untuk menguji dampak dari agen pengoksidasi kedua harus ada spesies organic dan
untuk mengetahui dampak dari agen sekuestring juga harus ada spesies aorganik di dalam
lumpur UCG. Sub-sampel yang ketiga adalah sub-sampel 2C yang menjadi subjek penelitian : 1)
tambahkan 10% sodium persuLfate (N2S2O8) kemurnian 99% dengan 6,6% oksigen dan pH 6
untuk lumpur kemudian aduk dengan kuat selama 15 menit; 2) tambahkan 25 g/L reagen
ViroBind aduk rata; 3) diamkan campuran reaksi sub-sampel 2 selama 24 jam; 4) tutup rapat
sub-sampel dan kirimkan ke laboratorium bersertifikat; dan 5) analisa sampel. Sodium Persulfate
dalam bentuk bubuk merupakan bahan yang sering digunakan untuk oksidasi kimia secara insitu
(ISCO) karena bahan ini lebih stabil daripada hydrogen peroksida yang memiliki tingkat
kelarutan yang tinggi, dan meninggalkan produk sampingan yang tidak berbahaya (Interstate
Technology dan Regulatory Council, 2005 hal. 7-10). Konsentrasi bau dalam limbah UCG
ditentukan berdasarkan skala peringkat : 0 = tidak berbau dan tidak terlihat; 1 = tidak berbau
tetapi masih bisa ditoleran; 2 = tidak berbau tetapi tidak bisa ditoleran; 3 = tidak berbau,
menimbulkan rasa tidak nyaman, masih bisa ditoleransi; 4 = bau yang sangat tidak nyaman; 5 =
sangat bau, menyebabkan mual untuk orang-orang yang sensitive.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 dan 2 menjawab pertanyaan penelitian 1. Tabel 1 menampilkan data kimia dan
tingkat kebauan limbah UCG yang tidak ditreatment (1A)
Data menunjukan limbah UCG adalah asam dengan Ph 4,9 (konsisten dengan konsentrasi
fenol yang tinggi), konduktivitas elektrik sebesar 14 mS/Cm; bau yang timbul sangat menyengat
dengan skala 5 (kemungkinan karena adanya konsentrasi fenol sebagai hidroksibenzena
[C14H12O3] dan hidrokarbon lainnya).
Data 1A menunjukkan nilai benzene yang cukup tinggi sebesar 1600 µg/L dan toluene
sebesar 180 µg/L dalam toluene, etilbenzena dan xilen (BTEX). Tingkat benzene yang
direkomendasikan untuk air minum adalah < 1 µg/L di Australia dan 5 µg/L di Amerika dengan
toleransi 500 mg/L : konsentrasi benzene jarang ditemukan pada air tanah > 10 µg/L.
Konsentrasi logam rendah sebesar 6,9%, konsentrasi petroleum hidrokarbon tinggi terutama
fraksi C10-C14 (nafta, sulingan minyak bumi dan minyak tanah), konsentrasi total fenol tinggi
sebesar 5500 mg/L (hasil dari laporan laboratorium yang menyebutkan bahwa peralatan yang
dipakai untuk penelitian ini terganggu sebelum analisis fenol). Fenol, terikat pada hidrokarbon
aromatic yang sebagian besar terdiri dari xylene 2-, xylene 3- dan xylene 4- : methylphenols dan
dimethylphenol (C8H10O). Pada percobaan ini tidak terdapat PAH, pestisida atau PCB.
Tabel 1. Hasil Analisa Sebelum dan Sesudah Air Limbah UCG Dilakukan Perawatan
(Treatment)


dibawah batas deteksi

Tabel 2 menampilkan data tentang kimia dan sifat lumpur limbah UCG yang diolah (2A).
Data menunjukkan bahwa lumpur UCG memiliki pH (tingkat keasaman) netral tetapi sifat
baunnya dianggap berbahaya pada level 5. Level BTEX meningkat pada endapan UCG, benzene
420 mg/Kg, toluene 370 mg/kg, etilbenzena pada 140 mg/kg, dan xylene total pada 720 mg/Kg
kecuali arsenic yang merupakan logam berat dengan konsentrasi rendah. Tetapi konsentrasi
petroleum hidrokarbon total sangat tinggi yaitu 57% dari fraksi padat terutama di C10-C14
(120.000 mg/kg, C15-C28 (360.000 mg/kg) dan C29-C36 (90.000 mg/kg) serta fenol total
sebesar 21.000 mg/kg (21% dari fraksi padat), semua komponen terdiri dari 2-, 3-, 4-
methylfenol pada percobaan ini tidak terdapat PAH, pestisida atau PCB.

Tabel 2 Hasil Analisa Sebelum dan Sesudah Lumpur Limbah UCG Dilakukan Perawatan
(Treatment)


dibawah batas deteksi
Tabel 1 menjawab pertanyaan penilaian nomor 2. Data menunjukkan treatmen
(perlakuan perawatan 1B dan 1C yang mempunyai manfaat dari air limbah UCG, pH keduanya
meningkat dar 4,9 menjadi 7,4 dan 7,1. EC keduanya menurun dari 14 mS/cm menjadi 0,5
mS/cm dan 1,4 mS/cm; sifat bau menurun dari kelas 5 menjadi kelas 2 dan kelas 1; BTEX total
menurun DARI 1,848 µg/L hingga di bawah ambang batas yaitu < 2 µg/L; TPH yang dihasilkan
100%; konsentrasi logam berat mengalami penurunan sebesar 98% (tidak termasuk tembaga
(Cu)) yang konsentrasinya meningkat pada saat pengujian. Hal ini mungkin karena tidak ada
aditif yang mengandung Cu yang digunakan dalam pengujian (1 B atau 1C); dan fenol menurun
99% dari 5.500 mg/L menjadi 79 mg/L dan 78 mg/L.
Tabel 2 menjawab pertanyaan penelitian 3. Data menunjukkan perlakuan 2B dan 2C yang
juga mempunyai maanfaat pada lumpur limbah UCG; sifat bau keduanya menurun dari tingkat 5
menjadi 2 dan 1; BTEX total menurun 100% dan 97% dari 1650 mg/kg menjadi 3,6 mg/kg dan
54,6 mg/kg; THP keduanya menurun 92% dan 87% dari 574.100 mg/kg menjadi 48.380 mg/kg
dan 77.370 mg/kg; konsentrasi arsenic total menurun sebesar 89% dari 110 mg/kg menjadi 13
mg/kg dan 14 mg/kg; total fenol keduanya menurun 99% dan 98% dari 21.000 mg/kg menjadi
215 mg/kg dan 459 mg/kg; nilai pH keduanya meningkat dari 7,1 menjadi 11,8 dan 11,5.
Penelitian ini berlangsung sampai saat ini di UCG Australia bahwa air limbah dan lumpur
UCG tidak ada sifat kimia dan sifat baunya. Hasil temuannya menunjukkan sifat bau yang
menyengat dan mengandung BTEX, THP, dan fenol dengan konsentrasi tinggi, tetapi
mempunyai konsentrasi rendah untuk PAH, pestisida dan PCB. Demikian pula penelitian yang
ditemukan bahwa lumpur UCG memiliki bau yang menyengat dan mengandung konsentrasi
BTEX, TPH dan fenol yang tinggi, tetapi untuk PAH, pestisida dan PCB memiliki konsentrasi
yang rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa air limbah dan lumpur UCG hasrus disimpan,
ditangani, dirawat dan dibuang secara hati-hati agar keselamatan pekerja dan lingkungan terjaga.
Adanya bau pada penelitian ini tidak boleh dianggap remeh. Bau yang berasal dari
ekstrasi gas di Queensland telah menyebar ke Negara bagian denan keluhan penduduknya berupa
sakit kepala, mual, muntah, mimisan, iritasi hidung, tenggorokan dan mata, ruam dan luka serta
asma (Medibank Health Solutions, 2013, hal.1). Gejala-gejala penyakit yang dialami penduduka
Queensland baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh bau alami senyawa alami
seperti hidrokarbon alkanik atau senyawa kimia buatan dari proses ekstrasi gas UCG.
Disamping dibtemukan bau dari ekstraksi gas, yang mengkhawatirkan adalah adanya
benzene yang ditemukan dalam sampel udara yang diambil pada jarak 1,2 Km dari sumur
produksi gas UCG di Queensland (Mediabank Health Solutions, 2013, hal.6) tetapi belum ada
keluhan kesehatan dari masyarakat. Namun, harus ada penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki
hubungan antara 1) bau yang bersal dari operasi UCG; 2) zat beracun yang menyebabkan bau
busuk; 3) tingkat paparan bau; 4) ekstraksi gas UCG yang mengganggu kesehatan masyarakat
sekitar lokasi Data yang mendukung keterkaitan masalah di atas belum ditemukan, bukti yang
ada masih bersifat anekdot. Berdasarkan literature ilmiah yang terbatas, belum ada penelitian
yang dilakukan industry dan pemerintah mengenai resiko dari limbah UCG.
Perlu dicatat bahwa secara hukum yang jelas, lumpur dan limbah UCG tidak menetapkan
batas pemaparan ke gas fenolik, tetapi pengembangan pedoman kesehatan dan keselamtan kerja
telah ditetapkan ambang batas bau untuk fenol pada 0,4 bagian per juta (ppm), (mis., New Jersey
Departmen Kesehatan, 2010, hal. 1). Ambang batas ini berbeda jauh dengan konsentrasi yang
ditemukan dalam lumpur dan limbah UCG YAITU 5.550 ppm dan 21.000 ppm, meskipun
konsentrasi fenol udara dan hidroksibenzene tidak ditemukan dalam penelitian ini.
Fenol bersifat mutagenic dan karsinogenik sehingga menyebabkan sakit kepala, iritasi
hidung dan tenggorokan (keluhan yang dilaporkan dalam studi di Queensland), mengiritasi paru-
paru dan merusak hati, ginjal dan system syaraf pusat. Batas paparan yang diizinkan (PEL) telah
ditetapkan pada 5,0 ppm selama delapan jam. Perlunya penilaian risiko menyeluruh emisi gas
proses UCG karena terdapatnya bau “peringkat 5” yaitu bau busuk

KESIMPULAN

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pertama kali untuk
mengetahui sifat kimia dan bau dari limbah dan lumpur UCG. Kondisi di alam, ditemukan
bahwa limbah UCG terkontaminasi konsentrasi benzene, hidrokarbon alkan dan fenol yang
sangat tinggi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui dampak lingkungan dan
potensi gangguan kesehatan pada manusia jika terpapar limbah baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Ujicoba skala pabrik perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara proses UCG dengan lingkungan dan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhurst, D., Clark, M., and Fergusson, L. (2011) Removal of radium from groundwater using a
modified bauxite refinery residue. Journal of Environmental Quality, 40, 1835-1843.
Australian Associated Press (2011). Coal gas company banned in Queensland for
contaminating groundwater. The Australian, July 8, 2011.
Bajkowski, J. (2014). Queensland government hits underground coal gasification player Linc
Energy with environmental damage charges, Government News, April 15, 2014
BHP (2002). Case study B20: Electricity production using underground coal gasification (UCG).
BHP Billiton, Newcastle, Australia.
Burton, E., Friedmann, J., and Upadya, R. (2004). Best practices in underground coal
gasification. Lawrence Livermore National Laboratories, Department of Energy,
University of California, CA.
C lark, M.W., Harrison, J., and Payne, T.E. (2009, September). The reversibility of U and Th
binding on a modified bauxite refinery residue. (Paper presented at the 16th AINSE
Conference on Nuclear and Complementary Techniques of Analysis, Sydney)
Fergusson, L. (2004). Making light of heavy metals. Waste Management and Environment,
15(1), 29-30.
Fergusson, L. (2009). Commercialisation of environmental technologies derived from alumina
refinery residues: A tenyear case history of Virotec. Commonwealth Scientific and
Industrial Research Organisation (CSIRO), Project ATF06-3 Management of Bauxite
Residues, Department of Resources, Energy and Tourism (DRET), Commonwealth
Government of Australia, Asia-Pacific Partnership on Clean Development and Climate,
Canberra.
Fergusson, L. (2012). Sequestering inorganic species and destroying organic species in
contaminated soil using ViroSoil Technology: Technical description and case studies.
Paper presented to EcoForum 2012, Sydney, Australia.
Genç-Fuhrman, H., Tjell, J.C., and McConchie, D. (2004). Arsenic removal from drinking water
using activated red mud. Malaysian Journal of Science, 23, 219-228.
Hutson, N.S. and Attwood, B.C. (2008). Binding of vapourphase mercury (Hg0) on chemically
treated bauxite residues (red mud). Environmental Chemistry, 5(4), 281-288.
Interstate Technology & Regulatory Council (2005). Technical and regulatory guidance for in
situ chemical oxidation of contaminated soil and groundwater (2 nd edition). Interstate
Technology & Regulatory Council, Washington, D.C.
Klimenko, A.Y. (2009). Early ideas in underground coal gasification and their evolution.
Energies, 2, 456-476.
Lamb, G.H. (1977). Underground coal gasification. Energy Technology Review, No. 14. Noyes
Data Corporation, Park Ridge, New Jersey.
Medibank Health Solutions (2013). Health effects of coal seam gas – Tara. Medibank Health
Solutions, Brisbane, Queensland.
New Jersey Department of Health (2010). Right to know: Hazardous substance fact sheet. New
Jersey Department of Health, New Jersey.
Queensland Independent Scientific Panel for Underground Coal Gasification (2013).
Independent scientific panel report on underground coal gasification: Pilot trials.
Department of Natural Resources and Mines, Queensland Government, Brisbane,
Queensland, June 2013.
Roberts, G. (2014). Anger boils over at grilling of energy chiefs. Llanelli Star, January 22, 2104.
Shu-qin, L., and Jun-hua, Y. (2002). Environmental benefits of underground coal gasification.
Journal of Environmental Sciences (China), 12(2), 284-288.
Siemens, C.W. (1868). On the regenerative gas furnace as applied to the manufacture of cast
steel. Journal of the Chemical Society, Chemical Society of London, 21, 279–310.
Sury, M., White, M., Kirton, J., Carr, P., and Woodbridge, R. (2004). Review of environmental
issues of underground coal gasification. Report no. COALR272DTI/PubURN04/ 1880.
WS Atkins Consultants, Birmingham, UK.
United States Department of Health and Human Services (1978). Occupational health guideline
for phenol. U.S.
Department of Health and Human Services, National Institute for Occupational Safety and
Health, and U.S. Department of Labor, Occupational Safety and Health Administration,
Washington, D.C.
United States Environmental Protection Agency (1999). The class V underground injection
control study: Volume 13, insitu fossil fue recovery wells. United States Environmental
Protection Agency, Office of Ground Water And Drinking Water, EPA/816-R-99-014m,
Washington, D.C., September 1999.
World Energy Council (2013). Coal: Strategic insight. World Energy Council, London, UK.
Yeo, B. (2013). Cougar Energy shareholders to decide on name change to Moreton Resources.
Proactive Investor Australia. August 19, 2013.

Anda mungkin juga menyukai